Oleh
Intan Muzdalifah
NIM 11181330000036
NIM : 11181330000036
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya
atau menggunakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
Jakarta.
Yang Menyatakan,
(Intan Muzdalifah)
11181330000036
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter,
Fakultas Kedokteran (S.Ked)
Oleh
Intan Muzdalifah
NIM : 11181330000036
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Penguji I Penguji II
PIMPINAN FAKULTAS
Dekan Fakultas Kedokteran Kaprodi Kedokteran
dr. H. Hari Hendarto, Ph.D, SpPD-KEMD Dr. dr. Achmad Zaki, Sp.OT., M. Epid
NIP 196511232003121003 NIP 197805072005011005
iv
KATA PENGANTAR
v
6. Staf dosen FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu
pengetahuan serta pengalaman hidup yang dimiliki kepada penulis dan
teman-teman sejawat penulis.
7. TGH. Muzakkar Idris. Lc. M.Si selaku direktur Pondok Pesantren Nurul
Hakim PPKH-KMMI Lombok, dan Ust. Ismail, SE selaku ketua Tata Usaha
PPKH-KMMI yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mendapatkan ilmu, dan memfasilitasi penelitian di Pondok Pesantren Nurul
Hakim PPKH-KMMI Lombok.
8. Kedua orang tua penulis yaitu Haerudin dan Nurhasanah beserta keluarga
besar penulis yang telah mendoakan dan memberikan dukungan baik moril
maupun materil.
9. Ust. Zia Ulhak, SPdI sebagai guru pondok yang selalu memberikan doa,
dukungan, semangat, dan motivasi untuk penulis.
10. Teman-teman penelitian Farah Dita Anggraini, Iin Widya Sari Siregar,
Winda Hazmi Rodhiyah, dan Amril Nur Ismail yang selalu memberikan
dukungan, motivasi dan arahan yang tak pernah henti dari awal penelitian.
11. Sahabat pondok tersayang (Ana Febrianti, Asri Dwi Lestari, Raodatul Izzah,
dan Sulistia Ningrum), yang selalu memberikan doa, dukungan, dan
bantuan untuk penulis.
12. Sahabat seperjuangan Heaven Potato (Farah, Winda, IIn, Rifka, dan Indah)
yang telah memberikan dukungan dari awal hingga akhir penelitian.
13. Teman sejawat angkatan 2018 yang selalu memberi dukungan kepada
sesama dan selalu hadir mengisi kehidupan penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna,
maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi
penelitian ini. Semoga laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Jakarta, November 2021
Intan Muzdalifah
vi
ABSTRAK
Kata kunci: Stres, status gizi, santriwati kelas 4 dan 5 pondok pesantren Nurul
Hakim PPKH-KMMI Lombok Barat.
vii
ABSTRACT
viii
DAFTAR ISI
ix
1.5.4 Bagi Peneliti Selanjutnya ........................................................................... 3
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR BAGAN
xiii
DAFTAR SINGKATAN
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
BAB I
PENDAHULUAN
1
makanan bukan karena merasa lapar, namun untuk memuaskan hasrat karena
merasa tidak sanggup menahan beban yang terjadi atau disebut dengan emotional
eating. Emotional eating temasuk contoh perilaku makan tidak sehat yang dapat
mempengaruhi kecukupan asupan zat gizi seseorang.7
Menurut penelitian Tienne et al di SMU Methodist-18 Medan pada 77 siswa
sebagai sampel didapatkan bahwa ada hubungan antara stres dengan status gizi.8
Adapun menurut penelitian yang dilakukan Basar GP yang dilakukan di Pesantren
Darul Aman tahun 2020 didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara stres
dengan status gizi.9
Melihat tingginya angka prevalensi stres dimana dapat dialami oleh siapa
saja termasuk santri serta melihat adanya kemungkinan pengaruh stres terhadap
status gizi, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan Stres dengan
Status Gizi pada santriwati Tingkat MA di Pondok Pesantren Nurul Hakim PPKH-
KMMI Lombok Barat”.
1.3 Hipotesis
Terdapat hubungan antara stres dengan status gizi pada santriwati Tingkat
MA Pondok Pesantren Nurul Hakim PPKH-KMMI Lombok Barat.
2
b. Mengetahui status gizi pada santriwati kelas 4 dan 5 Pondok Pesantren
Nurul Hakim PPKH-KMMI Lombok Barat.
c. Mengetahui hubungan stres dengan status gizi pada santriwati kelas 4 dan 5
Pondok Pesantren Nurul Hakim PPKH-KMMI Lombok Barat.
3
1.6 Kajian Pustaka
Tabel 1.1 Kajian Pustaka
No Nama Judul Tujuan Metode Persamaan Perbedaan
Peneliti
1 Gita Pratiwi Hubungan Mengetahui Metode Menggunakan Besar sampel
Basar Tingkat hubungan penelitian metode sebanyak 96
Stres dan tingkat stres observasional penelitian orang,
Body Image dan body analitik observasional pengambilan
dengan image dengan analitik dengan sampel
Status Gizi dengan desain cross desain cross menggunakan
Remaja status gizi sectional sectional, metode total
Putri di remaja putri dilakukan sampling,
Pesantren di pesantren pengukuran tingkat stress
Darul Aman Darul Aman tinggi badan dan body
Gombara Gombara dan berat image diukur
Makassar Makassar badan untuk dengan metode
menilai status wawancara
gizi dan hasil menggunakan
uji didapatkan kuesioner, dan
nilai p = 0,737 uji statistic
(>0,05) menggunakan
uji chi-square
2 Ricky Hubungan Mengetahui Metode Metode Besar sampel
Fhonna, Cut antara hubungan penelitian penelitian sebanyak 91
Ana Tingkat antara observasional observasional orang,
Martafari, Stres tingkat stres analitik analitik dengan menggunakan
Rizky dengan dengan dengan desain cross kuesioner
Kurniawan Indeks indeks desain cross sectional, DASS 42
Massa massa tubuh sectional dilakukan untuk menilai
Tubuh pada pada pengukuran tingkat stres,
Santriwan santriwan tinggi badan uji statistik
dan dan dan berat menggunakan
4
Santriwati santriwati di badan untuk uji Pearson
di Pesantren pesantren menilai status Product
MTsN MTsN gizi dan hasil Momen, dan
Darul Ulum Darul Ulum uji korelasi hasil uji
Banda Aceh Banda Aceh didapatkan korelasi
Tahun 2019 nilai p = 0,812 didapatkan
(>0,05) pada nilai p = 0,01
jenis kelamin (<0,05) pada
perempuan jenis kelamin
laki-laki
3 Tienne A. U Hubungan Mengetahui Metode Metode Besar sampel
Nadeak Status Stres hubungan penelitian penelitian sebanyak 77
Psikososial status stres observasional observasional orang,
dengan psikososial analitik analitik dengan menggunakan
Konsumsi dengan dengan desain cross kuesioner
Makanan konsumsi desain cross sectional, ALCES untuk
dan Status makanan sectional pengambilan menilai tingkat
Gizi Siswa dan status sampel stres, uji
SMU gizi siswa menggunakan statistik
Methodist-8 SMU teknik menggunakan
Medan Methodist - stratified uji chi-square,
Tahun 2013 8 Medan. random dan hasil uji
sampling, korelasi
dilakukan didapatkan
pengukuran nilai p=0,045
tinggi badan (<0,05)
dan berat
badan untuk
menilai status
gizi
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
2.1.2 Penyebab Stres
Menurut Grand (2000) dalam Sunaryo (2004), penyebab stres dibedakan
menjadi dua macam, yaitu:
a. Penyebab makro, yaitu menyangkut peristiwa besar dalam kehidupan,
seperti kematian, luka batin, perceraian, pensiun, dan kebangkrutan.
