Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

HIV (Human Immunodefiency Virus) adalah virus yang menyerang

dan merusak sistem kekebalan tubuh sehingga tubuh tidak bisa bertahan

terhadap penyakit-penyakit yang menyerang tubuh. Acquired Immune

Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang

disebabkan oleh Human Immunodefiency Virus (HIV). Seseorang yang

terinfeksi virus HIV dan menderita AIDS disebut ODHA (Orang Dengan

HIV&AIDS).1)

Penderita infeksi HIV dinyatakan sebagai penderita AIDS ketika

menunjukkan gejala atau penyakit tertentu yang merupakan akibat

penurunan daya tahan tubuh disebabkan virus HIV (Indikator sesuai

dengan definisi CDC 1993).2) AIDS mengakibatkan rusaknya atau

menurunnya sistem kekebalan tubuh terhadap berbagai penyakit.3)

The Joint United Nation Programme on HIV & AIDS (UNAIDS)

memperkirakan jumlah penduduk Indonesia yang telah terinfeksi HIV

pada tahun 2007 sebanyak 170 ribu orang. Jumlah ini lebih sedikit dari

perkiraan tim Australia. Jumlah orang yang terinfeksi diperkirakan akan

meningkat hingga dua juta pada tahun 2015.2)

Menurut Ditjen PPM dan PL Kemenkes RI secara kumulatif pengidap

infeksi HIV dan kasus AIDS di Indonesia dari 1 Januari 1987 hingga Juni

2013 telah tercatat 108.600 kasus HIV dan 43.667 kasus AIDS di seluruh
2

propinsi yang melaporkan.3) Jumlah kasus HIV&AIDS di Indonesia selalu

meningkat dari tahun ke tahun. Sepuluh besar provinsi di Indonesia

dengan kasus terbanyak digambarkan pada tabel 1.1:

Tabel 1.1. Sepuluh Besar Provinsi di Indonesia dengan Jumlah Kasus


HIV&AIDS Terbanyak sampai dengan Maret 2013

No Provinsi Jumlah Kasus


1 DKI Jakarta 23.792
2 Jawa Timur 13.599
3 Papua 10.881
4 Jawa Barat 7.621
5 Bali 6.819
6 Sumatera Utara 6.781
7 Jawa Tengah 5.021
8 Kalimantan Barat 3.724
9 Kepulauan. Riau 3.176
10 Sulawesi Utara 3.116
Sumber : Data Komisi Penanggulangan AIDS Indonesia Tahun 2013

Jawa Tengah menempati peringkat ke 7 dengan kasus HIV&AIDS di

Indonesia. Pada kasus AIDS Provinsi Jawa Tengah merupakan urutan

keempat se-Indonesia. Tercatat sejak tahun 1993 sampai dengan 2013

memiliki 6.749 kasus HIV dan 3.141 kasus AIDS dengan 782 kematian

yang disebabkan oleh penyakit oportunistik. Berdasarkan data dari KPA

Provinsi Jawa Tengah, Kasus HIV&AIDS pada Januari – Maret 2013

tercatat Provinsi Jawa Tengah menempati peringkat ke 4 dengan kasus

HIV 380 dan 175 kasus AIDS.4,5)

Kasus HIV&AIDS di Jawa Tengah sejak tahun 2009 selalu meningkat

dari tahun ke tahun. Tabel 1.2. memaparkan jumlah kasus HIV&AIDS

sejak tahun 2009 sampai dengan 30 Maret 2013.


3

Tabel 1.2. Jumlah Kasus HIV&AIDS dari Tahun 2009 - 30 Maret 2013

Jumlah Kasus
Tahun Jumlah Kasus HIV Jumlah Kasus AIDS
HIV&AIDS
2009 143 430 573
2010 501 373 874
2011 755 521 1276
2012 607 797 1404
2013 355 352 687
Sumber : Data Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2013

Dari berbagai wilayah di Jawa Tengah, Kota Semarang menduduki

peringkat pertama ditinjau dari kasus kumulatif HIV&AIDS sampai dengan

30 Juni 2013, yaitu 1206 kasus HIV&AIDS. 4,5) Laporan triwulan

Kementerian Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2013 menyatakan kasus

baru HIV tercatat 730 kasus dan 649 kasus AIDS.6)

