Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Oleh:
Aris Zulmaeta
NIM 11181330000053
Jakarta, 30/08/2022
Aris Zulmaeta
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)
Oleh
Aris Zulmaeta
NIM: 11181330000053
Pembimbing I Pembimbing II
dr. Dwi Tyastuti, S.Ked,. MPH, PhD dr. Dede Moeswir, Sp.PD-KKV, FINASIM, FAPSC,
NIP. 197207172005012003 FSCAI
NIP.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1443 H / 2021 M
4
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan penelitian ini berjudul FAKTOR RAWAT INAP JEMAAH HAJI RIAU
DENGAN HIPERTENSI SELAMA MASA DI ARAB SAUDI PERIODE 1439
H/2018 M yang diajukan oleh Aris Zulmaeta (NIM 1118133000053), telah di ujikan
dalam sidang skripsi di Fakultas Kedokteran pada tanggal 27 Agustus 2022. Laporan
penelitian ini telah di terima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Kedokteran.
Pembimbing I Pembimbing II
dr. Dwi Tyastuti, S.Ked,. MPH, PhD dr. Dede Moeswir, Sp.PD-KKV,
NIP. 197207172005012003 FINASIM, FAPSC, FSCAI
NIP.
Penguji I Penguji II
Dr. dr. Mukhtar Ikhsan., Sp. P., MARS dr. Sayid Ridho, Sp. PD
NIP. 195404061981111001 NIP. 196606291998031001
PIMPINAN FAKULTAS
Kaprodi Kedokteran
5
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, karunia, serta hidayah-Nya sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “FAKTOR RAWAT INAP JEMAAH HAJI
RIAU DENGAN HIPERTENSI SELAMA MASA DI ARAB SAUDI PERIODE
1439 H/2018 M.” Dalam proses pembuatan skripsi ini tentunya berkat bantuan,
bimbingan, arahan, serta semangat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tidak terhingga
kepada:
6
7. Staff dosen Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu pengetahuan dan wawasan tentang penelitian.
8. Dr. dr. Raendi Rayendra, SpKK, M.Kes, FINSDV sebagai dosen pembimbing
akademik yang telah membantu jalannya akademik peneliti.
9. Orang tua yang saya cintai dan banggakan, Dr. dr. Zulmaeta, Sp.OG(K) dan
Mulyasni Muis, SH, MKn atas seluruh doa dan kasih sayang sehingga peneliti
dapat menyelesaikan penelitian ini.
10. Saudara kandung serta sepupu saya sayangi, atas dukungan dan kasih sayang
kepada peneliti.
11. Pasangan saya yang selalu membantu dan selalu memberi dukungan serta
menemani disaat pasang surut dari pengerjaan penelitian ini, Tazkia Cahya
Putri sehingga saya dapat meyelesaikan penelitian ini
12. Teman kelompok skripsi yang saya sayangi yang telah memberi segala
dukungan dan perjuangan sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.
13. Teman sejawat FJB yang saya cintai, M. Hafizd Miftahuddin, Zuhal Adam,
Aisya Tazkia Puspo Wigati, M. Farras Nuryasin, Irena Amalia, Izzatunnisa
Istiqomah, Syifa Hanifa Arisda, dan Mutiara Yulva Tanja Putri yang telah
menemani sejak hari pertama dan bersama melewati tangis dan tawa selama
mengemban ilmu di kedokteran.
14. Seluruh teman sejawat Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah angkatan
2018.
Demikian, semoga Allah SWT membalas kebaikan kepada semuanya. Peneliti
berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti maupun pembaca. Terima kasih.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Aris Zulmaeta
7
ABSTRAK
Latar Belakang: Haji adalah rukun Islam kelima yang harus dilakukan oleh orang
Islam yang mampu dengan mengunjungi Kabah pada bulan Haji dan mengerjakan
amalan haji (KBBI). Jumlah Jemaah haji asal Provinsi Riau merupakan Jemaah haji
terdaftar terbanyak ke-3 di Sumatera berdasarkan data Kementerian Agama Republik
Indonesia. Kelompok jemaah yang sehat dengan faktor risiko kesehatan ini disebut
sebagai jemaah haji risiko tinggi (risti), salah satunya dengan penyakit kronik penyerta
yakni hipertensi. Dalam penelitian sebelumnya didapatkan bahwa prevalensi hipertensi
pada penduduk Riau umur ≥ 18 tahun sebesar 20,9 persen. Oleh karena itu, dengan
melihat tingkat morbiditas pada Jemaah haji dengan hipertensi, diharapkan dapat
menekan risiko pada penelitian selanjutnya.
Tujuan Penelitian: Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan morbiditas
jemaah haji asal Provinsi Riau di Arab Saudi pada tahun 1439 H/2018 M yang memiliki
hipertensi. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif analitik
cross sectional. Sampel penelitian ini adalah jemaah haji asal Provinsi Riau dengan
diagnosis hipertensi pada tahun 1439 H/2018 M. Hasil: Berdasarkan data Jemaah haji
dengan hipertensi asal Provinsi Riau didapatkan bahwa faktor dari rawat inap dan tidak
dirawat inap dengan umur, jenis kelamin dan status risti. Data dianalisis menggunakan
SPSS dengan chi-square dan memberikan hasil bermakna dimana hasil p<0.05 pada
Jemaah haji yang dirawat inap berdasarkan risti tertinggi warna kuning-merah,
sedangkan berdasarkan karakteristik Jemaah haji dengan hipertensi pada usia paling
banyak <60 tahun dan jenis kelamin tertinggi pada perempuan. Kesimpulan: terdapat
hubungan antara kelompok risti dengan tingkat morbiditas pada Jemaah haji yang
mengalami hipertensi asal Provinsi Riau tahun 1439 H/2018 M/2018 M.
Kata Kunci: Hipertensi. Rawat Inap. Haji
8
ABSTRACT
Aris Zulmaeta. Medical Studies Program. Inpatient Factors of the Riau Hajj with
Hypertension During the Period in Saudi Arabia Period 1439 H/2018 M.
Background: Hajj is the fifth pillar of Islam that must be carried out by capable
Muslims by visiting the Kabah in the month of Hajj and doing the Hajj (KBBI). The
number of pilgrims from Riau Province is the 3rd largest registered pilgrim in Sumatra
based on data from the Ministry of Religion of the Republic of Indonesia. This group
of healthy pilgrims with health risk factors is referred to as high-risk (risti) pilgrims,
one of which is with accompanying chronic diseases, namely hypertension. In a
previous study, it was found that the prevalence of hypertension in Riau residents aged
18 years was 20.9 percent. Therefore, by looking at the level of morbidity in Hajj
pilgrims with hypertension, it is expected to reduce the risk in future studies.
Research Objectives: To determine the factors associated with the morbidity of
pilgrims from Riau Province in Saudi Arabia in 1439 H/2018 M who had hypertension.
Research Methods: This research is a cross sectional quantitative analytic study. The
sample of this study was pilgrims from Riau Province with a diagnosis of hypertension
in 1439 H/2018 M. Results: Based on data on Hajj pilgrims with hypertension from
Riau Province, it was found that the factors of hospitalization and not hospitalization
were age, gender, and risk status. The data were analyzed using SPSS with chi-square
and gave significant results where the results were p<0.05 for inpatient Hajj pilgrims
based on the highest risk of yellow-red color, while based on the characteristics of
pilgrims with hypertension at most <60 years of age and the highest gender in woman.
Conclusion: there is a relationship between the risk group and the level of morbidity in
Hajj pilgrims who experience hypertension from Riau Province in 1439 H/2018 AD.
9
DAFTAR ISI
10
BAB 5 .................................................................................................................................. 73
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 80
11
BAB 1
PENDAHULUAN
13
1.4.2 Tujuan Khusus
• Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi morbiditas Jemaah haji
yang memiliki hipertensi asal Provinsi Riau tahun 1439 H/2018 M saat di
Arab Saudi pada Jemaah yang menjalani rawat inap
• Mengetahui hubungan antara umur dengan morbiditas Jemaah haji yang
memiliki hipertensi asal Provinsi Riau tahun 1439 H/2018 M saat di Arab
Saudi pada Jemaah yang menjalani rawat inap
• Mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan morbiditas Jemaah haji
yang memiliki hipertensi asal Provinsi Riau tahun 1439 H/2018 M di Arab
Saudi pada Jemaah yang menjalani rawat inap.
