Anda di halaman 1dari 59

PREVALENSI SKABIES DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHINYA PADA SISWA - SISWI PONDOK


PESANTREN DARUL MUJAHADAH
KABUPATEN TEGAL PROVINSI JAWA TENGAH
BULAN OKTOBER TAHUN 2009

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk


memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :
Yasin
NIM: 105103003443

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 12 November 2009

Yasin

ii
PREVALENSI SKABIES dan FAKTOR-FAKTOR yang
MEMPENGARUHINYA PADA SISWA - SISWI PONDOK PESANTREN
DARUL MUJAHADAH
KABUPATEN TEGAL PROVINSI JAWA TENGAH
BULAN OKTOBER TAHUN 2009

Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
(S.Ked)

Oleh
Yasin
NIM: 105103003443

Pembimbing Riset

Silvia Fitrina Nasution M.Biomed

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M

iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Laporan Penelitian berjudul Prevalensi Skabies dan Faktor-Faktor yang


Mempengaruhinya Pada Siswa - Siswi Pondok Pesantren Darul Mujahadah
Kabupaten Tegal Provinsi Jawa Tengah Bulan Oktober Tahun 2009 yang
diajukan oleh Yasin (NIM: 105103003443), telah diujikan dalam sidang di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 20 November 2009. Laporan
penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.

Jakarta, 20 November 2009

DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang Pembimbing Penguji

dr. Riva Auda, SpA, M.Kes Silvia Nasution, M.Biomed Zeti Harriyati, M.Biomed

PIMPINAN FAKULTAS

Dekan FKIK UIN Kaprodi PSPD FKIK UIN

Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, SpAnd Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, SpRM

iv
KATA PENGANTAR

‫اﻟ‬

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memperindah kehidupan dengan
melimpahkan kasih sayang, kenikmatan, dan kemudahan tiada bertepi. Shalawat dan
salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, dengan kasih
sayangnya terhadap hamba Allah juga makhluk lainnya memancar bagai pancaran
sinar matahari yang tiada terputus menerangi bumi. Atas nikmat-Nya dan karunia-
Nya Yang Maha Besar sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Prevalensi Skabies dan Faktor – Faktor yang Mempengaruhinya Pada Siswa -
Siswi Pondok Pesantren Darul Mujahadah Kabupaten Tegal Provinsi Jawa
Tengah Bulan Oktober Tahun 2009.

Keberhasilan seseorang tidak terlepas dari budi baik dan bimbingan orang
lain. Dalam kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya pada pihak yang telah membantu dalam memberikan bimbingan, dukungan
moriil dan bantuan penyusunan skripsi ini. Hingga akhirnya penulisan skripsi ini
telah selesai tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih dan penghargaan, peneliti
sampaikan kepada :

1. Kedua orang tua tercinta yaitu


2. Prof. DR (hc). Dr. M.K. Tadjudin, Sp.And dan Drs. Farida Hamid, MPd
selaku Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr.dr.Syarief Hasan Lutfie, SpRM selaku ketua Program Studi Pendidikan
Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta staf yang telah membantu dan
segenap dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna
bagi peneliti.

v
4. Ibu Silvia Fitrina Nasurion M.Biomed Selaku pembimbing riset, yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan masukan dan membimbing peneliti
dalam penyusunan skripsi ini. Semoga Allah membalas semua budi baik ibu.
5. Bapak K.H Asrori Muhtarom, S,Ag selaku Pimpinan serta seluruh jajaran staf

Pondok Pesantren Darul Mujahadah Tegal yang telah memberikan izin kepada

peneliti untuk melakukan penelitian.

6. Kakak dan adik yang selalu menjadi penyemangat peneliti.

7. Teman-teman dan sahabat yang selalu memberi atas dukungan, semangat,


kenangan dan kebersamaan yang indah selama ini.

Akhir kata, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun


sehingga peneliti dapat memperbaiki skripsi ini. Dan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang mempergunakannya terutama untuk proses
kemajuan pendidikan selanjutnya.

Jakarta, 12 November 2009

Penulis

vi
Yasin. Program Studi Pendidikan Dokter. Prevalensi Skabies dan Faktor –
Faktor yang Mempengaruhinya Pada Siswa - Siswi Pondok Pesantren Darul
Mujahadah Kabupaten Tegal Provinsi Jawa Tengah Bulan Oktober Tahun
2009.
ABSTRAK

Latar belakang : Skabies adalah penyakit kulit yang biasa terjadi di lingkungan

Pondok Pesantren. Penyakit tersebut disebabkan oleh investasi dari tungau Sarcoptes

scabiei yang dapat menyebar secara mudah dari manusia ke manusia, dari binatang ke

binatang atau dari manusia ke binatang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui prevalensi penyakit skabies dan menganalisa factor-faktor risiko yang

mempengaruhinya pada siswa dan siswi (santri) Pondok Pesantren Darul Mujahadah

Kabupaten Tegal Provinsi Jawa Tengah.

Metode : Penelitian ini menggunakan desain studi observasional cross-sectional pada

bulan Oktober 2009. Total populasi 300 santri, dengan 76 santri diambil sebagai

sampel menggunakan metode simple randome sampling. Variable-variabel yang

diteliti terdiri dari sanitasi lingkungan, higienitas perorang dan perilaku sehat.

Sanitasi lingkungan mencakup penyediaan air bersih, sanitasi kamar mandi, sanitasi

kamar tidur (asrama). Higienitas perorang mencakup frekuensi mandi, pemakaian

sabun, pakaian serta handup secara bersama-sama. Perilaku sehat mencakup

pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap upaya pencegahan scabies. Hubungan dari

tiap parameter variable terhadap prevalensi penyakit skabies diukur dengan

menggunakan uji korelasi Bivariat.

vii
Hasil penelitian : menunjukkan bahwa prevalensi penyakit skabies di Pondok

Pesantren Darul Mujahadah Kabupaten Tegal cukup tinggi yaitu sekitar 61,8%

dimana perilaku sehat (meliputi ; pengetahuan, sikap, perilaku) dan sanitasi

lingkungan (meliputi sanitasi kamar atau asrama, sanitasi kamar mandi dan

penyediaan air bersih) menjadi faktor yang mempengaruhi terjadinya skabies

(Bivariat = p < 0,05).

Kesimpulan : bahwa perilaku sehat dan sanitasi lingkungan mempengaruhi prevalensi

terjadinya skabies diantara para santri di Pondok Pesantren.

Saran : perlu dipikirkan matang-matang kendala-kendala atau masalah yang

mungkin akan ditemui di lapangan dan sebaiknya dilakukan pengambilan sampel

berulang.

Kata Kunci: Sanitasi Lingkungan, perilaku sehat, higienitas perorang, skabies.

viii
Yasin. Medical Study Programe. The Prevalence of Scabies On Students
Boarding School Darul Mujahadah Tegal Regency, Central Java Province In
October of 2009.

ABSTRACT

Introduction : Scabies is a common skin disease among students (Santri) of Boarding

schools (Pondok Pesantren). It is caused by infestation of mite of Sarcoptes scabiei

that spreads easily from human to human, from animal to animal or from human to

animal vice versa. The aim of this study was to measure prevalence of Scabies

disease and to analyse factors influencing the prevalence of Scabies among students

of Darul Mujahadah Boarding schools in regency of Tegal, Central Java.

