Anda di halaman 1dari 70

HUBUNGAN MEROKOK ORANG TUA DENGAN KEJADIAN

PNEUMONIA PADA BALITA DI RSUD DR. PIRNGADI KOTA


MEDAN TAHUN 2018-2019

Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA KEDOKTERAN

DISUSUN OLEH:
Luthfiyuni Eka Sasti
NIM 11171030000032

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442H/ 2021 M
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar strata 1 Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya, maka
saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, Februari 2021

Luthfiyuni Eka Sasti

ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK ORANG TUA DENGAN


KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI RSUD DR. PIRNGADI
KOTA MEDAN TAHUN 2018-2019

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran UIN Syarif


Hidayatullah Jakarta untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kedokteran (S. Ked)

Oleh:

Luthfiyuni Eka Sasti

NIM: 11171030000032

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. dr. Mukhtar Ikhsan, Sp.P(K). MARS dr. Hadianti Adlani, Sp.PD-KPTI
NIP 195404061981111001

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H/ 2021 M

iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Laporan Penelitian berjudul HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK


ORANG TUA DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI
RSUD DR. PIRNGADI KOTA MEDAN TAHUN 2018-2019 yang diajukan
oleh Luthfiyuni Eka Sasti (NIM 11171030000032), telah diujikan dalam sidang di
Fakultas Kedokteran pada Februari 2021. Laporan penelitian ini telah diterima
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada
Program Studi Kedokteran.
Ciputat, Februari 2021
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang

Dr. dr. Mukhtar Ikhsan, Sp.P(K). MARS


NIP 195404061981111001
Pembimbing I Pembimbing II

Dr. dr. Mukhtar Ikhsan, Sp.P(K). MARS dr. Hadianti Adlani, Sp.PD-KPTI
NIP 195404061981111001

Penguji I Penguji II

dr. Nurmila Sari, M.Kes.


dr. Sayid Ridho, Sp.PD
NIP 196606291998031001 NIP 198503152011012010

PIMPINAN FAKULTAS PIMPINAN FAKULTAS


Dekan FK UIN Jakarta Kaprodi Kedokteran UIN Jakarta

dr. Hari Hendarto, Sp.PD-KEMD. Ph.D, FINASIM Dr. dr. Achmad Zaki, M. Epid, SpOT
NIP 196511232003121003 NIP 197805072005011005
iv
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam
yang telah memberikan nikmat kesehatan dan kemudahan sehingga penulis
mampu melakukan penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Shalawat beserta salam juga tak henti penulis haturkan kepada Nabi Besar
Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat beliau yang telah menjadi sebaik-
baik suri tauladan bagi penulis.

Dalam proses pengerjaan laporan penelitian ini, penulis menyadari bahwa


sangat banyak bantuan, dukungan, doa, semangat serta bimbingan yang diberikan
kepada penulis oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada:

1. dr. Hari Hendarto, Sp.PD-KEMD. Ph.D, FINASIM selaku dekan fakultas


kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT selaku Ketua Program Studi
Kedokteran FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berserta seluruh staf
dosen pengajar di prodi ini yang telah memberikan banyak ilmu kepada
penulis selama menjalani pendidikan di Program Studi Kedokteran FK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. dr. Mukhtar Ikhsan, Sp.P(K). MARS dan dr. Hadianti Adlani, Sp.PD-
KPTI selaku pembimbing 1 dan pembimbing 2 yang selalu memberikan
bimbingan dan arahan dalam mengerjakan penelitian ini. Terimakasih
banyak atas waktu yang telah diluangkan disela kesibukannya untuk
membimbing penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian in
dengan baik.
4. Drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku penanggung jawab (PJ) modul
riset Kedokteran 2017 yang telah membantu dan memantau perkembangan
penulis dalam mengerjakan penelitian ini.
5. Kedua orang tua saya, Mashudi dan Leni Surya, serta adik Nindi Dwi
Fatikha, Azizah Tria Rahmah serta Family Cucu Sarieng yang selalu
memberikan kasih sayang berupa doa dan perhatiannya setiap hari

v
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.
Dukungan dan bimbingan dari mereka membuat penulis bertahan untuk
menyelesaikan penelitian ini.
6. Kepala rekam medik dan seluruh staf RSUD Dr. Pirngadi kota Medan
yang telah memberikan izin dan fasilitas untuk mengerjakan penelitian ini.
7. Kepada Daffa Shiddiq bin Iwan Setiawan yang selalu menemani
kemanapun penulis pergi saat penelitian di RS dan selalu memberikan
semangat serta masukan untuk penelitian ini.
8. Untuk teman sekelompok riset yaitu Siti Rahmah Ulfa, Ririn Eka arianti
dan Intan Kurnia sebagai teman seperjuangan penelitian yang merasakan
suka dan duka serta saling membantu bersama sejak mencari pembimbing,
mencari tempat penelitian, memberi masukan dalam menyelesaikan
penelitian ini.
9. Untuk seluruh teman sejawat CALLOSUM-FK UIN JAKARTA 2017
khususnya Trisna Amerdista, Nadia Ulfa Aflah, Regina Stefani Anwar,
Aisyah Nurpermata Sari, Runi Fauziah, Eka Suniawati, Tia Nisya Azzura
yang selalu memberikan dukungan kepada sesama agar tetap semangat
dalam mengerjakan segala tugas perkuliahan.
10. Untuk sahabat-sahabat, Gadis Ferina, Madina Nur Zahra, Citra Thahirah,
Halimatussa’diyah, Dinda Luthfiah Nabila, Wahyu opipa dan Zaini
Zukhrufat yang selalu menjadi tempat cerita saat penulis merasakan keluh
kesah terkait penelitian ini.
11. Dan semua pihak yang telah membantu dalam terlaksananya penelitian ini.
Penulis menyadari dalam laporan penelitian ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan. Demikian laporan penelitian ini penulis susun, semoga dapat
memberikan banyak manfaat bagi penulis dan para pembaca.
Ciputat, Februari 2021

Luthfiyuni Eka Sasti

vi
ABSTRAK

Luthfiyuni Eka Sasti. Hubungan Kebiasaan Merokok Orang tua Dengan


Kejadian Pneumonia Pada Balita di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun
2018-2019. 2021

Latar Belakang: Pneumonia merupakan penyakit yang menyerang saluran nafas


bagian bawah akut (parenkim paru) dan mampu mengganggu pertukaran gas
setempat hingga menyebabkan kematian bagi balita di Indonesia. Faktor risiko
penyakit ini meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan ibu, dan perilaku merokok
anggota keluarga. Tujuan: Mengetahui hubungan kebiasaan merokok pada orang
tua dengan kejadian pneumonia pada balita di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan
pada Tahun 2018-2019. Metode: Penelitian ini merupakan deskriptif analitik dan
data penelitian berasal dari data rekam medik RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan
pada Tahun 2018-2019. Hasil: Berdasarkan usia terbanyak yang mengalami
pneumonia ialah usia 0-1 tahun sebanyak 35 balita (77.8%). Laki-laki lebih
banyak mengalami pneumonia dibandingkan perempuan dengan jumlah 24 balita
(34.8%). Terdapat 45 balita yang mengalami pneumonia dengan 20 diantaranya
terpapar asap rokok (44.4%) dan 25 lainnya tidak terpapar asap rokok (55.6%).
Kesimpulan: Didapatkan hubungan yang signifikan antara paparan asap rokok
dengan penyakit pneumonia pada balita dengan nilai p = 0.001 (CI 95% 2.283-
148.269)

Kata Kunci: Asap rokok. Kejadian Pneumonia. Balita.

vii
ABSTRACT

Luthfiyuni Eka Sasti. The Relationship between Parents' Smoking Habits and
the Incidence of Pneumonia in Child Age Under 5 Years at Dr. Pirngadi
Hospital, Medan City 2018-2019. 2021

Background: Pneumonia is an infectious disease of the acute lower respiratory


tract (pulmonary parenchyma) and could interfere with oxygen body diffusion,
worse cause death for children under five in Indonesia. Risk factors for this
disease include age, gender, mother's education, and smoking behavior of family
members. Objective: To determine the relationship between smoking habits in
parents and the incidence of pneumonia in children under five at Dr. Pirngadi
Hospital, Medan City in 2018-2019. Methods: This study is a descriptive
analytical study and the research data obtained from the medical records of the
Dr. Pirngadi Hospital, Medan City in 2018-2019. Results: Based on the age, 35
children with pneumonia were 0-1 years old (77.8%). Men had more pneumonia
than women with 24 children under five (34.8%). There are 45 toddlers who have
pneumonia with 20 of them exposed to cigarette smoke (44.4%) and 25 others not
exposed to cigarette smoke (55.6%). Conclusion: There was a significant
relationship between exposure to cigarette smoke and pneumonia in children
under five with a value of p = 0.001 (95% CI 2.283-148.269)

Keywords: Cigarette’s smoke. Pneumonia incidence. Child under 5 years of age.

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA. ......................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN iv

KATA PENGANTAR v

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

DAFTAR SINGKATAN xv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 4

1.3 Hipotesis ................................................................................................... 4

1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4

1.4.1 Tujuan Umum ................................................................................... 4

1.4.2 Tujuan Khusus .................................................................................. 4

1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 4

1.5.1 Manfaat bagi peneliti......................................................................... 5

1.5.2 Manfaat Bagi perguruan Tinggi ........................................................ 5

1.5.3 Manfaat bagi instansi ........................................................................ 5

1.5.4 Manfaat bagi masyarakat .................................................................. 5

1.5.5 Manfaat bagi peneliti lain.................................................................. 5

ix
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 6

2.1 Landasan Teori ......................................................................................... 6

2.1.1 Pneumonia ......................................................................................... 6

2.1.2 Rokok .............................................................................................. 20

2.2 Kerangka Teori ....................................................................................... 24

2.3 Kerangka konsep .................................................................................... 25

2.4 Definisi operasional ................................................................................ 26

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 27

3.1 Desain penelitian .................................................................................... 27

3.2 Tempat dan waktu penelitian.................................................................. 27

3.3 Populasi dan sampel penelitian .............................................................. 27

3.3.1 Populasi ........................................................................................... 27

3.3.2 Sampel ............................................................................................. 27

3.4 Besar sampel........................................................................................... 28

3.5 Cara pengambilan sampel....................................................................... 29

3.6 Alur penelitian ........................................................................................ 29

3.7 Managemen Data .................................................................................... 30

3.7.1 Pengumpulan data ........................................................................... 30

3.7.2 Pengolahan data .............................................................................. 30

3.7.3 Analisis data .................................................................................... 30

3.7.4 Penyajian data ................................................................................. 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 32

4.1 Hasil Pengumpulan Data ........................................................................ 32

4.1.1 Analisis Univariat............................................................................ 32

4.1.2 Analisis Bivariat .............................................................................. 35

4.2 Pembahasan ............................................................................................ 36

x
4.2.1 Analisis Univariat............................................................................ 36

4.2.2 Analisis Bivariat .............................................................................. 39

4.3 Keterbatasan penelitian .......................................................................... 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 42

5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 42

5.2 Saran ....................................................................................................... 42

DAFTAR PUSTAKA 44

LAMPIRAN 50

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Pneumonia pada Balita Berdasarkan Kelompok Usia 10

Tabel 2. 2 Dampak dan Manfaat Berhenti Merokok 22

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi kelompok usia 32

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi jenis kelamin balita 33

Tabel 4.3 Distribusi diagnosa balita 33

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi paparan asap rokok 33

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi kelompok usia balita penderita pneumonia 34

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi jenis kelamin pada balita penderita pneumonia 34

Tabel 4.7 Distribusi frekuensi paparan asap rokok pada balita yang menderita
pneumonia 35

Tabel 4.8 Hubungan kebiasaan merokok orang tua dengan kejadian pneumonia
dengan pada balita 35