• Mengetahui hubungan perbedaan tingkat resiko kesehatan dengan
morbiditas Jemaah haji yang memiliki hipertensi asal Provinsi Riau tahun
1439 H/2018 M saat di Arab Saudi yang menjalani rawat inap.
14
2. Memberikan motivasi kepada masyarakat untuk senantiasa mengontrol
penyakit hipertensi yang dimiliki sebelum, selama, dan sesudah
melaksanakan ibadah haji.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
17
2. Wukuf
Definisi wukuf yang dikutip dari KBBI ialah kegiatan ibadah haji
dengan berdiam di Arafah pada waktu Ketika mulai tergelincir matahari
sampai dengan terbenamnya matahari tepatnya di tanggal 9 Dzulhijjah.1
3. Tawaf
Setelah seorang Jemaah haji melakukan wukuf, dilanjutkan kegiatan
dengan melakukan tawaf yaitu dengan mengelilingi Kabah sebanyak
tujuh kali putaran.
4. Sa’i
Jemaah haji melukakukan kegiatan berlari-lari kecil pulang pergi
dari bukit Shafa ke bukit Marwah sebanyak tujuh kali.
5. Tahallul
Setelah melaksanakan Sa’I Jemaah haji akan bercukur atau
memotong beberapa helai rambut yang merupakan pertandan Jemaah
haji sudah terbebas dari larangan dalam ibadah haji
6. Tertib
Jemaah haji harus mengerjakan rukun rukun haji dengan urut
dimulai dari ihram hingga tahallul
Wajib haji yang harus dilaksanakan Jemaah haji sendiri ada lima
yaitu sebagai berikut:
• Berihram di miqat
Muslim yang akan melaksanakan ibadah haji harus memulai niat
dari titik awal dan sudah memakai pakaian ihram. Yalamlam
merupakan tempat berihram bagi Jemaah haji asal Indonesia yang
langsung menuju kota Makkah dan untuk Jemaah haji Indonesia yang
ke Madinah terlebih dahulu akan berihram di Bir Ali.
• Mabit di Muzdalifah
Jemaah haji akan bermalam di Muzdalifah pada malam tanggal 9
Dzulhijjah. Kegiatan ini dilaksanakan setelah melakukan Wukuf di
Arafah.
18
• Mabit di Mina
Ialah bermalam yang dilakukan di Mina selama 3-4 hari pada
tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Mabit di Mina dapat dilakukan
semalam penuh yang dimulai dari sore hari hingga terbitnya fajar, yang
mana bermalam paling sedikit dilakukan selama 2/3 malam.
• Melontar jumrah
Kegiatan melontar jumrah dilakukan pada tanggal 10, 11, 12, dan
13 Dzulhijjah, dimana pada tanggal 10 dilakukan jumrah aqabah dengan
tujuh butir kerikil. Dan pada hari lainnya yang diketahui sebagai hari
Tasyrik, Jemaah haji melempar sebanyak tiga butir kerikil. Tempat
melempar melempar jumrah yaitu tempat yang diyakini sebagai saat
setan menggoda agar Nabi Ibrahim A.S. yang hendak menyembelih
putranya yakni Nabi Ismail A.S. atas perintah Allah SWT.
• Thawaf wada’
Ialah penghormatan terkahir kepada Baitullah yang juga merupakan
tugas terakhir dalam pelaksanaan ibadah haji dan ibadah umrah di Tanah
Suci.
19
1.1.1.3 Rangkaian Pelaksanaan Ibadah Haji
Dalam pelaksanaan nya ibadah haji dapat dibedakan menjadi tiga
macam dan Jemaah haji dapat melaksanakan dengan salah satu cara
tersebut. Ketiga cara ini adalah sebagai berikut:
1. Haji Tamattu
Pada cara ini Jemaah haji akan melaksanakan Umrah terlebih
dahulu setelah itu baru melaksanakan haji. Setibanya di Makkah
Jemaah haji akan melaksanakan Thawaf Qudum, diteruskan dengan
Sa’I dan diakhiri dengan Tahallul. Setelah kegiatan tersebut dilakukan
Jemaah haji sudah boleh melepas kan pakaian ihram dan terlepas dari
larangan ihram.
Pada Haji Tamattu Jemaah dapat melaksanakan haji dan umrah
dalam satu kali perjalanan tanpa harus mengulang lagi kegiatan umrah.
Jemaah yang melaksanakan haji dengan cara ini wajib membayar dam.
2. Haji Ifrad
Pada Haji Ifrad, Jemaah akan melaksanakan haji terlebih dahulu
setelah itu baru mengerjakan kegiatan umrah. Pelaksanaan haji dengan
cara ini Jemaah hanya melakukan ihram satu kali dan tidak perlu
membayar dam. Setelah melaksanakan ibadah haji barulah Jemaah
dapat melaksanakan ibadah umrah.
3. Haji Qiran
Pelaksanaan dengan car aini yaitu dengan melaksanakan ibadah
haji dan umrah Bersama-sama. Cara ini mengharuskan Jemaah haji
untuk membayar dam.
20
2.1.2 Karakteristik Jemaah Haji Indonesia
Berdasarkan data siskohatkes jumlah total Jemaah haji Indonesia pada tahun
2017 sebanyak 204.4255 orang. Karakteristik Jemaah haji 2017 adalah sebagai
berikut:
1. Usia
Jumlah Jemaah haji yang terdaftar asal Indonesia berusia dibawah 40
tahun 21.287 (10,5%). Jemaah haji berusia 41 hingga 50 tahun asal
indonesia sebanyak 52.867 orang (6%). Jumlah Jemaah haji dengan usia
51 hinigga 60 tahun menjadi kategori usia dengan jumlah Jemaah
terbanyak yang ditemukan dari seluruh Jemaah haji asal Indonesia yaitu
sebanyak 71.111 orang (34,9%). Jemaah haji dengan usia lebih dari 61
tahun merupakan kategori terbanyak kedua setelah 51 hingga 60 tahun
yaitu sebanyak 58.309 orang (28,6%)
2. Jenis Kelamin
Jumlah Jemaah haji Perempuan adalah yang paling banyak, yaitu
sebanyak 113.245 orang (55,5%). Dan Jemaah haji Laki-laki sebanyak
90.780 orang (44,5%)
3. Kategori Risiko
Risiko tinggi dan usia lanjut 21.477 (10,5%), Risiko tinggi dan usia muda
42.409 (20,8%), Tanpa risiko dengan usia lanjut 36.969 (20,8%), Tidak
ada risiko 103.170 (50,6%)
Proporsi kematian Jemaah haji tahun 2017 adalah 0,17% dari total
Jemaah haji yang berangkat untuk menunaikan ibadah haji dan yang
meninggal akibat penyakit kardiovaskular adalah sebanyak 324 (49.2%)
Jemaah. Karakteristik Jemaah yang mengalami mortalitas dengan
hipertensi sebanyak 156 Jemaah dari total 292 Jemaah yang meninggal
akibat kardiovaskular
21
2.1.3 Istitha’ah Jemaah Haji
Salah satu kesiapan Jemaah haji ada Kesehatan fisik dan jasmani. Dalam
Permenkes No. 15 tahun 2016 disebutkan bahwa “Istithaah Kesehatan Jemaah
Haji adalah kemampuan Jemaah Haji dari aspek kesehatan yang meliputi fisik
dan mental yang terukur dengan pemeriksaan yang dapat dipertanggungjawabkan
sehingga Jemaah Haji dapat menjalankan ibadahnya sesuai tuntunan Agama
Islam.[6] Dan pengaturan istitaah Kesehatan Jemaah haji bertujuan untuk
terselengarakannya pemeriksaan Kesehatan dan pembinaan Kesehatan Jemaah
haji agar ibadah dapat dilakukan sesuai ketentuan ajaran agama islam.
Jemaah haji akan melakukan pemeriksaan Kesehatan yang meliputi tiga
tahap yaitu:
I. Tahap pertama
Pemeriksaan Kesehatan yang dilaksanakan oleh Tim Penyelenggara
Kesehatan Haji Kabupaten/Kota di puskesmas dan/atau rumah sakit pada
saat jemaah Haji melakukan pendaftaran untuk mendapatkan nomor porsi.