Distribusi kasus tertinggi HIV&AIDS menurut kelompok umur di

Jawa Tengah diduduki oleh kelompok usia reproduksi. Yaitu usia antara

25 sampai dengan 29 tahun sebanyak 27,75%. Usia reproduksi

mempunyai persentase yang besar. Kasus HIV&AIDS menurut jenis

kelamin di Provinsi Jawa Tengah sampai dengan 30 Juni 2013, sebesar

61,3% dialami oleh laki- laki dan 38,7% dialami oleh wanita dan.4)

HIV dapat ditularkan melalui hubungan seksual (homoseksual

ataupun heteroseksual) dengan seorang yang mengidap HIV, transfusi

darah yang tercemar HIV, melalui alat suntik, alat tusuk lainnya

(akupuntur, tindik, tato) bekas dipakai orang yang mengidap HIV,


4

pemindahan HIV dari ibu hamil yang mengidap HIV kepada janin yang

dikandungnya.7,8) CDC (Center for Disease Control) melaporkan sebuah

informasi bagaimana HIV ditularkan, yaitu melalui hubungan seksual

69%, jarum suntik untuk obat lewat intravena 24%, transfusi darah yang

terkontaminasi atau darah pengobatan dalam pengobatan kasus tertentu

3%, penularan sebelum kelahiran (dari ibu yang terinfeksi ke janin selama

kehamilan) 1%, dan model penularan yang belum diketahui 3%.1)

Penularan melalui jarum suntik di sebabkan oleh pemakaian jarum

secara bersama (sharing needle) pada kelompok napza suntik dan

penularan karena kecelakaan tertusuk jarum suntik (needle stick injury)

yang tercemar di fasilitas kesehatan. Penularan di fasilitas kesehatan

berisiko bagi petugas kesehatan dan karyawan.9) CDC melaporkan

terdapat 57 kasus penularan dari pasien ke petugas kesehatan di

Amerika Serikat. Petugas kesehatan yang terpapar darah yang terinfeksi

HIV di tempat kerja memiliki risiko 0,3% terinfeksi.10) Masalah yang

terdapat di sarana kesehatan (rumah sakit) bahwa dari setiap kasus HIV

yang masuk rumah sakit sebagian besar perlu rawat inap. Disini perawat

memegang peran yang sangat besar karena perawatlah yang bersama

pasien selama 24 jam, yang selalu memonitor kondisi pasien tersebut

selama masa perawatan sampai dengan pasien tersebut diperbolehkan

pulang.11,12) Beberapa studi menyebutkan bahwa perawat memiliki risiko

penularan terinfeksi HIV&AIDS, meskipun risiko penularan relatif kecil.

Penularan yang terjadi kebanyakan dikarenakan kelalaian kerja pada

perawat dan menganggap pasien yang mereka tanggani tidak memiliki

penyakit yang akan menginfeksi mereka. Data Persatuan Perawat


5

Nasional Indonesia (PPNI) bahwa 60% jumlah tenaga kesehatan yang

ada termasuk orang yang paling beresiko tertular HIV&AIDS,

dikarenakan mereka yang secara langsung kontak dengan media

penularan HIV&AIDS. 10,13)

Kemenkes Indonesia melakukan upaya pencegahan penularan

HIV&AIDS dengan formula Layanan HIV&AIDS Komprehensif

Berkesinambungan. Upaya ini bukanlah upaya baru, melainkan

memperkuat upaya-upaya yang telah ada sebelumnya. Layanan

Komprehensif Berkesinambungan adalah layanan dengan unit terkecil di

Kabupaten/ Kota. Tujuannya untuk memperkuat sistem kesehatan dan

komunitas setempat. Upaya ini dilakukan bekerjasama dengan

komunitas, dengan pendekatan multi sektoral dan jejaring kerja serta

rujukan yang jelas. Upaya-upaya yang dilakukan meliputi promosi

kesehatan, pencegahan, perawatan, pengobatan dan dukungan, serta

rehabilitasi. Pencegahan penularan di fasilitas kesehatan mendapatkan

perhatian khusus, dikarenakan belum ada data pasti jumlah kasus

penularan HIV&AIDS.14)

