Laporam Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
DISUSUN OLEH:
Arvionita Utami
NIM: 1112103000037
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
Arvionita Utami
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Laporan Penelitian
Oleh
Arvionita Utami
NIM: 1112103000037
Pembimbing 1 Pembimbing 2
dr. Ibnu Harris Fadillah, Sp.THT-KL dr.Siti Nur Aisyah Jauharoh, Ph.D
NIP: 197701022005012007
iii
LEMBAR PENGESAHAN
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang
Pembimbing 1 Pembimbing 2
dr. Ibnu Harris Fadillah, Sp.THT-KL dr.Siti Nur Aisyah Jauharoh, Ph.D
NIP: 197701022005012007
Penguji 1 Penguji 2
PIMPINAN FAKULTAS
Prof. Dr. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT
NIP: 196508081988031002 NIP: 197805072005011005
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
membeikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan penelitian ini. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasullah
SAW yang telah memberi teladan bagi penulis untuk menjalani kehidupan. Laporan
penelitian ini terselesaikan karena adanya bantuan dan dukungan dari banyak pihak.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Prof. Dr (hc). dr. M.K Tadjudin, Sp. And selaku Dekan FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta selama penulis menjadi mahasiswa dari semester 1 hingga
semester 6 yang telah memberi arahan bagi penulis selama menempuh
pendidikan di PSPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. dr. Ahmad Zaki, Sp. OT, M. Epid selaku Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang dari awal tahun ini menjabat dan memberikan banyak inspirasi
kepada banyak mahasiswa PSPD akan kecintaannya terhadap profesi dokter
dan PSPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. dr. Ibnu Harris Fadillah, Sp. THT-KL selaku pembimbing 1 yang telah
memberikan waktu dan tenaga untuk membantu penulis menyelesaikan
penelitian ini
4. dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, Ph.D selaku pembimbing 2 yang telah sabar
mendengarkan keluh kesah saya selama bimbingan dan telah memberikan
banyak masukkan hingga terselesaikannya laporan penelitian ini
5. dr. Fikry Mirza P, Sp.THT-KL dan dr. Devy Ariany, M. Biomed selaku penguji
yang telah memberikan koreksi dan memudahkan terselesaikannya proses
revisi
6. Mas Yasin dan Pak Masduki yang telah banyak membantu selama saya
mempersiapkan alat pemeriksaan di gedung Clinical Skill Unit (CSU)
7. Papa dan mama atas segala doa dan pengorbanannya selama penulis hidup
v
8. Ahmad Muslim Hidayat T, S.Ked (kak Ayat) yang telah rela datanya penulis
gunakan sebagai studi pendahuluan dan banyak teori serta kisah hidup yang
banyak membuat penulis banyak belajar dari pengalamannya
9. UNO, teman-teman yang banyak membantu di waktu-waktu kritis penulis
10. Teman-teman sekontrakan Puri Laras 2
11. Putri Junita Sari, yang rela bolos kuliah untuk membantu mengambil data
12. Semua responden penelitian
13. BRAINS (PSPD 2012), calon teman sejawat yang sangat penulis sayangi.
Terima kasih sudah menjadi keluarga bagi penulis selama pendidikan diPSPD
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14. Sahabat-sahabat sejak SMP dan SMA, yang banyak mendukung dalam doa
untuk terselesaikannya laporan penelitian ini
Arvionita Utami
vi
ABSTRAK
Arvionita Utami. Program Studi Pendidikan Dokter. Analisa Perbedaan
Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung Pada Perokok Dan Non Perokok
dengan Uji Sakharin
Latar belakang: Sistem transportasi mukosiliar (TMS) hidung merupakan sistem
pertahanan primer saluran respirasi yang dipengaruhi oleh berbagai kondisi. Fungsi
abnormal dari sistem mukosiliar ditemukan pada perokok, yang nantinya
berhubungan dengan terjadinya inflamasi dan infeksi di mukosa saluran respirasi.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan waktu transportasi
mukosiliar hidung antara perokok dan non perokok. Metode: Penelitian ini
melibatkan 40 subjek penelitian yang terdiri dari 20 subjek perokok dan 20 subjek
non perokok (kelompok kontrol). Pada subjek dilakukan wawancara untuk melihat
kriteria inklusi dan kemudian dilakukan pemeriksaan fisik telinga, hidung, dan
tenggorok. Setelah itu dilakukan nasoendoskopi untuk melihat kriteria eksklusi, jika
tidak ditemukan kriteria eksklusi pada subjek kemudian dilakukan tes untuk
menguji waktu TMS hidung dengan uji sakharin. Hasil: Terdapat perbedaan rerata
waktu TMS hidung antara perokok dan non perokok sebesar 0,9 menit. perbedaan
tersebut berupa pemanjangan waktu TMS pada perokok, tetapi perbedaan tersebut
tidak bermakna secara statistik (p>0,05). Kesimpulan: Tidak ada perbedaan rerata
waktu transportasi mukosiliar hidung yang bermakna antara kelompok perokok
(5,89 ± 1,95 menit) dan non perokok (4,99 ± 1,62 menit).
