Anda di halaman 1dari 180

STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN DAN

MEKANISME KOPING DISMENORE PADA


SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AN-NAHDLAH
PONDOK PETIR DEPOK
TAHUN 2016

Skripsi

Diajukan sebagai Tugas Akhir Strata-1 (S-1) pada Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Keperawatan (S.Kep)

Oleh :

NUR CITA QOMARIYAH

NIM : 1112104000041

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016 M/1437 H
ii
RIWAYAT HIDUP

Nama : Nur Cita Qomariyah

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, tanggal lahir : Gresik, 19 Mei 1994

Alamat : Jalan Semanggi II RT 04 RW 03 Cempaka Putih


Ciputat Timur

No. Hp : 089678186485

Pendidikan : S-1 Ilmu Keperawatan ( sekarang )

Agama : Islam

E-mail : Nurcitaqomariyah@ymail.com /
nurcita.nc@gmail.com

Riwayat pendidikan : MI Irsyadul Ummah Gresik

MTS Assa’adah II Bungah Gresik

MA Assa’adah Bungah Gresik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Program Studi Ilmu Keperawatan

Pengalaman Organisasi : Ketua PMR MA Assa’adah Bungah

Bendahara Umum IPPNU MA Assa’adah

Bendahara Umum CSS MORA UIN Jakarta

Wakil Ketua II CSS MoRA UIN Jakarta

Ketua Departemen Pendidikan dan Profesi PMII


KOMFAKKES 2015-sekarang

vi
Ketua Departemen Pendidikan dan Penelitian
HMPSIK 2015-sekarang

Ketua Departemen Kesehatan dan Lingkungan


Dewan Mahasiswa UIN Jakarta 2016

Prestasi :

Juara III Literature Review tentang Bahaya


Merokok FKIK Edu Fair UIN Jakarta 2014

Mahasiswa Berprestasi Fakultas Kedokteran dan


Ilmu Kesehatan 2015

Seminar, pelatihan dan aksi yang pernah diikuti :

1. Pelatihan Organisasi CSS MoRA “ Generasi Pembaharu Bangsa” tahun


2012
2. Pelatihan “School of Rescue” BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan tahun 2013
3. Studium General “Peran Perawat Komunitas dalam Comunity Based Care
Penyakit Kronik” Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2013
4. Seminar Nasional Keperawatan 2013 “NANDA, NIC, NOC : Concept,
Implementation and Innovation for Better Quality of Nursing Service in
Indonesia” tahun 2013
5. Peserta “Gerakan Aksi Damai Sukseskan Pengesahan RUU Keperawatan
di Gedung DPR RI” tahun 2013
6. Seminar Nasional “Kekerasan Seks Pada Anak dan Remaja, Peran Perawat
dan Keluarga” Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta 2014
7. Seminar Nasional “Reformasi Gerakan dalam Menjawab Tantangan
Global” PMII Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan tahun
2015

vii
8. Seminar Nasional “Peran Kepemimpinan Keperawatan dalam Perspektif
Islam di Era Kerja” Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2015
9. Pelatihan “UIN Health Collaborative” DEMA Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan tahun 2015

Perlombaan yang pernah diikuti :

1. Peserta Olimpiade Keperawatan BEM KMJK UNSOED


“Mengembangkan Kompetensi Mahasiswa Keperawatan Melalui
Kompetisi Berbasis Teori dan Praktik” tahun 2013
2. Peserta Ners Vaganza Wilayah III Ilmiki “Mengasah Profesionalitas
Perawat Melalui Kompetisi Kritis yang Sportif” Program Studi Ilmu
Keperawatan tahun 2014
3. Juara III Literature Review Bekarya di Hari Tanpa Rokok “Tobacco Effect
for People” BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan tahun 2014
4. Peserta Olimpiade Keperawatan BEM KMJK UNSOED “Meningkatkan
Jiwa Berkompetisi dan Berprestasi Mahasiswa Keperawatan Menuju
Kemajuan Profesi” tahun 2014
5. Juara I Mahasiswa Berprestasi Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan tahun 2015

viii
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Mei 2016

Nur Cita Qomariyah, NIM : 1112104000041


Studi Fenomenologi Pengalaman dan Mekanisme Koping Dismenore Pada
Santriwati Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir Depok

ABSTRAK

Dismenore adalah satu dari sekian banyak masalah ginekologi, yang


mempengaruhi sebagian besar perempuan dan menyebabkan ketidakmampuan
beraktivitas tiap bulannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi
pengalaman dan mekanisme koping dismenore pada santriwati di Pondok
Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir Depok. Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif dengan desain fenomenologi deskriptif yang dilakukan dengan
wawancara mendalam. Partisipan penelitian ini terdiri dari lima partisipan berusia
13-19 tahun yang pernah mengalami dismenore. Pemilihan partisipan penelitian
ini menggunakan teknik purposive sampling. Data didapatkan dari hasil rekaman
wawancara mendalam dan dianalisis dengan metode Colaizzi. Penelitian ini
mengindentifikasi enam tema, yaitu : 1) karakteristik nyeri yang dialami oleh
santriwati, 2) dampak dismenore dalam kehidupan sehari-hari santriwati, 3) upaya
santriwati dalam mengatasi dismenore, 4) dukungan yang diperoleh santriwati
saat mengalami dismenore, 5) antisipasi yang dilakukan santriwati terhadap
dismenore, 6) mitos-mitos dismenore yang dipercayai oleh santriwati. Penelitian
lebih lanjut juga dapat dilakukan untuk mengeksplorasi secara mendalam,
khususnya kepada perempuan yang mengalami dismenore dengan adanya riwayat
peradangan pelvis (dismenore sekunder), agar didapatkan data mengenai
pengalaman dan mekanisme koping dismenore yang lebih bervariasi dari pada
sebelumnya.
Kata kunci : Pengalaman, Mekanisme Koping, Dismenore, Santriwati
Daftar bacaan : 110 ( 1989-2016)

ix
SCHOOL OF NURSING
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY, JAKARTA

Undergraduate Thesis, May 2016

Nur Cita Qomariyah, NIM : 1112104000041

Phenomenological Research of Experiences and Coping Mechanism of


Dysmenorrhea on Female Students of An-Nahdlah Islamic Boarding School
Pondok Petir Depok

ABSTRACT

Dysmenorrhea is one of gynecology problems, which affect most females


and make them unable to do activities every month. This research aimed to
explore female students’ experiences and coping mechanism of dysmenorrhea on
female students of Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir, Depok. This
qualitative research was conducted in phenomenology design with the use of
depth interview. Participants of this research were five female students from 13 to
19 years old who had been experienced dysmenorrhea. Participant had been
choosen by purposive sampling. Data were obtained from recorded depth
interviews and were analyzed using Colaizzi method. This research identified six
themes, namely: 1) pain characteristics experienced by female students, 2)
dysmenorrhea’s impact in female students’ daily life, 3) female students’ effort to
overcome dysmenorrhea, 4) supports obtained by female students when
experiencing dysmenorrhea, 5) female students’ anticipations toward
dysmenorrhea, 6) Dysmenorrhea myths believed by female students. Further
research may also be taken to explore in depth, especially on women who
experience dysmenorrhea with a pelvic inflammatory (secondary dysmenorrhea)
history, in order to obtain more various data of experiences and coping
mechanism of dysmenorrhea than previous studies.

Keywords: Experience, Coping Mechanism, Dysmenorrhea, Female Students

References: 110 (1989-2016)

x
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan nikmat, rahmat, serta anugerahNya sehingga penulis dapat

menyelesaikan proposalskripsi dengan judul “Studi Fenomenologi Pengalaman

dan Mekanisme Koping Dismenore pada Santriwati Pondok Pesantresn An-

Nahdlah Pondok Petir Depok”. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir

perkuliahan dengan melakukan penelitian pada Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis banyak memperoleh pelajaran melalui penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan dan

keterbatasan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan, kritik dan saran

untuk tujuan perbaikan di masa yang akan datang. Penyelesaian skripsi ini juga

terselesaikan tidak lain karena bantuan dari berbagai pihak sehingga pda

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, S.KM., M.Kes, selaku dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Ibu Maulina Handayani, S.Kp., M.Sc. selaku ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

3. Ibu Puspita Palupi, S.Kep., M.Kep., Ns.Sp.Kep.Mat selaku Pembimbing I

yang telah membimbing dan memberikan motivasi.

4. Ibu Ratna Pelawati, S.Kep., M.Biomed selaku Pembimbing II yang telah

membimbing dan memberikan motivasi.

xi
5. Ibu Ns. Kustati Budi Lestari, M.Kep selaku Pembimbing Akademik yang

telah membimbing

6. Segenap Dosen Ilmu Keperawatan yang telah memberikan masukan dan

motivasi.

7. Segenap Staf bidang Akademik FKIK dan Program Studi Ilmu

Keperawatan

8. Kepada Kementrian Agama yang telah menyelenggarakan Program

Beasiswa Santri Berprestasi, sehingga penulis bisa melanjutkan studi di

UIN Jakarta

9. Ayah dan ibu, serta adikku tercinta yang selalu memberikan dukungan

tiada henti untuk tetap semangat mengerjakan skripsi ini, semoga kalian

selalu dalam lindungan Allah SWT

10. Teman-teman keperawatan 2012, dan sahabat yang telah berjuang

bersama-sama dalam perkuliahan di keperawatan

11. Teman-teman CSS MoRA UIN Jakarta, Pergerakan Mahasiswa Islam

Indonesia Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (PMII

KOMFAKKES), Ikatan Mahasiswa Gresik, tim I Care Indonesia yang

telah memberikan dukungan dan semangat dalam pengerjaan proposal

skripsi ini.

12. Kepada Ustadz Miftah selaku Pembina Pondok Pesantren An-Nahdlah

Pondok Petir Depok yang telah memberikan izin dalam melakukan

penelitian ini.

13. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang

telah banyak membantu.

xii
Penulis berdoa semoga semua kebaikan yang telah diberikan

mendapat balasan dari Allah SWT Aamiiin. Penulis berharap laporan ini

dapat bermanfaat dan menambah wawasan pembaca pada umumnya.

Ciputat, 06 Mei 2016

Penulis

xiii
DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii


LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................iv
LEMBAR PERNYATAAN....................................................................................v

RIWAYAT HIDUP ................................................................................................ vi


ABSTRAK ............................................................................................................. ix
ABSTRACT ............................................................................................................ x
KATA PENGANTAR ........................................................................................... xi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiv
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvi
DAFTAR BAGAN ............................................................................................. xvii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xviii
DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xx
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................... 8

C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 9

D. Manfaat Penelitian ................................................................. 10

E. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................... 11

BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................... 12


A. Pengalaman ............................................................................ 12

B. Mekanisme Koping ................................................................ 14

C. Remaja.................................................................................... 19

xiv
D. Menstruasi .............................................................................. 30

E. Dismenore .............................................................................. 34

F. Kerangka Teori ....................................................................... 48

BAB III KERANGKA KONSEP ......................................................................... 49


A. Kerangka Konsep ................................................................... 49

B. Definisi Istilah ........................................................................ 50

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 51


A. Desain Penelitian ................................................................... 51

B. Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................. 51

C. Partisipan Penelitian ............................................................... 52

D. Instrumen Penelitian .............................................................. 52

E. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 53

F. Keabsahan Data ...................................................................... 54

G. Teknik Analisis Data.............................................................. 56

H. Etika Penelitian ...................................................................... 57

BAB V HASIL PENELITIAN ............................................................................. 58


BAB VI PEMBAHASAN ..................................................................................... 74
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 103
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 109

xv
DAFTAR TABEL

Nomer Tabel Halaman

2.1 Urutan Rata-Rata Perubahan Fisiologis pada Remaja 25-26

2.2 Derajat Nyeri pada Saat Menstruasi Berdasarkan Verbal 41-42

Multidimensional Scoring System

xvi
DAFTAR BAGAN

Nomer Tabel Halaman

2.1 Kerangka Teori 49

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Format Penjelasan Penelitian


Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan
Lampiran 3 : Pedoman Wawancara Singkat
Lampiran 4 : Permohonan Izin Studi Pendahuluan
Lampiran 5 : Permohonan Izin Penelitian dan Pengambilan Data
Lampiran 6 : Tabel Pengelompokan Data
Lampiran 7 : Analisa Tematik

xviii
DAFTAR SINGKATAN

WHO : World Health Organization


BKKKBN : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia
GnRH : Gonadotropin Releasing Hormone
LH : Lutineizing Hormone
FSH : Follicle Stimulating Hormone
IMT : Indeks Massa Tubuh
NSAIDs : Nonstreoidal Anti-Inflamatory Drugs
SAR : Sistem Aktivasi Retikular
BSR : Bulbar Synchronizing Region
CRH : Corticotropin Releasing Hormone
POMC : Proopiomelanokortin
MSH : Melanocyte Stimulating Hormone
NTS : Nukleus Traktus Solitarius
PVN : Nuklei Paraventrikular
NPY : Neuro Peptida Y
LARCs : Long-Acting Reversible Contraceptives

xix
DAFTAR GAMBAR

Nomer Tabel Halaman

2.1 Kontrol Hormon Saat Menstruasi 31

2.2 Korelasi antara Kadar Hormon dan Perubahan Siklik 34

Ovarium dan Uterus

xx
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Remaja atau adolescent adalah salah satu periode perkembangan,

dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju

masa dewasa (Potter & Perry, 2005). Potter & Perry (2005),

menggolongkan bahwa rentang usia remaja adalah 13-20 tahun, sedangkan

menurut WHO (2015), berkisar dari usia 10-19 tahun. Jumlah penduduk

Indonesia tahun 2010 menurut BKKBN (2011) sebesar 237,6 juta jiwa

dan 63,4 juta diantaranya adalah remaja. Jumlah remaja perempuan

berkisar 49,30 persen yaitu sebanyak 31.279.012 jiwa.

Masa remaja adalah suatu fenomena fisik yang berhubungan

dengan pubertas. Pubertas adalah suatu bagian yang penting pada masa

remaja dimana yang ditekankan adalah proses biologis yang pada akhirnya

mengarah pada kemampuan bereproduksi yang ditunjukkan dengan

adanya beberapa perubahan fisik (Narendra, dkk., 2010). Perubahan fisik

yang terjadi pada saat pubertas berlangsung dengan sangat cepat dan

berkelanjutan. Salah satu perubahan fisiologis utama yang terjadi pada

remaja yaitu terjadinya menstruasi. Remaja yang baru memasuki tahap

pubertas akan mengalami menstruasi untuk pertama kalinya yang disebut

menarche. Menarche adalah menstruasi pertama yang biasanya terjadi 2

tahun sejak munculnya perubahan pada masa pubertas. Ovulasi dan

1
2

menstruasi reguler mulai terjadi pada 6-14 bulan setelah menarche

(Hockenberry & Wilson, 2009 dalam Hasanah , 2010).

Keluhan remaja yang dialami saat menstruasi berupa dismenore.

Dismenore termasuk dalam salah satu masalah umum yang dialami oleh

sebagian besar remaja perempuan (Kumbhar, dkk., 2011). Prevalensi

kejadian dismenore dilaporkan pada remaja mencapai angka 20-45% (2

tahun pasca menarche) dan 80% (4–5 tahun pasca menarche). Prevalensi

kejadian dismenore pada remaja dilaporkan mencapai angka 60%-90%,

dimana dismenore ini akan berkurang seiring bertambahnya usia (Fritz &

Speroff, 2011). Angka kejadian dismenore pada siswi sekolah menengah

atas di Australia mencapai 93% (Parker, dkk., 2010 dalam Ju, dkk., 2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Sinha (2015) pada mahasiswi Universitas

Banaras Hindu di India menemukan bahwa angka kejadian dismenore

mencapai 63,6% dari 198 responden. Hasil penelitian Pusat Informasi dan

Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) di Indonesia tahun

2009 angka kejadian dismenore terdiri dari 72,89% dismenore primer dan

27,11% dismenore sekunder dan angka kejadian dismenore berkisar 45-

95% dikalangan perempuan usia produktif (Proverawati & Misaroh, 2009

dalam Rahkma, 2012).

Dismenore adalah satu dari sekian banyak masalah ginekologi,

yang mempengaruhi lebih dari 50% perempuan dan menyebabkan

ketidakmampuan beraktivitas selama 1-3 hari tiap bulan pada perempuan

tersebut (Suhartatik, 2003 dalam Kurniawati dan Kusumawati 2011).

Lentz dkk (2012) dalam bukunya menjelaskan bahwa dismenore ini


3

biasanya terjadi pada perempuan yang berusia ≤ 20 tahun. Lestari (2013)

dalam jurnalnya menjelaskan bahwa perempuan yang semakin tua lebih

sering mengalami menstruasi dimana akan mengakibatkan perubahan

anatomis leher rahim yang asalnya sempit menjadi bertambah lebar,

sehingga sensasi nyeri haid akan berkurang.

Penyebab dismenore adalah peningkatan kadar prostaglandin

akibat penurunan kadar esterogen saat menstruasi. Kondisi psikologis

(stres) juga menjadi salah satu penyebab timbulnya dismenore

(Purwaningsih & Fatmawati, 2010). Seorang remaja rentan mengalami

stres, dikarenakan masa remaja adalah masa pergolakan yang diisi dengan

konflik dan mood yang belum stabil (Polinggapo, 2013). Remaja yang

tinggal terpisah dengan orang tua ataupun tinggal di asrama atau pondok,

beresiko mengalami stres. Wannebo dan Wichstrom menemukan bahwa

stres ini lebih cenderung terjadi pada siswi atau santriwati (Niknami., dkk.

2011 dalam Alphen, 2014).

Penelitian yang dilakukan Prihatama dkk (2013) menunjukkan

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara stres dan dismenore pada

siswi SMA Negeri 2 Ngawi, dimana hal ini dibuktikan dengan

didapatkannya nilai p sebesar 0,002 (interval kepercayaan 95%).

Berdasarkan pendapat dari Wanebo dan Wichstrom yang dikorelasikan

dengan penelitian Prihatama dkk, dengan adanya stres tersebut,

kemungkinan besar, santriwati akan mudah mengalami dismenore.

Dismenore yang mereka alami ini akan berdampak pada kegiatan mereka

sehari-hari baik di sekolah ataupun di lingkungan pondok itu sendiri.


4

Dismenore ini dibagi menjadi dua tipe yaitu dismenore primer dan

dismenore sekunder. Dismenore primer adalah nyeri pada saat menstruasi

tanpa adanya kelainan patologis pelvis yang dimulai dari 6-24 bulan

setelah menarche (Klossner, 2006). Dismenore sekunder itu sendiri

dideskripsikan sebagai nyeri menstruasi yang diakibatkan oleh adanya

kelainan patologis seperti adanya lesi pada rahim dan ovum, yang

biasanya terjadi beberapa tahun setelah menarche (Farotimi, 2015).

Gejala utama dismenore adalah nyeri yang dimulai saat awitan

menstruasi. Nyeri dapat tajam, tumpul, siklik, atau menetap dan dapat

berlangsung beberapa jam sampai 1 hari. Gejala-gejala sistemik yang

menyertai berupa mual, diare, sakit kepala, dan perubahan emosional

(Price, 2012). Faktor resiko timbulnya dismenore bermacam-macam mulai

dari menarche dini, belum pernah melahirkan anak, periode menstruasi

yang lama, status gizi, merokok, kebiasaan olahraga dan stress

(Poverawati, 2009 dalam Purwanti, dkk., 2014).

Dismenore ini jika tidak ditangani dapat menimbulkan dampak

bagi kegiatan atau aktivitas para perempuan khususnya remaja, dimana

dismenore membuat perempuan tidak bisa beraktivitas secara normal dan

memerlukan resep obat. Keadaan tersebut menyebabkan menurunnya

kualitas hidup, sebagai contoh siswi yang mengalami dismenore tidak

dapat berkonsentrasi dalam belajar dan motivasi belajar menurun karena

nyeri yang dirasakan (Prawirohardjo, 2005 ; Purwanti, dkk., 2014).

Penelitian terkait dismenore mempengaruhi aktivitas remaja juga

dilakukan oleh Kurniawati dan Kusumawati di SMK Batik Surakarta


5

tahun 2011 menyatakan bahwa siswi yang memiliki skor dismenore < 6

(ringan) mengalami penurunan aktivitas sebesar 79,4%. Siswi yang

mempunyai skor dismenore ≥ 6 (berat) mengalami penurunan aktivitas

sebesar 96,2%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dismenore berpengaruh

terhadap aktivitas remaja.

Dismenore tidak hanya menyebabkan gangguan aktivitas tetapi

juga memberi dampak yang menyeluruh, mulai dari segi fisik, psikologis,

sosial dan ekonomi terhadap perempuan di seluruh dunia (Iswari, 2014).

Dampak psikologis dari dismenore dapat berupa konflik emosional,

ketegangan dan kegelisahan. Hal tersebut dapat menimbulkan perasaan

yang tidak nyaman dan asing (Trisianah, 2011 dalam Iswari , 2014).

Studi mengenai pengalaman dismenore dilakukan oleh Aziato dkk

di Ghana pada tahun 2014, didapatkan bahwa dismenore berhubungan

dengan beberapa gejala yaitu diare, pusing dan mual. Nyeri dimulai satu

minggu sebelum sampai satu hari saat menstruasi. Beberapa efek

dismenore yaitu intoleransi aktivitas, perubahan psikologis dan interaksi

sosial, perubahan pola tidur, peningkatan angka ketidakhadiran,

menurunnya perhatian, perubahan identitas diri dan adanya suatu

keyakinan bahwa seseorang yang mengalami dismenore tidak akan bisa

mendapatkan keturunan.

Ogunfowokan dan Babatunde (2010) dalam penelitiannya pada

remaja Nigeria menyatakan bahwa dari 64 partisipan yang ada, 23

partisipan lebih memilih untuk tidur agar nyeri dismenore yang dialami

berkurang. Sedangkan untuk 10 partisipan memilih untuk meminum air


6

hangat dan menggunakan koyo (hot pap), 8 partisipan melakukan aktivitas

fisik, 8 partisipan meminum perasan air jeruk, 6 partisipan mengkonsumsi

air garam, 4 partisipan mengkonsumsi perasan jeruk yang dicampur

dengan alkohol, 3 partisipan mengkonsumsi air suci (holy water) dan 2

partisipan lainnya mengkonsumsi minuman bersoda. Penelitian lain

tentang penanganan nyeri dismenore juga dilakukan oleh Yuniarti, Rejo

dan Handayani (2012), menunjukkan hasil bahwa 67 orang (88,2%) dari

76 partisipan, telah melakukan penanganan dismenore secara

komplementer. Perilaku penanganan tersebut berupa pemberian kompres

hangat, olahraga teratur, istirahat, mengkonsumsi makanan bergizi dan

pengkonsumsian obat analgetik.

Individu akan melakukan mekanisme koping untuk menghadapi

perubahan dari dampak yang diterima. Individu tersebut tersebut akan

beradaptasi dengan perubahan yang terjadi jika mekanisme koping yang

dilakukan berhasil (Carlson, 1994 dalam Nursalam dan Kurniawati, 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Lestari dkk (2010) menunjukkan bahwa

hampir 41,2% hanya membiarkan saja rasa dismenore tersebut, sedangkan

40,2% dari responden melakukan pijat dan minum air hangat untuk

mengurangi dismenore, 13,1% mengkonsumsi obat-obatan dan 5,5%

sisanya melakukan pengobatan ke dokter.

Aziato dkk juga melakukan penelitian yang serupa pada tahun

2015 di Ghana, namun dengan poin yang berbeda yaitu mengenai

penanganan dismenore dan mekanisme koping yang digunakan saat

dismenore. Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa partisipan


7

menggunakan pengobatan herbal, kompres panas, olahraga dan

mengkonsumsi makanan yang bergizi untuk mengurangi nyeri dismenore

yang ia rasakan. Mekanisme koping yang mereka gunakan yaitu dengan

merencanakan aktivitas-aktivitas sebelum nyeri itu terjadi, menanamkan

mindset bahwa nyeri dapat ditangani dan mencari dukungan sosial serta

spiritual.

Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti kepada 10 santriwati

Pondok Pesantren An-Nahdlah yang pernah mengalami dismenore

didapatkan 8 dari 10 partisipan mengatakan bahwa dismenore adalah hal

yang sudah biasa terjadi setiap bulannya, sedangkan 2 sisanya

menganggap bahwa dismenore ini sesuatu yang sangat menyakitkan. 10

partisipan menceritakan bahwa dismenore yang mereka alami

mengganggu aktivitas sehari-hari, 5 partisipan diantaranya pernah izin

tidak masuk sekolah dan kegiatan sholawatan di pondok akibat dismenore

dan 5 orang yang lainnya mengalami intoleransi aktivitas (malas

melakukan kegiatan dan cenderung ingin beristirahat saja) akibat

dismenore. Penanganan dismenore yang santriwati lakukan hampir semua

partisipan mengatakan bahwa penanganan yang dilakukan yaitu dengan

istirahat, kompres air hangat dan penggunaan minyak kayu putih, namun 3

diantaranya pernah melakukan pengobatan ke dokter pada saat dismenore.

Hampir seluruh partisipan tidak melakukan pencegahan dismenore.

Pengalaman dismenore yang dialami masing-masing remaja pun

berbeda, karena nyeri merupakan perasaan subjektif yang kadang-kadang

sulit dicari gejala objektifnya (Suyono, 2001 dalam Hartati, dkk., 2012).

Eksplorasi pengalaman perlu dilakukan karena pengalaman ini dapat


8

dijadikan sebagai tolak ukur atau pedoman remaja dalam melakukan

aktivitas dan merespon segala sesuatunya di masa yang akan datang

(Darmawan, 2013). Eksplorasi mekanisme koping juga perlu dilakukan

mengingat koping ini adalah cara seseorang untuk beradaptasi dengan

perubahan yang diterima, jika koping yang dilakukan tidak berhasil, maka

dismenore ini akan mengakibatkan dampak yang signifikan dalam

kehidupan sehari-hari seorang remaja.

Penelitian mengenai pengalaman dan mekanisme koping

dismenore di luar negeri sudah cukup banyak dilakukan akan tetapi

penelitian yang mengeksplor tentang pengalaman dan mekanisme koping

di Indonesia masih belum banyak dilakukan. Berdasarkan latar belakang

masalah di atas, peneliti tertarik ingin mengeksplorasi lebih dalam

mengenai pengalaman dan mekanisme koping dismenore pada remaja

khususnya santriwati di Pondok Pesantren An-Nahdlah Depok.

B. Rumusan Masalah

Dismenore adalah satu dari sekian banyak masalah ginekologi,

yang menyebabkan ketidakmampuan beraktivitas selama beberapa hari

dalam setiap bulan pada seorang perempuan, dimana prevalensi kejadian

dismenore pada remaja dilaporkan mencapai angka 60%-90%, yang

nantinya dismenore ini akan berkurang seiring bertambahnya usia.

Dismenore terjadi disebabkan oleh peningkatan kadar prostaglandin akibat

penurunan kadar esterogen saat menstruasi dan kondisi psikologis.

Dismenore ini jika tidak ditangani dengan tepat, maka akan berdampak
9

pada kehidupan sehari-hari baik dari segi fisik, psikologis, dan lingkungan

sosial.

Pengalaman dismenore yang dialami masing-masing remaja pun

berbeda, karena nyeri merupakan perasaan subjektif yang kadang-kadang

sulit dicari gejala objektifnya (Suyono, 2001 dalam Hartati, dkk., 2012).

Eksplorasi pengalaman perlu dilakukan karena pengalaman ini dapat

dijadikan sebagai tolak ukur atau pedoman remaja dalam melakukan

aktivitas dan merespon segala sesuatunya di masa yang akan datang

(Darmawan, 2013). Eksplorasi mekanisme koping juga perlu dilakukan

mengingat koping adalah cara seseorang untuk beradaptasi dengan

perubahan yang diterima, jika koping yang dilakukan tidak berhasil, maka

dismenore ini akan mengakibatkan dampak yang signifikan dalam

kehidupan sehari-hari seorang remaja.

Penelitian mengenai pengalaman dan mekanisme koping

dismenore di luar negeri sudah cukup banyak dilakukan akan tetapi

penelitian yang mengeksplor tentang pengalaman dan mekanisme koping

di Indonesia masih belum banyak dilakukan. Berdasarkan latar belakang

masalah di atas, peneliti tertarik ingin mengeksplorasi lebih dalam

mengenai pengalaman dan mekanisme koping dismenore pada remaja

khususnya santriwati di Pondok Pesantren An-Nahdlah Depok.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman dan mekanisme

koping dismenore pada santriwati Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok

Petir Depok.
10

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

a. Penelitian ini bermanfaat menjadi data dasar bagi peneliti

selanjutnya dalam mengembangkan dan memperkaya penelitian

selanjutnya tentang pengalaman dan mekanisme koping dismenore

pada santriwati.

b. Memberikan informasi mengenai pengalaman dan mekanisme

koping dismenore pada santriwati.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi peneliti

Penelitian ini untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti

mengenai penelitian kualitatif, seluk beluk serta prosesnya,

khususnya yang berkaitan dengan pengalaman dan mekanisme

koping dismenore pada santriwati.

b. Bagi institusi pendidikan keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan

literatur untuk menambah wawasan pendidik dan peserta didik,

serta dapat menjadi data dasar dalam peningkatan ilmu

keperawatan dalam hal mengkaji, mengidentifikasi dan

mengeksplorasi pengalaman dan mekanisme koping dismenore

pada santriwati ataupun remaja.

c. Bagi pelayanan kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan

tenaga kesehatan tentang pengalaman dan mekanisme koping

dismenore pada santriwati sehingga dapat meningkatkan upaya


11

promosi kesehatan dalam memberikan pendidikan mengenai

dismenore dan penanganannya pada remaja.

d. Bagi masyarakat

Memberikan informasi kepada perempuan, utamanya remaja

perempuan mengenai dismenore baik dari efek dismenore hingga

upaya penanganannya sehingga remaja perempuan dapat mampu

meminimalisir efek yang ditimbulkan oleh dismenore dengan

melakukan penanganan yang tepat.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan

menggunakan pendekatan fenomenologi deskriptif yang bertujuan untuk

memperoleh informasi mengenai pengalaman dan mekanisme koping

dismenore pada santriwati. Partisipan pada penelitian ini adalah santriwati

yang pernah mengalami dismenore yang berdomisili di Pondok Pesantren

An-Nahdlah Pondok Petir Depok. Pemilihan partisipan dalam penelitian

ini menggunakan tekhnik purposive sampling. Pengumpulan data

dilakukan pada bulan Februari-Maret 2016 dengan menggunakan teknik

wawancara mendalam.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengalaman

Pengalaman menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

(2015), diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasai,

ditanggung dan sebagainya). Pengalaman merupakan salah satu hasil yang

diperoleh manusia dari interaksinya dengan lingkungan, dimana memuat

beragam hal yang dapat dipelajari, salah satunya dalam mengetahui lebih

jauh mengenai pemahaman manusia itu sendiri. Penginderaan manusia

terhadap lingkungannya akan melahirkan pengalaman yang nantinya.

Pengalaman manusia ini telah banyak ditelaah oleh para pemikir

dan banyak teori-teori yang dicetuskan yang merujuk kepada fenomena

pengalaman ini dalam kehidupan manusia. Darmawan (2013) dalam

tulisannya yang berjudul Pengalaman, Usability, dan Antarmuka Grafis :

Sebuah Penelusuran Teoritis menjelaskan bahwa pengalaman bagi

manusia dipahami sebagai sebuah upaya untuk memahami diri atau

tubuhnya menuju sebuah perwujudan (embodiment). Perwujudan ini dalam

pengertian yang salah satunya adalah representasi atas eksistensi manusia,

yang mana masing-masing memiliki pengalaman yang berbeda dan unik

satu sama lain.

