Disusun Oleh :
dr. Ahmad Heri Setiawan
DPJP :
dr. Dardiri Sp.PD
Pendamping :
dr. Namira
dr. Dyah Ayu Putri Rizki A, Sp. A, M.Kes
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Sesak napas
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien laki-laki usia 28 tahun datang dengan keluhan utama sesak nafas sejak 5 hari sebelum
masuk RS. Berdebar debar, cepat lelah dan memiliki benjolan di leher sejak 10 tahun yang
lalu
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat keluhan yang sama (+), riw. Alergi disangkal, riwayat rhinitis disangkal, HT (-),
DM(-), Berat badan turun (+) .
Riwayat Pennyakit Keluarga :
Riwayat penyakit serupa disangkal, DM disangkal, hipertensi disangkal, penyakit jantung
disangkal, alergi disangkal, rhinitis (+).
PEMERIKSAAN FISIK :
KU : Sedang, kurus
Kesadaran : Compos mentis (GCS : E4M6V5)
Vital signs :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 100 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 28 x/menit
Suhu : 36,2 °C per aksilla
SpO2 : 99%
Berat Badan : 46 kg
Wajah : sianosis (-)
Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), Exophtalmus (+)
Hidung : napas cuping hidung (-)
Mulut : bibir tampak sianosis (-)
Leher : limfonodi tidak teraba, massa ukuran kurang lebih 5x7cm ikut bergerak saat
menelan, JVP meningkat
Thoraks :
Inspeksi : simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi otot pernafasan (-)
Palpasi : P/ taktil fremitus kanan = kiri
C/ ictus cordis di SIC V 2 jari medial LMCS
Perkusi : P/ sonor di seluruh lapang paru
C/ batas jantung-paru dalam batas normal
Auskultasi : P/ vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
C/ S1-2 reguler, murmur +, gallop -
Abdomen
Inspeksi : datar, jejas (-), pelebaran pembuluh darah (-), massa (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel
Ekstremitas
Edema - - akral dingin - -
- - - -
Sianosis - -
- -
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Hasil Laboratorium :
Hemoglobin : 10,4 g/dl (L)
Leukosit : 13.100/ul (H)
Hematokrit : 31,4 % (L)
Eritrosit : 4,01x106/ul (L)
Trombosit : 321.000/ul (N)
MCV 78,1 (L)
MCH 25,9 (L)
MCHC 33,1 (N)
Hitung jenis
Neutrofil : 54,2
Limfosit : 36,6
Mix : 9,2
FT 3 >45 (H)
FT4N >100 (H)
TSHs >0,034 (L)
DIAGNOSIS
Tirotoksikosis, Grave Disease
TERAPI
IGD :
O2 2 l/m (nasal kanul)
IVFD RL 20 tpm
Digoxin 1x1
FOLLOW UP
1 Februari 2018
S : sesak (+), berdebar debar, sakit kepala
O : KU : tampak masih sedikit sesak, berkeringat
Vital signs :
Tekanan darah : 120/80
Nadi : 102 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 28 x/menit
Suhu : 36,6 °C per aksilla
Wajah : sianosis (-)
Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), Exophtalmus (+)
Hidung : napas cuping hidung (-)
Mulut : bibir tampak sianosis (-)
Leher : limfonodi tidak teraba, massa ukuran kurang lebih 5x7cm ikut bergerak saat
menelan, JVP meningkat
Thoraks :
Inspeksi : simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi otot pernafasan (-)
Palpasi : P/ taktil fremitus kanan = kiri
C/ ictus cordis di SIC V 2 jari medial LMCS
Perkusi : P/ sonor di seluruh lapang paru
C/ batas jantung-paru dalam batas normal
Auskultasi : P/ vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
C/ S1-2 reguler, murmur +, gallop -
Abdomen
Inspeksi : datar, jejas (-), pelebaran pembuluh darah (-), massa (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel
A : Tirotoksikosis, Grave Disease
P :
O2 2 l/m (n.k) k/p
IVFD RL 30 tpm
Inj. Ondancetron 2x4mg
Inj. Ceftriaxon 2x1gr
PTU 100mg 3x1
Propanolol 40mg 3x1/2tab
Paraceeamol 3x1 tab
2 Februari 2018
S : sesak (+) berkurang, berdebar debar, sakit kepala
O : KU : tampak masih sedikit sesak, berkeringat
Vital signs :
Tekanan darah : 120/80
Nadi : 99 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 26 x/menit
Suhu : 36,5 °C per aksilla
Wajah : sianosis (-)
Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), Exophtalmus (+)
Hidung : napas cuping hidung (-)
Mulut : bibir tampak sianosis (-)
Leher : limfonodi tidak teraba, massa ukuran kurang lebih 5x7cm ikut bergerak
saat menelan, JVP meningkat
Thoraks :
Inspeksi : simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi otot pernafasan (-)
Palpasi : P/ taktil fremitus kanan = kiri
C/ ictus cordis di SIC V 2 jari medial LMCS
Perkusi : P/ sonor di seluruh lapang paru
C/ batas jantung-paru dalam batas normal