Manajemen pencegahan penularan HIV&AIDS oleh petugas

kesehatan memerlukan dukungan dari seluruh elemen di fasilitas

kesehatan yakni rumah sakit. Upaya pencegahan penularan HIV&AIDS

yang dilaksanakan tidak boleh mengesampingkan pelayan yang diterima

dan diskriminasi kepada pasien HIV&AIDS. Untuk itu diperlukan

pemberian informasi yang lengkap tentang HIV&AIDS kepada seluruh

petugas kesehatan terutama perawat. Penerapan kewaspadaan dini dan

anggapan bahwa seluruh pasien yang ditanggani perawat memiliki


6

kemungkinan terinfeksi HIV&AIDS, sehingga para perawat dapat berhati-

hati dalam menanggani setiap pasiennya.15,16)

Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi sebagai Rumah Sakit Utama

Pusat Rujukan salah satu fungsinya adalah merawat pasien penderita

HIV/AIDS. Jumlah kunjungan di klinik VCT (Voluntary Counseling Testing)

mengalami peningkatan dari 675 tahun 2013 dan tahun 2014 sebanyak

770. Data rekam medik RSUP Dr. Kariadi Semarang tahun 2014

menyatakan 702 pasien yang melakukan PITC (Provider Initiated Testing

& Counseling) diperoleh hasil 93 reaktif. Jumlah kasus HIV&AIDS di

RSUP Dr Kariadi Semarang mengalami peningkatan yaitu 201 kasus

pada tahun 2013 dan tahun 2014 tercatat 291 kasus. Data tenaga

perawat per 31 Januari 2014 di RSUP Dr. Karyadi tercatat 1170.17,18)

Dalam observasi awal penulis pernah melakukan wawancara dengan

kepala perawat di instalasi rawat inap dan konselor RSUP Dr. Kariadi

diperoleh informasi bahwa belum ada kebijakan terkait kewajiban perawat

untuk melalukan tes HIV&AIDS karena tes HIV&AIDS masih bersifat

sukarela, sosialisasi tentang HIV&AIDS sudah rutin dilakukan oleh bagian

pendidikan dan pelatihan RSUP Dr. Karyadi namun tidak semua perawat

mengikutinya. Hasil survey yang dilakukan terhadap perawat di RSUP

Dr. Kariadi bahwa ± 5% dari jumlah perawat yang telah melakukan tes

HIV&AIDS, perawat belum sepenuhnya menerapkan sistem

kewaspadaan umum (universal percaution) khususnya pemakaian sarung

tangan dan masker serta pengolahan jarum suntik/alat tajam dalam

memberikan pelayanan pada pasiennya serta ditemukan data (Januari-


7

Desember 2014) 16 perawat dinyatakan + HIV, namun belum terdapat

data yang mendukung terkait penyebab penularan.

Hasil wawancara kepada salah seorang perawat menyatakan merasa

“ribet” apabila harus memakai alat pelindung diri dan menganggap

pelayanan akan lebih cepat bila tidak menggunakan alat pelindung diri.

Padahal dalam memberikan pelayanan, kewaspadaan umum (universal

precaution) tetap harus dilaksanakan. Masih ada juga perawat bila telah

menyuntik pasiennya, perawat tersebut masih saja memasukkan jarum

suntik ke dalam spuitnya dengan menggunakan dua tangan yang mana

seharusnya lansung dibuang tanpa harus menutup spuitnya.

Penelitian Agung Waluyo (2011) riset menunjukkan pemahaman

perawat terhadap HIV belum baik. Riset dilakukan terhadap 400-an

perawat di 4 rumah sakit di Jakarta. Faktor yang mempengaruhi

pemahaman perawat diantaranya fasilitas pelayanan kesehatan tempat

perawat bekerja. Hal itu karena rumah sakit atau klinik tempat perawat

bekerja tidak memfasilitasi sumber daya manusianya dengan pembekalan

tentang HIV/AIDS. WHO (2011) di Afrika menemukan bahwa 94% tenaga

kesehatan menolak untuk melakukan tes HIV&AIDS karena beranggapan

tidak memiliki risiko terinfeksi HIV&AIDS.13,19)

Berdasarkan berbagai latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi niat perawat untuk

melakukan tes HIV&AIDS di RSUP Dr. Kariadi Semarang.