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tampilan Makroskopis Pneumonia Lobaris…………………………9

Gambar 2.2 Komparasi bronchopneumonia dan lobar pneumonia………………..9

Gambar 2.3 Pathogenesis pneumonia oleh bakteri pneumococcus 12

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Keterangan Kaji Etik 50

Lampiran 2 Surat Perizinan dari RSUD Dr. Pirngadi kota Medan 51

Lampiran 3 Data Uji Statistik 52

Lampiran 4 Riwayat Penulis 54

xiv
DAFTAR SINGKATAN

KBBI = Kamus Besar Bahasa Indonesia

KEMENKES = Kementrin Kesehatan

RSUD = Rumah Sakit Umum Daerah

RISKESDAS = Riset Kesehatan Dasar

PK = Patologi Klinik

ICU = Intensive Care Unit

DEPKES RI = Departemen Kesehatan Republik Indonesia

MTBS = Manajemen Terpadu Balita Sakit

WHO = World Health Organization

TNF-α = Tumor Necrosis Factor-α

Th = T helper

IL = Interleukin

B2 = Beta 2 Agonis

PMN = polymorphonuclear neutrophilic leukocyt

ISPA = Infeksi Saluran Pernapasan Akut

ISNBA = Infeksi saluran nafas bawah akut

PPOK = Penyakit Paru Obstruktif Kronis

TBC = Tuberkulosis

BBLR = Berat Badan Lahir Rendah

RSV = Respiratory Syncytial Virus

xv
CRP = Protein C-reaktif

LED = Laju Endap Darah

NaCL = Natrium Klorida

Hib = Haemophilus influenzae tipe B

CO = Kabon Monoksida

HCN = Hidrogen Sianida

H2S = Hidrogen Sulfide

PAH = Polycyclic aromatic hydrocarbon

TSNA = Nitrosamin khusus Tembakau

xvi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rokok adalah gulungan tembakau yang berukuran kira-kira sebesar
kelingking dan biasanya bisa dibungkus dengan daun nipah atau kertas.
Merokok merupakan sebuah aktivitas menempatkan rokok di mulut,
membakar, kemudian menghisap asap yang dihasilkannya hingga menuju ke
paru.1

Perokok adalah seseorang yang suka merokok, jenis perokok terbagi


dua yaitu perokok aktif dan perokok pasif. Disebut perokok aktif bila orang
tersebut melakukan aktivitas merokok secara aktif, dan disebut perokok pasif
bila orang tersebut hanya menerima asap rokok dari orang lain, bukan
melakukan aktivitas merokok sendiri.2

(KBBI, 2012) Definisi lain dari perokok adalah mereka yang merokok
setiap hari untuk jangka waktu minimal enam bulan selama hidupnya masih
merokok.3 Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap
isinya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa.4

Riset Kesehatan Dasar menyatakan sebesar 85% rumah tangga di


Indonesia terpapar asap rokok, estimasinya adalah delapan perokok
meninggal karena perokok aktif, satu perokok pasif meninggal karena
terpapar asap rokok orang lain.5 Dilansir dari survei yang dilakukan oleh
global adult tobacco survey (2011) menyebutkan bahwa berdasarkan
kelompok usia prevalensi tertinggi perokok di Indonesia yaitu sebesar 73.3%
pada kelompok usia 25-44 tahun dan kelompok usia 45-64 tahun sebesar
72.4%, sedangkan berdasarkan jenis kelamin 47,5% perokok aktif merupakan
pria dan sebesar 1,1% adalah perempuan.5

1
Berdasarkan RISKESDAS (2008) bahwa perokok aktif di Indonesia
melakukan aktivitas merokok di rumah ketika bersama anggota rumah tangga
lain (85.4%). Presentase terbesar yang menjadi perokok pasif adalah balita
(59.1%) dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan yang tidak
begitu signifikan (L:59.2%, P:59%).6 Pada tahun 2010 terjadi sedikit
penurunan perokok pasif pada balita, yaitu sebesar 56.8% (L:56.7%,
P:56.9%). Namun angka tersebut masih terbilang tinggi, karna perokok pasif
pada balita berada pada peringkat ketiga perokok pasif setelah kelompok usia
10-14 tahun (57.5%) dan 5-9 tahun (57.4%).7

Penelitian yang dilakukan oleh Pradono dan Kristanti (2003) juga


menyebutkan bahwa perokok pasif terbesar adalah anak balita dengan
prevalensi 69.5%. Tingginya prevalensi perokok pasif pada balita adalah
karna mereka masih tinggal satu rumah dengan orang dewasa, baik orang tua
atau saudara, yang merupakan perokok aktif.8

Asap rokok yang dihirup seorang perokok mengandung komponen gas


dan partikel. Asap yang dihembuskan para perokok dapat dibagi atas asap
utama (main stream smoke) dan asap samping (side stream smoke). Asap
utama merupakan asap tembakau yang dihirup langsung oleh perokok,
sedangkan asap samping merupakan asap tembakau yang disebarkan ke udara
bebas, bila dihirup oleh orang lain dapat menimbulkan masalah kesehatan.
Perokok mampu meningkatkan risiko kolonisasi bakteri yang dapat
menimbulkan infeksi saluran pernapasan salah satunya ialah pneumonia.9

Pneumonia adalah penyakit yang menyerang saluran nafas bagian


bawah akut sebagai suatu peradangan yang mengenai parenkim paru, distal
dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan
alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan ganguan pertukaran
gas setempat10 yang disebabkan oleh mikrorganisme seperti bakteri, virus,
jamur, atau parasit. Penyakit ini dapat didiagnosis dengan mengetahui gejala
klinis pada pemeriksaan inspeksi dan frekuensi pernapasan seperti batuk pilek
disertai nafas sesak atau nafas cepat.11 Pneumonia sampai saat ini menjadi

2
penyebab kematian utama balita di dunia dengan perkiraan 1,8 juta anak
meninggal.12

Di Indonesia kejadian pneumonia pada balita diperkirakan 10-20%


per tahun dan 10% dari penderita pneumonia balita akan meninggal bila tidak
diberi pengobatan, yang berarti bahwa tanpa pengobatan akan didapat
250.000 kematian balita akibat pneumonia setiap tahunnya. Perkiraan angka
kematian pneumonia pada balita secara nasional adalah 5 per 1000 balita atau
sebanyak 140.000 balita per tahun, atau rata-rata 1 anak balita Indonesia
meninggal akibat pneumonnia setiap 5 menit. Setiap anak diperkirakan
mengalami 3-6 episode ISPA per tahun, ini berarti seorang balita rata-rata
mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali per tahun. 13

Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan dan penyumbang


terbesar penyebab kematian anak usia di bawah lima tahun (anak-balita).
Pneumonia membunuh anak lebih banyak daripada penyakit lain apapun,
mencakup hampir 1 dari 5 kematian anak-balita, membunuh lebih dari 2 juta
anak-balita setiap tahun yang sebagian besar terjadi di negara berkembang. Di
Negara berkembang pneumonia merupakan penyakit yang terabaikan (the
neglegted disease) atau penyakit yang terlupakan (the forgotten disease)
karena begitu banyak anak yang meninggal karena pneumonia namun sangat
sedikit perhatian yang diberikan kepada masalah pneumonia.7

Secara umum faktor risiko terjadinya Pneumonia yaitu faktor


lingkungan fisik, faktor host/ pejamu, faktor agent serta faktor lingkungan
sosial. Faktor agent yaitu bakteri penyebab pneumonia yaitu streptococcus
pneumonia, hemophilus influenza, dan staphylococcus aureus. Faktor
lingkungan fisik meliputi , luas ventilasi rumah, pencahayaan rumah, serta
jenis lantai dan dinding rumah. Faktor host meliputi umur, jenis kelamin,
status gizi, defisit vitamin A dan zink, dan status imunisasi, tidak ASI
Eksklusif. Sedangkan faktor lingkungan sosial meliputi pekerjaan orang tua,
pendidikan ibu, derajat kesehatan yang rendah serta perilaku merokok
anggota keluarga.7

3
Dengan melihat kebiasaan merokok dan dampak kesehatan yang
ditimbulkan oleh rokok berupa pneumonia serta tingginya angka penyakit
tersebut di Indonesia, saya memilih untuk melakukan penelitian berupa
Hubungan Kebiasaan Merokok pada Orang Tua Dengan Kejadian Pneumonia
Pada Balita di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi kota Medan Tahun
2018.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah terdapat hubungan antara kebiasaan merokok pada orang tua
dengan kejadian pneumonia pada balita di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan
pada tahun 2018-2019?

1.3 Hipotesis
Terdapat hubungan antara kebaisaan merokok pada orang tua dengan
kejadian pneumonia pada balita di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan pada tahun
2018-2019.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum


Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan kebiasaan merokok pada orang tua dengan kejadian pneumonia
pada balita di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan pada tahun 2018-2019.

1.4.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui distribusi frekuensi dan karakteristik pasien
pneumonia balita di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota
Medan pada tahun 2018-2019.
2. Mengetahui gambaran faktor resiko riwayat pneumonia pada balita
di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan pada tahun
2018-2019.

1.5 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

4
1.5.1 Manfaat bagi peneliti
1. Peneliti dapat mengaplikasikan ilmu dalam kehidupan baik secara
medis maupun nonmedis dengan teori-teori yang sudah diperoleh saat
dibangku perkuliahan.
2. Meningkatkan kemampuan penulis dalam memahami langkah-langkah
penelitian pembuatan proposal.

1.5.2 Manfaat Bagi perguruan Tinggi


Hasil penelitian semoga bermanfaat dan dapat menambah
pengetahuan tentang gambaran kebiasaan merokok pada anggota keluarga
dengan kejadian pneumonia pada balita.

1.5.3 Manfaat bagi instansi


Dapat memberikan pelayanan yang komprehensif berupa
pendidikan kesehatan terhadap keluarga yang berobat dan masyarakat
sekitar untuk merubah perilaku merokok.

1.5.4 Manfaat bagi masyarakat


1. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai gambaran
kebiasaan merokok dengan kejadian pneumonia.
2. Masyarakat dapat meningkatkan pengetahuan tentang kebiasaan
merokok dengan kejadian pneumonia.
3. Menjadi bahan bacaan bagi penelitian selanjutnya.

1.5.5 Manfaat bagi peneliti lain


Dapat dijadikan sebagai landasan untuk melakukan penilitian-
penelitian selanjutnya dan menjadi salah satu referensi bacaan.

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pneumonia

2.1.1.1 Definisi
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan interstitial. Banyak pihak yang berpendapat bahwa pneumonia
merupakan suatu keadaan inflamasi, namum sangat sulit untuk membuat suatu
definisi tunggal yang universal. World Health Organization (WHO)
mendefinisikan pneumonia berdasarkan penemuan klinis yang didapat pada
pemeriksaan inspeksi dan frekuensi pernapasan serta perjalanan
11
penyakitnya.

Terjadinya pneumonia pada anak sering kali bersamaan dengan terjadinya


proses infeksi akut pada bronkhus yang sering disebut
bronchopneumonia.Pneumonia adalah salah satu bentuk infeksi saluran nafas
bawah akut (ISNBA) yang sering terjadi pada masa anak-anak dan sering
terjadi pada masa bayi.14 Pneumonia merupakan peradangan yang mengenai
perenkim paru, distal dari bronkhiolus terminalis yang mencakup bronkhiolus
respiratorius, dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran udara setempat.10 yang disebabkan oleh mikrorganisme
seperti bakteri, virus, jamur, atau parasit.

Berdasarkan pengertian diatas dapat diuraikan kesimpulannya pneumonia


adalah salah satu infeksi saluran pernafasan akut pada daerah saluran
pernafasan bagian bawah yang secara spesifik merupakan peradangan pada
perenkim paru yang lebih sering terjadi pada bayi dan awal masa kanak-
kanak.