Pengalaman juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

pengetahuan seseorang. Semakin orang tersebut mempunyai banyak

pengalaman mengenai persoalan, lingkungan atau objek yang dihadapi, ia

12
13

akan semakin mengembangkan pemikiran dan pengetahuannya.

Pengetahuan juga termasuk salah satu domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (Efendi dan Makhfudli, 2009).

Pengalaman ini juga dijadikan sebagai tolak ukur manusia dalam

melakukan aktivitas dan merespon segala sesuatunya di masa yang akan

datang. Pengalaman disini tidak ubahnya seperti buku referensi yang

memuat segala jenis informasi yang dibutuhkan sebagai landasan bagi

manusia dalam mengambil sikap dan keputusan dalam setiap segmen

kehidupannya (Darmawan, 2013).

Pengalaman dismenore yang dialami masing-masing remaja pun

berbeda, karena nyeri merupakan perasaan subjektif yang kadang-kadang

sulit dicari gejala objektifnya (Suyono, 2001 dalam Hartati, dkk., 2012).

Penelitian ini mengeksplorasi tentang pengalaman dismenore pada

santriwati di Pondok Pesantren An-Nahdlah. Eksplorasi pengalaman

dismenore perlu dilakukan karena pengalaman ini dapat memberikan

informasi yang beragam mengenai dismenore, dimana informasi ini dapat

dijadikan tolak ukur remaja dalam mencegah dan menangani dismenore di

masa yang akan datang.

Studi yang dilakukan Aziato dkk di Ghana (2014), didapatkan

bahwa dismenore yang remaja alami berhubungan dengan beberapa gejala

yaitu diare, pusing, kepala dan mual. Nyeri yang dirasakan dimulai satu

minggu sebelum sampai satu hari saat menstruasi. Nyeri dismenore juga

menimbulkan beberapa efek diantaranya yaitu intoleransi aktivitas,

perubahan psikologis dan interaksi sosial, perubahan pola tidur,


14

peningkatan angka ketidakhadiran, menurunnya perhatian, perubahan

identitas diri dan adanya suatu keyakinan bahwa seseorang yang

mengalami dismenore tidak akan bisa mendapatkan keturunan.

B. Mekanisme Koping

Koping menurut Lazarus dan Folkman (1984) adalah sebuah upaya

perubahan kognitif dan perilaku secara konstan untuk mengelola tekanan

internal dan eksternal yang dianggap melebihi batas kemampuan individu.

Koping dapat dibagi dalam dua jenis yaitu koping berfokus pada masalah

dan koping berfokus pada emosi. Koping yang berfokus pada masalah

(Problem-Focused Coping) mencakup bertindak secara langsung untuk

mengatasi masalah atau mencari informasi yang relevan dengan beberapa

solusi yaitu konfrontasi atau usaha untuk mengubah situasi dan keadaan,

perencanaan masalah (mencari jalan keluar atau solusi dari masalah), dan

mencari dukungan sosial (Muthoharoh, 2010).

Koping yang berfokus pada masalah menilai stressor yang dihadapi

dan melakukan sesuatu untuk mengubah stressor atau memodifikasi reaksi

untuk meringankan efek dari stressor tersebut. Koping ini juga lebih

menekankan pada usaha untuk menyelesaikan masalah secara tuntas dan

menghentikan stressor. Koping yang berfokus pada masalah melibatkan

strategi untuk menghadapi secara langsung sumber stress, seperti mencari

informasi tentang penyakit dengan memepelajari sendiri atau melalui

konsultasi medis. Pencarian informasi membantu individu untuk tetap

bersikap optimis karena dengan pencarian informasi tersebut timbul


15

harapan akan mendapatkan informasi yang bermanfaat (Nevid, dkk., 2005

dalam Muthoharoh 2010).

Jenis dari Problem Focused koping dijelaskan dalam jurnal

Assesing Coping Strategies : A Theoritically Base Approach yang ditulis

Carver dkk (1989) yang terdiri dari :

a. Active Coping

Suatu proses pengambilan langkah-langkah aktif untuk mengatasi

stressor atau memperbaiki akibat-akibat yang telah ditimbulkan oleh

stress tersebut dengan cara melakukan suatu tindakan yang sifatnya

mengatasi stressor.

b. Planning

Perencanaan mengenai hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi

situasi yang menimbulkan stres.

c. Suppression of Competing Activities

Mengabaikan aktifitas lain dengan tujuan agar individu dapat

berkonsentrasi secara penuh dalam menghadapi suatu sumber stres.

d. Seeking social support

Usaha-usaha yang dilakukan individu untuk mendapatkan dukungan,

baik itu nasihat, bantuan atau informasi dari orang lain yang dapat

membantu individu dalam menyelesaikan masalah.

Koping berfokus pada emosi lebih menekankan pada pada

pengabaian stressor, mengatasi stressor secara sementara dan tidak dapat

menyelesaikan masalah (Naviska, 2012). Menurut Lazarus dan Folkman

(1984) beberapa poin yang biasanya digunakan pada koping berfokus pada

emosi yaitu penerimaan akan keadaan, memisahkan diri atau menjaga


16

jarak dengan sumber stressor, mengatur perasaan, adanya usaha untuk lari

dari masalah, dan mencoba menemukan hikmah dari masalah yang terjadi

(Muthoharoh, 2010).

Mekanisme koping sendiri adalah mekanisme yang digunakan

individu untuk menghadapi perubahan yang diterima. Apabila mekanisme

koping berhasil, maka orang tersebut akan beradaptasi dengan perubahan

yang terjadi. Mekanisme koping dipelajari sejak awal timbulnya stresor

sehingga individu tersebut menyadari dampak dari stresor tersebut.

Kemampuan koping individu tergantung dari temperamen, persepsi dan

kognisi serta latar belakang budaya atau norma tempatnya dibesarkan

(Carlson, 1994 dalam Nursalam dan Kurniawati, 2007). Mekanisme

koping terbentuk melalui proses belajar dan mengingat. Belajar yang

dimaksud adalah kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi) pada pengaruh

faktor internal dan eksternal (Nursalam, 2003 dalam Nursalam dan

Kurniawati, 2007).

Roy juga mengemukakan bahwa individu adalah makhluk

biopsikososial sebagai satu kesatuan yang memiliki mekanisme koping

untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Roy mendefinisikan

lingkungan sebagai semua yang ada di sekeliling kita dan berpengaruh

terhadap perkembangan manusia. Respon atau perilaku adaptasi seseorang

terhadap perubahan atau kemunduran, menurut teori Roy bergantung pada

stimulus yang masuk dan tingkat atau kemampuan adaptasi orang tersebut.

Tingkat adaptasi seseorang ditentukan oleh tiga hal yaitu input, kontrol

dan output (Asmadi, 2008).


17

Roy mengidentifikasikan input sebagai stimulus yang dapat

menimbulkan respon. Ada tiga kategori input yaitu fokal, kontekstual, dan

residual. Stimulus fokal adalah stimulus yang langsung berhadapan

dengan individu (stimulus internal), sedangkan stimulus kontekstual

adalah semua stimulus yang diterima oleh individu baik internal atau

eksternal yang mempengaruhi keadaan stimulus fokal yang dapat

diobservasi dan diukur. Stimulus residual adalah stimulus tambahan baik

dari internal dan eksternal, yang mempengaruhi stimulus fokal, namun

tidak dapat diobservasi dan diukur (Alligod, 2010).

Seseorang tidak akan mampu merespon stimulus yang ada tanpa

adanya kemampuan adaptasi. Roy mengkatagorikan kemampuan adaptasi

ini menjadi dua bagian yaitu mekanisme koping regulator dan kognator.

Mekanisme koping regulator merupakan respon sistem saraf, kimiawi dan

endokrin. Sedangkan mekanisme koping kognator berhubungan dengan

fungsi otak dalam memproses informasi (kognitif) dan emosi (Alligod,

2010). Aspek terakhir pada teori adaptasi Roy adalah output. Output dari

suatu sistem adaptasi adalah perilaku yang dapat diamati, diukur, atau

dapat dikemukakan secara subjektif. Output pada sistem ini dapat berupa

respon adaptif atau maladaptif (Asmadi, 2008).

Schwarzer dan Taubert (2002) mengidentifikasi empat jenis koping

yaitu reactive, anticipatory, preventive and proactive coping yang masing-

masing dibedakan oleh waktu di mana stres sasaran terjadi. Reactive

coping ini dapat didefinisikan sebagai upaya untuk menghadapi sesuatu

yang terjadi pada saat ini atau masa lampau. Reactive coping ini bisa

berupa koping yang berfokus pada masalah, berfokus pada emosi, dan
18

berfokus pada hubungan sosial. Anticipatory coping adalah suatu upaya

untuk menghadapi suatu stresor yang diprediksikan terjadi dalam waktu

dekat. Dimana, jika stresor tersebut tidak diatasi, ada kemungkinan di

kemudian hari, stresor tersebut dapat menimbulkan dampak pada

kehidupan sehari-hari. Preventive coping adalah upaya untuk menghadapi

suatu stresor yang dipediksikan terjadi dalam jangka waktu panjang.

Individu dalam preventive coping ini akan mempertimbangkan suatu

kondisi atau peristiwa yang akan terjadi di kemudian hari. Proactive

coping dapat dianggap sebagai usaha individu untuk membangun sumber-

sumber yang memfasilitasi seseorang dalam mencapai tujuan (challenging

goals) dan pertumbuhan personal (personal growth). Individu dalam

proactive coping ini memiliki sebuah visi. Mereka melihat resiko,

tuntutan, dan peluang di masa depan yang jauh, tetapi mereka tidak

menilai itu semua sebagai ancaman potensial, bahaya atau kerugian.

Sebaliknya mereka memandang situasi tersebut sebagai tantangan pribadi.

Koping ini menjadi manajemen pencapaian tujuan bukan manajemen

resiko (Schwarzer dan Taubert, 2002 dalam Schwarzer, 2013).

Dismenore merupakan salah satu proses fisiologis yang tidak

dapat dicegah dan dialami oleh perempuan saat menstruasi yang

menyebabkan berbagai dampak pada kehidupan sehari-hari. Individu akan

melakukan mekanisme pertahanan untuk mengatasi perubahan yang terjadi

saat dismenore. Individu tersebut akan beradaptasi dengan perubahan yang

terjadi jika mekanisme koping yang dilakukan berhasil (Carlson, 1994

dalam Nursalam dan Kurniawati, 2007).


19

Penelitian yang dilakukan Hartati dkk (2012) tentang mekanisme

koping dismenore menunjukkan bahwa partisipan memilih untuk istirahat,

distraksi, kompres hangat, minum air hangat, mandi air hangat, memakai

minyak kayu putih atau koyo, minum air putih, mengkonsumsi obat-

obatan serta jamu untuk mengurangi nyeri saat menstruasi. Penelitian yang

lain juga dilakukan oleh Aziato dkk (2015) mengenai managemen

penanganan dismenore dan mekanisme koping yang digunakan saat

dismenore menunjukkan hasil bahwa partisipan menggunakan pengobatan

herbal, kompres panas, olahraga dan mengkonsumsi makanan yang bergizi

untuk mengurangi nyeri dismenore yang ia rasakan. Mekanisme koping

yang mereka gunakan yaitu dengan merencanakan aktivitas-aktivitas

sebelum nyeri itu terjadi, menanamkan mindset bahwa nyeri dapat

ditangani dan mencari dukungan sosial serta spiritual.

C. Remaja

1. Pengertian

Remaja atau adolescent adalah periode perkembangan, di

mana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju

masa dewasa (Potter & Perry, 2005). Remaja juga diartikan sebagai

suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang

individu, dimana terjadi transisi dari anak ke dewasa yang ditandai

dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial.

Rentang usia remaja menurut Potter & Perry (2005) adalah 13-20

tahun, sedangkan menurut WHO (2015), rentang usia remaja yaitu

mulai dari usia 10-19 tahun.


20

2. Tahapan Remaja

Narendra dkk (2010) dalam bukunya Tumbuh Kembang

Anak dan Remaja menyebutkan bahwa masa remaja berlangsung

melalui 3 tahapan yang masing-masing ditandai dengan perubahan

bioologis, psikologis dan sosial, yaitu :

a. Remaja Awal (10-14 tahun)

Remaja awal adalah periode dimana masa anak telah

terlewati dan pubertas pun dimulai. Pada anak perempuan

biasanya terjadi antara umur 10-13 tahun sedangkan anak laki-

laki 10,5-15 tahun. Pada tahap ini mulai terjadi perubahan, baik

dari segi fisik, kognitif dan psikososial. Perubahan fisik yang

terjadi yaitu munculnya ciri-ciri seks primer dan sekunder

(Narendra, dkk, 2010). Remaja tahap awal hanya memiliki

pemahaman yang samar tentang dirinya dan tidak mampu

mengaitkan perilaku yang mereka lakukan dengan

konsekuensinya. Pada tahap ini juga remaja sudah mulai berfikir

konkret, tertarik dengan lawan jenis dan mengalami konflik

dengan orang tua (Bobak, 2005).

b. Remaja Menengah (15-16 tahun)

Remaja menengah ini bergumul dengan perasaan

tergantung berbanding dengan mandiri karena kawan-kawan

sebaya menggantikan posisi kedua orang tua. Masalah self

image (jati diri) juga cenderung muncul pada remaja yang

menganggap pubertas adalah sebuah masalah, dimana mereka


21

menganggap perubahan yang terjadi adalah suatu hal yang

memalukan (Narendra, dkk., 2010).

c. Remaja Akhir (17-20 tahun)

Remaja tahap akhir mampu memahami dirinya dengan

lebih baik dan dapat mengembangkan pemikiran abstrak

(Bobak, 2005). Hubungan dengan orang tua mulai stabil ke arah

tingkat interaksi yang lebih harmonis dan demokratis. Pergaulan

pada kelompok sebaya mulai mengarah kepada membina

keintiman dengan lawan jenis. Hubungan dengan teman menjadi

lebih santai, tidak terlalu takut dengan adanya perbedaan

diantara teman (Narendra, dkk., 2010).

3. Tugas Perkembangan Remaja

Menurut Soetjiningsih (2007) setiap tahap perkembangan akan

terdapat tantangan dan kesulitan-kesulitan yang membutuhkan suatu

keterampilan untuk mengatasinya. Pada masa remaja, mereka

dihadapkan kepada dua tugas utama, tugas yang pertama yaitu

mencapai kebebasan atau kemandirian dari orang tua. Pada masa

remaja sering terjadi adanya kesenjangan dan konflik antara remaja

dengan orang tuanya. Pada saat ini ikatan emosional menjadi

berkurang dan remaja sangat membutuhkan kebebasan emosional dari

orang tua, misalnya dalam hal memilih teman ataupun melakukan

aktifitas. Sifat remaja yang ingin memperoleh kebebasan emosional

dan sementara orang tua yang masih ingin mengawasi anaknya dapat

menimbulkan konflik diantara mereka.


22

Pandangan umum masyarakat yang menilai bahwa remaja

menggunakan konflik untuk mencapai otonomi dan kebebasan dari

orang tua tidak sepenuhnya benar. Terdapat suatu pendekatan yang

menarik tentang bagaimana remaja mencari kebebasan dan otonomi.

Otonomi adalah pengaturan diri atau self regulation sedangkan

kebebasan adalah suatu kemampuan untuk membuat keputusan dan

mengatur perilakunya sendiri. Melalui kedua proses tersebut, remaja

akan belajar untuk melakukan sesuatu dengan tepat. Mereka akan

mengevaluasi kembali aturan, nilai dan batasan-batasan yang telah

diperoleh dari keluarga maupun sekolah.

Remaja dalam perkembangannya menuju kedewasaan,

berangsur-angsur mengalami perubahan yang membutuhkan dua

kemampuan yaitu kebebasan dan ketergantungan secara bersama-

sama. Ketergantungan (interdependence) melibatkan komitmen-

komitmen dan ikatan antar pribadi yang mencirikan kondisi kehidupan

manusia. Remaja terus menerus mengembangkan kemampuan dalam

menggabungkan komitmen terhadap orang lain yang merupakan dasar

dari ketergantungan dan konsep dirinya yang merupakan dasar dari

kebebasan dan kemandirian.

Tugas kedua yang harus dilakukan remaja adalah membentuk

identitas untuk mencapai integritas dan kematangan pribadi. Proses

pembentukan identitas diri adalah merupakan proses yang panjang dan

kompleks yang membutuhkan kontinuitas dari masa lalu, sekarang

dan yang akan datang dari kehidupan individu dan hal ini akan

membentuk kerangka berpikir untuk mengorganisasikan dan


23

mengintegrasikan perilaku ke dalam berbagai bidang kehidupan.

Perubahan-perubahan yang diakibatkan terjadinya kematangan

seksual dan tuntutan-tuntutan psikososial menempatkan remaja pada

suatu keadaan yang disebut krisis identitas.

Krisis identitas adalah suatu tahap untuk membuat keputusan

terhadap permasalahan-permasalahan penting yang berkaitan tentang

pertanyaan identitas dirinya. Keadaan tersebut cukup kompleks,

karena melibatkan perkembangan beberapa aspek baik mental,

emosional dan sosial. Remaja harus menyelesaikan krisis identitasnya

dengan baik, jika tidak, maka dia akan mengalami kebingungan peran

dan jati diri.

4. Perubahan pada Masa Remaja

Masa remaja adalah suatu fenomena fisik yang berhubungan

dengan pubertas. Pubertas adalah suatu bagian yang penting pada

masa remaja dimana yang ditekankan adalah proses biologis yang

pada akhirnya mengarah pada kemampuan bereproduksi yang

ditunjukkan dengan adanya beberapa perubahan fisik (Narendra, dkk,

2010). Pubertas juga diartikan sebagai masa dimana seorang anak

mengalami perubahan fisik, psikis, dan pematangan fungsi seksual.

Masa pubertas dalam kehidupan kita biasanya dimulai saat berumur 8

hingga 10 tahun dan berakhir kurang lebih di usia 15 hingga 16 tahun.

Pada masa ini memang pertumbuhan dan perkembangan berlangsung

dengan cepat. Pada perempuan pubertas ditandai dengan menstruasi

pertama (menarche), sedangkan pada laki-laki ditandai dengan mimpi

basah (Ardhiyanti, dkk., 2015).


24

Pubertas terjadi sebagai akibat peningkatan sekresi

gonadotropin releasing hormone (GnRH) dari hipotalamus, diikuti

oleh sekuens perubahan sistem endokrin yang kompleks yang

melibatkan sistem umpan balik negatif dan positif. Selanjutnya,

sekuens ini akan diikuti dengan timbulnya tanda-tanda seks sekunder,

pacu tumbuh, dan kesiapan untuk reproduksi. GnRH disekresikan

dalam jumlah cukup banyak pada saat janin berusia 10 minggu,

mencapai kadar puncaknya pada usia gestasi 20 minggu dan kemudian

menurun pada saat akhir kehamilan (Kaplan, dkk, 1978 dalam

Batubara, 2010). Hal ini diperkirakan terjadi karena maturasi sistim

umpan balik hipotalamus karena peningkatan kadar estrogen perifer.

Pada saat lahir GnRH meningkat lagi secara periodik setelah

pengaruh estrogen dari plasenta hilang. Keadaan ini berlangsung

sampai usia 4 tahun ketika susunan saraf pusat menghambat sekresi

GnRH. Pubertas normal diawali oleh terjadinya aktivasi aksis

hipotalamus-hipofisis-gonad dengan peningkatan GnRH secara

menetap. Hormon GnRH kemudian akan berikatan dengan reseptor di

hipofisis sehingga sel-sel gonadotrop akan mengeluarkan luteneizing

hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH). Hal ini

terlihat dengan terdapatnya peningkatan sekresi LH 1-2 tahun

sebelum awitan pubertas. Sekresi LH yang pulsatil terus berlanjut

sampai awal pubertas (Kaplan, dkk, 1978 ; Brook, 1999 dalam

Batubara, 2010). Berikut dibawah ini perubahan-perubahan yang

terjadi pada saat remaja :


25

a. Perubahan pada fisik

1. Perubahan berat badan dan skelet

Meningkatnya tinggi dan berat badan biasanya terjadi

selama laju pertumbuhan pubertas. Laju pertumbuhan pada

perempuan umumnya mulai antara usia 8 dan 14 tahun.

Tinggi badan 5 sampai dengan 20 cm dan berat badan

meningkat 7 sampai 27,5 kg. Anak perempuan mencapai

90% sampai 95% tinggi badannya pada masa menarche dan

mencapai tinggi penuh pada usia 16 sampai 17 tahun. Lemak

diredistribusi sesuai proporsi dewasa seiring peningkatan

tinggi dan berat badan dan secara bertahap tubuh remaja

berubah menjadi penampilan orang dewasa (Potter & Perry,

2005).

Karakteristik Anak Anak


perempuan laki-laki
Permulaan laju 8-14, 5 10,5-16
pertumbuhan skelet (puncak (puncak
12) 14)
Permulaan perkembangan 8-13
payudara
Pembesaran testis dan 10-13,5
kantung skrotum
Munculnya rambut pubis 8 -14 10-15
berpigmen dan lurus,
yang secara bertahap
menjadi keriting
Perubahan suara awal 11-14,5
Pembesaran penis dan 11-14,5
kelenjar prostat
Menarche 10-18
Spermatogenesis 11-17
(ejakulasi sperma)
Ovulasi dan lengkapnya 14-18
perkembangan payudara
Munculnya rambut halus 12-17
pada wajah
26

Munculnya rambut aksila 10-16 12-17


dan peningkatan haluaran
kelenjar keringat yang
dapat menyebabkan
terjadinya jerawat
Pelebaran dan 10-18
pendalaman pelvis pada
anak perempuan, dengan
deposisi lemak subkutan
yang memberikan
penampilan bulat pada
tubuh
Peningkatan pelebaran 11-21
bahu
Pendalaman suara laki- 16-21
laki, dengan munculnya
rambut kasar pada wajah
dan dada
Tabel 2.1 Urutan Rata-Rata Perubahan Fisiologis pada Remaja

Menurut Potter & Perry (2005)

2. Menarche

Menarche adalah menstruasi pertama yang biasanya

terjadi 2 tahun sejak munculnya perubahan pada masa

pubertas. Ovulasi dan menstruasi reguler mulai terjadi pada

6-14 bulan setelah menarche (Hockenberry & Wilson, 2009

dalam Hasanah, 2010). Menarche juga diartikan sebagai

terjadinya haid pertama kali selama usia kehidupan pada

seorang perempuan pada usia yang bervariasi yaitu antara 10-

16 tahun, tetapi rata-rata pada usia 12,5 tahun.

b. Perkembangan kognitif

Remaja mengembangkan kemampuan menyelesaikan

masalah melalui tindakan logis. Remaja dapat berpikir abstrak

dan menghadapi masalah secara efektif. Jika berkonfrontasi

dengan masalah, remaja dapat mempertimbangkan beragam


27

penyebab dan solusi yang sangat banyak. Perkembangan

kemampuan ini penting dalam pencarian identitas. Misalnya

keterampilan kognitif baru yang didapat membuat remaja

mengetahui perilaku peran seks yang efektif dan nyaman serta

mempertimbangkan pengaruhnya pada teman sebaya, keluarga

dan masyarakat (Potter & Perry, 2005).

Yani (2009) dalam bukunya menyebutkan bahwa

remaja mampu berpikir tentang cara mengubah masa depan

dan mampu mengantisipasi konsekuensi dari tiap perilaku

mereka, serta dapat melihat hubungan abstrak antara diri

mereka dan lingkungannya. Remaja dalam perkembangan

moral, biasanya mulai menentang nilai-nilai tradisional dan

mencoba mengkajinya secara logis.

c. Perkembangan Psikososial

Pencarian identitas diri merupakan tugas utama

perkembangan psikososial remaja. Remaja harus membentuk

hubungan sebaya yang dekat atau tetap terisolasi secara sosial.

Erikson memandang bingung identitas atau peran sebagai tanda

bahaya utama pada tahap remaja. Remaja mampu mandiri secara

emosional dan mampu mempertahankan ikatan batin dengan

keluarga. Selain itu, pilihan tentang pekerjaan, pendidikan masa

depan dan cita-cita harus mulai disusun (Potter & Perry, 2005).

Yani (2009) dalam bukunya menyebutkan bahwa tugas

psikososial yang harus dilakukan remaja adalah

mengembangkan identitas kelompok dan rasa identitas pribadi


28

serta menjalin hubungan personal yang akrab, baik dengan

teman pria atau teman perempuan. Biasanya remaja dipenuhi

pertanyaan tentang arti kehidupan dan masa depan. Proses

pengembangan identitas diri merupakan fenomena kompleks

yang mencerminkan keturunan, nilai keluarga, pengalaman

kehidupan masa lalu, keyakinan dan harapan untuk masa depan,

serta persepsi mereka tentang tuntutan dan harapan orang yang

berarti dalam kehidupannya.

5. Santri

Santri menurut KBBI (2015) adalah orang yang belajar dan

mendalami agama islam di sebuah pesantren yang menjadi tempat

belajar bagi para santri. Jika diruntut dengan tradisi pesantren,

terdapat dua kelompok santri yaitu santri mukim dan santri kalong.

Santri mukim adalah murid-murid yang berasal dari daerah jauh atau

dekat yang menetap di pesantren, sedangkan santri kalong adalah

murid-murid yang berasal dari desa sekelilingnya, yang biasanya

mereka tidak menetap di pondok (Suismanto, 2004 dalam Megarani,

2010).

Kehidupan di pondok pesantren diibaratkan sebuah komunitas

kecil yang “tak pernah mati” dimana kegiatan yang mereka lakukan

mulai dari bangun hingga tidur kembali seperti tiada habisnya.

Kehidupan di pondok pesantren memberikan banyak tantangan bagi

siswa yang belajar disana. Berbagai kondisi telah ditetapkan dan

diatur oleh pihak pondok pesantren sebagai permintaan yang harus

dipenuhi setiap harinya. Tidak jarang kondisi tersebut bisa menjadi


29

sumber tekanan sehingga dapat menyebabkan stress (Haris, dkk., 2013

dalam Nikmah, 2015).

Stres adalah respon fisiologis, psikologis dan perilaku dalam

beradaptasi terhadap tekanan internal dan eksternal (Sukhraini., 2007

dalam Sari., dkk. 2015). Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada

350 siswa yang dipilih dari berbagai sekolah asrama (Malaysia, China,

India dan lainnya) menunjukkan bahwa 44,9% mengalami stres,

dimana yang menjadi stressor tertinggi adalah terkait akademik

(Wahab dkk., 2013 dalam Nikmah, 2015). Begitu pula dalam

penelitian yang dilakukan di Al-Furqon Boarding School, hal yang

membuat siswa stres ialah terkait tuntutan akademik, relasi sosial dan

peraturan (Sulaeman, Ratri F. & Joefiani, P., 2014 dalam Nikmah,

2015). Penyebab stres pada siswa yang tinggal di asrama (pondok

pesantren) menurut penelitian yang dilakukan Alphen (2014) adalah

meliputi faktor asrama (kerinduan, teman sekamar, manajemen diri,

kurang tidur, kurangnya privasi, perubahan nilai budaya), faktor

teman, dan faktor sekolah (tugas yang banyak, salah paham dengan

guru dan kesulitan di akademik).

Stres yang terjadi merupakan salah satu penyebab dismenore

ini muncul saat menstruasi. Penelitian yang dilakukan Prihatama dkk

(2013) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

stres dan dismenore pada siswi SMA Negeri 2 Ngawi, dimana hal ini

dibuktikan dengan didapatkannya nilai p sebesar 0,002 (interval

kepercayaan 95%).
30

D. Menstruasi

1. Pengertian Menstruasi

Menstruasi adalah sebuah hal yang alami bagi kaum

perempuan, dimana setiap bulannya seorang perempuan akan

mengalami peluruhan dinding rahim yang disertai dengan adanya

perdarahan. Menstruasi biasanya akan terjadi pada remaja yang sudah

masuk dalam tahap pubertas. Remaja yang baru memasuki tahap

pubertas akan mengalami menstruasi untuk pertama kalinya yang

disebut menarche. Menarche adalah menstruasi pertama yang

biasanya terjadi 2 tahun sejak munculnya perubahan pada masa

pubertas. Ovulasi dan menstruasi reguler mulai terjadi pada 6–14

bulan setelah menarche (Hockenberry & Wilson, 2009 dalam Hasanah

, 2010). Menarche juga diartikan sebagai terjadinya haid pertama kali

selama usia kehidupan pada seorang perempuan pada usia yang

bervariasi yaitu antara 10–16 tahun, tetapi rata-rata pada usia 12,5

tahun. Usia menarche ini secara statistik dipengaruhi oleh faktor

keturunan, keadaan gizi, kesehatan umum dan penyakit menahun pada

perempuan (Hendrik, 2006).

2. Fisiologi Menstruasi

Hipotalamus akan menyekresikan hormon gonadotropin.

Hormon gonadotropin merangsang kelenjar pituitari untuk

menghasilkan hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone). Hormon

FSH merangsang pertumbuhan dan pematangan folikel di dalam

ovarium. Pematangan folikel ini merangsang kelenjar ovarium


31

mensekresikan hormon esterogen. Hormon esterogen berfungsi

membantu pertumbuhan lapisan endometrium pada dinding ovarium.

Pertumbuhan endometrium memberikan tanda pada kelenjar pituitari

untuk menghentikan sekresi FSH dan berganti dengan sekresi LH.

Pengaruh stimulasi hormon LH, folikel yang sudah matang

pecah menjadi korpus luteum. Saat seperti ini ovum akan keluar dari

folikel dan ovarium menuju uterus (ovulasi). Korpus luteum yang

terbentuk segera menyekresikan hormon progesteron. Hormon

esterogen akan berhenti disekresi jika ovum tidak dibuahi. Berikutnya

sekresi hormon LH oleh kelenjar pituitari berhenti. Akibatnya korpus

luteum tidak bisa melangsungkan sekresi hormon progesteron. Karena

hormon progesteron tidak ada, dinding rahim sedikit demi sedikit

meluruh bersama darah (Ardhiyanti, dkk., 2015).

Gambar 2.1 Kontrol Hormon saat Menstruasi

3. Siklus Menstruasi

Lauralee (2012) dalam bukunya menyebutkan bahwa siklus

haid terdiri dari tiga fase yaitu fase haid, fase proliferatif dan fase

sekretorik atau progestasional. Fase yang pertama yaitu fase haid. Fase

haid adalah fase yang paling jelas, ditandai oleh pengeluaran darah dan

sisa endometrium dari vagina. Berdasarkan perjanjian, hari pertama


32

haid dianggap sebagai permulaan siklus baru. Saat ini bersamaan

dengan pengakhiran fase luteal ovarium dan dimulainya fase folikular.

Sewaktu korpus luteum berdegenerasi karena tidak terjadi fertilisasi

dan implantasi ovum yang dibebaskan selama siklus sebelumnya,

kadar progesteron dan esterogen darah turun tajam. Karena efek akhir

progesteron dan esterogen adalah mempersiapkan endometrium untuk

implantasi ovum yang dibuahi maka terhentinya sekresi kedua hormon

ini menyebabkan lapisan dalam uterus yang kaya vaskular dan nutrien

ini kehilangan hormon-hormon penunjangnya.