ABSTACT
Arvionita Utami. Medical Education Study Program. Analysis Of Nasal
Mucociliary Transport Time Difference In Smokers And Non-Smokers
Background: Nasal mucociliary transport (NMT) system is the primary defense of
respiratory tract that influence by many conditions. Abnormal function of
mucociliary tansport found in smoker, later on related infalamation and infection
event in the mucosa of respiratory tract. Objective: The main of this study is to know
the difference of nasal mucociliary transport (NMT) time between smokers and non-
smokers. Methods: The study involved 40 subjects consisted of 20 subjects were
smokers and 20 non-smokers subjects (control group). The subjects was
interviewed to see the inclusions criteria and then conducted a physical
examination of ear, nose, and throat. After that, on the subjects conducted
nasoendoscopy to see the exclusions criteria, if there are no exclusion criteria on
the subjects then tested the NMT time with saccharin test. Results: There was
difference between the mean of NMT time of smokers and non-smokers is 0,9
minutes. The difference in the form of lengthening the NMT time in smokers, but the
difference was not statistically significant (p>0,05). Conclusions: There was no
significant diferrence between the mean NMT time of smokers (5,89 ± 1,95 minutes)
and non-smokers (4,99 ± 1,62 minutes) group.
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ...................................................................................................i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................v
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
ABSTRACT .......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 3
1.3.1 Tujuan Umum .............................................................................. 3
1.3.2 Tujuan Khusus .............................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5
2.1 Landasan Teori ...................................................................................... 5
2.1.1 Anatomi Hidung ......................................................................... 5
2.1.1.1 Struktur Hidung .............................................................. 5
2.1.1.2 Pendarahan Hidung ........................................................ 7
2.1.2 Histologi Mukosa Hidung ........................................................... 7
2.1.2.1 Epitel ............................................................................... 8
2.1.2.1.1 Struktur Silia .................................................... 8
2.1.2.1.2 Komponen Struktur: Dinein ............................. 9
2.1.2.1.3 Gerak Silia ......................................................10
2.1.2.2 Palut Lendir ...................................................................10
2.1.2.3 Membran Basal ............................................................. 11
2.1.2.4 Lamina Propia ............................................................... 11
2.1.3 Sistem Transportasi Mukosiliar (TMS).....................................12
2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi TMS ............................................. 13
2.1.4.1 Kelainan Kongenital ..................................................... 13
2.1.4.2 Alergi dan Infeksi ......................................................... 14
2.1.4.3 Lingkungan ................................................................... 14
2.1.4.4 Fisiologis atau Fisik ...................................................... 15
2.1.4.5 Obat-obatan.................................................................. 15
2.1.4.6 Struktur Hidung ............................................................ 15
2.1.5 Kandungan Rokok .................................................................... 16
2.1.6 Indeks Merokok ........................................................................16
2.1.6.1 Indeks Brinkman ........................................................... 17
2.1.6.2 Pack-Years of Smoking ................................................. 17
2.1.6.3 Klasifikasi Proenca ....................................................... 17
2.1.7 Efek Rokok Pada Sistem TMS ................................................. 18
viii
2.1.7.1 Efek Rokok Pada Epitel ..............................................18
2.1.7.2 Efek Rokok Terhadap Palut Lendir ........................... 18
2.1.8 Efek Merokok Terhadap DAFTAR TMS ISI.................................................. 19
2.1.9 Uji Sakharin .............................................................................. 19
2.2 Kerangka Teori.....................................................................................21
2.3 Kerangka Konsep ................................................................................ 21
2.4 Definisi Operasional ............................................................................ 22
BAB 3 METODE PENELITIAN..........................................................................24
3.1 Desain Penelitian ................................................................................. 24
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................... 24
3.3 Sampel Penelitian ................................................................................ 24
3.4 Alat dan Bahan .................................................................................... 27
3.5 Cara Kerja Penelitian............................................................................28
3.6 Managemen Data ................................................................................. 31
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................32
4.1 Hasil Penelitian ....................................................................................32
4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian ................................................. 32
4.1.2 Waktu Transportasi Mukosiliar Hidung .................................... 33
4.2 Pembahasan ......................................................................................... 37
4.3 Aspek Keislaman................................................................................. 39
4.4 Keterbatasan Penelitian ....................................................................... 40
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................41
5.1 Kesimpulam .........................................................................................41
5.2 Saran .................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 42
LAMPIRAN .......................................................................................................... 46
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR SINGKATAN
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
Rokok mengandung lebih dari 5000 bahan kimia dengan lebih dari 600
diantaranya adalah bahan aditif dan 69 diantaranya adalah karsinogenik.9
Merokok merupakan penyebab berbagai penyakit tidak menular, seperti kanker
primer, diabetes melitus, serta penyakit jantung dan paru kronik, dan
terhitung 63% penyebab kematian di dunia.8 Sebuah studi menyatakan bahwa
87-90% kanker paru disebabkan oleh rokok, dengan mortalitas penderita kanker
paru dengan merokok meningkat hingga 22 kali dibanding yang tidak merokok.