6
2.1.1.2 Epidemiologi
Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan dan penyumbang
terbesar penyebab kematian anak usia di bawah lima tahun di berbagai negara
terutama di negara berkembang termasuk Indonesia.11 Insidens pneumonia
pada anak <5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun,
sedangkan di negara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia
menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada anak balita di negara
berkembang.11

WHO (2000), memperkirakan insidens pneumonia anak balita di negara


berkembang adalah 151,8 juta kasus per tahun dan 8,7% (13, 1 juta) di
antaranya merupakan pneumonia berat. Jumlah kasus pneumonia anak balita
di dunia ada 156 juta. Terdapat 15 negara dengan prediksi kasus baru dan
insidens pneumonia anak balita paling tinggi, mencakup 74% (115,3 juta) dari
156 juta kasus di seluruh dunia, lebih dari setengahnya terkonsentrasi di enam
negara antara lain India 43 juta, China 21 juta, Pakistan, 10 juta, Bangladesh,
Indonesia dan Nigeria.16 Menurut Riskesdas tahun 2007, pneumonia
menduduki urutan ke dua sebagai penyebab kematian bayi dan balita. 17

2.1.1.3 Etiologi
Mikroorganisme yang dapat menyebabkan pneumonia anatara lain virus,
bakteri, dan jamur. Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab tersering
pneumonia bakterial pada semua kelompok umur. Virus lebih sering
ditemukan pada anak kurang dari 5 tahun. Respiratory Syncytial Virus (RSV)
merupakan virus penyebab tersering pada anak kurang dari 3 tahun. Virus lain
penyebab pneumonia meliputi, Adenovirus, Parainfluenza virus, dan Influenza
virus juga ditemukan.11

Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia pneumonia, lebih sering


ditemukan pada anak-anak, dan biasanya merupakan penyebab tersering yang
ditemukan pada anak lebih dari 10 tahun. Penelitian di Bandung menunjukkan
bahwa Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus epidermidis merupakan
bakteri yang paling sering ditemukan pada apusan tenggorok pasien
pneumonia usia 2-59 bulan.11

7
Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat luar
negeri banyak disebabkan bakteri gram positif, pneumonia di rumah sakit
banyak disebabkan bakteri gram negatif sedangkan pneumonia aspirasi
banyak disebabkan oleh bakteri anaerob.11

Pada rawat jalan jenis patogen tidak diketahui pada 40% kasus. Dilaporkan
adanya Streptococus pneumoniae pada (9-20%), Mycobacterium pneumonia
(13-37%), Chlamydia pneumonia (17%). Patogen pada PK rawat inap diluar
ICU. Pada 20-70% tidak diketahui penyebabnya Streptococus pneumoniae,
Haemophilus influenza, Mycobacterium pneumonia, Chlamydia pneumonia,
Legionella, dan virus sebesar 10 %. Sedangkan pada PK rawat inap di ICU
yang menjadi etiologinya adalah Streptococus pneumoniae,
Enterobacteriacae, Pseudomonas Aeuroginosa.10

2.1.1.4 Klasifikasi
Beberapa ilmuan berpendapat mengenai klasifikasi yang berbeda- beda
berdasarkan klinis dan epidemilogi serta letak anatomi 18

a. Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemiologi


1) Pneumonia Komuniti (community-acquired pneumonia) adalah pneumonia
infeksius pada seseorang yang tidak menjalani rawat inap di rumah sakit.
2) Pneumonia Nosokomial (hospital-acquiredpneumonia) adalah pneumonia
yang diperoleh selama perawatan di rumah sakit atau sesudahnya karena
penyakit lain atau prosedur.
3) Pneumonia aspirasi disebabkan oleh aspirasi oral atau bahan dari lambung,
baik ketika makan atau setelah muntah. Hasil inflamasi pada paru bukan
merupakan infeksi tetapi dapat menjadi infeksi karena bahan teraspirasi
mungkin mengandung bakteri aerobic atau penyebab lain dari pneumonia.
4) Pneumonia pada penderita immunocompromised adalah pneumonia yang
terjadi pada penderita yang mempunyai daya tahan tubuh lemah.
b. Klasifikasi pneumonia berdasarkan letak anatomi
1) Pneumonia lobaris

8
Pneumonia lobaris melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari
satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai
pneumonia bilateral atau “ganda”.

Gambar 2.1 Tampilan makroskopik pneumonia lobaris dengan


hepatisasi abu-abu. Lobus bawah mengalami konsolidasi uniformis19

2) Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)

Bronkopneumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang


terjadi pada bronkus sampai dengan alveolus paru. Bronkopneumonia
lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi, biasanya sering disebabkan
oleh bakteri steptokokus pneumonia dan hemofilus influenza.
Bronkopneumonia adalah peradangan paru, biasanya dimulai di bronkiolus
terminalis. Penyakit ini sering bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari
saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang
melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bronkopneummonia, sering
terdapat konsolidasi tak rata pada satu lobus atau lebih. Infiltrat neutrofilik
terutama terletak di sekitar pusat
bronkus.20

9
Gambar 2.2 Komparasi bronchopneumonia dan
lobar pneumonia A. Penampilan bronkopneumonia
kontras dengan yang dari lobar pneumonia. B.
Permukaan pleura dari spesimen paru menunjukkan
eksudat serofibrinous. Permukaan yang dipotong
menunjukkan beberapa area konsolidasi yang kecil, kecil,
abu-abu kecokelatan, keras, dan tidak merata di sekitar
bronkiolus (tanda panah)21
3) Pneumonia interstisial

Proses inflamasi yang terjadi di dalam dinding alveolar


(interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.

Depkes RI (2007) membuat klasifikasi pneumonia pada balita


berdasarkan kelompok usia diantaranya:

Tabel 2.1 Klasifikasi Pneumonia pada Balita Berdasarkan Kelompok Usia


(sumber: Depkes RI, 2007)

10
2.1.1.5 Patogenesis
Mikroorganisme penyebab masuk ke dalam paru melalui inhalasi udara
dari atmosfer atau dari pasien yang terinfeksi, juga dapat melalui aspirasi dari
nasofaring atau orofaring, tidak jarang secara perkontinuitatum dari daerah di
sekitar paru, ataupun melalui penyebaran secara hematogen. 22

Terdapat gangguan keseimbangan antara sistem pertahanan tubuh hospes


bagian saluran pernapasan, baik lokal maupun sistemik atau adaptif dan
bawaan, dengan organisme patogen penyebab pneumonia sehingga dapat
menyebabkan reaksi inflamasi di paru. Mekanisme yang mengalami gangguan
ialah23:

a) Gangguan pertahanan tubuh secara sistemik, humoral dan sistem


komplemen, yang dapat dijumpai pada pasien imunodefisiensi, fungsional
asplenia, dan x-linked agammaglobulinemia yang diwariskan secara
genetic. Kondisi penyakit yang menyebabkan gangguan imun tubuh
seperti virus dan organisme seperto pneumosistis, jamur, dan sebagainya.
Gangguan mekanisme pembersihan mukosiliari yang ada di saluran
pernapasan yang biasa terjadi pada perokok, sindrom Kartergerner, pasca
infeksi virus, dan kondisi lainnya.
b) Akumulasi sekresi berlebih seperti yang sering dijumpai pada penyakit
kistik fibrosis dan obstruksi bronkial. Reaksi inflamasi dipicu oleh aktivasi
makrofag akibat paparan patogen dan debris asing dan reaksi ini
bertanggung jawab dalam perubahan histopatologis dan klinis sehingga
dapat menjadi gejala pneumonia. Makrofag awalnya memfagosit patogen
dan memicu respon inflamasi dengan dimediasi oleh mediator inflamasi
dan sitokin-sitokin pro inflamasi seperti TNF-α, IL-8, dan IL-1 yang
merangsang reaksi kemotaksis neutrophil menuju lokasi infeksi. 22
c) Antigen yang berasal dari patogen juga dibawa ke sel T di kelenjar getah
bening, sehingga dapat mengaktivasi jalur komplemen dan membentuk
antibodi. Respon inflamasi tersebut menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler di parenkim paru, dan eksudasi cairan tersebut

11
menyebabkan kongestif pada alveolar dan menyebabkan gangguan difusi
oksigen dan nutrisi ke parenkim paru.23

Gambar 2.3 Pathogenesis pneumonia oleh bakteri pneumococcus24

Bakteri yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli


menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan
infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis leukosit sehingga terjadi permulaan
fagositosis sebelum terbentuk antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke
permukaan alveoli, dengan bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis
sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian terjadi proses fagositosis.
pada waktu terjadi perlawanan antara host dan bakteri maka akan nampak
empat zona yang nampak secara histopatologi seperti pada gambar 2.1
Yaitu23:
a) Zona luar (edema)
Alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema;
b) Zona permulaan konsolidasi (red hepatization)
Terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah;
c) Zona konsolidasi yang luas (grey hepatization)
Daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang
banyak;
12
d) Zona resolusi:
Daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri, leukosit dan
alveolar makrofag yang mati.23

2.1.1.6 Manifestasi klinis


Menurut WHO (2009) gambaran klinis pneumonia meliputi:25
a. Pneumonia ringan
Ditandai dengan adanya batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat
napas cepat saja. Indikator napas cepat pada anak umur 2 bulan-11 bulan
adalah >50 kali/menit dan pada anak umur 1-5 tahun adalah >40kali/menit.

b. Pneumonia berat
Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal
berikut: 1) kepala terangguk-angguk, 2) pernapasan cuping hidung, 3) tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam. 4) foto dada yang menunjukkan
gambaran pneumonia (infiltrat luas, konsolidasi, dan lain-lain).

Selain dari yang di atas, bisa didapatkan pula tanda seperti: Napas cepat:
anak umur <2 bulan: >60 kali/menit; anak umur 2-11 bulan: >50 kali/menit;
anak umur 1-5 tahun: >40 kali/menit; anak umur >5 tahun: >30 kali/menit.

Suara merintih/grunting pada bayi. pada auskultasi terdengar crackles (ronki),


suara pernapasan menurun, suara pernapasan bronkial. Dalam keadaan sangat
berat dapat dijumpai bayi tidak dapat minum/makan atau memuntahkan
semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, diare dan distress
pernapasan berat.25

2.1.1.7 Faktor resiko


Faktor risiko adalah faktor atau keadaan yang mengakibatkan seorang
anak rentan menjadi sakit atau sakitnya menjadi berat. 25 Faktor resiko yang
meningkatkan kejaadian, beratnya penyakit dan kematian kerena pneumonia
yaitu:

A. Faktor Lingkungan

1. Kualitas udara dalam rumah


13
Polusi udara yang berasal dari pembakaran di dapur dan di dalam
rumah mempunyai peran pada risiko kematian balita di beberapa negara
berkembang. Diperkirakan 1,6 juta kematian berhubungan dengan polusi
udara dari dapur. Hasil penelitian Dherani, dkk (2008) menyimpulkan
bahwa dengan menurunkan polusi pembakaran dari dapur akan
menurunkan morbiditas dan mortalitas pneumonia. Hasil penelitian juga
menunjukkan anak yang tinggal di rumah yang dapurnya menggunakan
listrik atau gas cenderung lebih jarang sakit ISPA dibandingkan dengan
anak yang tinggal dalam rumah yang memasak dengan menggunakan
minyak tanah atau kayu.

Selain asap bakaran dapur, polusi asap rokok juga berperan sebagai
faktor risiko. Anak dari ibu yang merokok mempunyai kecenderungan
lebih sering sakit ISPA daripada anak yang ibunya tidak merokok (16%
berbanding 11%). Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar
untuk memasak dan untuk pemanasan dengan konsentrasi tinggi dapat
merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan balita
terkena infeksi bakteri pneumokokus ataupun Haemophilus influenzae. 26

2. Ventilasi Udara Dalam Rumah

Ventilasi mempunyai fungsi sebagai sarana sirkulasi udara segar


masuk ke dalam rumah dan udara kotor keluar rumah dengan tujuan untuk
menjaga kelembaban udara didalam ruangan. Rumah yang tidak
dilengkapi sarana ventilasi akan menyebabkan suplai udara segar didalam
rumah menjadi sangan minimal.