Method : This study was designed as a cross –sectional observational study in

October 2009. The total population was 300 students with 76 student samples taken

by a random sampling method. The variable that be researched are environment

sanitation, personal hygiene, and health behaviour. Environtment sanitation consist of

clean water supply, bedroom sanitation, and dormitory sanitation. Personal hygiene

consist of bath frequency, use of soap, clothes, and towel together. Healthy behaviour

consist of knowledge, behaviour and action to prevent scabies. Association of each

parameter of these variables with the prevalence of Scabies was analysed by using

Bivariate test.

Results : showed that prevalence of Scabies among students of Darul Mujahadah

Boarding school was high i.e. 61.8 %, which health behaviour (knowledge,

ix
behaviour, action) and sanitation factors influenced the disease were bedroom

sanitation, bathroom sanitation and clean water supply (Bivariate test p<0.05).

Conclusion : It is concluded that health behaviour and environmental sanitation

factors influencing the prevalence of Scabies among students of Boarding schools.

Suggestion : It is suggested to thought out any kind of problems that may rise when

take the data and doing repeatitive research for the better result.

Keywords :Environmental sanitation, healthy behaviour, personal hygiene, Scabies.

x
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL……………………………………………………………………i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………………..iii
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………………iv
KATAPENGANTAR…………………………………………………………..........v
ABSTRAK..................................................................................................................vii
ABSTRACT...............................................................................................................vii
DAFTAR ISI.............................................................................................................viii
DAFTAR TABEL………………………………………………………………........x
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………..xi
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1. Latar belakang............................................................................................1
1.2. Rumusan masalah.......................................................................................2
1.3. Tujuan penelitian........................................................................................2
1.3.1. Tujuan umum................................................................................2
1.3.2. Tujuan khusus...............................................................................2
1.4. Manfaat penelitian......................................................................................2
BAB 2 TINAJUAN PUSTAKA..................................................................................3
2.1. Landasan teori…………………………………………………………….3
2.1.1. Penyakit kulit skabies.......................................................................3
2.1.1.1. Skabies di Indonesia..................................................................3
2.1.2. Sarcoptes scabiei, morfologi & cara penularan................................3
2.1.3. Faktor yang berperan terhadap penyakit skabies..............................6
2.1.4. Patogenesis.......................................................................................7
2.1.5. Penatalaksanaan................................................................................8
2.2. Kerangka konsep………………………………………………………..10
2.3. Definisi operasional……………………………………………………..10
2.3.1. Variabel independen……………………………………………...10
2.3.1. Variabel dependen………………………………………………..11
BAB 3 METODE PENELITIAN……….................................................................12
3.1. Desain penelitian......................................................................................12
3.2. Lokasi dan waktu penelitian.....................................................................12
3.3. Populasi dan sampel…………………………………………………….12
3.3.1. Teknik pengambilan sample penelitian…………………………..12
3.3.2. Besar sampel……………………………………………………...13
3.4. Cara kerja penelitian.................................................................................13
3.5. Managemen data………………………………………………………...14
3.5.1. Pengumpulan data………………………………………………...14
3.5.2. Analisis data………………………………………………………14
3.5.3. Etika penelitian…………………………………………………...14
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................15

xi
4.1. Karakteristik subjek..................................................................................15
4.2. Data subjek dan sampel............................................................................16
4.2.1. Prevalensi skabies...........................................................................16
4.2.2. Higienitas perorang.........................................................................17
4.2.3. Sanitasi lingkungan.........................................................................19
4.2.4. Perilaku sehat..................................................................................21
4.3. Analisa statistik.........................................................................................24
4.3.1. Pengaruh higienitas perorang terhadap gejala skabies...................24
4.3.2. Pengaruh sanitasi lingkungan terhadap gejala skabies...................25
4.3.3. Pengaruh perilaku sehat terhadap gejala skabies............................27
BAB 5 KESIMPULAN & SARAN...........................................................................29
5.1. Kesimpulan...............................................................................................29
5.2. Saran.........................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................30
LAMPIRAN...............................................................................................................31

xii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Sebaran responden secara umum.............................................................15
Tabel 2. Prevalensi skabies....................................................................................16
Tabel 3. Gambaran higienitas perorang santri.......................................................17
Tabel 4. Hubungan higienitas perorang dengan kejadian skabies.........................18
Tabel 5. Gambaran sanitasi lingkungan Ponpes....................................................19
Tabel 6. Hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian skabies.........................20
Tabel 7. Gambaran perilaku sehat santri................................................................21
Tabel 8. Hubungan perilaku santri dengan kejadian skabies.................................22
Tabel 9. Uji normalitas higienitas perorang terhadap skabies...............................22
Tabel 10. Uji hipotesis higienitas perorang terhadap skabies................................23
Tabel 11. Uji normalitas sanitasi lingkungan terhadap skabies.............................23
Tabel 12. Uji hipotesis sanitasi lingkungan terhadap skabies................................24
Tabel 13. Uji korelasi antara sanitasi lingkungan dengan skabies.........................25
Tabel 14. Uji normalitas perilaku sehat terhadap skabies......................................26
Tabel 15. Uji hipotesis perilaku sehat terhadap skabies.........................................26
Tabel 16. Uji korelasi antara perilaku sehat dengan skabies..................................27

xiii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Tungau Sarcoptes scabiei......................................................................4
Gambar 2. Siklus hidup tungau...............................................................................5
Gambar 3. Tungau yang hidup dalam terowongan.................................................8
Gambar 4. Diagram Prevalensi Skabies…………………………………………..16
Gambar 5. Hubungan Higienitas Perorang dengan Kejadian Skabies……………18
Gambar 6. Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Skabies.…………..20
Gambar 7. Hubungan Perilaku Sehat dengan Kejadian Skabies………………….23

xiv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit skabies merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan
oleh Sarcoptes scabiei. dengan keluhan gatal terutama pada malam hari yang
ditandai dengan adanya kelainan pada kulit berupa papula, vesikula, urtikaria,
dan krista. Faktor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah sosial
ekonomi yang rendah, hygiene perorangan yang jelek, lingkungan yang tidak
bersih, perilaku yang tidak mendukung kesehatan, serta kepadatan penduduk.
Faktor yang paling dominan adalah kemiskinan dan higienitas perorangan
yang jelek di negara berkembang, dan merupakan kelompok masyarakat yang
paling banyak menderita penyakit skabies ini (Carruthers, 1978 ;
Kabulrachman, 1992).
Prevalensi penyakit skabies di Indonesia adalah sekitar 6-27% dari
populasi umum dan cenderung lebih tinggi pada anak dan remaja (Sungkar,
1997). Diperkirakan sanitasi lingkungan yang buruk di Pondok Pesantren
(Ponpes) merupakan faktor dominan yang berperan dalam penularan dan
tingginya angka prevalensi penyakit skabies diantara santri di Ponpes (Dinkes
Jatim, 1997).
Dalam penelitian ini dilakukan observasi dan studi analisa untuk
mengetahui prevalensi skabies yang terjadi pada siswa Pondok Pesantren
Darul Mujahadah serta faktor-faktor lingkungan (sanitasi Ponpes, hygienitas
perorangan, dan perilaku) yang mempengaruhinya. Sebelumnya belum pernah
ada penelitian mengenai masalah ini pada Ponpes tersebut.
2