B. Rumusan Masalah
8

Proporsi cara penularan HIV/AIDS tertinggi di Indonesia adalah

melalui hubungan heteroseksual (pria dan wanita), yaitu 49,3%. Cara

penularan HIV/AIDS lain yang tinggi adalah melalui pengguna napza

suntik (penasun) sebesar 40,4%. Proporsi lain yang lebih rendah adalah

LSL (lelaki yang suka berhubungan seks dengan lelaki) dan penularan

ibu-bayi pada masa perinatal; masing-masing 3,3% dan 2,7%. Penularan

melalui transfusi darah 0,1% dan penularan yang tidak diketahu sebesar

4,3%.3)

Kewaspadaan dini terhadap risiko penularan HIV&AIDS patut

diketahui oleh pekerja di bidang kesehatan atau pemerintah mengingat

selama ini fokus penelitian, sosialisasi, dan program kesehatan hanya

terpusat pada pelaku hubungan seks (baik heteroseksual maupun

homoseksual/ LSL) dan pengguna narkotika suntik. Perhatian

pemerintah, klinisi, peneliti, dan ahli kesehatan masyarakat terhadap

risiko penularan HIV&AIDS pada petugas kesehatan masih amat rendah.

Data RSUP Dr Kariadi menyatakan terdapat 16 perawat yang diketahui

+HIV, namun tidak ditemukan data pendukungnya. Beberapa cara yang

dapat diupayakan adalah skrining pranikah, sosialisasi dan edukasi

kepada tenaga kesehatan terkait informasi HIV&AIDS dan pentingnya

melakukan tes HIV&AIDS apabila diketahui adanya risiko pekerjaan pada

tenaga kesehatan. Dari uraian latar belakang di atas, perumusan masalah

yang akan diangkat dalam penelitian ini yaitu “Faktor-faktor apa sajakah

yang mempengaruhi niat perawat untuk melakukan tes HIV&AIDS?”

C. Tujuan Penelitian
9

1. Tujuan Umum:

Mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi niat perawat untuk

melakukan tes HIV&AIDS di RSUP Dr. Kariadi Semarang.

2. Tujuan Khusus :

a) Mengetahui karakteristik perawat di RSUP Dr. Kariadi Semarang

b) Mengetahui tingkat keyakinan perawat terhadap kemungkinan

tertular HIV&AIDS dan pemahaman tentang tes HIV&AIDS

c) Mengetahui sikap perawat terhadap tes HIV&AIDS

d) Mengetahui persepsi perawat terhadap sikap dan perilaku teman

tentang tes HIV&AIDS

e) Mengetahui dorongan perawat untuk patuh kepada teman yang telah

melakukan tes HIV&AIDS

f) Mengetahui niat perawat untuk melakukan tes HIV&AIDS

g) Mengetahui hubungan antara keyakinan kemungkinan tertular

HIV&AIDS dan pemahaman tentang tes HIV&AIDS dengan sikap

terhadap tes HIV&AIDS

h) Mengetahui hubungan antara sikap perawat terhadap tes HIV&AIDS

dengan niat melakukan tes HIV&AIDS

i) Mengetahui hubungan antara persepsi perawat terhadap tes

HIV&AIDS dengan niat melakukan tes HIV&AIDS

j) Mengetahui hubungan antara dorongan perawat untuk patuh kepada

teman yang telah melakukan tes HIV&AIDS dengan niat melakukan

tes HIV&AIDS

k) Mengetahui faktor dominan yang berhubungan dengan niat perawat

untuk melakukan tes HIV&AIDS


10

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi keilmuan kesehatan masyarakat khususnya bidang Promosi

Kesehatan dan Ilmu Perilaku agar dapat digunakan sebagai bahan

informasi dan tambahan pustaka mengenai pendidikan perubahan

perilaku perawat khususnya pendidikan kesehatan reproduksi dan

HIV&AIDS.