Auskultasi : P/ vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
C/ S1-2 reguler, murmur +, gallop -
Abdomen
Inspeksi : datar, jejas (-), pelebaran pembuluh darah (-), massa (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel
A : Tirotoksikosis, Grave Disease
P :
O2 2 l/m (n.k) k/p
IVFD RL 30 tpm
Inj. Ondancetron 2x4mg
Inj. Ceftriaxon 2x1gr
PTU 100mg 3x1
Propanolol 40mg 3x1/2tab
Paraceeamol 3x1 tab
3 Februari 2018
S : sesak (-) berkurang, berdebar debar (-), sakit kepala
O : KU : sakit sedang, berkeringat
Vital signs :
Tekanan darah : 120/80
Nadi : 98 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 26 x/menit
Suhu : 36,8 °C per aksilla
Wajah : sianosis (-)
Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), Exophtalmus (+)
Hidung : napas cuping hidung (-)
Mulut : bibir tampak sianosis (-)
Leher : limfonodi tidak teraba, massa ukuran kurang lebih 5x7cm ikut bergerak saat
menelan, JVP meningkat
Thoraks :
Inspeksi : simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi otot pernafasan (-)
Palpasi : P/ taktil fremitus kanan = kiri
C/ ictus cordis di SIC V 2 jari medial LMCS
Perkusi : P/ sonor di seluruh lapang paru
C/ batas jantung-paru dalam batas normal
Auskultasi : P/ vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
C/ S1-2 reguler, murmur +, gallop -
Abdomen
Inspeksi : datar, jejas (-), pelebaran pembuluh darah (-), massa (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel
A : Tirotoksikosis, Grave Disease
P :
O2 2 l/m (n.k) k/p
IVFD RL 30 tpm
Inj. Ondancetron 2x4mg
Inj. Ceftriaxon 2x1gr
PTU 100mg 3x1
Propanolol 40mg 3x1/2tab
Paraceeamol 3x1 tab
4 Februari 2018
S : sesak (-), berdebar debar (-), sakit kepala (-)
O : KU : baik, berkeringat
Vital signs :
Tekanan darah : 120/80
Nadi : 98 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 26 x/menit
Suhu : 36,5 °C per aksilla
Wajah : sianosis (-)
Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), Exophtalmus (+)
Hidung : napas cuping hidung (-)
Mulut : bibir tampak sianosis (-)
Leher : limfonodi tidak teraba, massa ukuran kurang lebih 5x7cm ikut bergerak saat
menelan, JVP meningkat
Thoraks :
Inspeksi : simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi otot pernafasan (-)
Palpasi : P/ taktil fremitus kanan = kiri
C/ ictus cordis di SIC V 2 jari medial LMCS
Perkusi : P/ sonor di seluruh lapang paru
C/ batas jantung-paru dalam batas normal
Auskultasi : P/ vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
C/ S1-2 reguler, murmur +, gallop -
Abdomen
Inspeksi : datar, jejas (-), pelebaran pembuluh darah (-), massa (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel
A : Tirotoksikosis, Grave Disease
P :
PTU 100mg 3x1 tab
Propanolol 40mg 3x1 tab
Cefixime 200mg 2x1
TINJAUAN PUSTAKA
Kelenjar tiroid terletak di anterior leher, terbentang di dalam muskulus sternotiroid dan
sternohyoid setinggi vertebra C5-T1. Kelenjar ini terdiri dari lobus primer kanan dan kiri,
anterolateral dari laring dan trakea. Kedua lobus tersebut dihubungkan oleh isthmus, yang
terletak anterior dari trakea 2 dan 3 (Moore, 2007).
Kelenjar tiroid dibungkus oleh kapsula fibrosa tipis, yang mengirim septa-septanya secara dalam
ke dalam kelenjar. Jaringan ikat padat menempel terhadap kapsula fibrosa tersebut ke kartilago
krikoid dan cincin trakea (Moore, 2007).
Vaskularisasi dari kelenjar tiroid berasal dari arteri tiroidea superior dan inferior. Arteri tiroidea
superior adalah cabang pertama dari arteri karotis eksterna, berjalan turun secara lateral menuju
laring di bawah lapisan pembungkus otot omohyoid dan sternohyoid. Arteri ini berjalan pada
bagian superfisial pada batas anterior lobus lateral dan mengirimkan cabang-cabangnya ke dalam
kelenjar sebelum melengkung ke arah isthmus untuk beranastomose dengan pembuluh darah
kontralateral. Sedangkan arteri tiroidea inferior, cabang terbesar dari trunkus tiroservikalis,
cabang dari arteri subklavia. Arteri ini naik secara vertikal, kemudian melengkung ke arah
medial memasuki celah trakeoesofageal. Arteri tiroidea inferior kanan dan kiri beranastomose
dalam kelenjar. (Moore, 2007)
Pada 10% orang, arteri tiroidea ima muncul dari trunkus brachiocephalicus, cabang dari arkus
aorta, atau dari sisi kanan arteri karotis komunis, arteri subclavia, atau arteri thoracic interna.
Arteri kecil ini naik ke permukaan anterior trakea, yang men-supplyisthmus kelenjar tiroid.
