Anda di halaman 1dari 29

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional


diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup
sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal. Dan kesehatan yang demikian yang menjadi dambaan setiap orang
sepanjang hidupnya. Tetapi datangnya penyakit merupakan hal yang tidak bisa
ditolak meskipun kadang-kadang bisa dicegah atau dihindari. Konsep sehat
dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor-
faktor lain di luar kenyataan klinis yang mempengaruhinya.2

Menurut L. Blum, derajat kesehatan manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor


yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan medis dan keturunan. Blum
menyimpulkan bahwa lingkungan mempunyai andil yang paling besar
terhadap status kesehatan.Kemudian disusul oleh perilaku mempunyai andil
nomor dua, pelayanan kesehatan dan keturunan mempunyai andil yang paling
kecil terhadap status kesehatan. Bagaimana proprorsi pengaruh faktor-faktor
tersebut terhadap status kesehatan di negara-negara berkembang, terutama di
Indonesia belum ada penelitian.3

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
(makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang
biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai
dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-
masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya
adalah tindakan atau aktivitasnya dari manusia itu sendiri yang mempunyai
bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menagis, tertawa,
bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan

1
atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak
dapat diamati oleh pihak luar.2,3

Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena
perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor, baik internal maupun
eksternal (lingkungan). Secara garis besar perilaku manusia dapat dilihat dari
tiga aspek, yakni aspek fisik, psikis, dan sosial. Akan tetapi dari ketiga aspek
tersebut sulit untuk ditarik garis yang tegas batas-batasnya. Secara lebih
terinci, perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala
kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi persepsi,
sikap dan sebagainya.2

Namun demikian, pada realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi gejala


kejiwaan yang menentukan perilaku seseorang. Apabila ditelusuri lebih lanjut,
gejala kejiwaan tersebut ditentukan atau dipengaruhi oleh berbagai faktor lain,
di antaranya adalah faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosio-budaya
masyarakat2. Dalam makalah ini kami akan mengangkat topik mengenai
perubahan perilaku kesehatan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:


1. Mengetahui konsep dan bentuk perilaku
2. Mengetahui pengaruh perilaku dalam masalah kesehatan
3. Mengetahui perubahan dari perilaku kesehatan

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Perilaku

Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau


aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada
hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri.Oleh sebab itu,
perilaku manusia itu mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup
berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan sebagainya. Bahkan kegiatan
internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi dan emosi juga
merupakan perilaku manusia. Untuk kepentingan kerangka analisis dapat
dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme
tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung.2

Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut
dipengaruhi baik oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara
umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan ini merupakan
penentu dari perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia. Sedangkan
lingkungan adalah suatu kondisi atau merupakan lahan untuk perkembangan
perilaku tersebut. Suatu mekanisme pertemuan antara kedua faktor tersebut
dalam rangka terbentuknya perilaku disebut proses belajar (learning
process).3

2.2 Bentuk Perilaku

Menurut Notoatmodjo, S. 2003 secara lebih operasional perilaku dapat


diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan
(stimulus) dari luar subjek tersebut. Respons ini berbentuk 2 macam, yakni :
a. Bentuk pasif adalah respons internal yaitu yang terjadi didalam diri
manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya
berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Misalnya seorang

3
ibu tahu bahwa imunisasi itu dapat mencegah suatu penyakit tertentu
meskipun ibu tersebut tidak membawa anaknya ke puskesmas untuk
diimunisasi. Contoh lain seorang yang menganjurkan orang lain untuk
mengikuti keluarga berencana meskipun ia sendiri tidak ikut keluarga
berencana.

Dari kedua contoh tersebut terlihat bahwa ibu telah tahu gunanya
imunisasi dan contoh kedua orang tersebut telah mempunyai sikap yang
positif untuk mendukung keluarga berencana meskipun mereka sendiri
belum melakukan secara konkret terhadap kedua hal tersebut. Oleh sebab
itu perilaku mereka ini masih terselubung (covert behaviour).

b. Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara
langsung. Misalnya pada kedua contoh di atas, si ibu sudah membawa
anaknya ke puskesmas atau fasilitas kesehatan lain untuk imunisasi dan
orang pada kasus kedua sudah ikut keluarga berencana dalam arti sudah
menjadi akseptor KB. Oleh karena perilaku mereka ini sudah tampak
dalam bentuk tindakan nyata maka disebut overt behaviour.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap adalah
merupakan respons seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang masih
bersifat terselubung dan disebut covert behaviour. Sedangkan tindakan nyata
seseorang sebagai respons seseorang terhadap stimulus (practice) adalah
merupakan overt behavior2.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi 2,


yakni faktor intern dan ekstern.Faktor intern mencakup pengetahuan, kecerdasan,
persepsi, emosi, motivasi dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah
rangsangan dari luar. Sedangkan faktor ekstern meliputi lingkungan sekitar, baik
fisik maupun non fisik seperti iklim, manusia, sosial ekonomi, kebudayaan dan
sebagainya. Dari uraian di atas tampak jelas bahwa perilaku merupakan konsepsi
yang tidak sederhana, sesuatu yang kompleks, yakni suatu pengorganisasian

4
proses-proses psikologis oleh seseorang yang memberikan predisposisi untuk
melakukan responsi menurut cara tertentu terhadap suatu objek.

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme)


terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan serta lingkungan. Batasan ini mempunyai 2 unsur pokok,
yakni respons dan stimulus atau perangsangan.

Respons atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan
sikap) maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice). Sedangkan
stimulus atau rangsangan disini terdiri 4 unsur pokok, yakni sakit & penyakit,
sistem pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan. Dengan demikian secara
lebih terinci perilaku kesehatan itu mencakup :
a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana manusia
berespons, baik secara pasif (mengetahui, bersikap dan mempersepsi
penyakit atau rasa sakit yang ada pada dirinya dan diluar dirinya, maupun
aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit atau sakit
tersebut.
b. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan
tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yakni :
Perilaku sehubungan dengan peningkatan ddan pemeliharaan
kesehatan (health promotion behaviour). Misalnya makan
makanan yang bergizi, olah raga, dan sebagainya.
Perilaku pencegahan penyakit (health preevention behaviour)
adalah respons untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya
tidur memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk
malaria, imunisasi, dan sebagainya. Termasuk perilaku untuk
tidak menularkan penyakit kepada orang lain.
Perilaku sehubungan dengan pencarian penngobatan (health
seeking behaviour), yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari
pengobatan, misalnya usaha-usaha mengobati sendiri
penyakitnya atau mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas

5
kesehatan modern (puskesmas, mantri, dokter praktek, dan
sebagainya), maupun ke fasilitas kesehatan tradisional (dukun,
sinshe, dan sebagainya).
Perilaku sehubungan dengan pemulihan kessehatan (health
rehabilitation behaviour) yaitu perilaku yang berhubungan
dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari
suatu penyakit. Misalnya melakukan diet, mematuhi anjuran-
anjuran dokter dalam rangka pemulihan kesehatannya).
c. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respons seseorang
terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan
modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respons terhadap
fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan obat-obatannya,
yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan
fasilitas, petugas dan obat-obatan.
d. Perilaku terhadap makanan (nutrition behaviour) yakni respons seseorang
terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini
meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek kita terhadap makanan
serta unsur-unsur yang terkandung didalamnya (zat gizi), pengelolaan
makanan, dan sebagainya sehubungan kebutuhan tubuh kita.
e. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (enviromental health behaviour)
adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan
kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan
lingkungan itu sendiri.
Perilaku ini antara lain mencakup :
Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk didalamnya
komponen, manfaat, dan penggunaan air bersih untuk kepentingan
kesehatan.
Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang
menyangkut segi-segi higiene, pemeliharaan teknik, dan
penggunaannya.
Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun
limbah cair. Termasuk didalamnya sistem pembuangan sampah dan

6
air limbah yang sehat serta dampak pembuangan limbah yang tidak
baik.
Perilaku sehubungan dengan rumah yang seehat, yang meliputi
ventilasi, pencahayaan, lantai, dan sebagainya.
Perilaku sehubungan dengan pembersihan ssarang-sarang nyamuk
(vektor) dan sebagainya.