Kecukupan udara segar di rumah sangat dibutuhkan oleh penghuni


didalam rumah, karena ketidakcukupan suplai udara segar didalam rumah
dapat mempengaruhi fungsi sistem pernafasan bagi penghuni rumah,
teerutama bagi bayi dan balita. Ketika fungsi pernafasan bayi atau balita
terpengaruh, maka kekebalan tubuh balita akan menurun dan menyebakan
balita mudah terkena infeksi dari bakteri penyebab pneumonia. 27

3. Jenis Lantai Rumah

14
Balita yang tinggal di rumah dengan jenis lantai tidak memenuhi
syarat memiliki risiko terkena pneumonia sebesar 3,9 kali lebih besar
dibandingkan anak balita yang tinggal di rumah dengan jenis lantai
memenuhi syarat. Hal tersebut menunjukkan bahwa risiko balita terkena
pneumonia akan meningkat jika tinggal di rumah yang lantainya tidak
memenuhi syarat.29

Lantai rumah yang tidak memenuhi syarat tidak terbuat dari semen
atau lantai rumah belum berubin. Rumah yang belum berubin juga lebih
lembab dibandingkan rumah yang lantainya sudah berubin. Risiko
terjadinya pneumonia akan lebih tinggi jika balita sering bermain di lantai
yang tidak memenuhi syarat.28

4. Kepadatan Hunian Rumah

Balita yang tinggal di lokasi padat hunian tinggi mempunyai


peluang mengalami pneumonia sebanyak 2,20 kali dibandingkan dengan
balita yang tidak tinggal di kepadatan hunian tinggi.29

5. Kebiasaan merokok didalam rumah

Asap rokok mengandung kurang lebih 4000 elemen, dan


setidaknya 200 diantaranya dinyatakan berbahaya bagi kesehatan, racun
utama pada rokok adalah tar, nikotin dan karbonmonoksida. Tar adalah
substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru,
Nikotin adalah zat adiktif yang mempengaruhi syaraf dan peredaran darah.
Zat ini bersifat karsinogen, dan mampu memicu kanker paru yang
mematikan.30

Karbon monoksida adalah zat yang mengikat hemoglobin dalam


darah, membuat darah tidak mampu mengikat oksigen. 30 Asap rokok yang
mencemari di dalam rumah secara terus-menerus akan dapat melemahkan
daya tahan tubuh terutama bayi dan balita sehingga mudah untuk terserang
penyakit infeksi, yaitu pneumonia.30

B. Faktor Individu anak

15
1. Berat Badan Lahir

Pada bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), pembentukan


zat anti kekebalan kurang sempurna, berisiko terkena penyakit infeksi
terutama pneumonia sehingga risiko kematian menjadi lebih besar
dibanding dengan berat badan lahir normal.31

2. Status Gizi

Pemberian Nutrisi yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan


anak dapat mencegah balita terhindar dari penyakit infeksi sehingga
pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi optimal. 31 Status gizi pada
anak berkontribusi lebih dari separuh dari semua kematian anak di negara
berkembang, dan kekurangan gizi pada anak usia 0-4 tahun 34 memberikan
kontribusi lebih dari 1 juta kematian pneumonia setiap tahunnya. 32

3. Pemberian ASI Eksklusif

Hal ini secara luas diakui bahwa anak-anak yang mendapatkan ASI
eksklusif mengalami infeksi lebih sedikit dan memiliki penyakit yang lebih
ringan daripada mereka yang tidak mendapat ASI eksklusif. ASI mengandung
nutrisi, antioksidan, hormon dan antibodi yang dibutuhkan oleh anak untuk
bertahan dan berkembang, dan membantu sistem kekebalan tubuh agar
berfungsi dengan baik. Kekebalan tubuh atau daya tahan tubuh yang tidak
berfungsi dengan baik akan menyebabkan anak mudah terkena infeksi. 32

Namun hanya sekitar sepertiga dari bayi di negara berkembang yang


diberikan ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupannya. Bayi di
bawah enam bulan yang tidak diberi ASI ekslusif berisiko 5 kali lebih tinggi
mengalami pneumonia, bahkan sampai terjadi kematian. Selain itu, bayi 6 - 11
bulan yang tidak diberi ASI juga meningkatkan risiko kematian akibat
pneumonia dibandingkan dengan mereka yang diberi ASI.32

2.1.1.8 Diagnosis
Diagnosis pneumonia dapat dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu:11


Anamnesis

16
Data anamnesis yang didapatkan berupa batuk yang awalnya
kering, kemudian menjadi produktif dengan dahak purulen bahkan bisa
berdarah, sesak napas, demam, kesulitan makan/minum, tampak lemah,
serangan pertama atau berulang, untuk membedakan dengan kondisi
imunokompromais, kelainan anatomi bronkus, atau asma.


Pemeriksaan Fisik

Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas, dan nadi harus


dilakukan pada saat awal pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain yang
dapat menyebabkan anak gelisah atau rewel. Penilaian keadaan umum
antara lain meliputi kesadaran dan kemampuan makan/minum.Gejala
distres pernapasan seperti takipnea, retraksi subkostal, batuk, krepitasi, dan
penurunan suara paru.

Demam dan sianosis. Anak di bawah 5 tahun mungkin tidak


menunjukkan gejala pneumonia yang klasik. Pada anak yang demam dan
sakit akut, terdapat gejala nyeri yang diproyeksikan ke abdomen. Pada
bayi muda, terdapat gejala pernapasan tak teratur dan hipopnea.

 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Radiologi yaitu pada pemeriksaan foto dada tidak


direkomendasikan secara rutin pada anak dengan infeksi saluran napas
bawah akut ringan tanpa komplikasi. Pemeriksaan foto dada
direkomendasikan pada penderita pneumonia yang dirawat inap atau bila
tanda klinis yang ditemukan membingungkan.

Pemeriksaan foto dada follow up hanya dilakukan bila didapatkan


adanya kolaps lobus, kecurigaan terjadinya komplikasi, pneumonia berat,
gejala yang menetap atau memburuk, atau tidak respons terhadap
antibiotik. Pemeriksaan foto dada tidak dapat mengidentifikasi agen
penyebab.

Pemeriksaan Laboratorium yaitu pada pemeriksaan jumlah leukosit


dan hitung jenis leukosit perlu dilakukan untuk membantu menentukan

17
pemberian antibiotik. Pemeriksaan kultur dan pewarnaan Gram sputum
dengan kualitas yang baik direkomendasikan dalam tata laksana anak
dengan pneumonia yang berat. Kultur darah tidak direkomendasikan
secara rutin pada pasien rawat jalan, tetapi direkomendasikan pada pasien
rawat inap dengan kondisi berat dan pada setiap anak yang dicurigai
menderita pneumonia bacterial.

Pada anak kurang dari 18 bulan, dilakukan pemeriksaan untuk


mendeteksi antigen virus dengan atau tanpa kultur virus jika fasilitas
tersedia. Jika ada efusi pleura, dilakukan pungsi cairan pleura dan
dilakukan pemeriksaan mikroskopis, kultur, serta deteksi antigen bakteri
(jika fasilitas tersedia) untuk penegakkan diagnosis dan menentukan
mulainya pemberian antibiotik.

Pemeriksaan C-reactive protein (CRP), LED, dan pemeriksaan fase


akut lain tidak dapat membedakan infeksi viral dan bakterial dan tidak
direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin. Pemeriksaan uji tuberkulin
selalu dipertimbangkan pada anak dengan riwayat kontak dengan
penderita TBC dewasa.

2.1.1.9 Tatatalaksana pada anak

 Tatalaksana umum

Pasien dengan saturasi oksigen <92% pada saat bernapas dengan


udara kamar harus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box,
atau sungkup untuk mempertahankan saturasi oksigen >92%. Pada
pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan intravena
dan dilakukan balans cairan ketat. Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan
tidak direkomendasikan untuk anak dengan pneumonia.11

Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga


kenyamanan pasien dan mengontrol batuk. Nebulisasi dengan β2 agonis
dan/atau NaCl dapat diberikan untuk memperbaiki mucocilliary clearance.
Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya
setiap 4 jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi oksigen. 11
18
 Pemberian Antibiotik

Pemberian antibiotic berupa Amoksisilin yang merupakan pilihan


pertama untuk antibiotik oral pada anak <5 tahun karena efektif melawan
sebagian besar patogen yang menyebabkan pneumonia pada anak,
ditoleransi dengan baik, dan murah. Alternatifnya adalah co-amoxiclav,
ceflacor, eritromisin, claritromisin, dan azitromisin.33

Mycoplasma pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih


tua maka antibiotik golongan makrolid diberikan sebagai pilihan pertama
secara empiris pada anak >5 tahun. Makrolid diberikan jika Mycoplasma
pneumoniae atau Chlamydophila pneumonia dicurigai sebagai penyebab. 24
Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika Streptococcus
pneumoniae sangat mungkin sebagai penyebab.34

Jika Staphylococcus aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan


makrolid atau kombinasi flucloxacillin dengan amoksisilin. Antibiotik
intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat menerima
obat per oral (misal karena muntah) atau termasuk dalam derajat
pneumonia berat. Antibiotik intravena yang danjurkan adalah: ampisilin
dan kloramfenikol, co-amoxiclav, ceftriaxone, cefuroxime, dan
cefotaxime. Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat
perbaikan setelah mendapat antibiotik intravena.11

Neonatus harus menerima ampisilin plus aminoglikosida atau


sefalosporin generasi ketiga.33 namun bukan ceftriaxone, karena dapat
menggantikan bilirubin yang terikat dan menyebabkan kernikterus. 32
Pneumonia atipikal sering terjadi pada bayi 1 hingga 3 bulan, dan
kelompok ini harus memiliki cakupan antibiotik tambahan dengan
eriromisin atau klaritromisin.34

2.1.1.10 Pencegahan
Menurut Kemenkes (2010) pencegahan pneumonia dengan
menghindarkan atau mengurangi faktor risiko dapat dilakukan dengan
beberapa pendekatan, yaitu dengan pendidikan kesehatan di komunitas,

19
perbaikan gizi, pelatihan petugas kesehatan dalam hal memanfaatkan
pedoman diagnosis dan pengobatan pneumonia, penggunaan antibiotika
yang benar dan efektif, dan waktu untuk merujuk yang tepat dan segera
bagi kasus yang pneumonia berat.

Peningkatan gizi termasuk pemberian ASI eksklusif dan asupan


zinc, peningkatan cakupan imunisasi, dan pengurangan polusi udara
didalam ruangan dapat pula mengurangi faktor risiko. 7 dan lakukan cuci
tangan baik sebelum dan sesudah kontak dengan setiap pasien dengan
menggunakan sarung tangan steril ketika melakukan prosedur invasive
sangat penting untuk mencegah terjadinya penularan infeksi nosokomial.

Usaha mencegah pneumonia ada 2 yaitu:

 Pencegahan non spesifik yaitu:

Meningkatkan derajat sosio-ekonomi dengan cara menurunkan


kemiskinan, meningkatkan pendidikan, menurunkan angka kurang gizi,
meningkatkan derjat kesehatan, menurunkan morbiditas dan mortalitas.
Lingkungan yang bersih dengan cara bebas dari polusi.