(Moore, 2007)
Tiga pasang vena tiroid mengaliri plexus vena tiroid di permukaan anterior kelenjar tiroid dan
trakea. Vena tiroidea superior berjalan bersama arteri tiroidea superior dan mengaliri lobus
superior. Vena tiroidea media mengaliri lobus tengah, dan vena tiroidea inferior mengaliri lobus
inferior. Vena superior dan media mengaliri vena jugularis interna, sedangkan vena tiroid
inferior mengaliri ke vena brachiocephalica posterior terhadap manubrium. (Moore, 2007)
Persarafan kelenjar tiroid berasal dari ganglion simpatetik servikalis. Saraf-saraf ini mencapai
kelenjar melalui plexus periarterial tiroidea superior dan inferior dan plecus cardiacus. Sabut-
sabut ini bersifat vasomotor, menyebabkan konstriksi dari pembuluh darah. Sekresi endokrin
kelenjar tiroid diatur oleh kelenjar pituitari. (Moore, 2007)
Pembuluh limfatik kelenjar tiroid berhubungan dengan jaringan kapsuler dari pembuluh limfe
kapsuler. Pembuluh ini berjalan menuju ke nodus prelaringeal, pretracheal, dan paratracheal.
Inferior dari kelenjar tiroid, pembuluh limfatik berjalan langsung ke nodus limfatik cervicalis
inferior. Beberapa pembuluh limfatik mengaliri ke nodus limfe brachiocephalica atau ke duktus
thorakikus. (Moore, 2002)
Kelenjar tiroid bersifat unik di antara kelenjar endokrin manusia yang lainnya karena menyimpan
sejumlah hormon dalam bentuk inaktif dalam ruang ekstraseluler di pusat folikel-folikel.
Sedangkan kelenjar endokrin yang lain hanya menyimpan jumlah kecil hormon-hormon di
intraseluler (Young et al, 2007).
Unit fungsional kelenjar tiroid adalah folikel tiroid, sruktur berbentuk bulat yang terdiri dari
selapis epitel kuboid yang diikat oleh membran basal. Kelenjar tiroid dibungkus oleh kapsula
fibrosa yang merupakan septa kolagen halus yang memanjang ke dalam kelenjar tiroid dan
membagi ke dalam lobus-lobus. Septa tersebut membawa suplai yang kaya darah bersama-sama
dengan limfatik dan sabut-saraf (Young et al, 2007).
Definisi hipertiroid
Hipertiroid adalah suatu kondisi di mana kelejar tiroid memproduksi hormon tiroid secara
berlebihan. Tirotoksikosis adalah kondisi toksik yang disebabkan karena hormon tiroid yang
berlebihan di sirkulasi pembuluh darah oleh karena beberapa penyebab (Mathur, 2015).
Definisi lain menyebutkan hipertiroid adalah kumpulan gangguan yang diakibatkan oleh
kelebihan sintesis dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid, yang dapat mengakibatkan
kondisi hipermetabolik. Bentuk-bentuk hipertiroid yang banyak antara lain diffuse toxic
Goiter(Grave’s Disease), toxic multinoduler goiter(Plummer disease), dan toxic adenoma (Lee,
2014).
Etiologi
a. Grave’s disease
Grave’s disease adalah penyebab terbanyak dari hipertiroid, sekitar 60-80% dari semua kasus.
Grave’s disease adalah suatu penyakit autoimun di mana terdapat suatu antibodi thyroid
stimulating immunoglobulin (TSI antibodies) yang merangsang kelenjar tiroid untuk mensintesis
dan mensekresi hormon tiroid secara berlebihan (Reid, 2008). Hasilnya adalah produksi yang
berlebihan dari T3 dan T4, pembesaran kelenjar tiroid, dan peningkatan uptakeiodida. Pada
kondisi ini kelenjar tiroid kehilangan kemampuan untuk merespon kontrol dari hipofisis melalui
TSH. Yang dapat memicu Grave’s disease antara lain stress, merokok, radiasi pada leher, obat-
obatan, dan agen infeksius (Lights, 2015).
Oftalmopati merupakan manifestasi pertama dari penyakit ini dan gejalanya mulai dari
perubahan tajam penglihatan atau mata kering hingga proptosis yang jelas. Selain itu pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan myxedema pada regio pretibial. Pada awalnya Grave
opthalmopathy menyebabkan sensitif mata terhadap cahaya (fotofobia) dan rasa berpasir pada
mata, kemudian mata menonjol dan penglihatan jadi ganda (Bruncardi, 2014). Seperti penyakit
autoimun lainnya, kondisi ini cenderung menyerang beberapa anggota keluarga. Grave’s disease
lebih sering terjadi pada wanita daripada pria, dan lebih cenderung terjadi pada pasien yang lebih
muda.
Toxic multinodular goiter menyebabkan 5% kasus hipertiroid di Amerika Serikat dan dapat
menjadi 10 kali lipat lebih sering pada daerah yang kekurangan iodin. Biasanya terjadi pada
pasien lebih dari 40 tahun (Reid, 2008). Gangguan ini dapat mempengaruhi irama jantung
(Anonim, 2012). Ketika ada nodul tunggal yang memproduksi hormon tiroid, disebut functioning
adenoma. Jika lebih dari satu nodul disebut toxic multinoduler goiter.
Toxic adenoma
Toxic adenoma nodul autonomik yang ditemukan lebih banyak pada usia muda dan daerah
kekurangan iodin. Satu nodul atau benjolan pada tiroid dapat memproduksi hormone tiroid lebih,
sehingga dapat menyebabkan hipertiroid. Gangguan ini tidak diturunkan (Anonim, 2012).