Turunnya kadar hormon ovarium juga merangsang

pembebasan suatu prostaglandin uterus yang menyebabkan

vasokontriksi pembuluh-pembuluh endometrium, menghambat aliran

darah ke endometrium. Penurunan penyaluran O2 yang terjadi

kemudian menyebabkan kematian endometrium termasuk pembuluh

darahnya. Perdarahan yang terjadi melalui kerusakan pembuluh darah

ini membilas jaringan endometrium yang mati ke dalam lumen uterus.

Sebagian besar lapisan dalam uterus terlepas selama haid kecuali

sebuah lapisan dalam yang tipis berupa sel epitel dan kelenjar, yang

menjadi asal regenerasi endometrium. Prostaglandin uterus juga

merangsang kontraksi ritmik ringan miometrium uterus. Kontraksi ini

membantu mengeluarkan darah dan sisa endometrium dari rongga

uterus keluar melalui vagina sebagai darah haid. Kontraksi yang terlalu

kuat akibat produksi berlebihan prostaglandin menyebabkan kram haid

(dismenore) yang dialami oleh sebagian perempuan.


33

Haid biasanya berlangsung selama lima sampai tujuh hari

setelah degenerasi korpus luteum, bersamaan dengan bagian awal fase

folikular ovarium. Penghentian efek progesteron dan esterogen, akibat

degenerasi korpus luteum menyebabkan terkelupasnya endometrium

dan terbentuknya folikel-folikel baru di ovarium di bawah pengaruh

hormon gonadotropik yang kadarnya meningkat. Turunnya sekresi

hormon gonad menghilangkan pengaruh inhibitorik dari hipotalamus

dan hipofisis anterior sehingga sekresi FSH dan LH meningkat dan

fase folikuler baru dapat dimulai. Setelah lima sampai tujuh hari di

bawah pengaruh FSH dan LH, folikel-folikel yang baru berkembang

telah menghasilkan cukup esterogen untuk mendorong perbaikan dan

pertumbuhan endometrium.

Fase selanjutnya yaitu proliferatif, dimana siklus ini dimulai

bersamaan dengan bagian terakhir fase folikular ovarium ketika

endometrium mulai memperbaiki diri dan berproliferasi di bawah

pengaruh esterogen dari folikel-folikel yang baru berkembang. Saat

aliran darah haid berhenti, yang tersisa adalah lapisan endometrium

menipis dengan ketebalan kurang dari 1 mm. Esterogen merangsang

proliferasi sel epitel, kelenjar dan pembuluh darah di endometrium,

meningkatkan ketebalan lapisan ini menjadi 3-5 mm. Fase proliferatif

yang didominasi oleh esterogen ini berlangsung dari akhir haid hingga

ovulasi. Kadar puncak esterogen memicu lonjakan LH yang menjadi

penyebab ovulasi.

Uterus masuk ke fase sekretorik atau progestasional yang

bersamaan waktunya dengan fase luteal ovarium. Korpus luteum


34

mengeluarkan sejumlah besar progesteron dan esterogen. Progesteron

mengubah endometrium tebal yang telah dipersiapkan esterogen

menjadi jaringan kaya vaskular dan glikogen. Periode ini disebut fase

sekretorik karena kelenjar endometrium aktif mengeluarkan glikogen

atau fase progestasional, merujuk kepada lapisan subur endometrium

yang mampu menopang kehidupan mudigah. Jika pembuahan dan

implantasi tidak terjadi maka korpus luteum berdegenerasi dan fase

folikular dan fase haid baru dimulai kembali.

Gambar 2.2 Korelasi antara kadar hormon dan perubahan siklik

ovarium dan uterus (Lauralee, 2015)

E. Dismenore

1. Pengertian Dismenore

Dismenore didefinisikan sebagai nyeri yang terjadi sebelum

dan saat menstruasi (Patruno, 2006). Dismenore juga diartikan sebagai

gangguan sekunder menstruasi yang terjadi sebelum, saat atau sesudah


35

menstruasi. Dismenore umumnya dimulai 2–3 tahun setelah

menarche. Dismenore yang terjadi pada umumnya adalah dismenore

primer, dikarenakan dismenore ini berkaitan dengan siklus ovulasi

yang ada pada saat menstruasi (Harel dan Hillard, 2008). Rasa nyeri

pada saat menstruasi tentu sangat menyiksa bagi perempuan. Sakit

menusuk, nyeri yang hebat di sekitar bagian bawah dan bahkan

kadang mengalami kesulitan saat berjalan sering dialami ketika haid

menyerang (Harahap, 2001 dalam Kurniawati dan Kusumawati,

2011).

2. Klasifikasi dan Manifestasi Klinis Dismenore

Dismenore dibagi menjadi dua tipe yaitu dismenore primer dan

dismenore sekunder. Dismenore primer adalah nyeri pada saat

menstruasi tanpa adanya kelainan patologis pelvis (Harel dan Hillard,

2008). Penyebab dismenore adalah turunnya kadar hormon ovarium

pada saat menstruasi yang nantinya merangsang pembebasan suatu

prostaglandin (E2 dan F2) yang menyebabkan vasokontriksi

pembuluh-pembuluh endometrium, menghambat aliran darah ke

endometrium. Penurunan penyaluran O2 yang terjadi kemudian

menyebabkan kematian endometrium, termasuk rusaknya pembuluh

darah. Produksi prostaglandin meningkat, dan mengakibatkan semakin

meningkatnya kontraksi miometrium yang nantinya akan

menimbulkan rasa nyeri dan kram (Lauralee, 2012).

Karakteristik dismenore primer ini yaitu nyeri yang

berfluktuasi dan tidak teratur yang terjadi pada beberapa jam sebelum

atau saat menstruasi dan biasanya terjadi selama 6 jam hingga 2 hari.
36

Dismenore primer ini terjadi pada remaja dengan prevalensi 95% dan

pada perempuan dewasa sekitar 30%-50%. Nyeri ini berlokasi pada

daerah abdomen bawah. Nyeri ini biasanya disertai oleh sakit kepala

bagian belakang, mual, muntah dan diare (Seller dan Symons, 2012).

Dismenore sekunder itu sendiri dideskripsikan sebagai nyeri

menstruasi yang diakibatkan oleh adanya kelainan patologis seperti

adanya endometriosis, lesi, dan tumor. Dismenore sekunder biasanya

terjadi pada perempuan yang berusia > 25 tahun (Smith, 2008).

3. Gejala Penyerta Dismenore

Dismenore yang terjadi, bukan hanya menimbulkan rasa nyeri

saja, namun biasanya terdapat gejala-gejala penyerta saat ia muncul.

Gejala-gejala yang biasanya menyertai dismenore adalah mual,

muntah, pusing kepala dan diare. Pusing kepala yang dialami

disebabkan oleh adanya penurunan kadar hormon esterogen.

Penurunan hormon ini mengakibatkan terjadinya peningkatan

produksi prostaglandin yang dapat menyebabkan timbulnya pusing

pada saat menstruasi (Women’s Health Program Monash University,

2010).

Penelitian yang lakukan oleh Bernstein dkk (2014) di Canada

dengan total sampel 220 partisipan menunjukkan bahwa primary GI

symptoms (gejala primer saluran pencernaan) terjadi pada saat

sebelum dan saat menstruasi. Gejala-gejala tersebut diantaranya nyeri

perut, diare, mual, konstipasi dan muntah. Prevalensi gejala tersebut

yaitu nyeri perut (55), diare (28), mual (14), konstipasi (10), muntah
37

(3), any primary symptoms (69) dan multiple (≥2) primary symptoms

(31).

Saat menstruasi terjadi peningkatan kadar prostaglandin yang

merangsang uterus untuk terus berkontraksi dan menimbulkan nyeri.

Pada usus halus, prostaglandin membuat otot polos yang ada pada

usus halus berkontraksi. Peningkatan kontraksi usus halus ini akan

mengurangi absorpsi yang nantinya akan menyebabkan terjadinya

diare. Perubahan mood atau stress pada remaja juga terjadi akibat

penurunan kadar hormon dalam darah selama menstruasi. Keadaan

stress ini pun akan merangsang peningkatan pengeluaran asam

lambung yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya mual dan

muntah (Bernstein, dkk., 2014).

4. Faktor Penyebab

Purwaningsih & Fatmawati (2010) menjelaskan dalam bukunya

bahwa banyak teori yang dikemukakan untuk menerangkan penyebab

dismenore, tetapi patofisiologinya belum jelas dimengerti. Rupanya

beberapa faktor memegang peranan penting sebagai penyebab

dismenore primer antara lain :

- Faktor kejiwaan

Remaja yang memiliki emosi yang tidak stabil, utamanya

pada saat menstruasi, maka pada remaja tersebut akan mudah

timbul dismenore.

- Faktor obstruksi kanalis servikalis

Salah satu teori yang paling tua untuk menerangkan

terjadinya dismenore primer adalah stenosis kanalis servikalis.


38

Namun, faktor ini sekarang tidak dianggap sebagai faktor yang

penting sebab banyak perempuan yang menderita dismenore

tanpa stenosis servikalis dan tanpa uterus dalam hipernatefleksi.

- Faktor endokrin

Faktor endokrin yaitu hormon esterogen dan progesteron

berperan dalam proses kontraksi uterus. Hormon esterogen

merangsang terjadinya kontraksi pada uterus, sedangkan hormon

progesteron menghambat terjadinya kontraksi.

- Faktor alergi

Teori ini dikemukakan setelah memperhatikan adanya

asosiasi antara hipermenore dengan urtikaria migaran atau asma

bronkeal. Setelah memperhatikan keadaan tersebut, Smith

menduga bahwa sebab alergi adalah toksin dari menstruasi.

Penyelidikan pada tahun-tahun terakhir menunjukkan bahwa

peningkatan kadar prostaglandin memegang peranan penting

dalam etiologi dismenore primer.

5. Faktor Resiko

Beberapa faktor resiko yang menyebabkan terjadinya dismenore,

utamanya dismenore primer adalah sebagai berikut :

a. Indeks massa tubuh (IMT) kurang atau lebih dari 20 kg/m2

Hubungan IMT dengan kejadian dismenore sampai saat ini

masih dalam proses penelitian. Penelitian yang dilakukan Jang dkk

(2013) menunjukkan bahwa dismenore terjadi lebih banyak pada

remaja perempuan yang nilai indeks massa tubuhnya tergolong

kurus. Madhubala & Jyoti (2012) melakukan penelitian dan hasil


39

menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara IMT rendah dengan

kejadian dismenore.

b. Menstruasi dini sebelum usia 12 tahun

Usia seorang anak perempuan mulai mendapat menstruasi

sangat bervariasi. Terdapat kecenderungan bahwa saat ini anak

mendapat menstruasi pertama kali pada usia yang lebih muda (<11

tahun). Menstruasi dini yang terjadi akan mengakibatkan terjadinya

beberapa gangguan pada sistem reproduksi remaja, salah satu

gangguan tersebut yaitu terbentuknya fibroid uterus (Edwards,

dkk., 2013).

c. Hipermenore (menoragia)

Hipermenore (menoregia) adalah bentuk gangguan pada

saat menstruasi, siklus tetap teratur, namun jumlah darah yang

dikeluarkan cukup banyak dan terlihat dari jumlah pembalut yang

dipakai dan gumpalan darahnya. Normalnya pengeluaran darah

menstruasi berlangsung antara 3-7 hari, dengan jumlah darah yang

hilang sekitar 50-60 cc tanpa bekuan darah. Penyebab terjadinya

menoragia kemungkinan terdapat mioma uteri (pembesaran rahim),

polip endometrium, atau hiperplasia endometrium (penebalan

dinding rahim) (Manuaba, 2009).

Collins (2012) dalam bukunya Differential Diagnosis in

Primary Care menyebutkan bahwa penyebab hipermenore adalah

endometriosis, fibroid, karsinoma, inflamasi pelvis kronis, trauma,

anemia dan gangguan pembekuan darah. Hendrik (2006) dalam

bukunya Problema Haid : Tinjauan Syariat Islam dan Medis


40

menyatakan bahwa hipermenore adalah terjadinya perdarahan

haidh yang terlalu banyak dari normalnya dan lebih lama dari

normalnya. Perdarahan yang terjadi dan memanjangnya periode

menstruasi, menyebabkan prostaglandin terus menerus diproduksi.

Kontraksi uterus yang terlalu kuat akibat stimulasi prostaglandin

yang berlebihan akan menyebabkan dismenore (Lauralee, 2012).

d. Merokok

Gagua dkk (2012) dalam penelitiannya di Georgia

menyatakan bahwa merokok berhubungan dengan kejadian

dismenore. Nikotin yang terkandung pada rokok dapat

menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah

endometrium. Vasokontriksi ini akan mengakibatkan iskemia pada

endometrium yang nantinya akan menyebabkan kerusakan

endometrium dan pada akhirnya prostaglandin pun diproduksi.

e. Usia

Perempuan semakin tua, lebih sering mengalami menstruasi

yang mengakibatkan perubahan anatomis leher rahim yang asalnya

sempit menjadi bertambah lebar, sehingga sensasi nyeri haid akan

berkurang (Lestari, 2013).

f. Riwayat keluarga

Seseorang perempuan yang memiliki ibu atau saudara

dengan riwayat dismenore akan lebih beresiko mengalami

dismenore saat menstruasi. Hal ini dibuktikan dengan penelitian

yang dilakukan Charu dkk (2012) di India yang menunjukkan


41

bahwa 40% dari total partisipan yang mengalami dismenore

(n=560) mempunyai riwayat dismenore pada keluarganya.

6. Diagnosis Dismenore

Pengkajian dismenore dilakukan dengan menggunakan instrumen

Verbal Multidimensional Scoring System, dan hasilnya adalah sebagai

berikut :

Kemampuan Gejala Penggunaan


Derajat untuk Dismenore obat-obatan
beraktivitas
Derajat 0 : tidak terjadi Tidak Tidak ada Tidak
nyeri pada saat mengganggu gejala memerlukan
menstruasi dan pengobatan
menstruasi tidak
mengganggu kegiatan
sehari-hari
Derajat 1 : terjadi nyeri Kadang- Tidak ada Kadang-
saat menstruasi, namun kadang gejala kadang
nyeri jarang mengganggu membutuhkan
mengganggu aktivitas pengobatan
sehari-hari
Derajat 2 : Nyeri Mengganggu Terdapat Membutuhkan
menstruasi aktivitas beberapa pengobatan
mengganggu aktivitas sehari-hari gejala
sehari-hari dengan
intensitas
sedang
Derajat 3 : nyeri Mengganggu Banyak Sangat
menstruasi aktivitas gejala yang membutuhkan
mengganggu aktivitas sehari-hari timbul pengobatan
sehari-hari dengan
intensitas
berat

Tabel 2.2 Derajat Nyeri pada Saat Menstruasi

berdasarkan Verbal Multidimensional Scoring System

(Bitzer, 2015)
7. Fisiologi Dismenore

Dismenore terjadi biasanya pada saat akhir fase luteal

ovarium. Sewaktu korpus luteum berdegenerasi karena tidak terjadi


42

fertilisasi dan implantasi ovum yang dibebaskan selama siklus

sebelumnya, menyebabkan kadar progesteron dan esterogen darah

turun tajam. Terhentinya efek kedua hormon ini menyebabkan lapisan

dalam uterus yang kaya vaskular dan nutrien ini kehilangan hormon-

hormon penunjangnya.

Turunnya kadar hormon ovarium juga merangsang

pembebasan suatu prostaglandin (E2 dan F2) yang menyebabkan

vasokontriksi pembuluh-pembuluh endometrium, menghambat aliran

darah ke endometrium. Penurunan penyaluran O2 yang terjadi

kemudian menyebabkan kematian endometrium, termasuk rusaknya

pembuluh darah. Perdarahan yang terjadi melalui kerusakan pembuluh

darah ini membias jaringan endometrium yang mati ke dalam lumen

uterus. Sebagian besar lapisan dalam uterus terlepas selama

menstruasi kecuali sebuah lapisan dalam yang tipis berupa sel epitel

dan kelenjar yang menjadi asal regenerasi endometrium. Prostaglandin

uterus yang sama juga merangsang kontraksi ritmik ringan

miometrium uterus. Kontraksi ini membantu mengeluarkan darah dan

sisa endometrium dari rongga uterus keluar melalui vagina sebagai

darah menstruasi. Kontraksi uterus yang terlalu kuat akibat

meningkatnya produksi prostaglandin menyebabkan kram saat

menstruasi atau yang kita kenal sebagai dismenore (Lauralee, 2012).

8. Dampak Dismenore

Dismenore dapat menimbulkan dampak bagi kegiatan atau

aktivitas para perempuan khususnya remaja. Dismenore membuat

perempuan tidak bisa beraktivitas secara normal dan memerlukan


43

resep obat (Prawirohardjo, 2005 dalam Ningsih, 2011). Penelitian

terkait dismenore mempengaruhi aktivitas remaja juga dilakukan oleh

Kurniawati dan Kusumawati di SMK Batik Surakarta tahun 2011

menyatakan bahwa siswi yang memiliki skor dismenore < 6 (ringan)

mengalami penurunan aktivitas sebesar 79,4%. Siswi yang mempunyai

skor dismenore ≥ 6 (berat) mengalami penurunan aktivitas sebesar

96,2%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dismenore berpengaruh

terhadap aktivitas remaja. Dismenore tidak hanya menyebabkan

gangguan aktivitas tetapi juga memberi dampak yang menyeluruh,

mulai dari segi fisik, psikologis, sosial dan ekonomi terhadap

perempuan di seluruh dunia (Iswari, 2014).

Dampak psikologis dari dismenore dapat berupa konflik

emosional, ketegangan dan kegelisahan. Hal tersebut dapat

menimbulkan perasaan yang tidak nyaman dan asing. Sedikit merasa

tidak nyaman dapat dengan cepat berkembang menjadi suatu masalah

besar dengan segala kekesalan yang menyertainya. Hal tersebut

nantinya akan mempengaruhi kecakapan dan keterampilannya.

Kecakapan dan keterampilan yang dimaksud berarti luas, baik

kecakapan mengenali diri sendiri (self awareness) dan kecakapan

berfikir (thinking skill), kecakapan sosial (social skill) dan kecakapan

akademik (academic skill) (Trisianah, 2011 dalam Iswari , 2014).

9. Penatalaksanaan Dismenore

9.1 Terapi non-farmakologi

Penanganan dismenore utamanya dismenore primer pada

beberapa tahun terakhir ini lebih mengarah ke terapi non-


44

farmakologi. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Yuniarti, Rejo, dan Handayani (2012), menunjukkan hasil

bahwa 67 orang (88,2%) dari 76 partisipan, telah melakukan

penanganan dismenore dengan terapi alternatif. Perilaku

penanganan tersebut berupa pemberian kompres hangat, olahraga

teratur, dan istirahat, mengkonsumsi makanan bergizi dan yang

paling terakhir dilakukan yaitu pengkonsumsian obat analgetik.

a. Kompres hangat

Kompres hangat adalah sebuah metode yang sudah

lama diaplikasikan untuk mengurangi nyeri. Kompres hangat

ini diberikan bertujuan untuk memenuhi rasa nyaman,

mengurangi dan membebaskan nyeri, mengurangi dan

mencegah terjadinya spasme otot, dan memberikan rasa

hangat (Uliyah dan Hidayat, 2008). Penelitian yang dilakukan

oleh Jeung Im (2013) pada mahasiswa sebuah universitas di

Korea menunjukkan bahwa kompres hangat dengan

menggunakan red ben pillow mampu untuk menurunkan rasa

nyeri yang terjadi saat menstruasi.

b. Senam dismenore

Senam dismenore ini merupakan salah satu teknik

relaksasi. Olahraga atau latihan fisik dapat menghasilkan

hormon endorfin. Hormon ini dapat berfungsi sebagai obat

penenang alami yang diproduksi oleh otak yang melahirkan

rasa nyaman dan untuk mengurangi rasa nyeri pada saat

kontraksi. Olahraga terbukti dapat meningkatkan kadar B-


45

endorphin empat sampai lima kali di dalam darah. Semakin

banyak melakukan senam atau olahraga maka akan semakin

tinggi pula kadar B-endorphin.

Seseorang yang melakukan olahraga atau senam,

maka B-endorphin akan keluar dan ditangkap oleh reseptor di

dalam hipotalamus dan sistem limbik yang berfungsi untuk

mengatur emosi (Harry, 2005 dalam Marlinda, dkk., 2013).

Kadar endorphin beragam diantara individu, seperti halnya

faktor-faktor seperti kecemasan yang mempengaruhi kadar

endorphin. Individu dengan endorphin yang banyak akan

lebih sedikit merasakan nyeri. (Smeltzer & Bare, 2001 dalam

Marlinda, dkk, 2013).

c. Diet

Diet rendah lemak dan vitamin E, B1 dan B6 dapat

menurunkan nyeri saat menstruasi (Roger P, 2015).

d. Akupresur

Akupresur merupakan salah satu metode terapi non-

farmakologi yang merupakan teknik khusus dengan

memanipulasi berbagai titik akupuntur. Tujuannya adalah

meningkatkan aliran energi tubuh. Akupresur juga

dideskripsikan sebagai akupuntur tanpa jarum, namun

akupresur memiliki berbagai teknik dan menggunakan

metode-metode yang jauh berbeda. Penekanan titik akupresur

dapat berpengaruh terhadap produksi endorphin dalam tubuh.

Terapi akupresur dapat melancarkan peredaran darah dan


46

tidak menumpuk pada uterus dan akhirnya diharapkan dapat

menurunkan rasa nyeri pada saat menstruasi (Ody, 2008

dalam Hasanah, 2010).

9.2 Terapi farmakologi

Sultan dkk (2012) dalam bukunya yang berjudul Pediatric

and Adolescent Gynecology menjelaskan bahwa terapi farmakologi

yang digunakan untuk mengatasi dismenore biasanya

menggunakan obat-obatan sejenis prostaglandin inhibitor yaitu

dengan Nonstreoidal Anti-Inflamatory Drugs (NSAIDs) dan

kontrasepsi oral.

- NSAIDs adalah obat penghambat sintesa prostaglandin,

dimana obat ini terbukti mampu menurunkan 75% gejala

dismenore pada remaja. Ibuprofen, sodium naproxen dan

ketoprofen juga terbukti mampu menurunkan nyeri dismenore.

- Kontrasepsi oral : komposisi dari kontrasepsi oral ini adalah

esterogen dosis rendah yang dikombinasikan dengan

progesteron generasi kedua atau ketiga, dimana obat ini

mampu terbukti untuk digunakan sebagai terapi farmakologi

dismenore.

10. Pencegahan Dismenore

Menurut Calis (2015) beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk

mencegah terjadinya dismenore, langkah tersebut adalah :


47

a. Modifikasi gaya hidup

Modifikasi gaya hidup, terdapat berbagai cara diantaranya

dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi dan mengontrol

berat badan (Stoppler, 2014).

b. Berhenti merokok

Gagua dkk (2012) dalam penelitiannya di Georgia

menyatakan bahwa merokok berhubungan dengan kejadian

dismenore. Nikotin yang terkandung pada rokok dapat

menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah

endometrium. Vasokontriksi ini akan mengakibatkan iskemia

pada endometrium yang nantinya akan menyebabkan kerusakan

endometrium dan pada akhirnya prostaglandin pun diproduksi

c. Olahraga

Senam dismenore ini merupakan salah satu teknik relaksasi.

Olahraga atau latihan fisik dapat menghasilkan hormon endorfin.

Hormon ini dapat berfungsi sebagai obat penenang alami yang

diproduksi oleh otak yang melahirkan rasa nyaman dan untuk

mengurangi rasa nyeri pada saat kontraksi (Harry, 2005 dalam

Marlinda, dkk., 2013)


48

F. Kerangka Teori

Input Penurunan kadar


esterogen saat menstruasi

Proses

Regulator Cognator
Peningkatan Kadar emosi tidak stabil
Prostaglandin saat menstruasi

Efektor 1. Fisik
2. Psikologis
3. Sosial
4. Aktivitas

Output Mekanisme Koping Dismenore

Anticipatory Preventive Proactive Reactive coping


coping coping coping
 Koping berfokus pada
masalah
- Active coping
- Planning
- Supression of
Competing activities
- Seeking sosial
support
 Koping berfokus pada emosi

Pengalaman Dismenore

Bagan 2.1 Kerangka Teori


Dimodifikasi dari Carver dkk (1989) ; Alligod (2010) ; Purwaningsih &
Fatmawati (2010) ; Schwarzer (2013); Iswari (2014)
BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Dismenore adalah sebuah proses fisiologis dimana umumnya

terjadi pada perempuan yang berusia di bawah 20 tahun. Dismenore ini

disebabkan oleh penurunan kadar esterogen saat menstruasi berlangsung.

Penurunan kadar esterogen ini menyebabkan terjadinya peningkatan

produksi prostaglandin oleh endometrium. Dismenore ini jika tidak segera

ditangani, maka akan berdampak pada kehidupan seorang remaja, baik

dari segi fisik, psikologis, sosial dan aktivitas. Dismenore ini termasuk

dalam salah satu bentuk stresor, dimana ketika dihadapkan dengan sebuah

stresor, remaja akan melakukan sebuah mekanisme koping untuk

beradaptasi dengan perubahan yang ia alami.

Beberapa jenis mekanisme koping yang dieksplorasi oleh peneliti

pada penelitian ini, yang pertama yaitu koping berfokus pada masalah

(active coping and seeking sosial support). Active coping adalah sebuah

langkah-langkah aktif yang dilakukan untuk mengatasi stresor

(penanganan) dan seeking social support adalah usaha yang dilakukan

oleh individu untuk memperoleh dukungan dari lingkungan sekitarnya.

Jenis koping yang kedua yaitu anticipatory coping dan reactive koping,

dimana anticipatory coping adalah suatu upaya untuk menghadapi suatu

stresor yang diprediksikan dalam jangka waktu dekat (upaya antisipasi),

49
50

sedangkan reactive coping adalah upaya untuk menghadapi sebuah stresor

yang terjadi pada saat ini dan masa lampau.

Perubahan-perubahan yang terjadi pada remaja serta mekanisme

koping yang dilakukan saat dismenore, pada akhirnya akan membentuk

sebuah pengalaman. Pengalaman dismenore yang dialami masing-masing

remaja memiliki sebuah ciri khas dan berbeda-beda setiap orangnya,

karena nyeri ini adalah sebuah hal yang sifatnya subjektif, sehingga segala

sesuatunya tergantung dari bagaimana seorang remaja tersebut

mempersepsikan apa yang ia rasakan.

B. Definisi Istilah

1. Pengalaman dismenore adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan

dismenore yang terjadi dalam kehidupan seorang remaja perempuan

seperti karakteristik nyeri, efek dan dampak dismenore bagi kehidupan

sehari-hari

2. Mekanisme koping dismenore adalah segala sesuatu yang dilakukan

remaja baik itu pencegahan ataupun penanganan saat mengalami

dismenore

3. Remaja perempuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

seseorang dengan jenis kelamin perempuan yang sudah memasuki

masa remaja dan pubertas


BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan

desain penelitian fenomenologi deskriptif. Penelitian ini akan mengkaji

lebih dalam mengenai fenomena terkait dismenore baik dari segi

pengalaman dan mekanisme koping yang dilakukan oleh santriwati.

Eksplorasi pengalaman perlu dilakukan karena pengalaman ini dapat

dijadikan sebagai tolak ukur atau pedoman remaja dalam melakukan

aktivitas dan merespon segala sesuatunya di masa yang akan datang.

Mekanisme koping santriwati juga perlu dilakukan mengingat koping ini

adalah cara seseorang untuk beradaptasi dengan perubahan yang diterima,

jika koping yang dilakukan tidak berhasil, maka dismenore ini akan

mengakibatkan dampak yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari

seorang remaja.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Maret tahun 2016

di Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir Sawangan Depok. Pondok

tersebut dijadikan lokasi penelitian karena dari hasil studi pendahuluan

pada pondok tersebut, terdapat fenomena yang peneliti cari yaitu

“dismenore mengganggu kehidupan sehari-hari”, pondok ini juga belum

pernah dilakukan penelitian tentang pengalaman dan mekanisme koping

51
52

dismenore dan jumlah santriwati di pondok tersebut tahun 2015 berjumlah

110 orang.

C. Partisipan Penelitian

Pemilihan partisipan dalam penelitian ini menggunakan tekhnik

purposive sampling. Pemilihan partisipan yang menjadi sampel penelitian

harus berdasarkan kriteria, yaitu kriteria tertentu yang ditetapkan dan

sampel dipilih berdasarkan kriteria tersebut. Partisipan pada penelitian ini

yaitu santriwati di Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir Sawangan

Depok dengan jumlah partisipan yaitu 5 orang, dengan kriteria inklusi

partisipan utama sebagai berikut :

1. Santriwati Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir Sawangan

Depok

2. Berusia < 20 tahun

3. Pernah mengalami dismenore pada saat menstruasi

4. Bersedia menjadi partisipan

D. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian kualitatif ini yaitu peneliti sendiri

dengan melakukan wawancara mendalam (in-depth interview) dengan

jenis wawancara semi berstruktur berdasarkan pedoman wawancara

mendalam, alat perekam dan catatan lapangan. Pedoman wawancara yang

sudah dibuat, sudah terlebih dahulu diuji pada satu partisipan lain yang

sesuai dengan kriteria inklusi dengan tujuan untuk mengetahui apakah


53

pedoman wawancara yang sudah dibuat layak digunakan sebagai acuan

untuk menggali informasi sesuai dengan fenomena yang diteliti.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Februari – Maret

2016. Peneliti melakukan wawancara mendalam dengan jenis

wawancara semi berstruktur berdasarkan pedoman wawancara yang

telah disiapkan sebelumnya. Pengumpulan data dilakukan oleh

peneliti sendiri dengan dibantu alat perekam serta alat pencatat dan tak

lupa membuat catatan lapangan saat wawancara berlangsung.

2. Proses Pengumpulan Data

a. Tahap Persiapan Pengumpulan Data

Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti mengurus

izin penelitian kepada pihak-pihak terkait seperti pihak pondok

pesantren. Setelah mendapatkan perizinan, peneliti turun ke

lapangan dan mendata partisipan sesuai kriteria lalu melakukan

penelitian kepada santriwati yang bersedia menjadi partisipan

dengan terlebih dahulu melakukan inform consent dan melakukan

pendekatan untuk membina hubungan saling percaya.

b. Tahap Pelaksanaan Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan

dengan wawancara mendalam kepada partisipan yang ditujukan

untuk mendapatkan informasi dari individu yang diwawancarai.

Proses pelaksanaan wawancara dapat bersifat formal yang


54

direncanakan sebelumnya dan dapat juga secara informal layaknya

percakapan sehari-hari.

Wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti kepada

partisipan membutuhkan waktu ± 30 menit. Peneliti melakukan

wawancara dalam 3 kali pertemuan yang terdiri dari pertemuan

pertama yaitu perkenalan, penjelasan dan pendekatan peneliti

terhadap partisipan. Pertemuan kedua mulai menggali pengalaman

dan mekanisme koping partisipan mengenai dismenore dalam

waktu ± 30 menit dan pertemuan terakhir peneliti mengklarifikasi

jawaban yang diberikan partisipan. Teknik ini dilakukan dengan

tujuan agar terjalinnya komunikasi terbuka dan saling percaya

antara peneliti dengan partisipan.

