Anda di halaman 1dari 19

17

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pada bagian tinjauan pustaka ini, penulis menguraikan tentang batasan

niat, perilaku dan perilaku kesehatan, HIV/AIDS, faktor risiko HIV&AIDS,

pemeriksaan HIV&AIDS dan kewaspadaan umum (universal precaution).

A. Batasan Niat

Niat adalah maksud atau keinginan kuat di dalam diri seseorang untuk

melakukan sesuatu. Secara terminologi berarti keinginan melakukan

sesuatu dengan melaksanakan dalam bentuk perbuatan. Niat termasuk

perbuatan hati maka tempatnya adalah di dalam hati, bahkan semua

perbuatan yang hendak dilakukan oleh manusia, niatnya secara otomatis

tertanam di dalam hatinya.25)

Aspek niat itu ada tiga hal, yaitu diyakini dalam hati, diucapkan dengan

lisan atau sering diekspresikan dengan kata-kata dan dilakukan dengan

amal perbuatan. Jadi niat akan lebih kuat bila ke tiga aspek di atas

dilakukan semuanya. Menurut Peter dan Olson, keinginan berperilaku

adalah suatu proporsi yang menghubungkan diri dengan tindakan yang

akan datang. Pengukuran niat berperilaku dapat menjadi cara terbaik untuk

memprediksikan perilaku yang akan datang.25,26)

Sebagai contoh sesorang berniat untuk tes HIV, dalam dirinya berniat

untuk tes HIV, lisannya mengucapkan niat untuk tes HIV dan pada waktu

tertentu ia mewujudkan niat tersebut dalam bentuk perilaku yaitu dengan

melakukan tes HIV di klinik VCT.


20

B. Batasan Perilaku

Sebelum membicarakan tentang perilaku kesehatan terlebih dahulu

akan dikemukakan batasan tentang perilaku itu sendiri. Perilaku dari

pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas

organisme yang bersangkutan. Sehingga yang dimaksud perilaku manusia

pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri yang

mempunyai bentangan yang sangat luas, antara lain berjalan, berbicara,

menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya.

Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi dan

emosi juga merupakan perilaku manusia. Dari uraian ini dapat disimpulkan

bahwa yang dimaksud dengan perilaku manusia adalah semua kegiatan

atau aktivitas manusia, baik dapat diamati langsung, maupun yang tidak

diamati oleh pihak luar.25)

Menurut Skiner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa

perilaku merupakan respons atau reaksi sesorang terhadap stimulus

(rangsangan dari luar). Ia membedakan adanya dua respon yaitu pertama,

respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh

rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut

elicting stimuli karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap.

Misalnya makanan lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya

terang menyebabkan mata tertutup dan sebagainya. Respondent respons

ini juga mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah

menjadi sedih atau menangis, tertawa, berjingkat-jingkat karena senang

dan sebagainya. Kedua, operant respons atau instrumental respons yakni

respons yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh stimulus atau


21

perangsang tertentu. Perangsang semacam ini disebut reinforcing stimuli

atau reiforcer karena perangsangan-perangsangan tersebut memperkuat

respons yang telah dilakukan oleh organisme. Misalnya seseorang petugas

kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik, kemudian memperoleh

penghargaan dari atasannya maka petugas kesehatan tersebut akan lebih

baik dalam melaksanakan tugasnya.27)

Berdasarkan bentuk respons terhadap stimulus, maka perilaku dapat

dibedakan menjadi dua.

1. Perilaku tertutup (covert behaviour)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau

tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih

terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran dari sikap

yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum

dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Oleh sebab itu, disebut juga

unobservabie behaviour, misalnya: seorang ibu hamil tahu pentingnyaa

periksa kehamilan. Seseorang pemuda tahu bahwa HIV&AIDS dapat

menular melalui hubungan seks dan sebagainya.