Pembesaran noduler terjadi pada usia dewasa muda sebagai suatu struma yang nontoksik. Bila
tidak diobati, dalam 15-20 tahun dapat menjadi toksik. Pertama kali dibedakan dari Grave
disease oleh Plummer, sehingga disebut juga Plummer’s disease (Bruncardi, 2014).
Thyroiditis
Inflamasi kelenjar tiroid yang biasanya disebabkan oleh virus dan ditandai dengan pembesaran
kelenjar tiroid yang nyeri, sehingga menyebabkan pelepasan sejumlah besar hormon tiroid dalam
darah. Tiroid biasanya menyembuh sendiri dalam beberapa bulan (Anonim, 2012).
Iodine-induced hyperthyroidismdapat terjadi setelah mendapat asupan iodin yang berlebihan dari
makanan, paparan terhadap media kontras radiografi, atau medikasi. Obat-obat tertentu seperti
Amiodaron (Cordaron) dapat menyebabkan hipertiroid pada hingga 12% pasien yang diterapi
Amiodaron, khususnya pada daerah yang kekurangan iodin. Amiodaron berisi 37% iodinm dan
merupakan penyebab utama berlebihannya tiroid di Amerika Serikat.
Tumor
Penyebab yang jarang dari hipertiroid yaitu Ca tiroid metastase, tumor ovarium yang
memproduksi hormon tiroid (struma ovarii), tumor tropoblastic yang dapat memproduksi
korionik gonadotrophin dan mengaktifkan TSH reseptor dan TSH-secreting pituitary tumor
(Reid, 2008).
Patofisiologi
Normalnya, sekresi hormon tiroid diatur oleh mekanisme kompleks feedbackyang melibatkan
faktor stimulator dan inhibitor. TRH dari hipotalamus menstimulasi hipofisis untuk melepaskan
TSH. Pengikatan TSH terhadap reseptor pada kelenjar tiroid dapat menyebabkan pelepasan
hormon tiroid, terutama T4 dan sedikit T3. Sebaliknya, peningkatan level dari hormon ini dapat
berperan pada hipotalamus untuk menurunkan sekresi TRH. Sintesis hormon tiroid
membutuhkan iodin. Iodida inorganik yang didapat dari diet ditranspor ke kelenjar tiroid oleh
enzim tiroid peroxidase melalui proses yang disebut organifikasi. Hasilnya adalah terbentuknya
monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT), yang dipasangkan membentuk T3 dan T4, yang
kemudian disimpan dengan tiroglobulin dalam lumen folikel tiroid (Lee, 2014).
Hormon tiroid tersebar ke sirkulasi perifer. Lebih dari 99,9% T4 dan T3 di sirkulasi perifer diikat
ke protein plasma dan sifatnya inaktif. T3 bebas 20-100 kali lebih aktif dari T4 bebas. T3 bebas
terikat terhadap reseptor nuclear (DNA-binding protein di sel nuclei), mengatur transkripsi dari
protein seluler (Lee, 2014).
Banyak proses yang menyebabkan peningkatan sirkulasi perifer dari hormon tiroid yang
menyebabkan tirotoksikosis. Gangguan dari mekanisme homeostatik normal dapat terjadi pada
level kelenjar hipofisis, kelenjar tiroid, atau di perifer. Hasilnya peningkatan transkripsi di
protein seluler, menyebabkan peningkatan BMR. Gejala dari hipertiroid dapat menyebabkan
berlebihannya katekolamin, dan blokade adrenergik dapat meningkatkan gejala-gejala ini (Lee,
2014).
Gejala hipertiroid
Tingginya T4, T3 atau keduanya dapat menyebabkan tingginya basal metabolic rate. Keadaan
ini disebut hypermetabolic state. Pada keadaan hipermetabolik, dapat mengalami tingginya
denyut jantung, peningkatan tekanan darah, dan tremor tangan. Juga dapat terjadi intoleransi
panas dan berkeringat banyak. Hipertiroid dapat menyebabkan seringnya BAB, penurunan berat
badan, dan pada wanita dapat terjadi gangguan siklus menstruasi. Gejala yang mungkin dialami
pasien dengan hipertiroid (Lights, 2015):
Pasien dengan Grave’s disease secara klinis dapat terjadi oftalmopati dan dermopati. Hal ini
ditandai dengan adanya deposisi glikosaminoglikan yang menyebabkan penebalan kulit regio
pretibial dan dorsum pedis. Penyakit mata infiltratif menyebabkan edema periorbital,
pembengkakan konjungtiva, kemosis, proptosis, terbatasnya penglihatan atas dan lateral. Hal ini
disebabkan karena pembengkakan otot ekstraokuler dan orbita oleh karena akumulasi air dan
glikosaminoglikan yang disekresi oleh fibroblas (Bruncandi, 2014).
b. von Graefe’s sign(kegagalan kelopak mata atas untuk mengikuti gerakan bola mata ke bawah
dengan segera),
c. Joffroy’s sign(otot-otot wajah tidak bergerak meskipun bola mata melirik ke atas),
e. lid lag(kelopak mata atas tertinggal dibelakang tepi atas iris saat mata bergerak ke bawah).