Pemeriksaan tahap pertama akan menjadi dasar pelaksanaan pembinaan
Kesehatan pada Jemaah haji. Oleh sebab itu, pemeriksaan Kesehatan tahap
pertama harus dilakukan secara sesegera mungkin setelah mendapat nomor
porsi atau paling lambat dua tahun dari perkiraan keberangkatan.
Pemeriksaan tahap pertama dimaksudkan agar tim penyelenggara haji
kabupaten/kota megetahui factor risiko dan parameter factor risiko
Kesehatan Jemaah haji agar dapat dicegah dan dikendalikan.
Pemeriksaan tahap pertama meliputi:
1. Anamnesa
a. Identitas Jemaah haji
Nama (bin/binti), tempat dan tanggal lahir, umur, jenis kelamin,
alamat dan nomor telepon, pekerjaan, pendidikan terakhir, status
perkawinan, tanggal pemeriksaan.
22
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang, meliputi penyakit kronis yang
diderita, penyakit menular, atau penyakit yang berhubungan
dengan disabilitas tertentu.
2) Riwayat penyakit dahulu, yaitu penyakit yang pernah diderita
(termasuk operasi yang pernah dijalani), ditulis secara
kronologis.
3) Riwayat penyakit keluarga, meliputi jenis penyakit yang
diderita anggota keluarga yang berhubungan secara genetik.
23
2. Pemeriksaan fisik
a. Tanda Vital:
1) Tekanan darah
2) Nadi
3) Pernapasan
4) Suhu tubuh
b. Postur tubuh:
1) Tinggi badan
2) Berat badan serta lingkar perut
c. Pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, auskultasi) dilakukan terhadap
1) Kulit
2) Kepala (termasuk pemeriksaan saraf cranial)
3) Mata
4) Telinga
5) Leher serta pembuluh getah bening
d. Permeriksaan fisik terhadap dada (Thorax) dan perut (abdomen)
meliputi:
1) Pemeriksaan paru
2) Jantung
3) Perut (meliputi semua organ di dalam perut)
e. Pemeriksaan fisik juga dilakukan terhadap:
1) Ekstremitas
2) Rectum dan urogenital
3) Traktus urinarus dan traktus genitalia
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang ditujukan untuk mendeteksi suatu keadaan
atau risiko gangguan kesehatan yang umum terjadi pada jemaah haji,
baik penyakit tidak menular maupun penyakit menular yang dapat
menyebabkan keterbatasan dalam melaksanakan ibadah haji.
24
Jenis pemeriksaan penunjang antara lain pemeriksaan laboratorium
(darah lengkap, golongan darah, rhesus, kimia darah seperti glukosa
darah sewaktu dan kolesterol), pemeriksaan urine lengkap (warna,
kejernihan, bau, sedimen, glukosa urin dan protein urin), rontgen, dan
Elektrokardiografi (EKG) yang seluruhnya dibutuhkan dalam
menegakkan diagnosis yang akurat.
Pemeriksaan penunjang lainnya diperlukan kepada jemaah haji
yang memiliki penyakit tertentu sesuai indikasi medis. Indikasi medis
dimaksud untuk memperluas temuan gangguan kesehatan sedini
mungkin yang potensial terjadi di masyarakat khususnya jemaah haji.
4. Diagnosis
Diagnosis ditetapkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosis utama dicantumkan dalam form
pemeriksaan kesehatan. Atas dasar diagnosis utama tersebut, diperoleh
kelompok risti dan non-risti. Hasil penetapan diagnosis dari
pemeriksaan kesehatan tahap pertama adalah untuk mendapatkan status
Kesehatan sehingga dapat terdeteksi gangguan kesehatan yang harus
segera diobati (early diagnosis and prompt treatment) dan dilakukan
tindakan pengendalian faktor risiko dan pembinaan kesehatan pada
masa tunggu.
25
Status Kesehatan risiko tinggi ditetapkan bagi Jemaah haji dengan
kriteria:
a. Berusia 60 tahun atau lebih
b. Memiliki faktor risiko kesehatan dan gangguan kesehatan yang
potensial menyebabkan keterbatasan dalam melaksanakan ibadah
haji, misalnya:
1) Penyakit degeneratif, diantaranya Alzheimer dan demensia;
2) Penyakit metabolik, diantaranya diabetes melitus, dyslipidemia,
dan hiperkolesterolemia;
3) Penyakit kronis, diantaranya sirosis hepatis, keganasan,
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), chronic kidney
diseases (gagal ginjal kronik), dekompensasi kordis (gagal
jantung), dan hipertensi;
4) Penyakit imunologis, diantaranya asma, Sindrom Lupus
Eritematosus (SLE), dan HIV/AIDS (pertimbangkan
kerahasiannya);
5) Penyakit bawaan, diantaranya kelainan katup jantung, kista
ginjal, diabetes melitus tipe 1; dan
6) Penyakit jiwa, diantaranya skizofrenia dan gangguan bipolar.
c. Memiliki faktor risiko kesehatan yang potensial menyebabkan
ketidakmampuan menjalankan rukun dan wajib haji dan
mengancam keselamatan jemaah haji, antara lain:
1) Penyakit kardiovaskuler
2) Penyakit metabolic
3) Penyakit paru atau saluran nafas
4) Penyaki ginjal
5) Penyakit hipertensi
6) Penyakit keganasan, seperti kanker
26
Jemaah haji dengan status risiko tinggi harus dilakukan
perawatan dan pembinaan kesehatan atau dapat dirujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan lain untuk tatalaksana selanjutnya. Namun
demikian, harus tetap berkoordinasi dengan dokter puskesmas atau
klinik pelaksana pemeriksaan kesehatan tahap pertama.
Faktor risiko kesehatan dan gangguan kesehatan jemaah haji
ditentukan oleh dokter pemeriksa kesehatan berdasarkan hasil
pemeriksaan kesehatan. Faktor risiko yang telah teridentifikasi,
kemudian dilakukan pengendalian faktor risiko secara
berkesinambungan dalam masa pembinaan kesehatan. Selanjutnya
dokter pemeriksa harus berkolaborasi dengan semua program di
Puskesmas untuk melakukan pengendalian faktor risiko jemaah haji,
dalam layanan kesehatan melalui sistem Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN), Oleh sebab itu, harus disampaikan kepada seluruh jemaah haji
untuk mengikuti program jaminan kesehatan dengan membayar iuran
JKN melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) bidang
kesehatan di wilayahnya masing-masing.
27
Seluruh jemaah haji yang telah melakukan pemeriksaan
kesehatan tahap pertama harus diberikan informasi dan edukasi tentang
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 tahun 2016 mengenai tahapan-
tahapan atau upaya yang harus dilalui untuk mencapai istithaah
kesehatan jemaah haji sampai menjelang keberangkatan.
Hasil pemeriksaan kesehatan tahap pertama dan rekomendasi
yang diberikan kemudian dicatat dalam Siskohatkes. Pencatatan hasil
pemeriksaan kesehatan ke dalam Siskohatkes dilakukan oleh pengelola
program kesehatan haji di kabupaten/kota berkoordinasi dengan
program kesehatan haji di provinsi. Setiap kegiatan pemeriksaan dan
pembinaan kesehatan haji dicatat dan diinformasikan secara berjenjang
oleh penyelenggara kesehatan haji untuk bahan evaluasi.
1. Anamnesa
a. Identitas Jemaah haji
Nama (bin/binti), tempat dan tanggal lahir, umur, jenis kelamin, alamat
dan nomor telepon, pekerjaan, pendidikan terakhir, status perkawinan,
tanggal pemeriksaan.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang, meliputi penyakit kronis yang diderita,
penyakit menular, atau penyakit yang berhubungan dengan disabilitas
tertentu.
2) Riwayat penyakit dahulu, yaitu penyakit yang pernah diderita
(Termasuk operasi yang pernah dijalani), ditulis secara kronologis.
28
3) Riwayat penyakit keluarga, meliputi jenis penyakit yang diderita
anggota keluarga yang berhubungan secara genetik.