b. Penyebab mikro, yaitu menyangkut peristiwa kecil sehari-hari, seperti
pertengkaran rumah tangga, beban pekerjaan, masalah apa yang akan
dimakan, dan antrian.5
Menurut Yosep (2007), sumber stres yang lain pada umumnya meliputi
beberapa hal, diantaranya:
a. Hubungan interpersonal, seperti mengalami konflik dengan teman dekat,
kekasih, anatara atasan dengan bawahan, dan lain sebagainya.
b. Lingkungan hidup, misalnya pindah tempat tinggal, penggusuran, dan lain-
lain.
c. Keuangan, misalnya pendapatan jauh lebih rendah dari pengeluaran, terlibat
utang, dan lain-lain.
d. Perkembangan, misalnya perubahan fisik saat masa remaja
e. Lain-lain (faktor keluarga, bencana alam, kebakaran, dan lain-lain).5
7
2.1.4 Sumber Stres Psikologis
Menurut Maramis (1999), ada empat sumber atau penyebab stres psikologis,
yaitu:
a. Frustasi, dapat timbul akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena ada
aral melintang. Frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat badan dan
kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian orang
yang dicintai, kegoncangan ekonomi, pengangguran, perselingkuhan, dan
lain-lain).
b. Konflik, dapat timbul karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih
macam keinginan, kebutuhan, atau tujuan.
c. Tekanan, dapat timbul akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan dapat
berasal dari dalam individu maupun luar individu.
d. Krisis, yaitu keadaan mendadak yang menimbulkan stres pada individu,
misalnya kematian orang yang disayangi, kecelakaan, dan penyakit yang
harus segera dioperasi.1
8
e. Stres tahap kelima, yaitu tahapan stres yang ditandai dengan kelelahan fisik
dan mental, ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan yang sedang dan
ringan, gangguan pencernaan berat, meningkatnya rasa takut dan cemas,
bingung, dan panik.
f. Stres tahap keenam (paling berat), yaitu tahapan stres dengan tandatanda
seperti jantung berdebar keras, sesak napas, badan gemetar, dingin, banyak
keluar keringat, mudah lelah, pingsan atau kolaps.12
9
b. Gejala psikologi, seperti kecemasan, ketegangan, bingung, marah, sensitif,
memendam perasaan, komunikasi tidak efektif, menurunya fungsin
intelektual, mengurung diri, ketidak puasan kerja, depresi, kebosanan, lelah
mental, mengasingkan diri, kehilangan konsentrasi, kehilangan spontanitas
dan kreativitas, kehilangan semangat hidup, menurunya harga diri dan rasa
percaya diri.
c. Gejala perilaku, seperti menunda atau menghindari aktifitas, penurunan
prestasi dan prokduktifitas, minum minuman keras, perilaku sabotase,
makan yang tidak normal, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan,
ngebut dijalan, meningkatnya agretifitas dan kriminalitas, penurunan
hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman serta kecendrungan
bunuh diri.16
Rice (dalam Sarafia dan Saputra, 2009) memaparkan ada lima gejala stres,
yaitu:
a. Gejala fisik, berupa keluhan seperti sakit kepala, sakit pinggang, susah tidur,
sakit perut, hilang selera makan, dan kehilangan semangat.
b. Gejala emosi, berupa keluhan seperti gelisah, cemas, mudah marah, sedih,
gugup, dan takut.
c. Gejala kognitif, berupa keluhan seperti susah berkonsentrasi, sulit membuat
keputusan, mudah lupa, dan pikiran kacau.
d. Gejala interpersonal, berupa sikap acuh tak acuh pada lingkungan, minder,
kehilangan kepercayaan pada orang lain, dan mudah menyalahkan orang
lain.
e. Gejala organisasional, berupa meningkatnya keabsenan dalam kuliah,
menurunnya produktivitas, ketegangan dengan teman, dan menurunnya
dorongan untuk berprestasi.17
10
tidak pernah mengalami stres, 2 untuk jawaban dimana responden jarang
mengalami stres, 3 untuk jawaban dimana responden kadang-kadang
mengalami stres, 4 untuk jawaban dimana responden sering mengalami
stres, dan 5 untuk jawaban dimana responden selalu mengalami stres dalam
30 hari terakhir. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal.
Tingkat stres dikategorikan sebagai berikut:
1) Skor di bawah 20: Tidak mengalami stres;
2) Skor 20-24: Stres ringan;
3) Skor 25-29: Stres sedang;
4) Skor 30 dan di atas 30: Stres berat.18
b. Adolescent Life Change Event Scale (ALCES).
Adolescent Life Change Event Scale (ALCES) adalah instrumen
psikologis yang digunakan khusus untuk mengukur stres pada remaja.
Adolescent Life Change Event Scale (ALCES) diadopsi dari Metal Health
America of Northern Kentucky Southwest Ohio (2002) yang sudah diakui
oleh Department of Psychology, University of Pensylvania. Philadelphia,
PA, USA sebagai alat ukur dalam melakukan research life stress of
adolscence.13 Skala ini berisi 31 peristiwa yang dialami remaja dalam
setahun yang kemudian di kategorikan dalam beberapa tingkatan, yaitu:
1) Stres Berat : > 300 point.