Penyakit lain yang berhubungan erat dengan rokok adalah Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) dan dilaporkan bahwa penyebab utama PPOK di
Amerika adalah rokok.10
Dari beberapa penyakit diatas, sudah terbukti bahwa erat sekali efek rokok
pada kesehatan sistem respirasi. Salah satu yang menarik minat peneliti adalah
hubungan antara efek rokok dengan sistem transportasi mukosiliar (TMS)
hidung. Mekanisme TMS ini berfungsi untuk pertahanan sistem respirasi bagian
atas maupun bagian bawah dengan cara membentuk gelombang sapuan pada
benda-benda asing seperti debu dan bahkan mikroorganisme yang terperangkap
di palut lendir.11 Sebelumnya telah dilakukan beberapa
penelitian di negara Barat tentang topik ini. Salah satunya penelitian oleh
Stanley dkk (1986) di London, menyimpulkan bahwa ada perbedaanbermakna
antara waktu TMS merokok dibanding dengan non-perokok. Dalam studinya,
rerata waktu TMS pada 29 perokok adalah 20,9 menit dengan salah satunya
lebih dari 60 menit yang signifikan berbeda (p<0,0001) dibanding rata-rata
waktu TMS non-perokok sebesar 11,1 menit.12 Di Indonesia pun sudah
dilakukan penelitian ini oleh Dermawan R (2010) denganhasil ada pemanjangan
waktu TMS pada perokok.13 Penelitian lain dilakukan oleh Proenca (2012) di
India dan ditemukan pemanjangan waktu TMS pada kelompok perokok.14 Maka
dari itu, peneliti akan mencoba melakukan penelitian ulang dengan uji sakharin
yang ditambahkan pewarna Methylene blue pada sakharin. Hal tersebut
dilakukan untuk menghindari subjektivitas
3
dari pasien. Penelitian ini lalu ditujukan untuk menganalisa hubungan antara
merokok dengan pemanjangan waktu TMS.
1.3 Hipotesis
Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Hidung adalah tempat masuk primer udara untuk sistem respirasi. Secara
anatomi dibagi menjadi bagian eksterna dan interna. Hidung eksterna atau luar
(Gambar 1) merupakan bagian dari hidung yang terlihat dari luar dan berbentuk
piramid, dibentuk oleh tulang dan kartilago hialin yang dilapisi otot, jaringan
ikat, dan kulit. Kerangka tulang dibentuk oleh os nasal, os maxilla, dan os
frontal. Sedangkan kerangka kartilago terdiri dari kartilago septum nasal tepi
anterior, sepasang kartilago nasal lateral superior yaitu di inferior os nasal,
dan sepasang kartilago nasal lateral inferior atau disebutjuga kartilago alar
nasalyang membentuk dinding lateral dari nostril (Gambar 1). Nostril disebut
juga nares eksterna yang merupakan lubang hidung luar yang menjadi dasar
bawah dari hidung luar.15-17
Gambar 2.1. Tampak anterolateral hidung luar yang menunjukkan penyusun kartilago dan tulang16
5
6
Hidung bagian interna atau dalam anteriornya dibatasi oleh hidung luar
dan posteriornya dibatasi oleh nasofaring dengan melewati dua lubang hidung
belakang disebut nares interna atau choanae.15,17
Rongga hidung atau kavum nasi kanan dan kiri dipisahkan oleh septum nasi
dibagian tengahnya. Kavum nasi dibawah alar nasi disebut vestibulum yang
memiliki banyak rambut panjang (vibrise) dan kulit bagian luar yang banyak
mengandung kelenjar sebasea.15-17
Gambar 2.2. Anatomi respirasi bagian atas dilihat dari medial pada potongan sagital16
7
Selain arteri, terdapat vena yang berjalan seiringan dengan arteri dengan
nama sesuai dengan arterinya. Muara aliran darah balik dari vestibulum dan
2.1.2.1 Epitel
Gambar 2.4. Sel-sel penyusun mukosa respirasi, m sel kolumnar dengan mikrovilli; s sel Goblet; t sel
kolumnar bersilia; b sel basal; bm basal membran 19
Epitel hidung bagian respirasi terdiri dari 4 tipe sel yaitu 1) sel kolumnar
(disebut juga silindris atau torak) berlapis semu bersilia, 2) sel kolumnar tidak
bersilia dengan mikrovili disebut juga brush cell, 3) sel goblet, dan 4) sel
basal (Gambar 3).Tetapi tidak semua bagian dilapisi oleh epitel silindris
berlapis semu, pada vestibulum nasi pembetuk epitel kebanyakan adalah sel
skuamosa dan tepat pada bagian belakangnya terdiri dari sel epitel transisional.