2. Pemeriksaan fisik
a. Tanda Vital:
1) Tekanan darah
2) Nadi
3) Pernapasan
4) Suhu tubuh
b. Postur tubuh:
1) Tinggi badan
2) Berat badan serta lingkar perut
c. Pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, auskultasi) dilakukan terhadap
1) Kulit
2) Kepala (termasuk pemeriksaan saraf cranial)
3) Mata
4) Telinga
5) Leher serta pembuluh getah bening
d. Permeriksaan fisik terhadap dada (Thorax) dan perut (abdomen)
meliputi:
1) Pemeriksaan paru
2) Jantung
3) Perut (meliputi semua organ di dalam perut)
e. Pemeriksaan fisik juga dilakukan terhadap:
1) Ekstremitas
2) Rectum dan urogenital
3) Traktus urinarus dan traktus genitalia
29
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorim (darah lengkap,
golongan darah, rhesus, kimia darah seperti gula darah puasa dan gula darah
2 jam post perandial dan profil lemak), pemeriksaan urine lengkap (warna,
kejernihan, bau, sedimen, glukosa urin dan protein urin), tes kehamilan,
rontgen dan EKG dibutuhkan dalam menegakkan diagnosis yang akurat.
Pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan kesehatan jiwa
sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan formulir yang tersedia.
Pemeriksaan tambahan lainnya seperti CT scan atau MRI dapat diperlukan
kepada jemaah haji yang memiliki penyakit tertentu sesuai indikasi medis.
Pemeriksaan lainnya yang diperlukan adalah pengukuran kebugaran dengan
menggunakan metode Rockpot atau six-minute walking test.
Hasil dan Rekomendasi Dokter Spesialis. Rujukan kepada dokter
spesialis atau fasilitas kesehatan lain diindikasikan bagi jemaah haji yang
memerlukan pemeriksaan lanjutan atau tindakan medis lanjutan untuk
penyembuhan dan pengobatan tahap selanjutnya. Hasil pemeriksaan dokter
spesialis sebagai dasar pertimbangan untuk pembinaan kesehatan dan terapi
selanjutnya. Hasil rekomendasi dokter spesialis dimasukkan sebagai data
bersama sebagai hasil pemeriksaan kesehatan.
4. Penetapan diagnosis
Diagnosis ditetapkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan diagnosis tersebut ditetapkan
kriteria istithaah kesehatan jemaah haji yang bersangkutan.
30
menggunakan nomenklatur "Memenuhi Syarat" atau "Tidak Memenuhi
Syarat" istithaah kesehatan.
Penggunaan kata "Memenuhi Syarat atau Tidak Memenuhi Syarat"
akan membuat adanya hubungan antara upaya program kesehatan haji
menuju istithaah kesehatan dengan Fiqih Islam tentang posisi istithaah
sebagai syarat wajib menunaikan ibadah haji. Oleh sebab itu, nomenklatur
penetapan istithaah sebagai hasil akhir pemeriksaan kesehatan tahap kedua
meliputi:
a. Memenuhi syarat istithaah kesehatan jemaah haji;
b. Memenuhi syarat istithaah kesehatan jemaah haji dengan pendampingan;
c. Tidak memenuhi syarat istithaah kesehatan jemaah haji sementara;
d. Tidak memenuhi syarat istithaah kesehatan jemaah haji.
6. Rekomendasi/saran/tindak lanjut.
Terhadap seluruh jemaah haji yang telah dilakukan pemeriksaan
kesehatan tahap kedua, diberikan rekomendasi/saran atau tindaklanjut untuk
dilakukan pembinaan kesehatan pada masa keberangkatan. Pembinaan
kesehatan pada masa keberangkatan akan memantapkan kondisi kesehatan
jemaah haji menjelang keberangkatan.
Seluruh jemaah haji yang telah melakukan pemeriksaan kesehatan tahap
kedua (kecuali yang tidak memenuhi syarat), wajib mengikuti pembinaan
kesehatan di masa keberangkatan. Rekomendasi agar dilakukan proses
pembinaan kesehatan di masa keberangkatan (setelah pemeriksaan
kesehatan tahap kedua) harus mempertimbangkan diagnosis yang telah
ditetapkan. Hasil pemeriksaan kesehatan tahap kedua digunakan sebagai
dasar perawatan dan pembinaan kesehatan pada masa keberangkatan agar
status kesehatan jemaah haji tetap Istithaah atau mengalami peningkatan.
Khusus kepada jemaah haji yang tidak memenuhi syarat istithaah
kesehatan, maka tidak akan dilakukan program pembinaan jemaah haji di
masa keberangkatan, mengingat status atau kondisi kesehatannya yang
31
sangat memiliki keterbatasan dan sangat sulit mengalami perubahan yang
signifikan. Pada jemaah haji yang tidak memenuhi syarat istithaah kesehatan
masih dapat melaksanakan konsultasi medis terkait penyakit yang ada.
1. Anamnesa
a. Identitas Jemaah haji
Nama (bin/binti), tempat dan tanggal lahir, umur, jenis kelamin, alamat
dan nomor telepon, pekerjaan, pendidikan terakhir, status perkawinan,
tanggal pemeriksaan.
32
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang, meliputi penyakit kronis yang diderita,
penyakit menular, atau penyakit yang berhubungan dengan disabilitas
tertentu.
2) Riwayat penyakit dahulu, yaitu penyakit yang pernah diderita (termasuk
operasi yang pernah dijalani), ditulis secara kronologis.
3) Riwayat penyakit keluarga, meliputi jenis penyakit yang diderita
anggota keluarga yang berhubungan secara genetik.
2. Pemeriksaan fisik
a. Tanda Vital:
1) Tekanan darah
2) Nadi
3) Pernapasan
4) Suhu tubuh
b. Postur tubuh:
1) Tinggi badan
2) Berat badan serta lingkar perut
c. Pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, auskultasi) dilakukan terhadap
1) Kulit
2) Kepala (termasuk pemeriksaan saraf cranial)
3) Mata
4) Telinga
6) Leher serta pembuluh getah bening
d. Permeriksaan fisik terhadap dada (Thorax) dan perut (abdomen) meliputi:
1) Pemeriksaan paru
2) Jantung
3) Perut (meliputi semua organ di dalam perut)
e. Pemeriksaan fisik juga dilakukan terhadap:
1) Ekstremitas
33
2) Rectum dan urogenital
3) Traktus urinarus dan traktus genitalia
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium (darah rutin,
golongan darah, rhesus, kimia darah seperti glukosa darah sewaktu, kolesterol,
dan trigliserida), pemeriksaan urine lengkap (warna, kejernihan, bau, sedimen,
glukosa urin, protein urin dan tes kehamilan bagi Wanita Usia Subur/WUS).
Pemeriksaan rontgen dan EKG dibutuhkan dalam menegakkan diagnosis yang
akurat. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan kesehatan jiwa
sederhana dapat dilakukan. Pemeriksaan tambahan lainnya diperlukan kepada
jemaah haji yang memiliki penyakit tertentu sesuai indikasi medis.
4. Penetapan Diagnosis
Diagnosis ditetapkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosis utama dicantumkan pada formulir.
Kemudian atas dasar diagnosis utama tersebut, ditentukan jemaah haji
memenuhi syarat laik atau tidak laik terbang.
34
6. Rekomendasi/saran/tindak lanjut
Terhadap seluruh jemaah haji yang telah dilakukan pemeriksaan
kesehatan tahap ketiga dengan penetapan Tidak Laik Terbang, maka diberikan
rekomendasi/saran atau tindaklanjut untuk dilakukan tindakan selanjutnya
kepada Ketua PPIH Embarkasi. Surat rekomendasi tidak laik terbang
ditandatangani oleh Ketua PPIH Embarkasi bidang Kesehatan merujuk
kepada pada hasil pemeriksaan kesehatan tahap ketiga sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2016.
Pemberitahuan rekomendasi harus disampaikan secara jelas kepada
jemaah haji sehingga jemaah haji dapat berperan aktif melaksanakan
rekomendasi yang dimaksud. Beberapa kondisi yang harus disampaikan
kepada jemaah haji yang tidak laik terbang dan/atau tidak memenuhi syarat
istithaah kesehatan (yang diketahui saat di embarkasi) antara lain bahaya
penyakit yang diderita oleh jemaah haji dalam penerbangan dan potensi
lainnya. Seperti potensi terjadinya penularan penyakit yang dibawa oleh
jemaah haji tersebut. Disampaikan pula kondisi kesehatannya dikaitkan
dengan penerbangan yang cukup memakan waktu lama ke Arab Saudi sebagai
tanggung jawab pemerintah dalam memberikan perlindungan Kesehatan
jemaah haji.