2) Stres sedang: 150-299 point.
3) Tidak stres : < 150 point.8
11
Secara rinci, beberapa cara mengelola stres yang telah diajarkan oleh Islam
adalah sebagai berikut.
1. Niat Ikhlas
Islam sudah mengajarkan agar senantiasa berniat ikhlas dalam
berusaha, dengan tujuan agar nilai usaha tinggi di mata Allah SWT dan dia
mendapat ketenangan apabila usaha tidak berhasil sesuai harapan.
Ketenangan ini bersumber dari motif hanya karena Allah, bukan karena
yang lain, sehingga kegagalan juga akan selalu dikembalikan kepada Allah
SWT. Sebagaimana dalam surat At Taubah ayat 91 berikut:
“Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah,
orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa
yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah
dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang
yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
2. Sabar dan Shalat
Sabar dalam Islam adalah mampu berpegang teguh dan mengikuti
ajaran agama untuk menghadapi atau menentang dorongan hawa nafsu.
Orang yang sabar akan mampu mengambil keputusan dalam menghadapi
stressor yang ada.
Melalui shalat maka individu akan mampu merasakan betul
kehadiran Allah SWT. Segala kepenatan fisik, masalah, beban pikiran, dan
emosi yang tinggi kita tanggalkan ketika shalat secara khusyuk. Dengan
demikian, shalat itu sendiri sudah menjadi obat bagi ketakutan yang muncul
dari stressor yang dihadapi.
Dalam surat Al-Baqarah ayat 153 Allah SWT berfirman, “Hai
orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
3. Bersyukur dan Berserah diri (Tawakkal).
Salah satu kunci dalam menghadapi stressor adalah dengan selalu
bersyukur dan menerima segala pemberian Allah SWT. Allah SWT
berfirman di dalam Al Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 156: “(yaitu) orang-
orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi
12
wa innaa ilaihi raaji'uun" (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-
Nyalah kami kembali”. Ucapan tersebut sangat familier dilidah kita, dan
apabila kita pahami maknanya setiap kali mengucapkannya saat
menghadapi cobaan maka niscaya akan muncul kekuatan psikologis yang
besar untuk mampu menghadapi musibah itu.
Mensyukuri apa yang sudah diberikan dan selalu berserah diri akan
menghindarkan kita dari perasaan serakah dan beban pikiran lainnya.
4. Doa dan Dzikir
Sebagai insan beriman, doa dan dzikir menjadi sumber kekuatan
bagi kita dalam berusaha. Adanya harapan yang tinggi disandarkan
kepada Allah SWT, demikianpun apabila ada kekhawatiran terhadap suatu
ancaman, maka sandaran kepada Allah SWT senantiasa melalui doa dan
dzikir. Dalam surat Ar-Ra'd Ayat 28 Allah SWT berfirman,” (yaitu) orang-
orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram.”19
Datangnya cobaan kepada diri kita inilah yang akan dirasakan sebagai suatu
stres (tekanan) dalam diri, atau disebut juga sebagai beban. Banyak contoh dalam
keseharian kita bentuk-bentuk cobaan ini, misalnya kematian, sakit, dan
kehilangan. Bukan hanya kondisi yang buruk menjadi cobaan, namun kekayaan,
anak, kepandaian dan jabatan juga menjadi cobaan bagi manusia.
Pada dasarnya kehidupan manusia telah ditentukan oleh Allah Swt.
berdasarkan qodo dan qodarnya. Qodo dan qodar manusia merupakan salah satu
perwujudan dari manajemen Tuhan berupa musibah, rejeki, dan hidup matinya
manusia. Sebagai makhluk ciptaaan Allah manusia wajib menjalani semua itu
dengan ikhlas. diinginkannya yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan
kondisi seseorang.
Al-Qur’an telah menggunakan permisalan yang memakai prinsip mekanika
beban untuk menggambarkan masalah yang dihadapi manusia. Prinsip mekanika
beban merupakan konstruk awal yang melahirkan penelitian mendalam tentang
stres. Menurut Aliah. B. Purwkania Hasan Secara keseluruhan surat Al-Qur’an
13
yang membahas konsep beban dalam masalah manusia ini. Hal ini senada dengan
yang tercantum dalam Alquran surat Al-Insyirah ayat 1-8 yang artinya: “Bukankah
Kami telah melapangkan untukmu dadamu? dan Kami telah menghilangkan
daripadamu bebanmu, yang memberatkan punggungmu. dan Kami tinggikan
bagimu sebutan (nama) mu, karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila
kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
(urusan) yang lain. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”.20
14
gizi menjadi kurang. Jadi asupan gizi dan penyakit mempunyai hubungan yang
saling ketergantungan.
Kekurangan asupan makanan disebabkan oleh tidak tersedianya pangan
pada tingkat rumah tangga, sehingga tidak ada makanan yang dapat dikonsumsi.
Kekurangan asupan makanan juga disebabkan oleh perilaku atau pola asuh orang
tua pada anak yang kurang baik.
Penyakit infeksi disebabkan oleh kurangnya layanan kesehatan pada
masyarakat dan keadaan lingkungan yang tidak sehat. Tingginya penyakit juga
disebabkan oleh pola asuh yang kurang baik, misalnya anak dibiarkan bermain pada
tempat kotor.
2. Teori Segi Tiga Penyebab Masalah
Di samping teori dari Unicef seperti tersebut di atas, juga ada teori lain
tentang penyebab timbulnya masalah gizi. Teori tersebut adalah teori tentang
hubungan timbal antara faktor pejamu, agen dan lingkungan, yaitu:
a. Pejamu (host)
Pejamu (host) adalah faktor-faktor yang terdapat pada diri manusia yang
dapat mempengaruhi keadaan gizi. Faktor-faktor yang termasuk dalam
kelompok ini di antaranya:
1) Genetik (keturunan), individu yang mempunyai orang tua menderita
kegemukan maka ada kecenderungan untuk menjadi gemuk.
2) Umur, kebutuhan asupan gizi berbeda pada setiap kelompok umur,
misal kelompok umur balita memerlukan lebih banyak protein dari
pada kelompok dewasa, dewasa lebih banyak memerlukan vitamin
dan mineral.
3) Jenis kelamin akan menentukan kebutuhan gizi yang berbeda,
misalnya wanita dewasa memerlukan lebih banyak zat besi daripada
pria.