F. Keabsahan Data

Kualitas data atau hasil temuan suatu penelitian kualitatif

ditentukan dari keabsahan data yang dihasilkan atau lebih tepatnya

keterpercayaan, keautentikan, dan kebenaran terhadap data, informasi atau

temuan yang dihasilkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan

(Afiyanti, 2008 ; Robson, 2011 dalam Afiyanti dan Rachmawati, 2014).

Temuan atau data dapat dinyatakan valid pada penelitian kualitatif, apabila

tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang

sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti (Sugiyono, 2013).

Terdapat empat istilah yang pada umumnya digunakan untuk

menyatakan keabsahan data hasil temuan penelitian kualitatif yaitu


55

kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, dan konfirmabilitas. Berikut di

bawah ini penjelasan macam keabsahan data pada penelitian kualitatif :

1. Uji Kredibilitas

Kredibilitas data atau ketepatan dan keakurasian suatu data

yang dihasilkan dari studi kualitatif menjelaskan derajat atau nilai

kebenaran dari data yang dihasilkan termasuk proses analisis data

tersebut dari penelitian yang dilakukan (Afiyanti & Rachmawati,

2014).

Peneliti melakukan uji keakuratan data atau kredibilitas dengan

menggunakan peer debriefing dimana pada penelitian ini, peneliti

lebih banyak berdiskusi dengan ahli. Triangulasi yang digunakan yaitu

triangulasi teori, dimana teori yang digunakan pada penelitian ini yaitu

teori Roy, Lazarus dan Folkman serta Schwarzer dan Taubert.

Member check yang dilakukan yaitu mengklarifikasi kembali data

yang sudah ada dengan partisipan yang bersangkutan, dimana hasilnya

yaitu tidak ada data tambahan dari hasil yag sudah didapatkan..

Setelah peneliti mengumpulkan data, peneliti membuat transkrip data.

Setelah itu transkrip data yang sudah selesai, dibicarakan dan

didiskusikan ke ahli tentang hal-hal yang dialami partisipan. Peneliti

juga memanfaatkan hasil catatan lapangan yang dibuat ketika

wawancara berlangsung. Setelah data semua selesai, peneliti

melakukan pengecekan data kembali, apakah data yang diperoleh

sudah sesuai dengan yang diberikan pemberi data.


56

2. Transferabilitas atau keteralihan data

Transferabilitas adalah seberapa mampu suatu hasil penelitian

kualitatif dapat diaplikasikan dan dialihkan pada keadaan atau konteks

lain atau kelompok serta partisipan lainnya. Penilaian keteralihan ini

ditentukan oleh para pembaca (Afiyanti & Rachmawati, 2014).

Peneliti sudah berupaya untuk menyajikan hasil dari penelitian ini

secara jelas dan sistematis agar para pembaca laporan hasil penelitian

ini dapat memperoleh gambaran dan pemahaman yang jelas tentang

konteks dan fokus penelitian.

3. Dependabilitas atau ketergantungan

Pada penelitian ini, peneliti membuat transkrip data secara singkat,

maksud, tujuan, proses, dan hasil penelitian. Peneliti juga melakukan

audit terhadap hasil dari seluruh penelitian. Bukan hanya peneliti,

namun auditor eksternal juga dilibatkan dalam hal ini auditor tersebut

adalah pembimbing I dan pembimbing II untuk mereview kembali

seluruh hasil penelitian.

4. Konfirmabilitas

Pada penelitian ini, peneliti memeriksa kembali apa benar hasil

penelitian sesuai dengan pengumpulan data yang ada di lapangan

dengan cara melakukan member check dengan sejumlah partisipan.

G. Teknik Analisis Data

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman remaja

perempuan khususnya santriwati saat dismenore. Analisa data yang


57

digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik Colaizzi (1978). Adapun

langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti yaitu :

1. Membaca dan menyalin seluruh deskripsi wawancara yang telah

diungkapkan oleh partisipan

2. Melakukan ekstraksi terhadap pernyataan yang signifikan (pertanyaan

yang secara langsung berhubungan dengan fenomena yang diteliti

3. Menguraikan makna yang terkandung dalam pernyataan signifikan

serta menggabungkan makna yang dirumuskan ke dalam kelompok

tema

4. Mengembangkan sebuah deskripsi tema lengkap (yaitu deskripsi yang

komprehensif dari pengalaman yang diungkapkan partisipan)

5. Menjelaskan struktur dasar dari fenomena tersebut

6. Kembali kepada partisipan untuk melakukan validasi

H. Etika Penelitian

Penelitian yang dilakukan telah mendapatkan izin dari Pembina

Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir Depok melalui surat

pengantar dari Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan. Peneliti melindungi hak-hak calon partisipan untuk

mengambil keputusan sendiri dalam hal berpartisipasi pada penelitian ini

maupun tidak berpartisipasi, tidak ada paksaan partisipan untuk

berpartisipasi dalam penelitian ini. Peneliti juga memberikan lembar

infomed consent sebelum penelitian dilakukan dan peneliti akan

menyembunyikan identitas terkait partisipan atau tanpa nama (anonymity)

dan menjaga kerahasiaan (confidentiality) data yang didapatkan.


BAB V
HASIL PENELITIAN

Bab ini menguraikan hasil penelitian tentang “Pengalaman dan

Mekanisme Koping Dismenore pada Santriwati Pondok Pesantren An-Nahdlah

Pondok Petir Depok” yang telah dilakukan pada lima partisipan melalui

wawancara mendalam. Hasil wawancara kemudian diolah melalui proses analisis

data sehingga ditemukan beberapa tema yang muncul. Hasil penelitian ini

ditampilkan peneliti dengan mendeskripsikan tema-tema yang muncul dari hasil

penelitian secara naratif dengan penyajian hasil penelitian sebagai berikut.

A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Pondok Pesantren An-Nahdlah adalah lembaga pendidikan islam yang

berdiri pada tahun 1997 dengan sistem pembelajaran yang holistik dan

terintegrasi antara pendidikan umum dan agama. Pondok pesantren ini

memadukan antara sistem pembelajaran modern dan salaf, memadukan jalur

pendidikan formal, non-formal dan informal dalam satu kesatuan. Pondok

pesantren ini terletak di wilayah Pondok Petir Bojongsari Depok. Jumlah total

santri yang ada di Pondok An-Nahdlah baik putra maupun putri yaitu

berjumlah 250 dengan 135 santri putra dan 110 santri putri. Santri putri yang

ada di pondok tersebut rata-rata berusia 12-19 tahun.

B. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini adalah santriwati pondok pesantren

An-Nahdlah Pondok Petir Depok yang telah memiliki pengalaman

dismenore dengan karakteristik masing-masing partisipan yaitu :

58
59

Karakteristik
Partisipan Usia Agama Pendidikan Suku Usia pertama Riwayat
saat ini kali keluarga
Dismenore terkait
dismenore
P1 19 Islam 3 Aliyah Jawa 19 Tidak ada
P2 18 Islam 3 Aliyah Jawa 17 Tidak ada
P3 14 Islam 2 Jawa 12 Ada (ibu)
Tsanawiyah
P4 17 Islam 3 Aliyah Sunda- 16 Ada (ibu)
Jawa
P5 13 Islam 1 Betawi 11 Tidak ada
Tsanawiyah
Tabel 5.1 Karakteristik Partisipan

Partisipan pertama (P1) berusia 19 tahun, Islam, kelas 3 Aliyah, Suku

Jawa, usia pertama kali dismenore 19 tahun dan tidak ada riwayat

dismenore dalam keluarga.

Partisipan kedua (P2) berusia 18 tahun, Islam, kelas 3 Aliyah, Suku Jawa,

usia pertama kali dismenore 17 tahun dan tidak ada riwayat dismenore

dalam keluarga.

Partisipan ketiga (P3) berusia 14 tahun, Islam, kelas 2 Tsanawiyah, Suku

Jawa, usia pertama kali dismenore 12 tahun dan ada riwayat dismenore

dalam keluarga (ibu).

Partisipan keempat (P4) berusia 17 tahun, Islam, kelas 3 Aliyah, Suku

Sunda-Jawa, usia pertama kali dismenore 16 tahun dan ada riwayat

dismenore dalam keluarga (ibu).


60

Partisipan kelima (P5) berusia 13 tahun, beragama islam, kelas 1

Tsanawiyah, Suku Betawi, usia pertama kali dismenore 11 tahun dan

tidak ada riwayat dismenore dalam keluarga.

2. Analisa Tematik

Hasil analisis tematik dari partisipan yang ada didapatkan enam

tema dimana ketika ditambahkan satu partisipan lagi, tidak muncul tema

baru, sehingga data sudah peneliti nyatakan tersaturasi dan hanya lima

partisipan saja yang digunakan. Berbagai tema yang didapat terkait

pengalaman dismenore remaja perempuan, yaitu : 1) karakteristik nyeri

yang dialami oleh santriwati, 2) dampak dismenore dalam kehidupan

sehari-hari santriwati, 3) upaya santriwati dalam mengatasi dismenore, 4)

dukungan yang diperoleh santriwati saat mengalami dismenore, 5)

antisipasi yang dilakukan santriwati terhadap dismenore, 6) mitos-mitos

seputar dismenore yang dipercayai oleh santriwati. Berikut penjelasan

lebih rinci tentang tema-tema tersebut.

Tema 1. Karakteristik Dismenore yang dialami oleh santriwati

Nyeri saat menstruasi yang dialami oleh masing-masing santriwati

berbeda-beda, baik dari segi onset dan durasi nyeri, sifat nyeri, gejala

penyerta nyeri, lokasi, derajat nyeri dan kualitas dari nyeri itu sendiri.

Karakteristik nyeri ini berdasarkan hasil wawancara mendalam kepada

lima partisipan menghasilkan tujuh sub-tema yakni: 1) onset dan durasi

nyeri, 2) gejala penyerta nyeri, 3) lokasi nyeri, 4) tingkatan atau derajat

nyeri, 5) kualitas(rasa) nyeri.


61

1) Onset dan durasi nyeri

Kapan dan lamanya dismenore yang dialami masing-masing santriwati

berbeda-beda. Tiga dari partisipan mengatakan bahwa nyeri dimulai dari

awal menstruasi hingga hari kelima dan dua dari partisipan yang lainnya

pun mengatakan bahwa dismenore yang ia alami, mulai dirasakan dari

sehari sebelum menstruasi hingga hari kelima menstruasi. Berikut ini

ungkapan salah satu partisipan:

“...nyeri pas awal menstruasi hingga kedua, pokoknya dalam hitungan


lima hari lah...” (P1)

“...Pas bulan ini aja saya ngerasain nyerinya itu pas dari sebelum haidh
dan sampek haidh hari kedua...” (P2)

Nyeri jika ditinjau dari segi pola dan bagaimana munculnya, nyeri

tersebut diklasifikasikan menjadi nyeri yang timbul sewaktu-waktu dan

kemudian menghilang ataupun nyeri yang menetap. Hasil wawancara

mendalam kepada lima partisipan menunjukkan bahwa sifat nyeri

menstruasi yang dialami santriwati yaitu, a) nyeri menetap, b) nyeri

bertahap, dan c) nyeri hilang timbul. Satu dari lima partisipan mengatakan

bahwa nyeri yang ia alami bersifat terus-menerus, sedangkan satu dari

lima partisipan mengungkapkan bahwa nyeri yang ia rasakan muncul

secara bertahap lalu lama kelamaan mencapai puncak pada hari kedua.

Tiga dari partisipan lainnya mengatakan bahwa nyeri yang ia alami timbul

sewaktu-waktu dan kemudian menghilang

“...nyeri muncul terus-terusan...” (P2)


“...bertahap sih, mulai biasa dulu, puncaknya nanti dua hri pas hari
haidhnya...” (P3)
“...Biasanya sih pagi-pagi. Sakit banget pagi sampek siang baru entar
agak ilang...” (P4)
62

2) Gejala penyerta

Dismenore yang timbul biasanya diiringi oleh berbagai gejala lainnya

seperti muntah, diare, pusing, nyeri sendi, kelemahan, nyeri pada daerah

kaki, dan masih banyak yang lainnya. Tiga dari lima partisipan

menyatakan bahwa gejala yang dirasakan selain nyeri yaitu nyeri dan tidak

nafsu makan. Satu diantaranya mengatakan bahwa gejala yang dirasakan

yaitu panas pada daerah punggung dan sisanya menyatakan bahwa hanya

nyeri saja yang ia rasakan. Berikut ungkapannya:

“...Pinggangnya nyeri, kayak pegel banget...” (P4)

“...paling kadang disini ni (menunjuk punggung), iya panas...” (P3)

“...Nyeri aja sih kak ya...” (P1)

“..Iya,, dari pola makan itu eee karena gak enak kan makannya, kalo
ditawarin makan ya iya entar, iya entar gitu, paling kalo bener-bener
berasa laper banget gitu, baru dipaksain makan...” (P2)

3) Lokasi nyeri

Kebanyakan perempuan mengalami dismenore pada daerah perut

bagian bawah, namun tak menutup kemungkinan nyeri itu ada di daerah

yang lain seperti pinggang dan ekstremitas bagian bawah. Seluruh

partisipan mengatakan bahwa nyeri menstruasi yang mereka alami

berlokasi di perut bagian bawah. Satu diantaranya menyatakan bahwa

nyeri atau pegal yang dirasakan juga ada di bagian kemaluan, kaki,

pinggang dan pinggul. Berikut ungkapannya:

“...nyerinya itu pegel, disininya (menunjuk perut bawah) sama di


kemaluan itu pegel gitu, kalo pas kaki pegel itu pas awal mau haidhnya...”
(P2)

“...Di atas rahim pas, di tengah-tengah disini (menunjuk perut bagian


bawah) sama di belakang (menunjuk pinggul)...” (P5)
63

“...daerah yang.. saya bingung jelasinnya itu lambung atau apa..


pokoknya daerah perut, secara umumnya perut di bagian bawah,
pinggangnya juga nyeri...” (P4)

4) Tingkatan atau derajat nyeri

Skala atau derajat nyeri yang dialami santriwati berbeda-beda, mulai

dari skala ringan, sedang hingga ke berat. Hasil wawancara mendalam

menunjukkan bahwa tiga dari lima santriwati yang mengalami nyeri

dengan skala berat, sedangkan sisanya mengalami nyeri derajat sedang dan

ringan. Berikut ungkapannya:

“...8 mungkin, 8 9 10, heem pernah ampek sakit yang sampek nangis gak
bisa di tahan...” (P4)

“...Kayaknya tiga deh, masih ringan, masih bisa dipake apa-apa kok...”
(P1)

“...Sedang, 5...” (P5)

5) Kualitas (rasa) nyeri

Kualitas nyeri yang dirasakan oleh santriwati berdasarkan hasil

wawancara mendalam ini yaitu nyerinya melilit, ingin buang air besar,

pegal dan panas pada daerah perut bagian bawah. Tiga dari lima partisipan

mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan itu pegal, berikut ungkapannya :

“...Nyerinya itu pegel, disininya (perut bawah) sama di kemaluan itu pegel
gitu...” (P2)

Dua dari lima partisipan yang ada mengatakan bahwa nyeri yang

dirasakan itu seperti ingin buang air besar, berikut ungkapannya:

“...ya, kayak pengen BAB tapi ngak bisa keluar gitu...” (P3)
64

Satu dari lima partisipan mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan itu

melilit dan panas pada bagian perut bawah, berikut ungkapan partisipan

tersebut:

“...Pokoknya kayak panas, terus gimana ya,, panas dan ngelilit gitu
kak...” (P1)
Satu partisipan mengungkapkan bahwa ia merasa kebingungan untuk

mengungkapkan nyeri yang ia rasakan,

“...Sakitnya nggak bisa dirasa, susah dan bingung...” (P5)

Tema 2. Dampak dismenore dalam kehidupan sehari-hari santriwati


Dismenore yang dialami oleh remaja perempuan, akan

menimbulkan sebuah dampak dalam kehidupan sehari-harinya. Dampak

tersebut akan menimbulkan berbagai macam perubahan pada remaja

perempuan, berbagai macam perubahan yang terjadi diantaranya

perubahan pola makan, pola tidur, emosi, aktivitas dan proses belajar.

Dampak dismenore dalam penelitian ini berdasarkan hasil wawancara

dengan lima penelitian ini didapatkan lima sub-tema yaitu, 1) intoleran

aktivitas, 2) perubahan pola makan, 3) perubahan pola tidur, 4) perubahan

psikologis yang dialami santriwati saat dismenore, 5) Perubahan proses

belajar santriwati saat mengalami dismenore. Berikut penjelasan lebih

rinci mengenai sub-tema diatas :

1) Intoleran aktivitas

Dismenore adalah salah satu dari masalah yang timbul saat menstruasi

yang hampir dialami seluruh remaja perempuan. Dismenore ini juga

menyebabkan seorang remaja perempuan mengalami ketidakmampuan


65

beraktivitas selama 1-3 hari. Berikut ini hasil wawancara mendalam

kepada lima partisipan, mereka melaporkan bahwa partisipan saat

dismenore mengalami penurunan aktivitas dalam kesehariannya (intoleran

aktivitas). Menurut ungkapan An. I 18 tahun :

“...Mungkin jadi lebih mengurangi aktivitas-aktivitas yang kiranya bikin


sakit banget gituuu...”(P2)
“...Iya sih, berkurang, kan bawaan badannya gak enak, jadi lebih males,
kalo mau ngapa-ngapain kan nyeri gitu, tapi kan tetep sih, Cuma
berkurang gitu aja” (P1)

2) Perubahan Pola Makan

Tiga dari lima partisipan mengatakan bahwa mereka mengalami

penurunan nafsu dan porsi makan saat dismenore, sedangkan dua yang

lainnya mengalami peningkatan nafsu makan saat dismenore,berikut

ungkapannya:

“...Iya,, kalo lagi nyeri itu gak nafsu banget, kadang-kadang kan siapa tau
itu gangguan karena kurang makan, tapi dipaksain, tapi emang gak nafsu
banget pokoknya...” (P1)
“...Nggak ada mbak, kalau lagi haid malah kadang makannya banyak...”

(P5)

3) Perubahan Pola tidur

Dismenore ini tidak hanya berimbas pada aktivitas dan pola makan

santriwati saja, namun dismenore ini juga mengakibatkan perubahan pada

pola tidur santriwati tersebut. Tiga dari lima partisipan mengatakan bahwa

mereka cenderung tidur saat mengalami dismenore, sedangkan dua yang


66

lainnya, menyatakan bahwa mereka mengalami kesulitan untuk tidur saat

dismenore, berikut ungkapannya:

“...Mungkin pas awal-awal mau tidur gitu, pas baru mau tidur itu kan
masih berasa sakit, rada lama tidurnya karena masih berasa sakit...” (P1)
“...Kalo aku sih gak pernah keganggu sih kak, kalo sama tidurku, lagi
pula dismenorenya gak pernah malem kan kak, jadi tidur ya tidur aja, tapi
pas lebih sakit gitu, aku lebih milih tidur sih kak...” (P4)
4) Perubahan psikologis yang dialami santriwati saat dismenore

Siklus menstruasi sangat identik dengan adanya perubahan psikologis

yang dialami oleh seorang perempuan. Perubahan tersebut berupa adanya

rasa ingin marah-marah, cemas, takut ataupun bahkan menarik diri. Para

partisipan dalam studi ini menceritakan tentang adanya perubahan

psikologis yang mereka alami. Perubahan psikologis ini lebih mengarah

kepada ketidakstabilan emosi misalnya lebih mudah marah dan menarik

diri.

Empat dari lima partisipan mengatakan bahwa mereka cenderung

lebih mudah marah saat mengalami nyeri menstruasi,berikut ungkapannya:

“...Perubahannya itu jadi suka sensitif, suka marah-marah, baper atau


jadi males gerak...” (P5)
Anak I usia 18 tahun, mengungkapkan bahwa dirinya saat mengalami

nyeri menstruasi cenderung untuk menarik diri dari keramaian, berikut

ungkapannya:

“...Oh iyaa mungkin, eeee lebih sering menyendiri, tapi kalo kadang tapi
kalo diem gitu lebih kerasa banget kan nyerinya...” (P2)
5) Perubahan Proses Belajar Santriwati saat Mengalami Dismenore
Perubahan-perubahan yang terjadi saat dismenore baik dari pola

makan, pola tidur, aktivitas maupun psikologis, pada akhirnya juga akan
67

berdampak pada adanya perubahan dari proses pembelajaran santriwati

tersebut. Dismenore ini berpengaruh pada menurunnya konsentrasi belajar

dan juga menyebabkan meningkatnya angka ketidakhadiran.

Empat dari lima partisipan dalam studi ini mengatakan bahwa

dismenore ini berpengaruh pada menurunnya konsentrasi belajar, berikut

salah satu ungkapannya:

“...Mungkin fokusnya agak lebih berkurang aja, cuman dulu kan Cuma
ngerasa perut gak enak aja, gak sampek sakit...” (P2)
Tiga dari lima partisipan mengatakan bahwa mereka pernah izin tidak

mengikuti kegiatan belajar di sekolah dan pondok. Berikut salah satu

ungkapannya :

“...Kebetulan sih gak pernah kalo pas dikelas, paling kayak gitu, sampek
sakit, gak masuk itu pernah,,,” (P1)
Anak T usia 13 tahun mengatakan hal yang berbeda dengan empat

partisipan di atas. Anak T mengatakan bahwa tidak ada perubahan pada

konsentrasi belajarnya saat ia mengalami dismenore, berikut ungkapannya:

“...kalau konsentrasi biasa aja, tapi kalau maju ke depan atau jawab
pertanyaan itu agak males, karena males berdirinya males buat
jalannya...” (P5)

Tema 3. Upaya penanganan dismenore yang dilakukan oleh

santriwati

Dismenore yang dialami jika tidak ditangani dengan tepat, maka

akan berdampak pada kehidupan sehari-hari remaja tersebut. Penanganan

nyeri yang dilakukan ini sebagai upaya untuk meminimalisir

ketidakyamanan yang ia rasakan akibat dari nyeri tersebut. Tema


68

manajemen nyeri ini terdiri dari tiga sub tema di dalamnya yaitu 1) upaya

untuk mengurangi nyeri, 2) Pemeriksaan ke tenaga kesehatan saat

mengalami dismenore.

1) Upaya untuk mengurangi nyeri

Beberapa upaya yang dilakukan santriwati untuk mengurangi

ketidaknyamanan yang disebabkan oleh dismenore tersebut, mulai dari

tidur, minum air hangat, kompres air hangat, minum susu, air jahe hangat,

makan, aktivitas dan lain-lain. Empat dari lima partisipan dalam penelitian

ini mengatakan bahwa cara yang ia lakukan untuk mengurangi nyeri itu

dengan tidur atau beristirahat saja, berikut salah satu ungkapannya :

“...paling Cuma kalo lagi sakit banget dibawa tidur, tapi kalau sakitnya
biasa didiemin aja...” (P5)
“...Iya biasanya buat ngurangi nyerinya biasanya dibuat tidur...” (P3)
Anak V usia 17 tahun menambahkan bahwa posisi tidur yang biasa ia

lakukan adalah tidur dengan meringkuk dengan tujuan agar dengan posisi

tersebut perut dari partisipan tertekan dan hasil akhirnya nyeri dapat

berkurang, berikut ungkapannya:

“...Tidur, paling gak itu nge, nge apa sih namanya kak, ngeringkuk, iya
ditahan, pokoknya diteken...” (P4)

Dua dari lima partisipan mengatakan bahwa minum air hangat dan

kompres lah yang ia lakukan untuk mengurangi nyeri yang dirasakan,

berikut ungkapannya:

“...Kalo saya biasanya minum air hangat, kadang suka eee masukin air
hangat ke botol, kalo gak plastik, terus ditaruh disini (menunjuk perut
bawah) diteken-teken gitu...” (P2)
69

Anak I usia 18 tahun mengatakan bahwa air yang biasa ia minum,

selain air hangat biasa, ia pun mengkonsumsi air jahe hangat seperti yang

disarankan oleh ibunya untuk mengurangi nyeri, berikut ungkapannya:

“...ibu saya kalo misalkan lagi sakit-sakit gitu, suka nyaranin, minum air
jahe, air jahe anget...” (P2)
Dua dari lima partisipan pun mengatakan bahwa minum susu bear

brand adalah hal yang ia lakukan untuk mengurangi nyeri. Berikut salah

satu ungkapannya:

“...biasanya minum susu bear brand...” (P3)

Aktivitas mampu mengurangi nyeri yang dirasakan, hal ini

berdasarkan dari pernyataan dua dari enam partisipan, berikut

ungkapannya:

“...kalau aku Cuma duduk diem jadinya malah kerasa, jadinya aku bawa
jalan, enjoy aja sama temen temen...” (P5)
Anak P usia 19 tahun, selain menggunakan tidur sebagai upaya

penghilang nyeri, ia pun mengatakan bahwa makan adalah salah satu yang

dapat digunakan untuk mengurangi nyeri yang dirasa, berikut

ungkapannya:

“...Mungkin dipaksain makan, walau gak nafsu harus dipaksain, harus


ada yang masuk meskipun dikit harus tetep makan...” (P1)

2) Pemeriksaan ke tenaga kesehatan saat mengalami dismenore

Semua partisipan dalam studi ini, mengatakan hampir tidak pernah

melakukan pemeriksaan kesehatan ke tenaga kesehatan terkait saat mereka

mengalami dismenore, mereka menganggap dismenore yang sedang


70

mereka alami adalah hal yang biasa dan wajar terjadi saat menstruasi,

berikut ungkapannya:

“...nggak, yaaaaaa alasannya sih yaa mikirnya kayak itu wajar aja gitu,
emang kalo hari awal-awal haidh itu emang kayak gitu...” (P2)
“...Gak pernah, soalnya katanya itu biasa, emang lagi mentsruasi itu
kayak gitu, sakit gitu...” (P3)

Tema 4. Dukungan Sanriwati saat mengalami Dismenore

Hasil wawancara dalam penelitian ini didapatkan bahwa dukungan

santriwati saat dismenore terbagi ke dalam tiga sub tema, yaitu dukungan

emosional, instrumental dan informasional. Berikut ini adalah rincian

lengkap dari masing-masing sub tema.

1) Dukungan emosional

Sebagian besar partisipan memperoleh dukungan emosional dari

ibunya dari pada anggota keluarga yang lainnya. Tiga dari enam partisipan

mendapatkan dukungan emosional dari ibunya dimana ibu dijadikan

tempat untuk mencurahkan pengalaman dan keluh kesah seputar

dismenore. Adapun ungkapan yang diutarakan partisipan, yakni :

“...itu juga kan aku pernah ngadu ke mama, mah kok sakit banget sih
rasanya kalo lagi sembilangan, sakit banget, sampek bener-bener sakit
mah, kalo kanker rahim gimana mah, kan aku ketakutan ya... terus kata
mama gak ah teh, itu siklus yang biasa untuk wanita, mama juga sering
waktu dulu muda, sampek sekarang juga masih sering...” (P4)
“...dibilang gini “ udah gapapa kak, itu mah nggak ini banget, remaja”
jadi aku nggak ditakut takutin. Meskipun aku sering ngadu sakit. Cuman
gpp wajar remaja masih puber-pubernya...” (P5)
Satu dari tiga partisipan di atas, juga mendapatkan dukungan

emosional yang berasal dari teman sebayanya, berikut ungkapannya :


71

“...aku ngomong kayak gini ke temen, aku ke rumah sakit aja ya, kalo aku
kenapa-kenapa gimana, ampek kanker rahim, kata temenku: iya vik gak
papa udah biasa...” (P4)
2) Dukungan instrumental

Dukungan instrumental yang diperoleh partisipan pada penelitian ini

berasal dari teman satu pondoknya. Dukungan ini berupa membantu

partisipan dalam melakukan kegiatan sehari-hari seperti mengambil makan

dan air hangat. Empat dari lima partisipan ini mendapatkan dukungan

isntrumental yang mana pada saat dismenore, partisian mendapat bantuan

untuk mengambil jatah makan dan minum. Adapun ungkapan dari

partisipan ini yakni:

“...Biasanya mereka, pas aul lagi sakit itu diambilin makan, diambilin
minum, atau ditawarin apa gitu biar aul juga bisa makan...” (P3)
“...paling temen-temen ngebantuin ngasih air anget, sama beliin susu bear
brand itu kan katanya bisa ngurangi katanya...” (P1)
3) Dukungan informasional

Semua partisipan dalam penelitian ini memperoleh dukungan

informasional, baik dari ibu atau teman satu pondoknya. Informasi yang

diberikan pun mengenai manajemen nyeri saat dismenore. Berikut adalah

ungkapan-ungkapan dari partisipan:

“...Karena saya kan ini ya,, kalo misalnya sakit, gak langsung bilang sakit
banget, cuma ngeluh-ngeluh gitu aja,, maksudnya gak nyampek apa ya,,,
eee mengasih tau kalo lagi sakit banget gitu, jadi mereka ya cuman
menyarakan untuk minum air hangat dan istirahat kayak gitu...” (P2)

“...Kalo mama sih ngasih sarannya dibawa ikut kegiatan aja, biar gak
kerasa kata mama kayak gitu...” (P3)

“...pokonya kata mama kalo dismenore atau apa ya seenaknya aja kamu
gimana entah dibuat tidur lah atau jalan lah, yang pasti nggak usah
takut...” (P5)
72

Sedangkan tiga dari lima partisipan juga mendapatkan dukungan

informasi ini dari guru atau pun saat belajar di sekolah. Berikut ungkapan

dari salah satu partisipan:

“...aku juga pernah nanya ke guru biologi katanya mungkin kita


makannya gak teratur, perut kosong kena angin, makanya sakit...” (P1)
“...Dari pelajaran, pernah kelas 8, saya pernah nanya ke guru biologi
waktu itu pernah nanya habis itu dijelasin, kalau nyeri sakit menstruasi itu
dari menyeluruhnya dari dinding sel rahim itu...” (P3)

Tema 5. Antisipasi yang dilakukan santriwati terhadap dismenore

Munculnya dismenore ini dapat dicegah. Pencegahan atau

antisipasi yang dapat dilakukan berupa olahraga atau melakukan aktivitas,

makan-makanan yang bergizi, manajemen stress dan lain sebagainya.

Namun, dalam hasil penelitian ini empat dari lima partisipan mengatakan

tidak pernah melakukan pencegahan terhadap dismenore itu sendiri.