2. Bagi perawat diharapkan dapat memberikan informasi terkait HIV&AIDS

dan pentingnya melakukan tes HIV&AIDS sebagai upaya pencegahan

penularan.

3. Bagi Fakultas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan informasi

dan tambahan pustaka dan pengembangan ilmu bagi Program studi

Promosi Kesehatan dengan konsetrasi Kesehatan Reproduksi dan

HIV&AIDS, Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat.

4. Bagi Instansi kesehatan terkait

Merupakan informasi yang kiranya dapat digunakan oleh Intansi

kesehatan sebagai bahan perencanaan, dukungan dan program terkait

HIV&AIDS sebagai upaya penurunan angka kasus HIV&AIDS.

5. Bagi Penulis

Menerapkan ilmu yang didapat selama kuliah serta melatih proses

berpikir secara ilmiah, khususnya dalam bidang Kesehatan reproduksi

dan HIV&AIDS.
11

E. Keaslian Penelitian
No Judul Penelitian Variabel Penelitian Metode Hasil Penelitian
Penelitian
1. Needle stick injuries among nurses 1. Karakteristik dan Cross 1. Karakteristik responden :8,9% laki-
in Sub-Saharan Africa (M, tusukan jarum laki dan 88% perempuan
sectional
Fredrich; Nsubuga and 2. Prosedur terjadi tertusuk a. umur responden (20,3% 20-29
Jaakkola, Maritta S) jarum tahun, 44,7% 30-39 tahun,
Tropical Medicine and 3. Faktor risiko luka 19% 40-49 tahun dan 8% ≥50
International Health, Vol 10 tusukan di kalangan tahun)
No. 8 pp 773-781 Agustus perawat b. Departemen: 61,2% perawat
2005. 20) pelaksana, 13,3% perawat
shift, 6,7 % perawat magang
dan 3,8% perawat senior
c. Masa kerja (23,4% 6-10 tahun,
22,2% ≤5 tahun, 16,5 % 16-20
tahun, 6,7% 21-25 tahun, 6,3%
26-30 tahun dan >30 tahun
yakni 4,2%)
d. Jumlah pasien per hari (30%
21-40 pasien, 25,9% ≤20
pasien, 20% 41-60 pasien,
8,2% 61-80 pasien dan 9,9%
>80 pasien)
e. Tertusuk jarum 1 thn terakhir
(57% 1 kali tusukan dan 36%
lebih dari 1 kali tusukan) 82%
dilaporkan terdapat cedera dan
18% tidak terdapat cedera.
12

2. 40% data tusukan jarum (19%


tertusuk dari pasien dan 17% saat
memasang infus), 16% tertusuk
pada saat membuang jarum, 13 %
sudah melakukan pembersihan
setelah tertusuk dan hampir 50%
melakukan prosedur. 5,6%
melakukan prosedur namun tidak
tepat dan 4% tertusuk dan tidak
melakukan prosedur.
3. Distribusi faktor risiko tertusuk
jarum yaitu 19% menyuntik, 17%
memasang infus, 16% membuang,
13% merekap ulang, 13%
menjahit, 12% membersihkan, 6%
tertusuk tdk sengaja dan 3%
kecelakaan dari teman.
Faktor risiko diantaranya jam kerja,
kebiaasaan bekerja ( menyuntik
dan tdk menggunakan sarung
tangan)
2. Health Care Workers Knowledge 1. Karakteristik responden Cross 1. Karakteristik dari 94 reponden :
on HIV&AIDS : Universal 2. Pengetahuan tentang 61,7 % responden perempuan dan
sectional
Precautions And Attitude penularan HIV&AIDS 38,3% kali-laki.
Towards Plwha In Benin 3. Praktik pencegahan a. Umur (42,5% 30-39 thn; 30,9%
City, Nigeria (Oisien, A.O; infeksi 40-49 thn; 17% 50-59 thn dan
Shobowale, M.O) Nigerian 4. Sikap terhadap ODHA umur 20-29 thn sebesar 9,6%.
Journal of Clinical Practice, Mean umur 39,8 ± 8 thn.
Vol 8(2): 74-82 Dec 2005. b. Lama kerja (22,3% 5-9 thn;
21)
21,3% 10-14 thn; 16% 20-24
thn; 15-19 thn 14,9%; <5 thn
13