4) Kelompok etnik, masyarakat pada golongan etnik tertentu
cenderung mempunyai pola dan kebiasaan yang sama, oleh karena
itu masalah gizi yang timbul umumnya tidak jauh berbeda antar
penduduk.
15
5) Fisiologik, kebutuhan gizi pada ibu hamil lebih banyak
dibandingkan dengan ibu yang tidak hamil. Ibu hamil yang sedang
terjadi pertumbuhan janin memerlukan asupan gizi yang lebih
banyak.
6) Imunologik, orang yang mudah terkena penyakit adalah orang yang
daya tahan tubuhnya lemah. Daya tahan tubuh ini akan terbentuk
apabila tubuh mempunyai zat gizi cukup.
7) Kebiasaan menentukan kebutuhan gizi yang berbeda pada setiap
orang, misal kebiasaan berolah raga akan memerlukan gizi yang
lebih dibandingkan individu yang kurang suka olah raga.
b. Agen
Agen adalah agregat yang keberadaannya atau ketidak beradaannya
memengaruhi timbulnya masalah gizi pada diri manusia. Agregat yang
disebabkan oleh ketidakberadaannya menimbulkan masalah gizi, misal zat
gizi, akibat kekurangan zat gizi tertentu dapat menimbulkan masalah gizi
misal kekurangan vitamin C mengakibatkan sariyawan. Agregat yang lain
misal Kimia dalam tubuh (hormon dan lemak), tubuh memerlukan hormon
untuk proses metabolisme tubuh, demikian juga lemak. Apabila tubuh
kekurangan hormon akan menimbulkan berbagai masalah. Agregat yang
karena keberadaannya menimbulkan masalah gizi, di antaranya kimia dari
luar tubuh termasuk obat-obatan, zat kimia yang masuk dalam tubuh dapat
menimbulkan keracunan, atau dalam jumlah kecil tetapi dikonsumsi dalam
kurun waktu yang lama dapat bersifat karsinogenik. Demikian juga
penggunaan obat, misal obat jenis antibiotik tertentu dapat mengganggu
absorpsi susu. Faktor psikis, keadaan kejiwaan akan berpengaruh terhadap
asupan gizi. Pada orang-orang tertentu apabila sedang mengalami suasana
tegang, maka akan dikonvensasikan dalam bentuk makanan. Keadaan
biologis seseorang yang menderita penyakit infeksi, kebutuhan gizinya akan
meningkat karena zat gizi diperlukan untuk penyembuhan luka akibat
infeksi.
c. Lingkungan
16
Lingkungan (environment) dapat mempengaruhi keadaan gizi
seseorang. Keadaan lingkungan dapat dibedakan dalam tiga keadaan, yaitu:
1) Lingkungan fisik, meliputi cuaca/iklim, tanah, dan air. Faktor-faktor
ini dapat mempengaruhi kesuburan tanaman yang merupakan
sumber makanan. Tumbuhan tidak dapat tumbuh subur apabila
ditanam pada lingkungan yang gersang, akibatnya produksi
makanan berkurang. Demikian juga hewan tidak dapat tumbuh
subur pada lingkungan yang gersang.
2) Lingkungan biologis, lingkungan biologis akan mempengaruhi
ketersediaan zat gizi pada masyarakat. Kepadatan penduduk dapat
mengakibatkan ketersediaan pangan yang terbatas, karena
terbatasnya produksi pangan ini dapat menyebabkan
ketidakseimbangan dengan jumlah penduduk. Tanaman dan hewan
yang subur dapat memberikan persediaan pangan bagi kebutuhan
gizi pada masyarakat.
3) Lingkungan sosial ekonomi, yang tergolong lingkungan sosial
ekonomi yang dapat mempengaruhi status gizi di antaranya adalah
pekerjaan, tingkat urbanisasi, perkembangan ekonomi, dan bencana
alam. Seseorang yang mempunyai pekerjaan akan memperoleh
penghasilan yang bisa digunakan untuk membeli makanan bagi
dirinya dan keluarganya. Semakin baik perkembangan ekonomi
suatu wilayah akan mempengaruhi pada tingkat ketersediaan pangan
masyarakat, yang akan meningkatkan status gizi. Sebaliknya
bencana alam akan mengakibatkan kekurangan persediaan pangan
yang dapat menurunkan status gizi masyarakat.
Keadaan yang tidak seimbang dari ketiga faktor tersebut di atas akan
menyebabkan gangguan gizi.23
Kelompok yang dapat mengalami kejadian rentan gizi adalah remaja.
Dalam beberapa hal masalah gizi remaja serupa atau kelanjutan dari masalah gizi
pada usia anak, yaitu kelebihan atau kekurangan berat badan. Data Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa 25,7% remaja usia 13-15 tahun dan
26,9% remaja usia 16-18 tahun dengan status gizi pendek dan sangat pendek. Selain
17
itu terdapat 8,7% remaja usia 13-15 tahun dan 8,1% remaja usia 16-18 tahun dengan
kondisi kurus dan sangat kurus. Sedangkan prevalensi berat badan lebih dan
obesitas sebesar 16,0% pada remaja usia 13-15 tahun dan 13,5% pada remaja usia
16-18 tahun.24
Masa remaja merupakan periode dari pertumbuhan dan proses kematangan
manusia. Perubahan fisik pertumbuhan akan mempengaruhi status kesehatan dan
gizi remaja. Ketidakseimbangan antara asupan kebutuhan atau kecukupan akan
menimbulkan masalah gizi, baik masalah gizi lebih maupun gizi kurang.25
18
IMT adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan
dan tinggi badan seseorang. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung
dengan menggunakan rumus berikut:
Tabel 2.1 Kriteria IMT/ U anak usia 5-18 tahun menurut kemenkes RI
Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)
Gizi buruk <-3 SD
Gizi kurang -3 SD sd<-2 SD
Gizi baik -2 SD sd +1 SD
Gizi lebih >+1 SD sd +2 SD
Obesitas > +2 SD
(Kemenkes RI, 2020)
b. Klinis
Pemeriksaan klinis merupakan metode yang didasarkan atas
perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan
ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat dari jaringan epitel
(supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut, mukosa oral atau
pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar
tiroid.
c. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen
yang diujisecara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan
tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja, dan
juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.
19
d. Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status
gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat
perubahan struktur dari jaringan.
2. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung
Metode penilaian status gizi secara tidak langsung ada 3, yaitu:
a. Survey Konsumsi Makanan
Survey konsumsi makanan adalah metode penentuanstatus gizi
secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang
dikonsumsi.
b. Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan
menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian
berasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu
dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
c. Faktor Ekologi
Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah
ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan
lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari
keadaan ekologi seperti, iklim, tanah, irigasi dan lain-lain. Pengukuran
faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab
malnutrisi disuatu masyarakat sebagai dasar melakukan program
intervensi.27
20
Saat dalam keadaan stres beberapa siswa mengalami perubahan nafsu
makan, siswa dengan status gizi gemuk dan obesitas lebih banyak melakukan
pelarian pada makanan, konsumsi energi lebih banyak yaitu makan makanan tinggi
kalori dan lemak. Sedangkan pada siswa dengan status gizi kurus mereka lebih
banyak mengurangi konsumsi energi. Saat mengalami stres, otak akan merangsang
sekresi adrenalin. Bahan kimia ini akan menuju ginjal dan memicu proses
perubahan glikogen menjadi glukosa sehingga mempercepat peredaran darah.
Tekanan darah akan meningkat, pernafasan semakin cepat (untuk meningkatkan
asupan oksigen) dan pencernaan terkena dampaknya.29
Saat mengalami stres, tubuh akan mengeluarkan corticotrophin releasing
hormone (CRH) yang bekerja dalam menekan rasa lapar. Mekanisme tersebut
disebut acute appetite regulation. Tubuh membutuhkan energi pengganti agar
fungsi fisiologis tetap berjalan normal. Setelah beberapa waktu, kadar
glucocorticoid di dalam pembuluh darah akan meningkat. Glucocorticoid berperan
dalam aktivitas lipoprotein lipase di jaringan adiposa, sehingga meningkatkan
simpanan lemak dalam tubuh, terutama lemak viseral.30
Timbulnya stres pada diri seseorang akan diikuti dengan timbulnya
perubahan kognitif maupun perilaku pada diri orang tersebut, reaksi ini disebut
coping stres. Coping stres pada setiap individu berbeda-beda, dipengaruhi oleh jenis
kelamin, kecerdasan, umur, kepribadian, hingga faktor genetik.30
Menurut teori Lazarus dan Folkman tahun 1984, coping stress dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu problem-focused coping dan emotional-focused
coping. Problem-focused coping adalah strategi coping ketika individu percaya
bahwa sumber-sumber stres dapat dikurangi atau dihilangkan, contohnya keluar
dari pekerjaan atau mencari bantuan tenaga profesional. Emotional-focused coping
adalahcoping stress yang berfokus pada respon emosional, ketika individu merasa
tidak dapat mengubah atau menghilangkan sumber stres, seperti menonton televisi,
makan, atau minum-minuman beralkohol.30
Ada beberapa cara yang biasanya dilakukan sebagai metode koping stres,
seperti beribadah, meditasi, mendengarkan musik, menonton televisi, tidur,
melakukan hobi, bercerita dengan orang tua atau teman dekat, olahraga, yoga,
merokok, mengkonsumsi alkohol atau narkoba, menghabiskan waktu dengan
21
melihat-lihat media sosial dalam waktu yang lama. Salah satu metode koping stres
lainnya adalah dengan makan. Makan sebagai metode koping stres memiliki arti
mengonsumsi makanan bukan karena merasa lapar, namun untuk memuaskan
hasrat karena merasa tidak sanggup menahan beban yang terjadi atau disebut
dengan emotional eating. Emotional eating temasuk contoh perilaku makan tidak
sehat yang dapat mempengaruhi kecukupan asupan zat gizi seseorang.7
Saat tubuh kita mengalami stres yang merupakan suatu ancaman dalam diri
kita, akan memicu kelenjar adrenal melepaskan kortisol lebih banyak sebagai
respon alami tubuh terhadap stres. Tingginya kadar hormon kortisol akan
merangsang tubuh untuk mengeluarkan hormon insulin, leptin, dan sistem
neuropeptide Y (NPY) yang akan membuat otak membangkitkan rasa lapar
sehingga timbul keinginan makan, pemilihan jenis makanan tinggi gula dan lemak,
serta menimbulkan motivasi untuk mencari makanan berkalori tinggi yang
menenangkan dan menyimpan kalori ekstra sebagai lemak di bagian perut.31
Stres berkepanjangan merusak jalur hipotalamus di otak dan kelenjar
adrenal. Banyak hormon kortisol yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal.
Peningkatan kortisol akan meningkatkan penumpukan lemak tubuh bagian atas,
penurunan hormon leptin dan peningkatan ghrelin yang meningkatkan sinyal lapar
serta meningkatkan produksi insulin dan neuropeptide Y yang menyebabkan
peningkatan asupan makanan terutama makanan tinggi gula dan lemak untuk
menyenangkan diri.12
Menurut penelitian Tienne et al di SMU Methodist-18 Medan pada 77 siswa
sebagai sampel didapatkan bahwa ada hubungan antara stres dengan status gizi.8
Adapun menurut penelitian yang dilakukan Basar GP yang dilakukan di Pesantren
Darul Aman tahun 2020 didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara stres
dengan status gizi.