Mereka merasa kebingungan bagaimana mencegahnya, karena dismenore

itu muncul secara tiba-tiba. Berikut ungkapan-ungkapan dari partisipan:

“...Untuk mencegah gitu ya.... eeemmmm gak kayaknya soalnya mau


nyegahnya kayak gimana, pasti itu timbul-timbul sendiri...” (P2)
“...Gak ada, trus bingung sendiri, kalo nyeri mah terima aja, tidur gitu,
udah gitu doang, kalo nyerinya gak parah, mending di fresh care
perutnya, itu kayaknya gak tau deh saya sih di fresh care in, kalo pegel
nyeri, kasih bantal belakangnya, terus besok paginya pegel...” (P4)
“...Nggak pernah, bingung nyegahnya gimana kak...” (P5)
Berbeda dengan yang lainnya, satu partisipan ini mengatakan

bahwa pencegahan yang ia lakukan yaitu dengan melakukan aktivitas dua-

tiga hari sebelum menstruasi. Berikut ungkapan partisipan tersebut :

“...Biasanya ikut kegiatan itu doang sih, Biasanya eeee dua tiga hari lah
sebelum menstruasi...” (P3)
73

Tema 6. Mitos-mitos Seputar Dismenore yang dipercayai oleh


santriwati

Mitos-mitos seputar seputar dismenore yang diketahui oleh

partisipan dalam studi ini meliputi 1) tidak boleh meminum obat nanti

tertimbun dalam tubuh, 2) mengkonsumsi obat itu berbahaya. Tiga dari

lima partisipan mengatakan bahwa mengkonsumsi obat-obatan saat

mengalami dismenore tidak diperbolehkan, karena mereka beranggapan

bahwa obat yang dikonsumsi akan tertimbun dalam tubuh dan akan

menjadi bahaya untuk kesehatan. Berikut ungkapan-ungkapan dari

partisipan:

“...Kan kadang katanya obat-obat dokter itu, ya misalnya kata-kata orang


gitu, persepsi juga, Cuma menghilangkan nyeri aja, kalo kelamaan efek
sampingnya itu numpuk di dalam tubuh, gitu...” (P2)
“...Katanya gini kan, kalo minum kiranti atau obat, itu nimbun disini
(menunjuk perut bagian bawah) gak tau itu mitos apa bener, takutnya itu
bener, kan ntar takutnya kanker serviks atau apa soalnya penimbunan
atau apa gitu...” (P1)
Sedangkan satu yang lainnya mengganggap bahwa mengkonsumsi

obat ini berbahaya untuk anak seusianya. Menurut partisipan ketika ia

merasa nyeri, lebih baik didiamkan saja dari pada diberikan obat-obatan.

Berikut ungkapannya:

“...Soalnya dibilangin bahaya. Bukan bahaya, apa ya kemarin, Aku


pernah denger dari temen bahaya kalo buat sekecil kita, lebih baik
didiemin aja...” (P5)
BAB VI
PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan tentang interpretasi dari hasil penelitian yang telah

diperoleh oleh peneliti. Peneliti akan menjelaskan tentang interpretasi hasil

penelitian dengan membandingkan berbagai macam penelitian sebelumnya

maupun teori yang ada terkait penelitian ini untuk melengkapi dan memperkuat

pembahasan dari penelitian ini. Bab ini juga akan membahas tentang keterbatasan

penelitian yang ada selama peneliti melakukan proses penelitian dengan

membandingkan proses penelitian yang seharusnya dicapai.

A. Interpretasi Hasil Penelitian dan Diskusi

Penelitian ini menghasilkan enam tema di mana diantaranya memiliki

subtema dengan kategori yang bermakna tertentu. Tema-tema tersebut

teridentifikasi berdasarkan tujuan penelitian. Berikut ini adalah pembahasan

secara rinci dari masing-masing tema yang ada dalam penelitian ini.

Tema 1. Karakteristik Dismenore yang dialami oleh santriwati

Nyeri yang dialami remaja selama menstruasi itu memiliki

karakteristik masing-masing. Karakteristik nyeri pada umumnya terdiri dari

beberapa komponen yaitu lokasi, intensitas, kualitas, onset dan durasi nyeri,

faktor-faktor yang memperburuk dan mengurangi nyeri dan dampak nyeri ke

kehidupan sehari-hari (Marmo dan Arcy, 2013). Hasil penelitian ini

menemukan bahwa karakteristik nyeri selama menstruasi yang dialami

masing-masing remaja komponennya terdiri dari onset dan durasi nyeri,

gejala penyerta, lokasi, sifat nyeri, tingkatan dan kualitas nyeri. Dampak nyeri

74
75

tidak peneliti masukkan ke dalam tema karakteristik dikarenakan menurut

asumsi peneliti antara karakteristik dan dampak berbeda. Karakteristik lebih

mengarah kepada ciri khas dari dismenore, sementara dampak adalah sebuah

hal yang terjadi akibat dismenore itu sendiri.

Onset dan durasi nyeri dapat dilihat dari awitan dan bagaimana nyeri

itu muncul, serta bagaimana pola dari nyeri tersebut, menetap atau hilang

timbul (Marmo dan Arcy, 2013). Hasil penelitian ini menemukan bahwa

onset dismenore dimulai sebelum dan saat menstruasi, sedangkan durasi

dismenore yaitu dimulai dari hari pertama hingga hari kelima menstruasi. Hal

ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Aziato, Dedey dan Lamptey

(2014) menunjukkan bahwa dismenore yang dialami remaja sangat bervariasi

permulaan waktunya, mulai dari seminggu sebelum menstruasi hingga satu

jam saat menstruasi terjadi. Durasi atau lama dismenore menurut hasil

penelitian ini yaitu mulai dari satu jam hingga lima hari selama menstruasi.

Perbedaan onset dan durasi dismenore ini berhubungan dengan beberapa hal

yaitu usia menstruasi yang terlalu dini, lamanya siklus menstruasi, banyaknya

darah yang keluar, dan belum pernah melahirkan (Goldman, Troisi dan

Rexrode, 2013).

Pola dismenore dalam hasil penelitian ini yaitu muncul bertahap,

hilang timbul dan menetap. Hal ini didukung oleh pernyataan yang

dikemukakan Manam (2011) dalam Nuryani (2011) dimana nyeri yang

dirasakan sebagai kram yang hilang timbul atau sebagai nyeri tumpul yang

terus menerus. Penyataan yang sama dikemukakan oleh Wiknjosastro (2009)

dalam Nuryani (2011) bahwa sifat dismenore adalah kejang berjangkit-

jangkit, nyeri yang dirasakan hilang timbul.


76

Lokasi nyeri menstruasi yang dialami santriwati pada penelitian ini

yaitu daerah perut bagian bawah, pinggul, pinggang dan daerah kemaluan.

Hal ini didukung oleh pernyataan yang dikemukakan Manam (2011) dalam

Nuryani (2011) bahwa dismenore menyebabkan nyeri perut bagian bawah

yang menjalar ke punggung bagian bawah dan tungkai. Menurut

Wiknjosastro (2009) dalam Nuryani (2011) dismenore pada umumnya terjadi

pada bagian perut bawah dan kadang menyebar ke sekitarnya (pinggang dan

paha depan).

Gejala penyerta dari nyeri selama menstruasi yang dirasakan oleh para

wanita sangatlah bervariasi. Hasil penelitian ini, menggambarkan bahwa

gejala penyerta dismenore yaitu nyeri pada pinggang dan kaki, punggung

panas dan nafsu makan menurun. Nyeri pada kaki ini terjadi akibat kontraksi

otot-otot pada kaki yang dipicu oleh sekresi prostaglandin. Sedangkan nyeri

pada daerah pinggang ini terjadi karena ligamen di area pinggang meregang

akibat tarikan uterus yang sedang berkontraksi (Mardhiyah, Rosidi, dan

Purwanti, 2015). Sesuai dengan penelitian sebelumnya, dimana menurut

penelitian yang dilakukan oleh Aziato, Dedey dan Lamptey (2014) gejala

yang menyertai dismenore yaitu mual, muntah, diare, sakit kepala, nyeri

sendi, kelemahan, nyeri pada ekstremitas bawah, keringat berlebihan, dan

kehilangan nafsu makan. Partisipan pada penelitian tersebut, mengalami

gejala penyerta nyeri, hanya pada saat hari pertama menstruasi. Menurut

Kahan, Miller dan Smith (2009) dalam bukunya, gejala penyerta dismenore,

utamanya dismenore primer yaitu mual, muntah, diare, dan sakit kepala.

Kadar atau derajat nyeri yang dialami selama menstruasi pada masing-

masing remaja sangatlah bervariasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa


77

derajat dismenore yang dialami santriwati berkisar antara ringan hingga berat.

Santriwati mengatakan ringan, karena nyeri yang ia rasakan masih dapat

ditolerir dan masih bisa digunakan untuk beraktivitas, sedangkan untuk nyeri

sedang dan berat, santriwati mengatakan bahwa nyeri ini bisa menyebabkan

santriwati tersebut merasa kesakitan, menangis dan mengganggu aktivitas

sehari-harinya, seperti sekolah dan mengikuti kegiatan pondok. Hasil

penelitian ini, sesuai dengan teori, dimana menurut Manuaba dalam Rakhma

(2011) derajat dismenore itu terbagi menjadi tiga bagian yaitu dismenore

ringan, sedang dan berat. Dismenore ringan adalah dimana ketika seseorang

mengalami nyeri yang masih dapat ditolerir dan dapat melanjutkan kegiatan

sehari-hari. Dismenore sedang adalah dimana seseorang mulai merespon

nyerinya dengan merintih dan diperlukan obat penghilang rasa nyeri tanpa

perlu meninggalkan aktivitas sehari-harinya. Dismenore berat adalah

seseorang tidak mampu lagi melakukan pekerjaan biasa dan perlu istirahat

beberapa hari, dan biasanya muncul beberapa gejala penyerta dismenore.

Kualitas atau deskripsi nyeri menstruasi yang dirasakan oleh remaja

sangatlah berbeda-beda. Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa ada

partisipan yang mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan seperti ingin buang

air besar, panas dan melilit, nyeri atau pegal, bahkan juga ada yang merasa

bingung terhadap dismenore yang ia rasakan. Penelitian yang dilakukan oleh

Mardhiyah, Rosidi, dan Purwanti tahun 2015, menunjukkan bahwa 15 dari 46

responden mengatakan bahwa nyeri menstruasi yang mereka alami seperti

ingin buang air besar. Nyeri perut ini terjadi karena usus juga berkontraksi

akibat pengaruh prostaglandin yang disekresikan oleh endometrium.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Nuryani (2011) menunjukkan bahwa


78

kualitas nyeri yang dirasakan itu seperti terikat, ditekan, dicubit, menyebar ke

daerah panggul dan kram.

Karakteristik dismenore yang diungkapkan oleh santriwati pun

berbeda-beda. Hal ini dikarenakan dismenore yang dirasakan adalah sebuah

perasaan atau penilaian subjektif, dimana hasil akhirnya nanti adalah

bervariasinya pengalaman dismenore antara satu orang dengan yang lainnya.

Tema 2. Dampak dismenore dalam kehidupan sehari-hari santriwati

Dismenore adalah salah satu gangguan yang biasa terjadi umumnya

pada remaja perempuan, dimana dismenore akan menimbulkan dampak

dalam kehidupan sehari-hari seorang remaja perempuan. Hasil studi ini

menunjukkan bahwa dampak dismenore yang dialami santriwati meliputi

intoleran aktivitas, perubahan pola tidur, pola makan, perubahan psikologis

dan proses belajar. Studi kualitatif yang dilakukan oleh Nuryani (2011) di

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makasar, menunjukkan bahwa

dismenore menimbulkan beberapa efek diantaranya yaitu gangguan aktivitas

(aktivitas kuliah dan istirahat terganggu), gangguan gastrointetinal (nafsu

makan menurun, mual-mual, dan hampir pingsan), perubahan mood (mudah

tersinggung dan mudah marah). Dismenore juga menyebabkan proses belajar

dalam kegiatan belajar mengajar terganggu (Dawood, 2006 dalam Iswari,

dkk, 2014).

Dismenore ini mampu mengubah pola tidur dari santriwati. Perubahan

yang dirasakan pun bermacam-macam, ada yang meningkat kualitas dan

waktu tidurnya dan bahkan ada pula yang menurun. Keadaan santriwati yang

cenderung susah untuk tidur ini sesuai dengan teori yang ada, dimana
79

penelitian yang dilakukan oleh Joshi, Davda dan Jadav, tahun 2013 di

Ahmedabad menunjukkan bahwa 16,7% responden dengan dismenore tidak

mengikuti perkuliahan, 29,3% melaporkan cenderung susah tidur, dan 34,2%

mengalami ketidakstabilan emosi yang pada akhirnya mempengaruhi

konsentrasi pada saat mengikuti pelajaran.

Tidur melibatkan suatu urutan keadaan fisiologis yang dipertahankan

oleh integrasi aktivitas sistem saraf pusat yang berhubungan dengan

perubahan dalam sistem saraf periferal, endokrin, kardiovaskular, pernapasan

dan muskular. Kontrol dan pengaturan tidur tergantung pada hubungan antara

dua mekanisme serebral yang mengaktivasi secara intermitten dan menekan

pusat otak tertinggi untuk mengontrol tidur dan terjaga. Sebuah mekanisme

menyebabkan terjaga dan yang lain menyebabkan tertidur (Potter dan Perry,

2012). Tidur dipengaruhi oleh hormon-hormon di dalam tubuh, antara lain

serotonin, L-triptofan, noreprinefrine dan asetilkolin otak. Serotonin oleh sel

serotonergik dipengaruhi oleh ketersediaan prekusor asam amino dari

neurotransmitter ini seperti L-triptofan (Hacker, 2006 dalam Gracia, dkk,

2011) .

Menurut Potter dan Perry (2012) dalam bukunya, sistem aktivasi

retikular (SAR) berlokasi pada batang otak teratas. SAR dipercayai terdiri

dari sel khusus yang mempertahankan kewaspadaan dan terjaga. SAR

menerima stimulus sensori visual, auditori, nyeri, dan taktil. Aktivitas korteks

serebral (misalnya emosi) juga menstimulasi SAR. Saat terbangun merupakan

hasil dari neuron dalam SAR yang mengeluarkan katekolamin seperti

norepinefrin. Tidur dapat dihasilkan dari pengeluaran serotonin dari sel


80

tertentu dalam sistem tidur raphe pada pons dan otak depan bagian tengah.

Daerah otak juga disebut daerah sinkronisasi bulbar (Bulbar Synchronizing

Region, BSR).

Salah satu dampak dismenore yaitu dapat menyebabkan penurunan

kualitas tidur, dimana penurunan ini disebabkan adanya pengaruh serotonin.

Serotonin merupakan salah satu neurotransmitter yang diketahui terlibat

dalam berbagai fungsi otak, misalnya keadaan tidur, suasana hati, emosi,

atensi, serta pembelajaran dan memori. Serotonin juga memiliki peran

penting dalam berbagai fungsi otak tersebut karena jalur neuron serotonergik

menginervasi berbagai daerah pada sistem saraf pusat, seperti serebelum,

neokorteks, talamus, sistem limbik, medula oblongata, dan medula spinalis

(kandel, 2000; Carlson, 2004 dalam Furqaani, 2015). Turunnya kadar

esterogen pada fase menstruasi dapat mempengaruhi serotonin (Gracia,dkk,

2011).

Sebagian besar santriwati juga cenderung mengalami penambahan

waktu tidur atau istirahat saat mengalami dismenore. Tidur atau istirahat yang

dilakukan santriwati ini diasumsikan peneliti sebagai cara yang digunakan

santriwati untuk mengurangi nyeri yang dirasakan. Hal ini sesuai dengan teori

yang ada, dimana istirahat dapat membantu merilekskan otot-otot dan sistem

saraf. Semakin lama seseorang tersebut beristirahat, maka tubuh akan terasa

lebih rileks (Asmadi, 2008 dalam Mustaqimah, Widayati dan Pranowowati,

2013).

Ketidakstabilan emosi juga terjadi pada remaja saat mengalami

dismenore. Penyebab timbulnya ketidakstabilan emosi ini adalah menurunnya


81

hormon esterogen dan progesteron saat menstruasi. Penurunan hormon

tersebut, memicu terjadinya penurunan sintesis hormon serotonin dan GABA

yang pada akhirnya menyebabkan mood dan emosi seseorang menjadi tidak

stabil (Putri, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Yasir, Kant dan Dar pada

tahun 2014 menunjukkan bahwa 116 dari 356 responden menyatakan bahwa

sebagian besar dari mereka mengalami ketidakstabilan emosi dan sebagian

kecil lainnya menjadi lebih mudah marah saat dismenore. Penelitian serupa

yang dilakukan oleh Joshi, Davda dan Jadav (2013) juga menjelaskan bahwa

perubahan psikologis atau mood adalah sebuah masalah yang sering

dikeluhkan oleh remaja perempuan saat mengalami dismenore. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa 34,2% dari total responden (143),

mengalami perubahan psikologis saat menstruasi.

Kaitan antara prostaglandin dengan regulasi emosi ini pun dipaparkan

secara jelas oleh Lauralee (2012) dalam bukunya, dimana prostaglandin yang

beredar dalam darah, berikatan dengan nosiseptor polimodal, dimana

nosiseptor polimodal ini adalah reseptor yang mampu menerima berbagai

macam stimulus, salah satunya yaitu stimulus yang berasal dari zat kimia.

Tahap selanjutnya adalah transmisi, dimana impuls nyeri kemudian

ditransmisikan serat aferen (A-delta dan C) ke medulla spinalis melalui

dorsal horn, dimana disini impuls akan bersipnasis di substansia gelatinosa

(lamina II dan III) impuls kemudian menyebrang keatas melewati traktus

spinothalamus anterior dan lateral diteruskan langsung ke thalamus tanpa

singgah di formatio retikularis membawa impuls fast pain. Pada bagian

thalamus dan korteks somatosensorik inilah individu kemudian dapat


82

mempersepsikan, mengambarkan, melokalisasi, menginterpretasikan dan

mulai berespon terhadap nyeri.

Impuls slow pain (serat C) dibawa langsung masuk ke formatio

reticularis. Interkoneksi dari talamus dan formation retikularis kehiptalamus

dan sistem limbik memicu respon perilaku dan emosi. Impuls ini akan

membuat terjadi nya respon emosi dan perilaku, seperti marah-marah, cemas,

dan lain-lain (Lauralee, 2012). Bukan hanya hal itu, dismenore ini juga akan

menyebabkan terjadinya gangguan kognitif, berupa penurunan konsentrasi

saat belajar (Saguni, Madianung dan Musi, 2013).

Aktivitas sehari-hari remaja perempuan saat mengalami dismenore

cenderung menurun. Penelitian yang dilakukan oleh Saguni, Madianung dan

Musi (2013) di SMA Kristen I Tomohon, menunjukkan bahwa ada hubungan

antara dismenore dengan aktivitas belajar remaja di SMA Kristen I Tomohon

yang ditunjukkan hasil uji statistik chi-square nilai p = 0,000<alpha = 0,05.

Dismenore ini setidaknya mengganggu 50% wanita masa reproduksi dan 60-

85% pada usia remaja, yang mengakibatkan banyaknya absensi pada sekolah

maupun kantor (Annathayakheisha, 2009 dalam Ningsih, 2011). Dismenore

primer mempengaruhi kualitas hidup sebesar 40-90% wanita, dimana 1 dari

13 yang mengalami dismenore tidak hadir bekerja dan sekolah selama 1-3 per

bulan (Woo dan McEneaney, 2010 dalam Ningsih, 2011).

Ketidaksabilan pola dan nafsu makan juga terjadi saat dismenore.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar santriwati meningkat nafsu

makannya selama dismenore, dan sebagian kecil santriwati menurun nafsu

makannya selama mengalami dismenore. Studi kualitatif yang dilakukan oleh


83

Nuryani (2011) menunjukkan bahwa dismenore menimbulkan dampak salah

satunya yaitu gangguan gastrointetinal, dimana gejala yang dirasakan yaitu

nafsu makan menurun, mual-mual, dan hampir pingsan.

Nafsu dan perilaku makan selain dikontrol oleh sinyal-sinyal

involunter yang berasal dari saluran pencernaan, saraf dan hipotalamus, nafsu

makan ini juga dipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya bau, rasa, tekstur,

jumlah makanan yang tersedia, kebiasaan, cemas, stress, depresi dan

kebosanan. Namun, orang sering makan untuk memuaskan kebutuhan

psikologis bukan menghilangkan rasa lapar (Lauralee, 2012).

Nyeri yang dialami selama menstruasi termasuk salah satu penyebab

terjadinya stres fisiologik, dimana tubuh akan melakukan kompensasi untuk

mempertahankan homeostasisnya. Hipotalamus mendeteksi terjadinya stres

dalam tubuh, setelah stres terdeteksi, hipotalamus akan mengeluarkan

corticotropin releasing hormone (CRH). CRH ini akan merangsang hipofisis

anterior untuk menguraikan suatu prekusor yang bernama

proopimelanokortin (POMC). Prekusor ini diuraikan menjadi beberapa zat

yaitu ACTH dan α-melanocyte stimulating hormone (MSH). α-MSH

merangsang reseptor melanokortin (MR-3 dan MR-4) pada nuklei

paraventrikular (PVN) yang kemudian mengaktifkan jaras neuron yang

menjulur ke nukleus traktus solitarius (NTS) yang meningkatkan aktivitas

simpatik dan pemakaian energi, nukleus ini juga berfungsi sebagai pusat rasa

kenyang. NPV juga mengeluarkan sebuah hormon yaitu CRH dimana hormon

ini berperan dalam menekan nafsu makan (Guyton, 2012).

ACTH yang dikeluarkan oleh hipofisis anterior merangsang korteks

adrenal untuk mengeluarkan hormon kortisol yang berfungsi untuk mengatasi


84

stres yang terjadi (Lauralee, 2012). Efek metabolik kortisol adalah

meningkatkan konsentrasi gula darah dengan mengorbankan simpanan lemak

dan protein untuk meningkatkan suplai energi selama stres. Ketika kadar

stres sudah mulai berkurang, simpanan energi tubuh pun akan menurun,

sehingga merangsang neuron oreksigenik di nukleus arkuatus untuk

mensekresikan neuropeptida Y (NPY) yang pada akhirnya NPY ini akan

meningkatkan nafsu makan (Guyton, 2012).

Dampak yang dialami oleh masing-masing santriwati berbeda, dimana

dampak ini muncul akibat kurang tepatnya penanganan serta pencegahan

dismenore. Pendidikan kesehatan mengenai dismenore perlu diberikan

kepada santriwati, dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, yang

diharapkan nanti pada akhirnya dapat merubah sikap dan perilaku santriwati

dalam upaya meminimalisir dampak yang terjadi akibat timbulnya dismenore

setiapkali menstruasi terjadi.

Tema 3. Upaya Penanganan Dismenore yang dilakukan Santriwati

Cara untuk menangani dismenore masing-masing orang berbeda-beda.

Dismenore ini dapat diatasi dengan berbagai macam upaya, salah satu upaya

yang dapat dilakukan yaitu dengan terapi non-farmakologi. Terapi non-

farmakologi yang dilakukan oleh santriwati yaitu istirahat, minum dan

kompres air hangat, minum jahe hangat, minum susu, tidur dengan posisi

meringkuk, aktivitas dan meningkatkan asupan makanan. Studi kualitatif

yang dilakukan oleh Nuryani (2011) menunjukkan bahwa upaya mengatasi

nyeri yang dapat dilakukan adalah dengan istirahat, penggunaan obat-

obatan(penggunaan minyak angin, penggunaan obat analgetik, dan obat


85

tradisional) dan menggunakan tekhnik relaksasi (massase atau menekan

daerah perut, distraksi dan kompres air hangat).

Kompres air hangat adalah sebuah metode yang sudah lama

diaplikasikan untuk mengurangi nyeri. Penggunaan kompres hangat

diharapkan dapat meningkatkan relaksasi otot-otot dan mengurangi nyeri

akibat spasme atau kekakuan serta memberikan rasa hangat lokal. Nyeri

akibat memar, spasme otot, dan arthritis berespon baik terhadap peningkatan

suhu karena dapat melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan aliran

darah lokal. Oleh karena itu, peningkatan suhu yang disalurkan melalui

kompres hangat, dapat meredakan nyeri dengan menyingkirkan produk

inflamasi seperti bradikinin, histamin dan prostaglandin yang akan

menimbulkan rasa nyeri lokal (Price&Wilson, 2005 dalam Oktasari,

Misrawati dan Utami, 2012).

Hasil di atas didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Jeung-

Im (2013), dimana penelitian ini menunjukkan bahwa kompres air hangat

dengan menggunakan red bean pillows efektif dalam menurunkan nyeri yang

dirasakan sebelum dan saat menstruasi. Penelitian yang lain juga dilakukan

oleh Bonde, Lintong dan Moningka (2014) menunjukkan bahwa ada

hubungan yang bermakna antara kompres panas dengan penurunan derajat

nyeri haidh (p=0,00). Hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa

kompres panas berpengaruh terhadap penurunan derajat nyeri haidh pada

siswi SMA dan SMK Yadika Kopandakan II.

Penelitian mengenai perbandingan efektivitas kompres hangat dan

kompres dingin dilakukan oleh Oktasari, Misrawati dan Utami (2014)


86

menunjukkan bahwa perbandingan sesudah antara kelompok kompres hangat

dan kelompok kompres dingin p- value 0,000 < α (0,05) sehingga dapat

disimpulkan Ho ditolak. Hal ini berarti disimpulkan terdapat perbedaan yang

signifikan antara kompres hangat dan kompres dingin terhadap penurunan

dismenorea. Perbandingan mean rank yang didapat antara perubahan

intensitas nyeri pada kelompok kompres dingin lebih besar yaitu 34,44

sedangkan kelompok kompres hangat yaitu 16,56. Oleh karena itu kompres

dingin lebih efektif dibanding kompres hangat.

Istirahat adalah salah satu cara yang sering dilakukan untuk

menangani dismenore. Istirahat tersebut dilakukan dengan cara tidur, dimana

menurut mereka tidur mampu membuat tubuh rileks dan mengurangi nyeri

yang mereka rasakan. Hal ini sesuai dengan teori, dimana istirahat dapat

membantu merilekskan otot-otot dan sistem saraf. Semakin lama seseorang

tersebut beristirahat, maka tubuh akan terasa lebih rileks. Istirahat dan tidur

merupakan kebutuhan dasar yang mutlak harus dipenuhi oleh semua orang.

Istirahat dan tidur yang cukup, akan membuat tubuh baru dapat berfungsi

secara optimal. Istirahat berarti suatu keadaan tenang, relaks, tanpa tekanan

emosional, dan bebas dari perasaan gelisah (Asmadi, 2008 dalam

Mustaqimah, Widayati dan Pranowowati, 2013).

Penelitian yang dilakukan Mustaqimah, Widayati, dan Pranowowati

pada tahun 2013 di Siswi MTs Ma’arif Nyatnyono Kabupaten Semarang,

menunjukkan bahwa sebagian besar responden menangani dismenore dengan

hanya beristirahat (tidur) yaitu sejumlah 14 siswi (23,0 %) dari 61 siswi, dan

sedangkan penanganan kombinasi yang dilakukan responden sebagian besar


87

ditunjukkan pada penanganan istirahat dan tidur yaitu sejumlah 9 siswi (14,8

%). Penelitian serupa juga dilakukan oleh Emmanuel dkk (2013),

menunjukkan bahwa 77 dari 245 total responden dalam penelitian tersebut,

mengatasi dismenore mereka yang rasakan dengan beristirahat.

Konsumsi air rebusan jahe, juga terbukti mampu menurunkan

intensitas nyeri yang dirasakan oleh santriwati. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang ada, dimana intensitas nyeri haidh sebelum diberikan air

rebusan jahe pada Mahasiswa Stikes Aisiyah Yogyakarta berkisar 5-8 dengan

rata-rata 7 dan sesudah diberikan air rebusan jahe hari kedua berkisar antara 1-

4 dengan rata-rata 2,55. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh

pemberian air rebusan jahe terhadap intensitas nyeri haidh yang dirasakan

(Wilis, 2011). Jenabi (2013) juga mengadakan penelitian yang serupa, dan

hasilnya menunjukkan bahwa satu kelompok yang diberikan terapi rebusan air

jahe terjadi perubahan skala nyeri yang sangat signifikan dibandingkan dengan

kelompok yang diberikan placebo. Sekitar 82.85% perempuan di kelompok

yang diberikan terapi rebusan jahe juga mengatakan bahwa, gejala-gejala

penyerta dismenore yang mereka alami berkurang pasca terapi.

Jahe (Zingiber officinale roscoe) mempunyai kegunaan yang cukup

beragam antara lain, sebagai rempah, minuman penghangat tubuh, minyak

astiri, pemberi aroma ataupun sebagai obat (Bartley dan Jacobs, 2000 dalam

Amir, 2014). Senyawa antioksidan alami dalam jahe cukup tinggi dan sangat

efisien dalam menghambat radikal bebas dan hidroksil yang dihasilkan oleh

sel-sel kanker dan bersifat antikarsinogenik, non toksisk, dan non mutagenik

dalam konsentrasi tinggi (Manju dan Nalini, 2005 dalam Amir, 2014).
88

Senyawa yang terkandung dalam jahe yaitu gingerol, shogaol, paradol,

zingeron.

Gingerol, shogaol, paradol, zingeron, dan beberapa gingerdione dapat

menghambat siklooksigenase dan lipoksigenase sehingga menghambat

biosintesis prostaglandin dan leukotrien. Komponen oleoresin jahe merah

efektif dalam menghambat produksi PGE2, tumor necrosis factor α (TNFα),

dan siklooksigenase yang dilepaskan pada sinoviosit dengan cara mengatur

aktivasi nuclear factor κB (NFκB) dan mendegradasi subunit penghambat

IκBα. Penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase akan mengakibatkan

penurunan pembentukan prostaglandin, penghambatan sintesis leukotrien,

penghambatan produksi interleukin dan TNFα dalam mengaktivasi makrofag.

Penurunan pembentukan prostaglandin dan leukotrien inilah yang akan

mengurangi nyeri (Haghihi, dkk, 2005; Ozgoli dkk, 2009; Black dkk, 2010;

Ratna, 2009; Combez, 2011; Viteta, 2008 dalam Astuti, 2011).

Aktivitas juga salah satu upaya yang dilakukan untuk mengurangi

nyeri yang dirasakan. Aktivitas yang dilakukan ini dipercayai dapat

meningkatkan produksi hormon endorfin yang ada dalam tubuh manusia

(Jerdy, Hosseini dan Elvazi, 2012 dalam Anisa, 2015). Fungsi otak selain

sebagai rangkaian neuron yang menghubungkan nosiseptor perifer dengan

struktur sistem saraf pusat yang lebih tinggi untuk persepsi nyeri, otak juga

mengandung sistem analgesik penekan nyeri inheren yang menekan

penyaluran impuls di jalur nyeri sewaktu impuls tersebut masuk ke medula

spinalis. Dua regio diketahui menjadi bagian dari jalur analgesik desenden ini.

Rangsangan listrik pada subtansia grisea periakuaduktus menghasilkan

analgesik yang kuat,demikian juga analgesik ini menekan nyeri dengan


89

meghambat pelepasan substansi P dari ujung serat nyeri aferen, sehingga

transmisi lebih lanjut sinyal nyeri dihambat (Lauralee, 2012).

Penelitian yang mendukung teori di atas, dilakukan oleh Nuryaningsih

(2013), dimana hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat nyeri

sebelum melakukan senam dismenore terbanyak adalah siswa dengan skala

nyeri sedang sejumlah 16 siswa (88.9%) dan skala nyeri berat sejumlah 2

siswa (11.1%). Tingkat nyeri setelah melakukan senam dismenore terbanyak

adalah siswa dengan skala nyeri ringan sejumlah 12 siswa (66.7%) dan skala

nyeri sedang sejumlah 6 siswa (33.3%). Hasil ini menunjukkan bahwa senam

dismenore mampu untuk menurunkan nyeri yang dirasakan selama

menstruasi.