10,6%; 9,6% 25-29 thn dan ≥


30 sebesar 5,3%. Mean 14 ±
8,2 thn
2. 15% - 38% memiliki pengetahuan
yang baik tentang penularan HIV
(HIV disebabkan oleh penularan
virus bukan dari air mata, air liur,
muntah, tinja dan air kencing)
3. 22% tidak mengetahui tingkat
risiko paparan (0,3% pengetahuan
rendah dan 0,1% tertusuk jarum
suntik, membran mukosa dan
kontak kulit), 78,7% tenaga medis
tidak mempraktikkan adanya
kontaminasi, pembersihan dan
sterilisasi / risiko tinggi terinfeksi
4. Masih terjadi diskriminasi dan
stigma ODHA, 44,7% percaya
bahwa tenaga medis yang + HIV
tertular di tempat kerja.
3. Hubungan antara tingkat 1. Karakteristik perawat Cross 1. Analisis Deskriptif Karakteristik
pengetahuan perawat 2. Tingkat pengetahuan Responden menunjukkan bahwa
sectional
dengan perilaku perawat sebagian besar perawat di Melati 1
pencegahan penularan dari 3. Masa kerja perawat berjenis kelamin perempuan
klien HIV&AIDS di ruang 4. Perilaku pencegahan (82,6%), berusia kurang dari 30
melati 1 RSUD Dr penularan dari klien tahun (52,17%), berpendidikan D3
Moewardi Surakarta (Fina HIV/AIDS Keperawatan (91,3%), dan masa
mahardini, Arina Maliya). kerjanya antara 5 sampai 10 tahun
Berita Ilmu Keperawatan (47,83%).
ISSN 1979-2697, Vol 2. 2. Analisis univariat terhadap tingkat
No.2. Juni 2011, 75-80.22) pengetahuan memberikan hasil
14

bahwa sebagian besar responden


(86,98%) memiliki tingkat
pengetahuan yang baik.
3. Analisis univariat terhadap perilaku
pencegahan penularan
menunjukkan bahwa sebagian
besar responden (69,6%) berada
dalam kategori perilaku baik.
4. Ada hubungan yang signifikan
antara tingkat pengetahuan
perawat dengan perilaku
pencegahan penularan dari klien
HIV/AIDS di Ruang Melati 1 RSUD
Dr. Moewardi Surakarta.

4. Practice of Universal Precautions 1. Praktik penyuntikan Metode 1. Sebanyak 211 responden (48,7%)
among Healthcare Workers 2. Pembuangan jarum memiliki paktik yang baik dalam
Survey
(Wilson E. Sadoh, MD; suntik penyuntikan khususnya perawat
Adeniran 0. Fawole, MD; 3. Praktik penggunaan alat 2. 63,8% melakukan pembuangan
Ayebo E. Sadoh, MD; Ayo pelindung diri jarum suntik dengan baik.
0. Oladimeji, MD; and 4. Praktik penggunaan 3. 56,4% menggunakan alat
Oladapo S. Sotiloye, MD). handwashing tranfusi pelindung dalam melakukan
Journal Of The National darah penyuntikan.
Medical Association, Vol. 4. Sebanyak 94,6% telah melakukan
98, No. 5, May 2011.23) handwashing tranfusi darah
dengan baik.
5. Occupational Exposure to HIV : 1. Pengetahuan, sikap Cross 1. Dari 103 perawat, 38,8% yang
Perceptions and Preventive praktek pencegahan memiliki pegetahuan yang baik
sectional
Practices of Indian Nursing paparan HIV oleh tentang transmisi enularan
(Shivalli, Siddharudha; perawat HIV&AIDS ; 31% yang memiliki
Gherardi, Magdalena). 2. Risiko penularan HIV sikap baik dalam pencegahan
15