Klasifikasi Perilaku Kesehatan menurut Skinner terbagi atas :


1. Perilaku Pencegahan (preventif)
2. Perilaku Penyembuhan (kuratif)
3. Perilaku pemulihan (rehabilitatif)
4. Perilaku peningkatan kesehatan (promotif)
5. Perilaku yang berhubungan dengan gaya hidup sehat (life styles), seperti
perilaku makan, olahraga, merokok dan sebagainya.
6. Perilaku yang berhubungan dengan lingkungan

Hubungan Status Kesehatan, Perilaku dan Pendidikan Kesehatan

( Blum - Green )

7
2.3 Domain Perilaku

Benyamin Bloom seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku


manusia ke dalam 3 domain/ranah/kawasan yakni kognitif, afektif, dan
psikomotor. Dalam perkembangannya teori Bloom ini dimodifikasikan untuk
pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni:

1) Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pendengeraan manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga. Pengetahuan datang dari Pengalaman, dan juga
dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, buku, surat
kabar, media masa, dan media elektronik. Pengetahuan dapat diperoleh
dari pengalaman langsung ataupun melalui penyuluhan, baik secara
individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan,
yang bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga
dan masyarakat dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal,
pengetahuan mempunyai enam tingkatan, yaitu: 1,4
1. Tahu
Tahu diartikan mengingat suatu materi yang diketahui sebelumnya.
Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari atau rangsangan, antara tain dapat menyebutkan,
mendefinisikan dan mengatakan.
2. Memahami (comprehension)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan secara benar.
Orang telah memahami suatu objek, dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, meyampaikan, dan meramalkan objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.

8
4. Analisis (analysis)
Analisis diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat
menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan
sebagainya.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis merupakan kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian
ke dalam bentuk keseluruhan yang baru. Misalnya dapat menyusun,
merencanakan, meringkas, menyesuaikan dan sebagainya terhadap
teori dan rumusan-rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan
kriteria yang telah ditentukan sendiri atau kriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket


yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. 1,4
2) Sikap
Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek. Sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya
dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap yang
secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap
stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan
reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

Manifestasi tidak dapat langsung dilihat. Tetapi dapat ditafsirkan terlebih


dahulu dari perilaku yang tertutup.
Sikap mempunyai 3 komponen pokok:

9
1. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kecendrungan untuk bertindak (tend to behave)

3) Praktik ataa Tindakan (practice)


Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata,
diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan
seperti fasilitas. 1,4

Praktik mempunyai beberapa tingkatan, yaitu:


1. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan
yang akan diambil, dan merupakan praktik tingkat pertama.
2. Respons terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai
dengan contoh, adalah merupakan indikator praktik tingkat dua.
3. Mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah
mencapai praktik tingkat tiga.
4. Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikan tanpa
mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

2.4 Determinan Perilaku

Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda


disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dibedakan menjadi 2
yaitu:

10
a. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang
bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat
kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya.
b. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan
fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor
lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai
perilaku seseorang.

Dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa perilaku adalah totalitas penghayatan
dan aktivitas seseorang, yang merupakan hasil bersama atau resultante antara
berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Dengan perkataan lain perilaku
manusia sangatlah kompleks, dan mempunyai bentangan yang sangat luas. 1,4

Adapun teori teori lain yang telah dicoba untuk mengungkap determinan
perilaku dari analisis faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya
perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, antara lain teori Lawrence Green
(1980), Snehandu B. Kar (1983), dan WHO (1984). 1
1. Teori Lawrence Green
Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan.
Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok,
yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-
behavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk
dari tiga faktor.
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud
dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan nilai-nilai, dan
sebagainya.
b. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas
atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan,
alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.

11
c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam
sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang
merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Model ini dapat digambarkan sebagai berikut:

B= f (PF,EF,RF)
dimana:
B = Behavior
PF = Predisposing factors
EF = Enabling factors
RF = Reinforcing factors
F = fungsi

Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan


ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari
orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas,
sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan
mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

Seseorang yang tidak mau mengimunisasikan anaknya di posyandu dapat


disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat imunisasi
bagi anaknya (predisposing factors). Atau barangkali juga karena rumahnya jauh
dari posyandu atau puskesmas tempat mengimunisasikan anaknya (enabling
factors). Sebab lain, mungkin karena para petugas kesehatan atau tokoh
masyarakat lain di sekitarnya tidak pemah mengimunisasikan anaknya (reinforcing
factors).
2. Teori Snehandu B. Kar
Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik-tolak bahwa
perilaku itu merupakan fungsi dari:
a. niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan
kesehatannya (behavior intention).
b. dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social-support).