Diagnosis hipertiroid
Pemeriksaan fisik
Tirotoksikosis dari Grave’s disease berhubungan dengan membesarnya kelenjar tiroid, kadang-
kdang dapat terdengar bruit dengan memakai belldari stetoskop. Toxic multinoduler goiter secara
umum terjadi ketika kelenjar tiroid membesar setidaknya 2-3 kali dari ukuran normal. Kelenjar
bersifat lunak, tapi nodul yang soliter kadang-kadang dapat dipalpasi. Karena kebanyakan nodul
tiroid tidak dapat dipalpasi, harus dibuktikan lewat USG tiroid, tapi nodul tiroid yang overaktif
dapat dibuktikan hanya dengan nuclear tiroid imaging dengan radioiodine (I-123) atau
technetium (Tc99m) thyroid scan (Lee, 2014).
Sekitar 50% pasien dengan Grave tirotoksikosis memiliki oftalmopati ringan, sering hanya
bermanifestasi sebagai periorbital edema, tapi juga dapat jadi edema konjungtiva (chemosis),
extraocular muscle dysfunction(diplopia), dan proptosis. Bukti adanya thyroid eye diseasedan
tingginya hormon tiroid mengkonfirmasi diagnosis Grave’s disease.
Pada kasus yang jarang, Grave disease dapat mempengaruhi kulit dengan adanya deposisi
glikosaminoglikan di dermis pada kaki bawah. Hal ini menyebabkan nonpitting edema, yang
biasanya berhubungan dengan eritema dan penebalan kulit tanpa nyeri.
- Minta pasien untuk duduk tegak dengan dagu agak diangkat, perhatikan struktur di bagian
bawah-depan leher. Kelenjar tiroid normal biasanya tidak dapat dilihat dengan cara inspeksi,
kecuali pada orang yang amat kurus
- Amati tulang hyoid, kartilago tiroid (Adam’s apple) dan kartilago krikoid, serta trakea di
bawahnya
- Lakukan inspeksi pada trakea ada atau tidaknya deviasi. Tempatkan jari pemeriksa pada salah
satu sisi dari trakea (ruang antara trakea dan m. sternocleidomastoid)
- Lakukan pada sisi yang lain dan bandingkan simetris atau tidak
- Beri pasien minum, hanya dikulum, lalu pasien menengadah ke atas lalu suruh menelan air.
Perhatikan kelenjar tiroid bergerak ke atas saat menelan air
- Amati leher dan lakukan penilaian kontur, simetris atau tidaknya kelenjar tiroid
PALPASI
Palpasi dari depan:
- Meminta pasien untuk mengangkat kepala tapi jagan sampai m. sternocleidomastoid tegang
- Raba isthmus tiroid (di bawah kartilago krikoid) dengan jari telunjuk dan jari tengah
- Minta pasien untuk menelan, rasakan isthmus tiroid yang lunak terangkat ke atas menyentuh di
bawah jari telunjuk
- Tempatkan ibu jari kanan pada bagian bawah kartilago tiroid dan dorong ke arah kanan pasien
- Kaitkan jari telunjuk dan tengah kiri di belakang m. sternocleidomastoid dan raba bagian depan
otot ini dengan ibu jari kiri
- Dari belakang pasien, tempatkan jari-jari secara natural pada permukaan anterior tiroid dan
rabalah
- Tempatkan ibu jari pada tengkuk pasien, temukan kartilago krikoid dan raba isthmus tiroid di
bawah kartilagi krikoid
- Geser jari-jari ke arah lateral dan nilai lobus lateral saat menelan.
- Tempatkan ibu jari kanan di belakang m. sternocleidomastoid dan raba kelenjar tiroid dengan
jari telunjuk dan tengah
- Minta pasien untuk menelan
AUSKULTASI
Bila kelenjar tiroid membesar, lakukan auskultasi pada lobus lateral kelenjar tiroid untuk
mendengarkan bruit.
Klasifikasi awal:
Derajat IB : teraba struma tapi baru dapat dilihat bila posisi kepala menengadah
Derajat III : struma mudah dilihat pada posisi biasa dari jarak yang
agak jauh
Untuk membedakan hipertiroid dengan penyebab yang lain dari tirotoksikosis, Radioactive
Iodine Uptake (RAIU) dapat dilakukan. Hipertiorid memiliki RAIU yang tinggi sementara
etiologi yang lain rendah dan hampir tidak ada (Mary, 2014).
Evaluasi klinis
Diagnosis hipertiroid dengan berdasarkan tanda dan gejala klinis dapat ditegakkan dengan
penilaian indeks Wayne:
Pemeriksaan penunjang
Serum TSH
Pengukuran serum TSH memiliki sensitivitas dan spesifitas tertinggi dari tes darah tunggal. Tes
ini digunakan sebagai tes skrining yang penting untuk hipertiroid. Pada keadaan hipertiroid,
serum TSH akan lebih rendah dari 0,01 mU/L atau bahkan tidak terdeteksi (Paz-Pacheco, 2012).