 Pencegahan spesifik yaitu:

Cegah berat badan lahir rendah (BBLR), pemberian makanan yang


baik/gizi seimbang, berikan Imunisasi berupa vaksin Haemophilus
Influenza Type b (Hib) adalah salah satu kuman penyebab penyakit
meningitis dan pneumonia terutama pada anak berumur dibawah 5 tahun
dan paling sering mengakibatkan kematian. Vaksin dapat mencegah tidak
hanya tahapan akut dari pneumonia dan meningitis tetapi juga gejala sisa
yang kronis.35

2.1.2 Rokok

2.1.2.1 Definisi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) rokok ialah
gulungan tembakau yang ukurannya + sebesar kelingking yang bisa
dibungkus dengan daun nipah atau kertas. Merokok merupakan sebuah
20
aktivitas menempatkan rokok di mulut, membakar, kemudian menghisap
asap yang dihasilkannya hingga menuju ke paru. 1Perokok adalah
seseorang yang suka merokok, jenis perokok terbagi dua yaitu perokok
aktif dan perokok pasif. disebut perokok aktif bila orang tersebut
melakukan aktivitas merokok secara aktif, dan disebut perokok pasif bila
orang tersebut hanya menerima asap rokok dari orang lain, bukan
melakukan aktivitas merokok sendiri.2

Bahan utama rokok adalah tembakau, dimana tembakau mengandung


kurang lebih 4000 elemen-elemen dan setidaknya 200 diantaranya
berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada tembakau adalah tar, nikotin
dan CO. Selain itu, dalam sebatang tembakau juga mengandung bahan-
bahan kimia lain yang sangat beracun.36

Tar adalah sejenis cairan kental berwarna cokelat tua atau hitam yang
merupakan subtansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada
paru. Nikotin adalah suatu zat yang memiliki efek adiktif dan psikoaktif
sehingga perokok akan merasakan kenikmatan, kecemasan berkurang
toleransi dan keterikatan.36

Karbon Monoksida (CO) adalah unsur yang dihasilkan oleh


pembakaran tidak sempurna dari unsur zat arang atau karbon. Selain itu
juga terdapat zat-zat lain seperti Kadmium, Amoniak, Asam Sianida
(HCN), Nitrous Oxside, Formaldehid, Fenol, Asetol, Asam Sulfida (H2S),
Piridin, Metil Klorida, Metanol, Polycyclik Aromatic Hydrocarbons
(PAH) dan Volatik Nitrosamine.33 Dengan berkembangnya zaman, sudah
dijumpai adanya bentuk rokok elektrik atau yang dikenal dengan vape atau
tembakau tanpa asap dengan dampak kesehatan yang ditimbulkan sama
dengan rokok tradisional.1

Derajat merokok menurut indeks brinkman adalah hasil perkalian


anatara lama merokok dengan rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari
jika hasilnya kurang dari 200 dikatakan perkok ringan, jika hasilnya antara
200-599 dikatakan perokok sedang dan jika hasilnya lebih dari 600

21
dikatakan perokok berat. Semakin lama seseorang merokok dan semakin
banyak rokok yang dihisap perhari, maka derajat merokok akan semakin
berat.37

2.1.2.2 Dampak Rokok Terhadap Kesehatan


Rokok memiliki kandungan kimia berupa persenyawaan nitrogen
(nikotin, protein), senyawa karbohidrat, resin dan minya atsiri, asam
organik, dan zat warna. Nikotin di dalam rokok merupakan senyawa yang
terkandung di dalam daun tembakau, semakin tinggi kadar nikotin rasa
isapnya semakin berat dan begitu pula sebaliknya. Jumlah komponen
kimia pada asap rokok yang diidentifikasi mencapai 4.800 macam.
Komponen-komponen yang terkandung di dalam rokok berbahaya bagi
kesehatan seperti senyawa alkaloid, TSNA, sisa pembakaran, Residu
pupuk dan pestisida, dan materi lain selain tembakau.39

Penyebab Kematian Manfaat Bila Berhenti


Penyakit jantung Bisa dicegah bila kebiasaan merokok timbul
koroner dan stroke saat usia awal dewasa; parsial reversibel
Kanker paru dan saluran Bisa dicegah bila kebiasaan merokok timbul
napas atas saat usia awal dewasa; risiko meningkat
setelahnya bila dicegah setelahnya
PPOK Bisa dicegah bila kebiasaan merokok timbul
saat usia awal dewasa; selanjutnya terjadi
penurunan fungsi organ secara perlahan
Abortus dan gangguan Bisa dicegah bila terjadi saat awal kehamilan;
perkembangan fetus risiko dapat dimitigasi dengan berhenti
merokok selama kehamilan

Tabel 2.2 Dampak dan Manfaat Berhenti Merokok


(Sumber: West, 2017)

Dampak kesehatan yang ditimbulkan dari perilaku merokok ialah


kematian akibat kanker (kanker paru), penyakit paru kronik sepeerti
PPOK, penyakit infeksi dan penyakit jantung dan pembuluh darah, selain

22
itu kegiatan ini dapat meningkatkan risiko terjadinya stroke, kebutaan,
ketulian, dan gangguan pembuluh darah perifer seperti amputasi, penyakit
yang ditimbulkan juga dapat berupa infertilitas. 1

Merokok mampu menimbulkan perubahan baik secara mekanik


maupun struktural terhadap saluran pernapasan, sehingga mampu
menimbulkan penyakit. Perubahan struktural pada saluran napas yang
ditimbulkan dari asap rokok berupa peradanngan peribronkiolar dan
fibrosis jaringan, meningkatkan permeabilitas mukosa, kerusakan
mekanisme pembersihan mukosiliar, dan kerusakan epitel respiratorik,
sehingga berisiko meningkatkan infeksi saluran pernapasan. Komponen
asap rokok dan nitrat oksida di dalamnya diduga berkontribusi dalam
menyebabkan perubahan epitel saluran pernapasan.38

Dampak rokok terhadap kesehatan juga melalui jalur imunologis


seperti respon imun yang dimediasi oleh selular. 39 Asap rokok dapat
menyebabkan inflamasi dan merupakan karsinogenik. Asap rokok yang
mengandung hidrokarbon, aldehid, asam, ammonia dan komponen lain
akan menyebabnya iritasi lokal pada epitel saluran pernapasan sehingga
lambat laun menyebabkan kematian sel dan peningkatan neutrofil pada
lokasi inflamasi. Dampak lain dari asap rokok adalah terganggunya respon
pembersihan mukosiliar sehingga lebih sulit untuk mengeluarkan debris
maupun patogen dari saluran napas dan lebih tinggi terjadinya risiko
infeksi. Komponen asap rokok yang juga karsinogenik terjadi akibat
mutasi gen onkogen dan kerusakan kromosom dan sinyal pertumbuhan
menjadi meningkat. Sehingga, selain berisiko terkena infeksi saluran
pernapasan, asap rokok juga dapat menyebabkan penyakit PPOK dan
kanker paru.39

Diketahui perokok memiliki hitung jenis leukosit yang lebih tinggi


sekitar 30% bila dibandingkan dengan non-perokok yang diduga
disebabkan dari kandungan nikotin di dalam rokok. Sitokin proinflamasi
juga dilepaskan oleh makrofag alveolar seperti TNF-α, interleukin-1,
interleukin-8, dan sitokin lain diduga berhubungan dengan munculnya

23
respon radang pada paru perokok. Beberapa penelitian menyatakan bahwa
nikotin merupakan komponen imunosupresif bagi perokoknya. Dampak
rokok terhadap kesehatan berlaku baik untuk perokok aktif & perokok
pasif.39

2.2 Kerangka Teori

Faktor risiko pneumonia

Faktor lingkungan Faktor perilaku


Luas ventilasi Faktor Individu balita
Kebiasaan merokok anggota
rumah, Status nutrisi, status
keluarga, kebiasaan
pencahayaan, tipe imunisasi, riwayat
membuka jendela setiap pagi
lantai rumah, pemberian ASI
dan siang hari.
kepadatan hunian, ekslusif, riwayat
jenis dinding BBLR, usia balita
rumah, tingkat
Faktor Sosial ekonomi
kelembapan udara.
Tingkat pendidikan orang
tua, pendapatan orang tua,
pekerjaan orang tua

Orang tua merokok di rumah

Menghasilkan zat-zat berbahaya (CO)

Balita terpapar asap rokok di rumah

Merusak sistem pertahanan di paru balita

Bakteri mudah masuk ke dalam paru balita

Menginfeksi bagain perenkim paru balita


24
Pneumonia pada balita

2.3 Kerangka konsep

Faktor anak balita yang mempengaruhi


pneumonia
- Usia
- Jenis kelamin
- Riwayat imunisasi
- Pemberian ASI
- Kebiasaan merokok orang tua di
dalam rumah

Variabel independen
Variabel dependen
Paparan asap rokok di
Kejadian pneumonia
rumah

Ya Tidak

: Diteliti

25
2.4 Definisi operasional
Alat Skala
Variabel Definisi Cara Ukur Skala
Ukur Pengukuran

Variabel Infeksi akut saluran Rekam Pembacaan 1 = ya, jika Nominal


dependen: pernapasan bagian Medik rekam medik anak balita
Kejadian bawah. Yang pasien dinyatakan
Pneumonia ditetapkan oleh menderita
Balita dokter rumah sakit pneumonia
Bukan pneumonia: oleh dokter
tidak ada tanda- 2 = tidak, jika
tanda pneumonia tau anak balita
penyakit sangat berat dinyatakan
dan tidak ditetapkan tidak
oleh dokter sebagai menderita
penderita pneumonia pneumonia
oleh dokter

Variabel Kebiasaan orang tua Rekam Pembacaan 1 = merokok Nominal


independen: menghisap rokok Medik rekam medik
Paparan setiap hari pasien
asap rokok tidak memiliki 2 = tidak
di rumah kebiasaan atau merokok
prilaku merokok

26
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain penelitian


Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
deskriptif analitik dan menggunakan desain penelitian Cross-sectional
yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok
dengan kejadian pneumonia pada balita di RSUD Dr. Pirngadi kota Medan
2018-2019.

3.2 Tempat dan waktu penelitian


Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Pirngadi kota Medan. Waktu pelaksanaan ini dilakukan dari bulan Oktober
sampai Desember 2020.

3.3 Populasi dan sampel penelitian

3.3.1 Populasi
Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah pasien balita
yang dirawat inap dan rawat jalan telah terdiagnosa pneumonia dengan
resiko orang tua yang merokok pada tahun 2018-2019.

3.3.2 Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah pasien balita
yang dirawat inap dan rawat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan,
tercatat dalam rekam medis dari tahun 2018-2019 dan terpilih sebagai
sampel sesuai dengan kriteria inklusi.

Kriteria sampel :
 Kriteria inklusi
Kriteria inklusi sampel dalam penelitian ini yaitu:
1. Pasien pneumonia balita usia 0-60 bulan rawat jalan dan rawat
inap di RSUD Dr. Pirngadi kota Medan 2018-2019
2. Adanya data riwayat merokok orang tua

27
3. Tercatat dalam rekam medis

 Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi sampel dalam penelitian ini yaitu:
1. Pasien pneumonia balita dengan penyakit penyerta lainnya
seperti TBC dan penyakit jantung
2. Data rekam medis yang tidak lengkap

3.4 Besar sampel


Perhitungan jumlah sampel minimal menggunakan rumus sampel
penelitian cross-sectional sebagai berikut:

Keterangan:

N : Jumlah sampel minimal yang diperlukan

Α : Kesalahan generalisasi, sesuai interval kepercayaan yang


digunakan

Zα : Nilai standar dari α (alpha), diperoleh dari tabel z kurva normal

P : Proporsi atau prevalensi kejadian dari penelitian sebelumnya

Q : Tingkat kesalahan absolut yang dikehendaki (1-P)

D : Presisi penelitian yaitu kesalahan prediksi proporsi yang masih


dapat diterima

Interval kepercayaan dari penelitian ini adalah 95%, maka


α=0,05, sehingga nilai Zα=1,96. Dari penelitian sebelumnya didapatkan
proporsi sebesar 19,6% sehingga nilai P=0,196. Presisi penelitian mutlak
(d) adalah 10% (0,1). Berdasarkan penetapan tersebut, maka jumlah
sampel minimal untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:

n = 60,53

28
Dibulatkan menjadi 61 balita. Berdasarkan perhitungan rumus diatas,
didapatkan jumlah sampel minimal penelitian ini sebesar 61 sampel.