Mitokondria sebagai sumber energi epitel kolumnar kebanyakan berada di
apeks sel. Selain itu, terdapat sel goblet yang merupakan kelenjar sekretori
tunggal yang memproduksi protein polisakarida yang membentuk lendir dalam
air.19-22
bagian bawah sel. Sedangkan silia motil berperan penting dalam transportasi
mukosiliar. Silia motil ini berada di permukaan apikal epitel. Satu buah epitel
dapat memiliki silia 100-200 buah atau 6-8 silia/ μm2 dengan panjang sekitar
2-6 μm dan diameter 0,1-0,3 μm. Kavum nasi bagian inferior konka inferior 1
cm dari tepi nares depan memiliki kepadatan silia yang jarang yaitu sebanyak
10% dari total permukaan. Stuktur silia terdiri dari 2 mikrotubulus sentral dan
9 pasang mikrotubulus di luarnya. Setiap pasang mikrotubulus luar terkoneksi
dan masing-masing membentuk spoke ke mikrotubulus sentral, kompleks 9
pasang + 2 mikrotubulus ini yang kemudian disebut aksonema. Bagian luar
mikrotubul dan mikrotubul sentral dilapisi oleh membran. Gambar 4
menunjukkan secara lengkap struktur dalam silia. Setiap pasang mikrotubulus
terdiri dari subfiber A dan B, A terdiri dari 13 protofilamen yaitu mikrotubulus
komplit, sedangkan B hanya terdiri dari 10 protofilamen dan merupakan
mikrotubulus inkomplit. Serat A menopang lengan dinein di dalam dan
luarnya dengan aktivitas ATPase. Dinein merupakan protein yang berfungsi
untuk pergeseran mikrotubulus.19-22
Gambar 2.5. Potongan melintang silia yang menunjukkan struktur pembentuknya. A mikrotubul A; B
mikrotubul B; C central sheath; H spoke head; I inner dinein arm; M membran siliar; N nexin link;
Oouter dinein arm; P central pair of microtubules; S spoke19
Lengan dinein Chalmydomonas tersusun dari 3 heavy chains (α; β; dan γ),
2 intermediete chains, 9 light chains, 3 docking complex protein, dan 2
10
associated proteins. Bagian yang berat adalah tempat hidrolisis ATP yang
nantinya digunakan untuk motilitas silia.19
Seluruh proses gerak siliar dikenal dengan istilah ciliary beat cycle yang
terdiri dari 2 komponen gerak (Gambar 5). Pertama yaitu active stroke atau
effective stroke, gerakan cepat yang tiba-tiba untuk mendorong palut lendir
(mucous blanket). Kedua yaitu recovery stroke, gerakan silia yang lebih lambat
untuk kembali ke posisi awal. Perbandingan waktu gerak keduanya adalah 1:2-
3. Gerak silia ini mempunyai pola seperti efek domino yaitu gerak yang
berurutan seperti gelombang (methacronical waves). Keseluruhan gerak ini
nantinya akan mendorong palut lendir untuk ke arah faring.19-20
Gambar 2.6. Gerak silia. Silia tipis menunjukkan active stroke, sedangkan silia tebal (warna hitam)
menunjukkan recovery stroke untuk memulai kembali siklus baru19
yang terinhalasi seperti debu, alergen, substansi toksik, virus, dan bakteri.
Selain itu, lapisan ini melindungi dari suhu dingin, kelembaban rendah, gas
atau aerosol, dan menginaktivasi virus yang terjebak.19-20,25-28
Lapisan lain yaitu lapisan perisilia, lapisan tipis yang menopang lapisan
superfisial, sifatnya kurang lengket dan berkesinambungan. Cairan disini
mengandung mukoglikoprotein, protein serum, protein sekresi yang berat
molekulnya rendah. Sebagian besar struktur silia terendam di lapisan ini,
sehingga lapisan ini berperan penting untuk pergerakan silia. Selain itu,
denyutan silia juga terjadi di lapisan ini. Lapisan perisilia yang tebal akan
menghambat gerak silia dan bahkan bisa menghambat ujung silia mencapai
palut lapisan superfisial. Sehingga fungsi bersihan mukosiliar akan menurun.
Sebaliknya jika lapisan ini dangkal, lapisan superfisial yang lengket akan
masuk ke ruang perisiliar. Jadi ketinggian lapisan ini menentukan interaksi
antara silia dan palut lendir yang berkaitan dalam bersihan dan transportasi
mukosiliar.20,25-28
Lapisan di bawah membran basalis ini kaya akan vaskular, jaringan ikat,
saraf, kelenjar mukosa, dan kelenjar limfoid. Tersusun dari 4 bagian, yaitu
lapisan subepitel, kelenjar superfisial, lapisan media dengan banyak sinus
kavernosusnya, dan kelenjar profunda. Sel-sel plasma dalam lamina propria
menghasilkan IgA yang nanti akan berdifusi keluar untuk mencapai lapisan
mukus. Selain itu juga ada albumin serum, IgE, dan IgG dari kapiler yang
berdifusi ke kelenjar submukosa lalu ke epitel sebagai perlindungan lokal
terhadap infeksi. Pleksus vena besar di lapisan ini juga berfungsi untuk
meghangatkan udara yang terinhalasi.20,23
12
Sistem mukosiliar adalah hasil akhir koordinasi struktur dan fungsi dari silia
yang dibedakan menjadi 4 level:19
Fungsi ini terbentuk dari sel kolumnar bersilia dan sel-sel diantaranya yang
menghasilkan transportasi mukosiliar. Aktivitas silia dikoordinasikan pada
fase dan arah gerak yang sama. Koordinasi ultrastruktural intra- dan
interseluler dapat dipelajari denegan menggunakan TEM dan scanning
electron microscopy (SEM).