2. Perilaku terbuka (overt behaviour)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata

atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam

bentuk tindakan atau praktek (prantice), yang dengan mudah dapat

diamati atau dilihat oleh orang lain. Misalnya seorang ibu memeriksakan

kehamilannya atau membawa anaknya ke puskesmas/posyandu untuk

diimunisasi, penderita TB paru minum obat secara teratur dan

sebagainya.
22

Sebagai perilaku manusia merupakan overant response. Oleh sebab

itu untuk membentuk jenis repons atau perilaku perlu diciptakan adanya

suatu kondisi tertentu yang disebut operant conditioning. Prosedur

pembentukan perilaku dalam operant conditioning ini menurut Skinner

adalah sebagai berikut :

1. Melakukan identifiksi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau

reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan

dibentuk.

2. Melakukan analisis untuk mengidentifkiasi komponen-komponen kecil

yang membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen-

komponen tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju

kepada terbentuknya perilaku yang dimaksud .

3. Dengan menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai

tujuan-tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk

masing-masing komponen tersebut.

4. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan

komponen yang telah tersusun itu. Apabila komponen pertama telah

dilakukan maka hadiahnya diberikan. Hal ini akan mengakibatkan

komponen atau perilaku (tindakan) tersebut cenderung akan sering

dilakukan. Kalau perilaku ini sudah terbentuk kemudian dilakukan

komponen (perilaku) yang kedua, diberi hadiah (komponen pertama

tidak memerlukan hadiah lagi), demikian berulang-ulang sampai

komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan komponen

ketiga, keempat dan selanjutnya sampai seluruh perilaku yang

diharapkan terbentuk.
23

C. Perilaku kesehatan

Perilaku kesehatan paa dasarnya adalah salah satu respons

seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit,

sistem sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Batasan

ini mempunyai dua unsur pokok, yakni respons dan stimulus atau

perangsangan. Respons atau reaksi manusia baik bersifat pasif

(pengetahuan, persepsi dan sikap) maupun aktif (tindakan yang nyata atau

practice). Sedangkan stimulus atau rangsangan disini terdiri empat unsur

pokok, yakni sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan

dan lingkungan. Dengan demikian secara lebih terinci perilaku kesehatan

itu mencakup, antara lain:27)

1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana

manusia berespons baik secara pasif (mengetahui, bersikap dan

mempersepsi penyakit atau rasa sakit yang ada pada dirinya dan diluar

dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan

penyakit atau sakit tersebut. Perilaku yang dilakukan sehubungan

dengan penyakit atau sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan

penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkat –tingkat

pencegahan penyakit yakni :

a. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan

kesehatan (health promotion behavior). Misalnya makan makanan

yang bergizi, olah raga dan sebagainya.

b. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior) adalah

respons untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya tidur

memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria,


24

imunisasi dan sebagainya. Termasuk perilaku untuk tidak menularkan

penyakit kepada orang lain.

c. Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeking

behavior), yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan,

misalnya usaha-usaha mengobati sendiri penyakitnya atau mencari

pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (puskesmas,

mantri, praktek dokter dan sebagainya), maupun ke fasilitas

kesehatan tradisional (dukun, sinshe dan sebagainya).

d. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health

rehabilitation behavior) yaitu perilaku yang berhubungan dengan

usaha usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu

penyakit. Misalnya melakukan diet, mematuhi anjuran-anjuran dokter

dalam rangka pemulihan kesehatanya.

2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respons

seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan

kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respons

terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan

obat-obatannya, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan

penggunaan fasilitas, petugas dan obat-obatan.

3. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior) yaitu respons seseorang

terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini

meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek kita terhadap

makanan serta unsur-unsur yang terkandung didalamnya (zat gizi),

pengolahan makanan dan sebagainya sehubungan kebutuhan tubuh

kita.
25

4. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (enviromental health behavior)

adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan

kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan

lingkup itu sendiri. Perilaku ini antara lain mencakup :

a. Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk didalamnya

komponen, manfaat dan penggunaan air bersih untuk kepentingan

kesehatan.

b. Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang

menyangkut segi-segi hygiene, pemeliharaan teknik dan

penggunaannya.

c. Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun

limbah cair. Termasuk didalamnya sistem pembuangan sampah dan

air limbah yang sehat serta dampak pembuangan limbah yang tidak

baik.

d. Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, meliputi ventilasi,

pencahayaan, lantai dan sebagainya.

e. Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk

(vektor) dan sebagainya.

Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan

dengan kesehatan (health related behavior) sebagai berikut :

1. Perilaku kesehatan (health behavior) yaitu perilaku yang berkaitan

dengan tindakan atau kegiatan sesorang untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatannya. Termasuk dalam perilaku antra lain :

tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan,

memilih makanan (menu seimbang), sanitasi, olahraga teratur, tidak


26

merokok, tidak minum miras dan narkoba, istirahat yang cukup,

mengendalikan stres dan gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan,

misalnya tidak berganti-ganti pasangan dalam berhubungan seks,

penyesuai diri dengan lingkungan dan sebagainya.

2. Perilaku sakit (illness behavior) yakni segala tindakan atau kegiatan

yang dilakukan seorang individu yang merasa sakit untuk merasakan

dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit. Termasuk disini

kemampuan atau pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit,

penyebab penyakit serta usaha-usaha mencegah penyakit tersebut.

3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior) yakni segala tindakan atau

kegiatan yang dilakukan individu yang sedang sakit untuk memperoleh

kesembuhan. Perilaku ini disamping berpengaruh terhadap kesehatan

atau kesakitannya sendiri, juga berpengaruh terhadap orang lain

terutama kepada anak-anak yang belum mempunyai kesadaran dan

tanggung jawab terhadap kesehatannya. Perilaku ini meliputi, tindakan

untuk memperoleh kesembuhan, mengetahui fasilitas atau sarana

pelayanan/penyembuhan penyakit yang layak dan mengetahui hak dan

kewajiban sebagai orang yang sakit.

D. Definisi HIV&AIDS

HIV termasuk dalam tipe viral yang menyerang kekebalan tubuh

manusia. AIDS merupakan kumpulan gejala menghilangnya atau

berkurangnya kemampuan seseorang mengatasi infeksi yang didapatkan

sehingga orang tersebut akan mudah mengalami infeksi bakteri, virus, atau

jamur yang pada orang normal tidak menimbulkan penyakit (infeksi


27

oportunistik). Jadi manusia dapat meninggal bukan semata-mata oleh virus

HIVnya tetapi oleh penyakit lain yang sebenarnya bisa ditolak seandainya

daya tahan tubuhnya tidak rusak.28,29)

Pertama kali timbul di Afrika, Haiti, dan Amerika Serikat pada tahun

1978. Tahun 1979 pertamakali dilaporkan adanya kasus-kasus sarkoma

kaposi dan penyakit-penyakit infeksi yang jarang terjadi di Eropa. Penyakit

ini menyerang orang-orang Afrika yang bermukim di Eropa. Tahun 1981

Amerika Serikat melaporkan kasus sarkoma kaposi dan penyakit infeksi

yang jarang terjadi di kalangan kaum homoseksual. Hal ini menimbulkan

dugaan yang kuat bahwa transmisi penyakit ini terjadi melalui hubungan

seksual. Pada tahun 1982, CDC USA (Centers for Disease Control United

State of America) untuk pertama kali membuat definisi kasus AIDS. Sejak

saat itulah surveilans AIDS dimulai. Pada tahun 1982-1983 mulai diketahui

adanya transmisi di luar jalur hubungan seksual, yaitu melalui transfusi

darah, penggunaan jarum suntik secara bersama oleh para penyalahguna

narkoba suntik. Pada tahun ini juga Luc Montagnier dari Pasteur Institute,

Paris menemukan bahwa penyebab kelainan ini adalah LAV

(Lymphadenopathy Associated Virus). Tahun 1984 diketahui adanya

transmisi heteroseksual di Afrika dan pada tahun yang sama diketahui

bahwa HIV menyerang sel limfosit T penolong.29)

Pada tahun itu Gallo dkk dari National Institute of Health, Bethesda,

Amerika Serikat menemukan HTLV III sebagai penyebab kelainan ini.

Tahun 1985 ditemukan antigen untuk melakukan tes ELISA, pada tahun itu

juga diketahui bahwa HIV juga menyerang sel otak. Pada tahun 1986

International Comittee on Taxonomy of Viruses memutuskan nama


28

penyebab penyakit AIDS adalah HIV sebagai pengganti nama LAV dan

HTLV III. 29)

Di Indonesia ditemukan pertama kali pada warga negara Belanda yang

datang ke Indonesia sebagai wisatawan dan meninggal di Bali (April 1987).