22
Zarkasyi, pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam dengan sistem
asrama (boarding school), kyai sebagai sentral figurnya, dan masjid sebagai titik
pusat yang menjiwai.5
Tokoh atau orang pertama yang membangun pondok pesantren sebagai
tempat mendidik dan menggembleng para santri di tanah Jawa adalah Maulana
Malik Ibrahim atau dikenal dengan Sunan Gresik. Hasil penelusuran sejarah
menemukan bukti kuat yang menunjukkan cikal bakal pendirian pesantren pada
periode awal terdapat di daerah sepanjang pantai utara Jawa, seperti Giri (Gresik),
Ampel Denta (Surabaya), Bonang (Tuban), Kudus, Lasem, Cirebon, dan
sebagainya.32
Pesantren sebagai lembaga pendidikan memiliki lima elemen dasar tradisi
pesantren, yaitu pondok, masjid, santri, pengajaran kitab Islam klasik, dan kiai.32
Tercatat di Badan Penelitian dan pegembangan (Litbang) dan Pendidikan
dan Pelatihan (Diklat) Kementrian Agama bahwa jumlah santri pondok pesantren
di 34 provinsi di seluruh Indonesia, mencapai 3,65 juta yang tersebar di 25.000
pondok pesantren. Besarnya jumlah pondok pesantren yang tersebar di seluruh
provinsi Indonesia dan angka santri yang begitu besar menunjukkan bahwa semakin
meningkatnya kepercayaan orang tua atau masyarakat Indonesia pada pondok
pesantren untuk menunjang pendidikan di Indonesia dan mencetak anak-anak
mereka menjadi generasi yang baik dan tangguh untuk bangsa dan Negara.3
23
naungan DIKNAS, DEPAG, Pesantren Nurul Hakim dan KMI Pondok Modern
Gontor dan sekolah-sekolah menengah yang ada di Timur Tengah. Dengan alokasi
waktu belajar yang lebih banyak dengan sistem Full Days School. MIPA, Bahasa
Arab, Bahasa Inggris, dan Ilmu-ilmu agama Islam merupakan program inti yang
sangat diutamakan disamping kegiatan ekstra lainnya.35
Para santri dan santriwati memulai kegiatan sejak pukul 04.30 untuk
persiapan salat Subuh sampai pukul 22.00 untuk waktu tidur. Selain belajar ilmu-
ilmu agama, para santri dan santriwati juga belajar ilmu-ilmu umum, seperti MIPA,
bahasa Indonesia, bahasa Inggris, IPS, dan lain-lain. Kegiatatan Belajar Mengajar,
baik formal maupun non-formal dimulai setelah Salat Subuh sampai dengan pukul
22.00 sesuai dengan jadwal.36
Selain kegiatan yang banyak, program pendidikan ini juga memiliki
peraturan-peraturan untuk menumbuhkan sikap disiplin pada para santri dan
santriwati. Dalam sehari-hari, para santri dan santriwati juga memiliki jadwal
makan yang teratur yaitu 3 kali sehari (pagi, siang, dan malam), tetapi ada beberapa
santri atau santriwati yang tidak makan secara teratur karena alasan pribadi. 36
24
2.5 Kerangka Teori
Penyebab stres:
-makro
-mikro
25
2.6 Kerangka Konsep
Fisiologik
Imunologik
Kebiasaan
Status gizi
= Diteliti
= Tidak diteliti
26
2.7 Definisi Operasional
Tabel 2.2 Definisi Operasional
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.3.2 Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah santriwati Pondok
Pesantren Nurul Hakim PPKH-KMMI Lombok Barat kelas 4 dan 5 MA pada tahun
ajaran 2020-2021 dan terpilih sebagai sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi.
Kriteria sampel :
a. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh
setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel. Kriteria inklusi
sampel dalam penelitian ini yaitu:
1) Bersedia untuk dijadikan sampel penelitian.
2) Santriwati Kelas 4 dan 5 Pondok Pesantren Nurul Hakim PPKH-
KMMI Lombok Barat pada tahun 2021.
28
b. Kriteria eksklusi
Kriteria ekslusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil
sebagai sampel. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini yaitu:
1) Santriwati kelas 4 dan 5 yang tidak hadir pada saat pengambilan
data.
2) Santriwati kelas 4 dan 5 yang memiliki penyakit kronis, seperti
kanker dan penyakit infeksi, seperti tifus.
𝑃1 = 0,66
𝑄1 = 1 − 𝑃1 = 1 − 0,66 = 0,34
𝑃1 − 𝑃2 = 0,66 − 0,5 = 0,16
𝑃1 + 𝑃2
𝑃= = 0,58
2
𝑄 = 1 − 𝑃 = 1 − 0,58 = 0,42
29
Dengan memasukkan nilai-nilai di atas pada rumus, diperoleh :
2
𝑍𝛼 √2𝑃𝑄 + 𝑍𝛽 √𝑃1𝑄1 + 𝑃2𝑄2
𝑛1 = 𝑛2 = [ ]
𝑃1 − 𝑃2
2
1,96√2 × 0,58 × 0,42 + 0,84√0,66 × 0,34 + 0,5 × 0,5
𝑛1 = 𝑛2 = [ ]
0,66 − 0,5
= 144
Maka, dalam penelitian ini sedikitnya dibutuhkan sampel sebanyak 144 orang.
Persiapan Penelitian
Perizinan Fakultas
Perizinan Pembina
Ponpes Nurul Hakim
PPKH KMMI
Perizinan Direktur
Ponpes Nurul Hakim
PPKH KMMI
Identifikasi sampel
penelitian sesuai kriteria
inklusi
30
Pembagian Kuesioner
Penelitian
Pengukuran IMT
Analisis data
Penyusunan laporan
penelitian
31
Editing merupakan tahapan dalam penelitian yang melakukan
pemeriksaan kembali jawaban setiap kuesioner yang diisi responden dari
segi kelengkapan dan konsistensi.
c. Coding
Coding dalam penelitian ini dilakukan peniliti dengan memberikan
kode pada setiap variabel yang telah ditentukan untuk mempermudah saat
analisis dilakukan.
d. Data Entry
Data entry yaitu dimasukkan ke aplikasi statistical product and
service solution (SPSS).
32
BAB IV
4.1 Hasil
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data primer dan sekunder. Data
primer didapatkan langsung dari pengisian kuesioner dan pengukuran IMT
santriwati kelas 4 dan 5 Pondok Pesantren Nurul Hakim PPKH-KMMI yang terpilih
menjadi sampel, sedangkan data sekunder diperoleh dari Pondok Pesantren Nurul
Hakim PPKH-KMMI Lombok Barat, berupa jumlah santriwati, pembagian tingkat
pendidikan dan informasi lainnya terkait pondok pesantren.
33
4.1.1.2 Status Gizi
Distribusi frekuensi status gizi responden yang diperoleh disajikan pada
tabel 4.2 sebagai berikut:
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi
No Status Gizi Frekuensi Persentase (%)
1 Normal 110 76,4
2 Tidak Normal 34 23,6
Total 144 100,0
34
4.2 Pembahasan
Stres diduga merupakan salah satu risiko terjadinya status gizi abnormal.