3.5 Cara pengambilan sampel


Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan teknik jenis total sampling yaitu jumlah sampel yang
digunakan hanya berdasarkan jumlah sampel yang didapat berdasarkan
kriteria inklusi pada penelitian ini.

3.6 Alur penelitian

Persiapan penelitian

Pengajuan proposal dan kode etik ke


komisi etik FK UIN Jakarta

Perizinan dari fakultas kedokteran

Pengajuan penelitian kebagain penelitian


dan rekam medik RSUD Dr. Pirngadi
kota Medan

Perizinan dari RSUD Dr.


Pirngadi kota Medan

Pengambilan data rekam medis

Identifikasi sampel sesuai dengan


kriteria inklusi

Analisis data

Penyusunan laporan penelitian

Hasil dan kesimpulan

29
3.7 Managemen Data

3.7.1 Pengumpulan data


Pengunpulan data diperoleh dari data sekunder yaitu dari data
rekam medis pasien balita yang dirawat inap dan rawat jalan di RSUD Dr.
Pirngadi kota Medan 2018-2019.

3.7.2 Pengolahan data


Pengolahan data dilakukan dengan sistem komputerisasi melalui
beberapa proses sebagai berikut:

a. Cleaning
Proses pemisahan data rekam medis pasien yang telah
dikumpulkan, sesuai kriteria inklusi dan eksklusi.
b. Editing data
Dilakukan pemeriksaan/pengecekan kelengkapan data yang
telah terkumpul, bila terdapat kesalahan atau berkurang dalam
pengumpulan data tersebut diperiksa kembali.
c. Coding
Coding dalam penelitian ini dengan cara memberikan kode
numerik (angka) pada setaip variabel yang telah ditentukan
untuk mempermudah pengolahan data saat analisis dilakukan.
d. Entry data/Processing
Proses memasukkan data yang telah dikumpulkan dan diberi
kode ke dalam program software computer untuk diolah dan
didianalisis.

3.7.3 Analisis data


Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan program
computer meliputi analisa univariat dan analisa bivariat. Analisis univariat
merupakan analisis yang digunakan untuk menganalisis variabel paparan
asap rokok dan penyakit penumonia balita yang disajikan dalam bentuk
distribusi frekuensi dan persentase.

30
Analisis bivariat yaitu analisis yang digunakan untuk melihat
hipotesa dengan menentukan hubungan antara variabel dependen (kejadian
pneumonia balita) dengan variabel independen (kebiasaan orang tua yang
merokok) penelitian ini menggunakan analisa statistik uji Chi-Square.

3.7.4 Penyajian data


Penyajian data dilakukan dalam bentuk narasi teks dan tabel. Hasil
penelitian dibuat dalam bentuk laporan penelitian yang akan
dipresentasikan di hadapan staf pengajar program studi kedokteran
Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

31
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengumpulan Data


Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan data sekunder berupa
data rekam medik pasien balita rawat inap dan rawat jalan di RSUD Dr.
Pirngadi kota Medan Januari 2018 - Desember 2019. Pengambilan sampel
dilakukan dengan metode total sampling sehingga data sampel yang
terkumpul yaitu 69 data yang memenuhi kriteria inklusi penelitian ini.

4.1.1 Analisis Univariat


Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan terhadap masing
masing variabel dan hasil penelitian dianalisis untuk mengetahui distribusi
dan persentase dari tiap variabel. Kemudian hasil yang didapatkan
dimasukan dalam tabel frekuensi.40 Analisis univariat pada panelitian ini
adalah gambaran deskriptif frekuensi dan persentase dari umur, jenis,
kelamin, paparan asap rokok, dan diagnosa pada pasien balita yang
dirawat jalan dan rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi kota Medan tahun
2018-2019.

4.1.1.1 Karakteristik Responden Keseluruhan

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi kelompok usia balita


Kelompok Usia Jumlah Persentase (%)
0-1 thn 53 76.8%
2-3 thn 12 17.4%
4-5 thn 4 5.8%
Total 69 100%

Berdasarkan tabel 4.1 dari 69 sampel balita menunjukkan bahwa


usia balita terbanyak terdapat pada kelompok umur 0-1 tahun sebanyak 53
balita (76.8%), kelompok kedua terbanyak adalah balita yang berusai 2-3

32
tahun yaitu sebanyak 23 balita (24%) dan yang paling sedikit berada pada
kelompok usia 4-5 tahun sebanyak 4 balita (5.85%).

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi jenis kelamin balita


Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki 35 50.7%
Perempuan 34 49.3%
Total 69 100%

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki


lebih banyak dibandingkan jenis kelamin perempuan dengan persentase
yaitu 34 orang (49.3%).

Tabel 4.3 Distribusi diagnosa balita

Diagnosa Penyakit Jumlah Persentase


Pneumonia 45 65.2%
Bukan Pneumonia 24 34.8%
Total 69 100%

Berdasarkan tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa balita yang


menderita penyakit penumonia paling banyak yaitu 45 orang (65.2%) yang
bukan penumonia sebanyak 24 orang (34.8%).

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi paparan asap rokok

Paparan Asap Rokok Jumlah Persentase


Terpapar 21 30.4%
Tidak Terpapar 48 69.6%
Total 69 100%

Berdasarkan tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa paparan asap


rokok terhadap balita yaitu sebanyak 21 orang (30.4%) yang tidak terpapar
asap rokok sebanyak 48 orang (69.6%).

33
4.1.1.2 Karakteristik balita penderita pneumonia

Tabel 4.5 Distrubusi frekuensi kelompok usia balita penderita pneumonia

Kelompok Usia Jumlah Persentase


0-1 thn 35 77.8%
2-3 thn 8 17.8%
4-5 thn 2 4.4%
Total 45 100%

Berdasarkan tabel di atas 4.5 menunjukkan bahwa dari 45 balita


yang menderita pneumonia dalam penelitian ini terdapat 35 balita yang
berusia kurang dari satu tahun (77.8%) dan 8 balita yang berusia 2-3 tahun
(17.8%) dan yang paling sedikit berusia 4-5 tahun berjumlah 2 balita
(4.4%). hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar balita pada
penlitian ini lebih banyak pada kelompok usia kurang dari 1 tahun dari
pada balita kelompok usai 4-5 tahun.

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi jenis kelamin pada balita penderita


pneumonia

Jenis Kelamin Jumlah Persentase


Laki-laki 24 34.8%
Perempuan 21 30.4%
Total 45 100%

Berdasarkan Tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 45 balita yang


menderita pneumonia dalam penelitian ini terdapat 24 balita dengan jenis
kelamin laki-laki (34.8%) dan 21 balita dengan jenis kelamin perempuan
(30.4%). berdasarkan hasil tesebut dapat disimpulkan bahwa balita laki-
laki pada penelitian ini lebih banyak dari pada balita perempuan.

34
Tabel 4.7 Distribusi frekuensi paparan asap rokok pada balita yang
menderita pneumonia.
Paparan Asap Rokok Jumlah Persentase
Terpapar 20 44.4%
Tidak Terpapar 25 55.6%
Total 45 100%

Berdasarkan Tabel 4.7 menunjukkan bahwa terdapat 45 balita yang


menderita penumonia, dalam penelitian ini terpapar asap rokok dari
keluarga yang tinggal bersama balita yaitu 20 balita (44.4%) dan 25 balita
(55.5%) memiliki keluarga yang tinggal bersama tanpa paparan asap
rokok.

4.1.2 Analisis Bivariat


Analisis bivariat yaitu adalah analisis yang digunakan untuk
melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. 39
Analisis bivariat pada penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan
antara kebiasaan orang tua dengan kejadian pneumonia pada balita di
RSUD Dr. pirngadi kota Medan tahun 2018-2019.

4.1.2.1 Hubungan kebiasaan merokok orang tua dengan kejadian


pneumonia pada balita

Tabel 4.8 Hubungan kebiasaan merokok orang tua dengan kejadian


pneumonia pada balita
Diagnosa Penyakit*
p
Bukan OR (95% CI)
Value
Pneumonia Pneumonia

Paparan 18.4 (2.283-


Terpapar 0.001
Asap 20 (44.4) 1 (4.2) 148.269)

35
Rokok Tidak
Terpapar 25 (55.6) 23 (95.8)
Total 45 (100) 24 (100)
*Hasil merupakan Jumlah (Persentase)
Berdasarkan hasil tabel 4.8 menunjukkan bahwa sebanyak 20 balita
(44.4%) menderita pneumonia yang terpapar oleh asap rokok, dan 1 balita
(4.2%) tidak menderita penumonia yang terpapar asap rokok, kemudian 25
balita (55.6%) yang tidak terpapar asap rokok dengan kejadian penumonia
pada balita dan sebanyak 23 balita (95.8%) yang tidak terpapar asap rokok
dengan kejadian non pneumonia pada balita.
Dari hasil tabel analisis dengan menggunakan uji chi-square
menunjukkan bahwa nilai p value sig. <0,05, artinya terdapat hubungan
anatara kebiasaan merokok dengan kejadian pneumonia pada balita di
RSUD Dr. Pirngadi kota Medan tahun 2018-2019. Pada balita dengan
paparan asap rokok dan tidak terpapar asap rokok memiliki risiko
mengalami pneumonia 18.4 kali dibandingkan dengan balita yang tidak
terpapar asap rokok.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Analisis Univariat


Penelitian ini dilakukan pada tahun 2020 di instalansi Rekam
Medis RSUD Dr. Pirngadi kota Medan. Total sampel pada penelitian ini
69 rekam medis balita pneumonia dari Januari 2018 hingga Desember
2019.

4.2.1.1 Usia
Distribusi frekuensi terbanyak berdasarkan kelompok usia
balita tabel 4.1 menunjukkan bahwa balita terbanyak terdapat pada
kelompok usia kurang dari 1 tahun yaitu sebanyak 53 balita
(76.8%), kelompok kedua terbanyak adalah balita yang berusai 2-3
tahun yaitu sebanyak 23 balita (24%) dan yang paling sedikit
berada pada kelompok usia 4-5 tahun sebanyak 4 balita (5.85%).