Kasus kedua yaitu warganegara Kanada yang sudah berada di Indonesia

selama 2 tahun dan ia meninggal di Jakarta (Nopember 1987). Kasus

ketiga ditemukan pada seorang warganegara Perancis yang meninggal di

Jakarta (Mei 1989). Penyebabnya Lymphadenopathy Associated Virus

(LAV) yang pertama kali ditemukan oleh Montagnier dkk di Perancis tahun

1983. Virus ini kemudian disebut Human T cell Lymphotropic Virus III

(HTLV III) atau Human T Cell Leucimia Virus III yang ditemukan oleh Gallo

dkk dari Amerika Serikat. Virus ini terdapat di dalam cairan darah, seminal,

air liur, dan air mata.29)

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah nama golongan

retrovirus penyebab AIDS yang pada akhirnya menggantikan nama LAV

dan HTLV III. Cara penularan melalui hubungan seks vaginal, oral dan

khususnya anal; darah atau produk darah yang terinfeksi; memakai jarum

suntik bergantian pada pengguna narkoba; dan dari ibu yang terinfeksi

kepada janin dalam kandungannya, saat persalinan, atau saat menyusui.

Diantara beberapa pola penularan yang biasa terjadi, yang paling sering

adalah hubungan seksual (95%). Secara teoritis cara penularan melalui

hubungan seksual yang paling rawan adalah dengan teknik anal-penis

(ano genital), karena teknik ini memungkinkan terjadinya luka pada rektum.

Teknik ini pada dunia barat diperkirakan lebih sering dilakukan oleh kaum
29

homoseksual, sehingga dapat dimengerti jika insiden pada kelompok ini

relatif tinggi.28,29)

Gejala AIDS timbul setelah 5-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Beberapa

orang tidak mengalami gejala saat terinfeksi pertama kali. Sementara yang

lainnya mengalami gejala-gejala seperti flu, termasuk demam, kehilangan

nafsu makan, berat badan turun, lemah dan pembengkakan saluran getah

bening. Gejala-gejala tersebut biasanya menghilang dalam seminggu

sampai sebulan, dan virus tetap ada dalam kondisi tidak aktif (dormant)

selama beberapa tahun. Namun, virus tersebut secara terus menerus

melemahkan sistem kekebalan, menyebabkan orang yang terinfeksi

semakin tidak dapat bertahan terhadap infeksi-infeksi oportunistik. Belum

ada pengobatan untuk infeksi ini. Obat-obat anti retroviral digunakan untuk

memperpanjang hidup dan kesehatan orang yang terinfeksi. Obat-obat lain

digunakan untuk melawan infeksi oportunistik yang juga diderita.29)

Konsekuensi yang mungkin terjadi pada orang yang terinfeksi yaitu

hampir semua orang yang terinfeksi HIV akhirnya akan menjadi AIDS dan

meninggal karena komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan AIDS.

Konsekuensi yang mungkin terjadi pada janin dan bayi yaitu 20-30% dari

bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi HIV akan terinfeksi HIV juga dan

gejala-gejala dari AIDS akan muncul dalam satu tahun pertama kelahiran.

20% dari bayi-bayi yang terinfeksi tersebut akan meninggal pada saat

berusia 18 bulan. Obat antiretroviral yang diberikan pada saat hamil dapat

menurunkan risiko janin untuk terinfeksi HIV dalam proporsi yang cukup

besar.29)
30

Pencegahannya tidak melakukan hubungan seksual dengan orang

yang terinfeksi, khususnya hubungan seks anal, di mana cairan tubuh,

darah, air mani atau sekret vagina paling mungkin dipertukarkan, adalah

satu-satunya cara yang 100% efektif untuk mencegah penularan HIV

melalui hubungan seks. Kondom dapat menurunkan risiko penularan tetapi

tidak menghilangkan sama sekali kemungkinan penularan. Hindari

pemakaian narkoba suntik dan saling berbagi jarum suntik. Diskusikan

dengan petugas kesehatan tindakan kewaspadaan yang harus dilakukan

untuk mencegah penularan HIV, terutama saat harus menerimatransfusi

darah maupun produk darah.29)

E. Faktor Risiko HIV&AIDS

HIV menular melalui cairan tubuh seperti darah, semen atau air mani,

cairan vagina, air susu ibu dan cairan lainnya yang mengandung darah.