Jemaah haji yang telah laik untuk terbang, akan mengalami masa
penerbangan sekitar 10 jam dan masih menempuh perjalanan darat menuju
Makkah atau Madinah. Oleh sebab itu tindakan akupresur bagi jemaah haji
sangat diperlukan dalam rangka menjaga kesehatan dan kebugaran selama
dalam perjalanan.
35
2.2 Hipertensi
2.2.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi atau darah tinggi adalah suatu peningkatan tekanan darah di
dalam arteri. Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapatkan dua angka yaitu
saat jantung berkontraksi (sistolik) dan saat jantung relaksasi (diastolik). Dikatan
tekanan darah tinggi adalah saat sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih tetapi
diastolik kurang dari 90 mmHg dan diastolik masih dalam kisaran normal.11
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan
darah secara abnormal dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan
tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor risiko yang tidak
berjalan sebagai mana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah normal.12
Tekanan darah dalam seseorag bervariasi. Pada bayi dan anak-anak secara
normal memiliki tekanan darah yang lebih rendah daripada dewasa. Tekanan
darah juga dipengaruhi oleh waktu, paling tinggi saat pagi hari dan paling rendah
saat malam hari.
36
ginjal dan peningkatan resistensi vaskular berkontribusi terhadap hipertensi
esensial.13 14
• Berkurangnya ekskresi natrium ginjal dengan adanya tekanan arteri normal
mungkin merupakan ciri patogenik utama, Penurunan ekskresi natrium
menyebabkan peningkatan volume cairan dan peningkatan curah jantung,
sehingga meningkatkan tekanan darah. Pada tekanan darah baru yang lebih
tinggi, ginjal mengeluarkan natrium tambahan. Dengan demikian, keadaan
stabil baru ekskresi natrium tercapai, tetapi dengan mengorbankan tekanan
darah tinggi.
• Peningkatan resistensi vaskular mungkin berasal dari vasokonstriksi atau
perubahan struktural pada dinding pembuluh darah. Ini belum tentu merupakan
faktor independen, karena vasokonstriksi kronis dapat menyebabkan penebalan
permanen pada dinding pembuluh darah yang terkena.
• Faktor genetik memainkan peran penting dalam menentukan tekanan darah.
Hipertensi telah dikaitkan dengan polimorfisme angiotensinogen spesifik dan
varian reseptor angiotensin II; polimorfisme sistem renin-angiotensin juga
dapat berkontribusi pada perbedaan ras yang diketahui dalam regulasi tekanan
darah. Gen kerentanan untuk hipertensi esensial pada populasi yang lebih besar
saat ini tidak diketahui tetapi mungkin termasuk gen yang mengatur
penanganan natrium ginjal, presor, dan pertumbuhan sel otot polos.
• Faktor lingkungan, seperti stres, obesitas, merokok, kurangnya aktivitas fisik,
dan tingginya tingkat konsumsi garam, mengubah dampak determinan genetik.
Bukti yang menghubungkan asupan natrium makanan dengan prevalensi
hipertensi pada kelompok populasi yang berbeda sangat kuat.
37
Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik dimana tekanan darah
akan lebih tinggi saat melakukan aktivitas fisik daripada saat beristirahat.
Berikut klasifikasi tekanan darah pada dewasa11:
• Normal Dibawah : 130 mmHg dibawah 85 mmHg
• Normal tinggi : 130-139 mmHg 85-89 mmHg (Stadium 1)
• Hipertensi ringan : 140-159 mmHg 90-99 mmHg (Stadium 2)
• Hipertensi sedang : 160-179 mmHg 100-109 mmHg (Stadium 3)
• Hipertensi berat : 180-209 mmHg 110-119 mmHg (Stadium 4)
• Hipertensi maligna : 210 mmHg atau lebih 120 mmHg atau lebih
2.2.3 Patofisiologi HT
Kebanyakan kasus hipertensi primer sebanyak 95% adalah idiopatik,
beberapa contoh kejadian yang mengawali diantaranya seperti kejadian infark
miokard, stroke, atau komplikasi lain.15 Sedangkan sebagian besar kasus yang
terjadi pada hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit ginjal primer,
penyempitan arteri ginjal (hipertensi renovaskular), atau kelainan adrenal.
Beberapa kelainan lain yang dapat menyebabkan hipertensi seperti :
• Defek gen pada enzim yang terlibat dalam metabolisme aldosteron (aldosteron
sintase, 11β-hidroksilase, 17α-hidroksilase) yang menyebabkan peningkatan
sekresi aldosteron, peningkatan resorpsi garam dan air, dan ekspansi volume
plasma
• Mutasi pada protein yang mempengaruhi resorpsi natrium (seperti pada
sindrom Liddle, yang disebabkan oleh mutasi pada ENaC, yang menyebabkan
peningkatan resorpsi natrium tubulus distal yang diinduksi oleh aldosteron)
Patofisiologi hipertensi melibatkan gangguan natriuresis tekanan ginjal,
sistem umpan balik di mana tekanan darah tinggi menginduksi peningkatan
ekskresi natrium dan air oleh ginjal yang mengarah pada penurunan tekanan
darah. Natriuresis tekanan dapat terjadi akibat gangguan fungsi ginjal, aktivasi
yang tidak tepat dari hormon yang mengatur ekskresi garam dan air oleh ginjal
38
(seperti pada sistem renin-angiotensin-aldosteron), atau aktivasi berlebihan dari
sistem saraf simpatis.
39
2.2.5 RAAS
RAAS memiliki efek luas pada regulasi tekanan darah diantaranya yaitu
memediasi retensi Na+, natriuresis tekanan (mekanisme di mana peningkatan
tekanan perfusi ginjal (gradien antara tekanan darah arteri dan vena ginjal)
menyebabkan penurunan reabsorpsi Na+ dan peningkatan ekskresi Na+),
sensitivitas garam, vasokonstriksi, disfungsi endotel dan cedera vaskular, dan
memainkan peran penting dalam patogenesis hipertensi. Peran paling penting dari
RAAS adalah membantu mengatur homeostasis tekanan-volume di ginjal, RAAS
mempertahankan perfusi dalam keadaan penurunan volume (yaitu, ketika ada
pengurangan volume cairan ekstraseluler sebagai akibat dari kehilangan natrium
dan cairan) dan ditekan dalam kondisi volume yang diperluas (kelebihan cairan).
Renin dan prekursor pro-reninnya disintesis dan disimpan dalam sel
jukstaglomerulus ginjal dan dilepaskan sebagai respons terhadap berbagai
rangsangan. Fungsi utama renin adalah memecah angiotensinogen menjadi
angiotensin I. Angiotensin-converting enzyme (ACE) memecah angiotensin I
menjadi angiotensin II, yang merupakan pusat peran patogenetik RAAS pada
hipertensi. Angiotensin II meningkatkan reabsorpsi Na+ di tubulus proksimal
dengan meningkatkan aktivitas penukar natrium-hidrogen (NHE3), penukar
natrium-bikarbonat dan natrium-kalium ATPase, dan dengan menginduksi
sintesis dan pelepasan aldosteron dari glomerulosa adrenal.16
Angiotensin II juga dikaitkan dengan disfungsi endotel dan memiliki efek
pro-fibrotik dan pro-inflamasi, yang sebagian besar dimediasi oleh peningkatan
stres oksidatif, yang mengakibatkan cedera ginjal, jantung, dan pembuluh darah.
Angiotensin II terkait erat dengan kerusakan organ target pada hipertensi melalui
mekanisme ini.
Angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) bekerja sebagai modulator
penting dalam patofisiologi hipertensi, CVD dan penyakit ginjal, karena
perannya dalam metabolisme angiotensin II menjadi angiotensin-(1-7). Ang-(1-
7) menginduksi vasodilatasi sistemik dan regional, diuresis dan natriuresis, dan
memberikan efek antiproliferatif dan antipertumbuhan pada sel otot polos
40
pembuluh darah, miosit jantung dan fibroblas serta sel tubulus glomerulus dan
proksimal. Ang-(1–7) juga memiliki efek perlindungan kardiorenal yang
dimediasi oleh reseptor Mas proto-onkogen melalui jalur sinyal yang mencakup
mitogen-activated protein kinases (MAPK), PI3K-AKT, NADPH oksidase,
TGF-β1, reseptor EGF, dan aktivitas NF-κ.16
Aldosteron memainkan peran penting dalam hipertensi, yaitu dengan
mengikat reseptor mineralokortikoid, ia menginduksi efek non-genomik (tanpa
secara langsung memodifikasi ekspresi gen) yang mencakup aktivasi saluran
natrium sensitif amilorida, umumnya dikenal sebagai saluran natrium epitel
(ENaC) dan menghasilkan stimulasi reabsorpsi Na+ ginjal di duktus kolektivus
kortikal. Aldosteron juga memiliki banyak efek non-epitel yang berkontribusi
terhadap disfungsi endotel, vasokonstriksi dan hipertensi. Ini termasuk proliferasi
sel otot polos vaskular, deposisi matriks ekstraseluler vaskular, remodeling
vaskular, fibrosis, dan peningkatan stres oksidatif.