Terpenuhinya asupan gizi seperti kalsium, magnesium, vitamin A, E,

B6, dan C, juga menjadi salah satu cara yang dapat membantu meringankan

dismenore yang dirasakan oleh remaja (Devi, 2012 dalam Susilowati, 2014).

Susu merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung kalsium,

dimana pada saat remaja dianjurkan untuk mengkonsumsi satu gelas susu

yang mengandung 500-800 ml kalsium setiap hari. Kalsium yang dikonsumsi

ini dapat membantu mengurangi kram dan kejang perut saat menstruasi

(Sunita, 2002 dalam Susilowati, 2014). Hudson mengatakan bahwa kalsium

bersama dengan magnesium berperan dalam mengurangi tekanan pada otot-

otot, dimana salah satu otot tersebut adalah otot uterin yang membutuhkan

kalsium agar tetap mampu menjalankan fungsinya secara normal. Kram pada

rahim ini pun akan lebih mudah muncul jika tubuh kekurangan kalsium

(Hudson, 2007 dalam Silvana, 2012).


90

Penelitian yang dilakukan oleh Susilowati tahun 2014 di SMAN 1

Unggaran menunjukkan bahwa sebelum pemberian susu, rentang nyeri antara

kelompok susu dan coklat hampir sama. Namun setelah dilakukan intervensi,

terjadi penurunan nyeri sebesar 1,34 dari angka awal, maka dapat

disimpulkan terjadi perbedaan signifikan antara skala dismenore sebelum dan

sesudah pemberian susu. Pada penelitian kali ini, pemberian susu

dibandingkan dengan pemberian coklat, dimana hasilnya menunjukkan

bahwa dibandingkan dengan susu, coklat lebih efektif dalam menurunkan

nyeri menstruasi. Hal ini dapat dilihat dari hasil rata-rata skala nyeri setelah

pemberian susu dan cokelat, yang mana rata-rata skala nyeri, sesudah

pemberian coklat sebesar 2,83 yang lebih rendah dibandingkan sesudah

pemberian susu sebesar 4,08.

Penanganan nyeri menstruasi yang dialami, selain bisa dilakukan di

rumah atau di pondok, bisa juga dilakukan di puskesmas, atau tempat praktik

tenaga medis terkait. Namun sayangnya, saat ini motivasi dan keinginan

remaja untuk periksa atau datang ke pelayanan kesehatan terkait dismenore,

masihlah sangat rendah. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian, dimana

semua partisipan mengatakan tidak pernah melakukan kunjungan ke

pelayanan kesehatan terkait dismenore yang mereka alami. Mereka

mengatakan dismenore yang mereka alami masih bisa mereka tangani sendiri,

sehingga tidak memerlukan bantuan dari tenaga kesehatan. Padahal,

berkunjung ke pelayanan kesehatan tidak harus menunggu kita dalam

keadaan sakit, karena mencegah lebih baik daripada mengobati.


91

Rendahnya motivasi dan keinginan remaja untuk melakukan

pemeriksaan kesehatan ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor dimana salah

satu faktor yang paling penting yakni pengetahuan remaja tentang dismenore.

Pengetahuan membuat para remaja memiliki kesadaran atau motivasi untuk

melakukan sesuatu sesuai kebutuhan (Trisnawaty, 2012). Remaja yang

memiliki pengetahuan yang baik mengenai dismenore akan memiliki

motivasi tinggi untuk melakukan kunjungan ke pelayanan kesehatan saat ia

mengalami dismenore, sedangkan remaja yang pengetahuannya kurang

mengenai dismenore, motivasi untuk melakukan pemeriksaan ke pelayanan

kesehatan pun rendah.

Upaya penanganan yang dilakukan santriwati untuk meminimalisir

dampak dari timbulnya dismenore ini sangatlah bervariasi. Hal ini mereka

lakukan atas dasar keinginan diri sendiri ataupun pengaruh dari lingkungan

sekitar, seperti orang tua dan teman sebaya. Teman sebaya ternyata memiliki

pengaruh yang lebih signifikan dibandingkan dengan orang tua. Hal ini

dikarenakan salah satu penyebabnya yaitu tingginya intensitas waktu untuk

bertemu antara santriwati dan teman sebaya, mengingat lebih banyak waktu

mereka habiskan di pondok pesantren daripada di rumah bersama orang tua.

Selain itu pada fase remaja, posisi teman sebaya menggantikan kedua orang

tua, dikarenakan pada fase ini sering terjadi adanya kesenjangan dan konflik

antara remaja dan orang tuanya (Narendra, dkk., 2010).

Tema. 4 Antisipasi yang dilakukan oleh Santriwati

Dismenore selain dapat ditangani dengan terapi farmakologi dan non-

farmakologik, dismenore pun bisa dicegah. Antisipasi menurut KBBI (2016)


92

adalah sebuah upaya menahan agar sesuatu yang tidak kita inginkan itu tidak

terjadi. Antisipasi juga termasuk dalam salah satu mekanisme koping dimana

antisipasi ini adalah suatu upaya untuk menghadapi suatu stresor yang

diprediksikan terjadi dalam waktu dekat (Schwarzer dan Taubert, 2002 dalam

Schwarzer, 2013). Dimana, jika stresor tersebut tidak diantisipasi, ada

kemungkinan di kemudian hari, stresor tersebut dapat menimbulkan dampak

pada kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan,

didapatkan hasil bahwa mereka ada yang tidak melakukan pencegahan dan

ada yang melakukan pencegahan terhadap dismenore. Mereka mengatakan

bahwa dismenore ini tidak dapat dicegah, karena munculnya tidak dapat

diprediksi, namun bukan hanya itu, selain waktu timbulnya dismenore yang

tidak dapat diprediksi, kurangnya pengetahuan santriwati mengenai cara yang

dapat dilakukan utuk mencegah dismenore pun kurang.

Pencegahan terhadap dismenore yang mereka lakukan adalah dengan

melakukan aktivitas. Hal ini sesuai dengan teori dimana salah satu cara yang

sangat efektif untuk mencegah dismenore ini adalah dengan melakukan

aktivitas. Olahraga secara teratur seperti berjalan kaki, jogging, berlari,

bersepeda, renang atau senam aerobik dapat memperbaiki kesehatan secara

umum dan memperbaiki kesehatan secara umum dan membantu menjaga

siklus menstruasi agar teratur (Ernawati, Hartiti, dan hadi, 2006 dalam Bahri,

Afirwardi, dan Yusrawati, 2016). Hal ini didukung oleh hasil penelitian

Daley yang menyatakan aktivitas efektif untuk menurunkan dismenore primer

(Daley, 2008 dalam Bahri, Afirwardi, dan Yusrawati, 2016).


93

Penelitian yang dilakukan oleh Utami dan Prastika (2015)

menunjukkan bahwa 68 responden yang berpengetahuan baik didapatkan 48

(40%) responden berperilaku positif dan 20 (16,7%) responden berperilaku

negatif dalam pencegahan dismenore, sedangkan dari 52 responden yang

berpengetahuan kurang terdapat 16 (13,3%) responden berperilaku positif dan

36 (30%) yang berperilaku negatif dalam pencegahan dismenore. Hasil uji

statistik diperoleh P Value = 0,000 dimana nilai tersebut lebih rendah dari

nilai α = 0,05 (p < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima atau ada

hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan tentang dismenore

dengan perilaku pencegahan dismenore. Hasil analisis diperoleh nilai OR =

5,400 (2,459- 11,859) artinya pengetahuan remaja putri yang baik tentang

dismenore akan berpeluang 5 kali berperilaku positif dalam hal pencegahan

dismenore jika dibandingkan dengan remaja putri dengan pengetahuan yang

kurang baik.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan suatu objek tertentu, penginderaan melalui panca

indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, raba dan

rasa. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (Overt Behavior), karena tindakan atau

perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada

tindakan atau perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmodjo,

2007 dalam Utami dan Prastika, 2015).

Semakin baik pengetahuan tentang dismenorea yang dimiliki siswi,

maka perilaku yang ditunjukkan untuk menangani dismenore juga semakin


94

baik. Pengetahuan yang baik akan mempengaruhi sikap siswi untuk

menangani dismenore dengan tepat. Hal tersebut karena pengetahuan

seseorang tentang sesuatu hal akan mempengaruhi sikapnya. Sikap positif

maupun negatif tergantung dari pemahaman individu tentang suatu hal

tersebut, sehingga sikap ini selanjutnya akan mendorong individu melakukan

perilaku tertentu pada saat dibutuhkan, tetapi kalau sikapnya negatif, justru

akan menghindari untuk melakukan perilaku tersebut (Azwar, 2013 dalam

Utami dan Prastika, 2015).

Minimnya pencegahan dismenore yang dilakukan oleh santriwati

sangat erat kaitannya dengan kurangnya pengetahuan santriwati mengenai hal

tersebut. Hal ini disebabkan oleh minimnya rasa keingintahuan santriwati

serta minimnya informasi yang mereka dapatkan. Peran perawat sangat

dibutuhkan untuk memberikan edukasi terkait apa itu dismenore dan

bagaimana pencegahannya.

Tema 5. Dukungan yang diperoleh santriwati saat mengalami dismenore

Remaja dalam menghadapi dan menjalani kehidupannya selalu

memerlukan bantuan dan dukungan dari orang-orang sekitarnya. Dukungan

tersebut bisa didapatkan dari orang tua, saudara, orang dewasa dan teman

sebaya. Masa remaja merupakan masa krisis karena pada tahap ini mereka

banyak mengalami adanya perubahan pada dirinya, baik dari segi fisik

maupun psikologis. Untuk dapat mengatasi masa krisis ini, remaja

membutuhkan pengertian dan bantuan dari orang-orang sekitarnya baik

secara langsung maupun tidak langsung.


95

Hasil penelitian ini didapatkan bahwa saat santriwati mengalami

dismenore, mereka mendapatkan dukungan dari orang disekitarnya seperti ibu

dan teman sebayanya. Dukungan yang diterima berupa dukungan emosional,

instrumental dan informasional. Bentuk dukungan emosional yang diterima

yaitu lebih ke arah memberikan nasihat serta support, bahwa dismenore itu

adalah sebuah proses normal yang umum terjadi pada perempuan. Bentuk

dukungan instrumental yang diberikan yaitu lebih dalam membantu santriwati

dalam melaksanakan kegiata sehari-hari seperti mengambilkan makan,

mengambilkan air hangat, membelikan susu dan lain-lain saat santriwati

mengalami dismenore dan tidak mampu melakukan aktifitas sehari-hari.

Sedangkan bentuk dukungan informasional lebih kepada pemberian informasi

terkait upaya penanganan dismenore seperti disarankan untuk minum air

hangat, minum susu dan istirahat agar nyeri yang dirasakan berkurang.

Menurut Gotlieb (1983) dalam Sepfitri (2011) mengatakan bahwa

dukungan sosial terdiri dari informasi verbal atau non-verbal, bantuan yang

nyata, atau tingkah laku yang diberikan orang-orang yang dekat dengan

subjek di dalam lingkungan sosialnya dan hal-hal yang dapat memberikan

keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya.

Dukungan sosial ini diaplikasikan dalam berbagai bentuk, diantaranya berupa

dukungan emosional, penghargaan, instrumental dan informasional.

Dukungan emosional ini mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan

perhatian terhadap orang yang bersangkutan. Dukungan penghargaan terjadi

lewat ungkapan hormat untuk orang lain, dorongan maju atau persetujuan

dengan gagasan atau perasaan individu. Memberikan bantuan secara nyata

atau langsung kepada subjek termasuk bentuk sebuah dukungan, yakni


96

dukungan instrumental, sedangkan jika bantuan yang diberikan ini hanya

berupa informasi dan saran, maka bantuan tersebut termasuk dalam kategori

bantuan informasional (Depkes, 2002 dalam Muttaqin dan Kurniawati, 2008).

Penelitian terkait dukungan keluarga pada remaja yang mengalami

dismenore juga dilakukan oleh Hasanah tahun 2010. Penelitian ini berjudul

pengaruh terapi akupresur dengan menurunkan intensitas nyeri, dimana

dukungan keluarga juga dikaji lebih lanjut. Namun, pada penelitian ini,

dukungan keluarga bukanlah menjadi variabel yang di teliti secara langsung,

namun menjadi variabel perancu yang juga dikaji. Pada penelitian ini

proporsi terbesar pada karakteristik dukungan keluarga adalah keluarga

memberikan perhatian pada remaja pada saat mereka mengalami dismenore.

Perhatian ini biasanya diberikan oleh ibu, atau pun anggota keluarga yang

lainnya. Pada analisis bivariat, didapatkan bahwa dukungan keluarga pada

kedua kelompok penelitian ini tidak berpengaruh terhadap intensitas nyeri

dan kualitas nyeri setelah dilakukan akupresur.

Dukungan informasional terkait dismenore dalam penelitian ini

didapatkan dari seorang ibu, guru, dan teman sebaya satu pondok. Selaras

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari, Metusala dan Suryanto

(2010) menunjukkan bahwa sebagian remaja putri lebih menyukai mencari

informasi tentang dismenore pada keluarga dan teman wanita (91,1%)

dibandingkan dengan informasi dari dokter (3,5%). Mereka juga mencari

informasi dari sumber-sumber lain seperti majalah, koran ataupun internet

(5,4%). Namun hal ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan

oleh Purba, Rompas dan Krundeng (2014) mengatakan bahwa sumber


97

informasi yang diperoleh remaja putri tentang dismenore dari paparan media

yaitu sebanyak 29 orang (43,9%), orang tua sebanyak 22 orang (33,3%),

tenaga kesehatan sebanyak 8 orang (12,1%) dan teman sebanyak 7 orang

(10,6%).

Pencarian dukungan sosial ini termasuk salah satu mekanisme koping

yang dapat dilakukan, dimana hal ini sesuai dengan teori mekanisme koping

yang diusung oleh Lazarus dan Folkman (1984) dalam Muthoharoh (2010)

Koping menurut Lazarus dan Folkman adalah sebuah upaya perubahan

kognitif dan perilaku secara konstan untuk mengelola tekanan internal dan

eksternal yang dianggap melebihi batas kemampuan individu. Koping dapat

dibagi dalam dua jenis yaitu koping berfokus pada masalah dan koping

berfokus pada emosi. Salah satu komponen koping berfokus pada masalah

adalah pencarian dukungan sosial.

Hasil penelitian ini sejalan dengan studi kualitatif yang dilakukan oleh

Aziato, Dedey dan Lamptey pada tahun 2015 mengenai mekanisme koping

saat dismenore, pada penelitian tersebut didapatkan bahwa salah satu bentuk

koping yang dilakukan yaitu dengan pencarian dukungan sosial. Dukungan

sosial yang didapatkan partisipan dalam penelitian tersebut berasal dari teman

sebayanya. Bentuk dukungan tersebut berupa dukungan instrumental, dimana

teman sebaya dari partisipan, membantu untuk mencuci pakaian yang kotor.

Bukan hanya dukungan instrumental saja, namun partisipan juga

mendapatkan dukungan emosional dari teman sebayanya. Dukungan tersebut

berupa sentuhan hangat dan motivasi, agar partisipan tetap semangat dalam

menghadapi nyeri yang ia alami. Dukungan dan perhatian dari ibu, anggota
98

keluarga, teman dan lainya sangatlah penting bagi remaja yang mengalami

dismenore, karena kehadiran orang yang dicintai akan meminimalkan rasa

takut dan mengurangi nyeri yang dirasakan (Potter & Perry, 1997 dalam

Hasanah, 2010).

Santriwati dalam penelitian ini mendapat dukungan dari ibu, teman

sebaya serta guru di sekolah. Sosok yang sangat berperan penting dalam

pemberian dukungan dalam penelitian ini yaitu teman satu pondok,

mengingat sebagian besar lebih banyak mereka habiskan di pondok pesantren

dari pada di rumah. Dukungan yang diperoleh ini sangat berperan penting

terhadap santriwati dalam upaya meminimalisir dampak yang ditimbulkan

oleh dismenore.

Tema 6. Mitos-mitos Seputar Dismenore yang dipercayai oleh santriwati

Mitos berasal dari kata mytos bahasa Yunani yang bercerita cerita atau

sesuatu yang dikatakan seseorang (Dhavomony, 1995 dalam Mufiani, 2014).

Menurut KBBI (2016) mitos adalah cerita tentang suatu bangsa tentang dewa

dan pahlawan zaman dahulu, mengandung penafsiran tentang asal-usul

semesta alam, manusia dan bangsa tersebut, yang diungkapkan secara ghaib.

Sedangkan menurut Mircea Eliade bahwa mitos merupakan kebenaran

sejarah yaitu “ a myth is true history or what came to pass at the beginning of

time, and one which provides the pattern for human behaviour”. Sehingga

baik kisah itu nyata, legenda maupun kisah yang tidak dapat dibuktikan

kebenarannya seperti dongeng serta semua cerita yang mengisahkan tentang

masa lalu disebut mitos apabila kisah tersebut diyakini dan dapat

mempengaruhi perilaku manusia (Elliade, 1995 dalam Mufiani, 2014).


99

Minimnya pengetahuan dan wawasan masyarakat menjadikan mereka berpola

pikir yang mengada-ada, yang kemudian berkembang menjadi mitos.

Meskipun secara medis mitos yang berkembang itu tidak alamiah, namun

kenyataannya banyak masyarakat yang masih percaya dengan berita yang

belum tentu kebenarannya (Andira, 2010 dalam Mufiani, 2014).

Hasil studi ini menunjukkan bahwa salah satu mitos terkait dismenore

adalah mengkonsumsi obat penurun nyeri dapat menimbun dalam tubuh. Hal

ini kurang sesuai dengan teori yang ada dimana obat yang masuk ke dalam

tubuh akan diabsorpsi oleh usus halus dan akhirnya masuk ke dalam hati.

Obat akan ikut sirkulasi ke dalam jaringan, kemudian berinteraksi dengan sel

dan melakukan sebuah perubahan zat kimia hingga menjadi aktif. Obat yang

tidak bereaksi akan disekresikan. Setelah obat mengalami metabolisme atau

pemecahan, akan terdapat sisa zat yang tidak dapat dipakai (Damayanti,

Pitriani, dan Ardhiyanti, 2015).

Sisa zat ini tidak bereaksi kemudian keluar melalui ginjal dalam

bentuk urine dari intestinal dalam bentuk feses, dan dari paru-paru dalam

bentuk udara. Hal ini dapat disimpulkan bahwa obat yang masuk dalam

tubuh, sisa-sisa zat nya akan dikeluarkan melalui sistem pembuangan dan

tidak tertimbun di dalam tubuh. Namun disisi lain, mitos tersebut ada

benarnya, dimana obat yang kita konsumsi juga memiliki efek samping yang

tidak diharapkan, dan bisa membahayakan seperti keracunan, pengobatan dan

lain-lain (Damayanti, Pitriani, dan Ardhiyanti, 2015).

Mitos mengenai penggunaan obat-obatan penurun nyeri berbahaya

untuk remaja dan lebih baik didiamkan, kurang sesuai dengan teori yang ada
100

dimana jika penggunaan obat-obat-an sesuai dengan dosis yang dianjurkan,

maka obat tersebut akan memberikan efek terapi sesuai dengan yang kita

inginkan. Namun, jika dosis yang dikonsumsi melebihi dosis maksimal, maka

obat tersebut akan berbahaya dan menimbulkan efek toksik atau keracunan

(Tjay dan Rahardja, 2007). Dismenore yang dialami oleh remaja juga

sebaiknya mendapatkan penanganan yang secepatnya, dimana jika dismenore

ini diabaikan, dismenore ini akan menjadi suatu hal yang berbahaya, karena

kondisi ini merupakan salah satu penyebab munculnya gejala endometriosis

(Anwar, 2005 dalam Novia dan Puspitasari, 2008).

Marcdante dan Kliegman (2015) dalam bukunya menjelaskan bahwa

terapi farmakologi yang digunakan untuk dismenore primer lebih berfokus

pada penyebab dari dismenore itu sendiri, yaitu peningkatan aktivitas

prostaglandin. Terapi lini pertama adalah menggunakan NSAIDs.

Penggunaan NSAIDs untuk menurunkan nyeri lebih optimal jika dikonsumsi

sebelum atau sesaat setelah menstruasi dimulai. Penggunaan NSAIDs ini

biasanya kurang lebih 2-3 hari. Jika dalam waktu 2-3 hari., NSAIDs tidak

bisa mengurangi nyeri, maka NSAIDs akan digantikan dengan long-acting

reversible contraceptives (LARCs). Berikut terapi farmakologi untuk

dismenore primer yang diperbolehkan dikonsumsi tanpa resep dokter yaitu

ibuprofen atau naproxen setiap 4 jam sekali, sedangkan obat-obatan yang

boleh dikonsumsi namun harus menggunakan resep dokter yaitu : ibuprofen

400 mg PO 4 x sehari, naproxen 250-500 mg PO 2 x sehari, asam mefenamat

250 mg PO 4 x sehari atau 500 mg PO 3 x sehari, diklofenak 50-100 mg PO 3

x sehari.
101

Menurut penelitian Khotimah, Kimantoro dan Cahyawati (2014) mitos

dismenore selain dilarang mengkonsumsi obat-obatan penurun nyeri, yaitu

adanya kepercayaan bahwa dismenore akan sembuh, jika setiap menstruasi

istirahat atau tidur. Hal ini sesuai dengan teori, dimana istirahat dapat

membantu merilekskan otot-otot dan sistem saraf. Semakin lama seseorang

tersebut beristirahat, maka tubuh akan terasa lebih rileks. Istirahat dan tidur

merupakan kebutuhan dasar yang mutlak harus dipenuhi oleh semua orang.

Istirahat dan tidur yang cukup, akan membuat tubuh baru dapat berfungsi

secara optimal. Istirahat berarti suatu keadaan tenang, relaks, tanpa tekanan

emosional, dan bebas dari perasaan gelisah (Asmadi, 2008 dalam

Mustaqimah, Widayati dan Pranowowati, 2013).

Mitos lain terkait dismenore, mengatakan bahwa dismenore akan

benar-benar hilang setelah wanita tersebut menikah. Hal tersebut kurang

sesuai dengan teori dimana, sensasi nyeri saat menstruasi akan berkurang atau

bahkan hilang saat seorang perempuan tersebut sudah pernah hamil dan

melahirkan. Perempuan yang hamil biasanya terjadi alergi yang berhubungan

dengan saraf yang menyebabkan adrenalin mengalami penurunan, serta

menyebabkan leher rahim melebar sehingga sensasi nyeri berkurang bahkan

hilang (Lestari, 2013). Peran tenaga kesehatan khususnya perawat sangat

dibutuhkan untuk memberikan edukasi terkait dismenore yang terjadi pada

remaja. Edukasi ini bertujuan agar remaja mampu memahami dismenore

secara utuh dan mampu menelaah mitos-mitos yang beredar di lingkungan

sekitar mereka.
102

B. Keterbatasan Penelitian

Berdasarkan pengalaman proses penelitian didapatkan beberapa

keterbatasan dalam penelitian. Keterbatasan tersebut antara lain :

1. Peneliti sebagai instrumen kunci masih belum optimal dalam penggalian

data.

2. Partisipan penelitian ini adalah remaja, mereka cenderung lebih tertutup

dan lebih sulit untuk digali informasi mengenai pengalaman dan

mekanisme koping pada saat dismenore.

3. Minimnya waktu untuk bertemu santriwati dikarenakan jadwal santriwati

yang selalu padat setiap harinya, juga menjadi suatu keterbatasan di

penelitian ini.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dismenore adalah satu dari sekian banyak masalah ginekologi,

yang mempengaruhi sebagian besar perempuan dan menyebabkan

ketidakmampuan beraktivitas tiap bulannya. Dismenore yang dialami oleh

masing-masing santriwati pun memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

Perbedaan ini timbul dikarenakan nyeri yang dirasakan adalah sebuah

penilaian subjektif. Dismenore yang terjadi pada remaja ini menyebabkan

timbulnya sebuah ketidaknyamanan, berupa perubahan pada pola tidur,

pola makan, emosi yang tidak stabil, dan intoleran aktivitas.

Setiap individu akan melakukan mekanisme koping untuk

menghadapi perubahan dari dampak yang diterima. Mekanisme koping

tersebut terdiri dari mencegah dan menangani dismenore, serta mencari

dukungan sosial. Penanganan yang mereka lakukan yaitu dengan minum

dan kompres air hangat, minum susu, istirahat, minum jahe hangat, dan

beraktivitas. Minimnya pengetahuan yang dimiliki santriwati terkait

dismenore,membuat mereka tidak melakukan upaya antisipasi atau

pencegahan terkait dismenore.

Santriwati saat mengalami dismenore, mendapatkan dukungan dari

lingkungan sekitarnya, baik dari ibu dan teman sebayanya. Dukungan

tersebut berupa dukungan emosional, instrumental, dan informasional.

Sosok yang sangat berperan penting dalam pemberian dukungan dalam

penelitian ini yaitu teman satu pondok, mengingat sebagian besar lebih

103
104

banyak mereka habiskan di pondok pesantren dari pada di rumah.

Dukungan yang diperoleh ini sangat berperan penting terhadap santriwati

dalam upaya meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh dismenore

serta mampu meminimalkan rasa takut dan mengurangi nyeri yang

dirasakan.

Santriwati yang terlibat dalam penelitian ini, umumnya juga

mengetahui mitos-mitos terkait dismenore yang banyak beredar di

masyarakat. Mitos-mitos seputar informasi yang didapat secara umum

berupa larangan-larangan saat dismenore itu sendiri. Salah satu

diantaranya yaitu larangan untuk mengkonsumsi obat-obatan karena nanti

akan mengakibatkan efek jangka panjang yang tidak baik pada rahim

wanita. Peran tenaga kesehatan khususnya perawat sangat dibutuhkan

untuk memberikan edukasi terkait dismenore yang terjadi pada remaja.

Edukasi ini bertujuan agar remaja mampu memahami dismenore secara

utuh dan mampu menelaah mitos-mitos yang beredar di lingkungan sekitar

mereka.

B. Saran

1. Institusi Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan dan menambah

wawasan, mengembangkan kurikulum pembelajaran institusi

keperawatan, dan dapat mengembangkan kompetensi pembelajaran

pada mahasiswa, khususnya tentang kesehatan reproduksi remaja

sehingga mahasiswa juga dapat lebih memahami tentang permasalahan

pada remaja, terutama tentang dismenore.


105

2. Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan dan meningkatkan

wawasan tenaga kesehatan tentang pengalaman dan mekanisme koping

dismenore pada santriwati sehingga dapat meningkatkan upaya

promosi kesehatan dalam memberikan pendidikan mengenai

dismenore dan penanganannya pada remaja.

3. Pondok pesantren

Bagi pondok pesantren, disarankan untuk lebih memberikan edukasi

terkait dismenore, mengingat masih rendahnya tingkat pengetahuan

santriwati dalam penanganan dan pencegahan dismenore itu sendiri.

Pendidikan kesehatan ini sangatlah penting, karena dengan adanya

pendidikan kesehatan, diharapkan mampu mengubah kesadaran dan

memberikan serta meningkatkan pengetahuan santriwati mengenai

dismenore itu sendiri.

4. Peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar bagi peneliti

selanjutnya. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk lebih

memperluas karakteristik partisipan dengan mengeksplorasi secara

mendalam kepada perempuan yang mengalami dismenore dengan

adanya riwayat peradangan pelvis (dismenore sekunder), agar

didapatkan data mengenai pengalaman dan mekanisme koping

dismenore yang lebih bervariasi dari pada sebelumnya.


DAFTAR PUSTAKA

Afiyanti, Yati dan Imami Nur Rachmawati. Metodologi Penelitian Kualitatif


dalam Riset Keperawatan. Jakarta : Rajawali Pers, 2014.
Alligod, Martha Raile. Nursing Theory Utilization & Application. USA : Mosby
El-Sevier, 2010.
Alphen, Nienke V. “Steps Towards Sustainable Student Support : Stressors
Among International High School Student Living in a Boarding House.”
Maastricht Student Journal of Phychology and Neuroscience, Vol. 3
(2014) : h. 53-65.
Amir, Andi Afdaliah. “Pengaruh Penambahan Jahe (Zingiber Officinalle Roscoe)
Dengan Level yang Berbeda Terhadap Kualitas Organoleptik dan
Aktivitas Antioksidan Susu Pasteurisasi.” Skripsi S1 Fakultas peternakan
Universitas Hassanuddin Makasar, 2014.
Anisa, Magista Vivi. The Effect of Exercises on Primary Dysmenorrhea. Journal
Majority Vol 4 No. 2 (Januari 2015) : h. 60-65.
Ardhiyanti, Yulrina. dkk. Bahan Ajar AIDS pada Asuhan Kebidanan. Yogyakarta
: Deepublish, 2015.
Asmadi. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC, 2008.
Asmadi. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta : Salemba Medika, 2008.
Astuti, Ambar Dwi Widhi. “Efektivitas Pemberian Ekstrak Jahe Merah (Zingiber
officinale roscoe varr Rubrum) Dalam Mengurangi Nyeri Otot Pada
Atlet Sepak Takraw.” Skripsi S1 Program Studi Ilmu Gizi Fakultas
Kedokteran, Universitas Diponegoro Semarang, 2011.
Aziato, Lydia.dkk. “Dysmenorrhea Management and Coping among Students in
Ghana : A Qualitative Exploration.” Jurnal Pediatric and Adolescent
Gynecology El-Sevier Inc 28 (2015) : h. 163-169.
Aziato, Lydia.dkk. “The Experience of Dysmenorrhea Among Ghanaian Senior
High and University Students : Pain Characteristics and Effects.”
Reproductive Health (2014) : h. 1-8.
Bahri, Ayu Annisa. dkk. Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan Dismenore
pada Mahasiswi Pre-Klinik Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas Tahun Ajaran 2012-2013. Jurnal
Kesehatan Andalas Vol 4 No. 3 (2015) : h. 815-821.
Batubara, Jose RL. “Adolesecent Development (Perkembangan Remaja)”. Sari
Pediatri , Vol. 12, No. 1 (Juni 2010) : h. 21-29.
Bernstein, Matthew T, dkk. “Gastrointestinal Symptoms Before and During
Menses in Healthy Women .” Artikel diakses pada tanggal 18 Desember
2015 pukul 18:57 WIB dari
http://bmcwomenshealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/1472-6874-
14-14
Bitzer, Johannes. “Dysmenorrhea, Premenstrual Syndrome, and Premenstrual
Dysphoric Disorder.” Dalam Andrea R. Genazzani dan Mark Brincart,
Frontiers in Gynecological Endocrinology. London : Springer, 2015 : 15-
24.
BKKBN. “Kajian Profil Penduduk Remaja (10-24 tahun) : Ada Apa dengan
Remaja ?” Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan, Seri I
No.6 (Desember 2011) : h. 1-4.
Bobak. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC, 2005.

Bonde, Fitra M.P. dkk. “Pengaruh Kompres Panas terhadap Penurunan Derajat
Nyeri Haid Pada Siswi SMA dan SMK Yadika Kopandakan II.” Skripsi
S1 Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado, 2014.
Calis, Karim Anton. “Dysmenorrhea Treatment & Management.” Artikel diakses
pada tanggal 07 Januari 2016 pukul 07:58 WIB dari
http://emedicine.medscape.com/article/253812-treatment#d11

Charu, Shrotriya dkk. “Dysmenorrhea on Quality of Life of Medical Students.”


International Journal of Collaborative Research on Internal Medicine &
Public Health India ,Volume 4 No. 4 (2012).