Berbagai bentuk stresor dapat memicu terjadinya stres, antara lain dapat berupa
stresor yang berasal dari keluarga maupun lingkungan sekolah, berupa kegiatan
akademik, guru, dan teman-teman sekolah, dan lain-lain. Berdasarkan survei yang
dilakukan oleh American Psychology Association tahun 2013, sebesar 37% dari
remaja yang stres makan berlebihan atau makan makanan yang tidak sehat. Selain
itu, sebesar 33% remaja menyatakan bahwa mereka melakukan hal tersebut untuk
mengalihkan perhatian mereka dari hal yang membuat mereka stres dan hampir
seperempat dari remaja melaporkan bahwa mereka mengelola stres dengan cara
makan. Saat mengalami stres, tubuh akan mengeluarkan corticotrophin releasing
hormone (CRH) yang bekerja untuk menekan rasa lapar. Mekanisme tersebut
disebut acute appetite regulation. Agar fungsi fisiologis tetap berjalan normal,
tubuh membutuhkan energi pengganti. Setelah beberapa waktu, kadar
glucocorticoid di dalam pembuluh darah akan meningkat. Glucocorticoid berperan
dalam aktivitas lipoprotein lipase di jaringan adiposa, sehingga meningkatkan
simpanan lemak dalam tubuh, terutama lemak viseral.30 Selain itu, saat stres,
kelenjar adrenal melepaskan kortisol lebih banyak. Tingginya kadar hormon
kortisol akan merangsang tubuh untuk mengeluarkan hormon insulin, leptin, dan
sistem neuropeptide Y (NPY) yang akan membuat otak membangkitkan rasa lapar
sehingga timbul keinginan makan.31
Dalam penelitian ini ditemukan sebanyak 10 (6,9%) santriwati tidak
mengalami stres, 36 (25%) santriwati mengalami stres ringan, 49 (34%) santriwati
mengalami stres sedang, dan 49 (34%) santriwati mengalami stres berat. Responden
dalam penelitian ini rata-rata berusia 16-17 tahun dimana masuk ke dalam usia
remaja. Stres pada remaja dapat terjadi di seluruh dunia baik di negara maju maupun
di negara berkembang. Prevalensi stres dan kegelisahan pada remaja di dunia
memiliki rentang mulai dari 5%-70%.37 Dalam penelitian ini juga ditemukan
sebanyak 34 (23,6%) santriwati memiliki status gizi yang tidak normal dan 110
(76,4%) santriwati memiliki status gizi normal.
Pada penelitian ini, dari 144 responden yang terpilih didapatkan hasil yang
menunjukkan bahwa sebanyak 9 orang santriwati tidak mengalami stres dengan
status gizi normal, 1 orang santriwati yang tidak stres dengan status gizi tidak
35
normal, 101 orang santriwati mengalami stres dengan status gizi normal, dan 33
orang santriwati mengalami stres dengan status gizi tidak normal. Analisa bivariat
terhadap kedua variabel dengan uji Fisher didapatkan nilai p = 0,452 > alpha (0,05)
yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara stres dengan status gizi.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa stres
memiliki hubungan dengan status gizi seseorang. Namun, perlu disadari bahwa
penyebab terjadinya status gizi abnormal tidak hanya karena faktor stres. Jumlah
asupan zat gizi dan aktivitas fisik juga merupakan faktor risiko yang berkontribusi
besar terhadap kejadian status gizi abnormal.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Basar GP
(2020) pada remaja putri di Pesantren Darul Aman Gombara Makassar yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan tingkat stres dengan status gizi. Hasil
analisis hubungan tingkat stres dengan status gizi menggunakan uji chi-square
menunjukkan nilai p = 0,737. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa nilai
p ≥ 0,05 yang berarti tidak ada hubungan antara tingkat stres dan status gizi.9
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Fhonna R, Martafari CA,
dan Kurniawan R (2019) pada santriwan dan santriwati di Pesantren MTsN Darul
Ulum Banda Aceh yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan stres dengan
status gizi. Berdasarkan hasil uji statistik Pearson Product Moment pada santriwati,
diperoleh nilai p = 0,812 (p > 0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara stres dengan status gizi.38
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Tienne et al (2013) di
SMU Methodist-18 Medan pada 77 siswa sebagai sampel yang menyatakan bahwa
semakin tinggi skor stres seseorang, semakin tinggi tingkat indikator status gizinya.
Dari hasil uji hubungan pada penelitian Tienne et al (2013) di SMU Methodist-18
Medan, didapatkan nilai p = 0,045 (p < 0,05) yang menunjukkan adanya hubungan
yang signifikan antara variabel status stres psikososial dengan status gizi.8
36
2. Penilaian stres pada santriwati menggunakan kuesioner sehingga
memungkinkan jawaban santriwati tidak tepat dikarenakan pemahaman
yang masih kurang dengan pertanyaan pada kuesioner.
37
BAB V
5.1 Simpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada santriwati kelas 4 dan 5
Pondok Pesantren Nurul Hakim PPKH-KMMI Lombok Barat mengenai
stres, didapatkan hasil bahwa sebanyak 10 (6,9%) santriwati tidak
mengalami stres, 36 (25%) santriwati mengalami stres ringan, 49 (34%)
santriwati mengalami stres sedang, dan 49 (34%) santriwati mengalami
stres berat.
2. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada santriwati kelas 4 dan 5
Pondok Pesantren Nurul Hakim PPKH-KMMI Lombok Barat mengenai
status gizi, didapatkan hasil bahwa sebanyak 34 (23,6%) santriwati
memiliki status gizi yang tidak normal dan 110 (76,4%) santriwati memiliki
status gizi normal.
3. Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan stres dengan status gizi
dengan menggunakan uji Fisher didapatkan nilai p = 0,452 > alpha (0,05)
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara stres dengan status gizi
pada santriwati Tingkat MA Pondok Pesantren Nurul Hakim PPKH-KMMI
Lombok Barat.
5.2 Saran
1. Bagi peneliti lain, sebaiknya dilakukan penelitian pada variable lain yang
berhubungan juga dengan stres dan status gizi pada santriwati Pondok
Pesantren Nurul Hakim PPKH-KMMI Lombok Barat.
2. Bagi santriwati, sebaiknya perlu mengenali gejala dan tanda stres sehingga
dapat menghindari faktor-faktor pencetus dari stres itu sendiri dan dapat
melakukan manajemen stres dengan baik. Santriwati juga hendaknya
menjaga agar berat badan ideal dengan makan teratur dan makan makanan
bergizi dan seimbang.
3. Bagi Pondok Pesantren, perlu melakukan upaya pencegahan dan
manajemen gangguan kesehatan mental yang baik bagi santriwati.
38
DAFTAR PUSTAKA
39
8. Nadeak TAU. Hubungan Status Stres Psikososial Dengan Konsumsi
Makanan Dan Status Gizi Siswa SMU Methodist-8 Medan Tahun 2013
[skripsi]. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara Medan; 2013.
9. Basar GP. Hubungan Tingkat Stres dan Body Image dengan Status Gizi
Remaja Putri di Pesantren Darul Aman Gombara Makassar [skripsi].
Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
Makassar; 2020
10. Kaplan HI, Saddock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri Jilid I. Edisi 7.
Terjemahan Widjaja Kusuma. Jakarta: Bina Rup Aksara; 1997. Hal. 86-108.