36
Kemudian di dapatkan hasil dari distribusi frekuensi usia
balita tabel 4.5 menunjukkan bahwa balita yang menderita
pneumonia dengan 45 sampel pada kelompok usia kurang dari 1
tahun terbanyak berjumlah 35 balita (77.8%). Hasil yang didapat
pada penelitian ini serupa juga dikemukan oleh Nurngajiah dkk
pada penelitian mengenai profil pneumonia pada anak di rumah
sakit yang sama tahun 2012. Kasus pneumonia paling banyak
terjadi pada kelompok umur 2-11 bulan yaitu sebanyak 84 (58,3%)
balita.41
Data dari profil kesehatan Indonesia tahun 2017 mengenai
mortalitas pneumonia balita menunjukkan angka kematian akibat
pneumonia pada kelompok umur < 1 tahun lebih tinggi yaitu
sebesar 0,56% dibandingkan pada kelompok anak umur 1– 4 tahun
sebesar yaitu 0,23%.42
Bayi dan balita memiliki mekanisme pertahanan tubuh
yang masih rendah dibanding orang dewasa, sehingga balita masuk
kedalam kelompok yang rawan terhadap infeksi seperti influenza
dan pneumonia. Anak anak berusia 0-24 bulan lebih rentan
terhadap penyakit pneumonia dibanding anak-anak berusia diatas 2
tahun.43
Hal ini menunjukan semakin kecil usia anak-anak semakin
rentan terkena infeksi dikarenakan sistem imun pada anak usia satu
tahun pertama hingga usia lima tahun masih belum matang.
Banyaknya kasus kejadian pneumonia pada usia lebih muda juga
dipengaruhi oleh anatomi saluran nafas yang belum sempurna. 44

4.2.1.2 Jenis kelamin


Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 69 sampel
di RSUD Dr. Pirngadi dari 69 balita didapatkan bahwa sebagain
besar yaitu 35 balita (50.7%) berjenis kelamin laki-laki.
Dari data 45 sampel diketahui balita yang menderita
pneumonia didapatkan bahwa balita penderita pneumonia lebih
banyak pada jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 24 balita

37
(34.8%) untuk jenis kelamin perempuan sebanyak 21 balita
(30.4%). Menurut penelitian Nurjannah dkk (2012) yaitu dari 144
anak dengan pneumonia, terdiri dari 86 (59,7%) laki-laki dan 58
(40,3%) perempuan.15 Namun, persentase pneumonia pada anak
laki-laki tetap lebih besar dibandingkan dengan anak perempuan. 43
Penelitian yang dilakukan oleh Zumeliza Rasyid juga
menunjukan hasil yang serupa. Balita dengan jenis kelamin laki-
laki (59%) lebih banyak mengalami pneumonia dibandingkan
balita dengan jenis kelamin perempuan (41%). 44 Hasil penelitian
ini juga sejalan dengan penelitian dari Yulia E dkk (2014) yang
menunjukan pneumonia lebih banyak pada balita laki-laki
sebanyak 34 balita (63%) dibandingkan perempuan yaitu 20 balita
(37%).45
Jenis kelamin laki-laki merupakan salah satu faktor resiko
yang mempengaruhi kejadian pneumonia pada balita. Beberapa
penelitian menemukan sejumlah penyakit saluran pernapasan yang
dipengaruhi oleh adanya perbedaan fisik anatomi saluran
pernapasan pada anak laki-laki dan perempuan. Hal ini
dikarenakan diameter saluran pernapasan anak laki-laki lebih kecil
dibandingkan dengan anak perempuan atau adanya perbedaan
dalam daya tahan tubuh antara anak laki-laki dan perempuan.46

4.2.1.3 Paparan asap rokok


Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa
distrubusi frekuensi paparan asap rokok dari 69 sampel data
terbanyak terhadap paparan sap rokok yaitu sebanyak 21 balita
(30.4%) dan yang tidak terpapar asap rokok 48 balita (69.6%).
sehingga pada 45 sampel data balita yang menderita pneumonia
didapatkan balita dengan paparan asap rokok yaitu 20 (44.4%) dan
balita yang tidak terpapar asap rokok sebanyak 25 (55.6%).
Asap rokok yang dikeluarkan oleh seorang perokok
mengandung bahan kimia beracun. Bahan berbahaya yang terdapat
di dalam rokok, tidak hanya membahayakan perokok itu sendiri

38
(perokok aktif), tetapi juga dapat membahayakan orang
47
disekitarnya (perokok pasif). Berdasarkan penelitian Hartati et al,
(2012) Kebiasaan merokok keluarga didalam rumah berpengaruh
terhadap kejadian pneumonia pada balita dengan Odds Ratio (OR)
sebesar 2,53 (95% CI: 1,27–5,04) dibandingkan balita yang tidak
memiliki keluarga dengan kebiasaan merokok didalam rumah. 48
Hal ini sejalan dengan penelitian Ahn et al (2015) dimana
anak–anak penderita pneumonia yang dirawat di rumah sakit yang
terdapat 2 orang atau lebih perokok dirumahnya, memiliki masa
rawat inap lebih lama dan intensif dibandingkan dengan anak–anak
yang dirumahnya tidak terdapat perokok.49
Asap rokok dari orang tua atau penghuni rumah yang satu
atap dengan balita merupakan bahan pencemaran dalam ruang
tempat tinggal yang serius serta akan menambah resiko kesakitan
dari bahan toksik pada anak-anak. Paparan yang terus-menerus
akan menimbulkan gangguan pernapasan terutama memperberat
timbulnya infeksi saluran pernafasan akut dan gangguan paru pada
saat dewasa. Semakin banyak rokok yang dihisap oleh keluarga
semakin besar memberikan resiko terhadap kejadian ISPA,
khususnya apabila merokok dilakukan oleh ibu bayi.48

4.2.1.4 Diagnosa Pneumonia


Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa dari 69
sampel data rekam medis diketahui jumlah penderita penyakit
pneumonia terhadap balita yaitu 45 balita (65.2%) dan penderita
penyakit non pneumonia yaitu 24 balita (34.8%).

4.2.2 Analisis Bivariat

4.2.2.1 Hubungan kejadian pneumonia dengan paparan asap rokok


Pada penelitian ini balita dengan penyakit penumonia yang
terpapar asap rokok sebanyak 20 balita (44.4%) dan 1 balita (4.2%)
bukan penderita penumonia terhadap paparan asap rokok,
kemudian sebanyak 25 balita (55.6%) yang tidak terpapar oleh

39
asap rokok dengan kejadian pneumonia pada balita dan 23 balita
(95.8%) yang tidak terpapar asap rokok dengan kejadian non
pneumonia pada balita.
Pada hasil uji chi-square menunjukkan bahwa nilai p value
sig. yaitu 0,001 yang <0,05 artinya terdapat perbedaan yang
signifikan antara kebiasaan merokok orang tua dengan kejadian
pneumonia pada balita. Pada balita dengan paparan asap rokok dari
orang tua memiliki kemungkinan 18.4 kali dengan nilai OR
(95%CI=2.283-148.269) untuk menderita penyakit pneumonia
dibanding dengan balita yang tidak terpapar asap rokok dari orang
tua.
Penelitian ini didukung oleh penelitian Wijaya (2014) yang
menunjukkan hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok
dengan kejadian penyakit pneumonia pada balita (OR = 1,269 ;
p<0,05).50
Sulistyowati (2010) dalam penelitiannya menyebutkan faktor
yang dapat menyebabkan pneumonia adalah faktor rumah tangga
yang tidak sehat. Rumah tangga yang tidak sehat (kebiasaan
merokok di rumah, luas lantai, dan luas jendela) mempunyai resiko
6,8 kali lebih besar untuk mengalami kejadian pneumonia. 51 Selain
itu penelitian penelitian Dayu (2014) mengemukakan bahwa balita
yang tinggal di rumah yang terdapat paparan asap rokok dalam
rumah mempunyai risiko 4,00 kali lebih besar untuk terkena
pneumonia balita dibandingkan dengan balita yang tinggal di
rumah tanpa paparan asap rokok.52
Umami (2010) menjelaskan ketika perokok membakar
sebatang rokok dan menghisapnya, asap tersebut disebut asap
utama, dan asap yang dihasilkan dari pembakaran ujung rokok
disebut sidestream smoke atau asap samping. Asap samping ini
terbukti mengandung monoksida 5 kali lebih banyak, nikotin 3 kali
lipat, amonia 46 kali lipat, nikel 3 kali lipat, dan nitrosamine 50
kali lebih besar dibandingkan dengan asap utama.53

40
Pada penelitian Layuk (2012) menyebutkan faktor
lingkungan juga dapat menyebabkan pneumonia. Lingkungan yang
dapat menyebabkan pneumonia adalah kualitas udaranya. Kualitas
udara dipengaruhi oleh seberapa besar pencemaran udara.
Pencemaran udara adalah terkontaminasinya udara, baik dalam
ruangan (indoor) maupun luar ruangan (outdoor) dengan agen
kimia, fisik, atau biologi yang telah mengubah karakteristik alami
dari atmosfer.54

4.3 Keterbatasan penelitian


Dalam penelitian ini ditemukan keterbatasan yaitu data sekunder
yang didapatkan merupakan data rekam medik yang tidak lengkap
keterangan penulisannya mengenai rokok lebih detail oleh petugas
kesehatan.

41
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan sebelumnya, dapat
diambil kesimpulan bahwa hipotesis yang ditetapkan sesuai yaitu
terdapat hubungan yang signifikan antara kebisaan merokok orang
tua dengan kejadian pneumonia pada balita di RSUD Dr. Pirngadi
kota Medan tahun 2018-2019 dengan P-value (0,001)
2. Distribusi frekuensi balita penderita pneumonia berdasarkan
kelompok usia di RSUD Dr. Pirngadi kota Medan tahun 2018-2019
dari 69 rekam medik didapatkan 35 balita yang berusia kurang dari
satu tahun (77.8%) dan 8 balita yang berusia 2-3 tahun (17.8%)
yang paling sedikit berusia 4-5 tahun berjumlah 2 balita (4.4%).
3. Distribusi frekuensi balita penderita pneumonia berdasarkan jenis
kelamin di RSUD Dr. Pirngadi kota Medan tahun 2018-2019 dari
69 rekam medik, didapatkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 24
balita (34.8%) dan 21 balita dengan jenis kelamin perempuan
(30.4%).
4. Distribusi frekuensi balita penderita pneumonia yang terpapar asap
dari keluarga yang tinggal bersama balita yaitu 20 balita (44.4%)
dan 25 balita (55.5%) memiliki keluarga yang tinggal bersama
tanpa paparan asap rokok.

5.2 Saran
Dari penelitian ini, peniliti menyarankan:
1. Bagi petugas kesehatan rumah sakit
Penulisan rekam medik sebaiknya dilakukan secara lengkap
terutama melihat gejala yang paling sering pada pasien.
2. Bagi orang tua atau keluarga
Orang tua dapat melakukan upaya pencegahan terhadap faktor
risiko pada balita dengan cara keluarga menciptakan lingkungan

42
dalam rumah yang lebih baik dan sehat dengan tidak merokok di
dalam rumah.
3. Bagi peneliti selanjutnya
- Dilakukan peneliti lain dengan menggunakan data primer dan
dapat dinilai jumlah batang rokok dan derajat merokok orang
tua balita untuk mencari hubungan dengan kejadian pneumonia
- Menganalisis faktor risiko lain yang tidak diteliti pada peneliti
ini untuk melihat hubungan kejadian pneumonia pada balita

43
DAFTAR PUSTAKA

1. West R. Tobacco smoking: Health impact, prevalence, correlates and


interventions. Psychol Heal [Internet]. 2017;32(8):1018–36. Available
from: https://doi.org/10.1080/08870446.2017.1325890. Accessed on 25th
August 2020.
2. KBBI. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2012. Available from:
http://kbbi.web.id. Accessed on 25th August 2020.
3. Octafarida D. Skripsi: Hubungan Merokok Dengan Katarak di Poliklinik
Mata Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Universitas
Sumatera Utara: Fakultas Kedokteran; 2010.
4. Nisa Binti Saleh K. Skripsi: Prevalensi Penderita Penyakit Paru Obstruksi
Kronis (PPOK) dengan Riwayat Merokok di Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan Periode Januari 2009 – Desember
2009. Universitas Sumatera Utara: Fakultas Kedokteran; 2011.
5. Kementrian Kesehatan RI. Situasi Umum Konsumsi Tembakau di
Indonesia. Pus Data dan Inf Kementrian Kesehat RI. 2018;(ISSN 2442-
7659):06–7
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar
RISKESDAS . Jakarta; 2008
7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi
Pneumonia Balita. Pusat Data & Surveilans Epidemiologi. Volume
3.September 2010 ;ISSN 2087-1546. Available from:
http://pppl.depkes.go.id/dwonload/buletin-pneumonia.pdf. Accessed on
27th August 2020.
8. Pradono, Julianty, dan Ch M. Kristanti. Perokok Pasif Bencana yang
Terlupakan. Buletin Penelitian Kesehatan. 2003; 31(4);211-222
9. Bagaitkar J, Demuth DR, Scott DA. Tobacco use increases susceptibility
to bacterial infection. Tob Induc Dis. 2008;4(1):12.
10. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid II. VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014:1610-1621
11. IDAI. Pedoman Pelayanan Medis: Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009.
250–255