1.2. Rumusan Masalah


Sanitasi lingkungan yang buruk selain higienitas perorangan dan
faktor pendukung lainnya merupakan faktor dominan yang berperan dalam
penularan dan tingginya angka prevalensi penyakit skabies, terutama di
lingkungan pesantren. Berapakah prevalensi skabies pada santri di Ponpes
Darul Mujahadah Tegal, serta faktor apa saja yang berperan nyata dalam
kejadian tersebut ?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan umum
Mengetahui prevalensi skabies pada siswa Pondok Pesantren Darul
Mujahadah tahun 2009 dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga
dapat digunakan sebagai tindakan preventif dalam mencegah terjadinya
skabies, dan pada akhirnya dapat menurunkan prevalensi kejadian skabies
pada siswa Pondok Pesantren Darul Mujahadah.
1.3.2. Tujuan khusus
1. Mengetahui prevalensi penderita skabies pada siswa & siswi Pondok
Pesantren Darul Mujahadah.
2. Mengetahui faktor-faktor penyebab dan penularan skabies pada siswa
Pondok Pesantren Darul Mujahadah.

1.4. Manfaat Penelitian


1. Memberikan informasi dan edukasi kesehatan bagi warga Ponpes Darul
Mujahadah Tegal khususnya dan masyarakat sekitarnya pada umumnya.
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal bagi penelitian
selanjutnya mengenai skabies di lingkungan Ponpes tersebut khususnya.
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori


2.1.1. Penyakit Kulit Skabies
2.1.1.1. Skabies di Indonesia
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var, hominis dan produknya.
Prevalensi penyakit skabies di Indonesia adalah sekitar 6-27% dari
populasi umum dan cenderung lebih tinggi pada anak dan remaja
(Sungkar, 1997). Penyakit ini masih menjadi masalah tidak saja di daerah
terpencil, tetapi juga di kota-kota besar bahkan di Jakarta (Tabri, 2003).
Di Indonesia, kasus skabies cukup tinggi ketika zaman penjajahan
Jepang berlangsung. Penduduk kesulitan memperoleh makanan, pakaian
dan sarana pembersih tubuh pada saat itu, sehingga kasus scabies cepat
menular dari anak-anak hingga dewasa (Partosoedjono, 2003). Sebanyak
915 dari 1008 (90,8%) orang terserang skabies di Desa Sudimoro,
Kecamatan Turen, Malang (Poeranto, 1997) Perbandingan penderita laki-
laki dan perempuan adalah 83,7% : 18,3%. Data penderita skabies yang
terhimpun dari klinik Penyakit Kulit dan Kelamin, Rumah Sakit Palang
Merah Indonesia (RS PMI) Bogor dari tahun 2000 - 2004, masing-masing
enam betas pasien (2000); delapan betas pasien (2001); tujuh pasien
(2002); delapan pasien (2003) dan lima pasien (2004). Data-data di atas
menunjukkan bahwa penderita skabies di Indonesia masih cukup tinggi .

2.1.2. Sarcoptes scabiei, morfologi, dan cara penularannya


Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, orto
Ackarima, super family Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei
var.hominis. selain yang juga terdapat pada kambing dan babi (Handoko,
2007).
4

Secara morfologik, merupakan tungau kecil, berbentuk oval,


punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen,
berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya, yang betina berkisar
antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil,
yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4
pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang
kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan
pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan
alat perekat.

Gbr.1 Tungau Sarcoptes scabiei (Sumber : http://www.medicastore.com


/skanbies/index.html)

Siklus hidup tungau ini sebagai berikut.


Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan
akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan
yang digali oleh tungau betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali
terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari
dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah
40 atau 50. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya.
Telur akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang
mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi
dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai
5

2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya
mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari
(Handoko, 2007).

Gbr.2 Siklus hidup tungau Sarcoptes scabiei (Sumber :


http://www.cdc.gov/scabies/index.html)

Menurut CDC tahun 2008, tungau Sarcoptes scabiei melalui 4 tahap


pertumbuhan dalam siklus hidupnya : telur, larva, nimfa, dewasa.
1. Tungau betina meninggalkan 2-3 telur sehari di bawah kulit. Telur
berbentuk oval dan mempunyai panjang 0,10-0,15 mm. menetas dalam 3-
4 hari.
2. Setelah menetas, larva bermigrasi ke permukaan kulit luar dan
bersembunyi di dalam lapisan stratum korneum. Dalian kecil dikenal
6

dengan sebutan “kantong perubahan kulit”. Stadium larva, yang muncul


dari telur hanya memiliki 3 pasang kaki dan bertahan sekitar 3-4 hari.
3. Kemudian larva berubah menjadi nimfa yang mempunyai 4 pasang kaki.
Perubahan bentuk ini sedikit lebih besar dibanding dengan stadium larva
sebelum nanatinya akan berubah ke bentuk dewasa. Larva dan nimfa
sering ditemukan di kantung-kantung kulit (molting pouches) atau dalam
folikel rambut yang kelihatannya sama dengan bentuk dewasa namun
ukurannya lebih kecil.
4. Tungau dewasa berbentuk bulat, ukuran panjang betina antara 0,30-0,45
mm dan lebar 0,25-0,35 mm. dan ukuran jantan sedikit lebih dari
setengah ukuran betina. Perkawinan terjadi tungau jantau secara aktif
masuk ke terowongan yang telah dibuat oleh tungau betina. Setelah terjadi
kopulasi, tungau jantan mati atau dapat bertahan hidup beberapa hari
dalam terowongan. Tungau betina keluar permukaan kulit dan mencari
tempat yang cocok untuk membuat terowongan yang baru untuk
meletakkan telur-telurnya. Siklus hidup dari telur telur sampai menjadi
dewasa berlangsung satu bulang (CDC, 2008).
Cara penularan (transmisi)
1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan,
tidur bersama dan hubungan seksual.
2. Kontak tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei,
bantal dan lain-lain

2.1.3. Faktor-faktor yang berperan terhadap penyakit skabies


Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemik skabies.
Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain : sosial
ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya
promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan demografik serta
ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S. (Penyakit akibat
Hubungan Seksual).
7

2.1.4. Patogenesis
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies,
tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi
disebabkan oleh sensitisasi terhadap sellkreta dan eksreta tungau yang
memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan
kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan
lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi
sekunder (Handoko, 2007).
Menurut Handoko tahun 2007 ada 4 tanda cardinal :
1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan
karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan
panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam
sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu
pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian
besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut.
Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya
terkena. Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan
gejala, penderita ini bersifat sebagai pembawa.
3. Adanya terowongan (kanalikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok,
rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul dan
vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf
(pustule, ekskoriasi dan lain-lain). Terowongan yang berkelok-kelok
umumnya ditemukan pada penderita kulit putih dan sangat jarang di
Indonesia (Margono, 1998). Tempat predileksinya biasanya merupakan
tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu : sela-sela jari tangan,
pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian
depan, areola mame (wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria),
8

perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan
telapak kaki.