Virus tersebut menular melalui: Melakukan penetrasi seks yang tidak aman

dengan seseorang yang telah terinfeksi. Kondom adalah satu–satunya cara

dimana penularan HIV dapat dicegah, Melalui darah yang terinfeksi yang

diterima selama transfusi darah dimana darah tersebut belum dideteksi

virusnya atau pengunaan jarum suntik yang tidak steril, dengan

mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang

yang telah terinfeksi dan wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi

mereka selama masa kehamilan atau persalinan dan juga melalui

menyusui.29)

F. Pemeriksaan HIV&AIDS
31

Pemeriksaan HIV adalah suatu tes darah yang digunakan untuk

memastikan apakah seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau tidak, yaitu

dengan cara mendeteksi adanya antibody HIV di dalam sample darahnya.

Hal ini perlu dilakukan setidaknya agar seseorang bisa mengetahui secara

pasti status kesehatan dirinya, terutama menyangkut risiko dari perilakunya

selama ini. Penularan HIV dari seseorang yang telah terinfeksi kepada

orang lain adalah melalui pertukaran cairan tubuh, yang meliputi darah,

cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu. Tes HIV harus bersifat :

1. Sukarela : artinya bahwa seseorang yang akan melakukan tes HIV

haruslah berdasarkan atas kesadarannya sendiri, bukan atas

paksaan / tekanan orang lain. Ini juga berarti bahwa dirinya setuju

untuk dites setelah mengetahui hal-hal apa saja yang tercakup dalam

tes itu, apa keuntungan dan kerugian dari testing, serta apa saja

impilkasi dari hasil positif atau pun hasil negatif.

2. Rahasia : artinya, apa pun hasil tes ini nantinya (baik positif maupun

negatif) hasilnya hanya boleh di beritahu langsung kepada orang yang

bersangkutan. Tidak boleh diwakilkan kepada siapa pun, baik orang

tua, pasangan, atasan atau siapapun. Di samping itu hasil tes HIV juga

harus dijamin kerahasiaannya oleh pihak yang melakukan tes itu

(dokter, rumah sakit, atau laboratorium) dan tidak boleh

disebarluaskan.

Mengingat begitu pentingnya untuk memperhatikan Hak Asasi Manusia

di dalam masalah tes HIV ini, maka untuk orang yang akan melakukan tes

harus disediakan jasa konseling, yaitu :

Konseling pre-test : yaitu konseling yang dilakukan sebelum darah


32

seseorang yang menjalani tes itu diambil. Konseling ini sangat membantu

seseorang untuk mengetahui risiko dari perilakunya selama ini, dan

bagaimana nantinya bersikap setelah mengetahui hasil tes. Konseling pre-

test juga bermanfaat untuk meyakinkan orang terhadap keputusan untuk

melakukan tes atau tidak, serta mempersiapkan dirinya bila hasilnya nanti

positif. Konseling post-test : yaitu konseling yang harus diberikan setelah

hasil tes diketahui, baik hasilnya positif mau pun negatif. Konseling post-

test sangat penting untuk membantu mereka yang hasilnya HIV positif agar

dapat mengetahui cara menghidari penularan pada orang lain, serta untuk

bisa mengatasinya dan menjalin hidup secara positif. Bagi mereka yang

hasilnya HIV negatif, konseling post-test bermanfaat untuk memberitahu

tentang cara-cara mencegah infeksi HIV di masa datang.