Fibrosis kistik (CF) merupakan gangguan autosomal resesif dari gen CFTR
yang mengakibatkan transportasi elektrolit abnormal. Secara klinis,
14
2.1.4.3 Lingkungan
CBF bekerja optimal pada pH 7-9. Selain itu fungsi silia sangat tergantung
pada palut lendir. Keadaan lainnya adalah paparan berkepanjangan suatu
substansi iritan. Pada tahun 2002, penelitian Elynawati et al menunjukkan
15
Studi oleh James et al di Hong Kong pada 90 voluntir subjek penelitian usia
11-90 tahun menunjukkan adanya kolerasi positif antara CBF dan waktu TMS
hidung (dengan uji sakharin) dengan penambahan usia. Seluruh subjek juga
diperiksa ultrastruktur silianya dengan mikroskop elektron transmisi. Secara
signifikan, subjek >40 tahun memiliki penurunan CBF, semakin
memperlihatkan adanya mikrotubulus sentral tunggal, dan peningkatan waktu
TMS (p<0,05).40
2.1.4.5 Obat-obatan
Rokok tembakau mengandung lebih dari 4000 bahan kimia toksik dan 69
diantaranya adalah karsinogenik. Beberapa kandungan yang memiliki efek
buruk terhadap sistem respirasi adalah:11
- Tar, merupakan penyusun primer dari tembakau. Zat ini memicu
terjadinya kanker paru.
- Karbonmonoksida (CO), merupakan gas yang mirip seperti gas yang
dikeluarkan oleh knalpot mobil. Gas CO ini berbahaya karena
afinitasnya dengan Hb adalah 100x dibanding O2, sehingga penyerapan
O2 oleh Hb nantinya akan terganggu.
- Karbondioksida (CO2), terbentuk dari reaksi-reaksi kimia tubuh yang
harus segera dikeluarkan oleh paru.
- Nikotin, zat ini tidak berefek langsung terhadap sistem respirasi. Nikotin
merupakan zat adiktif yang memberikan efek candu pada perokok.
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa efek adiksi dari nikotin mirip
seperti heroin dan kokain. Nikotin menyebabkan
vasokonstriksi sistemik yang berujung pada hipertensi dan
menurunnya perfusi jaringan ke seluruh tubuh.
Zat beracun lain antara lain: amonia (terdapat juga di pembersih lantai),
benzene, nitrohistamin, naftalen (kapur barus), hidrogen sianida (toksin),
radon, aseton (penghapus cat kuku), toluen (pelarut), metanol (bahan bakar
roket), arsenik (toksin untuk semut putih), butan (bahan bakar korek api),
kadmium (bahan pembuat aki mobil), DDT (bahan pembuat racun serangga),
dan vini klorida (bahan pembuat plastik).11
Perbedaan metode hitung ini dengan indeks Brinkman hanya terletak pada
kuantitas merokok dari jumlah batang menjadi jumlah bungkus. Yang mana
satu bungkus disini diasumsikan memuat 20 batang rokok, jumlah yang umum
ditemukan di negara-negara barat. Tetapi jumlah batang rokok dalam
sebungkus ini tidak lazim ada di negara Indonesia.
dihitung dengan melihat jumlah rokok yang dihisap per hari, yaitu sebagai
berikut:
bersilia menurunkan frekuensi denyut silianya. Hal lain yang dibuktikan oleh
Tamashiro et al adalah adanya penurunan tumbuh silia yang berkolerasi positif
dengan penambahan frekuensi paparan asap rokok.34
Penelitian lokal tentang efek buruk rokok terhadap sistem mukosiliar juga
dilakukan. Salah satunya oleh Dermawan pada tahun 2010, menyimpulkan
bahwa ada perbedaan spesifik waktu TMS antara peokok dan bukan perokok
dengan perbedaan rerata 7,58 menit.14
Sakharin salah satu tes skrining fungsi TMS yang sering digunakan di klinik.
Uji sakharin termasuk uji yang murah, non-invasif, dan sederhana untuk
dilakukan. Tes ini dilakukan dengan menggunakan sakharin granule
berdiameter ±1 mm (5 mg) yang dimasukkan ke dalam rongga hidung dibawah
konka inferior bagian medial sejauh 1 cm dari batas anterior konka inferior atau
1,5 cm dari tepi nares anterior. Waktu yang diukur adalah waktu
20
Metode uji sakharin ini dirasa masih subjektif, karena konfirmasi waktu
TMS sangat bergantung pada pasien. Persepsi rasa manis berbeda tiap
orangnya dan persepsi tersebut tidak dapat dinilai oleh pemeriksa. Maka dari
itu beberapa penelitian dan sumber mulai mencampurkan partikel sakharin ini
dengan methylene blue atau charcoal.42,43 Cara ini kemudian digunakan untuk
mengonfirmasi secara visual oleh pemeriksa persepsi manis yang dirasakan
pasien dengan inspeksi pada orofaring adanya warna biru atau hitam.