12
c. ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan
(accessebility of information).
d. otonomi pribadi, yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau
keputusan (personal autonomy).
e. situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action
situation).
Uraian di atas dapat dirumuskan sebagai berikut:
dimana:
B= f (BI,SS,AL,PA,AS)
B = Behavior
F = fungsi
BI = Behavior Intention
SS = Social Support
AL = Accessebility of Information
PA = Personal Autonomy
AS = Action Situation

Disimpulkan bahwa perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat ditentukan


oleh niat orang terhadap objek kesehatan, ada atau tidaknya dukungan dari
masyarakat sekitarnya, ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan, kebebasan
dari individu untuk mengambil keputusan/bertindak, dan situasi yang
memungkinkan ia berperilaku/bertindak atau tidak berperilaku tidak bertindak.
Seorang ibu yang tidak mau ikut KB, mungkin karena ia tidak ada minat dan niat
terhadap KB (behavior intention), atau barangkali juga karena tidak ada dukungan
dari masyarakat sekitarnya (social support). Mungkin juga karena kurang atau tidak
memperoleh informasi yang kuat tentang KB (accessebility of information), atau
mungkin ia tidak mempunyai kebebasan untuk menentukan, misalnya harus
tunduk kepada suaminya, mertuanya atau orang lain yang ia segani (persona
autonomy). Faktor lain yang mungkin menyebabkan ibu ini tidak ikut KB adalah
karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan, misalnya alasan kesehatan
(action situation).

13
3. Teori WHO
Tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang
itu berperilaku tertentu adalah karena adanya empat alasan pokok.
a. Pemahaman dan pertimbangan (thoughts and feeling), yakni dalam bentuk
pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan dan penilaian-
penilaian seseorang terhadap objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan).
1. Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman
orang lain. Seorang anak memperoleh pengetahuan bahwa api itu
panas setelah memperoleh pengalaman, tangan atau kakinya kena
api. Seorang ibu akan mengimunisasikan anaknya setelah melihat
anak tetangganya kena penyakit polio sehingga cacat, karena anak
tetangganya tersebut belum pernah memperoleh imunisasi polio.
2. Kepercayaan
Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek.
Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan
tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Misalnya, wanita hamil
tidak boleh makan telur agar tidak kesulitan waktu melahirkan.
3. Sikap
Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap
objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari
orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati
atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap
nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan
nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain:
a. Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi
saat itu. Misalnya, seorang ibu yang anaknya sakit, segera ingin
membawanya ke puskesmas, tetapi pada saat itu tidak mempunyai
uang sepeser pun sehingga ia gagal membawa anaknya ke puskesmas.
b. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu
kepada pengalaman orang lain. Seorang ibu tidak mau membawa
anaknya yang sakit keras ke rumah sakit, meskipun ia mempunyai sikap

14
yang positif terhadap RS, sebab ia teringat akan anak tetangganya yang
meninggal setelah beberapa hari di RS.
c. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada
banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang. Seorang akseptor KB
dengan alat kontrasepsi IUD mengalami pendarahan. Meskipun
sikapnya sudah positif terhadap KB, tetapi ia kemudian tetap tidak mau
ikut KB dengan alat kontrasepsi apa pun.
d. Nilai (value)
Di dalam suatu masyarakat apa pun selalu berlaku nilai-nilai yang
menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup
bermasyarakat. Misalnya, gotong-royong adalah suatu nilai yang selalu
hidup di masyarakat.
e. Orang penting sebagai referensi (personal reference)
Perilaku orang, lebih-lebih perilaku anak kecil lebih banyak
dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting. Apabila
seseorang itu dipercaya, maka apa yang ia katakan atau perbuatan
cenderung untuk dicontoh. Untuk anak-anak sekolah misalnya, maka
gurulah yang menjadi panutan perilaku mereka. Orang-orang yang
dianggap penting ini sering disebut kelompok referensi (reference
group), antara lain guru, alim ulama, kepala adat (suku), kepala desa,
dan sebagainya.
f. Sumber-sumber daya (resources)
Sumber daya di sini mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan
sebagainya. Semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau
kelompok masyarakat. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat
bersifat positif maupun negatif. Misalnya pelayanan puskesmas, dapat
berpengaruh positif terhadap perilaku penggunaan puskesmas tetapi
juga dapat berpengaruh sebaliknya.
g. Kebudayaan (culture), kebiasaan, nilai-nilai, tradisi-tradisi. sumber-
sumber di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola
hidup (way of life) yang pada umumnya disebut kebudayaan.
Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari

15
kehidupan suatu masyarakat bersama. Kebudayaan selalu berubah,
baik secara lambat ataupun cepat, sesuai dengan peradaban umat
manusia. Kebudayaan atas pola hidup masyarakat di sini merupakan
kombinasi dari semua yang telah disebutkan sebelumnya. perilaku
yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan, dan selanjutnya
kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku ini.