13. Maramis WF, Maramis AA. Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Jakarta:
Airlangga University Press; 2009. Hal. 307.
14. Permatasari AN. Hubungan Tingkat Stres Terhadap Kualitas Tidur Pada
Mahasiswa Tahun Pertama Dan Tahun Kedua Fakultas Kedokteran UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta [skripsi]. Jakarta: Fakultas Kedokteran UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta; 2020.
40
Kabupaten Aceh Barat [skripsi]. Aceh Barat: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh Aceh Barat; 2013.
17. Broto HDFC. Stres Pada Mahasiswa Penulis Skripsi [skripsi]. Yogyakarta:
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta; 2016.
18. Yanti SF. Hubungan Status Gizi Dengan Tingkat Stres Mahasiswa
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Syiah [skripsi]. Banda
Aceh: Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda
Aceh; 2015.
19. Yuwono S. Mengelola Stres dalam Perspektif Islam dan Psikologi. Jurnal
Psycho Idea. 2010;8(2):20-23.
21. Sitoayu L, Pertiwi DA, Mulyani EY. Kecukupan Zat Gizi Makro, Status
Gizi, Stres, Dan Siklus Menstruasi Pada Remaja. Jurnal Gizi Klinik
Indonesia. 2017;13(3):122.
22. Nugroho RF. Hubungan Stres Psikososial, Persepsi Bentuk Tubuh, Eating
Disorder Dan Pola Makan Dengan Status Gizi Pada Remaja [tesis].
Surakarta: Program Studi Ilmu Gizi Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret; 2018.
23. Thamaria N. Penilaian Status Gizi. 1st ed. Jakarta: Kementerian Kesehatan
RI; 2017. 1-10 p.
41
24. Gizi saat Remaja Tentukan Kualitas Keturunan [internet]. Kemkes. 2020
[cited 22 April 2021]. Available from:
https://www.kemkes.go.id/article/view/20012600004/gizi-saat-remaja-
tentukan-kualitas-
keturunan.html#:~:text=Data%20Riskesdas%202018%20menunjukkan%2
0bahwa,kondisi%20kurus%20dan%20sangat%20kurus
26. Cahyaputra E. Hubungan Antara Pola Makan, Status Gizi Dan Tingkat
Kebugaran Jasmani Siswa Kelas Atas SD Rejosari 3 Semin Gunungkidul
[skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri
Yogyakarta; 2016.
27. Syarfaini. Berbagai Cara Menilai Status Gizi Masyarakat. 1st ed. Makasar:
Alaudin University Press; 2014. 4-7 p.
29. Bitty F, Asrifuddin A, Nelwan JE. Stres Dengan Status Gizi Remaja Di
Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Manado. Jurnal KESMAS.
2018;7(5):2p.
30. Sukianto RE, Marjan AQ, Fauziyah A. Hubungan tingkat stres, emotional
eating, aktivitas fisik, dan persen lemak tubuh dengan status gizi pegawai
Universitas Pembangunan Nasional Jakarta. Jurnal Ilmu Gizi Indonesia.
2020;3(2):117.
42
31. Masdar H, Saputri PA, Rosdiana D, Chandra F, Darmawi. Depresi,
Ansietas, Dan Stres Serta Hubungannya Dengan Obesitas Pada Remaja.
Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 2016;12(4):142.
33. Alwi BM. Pondok Pesantren: Ciri Khas, Perkembangan, dan Sistem
Pendidikannya. Jurnal LenteraPendidikan. 2013;16(2):207-211.
34. Pondok Pesantren Nurul Hakim [internet]. Nurul Hakim. 2021 [cited 20
April 2021]. Available from: https://nurulhakim.or.id/
35. Pondok Pesantren Nurul Hakim [internet]. Nurul Hakim. 2021 [cited 18
April 2021]. Available from: https://nurulhakim.or.id/pendidikan/kmmi-
program-pendidikan-khusus/
37. Sahoo S, Khess CRJ. Prevalence of depression, anxiety, and stress among
young male adults in India: a dimensional and categorical diagnoses-based
study. J Nerv Ment Dis [Internet]. Desember 2010 [dikutip 18 November
2021];198(12):901–4. Tersedia pada:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21135643
43
Lampiran 1
Hormat saya,
Peneliti
44
Lampiran 2
Dengan ini saya bersedia untuk mengisi kuesioner ini dengan jujur dan tanpa ada
paksaan dari pihak manapun
(__________________)
45
Lampiran 3
(Lembar Kuesioner)
46
(Lanjutan)
1. Selama 30 hari terakhir, seberapa sering anda merasa sangat lelah padahal
anda tidak sedang mengerjakan hal-hal yang melelahkan (feel tiredout for
no good reason)?
a. Tidak Pernah b. Jarang c. Kadang-kadang d. Sering e. Selalu
3. Selama 30 hari terakhir, seberapa sering anda merasa gugup dan tidak ada
seseorang/ kegiatan apa pun yang dapat menenangkan anda (feel so
nervous that nothing could calm you down)?
a. Tidak Pernah b. Jarang c. Kadang-kadang d. Sering e. Selalu
47
8. Selama 30 hari terakhir, seberapa sering anda merasa terpaksa dalam
melakukan segala hal (feel that everything was an effort)?
a. Tidak Pernah b. Jarang c. Kadang-kadang d. Sering e. Selalu
9. Selama 30 hari terakhir, seberapa sering anda merasa sangat sedih dan
tidak ada seseorang/ kegiatan apa pun yang dapat menghibur anda (feel so
sad that nothing could cheer you up )?
a. Tidak Pernah b. Jarang c. Kadang-kadang d. Sering e. Selalu
10. Selama 30 hari terakhir, seberapa sering anda merasa tidak dihargai
(worthless)?
a. Tidak Pernah b. Jarang c. Kadang-kadang d. Sering e. Selalu
48
Lampiran 4
(Surat Izin Penelitian)
49
Lampiran 5
(Lembar Persetujuan Kaji Etik Penelitian)
50
Lampiran 6
(Hasil Pengolahan Data dengan SPSS)
A. Analisis Univariat
1. Stres
2. Status Gizi
B. Analisis Bivariat
1. Hubungan Stres dengan Status Gizi, menggunakan uji Fisher:
51
(Lanjutan)
52
Lampiran 7
(Riwayat Penulis)
A. Data Pribadi
Nama : Intan Muzdalifah
Tempat dan Tanggal Lahir : Kemiri, 18 Maret 2000
53