Kadar T3 dan T4
Untuk menilai keparahan dari kondisi dan meningkatkan akurasi diagnostik, baik TSH dan T4
bebas harus dinilai pada saat evaluasi awal. Pada hipertiroid biasanya serum T3 dan T4 bebas
meningkat. Pada hipertiroid yang lebih ringan, serum T4 dan T4 bebas mungkin normal, hanya
serum T3 yang mungkin naik, dan serum TSH akan kurang dari 0,01 mU/L disebut T3
tirotoksikosis (Paz-Pacheco, 2012).
Kadar T4 total selama kehamilan normal dapat meningkat karena peningkatan kadar TBG oleh
pengaruh estrogen. Namun peningkatan kadar T4 total di atas 190 nmol/L (15 ug/dL)
menyokong diagnosis hipertiroid, Pemeriksaan kadar T4 dan T3 bebas merupakan prosedur yang
tepat karena tidak dipengaruhi oleh peningkatan TBG. Beberapa peneliti melaporkan bahwa
kadar T4 dan T3 bebas sedikit menurun pada kehamilan, sehingga kadar yang normal saja
mungkin sudah menunjukkan hipertiroid (Siraj, 2008).
Pemeriksaan penunjang
Radionuclide Imaging
Kedua yodium 123 (123i) dan yodium 131 (131I) digunakan untuk menggambarkan kelenjar
tiroid. 123i memancarkan radiasi berdosis rendah, memiliki sebuah waktu paruh dari 12-14 jam,
dan digunakan untuk menggambarkan tiroid lingual atau gondok. Sebaliknya, 131I memiliki
paruh waktu 8-10 hari dan mengarah ke paparan radiasi dengan dosis tinggi. Oleh karena itu,
isotop ini digunakan untuk menyeleksi dan mengobati pasien dengan kanker tiroid yang
berdiferensiasi untuk penyakit metastasis. Gambar yang diperoleh oleh studi ini tidak hanya
memberikan informasi tentang ukuran dan bentuk kelenjar, tetapi juga aktivitas distribusi
fungsional. Daerah yang kuarang menangkap radioaktivitas dari kelenjar sekitarnya disebut cold,
sedangkan daerah yang menunjukkan peningkatan aktivitas yang disebut hot. Resiko keganasan
lebih tinggi pada lesi “cold” (20%) dibandingkan dengan lesi "hot" atau "warm" (<5%).
Technetium Tc 99m pertechnetate (99mTc) diserap oleh kelenjar tiroid dan semakin sering
digunakan untuk evaluasi tiroid. Isotop ini diserap oleh mitokondria, tetapi tidak organified. Hal
ini juga memiliki keuntungan yakni memiliki waktu paruh yang lebih pendek dan meminimalkan
paparan radiasi. Hal ini sangat sensitif untuk metastasis kelenjar. Baru-baru ini, F-
fluorodeoxyglucose positron emission tomography (PET FDG) sedang semakin sering
digunakan untuk screening metastasis pada pasien dengan kanker tiroid yang pada studi
pencitraan lain hailnya negatif. PET scan tidak secara rutin digunakan dalam evaluasi nodul
tiroid.Terdapat beberapa laporan terbaru mengenai tingkat keganasan pada lesi ini berkisar antara
14 sampai 63%. Nodul yang ditemukan secara kebetulan ini ditemukan harus diperiksa dengan
USG dan aspirasi biopsi jarum halus (FNAB)(Bruncardi, 2014).
USG
USG adalah studi pencitraan noninvasif baik dan portabel dari kelenjar tiroid dengan keuntungan
tambahan dari tidak adanya paparan radiasi. Hal ini membantu dalam evaluasi nodul tiroid,
membedakan nodul solid dan yang kistik, dan memberikan informasi tentang ukuran dan
multicentricity. USG juga dapat digunakan untuk menilai limfadenopati servikal dan untuk
menuntun FNAB. Sebuah ultrasonographer yang berpengalaman diperlukan untuk hasil
terbaik(Bruncardi, 2014).
Computed tomography (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI) memberikan pencitraan
yang amat baik dari kelenjar tiroid dan kelenjar yang berdekatan, dan sangat berguna dalam
mengevaluasi ukuran, terfiksir, atau gondok substernal (yang tidak dapat dievaluasi oleh USG)
dan hubungan mereka dengan saluran napas dan struktur vaskular. Noncontrast CT scan harus
dilakukan pada pasien yang cenderung membutuhkan terapi RAI berkelanjutan. Jika kontras
diperlukan, terapi harus ditunda selama beberapa bulan. Gabungan PET-CT scan semakin sering
digunakan untuk Tg-positif, tumor radioaktif yodium-negatif (Bruncardi, 2014).
Pada Graves disease, FNAB sangat diperlukan jika ditemukan nodul pada tiroid untuk
membedakan nodul jinak dan ganas (Paz-Pacheco, 2012).
Penatalaksanaan
Pengobatan Umum:
1) Istirahat.
Hal ini diperlukan agar hipermetabolisme pada penderita tidak makin meningkat. Penderita
dianjurkan tidak melakukan pekerjaan yang melelahkan/mengganggu pikiran baik di rumah atau
di tempat bekerja. Dalam keadaan berat dianjurkan bed resttotal di rumah sakit(Bruncardi, 2014).
2) Diet.
Diet harus tinggi kalori, protein, multivitamin serta mineral. Hal ini antara lain karena terjadinya
peningkatan metabolisme, keseimbangan nitrogen yang negatif dan keseimbangan kalsium yang
negatif (Bruncardi, 2014).