Dari uraian tersebut dapat dilihat bahwa banyak alasan seseorang untuk
berperilaku. Oleh sebab itu, perilaku yang sama diantara beberapa orang dapat
disebabkan oleh sebab atau latar belakang yang berbeda-beda. Misalnya, alasan
masyarakat tidak mau berobat ke puskesmas. Mungkin karena tidak percaya
terhadap puskesmas, mungkin tidak punya uang untuk pergi ke puskesmas,
mungkin takut pada dokternya, mungkin tidak tahu fungsinya puskesmas, dan lain
sebagainya.

Secara sederhana teori WHO ini dapat diiiustrasikan sebagai berikut:


B = f(TF, FR, R, C)

dimana:
B = Behavior
f = fungsi
TF =Thoughts and Feeling
PR = Personal Reference
R =Resources
C = Culture
Disimpulkan bahwa perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat ditentukan
oleh pemikiran dan perasaan atau pertimbangan seseorang, adanya orang lain
yang dijadikan referensi dan sumber-sumber atau fasilitas-fasilitas yang dapat
mendukung perilaku dan kebudayaan masyarakat. Seseorang yang tidak mau
membuat jamban keluarga, atau tidak mau buang airbesar di jamban, mungkin
karena ia mempunyai pemikiran dan perasaan yang tidak enak kalau buang air
besar di jamban (thought and feeling). Atau barangkali karena tokoh idolanya juga

16
tidak Membuat jamban keluarga sehingga tidak ada orang yang menjadi
referensinya (personal reference). Faktor lain juga, mungkin karena langkanya
sumber-sumber yang diperlukan atau tidak mempunyai biaya untuk membuat
jamban keluarga (resources). Faktor yang lain lagi mungkin karena kebudayaan
(culture), bahwa jamban keluarga belum merupakan budaya masyarakat.

2.5 Perubahan Perilaku

Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan


dan perubahan perilaku. Karena perubahan perilaku merupakan tujuan
pendidikan atau penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program-program
kesehatan yang lainnya. Banyak teori tentang perubahan perilaku ini, antara
lain akan diuraikan dibawah.

1. Teori Stimulus-Organisme-Respons (SOR)


Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan
perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang
berkomunikasi dengan organisme. Artinya kualitas dari sumber
komunikasi (sources) misalnya kredibilitas, kepemimpinan, gaya
berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku
seseorang, kelompok atau masyarakat. Hosland, et al (1953) mengatakan
bahwa proses perubahan perilaku pada hakekatnya sama dengan proses
belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses
belajar pada individu yang terdiri dari :
a. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau
ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti
stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu dan berhenti
disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada
perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.
b. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima)
maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses
berikutnya.

17
c. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi
kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya
(bersikap).
d. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan
maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut
(perubahan perilaku).
Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila
stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula.
Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan
harus dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini, faktor
reinforcement memegang peranan penting.
2. Teori Festinger (Dissonance Theory)
Finger (1957) ini telah banyak pengaruhnya dalam psikologi sosial.
Teori ini sebenarnya sama dengan konsep imbalance (tidak seimbang).
Hal ini berarti bahwa keadaan cognitive dissonance merupakan keadaan
ketidakseimbangan psikologis yang diliputi oleh ketegangan diri yang
berusaha untuk mencapai keseimbangan kembali. Apabila terjadi
keseimbangan dalam diri individu maka berarti sudah tidak terjadi
ketegangan diri lagi dan keadaan ini disebut consonance
(keseimbangan). Dissonance (ketidakseimbangan) terjadi karena dalam
diri individu terdapat 2 elemen kognisi yang saling bertentangan. Yang
dimaksud elemen kognisi adalah pengetahuan, pendapat, atau keyakinan.
Apabila individu menghadapi suatu stimulus atau objek dan stimulus
tersebut menimbulkan pendapat atau keyakinan yang berbeda /
bertentangan didalam diri individu sendiri maka terjadilah dissonance.