Damayanti, Ika Putri. dkk. Panduan Lengkap Keterampilan Dasar Kebidanan II.
Jakarta : Deepublish, 2015.
Douglas, Collins R. Digfferential Diagnosis in Primary Care. Philadelphia :
Lippincott Williams & Wilkins a Wolter Kluwer, 2012.

Edwards, Digna R. Velez. dkk. “Association of Age at Menarche With Increasing


Number of Fibroids in a Cohort of Women Who Underwent
Standardized Ultrasound Assessment.” American Journal of
Epidemiology Oxford University (30 Juni 2013) : h. 1-8.

Emmanuel. dkk. Dysmenorrhoea: Pain Relief Strategies Among a Cohort of


Undergraduates in Nigeria. International Journal of Medicine and
Biomedical Research Vol 2 Issue 2 (Mei-Agustus 2013) : h. 142-146.
Endaswara, Suwardi. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan : Ideologi,
Epistemologi, dan Aplikasi. Tangerang : Agromedia Pustaka, 2006.
Falcone, Tommaso dan William W. Hurd. Clinical Reproductive Medicine and
Surgery. Philadelphia : Mosby El-Sevier, 2007.
Farotimi, Adekunbi A. dkk. “Knowledge, Attitude and Health Care-Seeking
Behavior Towards Dysmenorrhea among Female Students of a Private
University in Ogun State, Nigeria.” Journal of Basic and Clinical
Reproductive Sciences, Vol 4 Issue 1 (Januari-Juni 2015) : h. 33-38
Fritz, Marc A & Leon Speroff. Clinical Gynecologic Endocrinology and
Infertility. USA : Lippincot Williams & Wilkins, 2011.
Furqaani, Annisa Rahmah. Peran Serotonin dalam Proses Pembelajaran dan
Memori: kajian Literatur. Dalam Prossiding Seminar Nasional Penelitian
dan PKM Kesehatan, 2015 : h. 221-224.
Gagua, Tinatin. dkk. (2012). “Primary Dysmenorrhea : Prevalence in Adolescent
Population of Tbilisi, Georgia and Risk Factors.” J Turkish-German
Gynecology Association (2012) : h. 162-168.

Goldman, Marlene B.dkk. Women Health. USA : Elsevier Inc, 2013.


Gracia, Margareth. dkk. Pengaruh Sindorma PreMenstruasi Terhadap Gangguan
Tidur Pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma
Jaya. Damianus Journal of Medicine Vol. 10 No. 2 (Juni 2011) : h. 77-
80.
Gumanga dan Kwme-Aryee. “ Prevalence and Severity of Dysmenorrhea Among
Some Adolescent Girls In A Secondary School In Accra, Ghana.”
Postgraduate Medical Journal of Ghana Vol 1, No.1 (September 2012).
Guyton, Arthur C. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC, 2012.
Harel, Zeev dan Paula J. Adams Hillard. (2008). “Pain : Dysmenorrhea.” Dalam
Paula J. Adams Hillard, The 5-minute Obstetrics and Gynecology
Consult. Philadelphia : Lippincot Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer
bussines, 2008: h. 30-31.

Hartati, dkk. “Mekanisme Koping Mahasiswi Keperawatan Dalam Menghadapi


Dismenore. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1
(Februari, 2012) : h. 25-31.
Hasanah, Oswati. “Efektifitas Terapi Akupresur Terhadap Dismenore Pada
Remaja di SMPN 5 dan SMPN 13 Pekanbaru” Tesis S2 Fakultas Ilmu
Keperawatan, Universitas Indonesia Depok, 2010.

Hendrik. Problema Haid : Tinjauan Syariat Islam dan Medis. Solo : Tiga
Serangkai, 2006.

Iswari, Pranya Dwi . “Hubungan Dismenore dengan Aktivitas Belajar Mahasiswi


PSIK FK Unud tahun 2014.” Skripsi S1 Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Bali, 2014.
Jang, In Ae. dkk. “Factors Related to Dysmenorrhea Among Vietnamese and
Vietnamese Marriage Immigrant Women in South Korea.” Obstetrics &
Gynecology Science Vol. 56, No. 4 (2013) : h. 242-248.

Jenabi, Ensiyeh. The Effect of Ginger for Relieving of Primary Dysmenorrhoea. J


Pak Med Assoc Vol 63, No. 1 (Januari 2013) : h. 8-10.
Jeung Im, Kim. “Effect of Heated Red Bean Pillow Application for College
Women with Dysmenorrhea.” Korean J Women Health Nurse Vol. 19
No. 2, (Juni 2013) : h. 67-74.
Joshi, Jayun. dkk. Prevalence and Impact of Dysmenorrhea in The Firs Year
MedicalStudents of Ahmedabad. Journal of Evolution of Medical and
Dental Sciences Volume 2, Issue 11 ( Maret 2013) : h. 1708-1713.
Ju, Hong. dkk. “The Prevalence and Risk Factors of Dysmenorrhea”.
Epidemiologic Reviews Oxford University Press (26 November 2013) : h.
1-10.
Kahan, Scott. dkk. In A Page Signs and Symptoms. Philadelphia : Lippincot
Williams and Wilkins, 2009.
KBBI. “Cegah” diakses pada tanggal 08 Mei 22:58 WIB dari
http://kbbi.web.id/cegah.
KBBI. “Mitos” Artikel diakses pada tanggal 08 Mei 2016 Pukul 21:40 WIB dari
http://kbbi.web.id/mitos
KBBI. “Pengalaman.” Artikel diakses pada tanggal 15 November 2015 dari
http://kbbi.web.id/alam-2

Khotimah, Husnul. dkk. Pengetahuan Remaja Putri tentang Menstruasi dengan


Sikap Menghadapi Dismenore Kelas XI di SMA Muhammadiyah 7,
Yogyakarta. Journal Ners and Midwifery Indonesia Vol 2, No. 3, (2014)
: h. 136-140.
Klossner, N. Jayne. Introductory Maternity Nursing. USA : Lippincot Williams
& Wilkins, 2006.
Kumbhar, Suresh K. Et al. Prevalence Of Dysmenorrhea Among Adolescent Girls
(14-19) Of Kadapa District And Its Impact On Quality Of Life : A Cross
Sectional Study. National Journal Of Community Medicine Vol 2 Issue 2
(Juli-Sept 2011) : h. 265-268.
Kurniawati, Dewi dan Yuli Kusumawati. “Pengaruh Dismenore Terhadap
Aktivitas Pada Siswi SMK.” Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas
Muhammadiyah Surakarta 6 (2) (2011) : h. 93 – 99.
Lauralee, Sherwood. Fisiologi Tubuh Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC,
2012.
Lentz, dkk. Comprehensive Gynecology. Philadelphia : El-Sevier Mosby, 2012.
Lestari, Hesti. dkk. “Gambaran Dismenorea pada Remaja Putri Sekolah
Menengah Pertama Manado”. Sari Pediatri Vol. 12, No. 2, (Agustus
2010) : h. 99-102.

Lestari, Ni Made Sri Dewi. “Pengaruh Dismenore Pada Remaja”. Artikel diakses
pada tanggal 16 Desember 2015 pukul 22:53 WIB dari
http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/semnasmipa/article/download/27
25/2305
Madhubala, Chauhan dan Kala Jyoti. Relation Between Dysmenorrhea and Body
Mass Index in Adolescents with Rural Versus Urban Variation. The
Journal of Obstetrics and Gynecology of India 62 (4) (2012) : h. 442-
445.
Manuaba, Ida Ayu Chandranita. dkk. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita.
Jakarta : EGC, 2009.

Marcdante, Kaen J dan Robert M Kliegman. Nelson Essentials of Pediatrics


Sevent Edition. Philadelphia : Elsevier Saunders, 2015.
Mardhyah, Ulfatul. dkk. Pola Dysmenorrhea Primer Pada Remaja di MAN 1
Semarang. The Second University Research Coloquium (2015).
Marlinda, Rofli. dkk. Pengaruh Senam Dismenore Terhadap Penurunan
Dismenore Pada Remaja Putri di Desa Sidoharjo Kecamatan Pati. Jurnal
Keperawatan Maternitas Volume 1, No.2, (November 2013) : h. 118-
123.
Marmo, Liza dan Yvone D’Arcy. Trauma and Emergency Pain Management .
New York : Springer Publishin Company, 2013.
Megarani, Rizqi Respati Suci. “Strategi Pemberdayaan Santri di Pondok
Pesantren Hidayatullah Donoharjo Ngaglik Sleman Yogyakarta.” Skripsi
S1 Fakultas Dakwah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2010.
Mufiani, Iftahuul. “Mitos Mbah Bregas di Dusun Ngino Desa Margoagung
Seyegan Sleman Yogyakarta.” Skripsi S1 Faultas Ushuluddin dan
Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2014.
Mustaqimah, Umi. dkk. “Gambaran Pengetahuan tentang Dismenorea dan
Penanganan Dismenorea Pada Siswi MTs Ma’arif Nyatnyono Kabupaten
Semarang.” Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo Semarang, 2012.
Narendra, Moersintowati, dkk. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta :
Sagung Seto, 2010.
Nikmah, Mustafiqotun. “Hubungan Tingkat Stres dengan Gejala Gangguan
Pencernaan pada Santriwati Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II
Payaman Magelang.” Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.

Ningsih, Ratna. “Efektifitas Paket Pereda Terhadap Intensitas Nyeri Pada Remaja
Dengan Dismenore di SMAN Kecamatan Curup.” Tesis S2 Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Depok, 2011.
Novia, Ika dan Nunik Puspitasari. “Faktor yang Mempengaruhi Kejadian
Dismenore Primer.” The Indonesian Journal of Public Health Vol 4, No.
2 (Maret 2008): h. 96-104.
Nursalam dan Kurniawati, Ninuk Dian. Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta:Salemba Medika, 2007.
Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika, 2008.
Nuryani. “Studi Fenomenologi Pengalaman Mahasiswi Program Studi Ilmu
Keperawatan FK-UH Selama Mengalami Dismenore.” Skripsi S1
Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanudin, Makasar, 2011.
Nuryaningsih, Siti. “Pengaruh Senam Dismenore Terhadap Tingkat Nyeri Haid
Pada Menarche Remaja Putri di MTs Tarbiyatl Mubtadin Wilalung
Kecamatan Gajah Kabupaten Demak.” Manuscript Skripsi S1 Fakultas
Ilmu Keperawatan dan Kesehatan, Uiversitas Muhammadiyah Semarang,
2013.
Ogunfowokan, Adesola A dan Oluwayemisi A. Babatunde. “Management of
Primary Dysmenorrhea by Scholl Adolescents in ILE-IFE, Nigeria.”
JOSN, Vol.26 No.2, (April 2010) : h. 131-136.
Oktasari, gayatri. dkk. “Perbandingan Efeketivitas Kompres hangat dan Kompres
Dingin Terhadap Penurunan Dismenorea Pada remaja Putri.” Skripsi S1
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau, 2014.
Patruno, Joseph E. Dysmenorrhea. Dalam Deborah Ehrenthal, Paula Adams
Hillard, Matthew Hoffman, Menstrual Disorders : a Practical Guide.
USA : Versa Press, 2006 : h.97.

Pawito. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta : LkiS, 2007.


Potter Perry. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik.
Jakarta : EGC, 2005.
Potter, Patricia A. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik. Jakarta : EGC, 2012.
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi. Jakarta : EGC, 2012.
Prihatama, Palevi Yudha. dkk. “ Hubungan Antara Stress dan Dismenore pada
Siswi Kelas Tiga SMA Negeri 2 Ngawi.” Skripsi S1 Fakultas
Kedokteran, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.

Purwaningsih. dkk. Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta : Nuha Medika,


2010.

Purwanti, Endang. dkk. “Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian


Dismenore pada Siswi Kelas X di SMK NU Ungaran.” Tugas Akhir DIV
Kebidanan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran,
2014.
Rahkma, Astrida. “Gambaran Derajat Dismenore dan Upaya Penanganannya Pada
Siswi Sekolah Menengah Kejuruan Arjuna Depok Jawa Barat”. Skripsi
S1 Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012.
Roger P, Smith. “Managing Dsymenorrhea : Therapy for Pain Relief.”
Contemporary OB/GYN; (Apr 2015) : h. 18.
Ruly Darmawan. “Pengalaman, Usability, dan Antarmuka Grafis : Sebuah
Penelusuran Teoritis.” ITB J. Vis. Art & Des, Vol. 4 No. 2 (2013) : h. 95-
102.

Saguni, Fersta Cicilia Apriliani. dkk. Hubungan Dismenore dengan Aktivitas


Belajar Remaja Putri di SMA Kristen I Tomohon. Ejournal Keperawatan
(e-Kp) Volume 1, (Agustus 2013) : h. 1-6.
Sari, Diana. Dkk. “Hubungan Stres dengan Kejadian Dismenore Primer pada
Mahasiswi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas.”Jurnal Kesehatan Andalas ;4 (2) (2015) : h. 567-570.

Schwarzer, R. Tenacious Goal Pursuits and Striving Toward Personal


Growth:Proactive Coping. Diakses dari
https://www.researchgate.net/publication/251415584_Tenacious_Goal_
Pursuits_and_Striving_Toward_Personal_Growth_Proactive_Coping
pada tanggal 19 Mei 2016 Pukul 08:51 WIB.

Sepfitri, Neta. “Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Motivasi Berprestasi Siswa


MAN 6 Jakarta.” Skripsi S1 Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negerei Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.
Shosha, Ghada Abu. Employment Of Colaizzi”s Strategy In Descriptive
Phenomenology : A Reflection Of A Researcher. European Scientific
Journal Vol. 8, No. 27 (November 2012) : h. 31-43.
Silvana, Puti Dwi. “Hubungan Antara Karakteristik Individu, Aktivitas Fisik, dan
Konsumsi Produk Susu dengan Dysmenorrhea Primer Pada Mahasiswi
FIK dan FKM UI Depok.” Skripsi S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Program Studi Gizi Universitas Indonesia Depok, 2012.
Silvana, Putri Dwi. “Hubungan Antara Karakteristik Individu, Aktivitas Fisik, dan
Konsumsi Produk Susu dengan Dysmenorrhea Primer Pada Mahasiswi
FIK dan FKM Depok tahun 2012.” Skripsi S1 Fakultas Kesehatan
Masyarakat Program Studi Gizi Universitas Indonesia Depok, 2012.
Sinha, Ruchi. “Prevalence of Dysmenorrhea and Its Impact on Quality of Life of
University Female Students”. Paripex Indian Journal of Research
Volume 4 Issue 10 (Oktober 2015) : h. 8-9.
Smith, Roger. Netter’s Obstetrics & Gynecology Second Edition. Philadelphia :
Saunders El-Sevier, 2008.

Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta : CV.


Sagung Seto, 2007.

Stoppler, Melissa Conrad. (2014). “Menstrual Cramps Prevention.” Artikel


diakses pada tanggal 07 Januari 2016 Pukul 07:57 WIB dari
http://www.emedicinehealth.com/menstrual_pain/page10_em.htm#menst
rual_cramps_prevention
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung :
Alfabeta, 2013.
Sultan, Charles, dkk. ”Adolescent Dysmenorrhea.” dalam Sultan C. Buku
Pediatric and Adolescent Gynecology : Evidence-Based Clinical
Practice. Germany : S.Karger AG, 2012 : h. 174-180.

Susilowati. “Perbedaan Efektivitas Susu danCokelat Terhadap Penurunan Skala


Nyeri Pada Remaja Putri Dismenore di SMAN 1 Unggaran.” Tugas
Akhir Program Studi Diploma IV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo
Ungaran, 2014.
Swarjana, I Ketut. Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi). Yogyakarta :
Andi, 2015.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. Obat-Obat Penting : Kasiat, Penggunaan
dan Efek-Efek Sampingnya. Jakarta : Elex Media Komputindo, 2007.
Trisnawaty, Dian. “Hubungan TingkatPengetahuan Remaja Putri Tentang
Dismenorhea Dengan Motivasi Untuk Periksa Kepelayanan Kesehatan di
SMP Negeri 12 Makassar.” Skripsi S1 Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin Makasar, 2012.
Uliyah, Musrifatul dan A. Aziz Alimul Hidayat. Praktikum Keterampilan Dasar
Praktik Klinik : Aplikasi Dasar-Dasar Praktik Kebidanan. Jakarta :
Salemba Medika, 2008.

Utami, Vida Wira dan Meta Prastika. Hubungan Pengetahuan Tentang Dismenore
Dengan Perilaku Pencegahannya Pada Remaja Putri Kelas X dan XI di
SMA Gajah Mada Bandar Lampung. Jurnal Kebidanan Vol 1, No 1,
(Februari 2015) : h.5-8.
Utami, Vida Wira dan Meta Prastika. Hubungan Pengetahuan Tentang Dismenore
Dengan Perilaku Pencegahannya Pada Remaja Putri Kelas X dan XI di
SMA Gajah Mada Bandar Lampung Tahun 2014. Jurnal Kebidanan Vol
1, No. 1 (Februari 2015) : h. 5-8.
WHO. “Adolescent Development.” Artikel diakses pada tanggal 27 Oktober 2015
dari
http://www.who.int/maternal_child_adolescent/topics/adolescence/dev/e
n/
Wilis, Anggi Retno. “Pengaruh Pemberian Air Rebusan Jahe Terhadap Intensitas
Nyeri Haid Pada Mahasiswa Semester 7 STIKES Aisyiyah Yogyakarta.”
Skripsi S1Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Aisyiyah Yogyakarta, 2011.
Women’s Health Program, Monash University . “Menstrual Cycle Problems”.
Artikel diaksees pada tanggal 05 Januari 2016 pukul 19:02 WIB dari
http://med.monash.edu.au/sphpm/womenshealth/docs/menstrual-cycle-
problems.pdf
Yani, Achir . Bunga Rampai Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
EGC, 2008.

Yasir, Saadia. dkk. Frequency of Dysmenorrhea, It’s Impact and Management


Strategies Adopted By Medical Students. J Ayub Med Coll Abbottabad
Vol 26 (2014) : h. 349-352.
Yuniarti, Tri. dkk. “Hubungan Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Semester I
Tentang Menstruasi Dengan Penanganan Dismenore di AKPER
Mamba’ul Ulum Surakarta.” JK eM-U, Volume IV, No. 12, (2012) : h.
18-25.
FORMAT PENJELASAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Nur Cita Qomariyah
NIM : 1112104000041
adalah mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, akan melakukan penelitian tentang “Studi
Fenomenologi Pengalaman dan Mekanisme Koping (upaya penanganan) Nyeri
Menstruasi pada Santriwati Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir Depok”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi pengalaman dan mekanisme
koping (upaya penanganan) santriwati yang pernah mengalami nyeri menstruasi.
Selain itu, penelitian ini merupakan bagian dari persyaratan untuk menyelesaikan
Program Pendidikan S1 peneliti di Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
wawancara mendalam. Untuk mencegah adanya data yang hilang, peneliti
menggunakan alat bantu untuk merekam dan bila dibutuhkan informasi tambahan,
dimohon kesediaan partisipan untuk melakukan wawancara tambahan. Sebelum
dilakukan wawancara akan dijelaskan maksud dan tujuan penelitian dan
penandatanganan persetujuan menjadi partisipan.
Peneliti menjamin bahwa semua informasi yang berkaitan dengan identitas
partisipan dan data yang diperoleh akan dirahasiakan dan hanya akan diketahui
oleh peneliti. Hasil penelitian akan dipublikasikan tanpa identitas asli partisipan.
Melalui penjelasan singkat ini, besar harapan peneliti agar Saudari bersedia
menjadi partisipan dalam penelitian ini. Atas partisipasi dan kerjasama dari
Saudari, peneliti mengucapkan terima kasih.

Depok, ........................

Nur Cita Qomariyah


LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama :
Usia :
No. Telp/Hp :
Menyatakan bahwa :
Saya bersedia menjadi partisipan pada penelitian yang bertujuan menggali
pengalaman dan mekanisme koping (upaya penanganan) nyeri menstruasi pada
santriwati, yang dilakukan oleh NUR CITA QOMARIYAH sebagai mahasiswi
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saya telah mendapat penjelasan dari peneliti tentang tujuan penelitian ini.. Saya
mengerti bahwa data mengenai penelitian ini akan dirahasiakan. Semua berkas
yang mencantumkan identitas responden hanya digunakan untuk penelitian.
Saya mengerti bahwa tidak ada resiko yang akan terjadi. Apabila ada pertanyaan
dan respon emosional yang tidak nyaman atau berakibat negatif pada saya, maka
peneliti akan menghentikan menghentikan pengumpulan data dan peneliti berhak
memberikan hak kepada saya untuk mengundurkan diri dari penelitian ini tanpa
resiko apapun.
Demikian surat pernyataan ini saya tandatangani tanpa suatu paksaan. Saya
bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini secara sukarela.

Depok, .........................

Partisipan

........................................................
(Nama Jelas)
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

I. Petunjuk Umum

a. Tahap perkenalan

b. Ucapkan terimakasih kepada informan atas kesediaan dan waktu yang

telah diluangkan untuk pelaksanaan wawancara

c. Jelaskan maksud dan tujuan wawancara mendalam

II. Petunjuk wawancara mendalam

a. Wawancara dilakukan oleh seorang pewawancara

b. Informan bebas menyampaikan pengalaman , pendapat dan saran

c. Pengalaman, pendapat dan saran informan sangat bernilai

d. Tidak ada jawaban yang benar atau salah

e. Semua pengalaman, pendapat dan saran akan dijaga kerahasiaannya

f. Wawancara ini akan direkam dengan tape recorder untuk membantu

dalam penulisan hasil

III. Pelaksanaan wawancara

A. Perkenalan

Identitas informan

Nama (inisial) :

Usia :

Jenis kelamin :

Pendidikan :

B. Wawancara

1. Apa yang anda ketahui tentang nyeri menstruasi ? Kira-kira

penyebabnya apa? Darimana anda mendapatkan informasi tersebut

?
a. Coba ungkapkan apa yang anda rasakan saat mengalami

nyeri menstruasi? Apa makna atau arti nyeri menstruasi

bagi anda ?

b. Selain anda, adakah anggota keluarga lain yang pernah

mengalami nyeri menstruasi sebelumnya ? jika ada, siapa

yang mengalami nyeri menstruasi tersebut ?

2. Bisa anda ceritakan bagaimana pengalaman yang anda rasakan saat

nyeri menstruasi mulai dari pertama kali anda mengalami sampai

perubahan-perubahan yang dirasakan ? respon lingkungan sekitar

saat anda mengalami nyeri menstruasi serta adakah mitos-mitos

terkait nyeri menstruasi?

3. Bisa anda ceritakan apa yang anda lakukan untuk mengurangi nyeri

menstruasi yang anda rasakan ? apakah cara tersebut efektif untuk

mengurangi nyeri yang anda rasakan ? dari mana anda tau tentang

penanganan nyeri menstruasi tersebut?

a. Apakah anda saat mengalami nyeri menstruasi pernah

melakukan pengobatan? Berapa kali anda pernah

melakukannya? Apa yang mereka berikan dan sarankan kepada

anda?

4. Dukungan apa saja yang anda dapatkan ketika mengalami nyeri

menstruasi? Siapa yang memberikan dukungan tersebut ? bentuk

dukungan tersebut seperti apa ?

5. Apa persiapan yang anda lakukan untuk mencegah nyeri

menstruasi tersebut timbul? darimana anda mengetahui cara

tersebut? efektifkah cara tersebut untuk mencegah terjadinya nyeri


menstruasi? coba jelaskan bagaimana cara tersebut efektif

mencegah terjadinya nyeri menstruasi?


TABEL PENGELOMPOKAN HASIL WAWANCARA

NO. PERTANYAAN I1 I2 I3 I4 I5 KESIMPULAN


1. Pengertian nyeri Nyeri pas saat Pas darah lagi nyeri menstruasi menurut vika itu guguran darah - Tiga dari lima
menstruasi lagi haidh awal- banyak- itu kayak sembelit mungkin karena didalam rahim mengatakan
awal dan rasanya banyaknya keluar di perut yang penggerusan kan, karena bahwa pengertian
gak enak serta benar-benar sakit, darah dari Rahim dinding rahim haidh yaitu
ganjel kita yang tidak guguran darah
dibuahi sel dalam rahim,
sperma jadinya karena dinding
meluruh dan itu rahim tidak
yang membuat dibuahi
nyeri - Satu dari lima
mengatakan
bahwa pengertian
dismenore adalah
nyeri pada
permulaan haidh
- Satu dari lima
mengatakan
bahwa pengertian
dismenore yaitu
nyeri yang rasanya
seperti sembelit di
perut dan sakit.
2. Penyebab nyeri Katanya ee apa karena lagi meluruh gitu, menurut vika itu karena dinding - Empat dari lima
menstruasi kecapean dan gak banyak- dinding sel nya mungkin karena rahim yang tidak mengatakan
makan terus kena banyaknya (darah penggerusan dibuahi sel bahwa penyebab
angin keluar),, darah dari Rahim sperma jadinya nyeri menstruasi
kita meluruh dan itu yaitu meluruhnya
yang membuat dinding rahim
nyeri - Satu dari lima
mengatakan
bahwa penyebab
dismenore adalah
kecapean
3. Tau informasi itu Informasi dari Persepsi saya Dari pelajaran, Nanya temen, dan Belajar pas waktu - Tiga dari lima
dari mana kakak CSS sendiri saja nanya ke guru guru SD kelas 6, mengatakan
MoRA dan Guru biologi, belajar alat mendapat info
Biologi reproduksi dari guru
- Duadari lima
mengatakan
info didapat
dari mata
pelajaran
- Satu dari lima
mengatakan
bahwa apa yang
ia ketahui ttg
dismenore
berasal dari
dirinya sendiri
4. Menurut kamu Nyeri yang gak Nyeri menstruasi Menyusahkan kalo negatif, saya Nyeri menstruasi - Dua dari lima
makna dari nyeri menyenangkan adalah hal yang yang gimana takut, takut itu sakit tapi mengatakan
menstruasi dan menakutkan, gak enak, ya,,yang banget, saya takut wajar bahwa makna
kalo katanya Gak enaknya ya mengganggu kanker rahim, tapi dismenore
sering nyeri haidh karena sakit itu, kegiatan, begitu, kalo positifnya adalah sesuatu
itu, katanya jadi apa ya ke saya mikir, berarti yang sakit
dalemnya ganggu gitu loh, saya subur, - Dua dari lima
bermasalah fokusnya mengatakan
berkurang karena bahwa
ngerasain sakit itu dismenore
adalah nyeri
yang tidak
menyenangkan
dan
menakutkan
- Satu dari lima
mengatakan
bahwa makna
dismenore
adalah sesuatu
yang
mengganggu
5. adakah anggota gak ada deh,, saya mama saya juga pernah liat ibu saya pernah, Mama sih enggak - Dua dari lima
keluarga lain yang aja gak , Mama dulu mamah, sakit juga pernah cerita, mengatakan
pernah mengalami biasa aja keluar kayak gitu, kalau kalo biasa , kalo tidak ada
nyeri menstruasi paling pegel- lagi menstruasi mama juga sering rwayat
sebelumnya pegelnya gitu banget, dismenore
- Tiga dari lima
mengatakan ada
riwayat
dismenore
6. Kapan anda semenjak kelas pas udah mulai Pertama kali kelas 10 Haidh pertama - Dua dari lima
pertama kali tiga (Aliyah), aliyah kelas dua menstruasi (usia kayaknya udah kali kelas 6 SD mengatakan
mengalami nyeri saya mulai akhir, itu udah 12) awalnya mulai tapi jarang. Pertama kali bahwa
menstruasi merasa nyeri mulai sakit bingung, sakit Tapi yang bener haidh, sakit dismenore
haidh itu mulai perut tapi mau bener sering dan banget perutnya dimulai dari
ada dikeluarin BAB sangat sangat udah gitu lemes. usia 12 tahun
gitu gak bisa sakit itu kelas 11 Lemes kayak - Tiga dari lima
males ngelakuin mengatakan
apa-apa dan bahwa
maunya tidur dismenore
Hari kedua mulai dimulai dari
sembilang hingga kelas 10-12
hari ke-4 (nyeri aliyah
menstruasi)
7. Gejala apa saja Gejala yang perut gak enak paling kadang (di pinggangnya Sering kecapean - Satu dari lima
yang anda rasakan dirasakan hanya banget ya,, makan sini ni) sakit, nyeri, kayak pegel dan bawaannya mengatakan
saat mengalami nyeri saja juga gak enak, daerah punggung banget males hanya nyeri
nyeri menstruasi ? kalo pas kaki panas (sebelum saja
pegel itu pas awal menstruasi) - Satu dari lima
mau haidhnya mengatakan
nafsu makan
menurun
- Satu dari lima
mengatakan
bahwa gejala
yang dialami
yaitu nyeri
pinggang
- Satu dari lima
mengatakan
kaki pegal
- Satu dari lima
mengatakan
bahwa
badannya pegal
8. Berapa lama nyeri Nyeri pas Pas bulan ini aja Biasanya 2 Kalo sering ya Nyeri pada hari - Tiga dari lima
menstruasi yang menstruasi awal saya ngerasain sampai 3 sih, 2 disminorenya kedua dan ketiga mengatakan
pernah anda rasakan hingga kedua, nyerinya itu pas hari biasanya 2 sampai 2 hari atau lama nyeri
dari sebelum hari 3 hari. Paling yaitu 1-3 hari
haidh dan sampek lama 3 hari - dua dari lima
haidh hari kedua mengatakan
bahwa lama
nyeri yaitu hari
kesatu – kedua
9. Bagaimana nyeri Yang dirasakan Nyeri muncul Bertahap sih, dari Sakit banget pagi Kadang nyerinya - tiga dari lima
menstruasi tersebut saat nyeri yaitu terus-terusan mulai biasa dulu, pagi sampai siang itu pagi ntar mengatakn
muncul ? sakit banget, puncaknya nanti baru entar agak siangnya udah bahwa nyeri
kalo seandainya dua hari pas agak ilang nggak, ntar hilang timbul
nih pertamanya haidhnya sorenya nyeri ntar satu dari lima
kita terlentang malemnya nggak, mengatakan
nih, sakit, lama- terus besok pagi bahwa nyeri
lama udah gak nyeri siangnya muncul
sakit , Saat dibuat nggak bertahap
bergerak sedikit, satu dari lima
sakitnya muncul mengatakan
lagi, lalu ilang bahwa nyeri
muncul secara
terus menerus
10. Pada daerah mana Daerah Kiri, eehh Nyerinya itu Di perut bagian Daerah yang. Diatas Rahim pas, - lima partisipan
nyeri menstruasi itu pokoknya sini deh pegel, disininya bawah Saya bingung Di tengah-tengah, mengatakan
terjadi ? (menunjuk perut (perut bawah) jelasinnya itu Disini (menunjuk bahwa nyeri
bagian bawah) sama di kemaluan lambung atau apa. perut bagian terletak di
itu pegel gitu Pokoknya daerah bawah) sama di daerah perut
kalo pas kaki-kaki perut, secara belakang bagian bawah
pegel itu pas awal umumnya perut . (menunjuk - satu dari lima
mau haidhnya itu dibagian bawah pinggang) mengatakan
bahwa nyeri
terletak di
daerah pinggul
- satu dari lima
partisipan
mengatakan
bahwa lokasi
nyeri terdapat
di daerah
kemaluan
11. Menurut anda, nyeri Kayaknya tiga Yang tiga eeh Eeeehhhm tujuh,, 8 mungkin, 8 9 10 Sedang, 5 - satu dari lima
menstruasi yang deh, masih ringan berapa sih, yang Iya sakit banget, heem pernah mengatakan
anda rasakan sih, masih bisa berat sama yang soalnya ampe sakit yang bahwa skala
termasuk berat, dipake, apa-apa sedang sampe nangis g nyeri ringan
sedang atau ringan ? kok bisa ditahan - satu dari lima
jika saya berikan menyatakan
rentang skala 1-10, neyri sedang
1-3 ringan, 4-6 - tiga dari lima
sedang, 7-10 berat , menyatakan
ada direntang mana nyeri berat
tersebut berada
12. kalo dari pola tidur Mungkin pas Kalo pola tidur Nggak, malah Kalo aku sih gak Lebih cenderung - Dua dari lima
sendiri itu ada awal-awal mau sih biasa aja, bertambah pernah keganggu tidur partisipan
perubahan gak ? tidur gitu, pas mungkin pas mau biasanya, sih kak, kalo mengatakan
baru mau tidur itu tidurnya gitu pas sama tidurku, lagi bahwa
kan masih berasa hari pertama dan pula mengalami
sakit, rada lama kedua, kadang dismenorenya gak susah tidur saat
tidurnya karena susah pernah malem dismenore
masih berasa sakit kan kak, jadi tidur - Tiga dari lima
ya tidur aja, tapi mengatakan
pas lebih sakit bahwa merasa
gitu, aku lebih lebih ingin tidur
milih tidur sih kak saat dismenore
13. Kalo dari pola Iya,, kalo lagi Iya,, dari pola Biasanya gak Gak, Saya aja Nggak ada mbak, - Dua dari lima
makan sendiri ada nyeri itu gak makan itu eee nafsu, gak nafsu sakit tipes aja kalau lagi haid partisipan
perubahan gak dek nafsu banget, karena gak enak makan, Biasanya banyak makan malah kadang mengatakan
? kadang-kadang kan makannya, kan tiga kali, hahaha makannya banyak bahwa makan
kan siapa tau itu kalo ditawarin paling kalo itu semakin
gangguan karena makan ya iya dua kali sehari, bertambah saat
kurang makan, entar, iya entar itu pun ga abis dismenore
tapi dipaksain, gitu, paling kalo biasanya, - Tiga dari lima
tapi emang gak bener-bener mengatakan
nafsu banget berasa laper bahwa nafsu
pokoknya, banget gitu, baru makan menurun
dipaksain makan
14. Kalo dari segi Tapi mungkin Oh iyaa mungkin, Biasanya lebih Dismenore itu Perubahannya itu - Empat dari lima
emosi ada kalo mau haidh eeee lebih sering tinggi, mungkin agak, jadi suka sensitif, partisipan
perubahan gak, nya itu, baru kalo menyendiri, tapi Iyaa,,, kalo saya sih gak suka marah- mengatakan
gara-gara nyeri sedih-sediiih kalo kadang tapi misalkan lagi terlalu orang yang marah, baper atau bahwa mereka
menstruasi itu bawaannya, kalo kalo diem gitu sakit, tiba-tiba ada baper ya kak, jadi males gerak. lebih sering
marah-maraaaah lebih kerasa temen ketawa- yang selalu marah saat
aja bawaannya, banget kan ketawa, biasanya marah-marah dismenore
nyerinya, jadi sering marah, gara-gara PMS, - Satu dari lima
Itu kan sebelum ikutan ngobrol pokoknya hal kan orang partisipan
haidh ya,, tapi gitu, ikut lihat biasa jadi ngomongnya mengatakan
kalo saat haidh? TV, ikut dipermasalahkan, kayak gitu ya,, bahwa
komentar- kalo saya biasa santriwati leih
Nggak, komentar ama aja ya kak, marah cenderung
temen-temen gitu, karena pengen sendiri saat
marah aja, bukan dismenore
karena lagi sakit,
cuman kadang
kalo lagi, yaaa
emang bener sih
kadang kalo
bener-bener nyeri
banget, terus
berisik orang , itu
kan pasti suka,
berisik anget
siiih,, agak-agak
gitu, gak pernah
yang istilahnya,
psikologis
terganggu itu
enggak, biasa aja,,
15. Perubahan aktivitas Iya sih, lebih mengurangi Biasanya sebelum Ya Pasti jadi lebih Awalnya aktif - Lima partisipan
apa yang anda berkurang, kan aktivitas-aktivitas menstruasi itu sering emosi, jadi berkurang mengataakan
rasakan saat nyeri bawaan badannya yang kiranya aktif, tapi pas lagi karena kita itu mengalami
menstruasi ? gak enak, jadi bikin sakit banget menstruasi itu sakit dari dalam, Biasanya kan penurunan
lebih males, kalo dikurangin, kita doang yang kalau aku aktif aktivitas saat
mau ngapa- soalnya masih ngerasain, dikelas, nanya, dismenore
ngapain kan nyeri kebawa sakit nyerinya itu jawab. Ini enggak
gitu, tapi kan juga,,, sendiri, nyerinya mager. Kalo haid
tetep sih, Cuma Aktif soalnya kan itu sampai melilit- duduk terus
berkurang gitu aja setiap hari itu melilit, yang berdiri kaya
kegiatan full, ganggu ngalir darahnya.
semuanya itu bisa konsentrasi, Jadi kalau berdiri
diikuti, tapi kalo kenyamanan kita males.
lagi menstruasi saat belajar,
itu, bawaannya beraktivitas, jelas
sakit, jadi males yang paling
sering sih
konsentrasi