2.3Kerangka Konsep
22
manis. Pernyataan
subjek kemudian
dikonfirmasi dengan
inspeksi adanya warna
methylene blue pada
faring posterior
Status merokok Dikatakan Alat ukur: Kategorik
merokok jika Kuesioner nominal
telah merokok ≥5 Pengukur:
tahun dengan Peneliti
jumlah konsumsi Cara Ukur:
rokok ≥10 batang Wawancara
per hari
Dikatakan tidak
merokok jika
tidak pernah
merokok aktif
secara reguler
selama hidupnya
Indeks merokok Jumlah rokok Alat ukur: Kategorik
yang dikonsumsi Kuesioner ordinal
dan lama Pengukur:
merokok, dalam Peneliti
penelitian ini Cara Ukur:
digunakan indeks Wawancara
Brinkman dan
Proenca untuk
mengukurnya
BAB 3
METODE PENELITIAN
b) Waktu
b) Jumlah Sampel
24
25
Keterangan:
𝑆𝑔 = √51,799 = 7,19
(𝑍𝛼 + 𝑍𝛽)𝑆 2
𝑁1 = 𝑁2 = 2 [
Keterangan:
(0,842 + 1,645)7 2
= 2[ ]
5,5
(2,487)7 2
= 2[ ]
5,5
= 2[3,165]2 = 20,03
Metode pengambilan sampel yang dipilih oleh peneliti adalah jenis non-
probability yaitu consecutive sampling dan sampel dari studi
pendahuluan.
d) Kriteria Sampel
➢ Kriteria inklusi
- Bersedia menjadi subjek penelitian
- Berusia <40 tahun
- Tidak mengalami radang saluran napas akut 2 minggu terakhir
- Tidak memiliki rhinosinusitis kronik
- Tidak pernah didiagnosis oleh dokter mempunyai kelainan
kongenital yang mengganggu TMS seperti diskinesia silia
primer, sindrom Kartagener, fibrosis kistik, dan sindrom Young
- Sejak 1 bulan sebelum uji sakharin, subjek tidak meminum obat
yang mempengaruhi waktu transportasi mukosilier, antaralain:
obat-obatan topikal seperti steroid; dekongestan; hypertonic
saline atau saline nasal spray; anti biotik, dan anti jamur atau
konsumsi obat sistemik seperti anti-kolinergik; antihistamin;
asetilkolin; adrenalin; beta adrenergik, narkotik; etil alkohol;
aspirin; kortikosteroid; benzodiazepin; kolinergik; metilxantine;
dan sodium kromagikolat,
27
➢ Kriteria ekslusi
Adanya kelainan rongga hidung, seperti deviasi septum dan
polip pada rongga hidung (dilihat saat pemeriksaan
nasoendoskopi)
Adanya inflamasi berupa sekret mukopurulen dan warna konka
dan atau nasofaring hiperemis
Adanya tanda alergi beupa warna konka livid dan atau post
nasal drip di nasofaring
b) Bahan Penelitian
- Sakharin padat berdiameter 0,5 – 1 mm
- Methylene blue cair
28
Seluruh data yang diperoleh dicatat dalam formulir berkas pasien. Data
kemudian diolah dengan menggunakan program SPSS 18. Pertama, data diolah
secara deskriptif untuk melihat karakteristik subjek penelitian dan melihat rerata
waktu TMS pada kelompok perokok dan non perokok, serta kelompok di tiap
klasifikasi Brinkman dan Proenca.
29
Uji normalitas yang dilakukan untuk analisa rerata waktu TMS kelompok
perokok dan non perokok pada penelitian ini adalah uji Shapiro-Wilk karena
jumlah data <50. Jika distribusi data bernilai normal, uji analisis numerik 2
kelompok (perokok dan non perokok) menggunakan t-independent test. Jika
distribusi data tidak normal, dilakukan transformasi untuk menormalkan, jika
hasil distribusi data tetap tidak normal maka uji analisis yang dilakukanadalah
uji Mann-Whitney.
Analisis lain yang peneliti lakukan adalah
30
uji analisis perbedaan waktu TMS pada >2 kelompok berdasarkan klasifikasi
Brinkman dan Proenca dengan one way analysis on variance (ANOVA) jika
distribusi data normal dan dilakukan uji Kruskal-Wallis jika distribusi data tidak
normal.
31
32
33
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
32
33
Setelah uji sakharin dilakukan kepada kelompok perokok dan non perokok,
didapatkan hasil rerata waktu transportasi mukosiliar (TMS) hidungsebagai berikut:
Tabel 4.2 Waktu TMS hidung dan nilai distribusinya berdasarkan kelompok
Pada data rerata waktu TMS hidung berdasarkan klasifikasi Proenca (Tabel
4.2) terlihat perbedaan rerata waktu TMS hidung antar kelompok. Semua perbedaan
menunjukkan bahwa tiap derajat perokok memiliki waktu TMS yang lebih panjang
dibanding kelompok non perokok. Tetapi uji one way anova untuk
menganalisa perbedaan pada klasifikasi ini tidak dilakukan karena distribusi data
yang tidak normal pada kelompok perokok sedang dan berat. Analisa hanya
dilakukan pada kelompok perokok ringan dan non perokok menggunakan unpaired
t-test yang mneunjukan beda rerata sebesar 0,438 menit (p= 0,420). Dan secara
deskriptif, beda rerata waktu TMS kelompok perokok berat dengan non perokok
adalah 4,469 menit.
37
4.2 Pembahasan
Walaupun uji one way anova tidak dikerjakan, peneliti mencoba melihat
perbedaan secara deskriptif. Ditemukan beda rerata pada semua kelompok derajat
perokok dibandingkan kelompok non perokok. Peneliti memakai uji unpaired t- test
untuk melihat signifikansi perbedaan antara perokok ringan dengan non perokok
dan perokok sedang dengan non perokok. Perbandingan perokok ringan dan non
perokok menunjukkan beda rerata waktu TMS hidung sebesar 0,876menit (p=
0,1). Sedangkan beda rerata waktu TMS hidung pada kelompok
39
perokok sedang dan non perokok adalah 0,810 (p= 0,344). Kemudian, secara
deskriptif pada perokok berat jika dibandingkan dengan non perokok, terdapat beda
rerata 4,469 menit.