Sherwood dan Borrou merumuskan dissonance itu sebagai berikut :


Pentingnya stimulus x jumlah kognitif dissonance
Dissonance = --------------------------------------------------------
Pentingnya stimulus x jumlah kognitif consonance

18
Rumus ini menjelaskan bahwa ketidakseimbangan dalam diri seseorang
yang akan menyebabkan perubahan perilaku terjadi disebabkan karena
adanya perbedaan jumlah elemen kognitif yang seimbang dengan jumlah
elemen kognitif yang tidak seimbang serta sama-sama pentingnya. Hal
ini akan menimbulkan konflik pada diri individu tersebut.
Contoh : Seorang ibu rumah tangga yang bekerja di kantor. Di satu
pihak, dengan bekerja ia dapat tambahan pendapatan bagi keluarganya
yang akhirnya dapat memenuhi kebutuhan bagi keluarga dan anak-
anaknya, termasuk kebutuhan makanan yang bergizi. Apabila ia tidak
bekerja, jelas tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok keluarga. Di pihak
yang lain, apabila ia bekerja, ia kuatir terhadap perawatan terhadap anak-
anaknya akan menimbulkan masalah. Kedua elemen (argumentasi) ini
sama-sama pentingnya, yakni rasa tanggung jawabnya sebagai ibu
rumah tangga yang baik.

Titik berat dari penyelesaian konflik ini adalah penyesuaian diri secara
kognitif. Dengan penyesuaian diri ini maka akan terjadi keseimbangan
kembali. Keberhasilan tercapainya keseimbangan kembali ini
menunjukkan adanya perubahan sikap dan akhirnya akan terjadi
perubahan perilaku.

3. Teori Kurt Lewin


Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu
keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving
forces) dan kekuatan-kekuatan penahan (restrining forces). Perilaku ini
dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan
tersebut didalam diri seseorang.

Sehingga ada 3 kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri


seseorang itu, yakni:
a. Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat. Hal ini terjadi karena adanya
stimulus-stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan-perubahan

19
perilaku. Stimulus ini berupa penyuluhan-penyuluhan atau informasi-
informasi sehubungan dengan perilaku yang bersangkutan. Misalnya
seseorang yang belum ikut KB (ada keseimbangan antara pentingnya anak
sedikit dengan kepercayaan banyak anak banyak rezeki) dapat berubah
perilakunya (ikut KB) kalau kekuatan pendorong yakni pentingnya ber-KB
dinaikkan dengan penyuluhan-penyuluhan atau usaha-usaha lain.
Kekuatan Pendorong - Meningkat
Perilaku Semula -----------------------------------------> Perilaku Baru
Kekuatan Penahan
b. Kekuatan-kekuatan penahan menurun. Hal ini akan terjadi karena adanya
stimulus-stimulus yang memperlemah kekuatan penahan tersebut.
Misalnya contoh tersebubt diatas, dengan memberikan pengertian kepada
orang tersebut bahwa anak banyak rezeki, banyak adalah kepercayaan
yang salah maka kekuatan penahan tersebut melemah dan akan terjadi
perubahan perilaku pada orang tersebut.
Kekuatan Pendorong
Perilaku Semula -----------------------------------------> Perilaku Baru
Kekuatan Penahan - Menurun
c. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun. Dengan
keadaan semacam ini jelas juga akan terjadi perubahan perilaku. Seperti
contoh diatas, penyuluhan KB yang berisikan memberikan pengertian
terhadap orang tersebut tentang pentingnya ber-KB dan tidak benarnya
kepercayaan anak banyak, rezeki banyak, akan meningkatkan kekuatan
pendorong dan sekaligus menurunkan kekuatan penahan.
Kekuatan Pendorong - Meningkat
Perilaku Semula -----------------------------------------> Perilaku Baru

Kekuatan Penahan Menurun

4. Teori Fungsi
Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu itu
tergantung kepada kebutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat

20
mengakibatkan perubahan perilaku seseorang apabila stimulus tersebut
dapat dimengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut. Menurut Katz
(1960) perilaku dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang
bersangkutan. Katz berasumsi bahwa :
Perilaku itu memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi
dan memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. Seseorang dapat
bertindak (berperilaku) positif terhadap objek demi pemenuhan
kebutuhannya. Sebaliknya bila objek tidak dapat memenuhi
memenuhi kebutuhannya maka ia akan berperilaku negatif.
Misalnya orang mau membuat jamban apabila jamban tersebut
benar-benar menjadi kebutuhannya.
Perilaku dapat berfungsi sebagai defence mecanism atau sebagai
pertahanan diri dalam menghadapi lingkungannya. Artinya
dengan perilakunya, dengan tindakan-tindakannya, manusia
dapat melindungi ancaman-ancaman yang datang dari luar.
Misalnya orang dapat menghindari penyakit demam berdarah
karena penyakit tersebut merupakan ancaman bagi dirinya.
Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan memberikan arti.
Dalam peranannya dengan tindakannya itu, seseorang senantiasa
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan tindakan
sehari-hari tersebut seseorang telah melakukan keputusan-
keputusan sehubungan dengan objek atau stimulus yang
dihadapi. Pengambilan keputusan yang mengakibatkan tindakan-
tindakan tersebut dilakukan secara spontan dan dalam waktu
yang singkat. Misalnya bila seseorang merasa sakit kepala maka
secara cepat tanpa berpikir lama ia akan bertindak untuk
mengatasi rasa sakit tersebut dengan membeli obat di warung dan
meminumnya, atau tindakan-tindakan lain.
Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang
dalam menjawab suatu situasi. Nilai ekspresif ini berasal dari
konsep diri seseorang dan merupakan pencerminan dari hati
sanubari. Oleh sebab itu perilaku itu dapat merupakan "layar"

21
dimana segala ungkapan diri orang dapat dilihat. Misalnya orang
yang sedang marah, senang, gusar, dan sebagainya dapat dilihat
dari perilaku atau tindakannya.

Teori ini berkeyakinan bahwa perilaku itu mempunyai fungsi untuk


menghadapi dunia luar individu dan senantiasa menyesuaikan diri dengan
lingkungannya menurut kebutuhannya. Oleh sebab itu didalam kehidupan
manusia, perilaku itu tampak terus-menerus dan berubah secara relative.

22
III. TELAAH KRITIS PENELITIAN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN DIABETES


MELLITUS TENTANG PENYAKIT DAN DIET DENGAN KEPATUHAN
DALAM MENJALANKAN DIET DIABETES MELLITUS

Telaah jurnal yang dilakukan adalah dengan melihat komponen jurnal sebagai
berikut.

a. Judul
Judul jurnal yang ditelaah adalah Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien
Diabetes Melitus Tentang Penyakit dan Diet Dengan Kepathan Dalam
Menjalankan Diet Diabetes Melitus.
Pada jurnal ini penulis nama sudah sesuai dengan kaidah penulisan jurnal
yang baik karena nama dibuat tanpa menggunakan gelar.

b. Abstraksi (Abstract)
Abstrak yang baik adalah abstrak yang mengandung komponen IMRAD
(Introduction, Methods, Result dan Discussion). Dan abtsrak ini harus ditulis
sejelas namun sesingkat mungkin. Setiap bagian dari abstrak informatif yaitu
memberikan informasi tersendiri yang dirangkum secara ringkas dan mudah
dimengerti. Abstrak terdiri dari 200 kata, sesuai dengan penulisan abstrak
yang baik memiliki jumlah kata antara 200-250. Pada jurnal ini, abstrak
memenuhi syarat yaitu terdiri dari 204 kata.

c. Pendahuluan (Introduction)

Diabetes Mellitus (DM) merupakan kelainan heterogen yang ditandai


kenaikan kadar glukosa dalam darah. gejala DM adalah rasa haus (polidipsi),
peningkatan selera makan (polifagi) dan peningkatan berkemih (poliuri).
Faktor risik secara umum terhadap kejadian DM adalah faktor risiko yang
tidak bisa dirubah (unchangeable risk factor) dan faktor risiko yang bisa

23
dirubah (changeable risk factor). Unchangeable risk factor yang meliputi
umur, jenis kelamin dan genetik, dan changeable risk factor yang meliputi
kebiasaan atau pola makan, dan kebiasaan merokok. Penatalaksanaan DM
dikenal dengan tiga pilar utama pengelolaan, yaitu perencanaan makan, latihan
jasmani, farmakologi. Kepatuhan pasien terhadap perencanaan makan
merupakan salah satu kendala yang dialami pada pasien DM. Penderita DM
banyak yang merasa tersiksa sehubungan dengan jenis dan jumlah makanan
yang dianjurkan.