3) Obat penenang.
Mengingat pada hipertiroid sering terjadi kegelisahan, maka obat penenang dapat diberikan. Di
samping itu perlu juga pemberian psikoterapi (Bruncardi, 2014).
Pengobatan Khusus
1) Obat antitiroid.
Obat antirioid umumnya diberikan dalam persiapan untuk tindakan ablasi RAI ataupun operasi.
Obat-obat yang biasanya digunakan adalah Propiltiourasil (PTU, dengan dosis 100–300 mg tiga
kali sehari). Dan metimazol (dosis 10–30 mg tiga kali sehari, kemudian dilanjutkan satu kali
sehari). Metimazol mempunyai waktu paruh yang panjang dan dapat diberikan satu kali dalam
sehari. Kedua obat tersebut berfungsi untuk menurunkan produksi hormon tiroid dengan
menghambat ikatan organik dari yodium dan penggabungan iodotirosin (diemediasi oleh TPO).
Selain itu, PTU juga menghambat konversi perifer T4 menjadi T3, sehingga obat ini berguna
untuk pengobatan Thyroid Storm/Crisis. Kedua obat dapat menembus plasenta, sehingga
menghambat fungsi tiroid fetus, dan obat ini juga dieksresikan melalui air susu ibu meskipun
PTU mempunyai resiko yang lebih rendah untuk ditransfer secara transplasental. Metimazol juga
dikaitkan dengan terjadinya kelainan kongenital berupa aplasia. Oleh karena itu, PTU lebih
sering digunakan pada wanita hamil dan menyusui. Efek samping yang bisa didapatkan adalah
granulositopenia reversibel, ruam kulit, demam, neuritis perifer, poliarteritis, vaskulitis, dan
agranulositosis serta anemia aplastik. Pasien harus dipantau untuk kemingkinan terjadinya
komplikasi dan harus diperingatkan untuk menghentikan PTU atau metimazol dengan segera jika
kemudian pasien mengalami nyeri tenggorokan dan demam (Lee, 2014).
Dosis obat antitiroid harus dititrasi setiap 4 minggu sampai fungsi tiroid normal. Beberapa pasien
dengan Graves disease dapat menjadi remisi setelah pengobatan selama 12–18 bulan dan obat
dapat dihentikan. Setengah dari pasien yang menjadi remisi dapat mengalami kekambuhan pada
tahun berikutnya(Lee, 2014).
Dosis obat antitiroid dimulai dengan 300-600 mg perhari untuk PTU atau 30-60 mg per hari
untuk MMI/carbimazole, terbagi setiap 8 atau 12 jam atau sebagai dosis tunggal setiap 24 jam.
Dalam satu penelitian dilaporkan bahwa pemberian PTU atau carbimazole dosis tinggi akan
memberi remisi yang lebih besar(Lee, 2014).
Secara farmakologi terdapat perbedaan antara PTU dengan MMI/CBZ, antara lain adalah:
1. MMI mempunyai waktu paruh dan akumulasi obat yang lebih lama dibanding PTU di clalam
kelenjar tiroid. Waktu paruh MMI ± 6 jam sedangkan PTU + 11 /2 jam.
2. Penelitian lain menunjukkan MMI lebih efektif dan kurang toksik dibanding PTU.
3. MMI tidak terikat albumin serum sedangkan PTU hampir 80% terikat pada albumin serum,
sehingga MMI lebih bebas menembus barier plasenta dan air susu, sehingga untuk ibu hamil dan
menyusui PTU lebih dianjurkan (Lee, 2014).
2) Yodium
Pemberian yodium akan menghambat sintesa hormon secara akut tetapi dalam masa 3 minggu
efeknya akan menghilang karena adanya escape mechanismdari kelenjar yang bersangkutan,
sehingga meski sekresi terhambat sintesa tetap ada. Akibatnya terjadi penimbunan hormon dan
pada saat yodium dihentikan, timbul sekresi berlebihan dan gejala hipertiroidi menghebat(Lee,
2014).
Pengobatan dengan yodium (MJ) digunakan untuk memperoleh efek yang cepat seperti pada
krisis tiroid atau untuk persiapan operasi. Sebagai persiapan operasi, biasanya digunakan dalam
bentuk kombinasi. Dosis yang diberikan biasanya 15 mg per hari dengan dosis terbagi yang
diberikan 2 minggu sebelum dilakukan pembedahan.Marigold dalam penelitiannya
menggunakan cairan Lugol dengan dosis 1/2 ml (10 tetes) 3 kali perhari yang diberikan 10 hari
sebelum dan sesudah operasi(Lee, 2014).
Terjadinya keluhan dan gejala hipertiroidi diakibatkan oleh adanya hipersensitivitas pada sistem
simpatis. Meningkatnya rangsangan sistem simpatis ini diduga akibat meningkatnya kepekaan
reseptor terhadap katekolamin(Lee, 2014).
− pengurangan tremor
4) Levotiroksin (L-tiroksin)
Merupakan obat yang bisa memberikan kadar serum T3 danT4 yang stabil. Penyerapan di usus
bisa mencapai 75%.Obat ini merupakan pilihan untuk penggantian hormon tiroid dan terapi
supersif karena stabil secara kimia, murah, bebas antigen, dan punya potensi seragam.Pada
pasien yang direncanakan tiroidektomi, selain diberikan PTU atau metimazol, dapat diberikan
levotiroksin untuk menjaga kondisi eutiroid.