41
individu ini umumnya memanifestasikan kelebihan produksi faktor pertumbuhan
transformasi (TGF-β), yang meningkatkan risiko fibrosis, dan stres oksidatif, dan
memiliki oksida nitrat yang tersedia secara hayati terbatas. Konsumsi garam
tinggi kronis dapat menyebabkan disfungsi endotel, bahkan pada individu yang
resisten terhadap garam, dan juga mempengaruhi mikrobiota usus, dengan
perubahan yang dihasilkan yang berkontribusi pada peningkatan sensitivitas
garam dan perkembangan hipertensi.17
42
2.2.8 Endotel
Endotelium vaskular memainkan peran mendasar dalam regulasi basal dan
dinamis sirkulasi, endotelium vaskular memiliki peran penting dalam patogenesis
hipertensi. Sebuah spektrum zat vasoaktif disintesis dalam endotelium; dari ini,
oksida nitrat (NO), prostasiklin (PGI2) dan endotelin (ET)-1 adalah yang paling
penting. Pelepasan NO basal terus menerus yang menentukan tonus pembuluh
darah perifer. Penghambatan sistemik sintesis NO atau pengambilan NO melalui
stres oksidatif menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri. Sistem renin-
angiotensin-aldosteron memiliki peran utama dalam hipertensi karena memiliki
efek vasokonstriktor langsung dan interaksi penting dengan radikal bebas oksigen
dan NO. Prostasiklin tidak berkontribusi pada pemeliharaan tonus vaskular basal
arteri saluran, tetapi efeknya pada trombosit adalah yang paling penting. ET
bertindak sebagai pasangan alami untuk NO yang diturunkan dari endotel dan
memiliki efek peningkatan tekanan darah arteri pada manusia. Terapi anti
hipertensi menurunkan tekanan darah dan dapat mempengaruhi mediator yang
berbeda ini, sehingga mempengaruhi fungsi endotel. 13
43
ketidakseimbangan otonom dengan peningkatan simpatis dan penurunan
aktivitas parasimpatis. Hiperaktivitas sistem saraf simpatis relevan baik untuk
generasi dan pemeliharaan hipertensi. Studi pada manusia juga telah
mengidentifikasi penanda (seperti peningkatan luapan katekolamin dan aktivitas
saraf sural yang dinilai dengan mikroneurografi) dari aktivitas simpatis yang
berlebihan pada individu normotensif dengan riwayat keluarga hipertensi. Di
antara pasien dengan hipertensi, peningkatan keparahan hipertensi dikaitkan
dengan peningkatan tingkat aktivitas simpatik yang diukur dengan
mikroneurografi. Kadar katekolamin plasma, rekaman mikroneurografis, dan
tumpahan katekolamin sistemik (jumlah katekolamin yang dilepaskan dari saraf
simpatis yang mempersarafi pembuluh darah yang memasuki aliran darah)
penelitian telah memberikan bukti peningkatan aktivitas simpatis pada pasien
hipertensi yang mengalami obesitas, pada mereka dengan sindrom metabolik, dan
pada mereka yang hipertensinya diperumit oleh gagal jantung atau penyakit
ginjal.
44
pembuluh darah ke interstitium organ yang terkena, mempromosikan apoptosis
dan meningkatkan sintesis kolagen dan deposisi matriks, yang menyebabkan
kerusakan organ target. Selain itu, obat-obatan yang digunakan untuk mengobati
peradangan, seperti obat anti-inflamasi nonsteroid dan siklosporin, meningkatkan
daripada menurunkan tekanan darah pada individu hipertensi, menambah sifat
kompleks dari hubungan antara peradangan dan hipertensi.
Baik respon imun bawaan maupun adaptif berpartisipasi dalam
pembentukan spesies oksigen reaktif dan perubahan inflamasi pada ginjal,
pembuluh darah dan otak pada hipertensi. Respon imun bawaan, terutama yang
dimediasi oleh makrofag, telah dikaitkan dengan hipertensi yang diinduksi oleh
angiotensin II, aldosteron dan antagonis NO. Pengurangan infiltrasi makrofag
pada ginjal atau ruang peri-adventitial dari aorta dan arteri berukuran sedang
menyebabkan penurunan tekanan darah dan sensitivitas garam. Respon imun
adaptif melalui sel T juga telah dikaitkan dengan asal-usul hipertensi dan
kerusakan organ targetnya.
45
• Pasien dengan hipertensi berat (TD lebih besar dari 180/110 mm Hg) dan pasien
dengan kerusakan organ akhir seperti cedera ginjal akut, manifestasi
neurologis, edema paru, retinopati hipertensi, hipertrofi ventrikel kiri, dll.
• Hipertensi yang berhubungan dengan gangguan elektrolit seperti hipokalemia
atau alkalosis metabolik
• Usia timbulnya hipertensi sebelum pubertas.
• Pemberian non-dipping atau reverse dipping saat memantau tekanan darah
rawat jalan 24 jam. Normalnya, tekanan darah pada malam hari lebih rendah
dari pada tekanan darah pada siang hari.
Natriuresis terganggu
akibat tekaan di ginjal
Hiptertensi
46
2.2.12 Penyebab dan faktor risiko HT
Terdapat tiga jenis hipertensi, primer, sekunder, dan emergensi.
Hipertensi primer disebabkan oleh factor lingkungan, atau genetic. Hipertensi
sekunder disebabkan oleh banyak factor diantaranya penyakir ginjal, vaskuler,
atau endokrin. Hipertensi emergensi sering terjadi pada pasien hipertensi
dengan pengobatan yang tidak adekuat.
47
2.2.15 Pengelolaan HT
Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk menurunkan tekanan darah
hingga <140/90 mm Hg; namun, pada pasien dengan hipertensi dan diabetes
atau penyakit ginjal, target tekanan darah bahkan lebih rendah, ditargetkan pada
130/80 mm Hg.1 Intervensi nonfarmakologis harus dilakukan pada semua
pasien dengan hipertensi. Ketika digunakan lebih awal, modifikasi gaya hidup
dapat mengurangi risiko penyakit lain dan dapat menghindari kebutuhan akan
terapi obat. Mempertahankan gaya hidup sehat, bagaimanapun, tidak cukup
atau sulit untuk dipatuhi, dan kebanyakan pasien akan memerlukan intervensi
farmakologis untuk mengontrol tekanan darah mereka.17
1. Modifikasi Gaya Hidup
Berdasarkan JNC-7 modifikasi gaya hidup pasien pre hipertensi atau
hipertensi. Termasuk penurunan berat badan, pengurangan konsumsi
sodium, peningkatan aktivitas fisik, mengurangin konsumsi alcohol, dan
mengikuti program DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension)
2. Farmakoterapi
Terapi lini pertama yang digunakan untuk pasien hipertensi termasuk
diuretic, Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor, atau angiotensin
receptor blockers (ARBs), beta blocker dan calcium channel blockers
(CCBs). Pada beberapa pasien memrlukan dua atau lebih terapi anti
hipertensi unutk mencapai target tekanan darah yang dituju. Untuk
mengurangi efek samping obat kedua dengan mekanisme kerja
komplementer harus ditambahkan sebelum obat awal digunakan dalam
dosis maksimum yang direkomendasikan.