Pasien yang patuh pada diet akan mempunyai kontrol kadar gula darah
(glikemik) yang lebih baik, dengan kontrol glikemik yang baik dan terus
menerus akan dapat mencegah komplikasi akut dan mengurangi resiko
komplikasi jangka panjang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan
menganalisis pengaruh tingkat pengetahuan pasien Diabetes Mellitus tentang
penyakit dan diet dengan kepatuhan dalam menjalankan diet Diabetes Mellitus
di Poliklinik Penyakit Dalam UPT RSU Petala Bumi Pekanbaru

d. Metode

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian


deskriptif korelatif dengan rancangan cross sectional. Metode pengambilan
sampel yang digunakan adalah accidental sampling dengan jumlah sampel 33
orang. Alat pengumpulan datayang digunakan berupa lembar kuesioner.
Kuesioner terdiri dari beberapa bagian. Bagian pertama berisi data demografi.
Bagian kedua berisi pertanyaan tentang pengetahuan dan pertanyaan tentang
kepatuhan. Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat dan bivariat.

24
e. Hasil

f. Kesimpulan

Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,027 (p<0,05) maka
dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan tingkat pengetahuan
pasien tentang penyakit dan diet dengan kepatuhan menjalankan diet DM.
Berdasarkan uji statistik didapatkan odd ratio (OR) yaitu 7,000 yang artinya

25
adalah responden dengan tingkat pengetahuan tinggi memiliki peluang untuk
7 kali lebih patuh dalam menjalankan diet DM dibandingkan responden yang
memiliki tingkat pengetahuan rendah.

Analisis VIA

Validity
Jurnal ini bersifat deksriptif dengan jenis penelitian non eksperiment dengan studi
korelasional melalui pendekatan cross sectional. Jurnal ini sudah menjabarkan
teori dan pembahasan dari artikel dan hasil survey yang terkait. Sumber data yang
dijadikan pembahasan topik yang diangkat mengandung survei, riset, dan teori
kepustakaan. Sumber kepustakaan berjumlah 30 kepustakaan sehingga jurnal
cukup dapat dipercaya.

Importance
Pembahasan masalah pada jurnal ini sangat penting. Pada jurnal ini dibahas
mengenai karakteristik penderita. Jurnal ini juga menyatakan bahwa faktor
genetik pada keluarga tertentu menjadi risiko untuk terjadinya diabetes. Selain
faktor perilaku dan juga pendidikan menjadi pembentuk pola pikir masyarakat
sehingga mempengaruhi sikap dalam pengambilan keputusan. Semakin tinggi
tingkat pengetahuan maka semakin tinggi pula tingkat kebutuhan akan pelayanan
kesehatan. Dan terdapat korelasi bermakna antara tingkat pengetahuan klien
tentang diabetes dengan sikap kepatuhan dalam menjalankan diet diabetes di
Poliklinik Penyakit Dalam UPT RSU Petala Bumi Pekanbaru.

Applicability
Hasil penelitian ini baik dan dapat diterapkan di Puskesmas Panjang karena dapat
digunakan sebagai salah satu acuan dalam upaya untuk meningkatkan kualitas
pelayanan terhadap pasien dengan diabetes dan pasien dengan penyakit lainnya.

26
Contoh Kasus
Tn. F, 51 tahun, datang ke Puskesmas Panjang untuk mengobati luka di kaki yang
tidak kunjung sembuh. Kebiasaan makan Tn F. tidak teratur karena pekerjaan Tn.
F adalah sebagai sopir. Riwayat pendidikan Tn. F hanyalah sebatas SMP.

27
IV. KESIMPULAN

1. Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik


yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar.

2. Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus


atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayan
kesehatan, makanan minuman serta lingkungan.

3. Determinan perilaku adalah Faktor-faktor yang membedakan respons


terhadap stimulus yang berbeda Determinan perilaku ini dibedakan
menjadi 2 yaitu determinan atau faktor internal dan determinan atau
faktor eksternal. Dan perubahan perilaku seseorang meliputi beberapa
teori.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, Pelayanan Kedokteran Keluarga. 2012. repository.unand.ac.id:


Padang-Sumatera Barat.

2. Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta


: Jakarta.

3. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan


Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Rineka Cipta : Jakarta.

4. Pakpahan, Efrida Merliana. 2010. Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga


Suku Batak Toba di Kelurahan Kenangan Kecamatan Percut Sei Tuan.
http://repository.usu.ac.id/

29

Anda mungkin juga menyukai