Pada penderita eutiroid sebelum operasi, terapi pengganti hormon mungkin tidak diperlukan
setidaknya untuk 10 hari pasca bedah, bahkan setelah tiroidektomi total. Dosis harian hormon
pengganti tiroid umumnya 100 ug levothyroxine (Synthroid) untuk orang dengan berat badan
normal.
Kebanyakan ahli endokrin percaya bahwa dosis levothyroxine perlu disesuaikan untuk menjaga
kadar TSH pada kadar normal rendah setelah operasi untuk kanker atau terapi supresif.
5) Tindakan pembedahan
Tindakan pembedahan direkomendasikan ketika kontraindikasi terhadap RAI pada pasien yang
dikonfirmasi kanker atau dicuragi nodul tiroid, berusia muda, memiliki reaksi yang parah
terhadap antitiroid, memiliki gondok yang besar (>80 g) sehingga menyebabkan gejala kompresi.
Indikasi relatif pada tiroidektomi meliputi pasien dengan perokok, Graves ophthalmopathy
sedang hingga berat, pasien yang meginginkan control cepat sehingga segera menjadi
eutiroid.Wanita hamil merupakan kontra ndikasi relatif dari pembedahan, dan pembedahan
dilakukan hanya ketika dibuthkan kontrol cepat dan obat anitiroid tidak dapat digunakan.
Pembedahan yang paling baik dilakukan pda trimester dua (Bruncardi, 2014) .Tindakan
pembedahan sangat direkomendasikan pada kasus toxic multinodular goiter dan toxic adenoma.
Tiroidektomi subtotal merupakan bentuk penanganan hipertiroid yang terlama. Tiroidektomi
total dan kombinasi dari hemitiroidektomi dan tiroidektomi subtotal kontralateral dapat
digunakan (Lee, 2014).
Untuk persiapan pembedahan dapat diberikan kombinasi antara thionamid, yodium atau
propanolol guna mencapai keadaan eutiroid. Thionamid biasanya diberikan 6-8 minggu sebelum
operasi, kemudian dilanjutkan dengan pemberian larutan Lugol selama 10-14 hari sebelum
operasi. Propranolol dapat diberikan beberapa minggu sebelum operasi, kombinasi obat ini
dengan Yodium dapat diberikan 10 hari sebelum operasi (Lee, 2014).
Tujuan pembedahan yaitu untuk mencapai keadaan eutiroid yang permanen. Dengan penanganan
yang baik, maka angka kematian dapat diturunkan sampai 0(Lee, 2014).
Berbagai indikasi untuk melakukan tiroidektomi adalah pasien terdiagnosis kanker tiroid. Di luar
keganasan, tiroidektomi juga menjadi pilihan terapi yang layak untuk pasien dengan goiter atau
gondok. Pasien yang mengalami sesak nafas, nafas pendek, maupun sulit menelan karena adanya
goiter yang besar harus dilakukan tiroidektomi. Indikasi lain dari tindakan ini adalah Graves
diseaseyang sulit diatasi.
Hipertiroid berat yang tidak terkontrol merupakan kontraindikasi relatif untuk melakukan
tindakan operatif karena kekhawatiran keadaan saat operasi maupun setelah operasi Meskipun
tiroidektomi bisa dilakukan saat kehamilan, banyak ahli yang menyatakan sebaiknya tindakan
tiroidektomi ditunda hingga paska persalinan (Lee, 2014).
DAFTAR PUSTAKA
Bruncardi, F.C., et al. Chapter 38 in Thyroid, Parathyroid, and Adrenal in Schwartz’s Principal
Of Surgery 9th Edition. 2014. United States of America Page 3198 – 3205.
Fox, S I. 2006. Endocrin Glands. In: Human Physiology 8 th Ed. McGrawHill. Page 303-4.
Ganong, F W. 2006. The thyroid gland. In: Review of Medical Physiology 22 th Ed. USA:
McGrawHill Companies.
Guyton, A.C., dan Hall, J E. 2006. Thyroid Metabolic Hormones. In: Textbook of Medical
Physiology 11 th Ed. Philadelphia, PA, USA: Elsevier Saunders.
Moore, Keith L., Agur, Anne M R. 2007. Chapter 8, Neck. In: Essential Clinical Anatomy 3rd.
Lippincott Williams and Wilkins.
Siraj, 2008. Update on the Diagnosis and Treatment of Hyperthyroidism. Philadelphia: JCOM.
Supadmi S., Emilia O., Kusnanto H. 2012. Hubungan Hipertiroid dengan Aktivitas Kerja Pada
Wanita Usia Subur dalam Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 23. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta. pp 124-130.
Vander, A.J. Sherman J.H., Luciano D.S. 2003. The Endocrine System. In: Human Physiology,
The Mechanism of Body Function 9th Ed. New York: McGrawHill Publishing Company.
Young Barbara, Lowe JS, Stevens Alan, Heath J W. 2007. Thyroid Gland in Wheater’s
Functional Histology, A Text and Colour Atlas 5th Ed. Elsevier.