Perlu diperhatikan bahwa proses konseling, testing dan hasil tes harus

dirahasiakan.29)

Infeksi HIV dapat diketahui melalui sebuah pengujian antibodi

mengenai HIV. Ketika seseorang terinfeksi dengan HIV, antibodinya

dihasilkan dalam jangka waktu 3–8 minggu. Tahap berikutnya sebelum

antibodi tersebut dapat dideteksi dikenal sebagai "tahap jendela". (window

period). Pengujian dapat dilakukan dengan mengunakan sampel darah, air

liur atau air kencing. Pengujian yang cepat ada dan menyediakan suatu

hasil diantara 10–20 menit. Suatu hasil positif biasanya menuntut suatu test

konfirmatori lebih lanjut. Pengujian HIV harus dilakukan sejalan dengan

bimbingan sebelum–selama–dan sesudahnya.29)

G. Universal Precautions (UP) :


33

Universal precautions adalah tindakan pengendalian infeksi sederhana

yang digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua pasien,

setiap saat, pada semua tempat pelayanan dalam rangka mengurangi risiko

penyebaran infeksi.30)

Universal precautions perlu diterapkan dengan tujuan untuk : 1)

mengendalikan infeksi secara konsisten, 2) memastikan standar adekuat

bagi mereka yang tidak di diagnosis atau tidak terlihat seperti berisiko, 3)

mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien, 4) asumsi bahwa

risiko atau infeksi berbahaya.31)

Lingkup Universal precautions meliputi :

1. Pengelolaan alat kesehatan habis pakai.

2. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang.

3. Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan untuk

mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksi yang lain.

4. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan.

5. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan.

6. Desinfeksi dan sterilisasi untuk alat yang digunakan ulang.

7. Pengelolaan linen.

Prinsip Universal precautions di pelayanan kesehatan adalah menjaga

hygiene sanitasi individu, hygiene sanitasi ruangan, sterilsasi peralatan. Hal

ini penting mengingat sebagian orang yang terinfeksi virus lewat darah

seperti HIV dan HBV tidak menunjukkan gejala-gejala fisik. Universsal

precautions diterapkan untuk melindungan setiap orang (pasien dan petugas

kesehatan) apakah mereka terinfeksi atau tidak. Universal precautions

berlaku untuk darah, sekresi dan ekskresi (kecuali keringat), luka pada kulit,
34

dan selaput lendir. Penerapan standar ini penting untuk mengurangi risiko

penularan mikroorganisme yang berasal dari sumber infeksi yang diketahui

atau tidak diketahui (misalnya pasien, benda terkontaminasi, jarum suntik

bekas pakai, dan spuit) di dalam sistem pelayanan kesehatan. Pencegahan

yang baik merupakan langkah awal untuk mencegah infeksi nosokomial bagi

pasien rawat inap.30)

Cairan yang berpotensi infeksius di fasilitas pelayanan kesehatan

antara lain; darah, cairan semen, sekresi vagina, sekresi leher rahim, ASI,

sekresi luka, CSF (cerebrospinal fluid), cairan amnion, cairan sendi, cairan

pericardium.31)

Penggunaan universal precautions dilakukan : 1) jika semua pasien

diperlakukan seperti mereka memiliki virus yang menyebar melalui darah, 2)

jika tidak diperlukan perlindungan ekstra apabila seorang pasien didiagnosis

dengan Hepatitis B, HIV atau Hepatitis C, 3) jika perlindungan ekstra hanya

diperlukan ketika diketahui atau diduga terinfeksi oleh virus atau penyakit

yang menyebar melalui droplet, udara atau rute kontak transmisi.31)

Penggunaan pelindung (barrier) fisik, mekanik atau kimiawi diantara

mikroorganisme dan individu, misalnya ketika pemeriksaan kehamilan,

pasien rawat inap atau petugas pelayanan kesehatan. Pelindungan

merupakan alat yang sangat efektif untuk mencegah penularan infeksi

(barrier membantu memutuskan rantai penyebaran penyakit).29,31)

Pelaksanaan universal precautions yang baku adalah :31)

1. Setiap orang (pasien atau petugas kesehatan) sangat berpotensi

meningkatkan infeksi.

2. Cuci tangan.
35

3. Pakai sarung tangan (kedua tangan) sebelum menyentuh kulit yang

terluka, mukosa, darah, bagian tubuh lain, instrument yang kotor,

sampah yang terkontaminasi dan sebelum melakukan prosedur invasif.