48
Gambar 2. Algoritma terapi hipertensi
49
2.4 Kerangka Teori
Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
Rangakaian kegiatan
Pelaksanaan Jemaah Haji ibadah haji: perjalanan
Ibadah Haji Tahun asal Provinsi ke Mina, lontar jumrah,
1439 H/2018 M Riau tawaf, sai
Peningkatan
Kompensasi Meningkatk
kebutuhan
jantung an aktivitas
oksigen di
saraf
organ lain
simpatis
Aktivitas
kelenjar
Sekresi adrenal
Pelebaran Peningkatan hormone
endotel tekanan kortisol
pembuluh darah darah meningkat
Penurunan Kejadian
resistensi morbiditas
pembuluh dan
darah perifer mortalitas
hipertensi
50
2.5 Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut
Arab Saudi
Morbiditas Mortalitas
Faktor yang
memperngaruhi
51
2.6 Variabel dan Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel dan definisi operasional variabel pada penelitian ini tertera pada tabel
dibawah ini.
Tabel 2.1 Daftar Variabel dan definisi operasional variabel yang digunakan
pada penelitian ini
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional Penguk
uran
1. Hipertensi Melihat catatan Data sekunder 1. Ya Nominal
dari dari 2. Tidak
SISKOHATKES SISKOHATKES
SHAR’I SHAR’I
2. Status Kondisi Melihat catatan Data sekunder 1. Memenuhi Nominal
istitha’ah Jemaah dari dari istitaah
memenuhi SISKOHATKES SISKOHATKES kesehatan haji
syarat untuk SHAR’I SHAR’I 2. Memenuhi
melaksanaka istitaah
n ibadah haji kesehatan haji
secara fisik, dengan
mental dan pendampingan
perbekalan. 3. Tidak
19
memenuhi
istitaah
kesehatan haji
3. Jenis Jenis Melihat catatan Data sekunder 1. Laki-laki Nominal
kelamin kelamin laki- dari dari 2.Perempuan
laki atau SISKOHATKES SISKOHATKES
perempuan. SHAR’I SHAR’I
(KBBI)
52
4. Usia Lama nya Melihat catatan Data sekunder Rentang usia Nominal
seseorang dari dari 1. <60 tahun
hidup. SISKOHATKES SISKOHATKES 2. ≥ 60 tahun
(KBBI) SHAR’I SHAR’I
5. Status Pengelompo Melihat catatan Data sekunder 1. Putih-Hijau Nominal
risiko kan status dari dari 2. Kuning- Merah
kesehatan risiko tinggi SISKOHATKES SISKOHATKES
jemaah haji. SHAR’I SHAR’I
6. Kejadian Kondisi Melihat catatan Data sekunder Jumlah pasien Nominal
morbiditas Jemaah yang dari dari yang mengalami
dikatakan SISKOHATKES SISKOHATKES kesakitan
sakit baik SHAR’I SHAR’I
secara fisik,
mental, dan
sosial.
53
BAB 3
METODE PENELITIAN
54
a. Data
Data merupakan keseluruhan objek penelitian yang akan menjadi materi dalam
penelitian ini yaitu berupa data sekunder yang sudah tersimpan dan terdiri dari
berbagai jenis data baik dalam bentuk kuantitatif (ordinal, nominal, kontinu)
maupun kualitatif.
• Jenis data kuantitatif pada penelitian ini yaitu usia, jenis kelamin, asal
daerah, gelombang keberangkatan, lokasi di rawat, hari pertama kali sakit,
waktu ketika sakit, dan jumlah sakit selama haji.
• Jenis data kualitatif pada penelitian ini yaitu diagnosis penyakit, tingkat
risiko kesehatan, status istitha’ah.
b. Sumber data
Sumber data merupakan lokasi atau tempat data dapat diperoleh
berdasarkan jenis data yang diperlukan untuk memecahkan masalah.
Sumber data utama yang digunakan adalah data pada Sistem Informasi
Kesehatan Jemaah Haji Indonesia (SISKOHATKES), Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
55
3.4.2 Jumlah Sampel
Sampel merupakan sebagian dari populasi yang terpilih serta
dianggap mampu memberikan data-data yang dibutuhkan.20 Sampel
penelitian ini adalah Jemaah haji asal Provinsi Riau dengan diagnosis
hipertensi yang memenuhi istitha’ah dan layak terbang pada tahun 1439
H/2018 M/ 2018 M.
56
Tabel. Sampel Jemaah Haji Penelitian
NO. Provinsi Tahun Jumlah Jemaah Haji
dengan Hipertensi
1. Riau 1439 H/2018 M 1729
n=
n=
n = 44,57
Keterangan:
n = besar sampel
Zα = derivate baku normal untuk α (1,96)
P = Proporsi kategori variabel yang diteliti (0,134)
Q = 1 – P (0,134)
d = presisi (0,1)
berdasarkan perhitungan tersebut sampel minimal yang
dibutuhkan yaitu - orang sebagai subjek penelitian.
57
3.6.2 Kriteria Eksklusi
1. Jemaah haji asal provinsi Riau tanpa diagnosis hipertensi
2. Jemaah haji tanpa status istithaah
3.7 Metode sampling
Penarikan sampel pada penelitian ini menggunakan tekhnik totally
sampling yaitu seluruh kejadian angka kesakitan Jemaah haji dengan
hipertensi asal Provinsi Riau tahun 1439 H/2018 M.
58
3.10 Manajemen data
3.10.1 Alat Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah checklist
dari formulir yang telah dibuat secara terstruktur. Checklist berisikan
data-data yang diperlukan peneliti dalam menganalisa kejadian
ketahanan hidup dan kekambuhan penyakit Jemaah haji dengan
hipertensi asal Riau selama menjalankan ibadah haji tahun 1439 H/2018
M/2018 M beserta faktor-faktor yang memengaruhinya.
59
Men-download data sekunder Jemaah haji
Indonesia pada masa embarkasi, Arab Saudi,
Debarkasi pada tahun 1439 H/2018 M/2018 M dari
SISKOHATKES
60
3.11 Metode Pengolahan Data dan Analisa Data
3.11.1 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dalam beberapa tahap.
1. Pemeriksaan data (Editing)
Pada tahap ini, data yang telah diperoleh dikoreksi mulai dari proses
pengunduhan data maupun kesesuaian dan kecocokan data yang
diinginkan dari sumber data. Sumber data yang diperoleh
disesuaikan dengan daftar checklist yang telah dibuat.
2. Pemberian kode (Coding)
Pemberian kode dilakukan pada setiap responden supaya
memudahkan dalam proses tabulasi dan analisis data.
a. Responden
(misal. R1 = responden pertama, R2=responden kedua, dst)
b. Variabel dependen
Nama variabel Kode
Sakit 0 = Tidak
1 = Ya
c. Variabel independent
Nama variabel Kode
Umur 1 = >60 tahun
2 = ≤60 tahun
Jenis kelamin 1 = laki-laki
2 = perempuan
Penyakit hipertensi Sesuai ICD-10 yaitu I10
Tingkat risiko kesehatan 1 = Putih - Hijau
2 = Kuning - Merah
61
3. Memasukkan data (Entry data)
Pada tahap ini, data Jemaah haji dengan hipertensi yang variabel-nya
sudah lengkap dan sesuai coding dan tabulating dimasukkan ke dalam
computer dalam bentuk mastersheet.
4. Pembersihan data (Cleasing data)
Data pasien Jemaah haji dengan hipertensi yang sudah dimasukkan ke
dalam computer dilakukan pengecekan kembali supaya tidak ada yang
hilang (missing).
5. Tabulasi data (Tabulating)
Proses pengolahan data yang dilakukan dengan cara memasukkan data
ke dalam tabel. Data yang disajikan akan dalam bentuk kode ditabulasi
berupa table distribusi frekuensi dan table silang sehingga tersusun baik
dan mudah dipahami.
62
3.12 Penyajian Data
Pada penelitian ini teknik penyajian data dalam bentuk narasi, tabel
distribusi frekuensi, tabel silang maupun bagan/grafik.