44
12. UNICEF/WHO. Pneumonia: the forgotten killer of children. 2006. ISBN:
9789280640489
13. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengendalian
Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Direktorat Jenderal Pengendalian dan
Penyakit Penyehatan Lingkungan. Jakarta;2011 Available from:
http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/FINAL-DESIGN-PEDOMAN-
PENGENDALIAN-ISPA.pdf Accessed on 27th August 2020.
14. Hidayat, Aziz Alimul. Pengantar Ilmu Keprawatan Anak. Edisi 1.jakarta;
Salemba medika; 2008
15. Direktorat Jendral P2PL, Rencana kerja jangka menengah nasional
penanggulangan pneumonia balita tahun 2005-2009. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta;2009
16. Rudan I, Boschi-Pinto C, Biloglav Z, Mulholland K, Campbell H.
Epidemiology and etiology of childhood pneumonia. Bull World Health
Organ. 2008;86(5):408–16
17. Depkes. Laporan Nasional Riskesdas 2007. Badan Penelit dan Pengemb
Kesehat Dep Kesehatan, Republik Indones Desember. 2008;1–384.
Available from: http://kesga.kemkes.go.id/images/pedoman/Riskesdas
2007 Nasional.pdf. Accessed on 20th November 2020.
18. P.Z. S, Burhan E, Nawas A, Giriputro S, Isbaniah F, Agustin H, et al.
Pneumonia komuniti. Fac Med Univeritas Indonesia. 2014;6–14
19. Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins Basic Pathology 9 th ed.
Canada: Saunders Elsivier; 2013.
20. Andy Samuel. Bronkopneumonia On Pediatric Patient laporan kasus. J
Agromed Unila. 2014;1(2):185-189.
6th
21. Mohan H. Textbook of Pathology ed. New Delhi: Jaypee-
Highlights Medical Publishers; 2010.
22. Djojodibroto R. Respirologi: Respiratory Medicine. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2007. 136–146
23. Jain V, Vashisht R, Yilmaz G, Bhardwaj A. Pnuemonia Pathology
[Internet]. Available from:

45
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526116/#article-27364.s4
Accessed on 20th November 2020.
24. Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, et al. Infectious Diseases
Society of America/American Thoracic Society consensus guidelines on
the management of community-acquired pneumonia in adults. Clin Infect
Dis 2007;44: Suppl. 2, S27–S72. Available from:
https://www.thoracic.org/statements/resources/mtpi/idsaats-cap.pdf.
Accessed on 20th November 2020.
25. WHO . Global Action plan for Prevention and Control of Pneumonia
(GAPP). Avenue Appia 20, 2009: 1211 Geneva. Switzerland
26. Kartasasmita, C.B. Pneumonia Pembunuh Balita, Ka divisi respirologi
Departemen Kesehatan Anak. Universitas padjajaran bandung/Rs. Hasan
sadikin, Bandung. 2010
27. Indria Cahya. Skripsi: Kondisi Lingkungan Fisik Rumah terhadap
Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Balita. Unversitas
Indonesia: Fakultas Kedokteran. Depok; 2011
28. Yuwono. Faktor-Faktor Lingkungan Fisik Rumah yang Berhubungan
dengan Kejadian Pneumonia pada Anak Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Kawunganten Kabupaten Cilacap. Program Studi Magister
Kesehatan Lingkungan Pasca Sarjana Universitas Diponegoro .2008.
Available from: eprints.undip.ac.id/18058/1/Tulus_Aji_Yuwono.
Accessed on 15th December 2020.
29. Hartati, S. Skripsi: Analisis Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Pneumonia Pada Anak Balita Di RSUD Pasar Rebo Jakarta.
Universitas Indonesia: Fakultas Kedokteran. Depok. 2011
30. Sugihartono, & Nurjazuli. Analisis Faktor Risiko Kejadian Pneumonia
Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Sidorejo Kota Pagar Alam.
Kesehatan Lingkungan Indonesia.2012;11(1):82–86
31. Hartati, S., Nurhaeni, N., & Gayatri, D. Faktor risiko terjadinya
pneumonia pada anak balita. Jurnal Keperawatan Indonesia.
2012;15(1):13–20

46
32. UNICEF. Pneumonia | Health | UNICEF. The United Nations Children’s
Fund [internet]. 2016; Available from https://doi.org/ISBN-13:978-92-
806-4048-9. Accessed on 20th December 2020.
33. Jadavji T, Law B, Lebel MH, Kennedy WA, Gold R, Wang EE. A
practical guide for the diagnosis and treatment of pediatric pneumonia.
CMAJ. 1997 ;156(5):S703-11
34. Matera MG, Rogliani P, Ora J, Cazzola M. Current pharmacotherapeutic
options for pediatric lower respiratory tract infections with a focus on
antimicrobial agents. Expert Opin Pharmacother. 2018.(18):2043- 53
35. UNICEF. Pneumonia claims the lives of the world’s most vulnerable
children. 2017; Available From
https://doi.org/10.1371/journal.pmed.1001421. Accessed on 22th
December 2020
36. Gondodiputro, S. Bahaya Tembakau Dan Bentuk-Bentuk Sediaan
Tembakau. Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Pandjajaran:
Fakultas Kedokteran. Bandung; 2015
37. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. PPOK (penyakit paru obstruktif
kronik) diagnosis dan penatalaksanaan. Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia. Jakarta;2011;8-10
38. Kimia K, Tirtosastro S, Murdiyati AS. Kandungan Kimia Tembakau dan
Rokok. Kandung Kim Tembakau dan Rokok. 2017;2(1):33–44.
39. Arcavi L, Benowitz NL. Cigarette smoking and infection. Arch Intern
Med. 2004;164(20):2206–16.
40. Dahlan S. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel, Edisi 3. Jakarta:
Salemba Medika; 2010.
41. Nurnajiah M, Rusdi, Desmawati. Hubungan Status Gizi dengan Derajat
Pneumonia pada Balita di RS. Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas. 2016; 5(1) p. 250-255
42. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman program
pemberantasan penyakit infeksi saluran pernapasan Akut (ISPA) untuk
penanggulangan pneumonia pada balita. Jakarta; 2004.

47
43. Nurjannah, Sovira N, Anwar S. Profil Pneumonia pada Anak di RSUD Dr.
Zainoel Abidin, Studi Retrospektif. Sari Pediatri. 2012;13(5):324-328.
44. Rasyid Z. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia
Anak Balita di RSUD Bangkinang Kabupaten Kampar. Jurnal Kesehatan
Komunitas. 2013;2(3):136-140.
45. Efni Y, Machmud R, Pertiwi D. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan
Kejadian Pneumonia pada Balita di Kelurahan Air Tawar Barat Padang.
Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(2): 365-370.
46. Sunyataningkamto, Iskandar, Z., Alan, R.T., Budiman, I., Surjono, A.,
Wibowo, T., Lestari, E.D., & Wastoro, D. The role of indoor air pollution
and other factors in the incidence of pneumonia in under-five children.
Paediatrica Indonesiana. 2004; 44 (1-2), 25 - 29.
47. Kusumawati, D., Suhartono & D, N. A. Y. Hubungan Kondisi Lingkungan
Fisik Rumah dan Perilaku Anggota Keluarga dengan Kejadian Pneumonia
pada Balita (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Magelang Selatan
Kota Magelang). Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-journal);2015. 3(3), pp.
675- 687.
48. Hartati, S., Nurhaeni, N. & Gayatri, D. Faktor Risiko Terjadinya
Pneumonia Pada Anak Balita. Jurnal Keperawatan Indonesia;2012. 15(1),
pp. 13-20.
49. Ahn, A. et al. Secondhand Smoke Exposure and Illness Severity Among
Children Hospitalized with Pneumonia. J Pediatri; 2015. pp. 869-874.
50. Wijaya I, Bahar H. Skripsi: Hubungan Kebiasaan Meroko, Imunisasi
Dengan Kejadian Penyakit Pneumonia Pada Balita Di Puskesmas
Pabuaran Tumpeng Kota Tangerang. Forum Ilm [Internet]. 11(3).
Available From:
Https://Ejurnal.Esaunggul.Ac.Id/Index.Php/Formil/Article/View/1086/999
. Accessed on 22th December 2020.
51. Sulistyowati, R. Tesis: Hubungan antara Rumah Tangga Sehat dengan
Kejadian Penyakit Pneumonia pada Balita Kabupaten Trenggalek.
Universitas Sebelas Maret: Program Studi Magister Kedokteran Keluarga;
2010

48
52. Mahalastri NND. Hubungan antara pencemaran udara dalam ruang dengan
kejadian pneumonia balita. J Berk Epidemiol [Internet]. 2014;2(3):392–
403. Available from: https://e-
journal.unair.ac.id/JBE/article/download/1305/1064. Accessed on 27th
December 2020.
53. Umami, R, M. Perancangan dan Pembuatan Alat Pengendali Asap Rokok
Berbasis Mikrokontroler; 2010. ejournal, Dalam
http://ejournal.uinmalang.ac.id/index.php/NEUTRINO/article/view/1636/2
909. Accessed on 27th December 2020.
54. Layuk, R., Nasry N. dan Wahiduddin. Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian ISPA pada Balita di Lembang Batu Sura; 2013. Jurnal,
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4279/RIBKA%2
0RERUNG%20LAYUK%20%28K11109326%29.pdf?sequence=1.
Accessed on 27th December 2020.

49
LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Kaji Etik

50
Lampiran 2
Surat perizinan dari RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

51
Lampiran 3
Bukti SPSS

Paparan Asap Rokok * Diagnosis Crosstabulation

Diagnosis

Bukan
Pneumonia Pneumonia Total

Paparan Asap Rokok Terpapar Asap Rokok Count 20 1 21

% within Diagnosis 44.4% 4.2% 30.4%

Tidak terpapar asap rokok Count 25 23 48

% within Diagnosis 55.6% 95.8% 69.6%

Total Count 45 24 69

% within Diagnosis 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)

a
Pearson Chi-Square 11.993 1 .001

b
Continuity Correction 10.166 1 .001

Likelihood Ratio 14.661 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 11.820 1 .001

N of Valid Cases 69

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.30.
b. Computed only for a 2x2 table

52
Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Paparan Asap Rokok 18.400 2.283 148.269


(Terpapar Asap Rokok / Tidak terpapar
asap rokok)

For cohort Diagnosis = Pneumonia 1.829 1.371 2.438

For cohort Diagnosis = Bukan Pneumonia .099 .014 .688

N of Valid Cases 69

53
Lampiran 4
(Riwayat Penulis)

A. Data Pribadi

Nama : Luthfiyuni Eka Sasti


Jenis kelamin : Perempuan
Tempat dan tanggal lahir : Medan, 25 Mei 2000
Agama : Islam
Alamat asal : Perumahan Depag SU Blok I No. 36 Dsn.
XI Desa Mulio Rejo, Kab. Deli Serdang,
Kec. Sunggal, Kota Medan.
Nomor telepon : 087806871537
Email : Luthfi.sasti@gmail.com

B. Riwayat Pendidikan Formal

 2003-2005 : TK Bustanul Athfal


 2005-2011 : MIN Binjai
 2011-2014 : SMP Swasta Galih Agung
 2014-2017 : SMA Swasta Galih Agung
 2017-Sekarang : Program studi Kedokteran, Fakultas
Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

C. Pengalaman Organisasi

 2011-2014 : Anggota OSIS SMP Darul Arafah Raya


 2014-2017 : - Ketua Departemen Kesehatan Organisasi SMA
Swasta Galih Agung / OPDYGA
 2018-2019 : - Bendahara organisasi SCORA
CIMSA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- FNMD Team Organisasi CIMSA
Nasional
- Anggota Ikatan Alumni Pesantren
Darul Arafah Raya (IKAPDA).

54

Anda mungkin juga menyukai