Gbr.3 Tungau yang hidup dalam terowongan (Sumber : Prof. Dr. R.S. Siregar
Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, edisi 2. 2005.)
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal
tersebut. Ada pendapat yang mengatakan penyakit ini merupakan the great
imitator karena dapat menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan gatal.
Sebagai diagnosis banding adalah : prurigo, pedikulosis korporis, dermatitis
dan lain-lain.

2.1.5. Penatalaksanaan skabies


2.1.5.1. Pengobatan
Syarat obat yang ideal :
1. Harus efektif terhadap semua stadium tungau.
2. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik.
3. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian.
4. Mudah diperoleh dan harganya murah.
9

Pengobatan melibatkan seluruh anggota keluarga yang harus


diobati (termasuk penderita yang hiposensitisasi) guna mencegah
penularan lebih lanjut (Handoko, 2007).
Jenis obat topikal :
1. Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam
bentuk salap atau krim. Preparat ini karena tidak efektif terhadap
stadium telur, maka penggunanya tidak boleh kurang dari 3 hari.
Kekurangannya yang lain ialah berbau dan mengotori pakain dan
kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur
kurang dari 2 tahun.
2. Emulsi benzyl-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium,
diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh,
sering member iriasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
3. Gama benzena heksa klorida (gameksan) kadarnya 1% dalam krim
atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua
stadium, mudah digunakan, dan jarang member iritasi. Obat ini tidak
dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan wanita hamil, karena
toksik terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cukup sekali,
kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian.
4. Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,
mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan antigatal; harus
dijauhkan dari mata, mulut dan uretra.
5. Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik disbanding
gameksan, efektivitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus
setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak
dianjurkan pada bayi di bawah umur 2 bulan.
2. Higienitas perorangan dan lingkungan
3. Edukasi dan penyuluhan kesehatan masyarakat
10

2.2. Kerangka Konsep

2.3. Definisi Operasional


2.3.1. Variabel Independent
1. Higiene personal
Meliputi frekuensi mandi, sabun dan handuk yang dipergunakan,
cuci tangan setelah kegiatan, dan mencuci pakaian. Pengamatan penelitian
dilakukan dengan melihat pola higiene dari masing-masing personal yang
mempengaruhi timbulnya penyakit kulit skabies.
2. Sanitasi lingkungan
Terdiri dari penyediaan air bersih, ketersediaan jamban,
pengelolaan sampah, system pembuangan air limbah, sanitasi dan
kepadatan pemondokan, sanitasi ruang belajar dan sanitasi masjid Ponpes.
Dalam hal ini akan dilakukan dengan melihat sanitasi lingkungan pondok.
Sehingga dapat dinilai pengaruh kebersihan terhadap timbulnya penyakit
kulit skabies.
11

3. Perilaku santri
Mencakup pengetahuan, sikap dan praktek yang mencegah
penularan penyakit scabies yang akan dilakukan dengan menilai
pengetahuan, sikap dan praktek siswa untuk mencegah penyakit skabies.

2.3.2. Variabel Dependent


Prosentase atau prevalensi kejadian skabies.
12

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Desain penelitian ini berupa penelitian deskriptif analitik cross
sectional untuk mengetahui prevalensi skabies pada siswa Pondok Pesantren
Darul Mujahadah dan faktor-faktor yang mempengaruhi.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Darul Mujahadah
Kabupaten Tegal Provinsi Jawa Tengah pada bulan Oktober tahun 2009.

3.3. Populasi dan Sampel


Sampel adalah siswa Pondok Pesantren Darul Mujahadah sebagai
subyek penelitian yang dipilih secara acak dengan memenuhi kriteria inklusi
yang ditentukan.
Kriteria Inklusi
1. Seluruh siswa Pondok Pesantren Darul Mujahadah dan bersedia mengikuti
penelitian.
2. Siswa yang menunjukkan gejala klinis skabies atau memenuhi criteria
diagnosis skabies.

Kriteria Eksklusi
1. Siswa yang menunjukkan gejala-gejala klinis penyakit kulit lain.
2. Siswa dengan penyakit berat lainnya.

3.3.1. Teknik Pengambilan Sampel Penelitian


Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara simpel random
sampling (cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama
untuk diambil kepada setiap elemen populasi). Daftar nama seluruh siswa
13

Pondok Pesantren Darul Mujahadah dikumpulkan, selanjutnya dilakukan


pengambilan nama siswa-siswi secara acak. Subjek yang didapat dan
memenuhi kriteria inklusi pada hari dan tanggal yang telah ditentukan
dilakukan skrining serta mengisi kuesioner.
3.3.2. Besar Sampel
Jumlah sampel (n) = ((Zα)2 x p x (1-p))
d2
= ((1,96)2 x 0,27 x (0.73)
0,12
= 76 orang

Keterangan:
n : Besar sampel penelitian yang dibutuhkan
Za : Dengan menggunakan interval kepercayaan 95% = 1,96
d : absolut precission/ kesalahan maksimum yang masih ditolelir
= 0,1
P : prevalensi skabies yang diperkirakan = 27%

3.4. Cara Kerja Penelitian


Penelitian ini terdiri dari dua bagian, yaitu penelitian mengenai
prevalensi skabies dan faktor yang mempengaruhi terjadinya skabies.
Penelitian ini dimulai dengan menentukan subyek penelitian yang dipilih
secara simple random sampling sehingga didapat nama-nama siswa yang akan
dilakukan dalam penelitian. Langkah berikutnya adalah melakukan skrining
dengan observasi secara langsung dan selanjutnya menyebarkan kuesioner
pada siswa tersebut untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya skabies.
14

Pengisian Lembar Persetujuan (Informed


Consent) oleh Pimpinan Ponpes

Simple Random Sampling

Pendataan Subjek Penelitian

Skrining dengan melakukan Pemeriksaan


Fisik Tanda-Tanda Skabies

Mengisi Kuesioner

Pengolahan Data

3.5. Managemen Data


3.5.1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner (tentang
gejala & faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit skabies) oleh
responden dan dengan melakukan pemeriksaan fisik untuk memastikan
diagnosis oleh peneliti.
3.5.2. Analisa data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dimasukan ke dalam
program SPSS dan dilakukan analisa statistik non parametrik komparatif atau
asosiatif antar variabel dengan uji Mann – Whitney.
3.5.3. Etika Penelitian
Semua subjek penelitian akan diberikan penjelasan secara lisan dan
tertulis mengenai tujuan dan cara penelitian. Penelitian ini akan dijalankan
setelah mendapat persetujuan secara sukarela (informed consent) dari
responden. Subjek yang akan diteliti berhak menolak untuk tidak mengikuti
penelitian.
15