Hindawi Publishing pada perawat paparan HIV&AIDS


Corporation Advances in 2. 81,6% perawat mengaku memiliki
Preventive Medicine. Vol risiko paparan tinggi dalam 12
2014, Article ID 296148, 5 bulan terhakhir
pagess
http://www.hindawi.com.
24)

Keaslian penelitian ini terdapat pada :


No Judul Penelitian Variabel Penelitian Metode Hasil Penelitian
Penelitian
Faktor-faktor yang mempengaruhi 1. Karakteristik perawat Cross 1. Niat melakukan tes HIV&AIDS
niat perawat melakukan tes 2. Keyakinan terhadap sebesar 46,7% dan 53,3% tidak
sectional
HIV&AIDS di RSUP Dr kemungkinan tertular berniat melakukan tes HIV&AIDS.
Kariadi Semarang HIV & AIDS dan Variabel yang berhubungan
pemahaman tes dengan niat adalah keyakinan
HIV&AIDS kemungkinan tertular HIV&AIDS,
3. Sikap terhadap tes sikap terhadap tes HIV&AIDS dan
HIV&AIDS persepsi teman tentang tes
4. Dorongan untuk patuh HIV&AIDS
kepada teman yang 2. Karakteristik responden sebagian
teman yang telah besar berjenis kelamin perempuan
melakukan tes 57,1%. Rata-rata memiliki umur 34
HIV&AIDS tahun, 50,5% responden dalam
5. Niat melakukan tes kategori usia produktif. Pendidikan
HIV&AIDS DIII sebesar 64,8% , berasal dari
luar Semarang sebesar 62,9%.
Mayoritas responden adalah
bertempat tinggal di rumah sendiri
yaitu sebesar 51,4%, kepercayaan
responden diantara 93,3%
16

responden beragama Islam. Masa


kerja lebih dari 2 tahun sebesar
68,6%.
3. Keyakinan yang buruk terhadap
kemungkinan tertular HIV&AIDS
dan pengalaman tentang tes
HIV&AIDS (14,3%) responden,
terutama disebabkan responden
belum tahu tentang gejala AIDS,
belum dapat membedakan
pengertian antara HIVdan AIDS,
serta cara penularan HIV&AIDS
Sebanyak 46,7% responden
mempunyai sikap yang kurang
baik terhadap tes HIV&AIDS,
Persepsi yang kurang baik
terhadap sikap dan perilaku teman
tentang tes HIV&AIDS (47,6%),
Sebanyak 23,8% responden
mempunyai dorongan yang rendah
untuk patuh kepada teman sesama
perawat yang telah melakukan tes
HIV&AIDS.
5. Hasil multivariat menunjukkan ada
faktor dominan yang berpengaruh
secara statistik dengan niat
perawat untuk melakukan tes
HIV&AIDS (=0,019; OR=4,009;
95%CI: 1,256-12,796). Artinya
semakin tinggi sikap baik
responden terhadap tes
17

HIV&AIDS, maka semakin tinggi


pula niat melakukan tes HIV&AIDS
18

F. Ruang Lingkup Penelitian

Menyadari adanya keterbatasan dana, sarana, dan tenaga, maka

bagi penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :

1. Lingkup Keilmuan

Penelitian ini merupakan lingkup penelitian kesehatan masyarakat,

bidang promosi kesehatan dengan konsentrasi studi kesehatan

reproduksi dan HIV&AIDS.

2. Lingkup Materi

Penelitian ini terbatas faktor faktor yang mempengaruhi niat perawat

untuk melakukan tes HIV&AIDS di RSUP Dr. Kariadi Semarang.

3. Lingkup Tempat

Penelitian dilakukan di RSUP Dr. Kariadi Kota Semarang Provinsi

Jawa Tengah

4. Lingkup Sasaran

Sasaran dalam penelitian ini yaitu perawat RSUP Dr. Kariadi

Semarang yang memiliki risiko tertular HIV&AIDS.

5. Lingkup Waktu

Penelitian ini dilakukan antara Januari – Mei 2015

Anda mungkin juga menyukai