Analisa lain dilakukan antara kelompok perokok ringan dan kelompok non
perokok menurut klasifikasi Proenca. Didapatkann beda rerata sebesar 0,438 menit
(p= 0,420). Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Proenca bahwa tidak
terdapat perbedaan bermakna (p= 0,08) antara kelompok perokok ringan dan non
perokok yaitu sebesar 1 menit. Sedangkan untuk kelompok perokok sedang tidak
dianalisa karena jumlah subjek yang termasuk perokok sedang menurut klasifikasi
ini hanya berjumlah 1 orang sehingga tidak bisa dicari reratanya. Sedangkan
kelompok berat hanya dilihat perbedaannya dengan kelompok non perokok
secacara deskriptif tanpa dilakukan uji unpaired t-test karena distribusi data yang
tidak normal. Beda rerata antara kelompok perokok berat dengan non perokok
adalah sebesar 4,46 menit. Hasil perbandingan ini sesuai dengan penelitian Proenca
dkk yang menunjukkan adanya perbedaan rerata TMS yang bermakna antara
kelompok data perokok berat dengan non perokok yaitu sebesar 4 menit
(p=0,04).Penelitian Proenca dkk juga menunjukkan perbedaan yang bermakna (p=
0,002) rerata waktu TMS hidung antara kelompok perokok berat dan perokok
sedang dengan perokok ringan. Data perbandingan rerata TMS hidung padasubjek
menurut klasifikasi Proenca ini menunjukkan bahwa semakin tinggi derajat
merokok, semakin buruk derajat kerusakan pada sistem TMS yang ditunjukkan
oleh makin memanjangnya waktu transportasi mukosiliarnya.
merokok untuk menghilangkan atau mengurangi dampak buruk dari rokok terhadap
kesehatan tubuh khususnya pada sistem TMS terkait kesehatan sistem pernapasan.
Perilaku konsumsi rokok disini juga tidak bisa dipandang baik dalam segi
pengeluaran dari perokok sendiri, seperti disampaikan oleh Allah SWT dalamsurat
Al-Baqarah ayat 195:
Yang artinya, “Dan belanjakanlah harta bendamu di jalan Allah, dan janganlah
kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.”
Kelompok perokok pada penelitian ini didominasi oleh perokok ringan yaitusebesar
85% menurut klasifikasi Proenca dan 70% menurut klasifikasi Brinkman, sehingga
kemungkinan membuat perbedaan rerata waktu TMS hidung antara perokok dan
non perokok masih belum signifikan
Asal sampel penelitian ini tidak diambil dari suatu populasi, sehingga hasil
penelitian tidak menggambarkan suatu populasi dan memungkinkan terjadinya bias
BAB 5
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
41
46
DAFTAR PUSTAKA
1. Shafey O et.al [internet]. The tobacco atlas, 3rd edn. American Cancer
Society. 2010. (cited April 24 2015). Available from:
http://www.cancer.org/AboutUs/GlobalHealth/CancerandTobaccoControlRes
ources/the-tobacco-atlas
2. Warren C et.al. Patterns of global tobacco use in young people and
implications for future chronic disease burden in adults. The Lancet. 2006
Mar 4;367(9512):749-53.
3. Warren C et.al. Global youth tobacco surveillance 2000-2007. Morbidity and
Mortality Weekly Report 2008;57(SS01):1-21.
4. World Health Organization [internet]. The world health report 1999: making a
difference. Geneva: WHO. 1999. Available from: http://www.who.int/whr/en
5. Hammond SK. Global patterns of nicotine and tobacco consumption.
Handbook of Experimental Pharmachology 2009(192):3-28. Available from:
http://www.springerlink.com/content/t353k255747342h6/
6. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Depkes RI; 2013:hal 5,.169-175.
7. Departemen Keuangan Republik Indonesia [internet]. Seputar APBN,
anggaran kesehatan 2009-2014. Available from: http://www.depkeu.go.id/
8. World Health Organization. WHO global report on tobacco epidemic.
Luxenburg: WHO. 2013.
9. Action on Smoking and Health (ASH). Tobacco additives. Imperal Cancer
Research Fund. Available from: http://www.ash.org.uk/files/documents/
10. Tobing NH [internet]. Rokok dan kesehatan respirasi. (updated Mei 2001 cited
March 9 2015). Available from: http://www.klikpdpi.com/jurnal- warta/rokok/
11. Nungtjik AK, Mangunnegoro H, and Yunus F. Efikasi pemberian kombinasi
inhalasi salmeterol dan fluktikason propionat melalui alat diskus pada PPOK.
Maj Kedokt Indo. 2010; 60(12): 546-53.
12. Stanley PJ, Wilson R, Greenstone MA, et al. Effect of cigarette smoking on
nasal mucociliary clearance and ciliary beat frequency. Thorax.
1986;41(7):519-23.
43
41. James et al. The effect of aging on nasal mucociliary clearance, beat frequency,
and ultrastructure of respiratory cilia. Am J of Respir and Critical Care Med
vol 163. 2001.