BAB 4
HASIL dan PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Subjek


Tabel 4.1. Sebaran Responden Secara Umum
Karakteristik Subjek Jumlah sampel (n = 76)
Klasifikasi Jumlah Persentase
Jenis Kelamin Laki-laki 42 orang 55,3 %
Perempuan 34 orang 44,7 %
Pendidikan MTs (SLTP) 64 orang 84,2 %
MA (SLTA) 12 0rang 15,8 %
Umur 11 tahun 11 orang 14,5 %
12 tahun 19 orang 25 %
13 tahun 14 orang 18,4 %
14 tahun 17 orang 22,4 %
15 tahun 9 orang 11,8 %
16 tahun 2 orang 2,6 %
17 tahun 2 orang 2,6 %
18 tahun 2 orang 2,6 %
Efloresensi Skabies Papula 27/47 57,4 %
(Dari 47 responden yang
mengalami skabies) Vesikula 17/47 36,2 %

Pustula 14/47 29,8 %


Krusta 10/47 21,3 %
Jumlah responden yang 29/76 38,16 %
tidak terkena scabies

Dari hasil tabel di atas didapatkan bahwa ;


1. Dari 76 responden yang diteliti didapatkan sebagian besar berjenis
kelamin laki-laki (55,3%).
2. Sebagian besar responden (84,2%) sekolah tingakat menengah (MTs) dan
sisanya sekolah di tingkat atas (MA).
3. Umur responden terbanyak adalah 12 tahun (25%).
4. Dari hasil pemeriksaan (efloresensi) terhadap santri yang mengalami
skabies, manifestasi klinis terbanyak berupa papul (57,4 %).
5. Jumlah responden yang tidak menunjukkan gejala skabies sebanyak
(38,16 %).
16

4.2. Data Subjek & Sampel


4.2.1. Prevalensi Skabies
Tabel 4.2 Prevalensi Skabies

Diagnosis Frekuensi Persentase


Skabies 47 61,8 %
Bukan Skabies 29 38,2 %
Jumlah 76 100 %

Gambar 4. Diagram Prevalensi Skabies

Pemeriksaan fisik kulit terhadap 76 orang santri Ponpes Darul


Mujahadah Kabupaten Tegal menunjukkan bahwa prevalensi penyakit
skabies adalah 47 santri (61,8%). Prevalensi ini lebih rendah jika
dibandingkan dengan prevalensi penyakit skabies di sebuah Ponpes di
Jakarta yang mencapai 78,70% atau di Ponpes Kabupaten Pasuruan Jawa
Timur sebesar 66,70% (Kuspriyanto, 2002). Dengan demikian tampak
bahwa penyakit skabies merupakan salah satu masalah kesehatan utama
yang perlu diperhatikan pada santri Ponpes. Walaupun tidak sampai
membahayakan jiwa, penyakit skabies perlu mendapatkan perhatian
karena tingkat penularannya yang tinggi serta dapat mengganggu
17

ketenangan pada waktu istirahat, terutama pada waktu tidur di malam hari.
(Handoko, 2007)

4.2.2. Higiene Perorang


Penilaian higiene perorang dalam penelitian ini meliputi antara lain
frekuensi mandi, memakai sabun, pakaian, handuk secara bergantian.

Tabel 4.3 Prosentase Higienitas Perorang Responden

Higienitas perorang Frekuensi Persentase Mean Median


Baik 35 46,1 %
Buruk 41 53,9 % 12,36 13
Jumlah 76 100 %

Keterangan :
 Dikatakan seseorang mempunyai personal hygiene yang baik
apabila memenuhi 4 kriteria pada definisi operasional di atas yaitu
mencakup frekuensi mandi 2 kali atau lebih dalam sehari serta
sama sekali tidak menggunakan sabun, pakaian maupun handuk
secara bersama-sama atau bergantian.
 Dikatakan buruk apabila tidak memenuhi syarat yang disebutkan
dalam kriteria personal hygiene yang baik.
Pada penelitian ini, keempat variabel ditransformasikan menjadi
variable personal hygiene, kemudian diperoleh nilai mean 12,36 dan median
13. hasil data responden yang angkanya di bawah 12 dimasukkan ke dalam
kategori higinitas perorang buruk, sedangkan hasil data responden yang
mempunyai nilai di atas 13 dimasukkan ke dalam kategori higinitas perorang
yang baik.
Dari tabel diatas didapatkan bahwa sekitar 46,1 % responden
mempunyai personal hygiene yang baik. Sedangkan, sekitar 53,9 % responden
mempunyai personal hygiene yang buruk.
18

Tabel 4.4 Prevalensi skabies dihubungkan dengan higienitas perorang


Higinitas perorang Total
Buruk Baik
Diagnosis Bukan skabies 11 (37,9 %) 18 (62,1 %) 29 (100%)
skabies Skabies
24 (51,1 %) 23 (48,9 %) 47 (100 %)
Total 35 (46 %) 41 (53,9 %) 76 (100 %)

Gambar 5. Hubungan Higienitas Perorang dengan Kejadian Skabies

Dari hasil data di atas, penderita skabies dengan tingkat higiene


perorang buruk didapatkan 24 responden (51,1%), sedangkan penderita
skabies dengan tingkat higiene perorang baik didapatkan 23 responden
(48,9%). Dari kelompok responden yang tergolong higiene perorangnya baik
terkena skabies sebanyak 23/41 (56,10%) dibandingkan yang tidak terkena
skabies sebanyak 18/41 (43,90%). Hal tersebut dapat terjadi karena seseorang
yang sudah memiliki higienitas baik tetapi tidak ditunjang dengan perilaku
yang baik juga guna menghindari risiko penularan skabies, seperti sering
kontak dengan penderita skabies, tidur bersama dan berhimpitan dengan
penderita skabies.
19

Pada kelompok responden yang higienitas perorangnya buruk, 24/35


(68,57%) lebih banyak terkena skabies dibandingkan dengan yang bukan
skebies 11/35 (31,43%)
Higienitas perorang sangat berperan sebagai faktor risiko gejala serta
penularan skabies. Hal ini dinyatakan oleh Handoko bahwa salah satu faktor
yang mendukung perkembangan penyakit kulit skabies adalah higienitas
perorang yang buruk.(Handoko, 2007). Hal tersebut terbukti dari hasil
penelitian ini ditemukan bahwa responden yang memiliki higienitas perorang
yang buruk lebih besar terkena gejala-gejala penyakit skabies dibandingkan
dengan responden yang memiliki higienitas perorang yang baik.

4.2.3. Sanitasi Lingkungan Ponpes


Sanitasi lingkungan Ponpes yang diteliti meliputi parameter
sanitasi kamar tidur (asrama) dan sanitasi kamar mandi.
Tabel 4.5 Gambaran sanitasi lingkungan

Sanitasi Lingkungan Frekuensi Persentase


Baik 34 29,3 %
Buruk 42 36,2 %
Jumlah 76 65,5 %
Missing system 34,5 %

Dari tabel di atas didapatkan bahwa yang tergolong dalam


kelompok sanitasi baik sebesar 29,3% dan yang tergolong dalam sanitasi
buruk sebesar 36,2 %.
Penyediaan air bersih merupakan kunci utama sanitasi kamar
mandi yang berperan terhadap penularan penyakit skabies pada para
santri Ponpes, karena penyakit Skabies merupakan penyakit yang berbasis
pada persyaratan air bersih (water washed disease) yang dipergunakan
untuk membasuh anggota badan sewaktu mandi (Azwar, 1995).
Kebutuhan air bersih untuk mandi, mencuci dan kebutuhan kakus Ponpes
berasal dari sumur yang menggunakan pompa air.
20

Terdapat perbedaan kebersihan antara kebersihan kamar mandi dan


kamar tidur (asrama) pada santri laki-laki dan santri wanita. Dimana
kamar mandi dan asrama wanita lebih bersih dibandingkan dengan kamar
mandi dan asrama laki-laki.