4. Gunakan alat pelindung diri (kacamata pelindung, masker muka dan

celemek) untuk mencegah kemungkinan percikan dari tubuh (sekresi dan

ekskresi) yang muncrat dan tumpah (misalnya saat membersihkan

instrument dan benda lainnya).

5. Gunakan antiseptik untuk membersihkan selaput lendir sebelum

pembedahan, pembersihan luka, atau pencucian tangan sebelum

operasi dengan antiseptik berbahan alkohol.

6. Gunakan praktik keselamatan kerja, misalnya jangan menutup kembali

jarum atau membengkokkan jarum setelah digunakan, jangan menjahit

dengan jarum tumpul.

7. Pembuangan sampah infeksi ke tempat yang aman.

Pada akhirnya, untuk semua alat yang terkontaminasi dilakukan

dekontaminasi dan dibersihkan secara menyuluh, kemudian disterilkan atau

didesinfeksi tingkat tinggi (DTT) dengan menggunakan prosedur yang ada.

H. Theory of Reasoned Action

Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang

dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.

Dapat juga diartikan sebagai kegiatan, tindakan atau jawaban. Menurut

Skiner (1938), perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap

stimulus (rangsangan dari luar). Sedangkan menurut Green, perilaku


36

merupakan suatu tindakan yang mempunyai frekuensi, lama dan tujuan

khusus, baik yang dilakukan secara sadar maupun tanpa sadar.32)

Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah

pembentukan perubahan perilaku. Karena perubahan perilaku merupakan

tujuan dari pendidikan atau penyuluhan kesehatan sebagai penunjang

program-program kesehatan lainnya. Banyak teori tentang perilaku, tetapi

yang digunakan dalam penelitian ini adalah Theory of Reasoned Action.32)

Penelitian yang dilakukan memiliki tujuan untuk mengetahui faktor-

faktor yang mempengaruhi niat seorang perawat untuk melakukan tes

HIV&AIDS. Berdasarkan theory of reasoned action, suatu perilaku ditentukan

oleh niat berperilaku, dan niat berperilaku tersebut dipengaruhi oleh dua

faktor, yang satu bersifat personal yaitu sikap dan yang lain merefleksikan

pengaruh sosial yang disebut sebagai norma subjektif.32)

Dalam upaya mengungkapkan pengaruh sikap dan norma subjektif

terhadap niat untuk dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku maka

dinyatakan bahwa sikap berasal dari keyakinan terhadap perilaku

(behavioural beliefs), sedangkan norma subjektif berasal dari keyakinan

normatif (normatif beliefs). Komponen sikap merupakan hasil pertimbangan

dari perilaku tersebut (outcome of the behaviour), dan pentingnya

konsekuensi-konsekuensi bagi individu (evaluation regarding the outcome).

Di lain pihak, komponen norma subjektif atau sosial mengacu pada

keyakinan seseorang terhadap bagaimana dan apa yang dipikirkan orang-

orang yang dianggap penting dan motivasi seseorang untuk mengikuti

pikiran tersebut.33)
37

Faktor-faktor yang berpengaruh dan menentukan perilaku kesehatan

individu dan kelompok oleh Icek Ajzen dan Martin Fishbein digambarkan

sebagai berikut :34,35)

Gambar 2.1 Faktor yang memberi kontribusi atas perilaku kesehatan


berdasarkan Theory of Reasoned Action (TRA)

Behaviour beliefs (keyakinan


terhadap perilaku)
Attitude towards
Outcome of the behaviour behaviour atau sikap
(Dampak perilaku, yang berhubungan
pertimbangan untung-rugi) dengan perilaku

Evaluation Regarding the


outcome (konsekuensi yang
akan terjadi bagi individu
Behavioural Exercising
intention atau atau
Kehendak behaviour
Normative beliefs (keyakinan Pribadi
normatif)

Belief about other of opinion


(Keyakinan Orang Lain)
Subjective Norm
Motivation to comply with atau norma
other opinion (motivasi yang subjektif
mengikuti pikiran orang lain)

Sumber : Heri D.J.M. (2009). Promosi Kesehatan, p. 6

Anda mungkin juga menyukai