42. Houtmeyers E et al. Effects of drugs on mucus clearance. Eur Respir J. 1999;
14: 452-467.
43. Chang CC, Incaudo GA, and Gershwin ME, editors. Diseases of the sinuses
2st edition. New York: Springer. 2014.
44. Prathibha KM et al. Measurement of nasal mucociliary clearance. Clin Res
Pulmonal 2(2): 1019 (2014).
45. Hidayat AM. Perbedaan waktu transportasi mukosiliar pada perokok dan
bukan perokok. Tangerang: FK UIN Jakarta. 2014.
46
LAMPIRAN
Statistik usia subjek penlitian berdasarkan kelompok perokok dan non perokok
Descriptives
status merokok
Statistic Std. Error
usia perokok Mean 29,576849 1,8951512
95% Confidence Interval for Lower Bound 25,610252
Mean
Upper Bound 33,543446
47
Median 31,500000
Variance 71,832
Minimum 17,5151
Maximum 40,1288
Range 22,6137
Median 21,030137
Variance 1,155
Minimum 18,0740
Maximum 23,6247
Range 5,5507
pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD 2 5,0 5,0 5,0
SMP 6 15,0 15,0 20,0
SMA 32 80,0 80,0 100,0
48
pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD 2 5,0 5,0 5,0
SMP 6 15,0 15,0 20,0
SMA 32 80,0 80,0 100,0
Total 40 100,0 100,0
Klasifikasi Brinkman 1
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid bukan perokok 20 50,0 50,0 50,0
perokok ringan 14 35,0 35,0 85,0
perokok sedang 4 10,0 10,0 95,0
perokok berat 2 5,0 5,0 100,0
Total 40 100,0 100,0
Klasifikasi Proenca
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid bukan perokok 20 50,0 50,0 50,0
perokok ringan 17 42,5 42,5 92,5
perokok sedang 1 2,5 2,5 95,0
perokok berat 2 5,0 5,0 100,0
Total 40 100,0 100,0
Descriptives
status merokok
Statistic Std. Error
waktu TMS (menit) perokok Mean 5,8940 ,43640
95% Confidence Lower Bound 4,9806
49
Median 5,6250
Variance 3,809
Minimum 3,23
Maximum 10,00
Range 6,77
Median 5,0850
Variance 2,654
Minimum 1,35
Maximum 8,10
Range 6,75
Descriptives
Klasifikasi Brinkman 1
Statistic Std. Error
waktu TMS 0 Mean 4,9952 ,36425
50
5,7576
5% Trimmed 5,0252
Mean
Median 5,0850
Variance 2,654
Minimum 1,35
Maximum 8,10
Range 6,75
Interquartile 2,05
Range
Skewness -,342 ,512
Kurtosis ,640 ,992
perokok Mean 5,8721 ,42333
51
6,7867
5% Trimmed 5,8322
Mean
Median 5,8750
Variance 2,509
Minimum 3,38
Maximum 9,08
Range 5,70
Interquartile 1,23
Range
Skewness ,639 ,597
Kurtosis ,683 1,154
perokok Mean 4,1850 ,40703
52
5,4804
5% Trimmed 4,1872
Mean
Median 4,2050
Variance ,663
Minimum 3,23
Maximum 5,10
Range 1,87
Interquartile 1,57
Range
Skewness -,112 1,014
Kurtosis -1,647 2,619
perokok Mean 9,4650 ,53500
53
16,2628
5% Trimmed .
Mean
Median 9,4650
Variance ,572
Minimum 8,93
Maximum 10,00
Range 1,07
Interquartile .
Range
Skewness . .
Kurtosis . .
54
Descriptivesa
Klasifikasi Proenca
Statistic Std. Error
waktu TMS 0 Mean 4,9952 ,36425
(menit) 95% Confidence Lower Bound 4,2328
Interval for Mean
Upper Bound 5,7576
Median 5,0850
Variance 2,654
Minimum 1,35
Maximum 8,10
Range 6,75
Median 5,4600
Variance 2,639
Minimum 3,23
Maximum 9,08
Range 5,85
5% Trimmed Mean .
Median 9,4650
Variance ,572
Minimum 8,93
Maximum 10,00
Range 1,07
Interquartile Range .
Skewness . .
Kurtosis . .
a. waktu TMS (menit) is constant when Klasifikasi Proenca = perokok sedang. It has been
omitted.
Statistik Analitik
Uji normalitas data waktu TMS hidung dengan status merokok menggunakan uji
Shapiro-Wilk: nilai p>0,05 → distribusi data normal
Tests of Normality
status merokok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Unpaired t-test untuk menguji rerata waktu TMS perokok dan non perokok:
dilihat pada equal variance not assumed. p>0,05 → tidak ada perbedaan bermakna
waktu TMS kelompok perokok dan non perokok
Tests of Normality
Klasifikasi Brinkman 1
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Tests of Normalityb
Klasifikasi
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Proenca
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
waktu 0 ,154 20 ,200 ,956 20 ,471
*
TMS
(menit) dimension1
perokok ,216 17 ,033 ,903 17 ,077
ringan
perokok berat ,260 2 .
Identitas Diri
Riwayat Pendidikan
Riwayat Organisasi