Tabel 4.6 Hubungan sanitasi lingkungan dengan skabies


Sanitasi Lingkungan Total
Buruk Baik
Diagnosis Bukan skabies 4 (13,8 %) 25 (86,2 %) 29 (100%)
scabies Skabies 38 (80,9 %) 9 (19,1 %) 47 (100 %)
Total 42 (55,3 %) 34 (44,7 %) 76 (100 %)

Gambar 6. Hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian skabies

Dari hasil data di atas, penderita skabies dengan tingkat sanitasi


yang buruk didapatkan 38 responden (80,9 %), sedangkan penderita
skabies dengan tingkat higiene perorang baik didapatkan 9 responden
(19,1%). Dari kelompok responden dengan sanitasi lingkungannya yang
baik terkena skabies sebanyak 9/34 (26,47%) dibandingkan yang tidak
terkena skabies sebanyak 25/34 (73,53%).
21

Pada kelompok responden dengan sanitasi lingkungannya buruk,


38/42 (90,48%) lebih banyak terkena skabies dibandingkan dengan yang
bukan skebies 4/42 (9,52%)
Sanitasi lingkungan sangat berperan sebagai faktor risiko gejala
serta penularan skabies. Menurut Handoko bahwa salah satu faktor yang
mendukung perkembangan penyakit kulit skabies adalah sanitasi
lingkungan yang buruk (Handoko, 2007). Sesuai dari hasil penelitian ini
ditemukan bahwa responden yang tinggal dengan sanitasi yang buruk
lebih besar risiko terkena penyakit skabies dibanding dengan responden
yang tinggal dengan sanitasi lingkungan yang baik.

4.2.4. Perilaku Sehat


Perilaku sehat diukur melalui tiga parameter yaitu pengetahuan,
sikap dan tindakan terhadap penyakit skabies. Perilaku yang tidak
mendukung tersebut diantaranya adalah sering memakai baju atau handuk
secara bergantian dengan teman, tidur bersama dan berhimpitan dalam
satu tempat tidur.

Tabel 4.7 Perbandingan perilaku sehat yang baik dan buruk


Perilaku sehat Frekuensi Persentase Mean Median

Perilaku sehat baik 35 46,1 %


Perilaku sehat buruk 41 53,9 % 21,59 22

Total 76 100 %

Keterangan :
 Dikatakan seseorang mempunyai perilaku sehat yang baik apabila
memenuhi kriteria higienitas perorang yang baik ditambah dengan
mengetahui cara penularan skabies, tidak kontak dengan penderita
skabies (misal berjabat tangan dan tidur bersama secara berhimpitan),
22

frekuensi menjemur 2-3 kali dalam sebulan serta lama menjemur yang
lebih dari 6 jam.
 Dikatakan buruk apabila tidak memenuhi syarat kriteria yang
disebutkan di atas.
Pada penelitian ini, keempat variabel ditransformasikan menjadi
variable “perilaku sehat”, kemudian diperoleh nilai mean 21,59 dan
median 22. Hasil data responden yang angkanya di bawah 21 dimasukkan
ke dalam kategori perilaku sehat buruk, sedangkan hasil data responden
yang mempunyai nilai di atas 22 dimasukkan ke dalam kategori seseorang
dengan perilaku sehat yang baik.
Dari tabel di atas didapatkan bahwa sebanyak 35 responden
(46,1%) mempunyai perilaku sehat yang baik, sedangkan sebanyak 41
responden (53,9%) mempunyai perilaku sehat yang buruk.

Tabel 4.8 Hubungan Perilaku Sehat dengan Kejadian Skabies


Perilaku Sehat Total
Buruk Baik
Diagnosis Bukan scabies 9 (31%) 20 (69%) 29 (100%)
scabies Skabies 26 (55,3%) 21 (44,7%) 47 (100%)
Total 35 (46,1%) 41 (53,9%) 76 (100%)
23

Gambar 7. Hubungan perilaku sehat dengan kejadian skabies

Dari tabel di atas, didapatkan bahwa responden dengan perilaku


sehat yang buruk terkena penyakit skabies sebanyak 26 responden
(55,3%), sedangkan responden dengan perilaku sehat yang baik terkena
penyakit skabies sebanyak 21 responden (44,7%).
Pada kelompok responden dengan perilaku sehat baik sebanyak
21/41 (51,22%) mengalami skabies, dan sebesar 20/41 (48,78%) termasuk
dalam golongan bukan skabies. Hasil ini tidak sesuai dengan teori, dimana
seharusnya seseorang yang mempunyai perilaku sehat baik akan semakin
terhindar dari penyakit skabies.
Pada kelompok responden dengan perilaku sehat buruk, sebanyak
26/35 (74,29%) mengalami skabies dan sekitar 9/35 (25,71%) termasuk
dalam golongan bukan skabies. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang
dengan perilaku sehat yang buruk akan lebih mudah terkena penyakit
skabies dibanding dengan seseorang yang mempunyai perilaku sehat yang
baik.
24

4.3. Analisa Statistik


4.3.1. Pengaruh higienitas perorang terhadap gejala skabies
Tabel 4.9 Uji normalitas
Tests of Normality
Personal higine yg sdh Kolmogorov-Smirnova
dikelompokkan Statistic Df Sig.
diagnosis scabies buruk .433 35 .000
baik .370 41 .000
a. Lilliefors Significance
Correction

Dari tebel diatas didapatkan nilai p = 0,000 yang menunjukkan


bahwa distribusi data tidak normal. Setelah ditransformasi didapatkan
nilai kemaknaan (p) sebesar 0,00. karena nilai p kurang dari 0,05 maka
diambil kesimpulan bahwa variable tran_PH mempunyai sebaran yang
tidak normal.
Karena sebaran data tidak normal, maka selanjutnya dilakukan uji
non parametrik menggunakan uji Mann-Whitney (untuk 2 kelompok tidak
berpasangan)

Tabel 4.10 Uji hipotesis


Test Statisticsa
diagnosis scabies
Mann-Whitney U 628.000
Wilcoxon W 1489.000
Z -1.108
Asymp. Sig. (2-tailed) p =.268
a. Grouping Variable: Personal higine yg sdh dikelompokkan

Hasil uji Mann Whitney diperoleh nilai angka p = 0,268. karena


nilai p > 0,05 dapat disimpulkan bahwa “tidak ada perbedaan bermakna
antara seseorang yang mempunyai higienitas perorang yang baik dengan
seseorang yang mempunyai higienitas perorang yang buruk terhadap
timbulnya penyakit skabies.
25

4.3.2. Pengaruh sanitasi lingkungan terhadap gejala skabies


Tabel 4.11 Uji normalitas

sanitasi yang sudah Kolmogorov-Smirnova


D dikelompokkan Statistic df Sig.

a
diagnosis scabies Buruk .530 42 .000
r Baik .458 34 .000
i a. Lilliefors Significance
Correction

Dari tabel diatas didapatkan nilai p = 0,000 yang menunjukkan


bahwa distribusi data tidak normal. Setelah ditransformasi didapatkan
nilai kemaknaan (p) sebesar 0,00. karena nilai p kurang dari 0,05 maka
diambil kesimpulan bahwa variable tran_sanitasi mempunyai sebaran
yang tidak normal.
Karena sebaran data tidak normal, maka selanjutnya dilakukan uji
Mann-Whitney.