Kalo ngambil
makan, mah
pernah sih sekali
dua kali doang,
gak, jarang,
soalnya siang itu
jarang sakit, jadi
masih bisa
sendiri, tapi kalo
males, emang
sengaja dibiarin,
minta tolong
ambilin siapa gitu
buat ngambilin
makan
16. Dari segi proses Kebetulan sih gak Mungkin Iyaa ada biasanya Ya Pasti jadi lebih kalau konsentrasi - Tiga dari lima
belajar sendiri, ada pernah kalo pas fokusnya agak kalo lagi sering emosi, biasa aja, tapi partisipan
perubahan gak? dikelas, paling lebih berkurang menstruasi, karena kita itu kalau maju ke mengatakaan
kayak gitu, aja, cuman dulu setelah sakit itu sakit dari dalam, depan atau jawab bahwa mereka
sampek sakit, gak kan Cuma biasanya masih kita doang yang pertanyaan itu mengalami
masuk itu ngerasa perut gak kebawa juga, tiba- ngerasain, agak males, penurunan tingkat
pernah,,, enak aja, gak tiba lagi belajar, nyerinya itu karena males konsentrasi belajar
sampek sakit, sakit perutnya sendiri, nyerinya berdirinya males saat dismenore
gitu itu sampai melilit- buat jalannya - Satu dari lima
melilit, yang partisipan
Berpengaruh ke ganggu mengatakan
konsentrasi konsentrasi, bahwa ia pernah
belajar atau tidak kenyamanan kita tidak mengikuti
? saat belajar, kegiatan sekolah
beraktivitas, jelas - Satu dari lima
Iya, Berpengaruh, yang paling partisipan
sering sih mengatakan
konsentrasi bahwa konsentrasi
belajar saat
dismenore tidak
mengalami
perubahan
17. Pernah tidak hadir Kebetulan sih gak Gak, iya sih iya, Cuman saya pas Alhamdulillah - Tiga dari lima
di sekolah atau pernah kalo pas alhamdulillah gak soalnya kalo ada kelas 3 ni gak bisa (mengikuti partisipan
kegiatan pondok dikelas, paling kegiatan terus mau buang buang kegiatan sekolah mengatakan
gara-gara nyeri kayak gitu, sakit, juga waktu. Cuman dan pondok) dan pernah tidak
menstruasi ? sampek sakit, gak biasanya gak waktu kelas 11 belum pernah izin mengikuti
masuk itu ikut,, saya pernah pelajaran saat
pernah,,, beberapa kali aja dismenore
nggak ampe - Dua dari lima
Sehari kayaknya dibawa sering partisipan
mengatakan
Ya gak sering lah mungkin 2 3 kali bahwa mereka
kak, jarang lah tetap mengikuti
kegiatan sekolah
Ya kalo malem meskipun
paling itu, kan mengalami
sakitnya dari pagi, dismenore
kan sampek
malem, ya ampek
sehari kan , gak
ikut, mungkin
bahasa atau apa
gitu gak ikut
18. Respon temen- Yaa ada ya,, Karena saya kan Ya biasanya Mungkin itu Masalahnya kan - Dua dari lima
temen atau beberapa temen ini ya,, kalo diwajarin, soalnya sudah menjadi hal temen juga gitu partisipan
lingkungan sekitar yang lebih parah, misalnya sakit, lagi sakit juga, yang biasa kalau lagi haid, mengatakan
saat tau putri paling temen- gak langsung diantara kita, jadi baper. Yaudah bahwa teman
mengalami nyeri temen ngebantuin bilang sakit Biasanya mereka, lebih yang biar aja baper sebaya nya
menstruasi itu apa? ngasih air anget, banget, cuma pas aul lagi sakit disminore yang nanti juga balik cenderung
sama beliin susu ngeluh-ngeluh itu diambilin ngerti lingkungan, sendiri membantu dalam
bear brand itu kan gitu aja,, makan, diambilin lingkungan mah kegiatan sehari-
katanya bisa maksudnya gak minum, atau slow aja, yaelah hari
ngurangi nyampek apa ya,,, ditawarin apa gitu udah biasa sih, - Satu dari lima
katanya,, eee mengasih tau biar aul juga bisa disminore, bukan partisipan
kalo lagi sakit makan, aku doang, semua mengatakan
banget gitu, jadi rata-rata udah bahwa temannya
mereka ya cuman disminore, dan lebih cenderung
menyarakan mereka udah memberikan saran
untuk minum air pernah ngerasain untuk
hangat dan sakitnya apa, mengkonsumsi air
istirahat kayak mungkin yang hangat untuk
gitu,, belum pernah mengurangi nyeri
ngerasain, bilang - Dua dari lima
sabar ya vik, aku partisipan
belum pernah mengatakan
ngerasain, simpati bahwa temannya
doang, sekedar lebih cenderung
simpati, cuman untuk memberikan
dalam hal action support dan
mah gak, menampilkan rasa
mungkin karena empati
hanya memberi
nasehat gitu

Ntu vik,, eeee apa


namanya, minta
teh panas di bude,
mau aku ambilin
teh panas di bude
gak, atau aku
ampek kayak gini,
aku ngomong
kayak gini ke
temen, aku ke
rumah sakit aja
ya, kalo aku
kenapa-kenapa
gimana, ampek
kanker rahim, aku
pernah berfikiran
kayak gitu kak,
saking sakitnya
itu, itu sakit
banget tau gak,
iya vik gak papa
udah biasa,
19. kamu pernah denger Itu sih, katanya Karena eee gak Aul sih pernah Itu ees, Jarang sih, Cuma - Satu dari lima
gak pantangan- jangan makan tau, paling denger dari kakak taunya kalo lagi mengatakan
pantangan yang gak nanas, nanti awalnya dari kelas, itu katanya Katanya sih dia disminore kaya bahwa tidak
boleh dilakukan becek, jangan mana gitu, taunya gak boleh minum- bakal mau lahiran. Kalo diperbolehkan
saat nyeri minum es, nanti kalo lagi haidh itu minuman yang membekukan, lagi disminore makan rujak
menstruasi atau katanya bisa beku jangan minum es, dingin, darah yang di jangan minum air karena takut
menstruasi itu nanti kan takutnya dinding rahim dingin becek
sendiri? seharusnya didalamnya itu Alasannya kita itu bakal - Lima dari
lancar, malah jadi darahnya jadi katanya entar jadi nempel, di kenapa nggak partisipan
terhambat, beku, eee kalo beku darahnya, dinding rahim dan boleh minum air mengatakan
kayak gitu terus- abis itu itu bakal dingin katanya? bahwa tidak
terusan lama-lama makanannya lebih menyebabkan boleh
bisa jadi kanker dibanyakin makan kanker, tapi saya Nggak tahu, mengkonsumsi
serviks, nah dari sayur juga,,, masih sering denger denger air dingin atau
situ gak pernah udaaah kayak gitu, doang kak es saat
minum es saat semenjak itu tau menstruasi
lagi haidh, benar-benar fakta
yang mengerikan,
itu udah diusahain
gak minum es pas
lagi haidh,

20. Terus yang ngebantuin ngasih Kalo saya Selain tidur, udah Tidur, paling gak kalau aku - Empat dari lima
dilakukan untuk air anget, sama biasanya minum sih, biasanya itu nge, nge apa biasanya dibawa partisipan
mengurangi nyeri beliin susu bear air hangat, kadang soalanya kalo sih namanya kak, tidur terus mengatakan
apa? brand itu kan suka eee masukin mau minum obat, ngeringkuk, iya didiemin aja kak bahwa mereka
katanya bisa air hangat ke juga bingung mau ditahan, memilih untuk
ngurangi botol, kalo gak minum obat apa pokoknya Paling Cuma kalo tidur saat
katanya,, plastik, terus kan , biasanya ada diteken, lagi sakit banget mengalami
ditaruh disini kayak obat kiranti dibawa tidur, tapi dismenore
Mungkin (menunjuk perut atau gitu Beraktivitas kalo kalau sakitnya - Dua dari lima
dipaksain makan, bawah) diteken- biasanya, itu kata lagi gak sakit biasa didiemin menggunakana
walau gak nafsu teken gitu mama udah banget, aja. Kalau aku kompres dan
harus dipaksain, jangan entar Cuma duduk minum air hangat
harus ada yang buat istirahat aja malah diem jadinya untuk menurunkan
masuk meskipun ketergantungan malah kerasa, nyeri
dikit harus tetep ibu saya kalo jadinya. jadinya aku bawa - Satu dari lima
makan. misalkan lagi jalan, enjoy aja partisipan
sakit-sakit gitu, sama temen mengkonsumsi
suka nyaranin, temen rebusan jahe
minum air jahe, hangat untuk
air jahe anget, menurunkan nyeri
- Dua dari lima
partisipan
mengkonsumsi
susu untuk
menurunkan nyeri
- Dua dari lima
melakukan
aktivitas untuk
menurunkan nyeri
- Satu dari lima
partisipan tidur
dengan posisi
meringkuk untuk
menurunkan nyeri
21. Dari cara tersebut, Minum susu, Lumayan, Lebih efektif Aktivitas, bisa Jadi kalau pas - Satu dari lima
lebih efektif yang he’eh karena berkurang tiduran sih bikin lupa bangun tidur udah partisipan
mana ? sugesti kali ya, Eeeeeeemmmm nggak sakit, kalau mengatakan
terus jadi enak mendingan dibawa keluar minum susu lebih
gitu kalo abis kompres, sama temen efektif
minum susu P: nggak kerasa - Satu dari lima
sakitnya, entah mengatakan
kita ngobrol atau kompres hangat
jalan jalan sama lebih efektif
temen temen. - Dua dari lima
Nggak dirasa partisipan
banget sakitnya mengatakan tidur
lebih efektif
- Dua dari lima
mengatakan
bahwa aktivitas
lebih efektif
menurunkan nyeri
22. tau dari mana Kalo minum susu, ibu saya kalo Mereka ngasih Itu lebih kayak Nggak dari mana- - Tiga dari lima
informasi tentang kata temen yang misalkan lagi saran-saran gak kebiasaan, mana sih kak. partisipan
cara mengurangi lebih parah itu, sakit-sakit gitu, untuk gimana maksudnya apa Aku biasanya aja. mengatakan
nyeri tersebut ? awalnya sih suka nyaranin, cara nguranginya? ya, karena saya Emang waktu dari mendapatkan
kiranti juga, minum air jahe I: Iya, biasanya sering melakukan kelas 6 haid informasi dari
pereda haidh juga, minum susu bear itu, jadi saya dibawa tidur aja teman
tapi takut, kalo eee mengasih tau brand menyimpulkan - Tiga dari lima
minum gitu-gitu kalo lagi sakit seperti itu, partisipan
jadi minum susu banget gitu, jadi (TEMAN) mengatakan
aja mereka ya cuman mendapatkan
menyarakan Aul tau informasi, informasi dari
untuk minum air tadi kan kalo bear pengalaman
hangat dan brand dari temen, mereka
istirahat kayak kalo yang tiduran - Satu dari lima
gitu,, buat ngilangin mengatakan
nyeri itu taunya mendapatkan
dari mana? informasi dari
ibu
Aul sendiri, aul
ngerasaiinnya
kayak gitu,
24. kalo selama nyeri Gak pernah, Nggak, Gak pernah, Gak, kata mama Nggak Pernah, - Lima partisipan
mentruasi pernah Soalnya apa ya Yaaaaaa Soalnya katanya mah lebay, ya gpp, mengatakan
melakukan nggak, nggak, alasannya sih yaa itu biasa, emang padahal aku juga menurutku biasa tidak pernah
pemeriksaan ke menurut putri mikirnya kayak lagi mentsruasi udah takut kayak kalo cewek haid, melakukan
tenaga kesehatan masih ringan gitu itu wajar aja gitu, itu kayak gitu, gimana, eh malah atau dari cewek pemeriksaan
gak ? Alasannya ? kak, karena belum emang kalo hari sakit gitu kata mama gak cewek di sekolah pada pelayanan
parah , terus juga awal-awal haidh teh lebay, mama juga kan pernah kesehatan
gak sering banget itu emang kayak juga biasa kayak disminore.
sih, gak mesti gitu, gitu, temen-
satu bulan sekali, temenku juga
jadi masih biasa bilang lebay
aja kayak gitu, mita
juga bilang kayak
gitu,
25. lalu pencegahan Gak, pas lagi Untuk mencegah Biasanya ikut Gak ada, trus Nggak pernah, - Empat dari lima
yang putri lakukan, mens doang gitu, gitu ya.... kegiatan itu bingung sendiri, bingung partisipan
agar nyeri yang pas sebelum mens eeemmmm gak doang sih, kalo nyeri mah nyegahnya mengatakan
dirasakan tidak gak sih, kayaknya soalnya terima aja, tidur gimana kak tidak pernah
berlebihan itu apa? mau nyegahnya gitu, udah gitu melakukan
Ya emang nggak, kayak gimana, doang, kalo pencegahan
gak tau pasti itu timbul- nyerinya gak terhadap
(partisipan timbul sendiri parah, mending di dismenore
tertawa), kan apa fresh care - Satu dari lima
ya, ya pas lagi perutnya, itu partisipan
haidh itu sebisa kayaknya gak tau mengatakan
mungkin dicegah, deh saya sih di melakukan
kan sakitnya pas fresh care in, kalo aktivitas untuk
lagi haidh, pegel nyeri, kasih mencegah
jadinya putri bantal dismenore
mikirya ya belakangnya,
makanya tiap hari terus besok
sih harusnya paginya pegel,
teratur, tapi pas heheh
lagi haidh itu
usahakan awal-
awal itu jangan
sampai kosong,
terus minum susu
itu, biar lebih
enak badannya
26. Kalo pas kamu Ya itu sih, suruh Eeemmm ini sih, Iya, pernah waktu itu juga kan aku dibilang gini “ - Satu dari lima
mengalami nyeri istirahat gitu, gak ibu saya kalo itu kata mamah pernah ngadu ke udah gapapa kak, partisipan
menstruasi dirumah, boleh ngangkat misalkan lagi udah ini ni wajar mama, mah kok itu mah nggak ini mengatakan
respon dari ibu berat-berat, atau sakit-sakit gitu, anak kalau lagi sakit banget sih banget, remaja” bahwa ibu
gimana ? apa gitu, biar suka nyaranin, menstruasi kayak rasanya kalo lagi jadi aku nggak menyarankan
(dukungan) badannya gak minum air jahe, gini, mama juga sembilangan, dutakut takutin. untuk
ngedrop banget, air jahe anget, dulu pernah gini. sakit banget, Meskipun aku mengkonsumsi
sampek bener- sering ngadu air jahe saat
jadi orang tua itu, biasanya ada bener sakit mah, sakit. Cuman gpp dismenore
kalo lagi sakit, kayak obat kiranti kalo kanker rahim wajar remaja - Tiga dari lima
disuruh minum atau gitu gimana mah, kan masih puber- partisipan
kiranti atau apa biasanya, itu kata aku ketakutan pubernya mengatakan
gitu,, kan aku gak mama udah ya... terus kata bahwa ibunya
doyan, jadi udah jangan entar mama gak ah teh, pokonya kata menyarankan
paham sekarang, malah itu siklus yang mama kalo untuk istirahat
kalo lagi sakit ketergantungan biasa untuk disminore atau saat mengalami
yaudah istirahat jadinya. wanita, mama apa ya seenaknya dismenore
dulu, gak pernah juga sering waktu aja kamu gimana - Dua dari lima
nyaranin minum Kalo mama sih dulu muda, entah dibuat tidur partisipan
obat, soalnya aku ngasih sarannya sampek sekarang lah atau jalan lah, mengatakan
gak suka.. dibawa ikut juga masih sering, yang pasti nggak bahwa ibunya
kegiatan aja, biar udah gitu doang, usah takut menyarankan
gak kerasa kata untuk
mama kayak gitu mengikuti
aktivitas atau
kegiatan untuk
mengurangi
nyeri
menstruasi
- Dua dari lima
partisipan
mengatakan
bahwa ibunya
mengtaakan
kalau
dismenore ini
normal dan
biasa terjadi
- Satu dari lima
partisipan
mengatakan
bahwa ibunya
melarang ia
mengkonsumsi
obat, karena
ditakutkan nanti
ketergantungan
27. Alasan tidak Iya kak, baru Selalu kalau biasanya ada Karena obat itu, Soalnya - Empat dari lima
memakai obat ? sekali, minum itu misalkan ngeliat kayak obat kiranti bahan kimia, dibilangin partisipan
tapi kesini-kesini, orang minum obat atau gitu istilahnya apa ya,, bahaya. Bukan mengatakan
soalnya kan aja udah ngerasa biasanya, itu kata yang dipikran bahaya, apa ya bahwa alasan
pernah denger pahit sendiri, jadi mama udah mereka gitu, kemarin, Aku tidak
kalo sering kalo lagi sakit apa jangan entar kayak kiranti, pernah denger mengkonsumsi
minum itu nanti gitu, paling malah atau yang lainnya dari temen bahaya obat yaitu takut
itu nimbun, ngeri istirahat, banyak ketergantungan itu jangan, mind kalo buat sekecil obat itu
sendiri, takutnya minum air putih jadinya. setnya jelek, kita, lebih baik tertimbun
bener-bener karena itu kimia didiemin aja dalam tubuh
nimbun dan gitu, lebih baik - Satu dari lima
nyebabin apaan Kan adang didiemin aja partisipan
gitu.. katanya obat-obat mengatakan
dokter itu, ya Gak tau sih kak, bahwa untuk
Katanya gini kan, misalnya kata- kan katanya usia remaja
kalo minum kata orang gitu, sebenernya gak pengobatan
kiranti atau obat, persepsi juga, bagus aja obat- dengan
itu nimbun disini Cuma obat kayak gitu analgesik, tidak
(menunjuk perut menghilangkan itu, gak alami, diperlukan
bagian bawah) nyeri aja, kalo gak nature, - Satu dari lima
gak tau itu mitos kelamaan efek mengatakan
apa bener, sampingnya itu bahwa alasan
takutnya itu numpuk di dalam tidak minum
bener, kan ntar tubuh, gitu, obat yaitu takut
takutnya kanker ketergantungan
serviks atau apa
soalnya
penimbunan atau
apa gitu,,,
ahhahaha
Penimbunan
darah haidh ,,
ANALISA TEMATIK

INFORMAN
NO. PERNYATAAN SIGNIFKAN KATEGORI SUB TEMA TEMA P1 P2 P3 P4 P5
1. Nyeri pas menstruasi awal hingga Dismenore Onset dan durasi Karakteristik   
kedua, pokoknya dalam hitungan muncul saat nyeri dismenore
lima hari lah menstruasi yang dialami
oleh
santriwati
2. Malam perut udah sakit, dan Dismenore  
besoknya haidh, nah abis itu hari muncul sebelum
keduanya baru sembilang, sampai dan saat
hari kelima menstruasi
3. Bertahap sih, mulai biasa dulu, Nyeri muncul 
puncaknya nanti dua hari pas bertahap
haidhnya
4. Sakit banget pagi, sampek siang, Nyeri hilang   
baru entar ilang, timbul
5. Gejala yang dirasakan hanya nyeri Hanya nyeri yang Gejala penyerta 
saja dirasakan nyeri
6. Pinggangnya nyeri, pegel-pegel Nyeri pinggang 
banget
7. Paling kadang di daerah punggung Punggung panas 
panas
8. kalo pas kaki pegel itu pas awal mau Nyeri pada kaki 
haidhnya
9. Karena gak enak kan makannya, kalo Merasa tidak 
ditawarin makan ya iya entar, baru nafsu makan
kalo bener-bener berasa laper banget
gitu, baru dipaksain makan
10. Nyerinya itu pegel, disininya (perut Nyeri di bagian Lokasi nyeri     
bawah) perut bawah
11. di kemaluan pegel gitu, kalo pas lagi Nyeri juga di rasa 
puncak-puncaknya sih di daerah itu di kemaluan
aja, kalo pas kaki pegel itu pas awal
mau haidhnya
12. sama di belakang (menunjuk Nyeri juga di rasa 
pinggang) di pinggang
13. Kayaknya tiga deh, masih ringan sih Skala ringan Intensitas/tingkatan 
masih bisa dipake apa-apa kok nyeri
14. 8 mungkin, pernah ampe sakit yang Skala Berat   
sampe nangis g bisa ditahan
15. Sedang, skala 5 Skala Sedang  
16. Nggak bisa dirasa sakitnya, bingung Merasa bingung Kualitas nyeri 
gitu
17. Rasanya panas dan ngelilit gitu kak Merasa panas dan 
melilit
18. Rasanya kayak pengen BAB tapi Merasa ingin  
nggak bisa keluar dan lemes gak bisa BAB
bangun
19. Nyerinya itu pegel, disininya (perut Merasa Pegal   
bawah) sama di kemaluan itu pegel
gitu
20. Lebih mengurangi aktivitas-aktivitas Mengurangi Intoleran aktivitas Dampak     
yang kiranya bikin sakit banget aktivitas dismenore
dalam
kehidupan
sehari-hari
santriwati
21. Kalo lagi haidh, malah kadang Makan bertambah Perubahan pola  
makannya banyak makan
22. Seharusnya dia satu centong, pas Porsi makan   
nyeri haidh itu bisa seperempat berkurang (tidak
doang, kayak eneg gitu nafsu makan)
23. Kalo lagi gak nyeri itu cepet, tapi pas Merasa susah Perubahan pola tidur  
lagi nyeri itu, kayak mikir gitu, gak tidur
bisa tidur, merem lama gitu
24. Lebih cenderung tidur Merasa lebih   
ingin tidur
25. Kalo lagi sakit, tiba-tiba ada temen Sering marah Perubahan    
ketawa, biasanya sering marah, hal psikologis yang
biasa aja dipermasalahkan dialami santriwati
saat disminore
26. Lebih sering menyendiri Sering 
menyendiri
27. Mungkin fokusnya agak lebih Fokus belajar Perubahan proses    
berkurang aja, menurun belajar santriwati
saat mengalami
dismenore
28. Kalau konsentrasi biasa aja, tapi Tidak ada 
kalau maju ke depan atau jawab perubahan
pertanyaan itu jadi agak males Konsentrasi
belajar
29. Kebetulan sih gak pernah kalo pas di Meningkatnya   
kelas, paling gak masuk itu pernah angka
ketidakhadiran
30. Paling Cuma kalo lagi sakit banget di Tidur/istirahat Upaya penanganan Upaya    
bawa tidur, tapi kalau sakitnya biasa Didiamkan saja nyeri santriwati
didiemin aja. dalam
mengatasi
dismenore
31. Biasanya minum air hangat, kadang Minum air hangat  
masukin air hangat ke botol, kalo gak dan kompres
plastik, terus ditaruh disini
(menunjuk perut bawah) di teken-
teken gitu
32. Minum air jahe anget Minum jahe 
hangat
33. Minum susu bear brand Minum susu  
34. Tidur ngeringkuk, iya ditahan, Tidur meringkuk 
pokoknya diteken, dan ditekan
35. Beraktivitas kalo lagi gak sakit Aktivitas  
banget,
36. Gak pernah, soalnya katanya itu Gak pernah, Pemeriksaan ke     
biasa, emang lagi menstruasi itu
soalnya itu biasa tenaga kesehatan
kayak gitu, sakit
saat mengalami
nyeri menstruasi
37. Ibu Dukungan Dukungan Dukungan  
Ya itu sih suruh istirahat gitu, gak
Informasional informasional yang
boleh ngangkat berat-berat atau apa
gitu biar badannya gak ngedrop dari ibu diperoleh
banget
santriwati
saat
mengalami
dismenore
38. Ibu, 
Ibu saya kalo misalkan lagi sakit-
sakit gitu, suka nyaranin minum air
jahe anget
39. Mama,  
Kalo mama sih ngasih saran nya
dibawa ikut kegiatan aja, biar gak
kerasa
40. Mama, 
Kata mama juga jangan (minum
obat)
41. pernah nanya ke guru biologi Dukungan   
katanya mungkin kita makannya gak informasional dari
teratur, perut kosong kena angin,
guru
makanya sakit.
42. Teman : Dukungan  
Paling dari temen-temen aja ngasih
informasional dari
tau, itu aja diituin aja pake. Bantal,
sama terus minum air hangat teman
43. Teman :  
Kalo minum susu, kata temen yang
lebih parah itu,
44. Teman :  
Menyarankan untuk minum air
hangat dan istirahat kayak gitu
45.
46. Mama Dukungan Dukungan emosional   
kan aku pernah ngadu ke mama, mah
emosional dari
kok sakit banget sih rasanya kalo lagi
sembilangan, sakit banget, kalo ibu
kanker rahim gimana mah, kan aku
ketakutan ya... terus kata mama gak
ah teh, itu siklus yang biasa untuk
wanita, mama juga sering waktu dulu
muda
47. Teman : Dukungan 
aku ngomong kayak gini ke temen,
emosional dari
aku ke rumah sakit aja ya, kalo aku
kenapa-kenapa gimana, ampek teman
kanker rahim, kata temenku: iya vik
gak papa udah biasa,
48. Pas lagi sakit itu diambilin makan, Dukungan Dukungan    
diambilin minum, atau ditawarin apa
instrumental dari instrumental
gitu biar aku juga bisa makan
teman
49. Emmm gak kayaknya soalnya mau Bingung, Antisipasi    
nyegahnya kayak gimana, pasti itu
pencegahannya yang
timbul-timbul sendiri
seperti apa dilakukan
santriwati
terhadap
dismenore
50. Biasanya ikut kegiatan itu doang sih Mengikuti 
kegiatan
51. Kalo minum kiranti atau obat, itu Jangan minum Mitos-mitos    
nimbun disini (menunjuk perut
obat bisa Seputar
bagian bawah)
tertimbun dalam Dismenore
tubuh yang
menghantui
santriwati
52. Aku pernah denger dari temen obat Tidak 
bahaya kalo buat sekecil kita, lebih
memerlukan
baik didiemin aja
pengobatan

Anda mungkin juga menyukai