Tabel 4.12 Uji Hipotesis (pengaruh sanitasi lingkungan terhadapa skabies)


Test Statisticsa
diagnosis scabies
Mann-Whitney U 257.000
Wilcoxon W 852.000
Z -5.674
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Grouping Variable: sanitasi yang sudah dikelompokkan

Hasil uji Mann Whitney diperoleh nilai angka p = 0,00. karena


nilai p < 0,05 dapat disimpulkan bahwa “terdapat perbedaan yang
bermakna antara seseorang yang hidup dengan sanitasi lingkungan yang
baik dengan seseorang yang hidup dengan sanitasi lingkungan yang buruk
terhadap timbulnya penyakit skabies”.
26

Selanjutnya dilakukan uji korelasi untuk mengetahui kekuatan


hubungan antara kedua variable tersebut.

Tabel 4.13 Uji Korelasi Sanitasi lingkungan dengan Skabies


Correlations
diagnosis sanitasi yang
skabies sudah
dikelompokkan
Spearman's diagnosis scabies Correlation 1.000 -.655**
rho Coefficient
Sig. (2-tailed) . .000
N 76 76
sanitasi yang Correlation -.655** 1.000
sudah Coefficient
dikelompokkan Sig. (2-tailed) .000 .
N 76 76
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Dari hasil tabel di atas, diperoleh nlai (p) 0,00 yang menunjukkan
bahwa korelasi antara tingkat kebersihan sanitasi lingkungan dengan
skabies adalah bermakna. Nilai korelasi Spearman (r) sebesar -0,655
menunjukkan bahwa arah korelasi negative yang berarti semakin rendah
sanitasi lingkungan maka semakin besar risiko terjadinya penyakit
skabies, dengan kekuatan korelasi yang kuat. Hal ini menunjukkan
sanitasi lingkungan merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi
terjadinya skabies dengan kekuatan korelasi yang kuat. Hasil penelitian ini
sama dengan hasil penemuan Isa (2005) yang menyatakan bahwa faktor
sanitasi lingkungan berperan terhadap tingginya prevalensi penyakit
scabies di kalangan santri Ponpes di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
27

4.3.3. Pengaruh perilaku sehat terhadap gejala skabies


Tabel 4.14 Uji normalitas

perilaku sehat yang Kolmogorov-Smirnova


sudah Statistic df Sig.
dikelompokkan

diagnosis scabies buruk .462 35 .000


baik .345 41 .000
a. Lilliefors
D Correction
Significance
a
Dari tabel diatas didapatkan nilai p = 0,000 yang menunjukkan bahwa
distribusi data tidak normal. Setelah ditransformasi didapatkan nilai
kemaknaan (p) sebesar 0,00. karena nilai p kurang dari 0,05 maka diambil
kesimpulan bahwa variable tran_PS mempunyai sebaran yang tidak
normal.
Karena sebaran data tidak normal, maka selanjutnya dilakukan uji
Mann-Whitney.

Tabel 4.15 Uji Hipotesis

Test Statisticsa
diagnosis scabies
Mann-Whitney U 552.000
Wilcoxon W 1413.000
Z -2.050
Asymp. Sig. (2-tailed) .040
a. Grouping Variable: perilaku sehat
yang sudah dikelompokkan

Hasil uji Mann Whitney diperoleh nilai angka significancy 0,04.


karena nilai p < 0,05 dapat disimpulkan bahwa “terdapat perbedaan yang
bermakna antara seseorang yang mempunyai perilaku sehat yang baik
dengan seseorang yang mempunyai perilaku sehat yang buruk terhadap
timbulnya penyakit skabies.
28

Selanjutnya dilakukan uji korelasi untuk mengetahui kekuatan


hubungan antara kedua variable tersebut.
Tabel 4.16 Uji Korelasi

Correlations
D diagnosis perilaku sehat
skabies yang sudah
a dikelompokkan
Spearma diagnosis scabies Correlation 1.000 -.237*
n's rho Coefficient
Sig. (2-tailed) . .040
N 76 76
perilaku sehat yang Correlation -.237* 1.000
sudah Coefficient
dikelompokkan Sig. (2-tailed) .040 .
N 76 76
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Dari hasil tabel di atas, diperoleh nlai (p) 0,04 yang menunjukkan
bahwa korelasi antara tingkat perilaku sehat dengan skabies adalah
bermakna. Nilai korelasi Spearman (r) sebesar -0,237 menunjukkan bahwa
arah korelasi negative yang berarti semakin buruk perilaku sehat
seseorang maka kemungkinan terkena penyakit scabies semakin besar,
dengan kekuatan korelasi yang lemah.
Hal ini berarti bahwa perilaku sehat merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya scabies dengan kekuatan korelasi yang lemah.
Pengaruhnya tidak terlalu signifikan atau bukan menjadi penyebab utama
terhadap timbulnya penyakit skabies.
29

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
1. Berdasarkan analisis data penelitian disimpulkan bahwa faktor sanitasi
lingkungan dan perilaku sehat yang berperan terhadap tingginya
prevalensi penyakit scabies di kalangan para santri Pondok Pesantren
Darul Mujahadah.
2. Higienitas perorangan tidak berpengaruh terhadap prevalensi kasus skabies
di Pondok Pesantren Darul Mujahadah Kabupaten Tegal.

5.2. Saran
1. Perlu dilakukan validasi data kuesioner & penentuan scoring kuesioner.
2. Pada pelaksanaan pengambilan data perlu dipikirkan kendala-kendala
yang mungkin akan ditemui di lapangan, sehingga dapat
mengantisipasi/menghindari terjadinya kesalahan dalam .data.
3. Penggunaan SPSS sebagai salah satu alat dalam menganalisa data banyak
memiliki keterbatasan-keterbatasan, sehingga memungkinkan terdapat
data yang missing value.
4. Untuk mendapatkan hasil yang baik, pengambilan data/sampel hendaknya
dilakukan berulang (repetitive sampel).
5. Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan data kurang baik, seperti salah
interpretasi dalam menjawab pertanyaan kuesioner, faktor-faktor yang
mempengaruhi missing value data, dsb
30

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1997. Sanitasi Pondok Pesantren di Jawa Timur . Surabaya: Dinas


Kesehatan Propinsi Jawa Timur.

Carruthers, R. 1978. Treatment of Skabies and Pediculosis. Medical Proggress 5 (12)


: 25-30.

Handoko, R. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.122-125.

http://www.cdc.gov/scabies/index.html/ diakses pada hari Kamis, 9 September 2009.

Kabulrachman. 1992. Pengaruh Lingkungan dan Pencemaran Terhadap Penyakit


Kulit. Majalah Kedokteran Indonesia 42 (5): 273-277.

Margono. S. 1998. Parasitologi Kedokteran. Edisi ketiga. Jakarta. : Balai Penerbit


FKUI. 264-265.

Partosoedjono, S . 2003 . Scabies dan kualitas sanitasi masyarakat. Kompas, Jum'at,


05 September 2003 .

Poeranto, s et al . 1997 . Pengobatan dengan gamexan pada penderita scabiosis di


pondok pesantren Al Munawwariyyah Sudimoro, Malang. Majalah Kedokteran
Unibraw . 13(2) : 69 - 73 .

Sungkar, S. 1997. Skabies. Majalah Kedokteran Indonesia 47 (01) :33-42.

Tabri F. 2003. Skabies pada bayi dan anak. Dalam: Boediardja SA, Sugito TL,
Kurniati DD, editor. Infeksi kulit pada bayi dan anak. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI,.p.62-79.
31

LAMPIRAN

1. DAFTAR TABEL

Frequencies

Statistics
Personal higine yg sdh
dikelompokkan

N Valid 76

Missing 0
Percentiles 25 1.00
50 2.00
75 2.00

Personal higine yg sdh dikelompokkan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid buruk 35 46.1 46.1 46.1

baik 41 53.9 53.9 100.0

Total 76 100.0 100.0


32

Frequencies

Statistics
sanitasi yang sudah dikelompokkan

N Valid 76

Missing 40
Mean 1.4474
Median 1.0000
Mode 1.00
Std. Deviation .50053
Minimum 1.00
Maximum 2.00
Percentiles 25 1.0000
50 1.0000
75 2.0000

Sanitasi yang sudah dikelompokkan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid buruk 42 36.2 55.3 55.3

Baik 34 29.3 44.7 100.0

Total 76 65.5 100.0


Missing System 40 34.5
Total 116 100.0
33

Frequencies

Statistics
Perilaku sehat

N Valid 76

Missing 0
Mean 21.5921
Std. Error of Mean .33360
Median 22.0000
Mode 24.00
Std. Deviation 2.90828
Minimum 13.00
Maximum 27.00

Perilaku sehat yang sudah dikelompokkan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid buruk 35 46.1 46.1 46.1

baik 41 53.9 53.9 100.0

Total 76 100.0 100.0


34

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

diagnosis skabies * Personal


higine yg sdh 76 100.0% 0 .0% 76 100.0%
dikelompokkan

Diagnosis skabies * Personal higine yg sdh dikelompokkan Crosstabulation

Personal higine yg sdh


dikelompokkan

buruk baik Total

diagnosis bukan skabies Count 11 18 29


skabies % within diagnosis
37.9% 62.1% 100.0%
skabies

Scabies Count 24 23 47

% within diagnosis
51.1% 48.9% 100.0%
skabies

Total Count 35 41 76
% within diagnosis
46.1% 53.9% 100.0%
skabies
35

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

diagnosis skabies * sanitasi


76 65.5% 40 34.5% 116 100.0%
yang sudah dikelompokkan

Diagnosis skabies * sanitasi yang sudah dikelompokkan Crosstabulation

sanitasi yang sudah


dikelompokkan

buruk baik Total

diagnosis skabies bukan skabies Count 4 25 29

% within diagnosis
13.8% 86.2% 100.0%
skabies

skabies Count 38 9 47

% within diagnosis
80.9% 19.1% 100.0%
skabies
Total Count 42 34 76

% within diagnosis
55.3% 44.7% 100.0%
skabies
36

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

diagnosis skabies * Perilaku


76 65.5% 40 34.5% 116 100.0%
yang sudah dikelompokkan

Diagnosis skabies * Perilaku yang sudah dikelompokkan Crosstabulation

Perilaku yang sudah


dikelompokkan

Perilaku buruk Perilaku baik Total

diagnosis skabies bukan skabies Count 9 20 29

% within
diagnosis 31.0% 69.0% 100.0%
skabies

skabies Count 26 21 47

% within
diagnosis 55.3% 44.7% 100.0%
skabies
Total Count 35 41 76

% within
diagnosis 46.1% 53.9% 100.0%
skabies
37

2. FOTO

Gb.1 Papul milier pada jari-jari tangan dan lipatan jari.

Gb.2 Pustule pada interdigiti 1 dekstra.


38

Gb.3 Papul, vesikel dan pustule serta krusta berwarna kehijauan

Gb.4 Pustule dan krusta di lipatan bokong Gb.5 Pustule di skrotum


39

Gb.6 Tempat mencuci pakaian siswa

Gb.7 Kamar mandi siswa


40

Gb.8 Toilet siswa Gb.9 Pompa Air

Gb.10 Tempat mencuci pakaian siswi


41

Gb.11 Asrama Laki-laki

Gb.12 Asrama wanita


42

3. KUISIONER
Kuisioner

Nama :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Hasil Pemeriksaan : Skabies / Normal (coret yang tidak perlu )
Sekolah :
Umur :
No. Telp :
Tanda tangan :

Petunjuk : pilihlah jawaban yang sesuai dengan memberi tanda silang


(x)!

1. Apakah anda merasakan gatal-gatal yang terutama dirasakan pada


malam hari?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah teman atau keluarga anda ada yang mengalami keluhan serupa
dengan anda?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah anda pernah berjabat tangan dengan orang lain yang
mengalami skabies (gudikan)?
a. Ya
b. Tidak
c. Jarang
d. Sering
43

4. Apakah anda pernah atau sering tidur bersama dengan teman atau
orang yang mengalami gudikan?
a. Ya
b. Tidak
c. Jarang
d. Sering
5. Apakah anda pernah memakai pakaian teman anda ?
a. Ya
b. Tidak
c. Jarang
d. Sering
6. Apakah anda pernah memakai handuk teman anda ?
a. Ya
b. Tidak
c. Jarang
d. Sering
7. Apakah anda pernah memakai sabun teman anda ?
a. Ya
b. Tidak
c. Jarang
d. Sering
8. Berapa kali anda mandi dalam sehari?
a. 1 kali
b. 2 kali
c. 3 kali

9. Berapa kali anda menjemur kasur dalam 1 bulan?


a. 1 kali
b. 2 kali
44

c. 3 kali
10. Berapa lama anda menjemur kasur?
a. < 6 jam
b. > 6 jam
11. Berasal dari manakah sumber penyediaan air di Pondok Pesantren?
a. Sumur
b. Kolam
c. Sungai
12. Apakah anda tahu bagaimana mencegah timbulnya penyakit skabies
(gudikan)?
a. Tahu
b. Tidak tahu
45

4. RIWAYAT HIDUP
RIWAYAT HIDUP

Nama : Yasin
Tempat, Tgl Lahir : Mekkah, 10 April 1987
Jenis Kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. Purwa no.1 RT 02 RW 09 Suradadi Tegal Jawa Tengah
Tlp/ Hp : 085640282785
Email : yasin_100487@yahoo.co.id/ yasin100487@gmail.com

Riwayat Pendidikan :
1. SDN 02 Suradadi Tegal (1993-1999)
2. MTs PP Modern Selamat Kendal (1999-2002)
3. SMAN 02 Pemalang (2002-2005)
4. S–1 Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2005-sekarang)

Anda mungkin juga menyukai