3.13.2 Anonymity
Anonymity merupakan etika peneliti memberikan jaminan untuk
tidak mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur, tetapi
hanya menuliskan kode atau inisial subjek penelitian pada hasil
penelitian yang akan disajikan. Pada penelitian ini, peneliti hanya
mencantumkan nomor responden dan tidak mencantumkan nama
pada lembar pengumpulan data baik dalam bentuk print out atau
mastersheet data. 22
3.13.3 Confidentially
Confidentially merupakan peneliti menjamin untuk menjaga
kerahasiaan terkait hasil penelitian baik informasi atau masalah
lainnya. 23
63
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Variabel Total
Pasien yang meninggal karena hipertensi 2
Pasien yang di rawat inap karena hipertensi 24
Jemaah dengan hipertensi tanpa sakit atau meninggal 1705
Total pasien yang didiagnosis hipertensi 1729
Tabel 4.1 Statistika Deskriptif Pasien Dengan Hipertensi tahun 1439 H/2018 M
64
4.1.2 Deskripsi Jemaah Haji Penderita Hipertensi yang Dirawat dan Tidak
Dirawat
4.1.2.2 Umur
Pada tabel diatas, didapatkan pada penelitian ini pasien dengan usia lebih
dari 60 tahun dengan jumlah sebanyak 24 orang (0.6%) berada di posisi
terbanyak yang pernah menjalani rawat inap dan yang tidak pernah menjalani
rawat inap terbayak terdapat pada kelompok usia dibawah 60 tahun sebanyak
1093 orang (63.2%).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nea Sri Fitma (2021) dengan
frekuensi pasien rentang usia 56-65 tahun sebanyak 46.1% menjadi pasien
terbanyak. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian oleh Soni Purwanto
(2018) dengan frekuensi rentang usia terbanyak <60 tahun sebanyak 21 orang
(65.6%) menjadi yang kejadian terbanyak. Dan juga penelitian ini sejalan
dengan penelitian Anik Alfiyani (2017) dengan frekuensi pasien dibawah 60
tahun sebanyak 13 orang (56.6%) menjadi kejadian terbanyak pada Jemaah haji
dengan hipertensi.
4.1.2.3 Risti
Pada penelitian ini, didapatkan jumlah pasien yang pernah dirawat inap
dengan hipertensi tertinggi pada kelompok Risti warna Putih-Hijau sebanyak
10 orang (0.8%). Pada penelitian ini juga didapatkan pasien yang tidak pernah
dirawat inap dengan hipertensi tertinggi pada kelompok Risti warna Kuning-
Merah sebanyak 1522 orang (89.3%).
66
4.1.3 Hubungan Penderita Hipertensi Berdasarkan Kelompok Risti yang
Dirawat dan Tidak Dirawat
Pada tabel rawat inap berdasarkan Risti diatas, dapat disimpulkan dalam
penelitian ini jumlah pasien yang pernah dirawat inap dengan hipertensi
tertinggi pada kelompok Risti warna Kuning-Merah sebanyak 19 orang
(1.1%). Pada penelitian ini juga didapatkan pasien yang tidak pernah
dirawat inap dengan hipertensi tertinggi pada kelompok Risti warna
Kuning-Merah sebanyak 1656 orang (95.8%). Berdasarkan output tabel
statistika deskriptif rawat inap berdasarkan risti pada tabel chi-square
didapatkan nilai p value < 0.05 (p value = 0.000) di, hal ini
menyimpulkan bahwa pada penelitian ini Jemaah haji dengan hipertensi
yang menjalani rawat inap memiliki hubungan yang signifikan terhadap
warna risti. Kelompok risti dengan warna putih-hijau menandakan Jemaah
haji tersebut tidak memilki riwayat penyakit penyerta lain, sedangkan pada
kelompok risti warna kuning-merah menandakan bahwa Jemaah haji
tersebut memiliki riwayat penyakit penyerta lain. Komorbiditas yaitu
terdapatnya 2 atau lebih diagnosis penyakit pada individu yang sama. 17
Komorbiditas yang tinggi pada pasien UGD yang masuk kembali dalam 72
jam memiliki tingkat penerimaan yang lebih tinggi, prognosis yang lebih
67
buruk, lebih lama tinggal di rumah sakit, dan kematian di rumah sakit yang
tinggi. Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit
jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit
ginjal. Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko
terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak diobati akan
mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan
hidup sebesar 10-20 tahun. Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat
apabila penyakitnya tidak terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke
beberapa organ vital. Sebab kematian yang sering terjadi adalah penyakit
jantung dengan atau tanpa disertai stroke dan gagal ginjal (Nuraini, B. Risk
Factors of Hypertension. 2015).
68
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nea Sri Fitma (2021) dengan
frekuensi pasien rentang usia 56-65 tahun sebanyak 46.1% menjadi pasien
terbanyak, dan pasien rentang usia diatas >65 tahun sebanyak 20.7%
menduduki posisi kedua terbanyak, diikuti dengan rentang usia 46-55 tahun
sebanyak 18.7% pada posisi ketiga terbanyak. Penelitian ini juga sejalan
dengan penelitian oleh Soni Purwanto (2018) dengan frekuensi rentang usia
terbanyak 56-65 tahun sebanyak 21 orang (65.6%) menjadi yang kejadian
terbanyak. Berdasarkan output tabel statistika deskriptif rawat inap
berdasarkan umur pada tabel chi-square didapatkan nilai p value > 0.05 (p
value = 0.579), hal ini menyimpulkan bahwa pada penelitian ini Jemaah haji
dengan hipertensi yang menjalani rawat inap tidak memiliki hubungan yang
signifikan terhadap umur. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Heryanto (2016) yang menyatakan bahwa sebesar 44%
penderita hipertensi disebabkan oleh faktor usia karena seiring
bertambahnya usia fungsi organ mengalami penuruan. Penelitian yang
dilakukan oleh Heriziana (2017) juga menjelaskan bahwa ada hubungan
antara umur dengan kejadian hipertensi, yaitu 60% terjadi pada seseorang
yang berumur ≥ 56 tahun, dimana tekanan darah seseorang akan meningkat
seiring bertambahnya usia.
Usia merupakan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi. Dengan
seiring bertambahnya usia, elastisitas atau kelenturan arteri akan berkurang
terutama pada orang dengan hipertensi. Setelah umur 45 tahun, dinding
arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat
kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur
menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik meningkat karena
kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada penambahan umur
sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik meningkat
sampai dekade kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung
menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan
fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan
69
aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu refleks baroreseptor
pada usia lanjut sensitivitasnya sudah berkurang, sedangkan peran ginjal
juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus
menurun. Didapakan pada hasil penelitian oleh Krummel yang menyatakan
semakin bertambahnya usia hampir setiap orang mengalami kenaikan
tekanan darah. Namun, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diatas
peningkatan usia bukanlah merupakan faktor risiko, dimana hal ini
dimungkinkan bahwa terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi
kejadian hipertensi pada responden salah satunya adalah dari faktor genetik.
70
dengan sebanyak 10 orang (0.6%) dengan hipertensi yaang menjalani rawat
inap dan yang tidak pernah menjalani rawat inap sebanyak 732 orang
(42.3%).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nea Sri Fitma (2021) yang
mendapatkan frekeuensi kejadian hipertensi rawat inap/hidup pada
perempuan sebanyak 53 orang (53.0%) lebih banyak daripada laki-laki
sebanyak 47 orang (47.0%). Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian
Nur Maghfirah (2020) dengan frekuensi perempuan sebanyak 179 orang
(68.8%) lebih banyak daripada laki-laki sebanyak 81 orang (31.2%), dan
juga sejalan dengan penelitian oleh Riska Ramadhani (2018) dengan
frekuensi perempuan sebanyak 185 orang (52.7%) lebih banyak daripada
laki-laki sebanyak 166 orang (47.3%). Hal ini juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Kurniasih yang menyebutkan bahwa jenis
kelamin penderita hipertensi lebih banyak terjadi pada perempuan (76,75)
Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Soni Purwanto (2016)
yang mendapatkan frekuensi perempuan sebanyak 14 orang (43.75%) lebih
sedikit daripada laki-laki sebanyak 18 orang (56.25%). Berdasarkan output
tabel statistika deskriptif rawat inap berdasarkan jenis kelamin pada tabel
chi-square didapatkan nilai p value > 0.05 (p value = 0.901), hal ini
menyimpulkan bahwa pada penelitian ini Jemaah haji dengan hipertensi
yang menjalani rawat inap tidak memiliki hubungan yang signifikan
terhadap jenis kelamin. Dalam penelitian ini didapatkan kecenderungan
Riwayat hipertensi lebih banyak terjadi pada perempuan daripada laki-laki.
Seperti yang diketahui, bahwa hormon estrogen pada perempuan berperan
penting dalam regulasi tekanan darah dan berhentinya produksi estrogen
akibat proses penuaan berdampak pada peningkatan tekanan darah pada
perempuan. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh
hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density
Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor
71
pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek
perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita
pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan
sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh
darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen
tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami,
yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.
72
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
• Faktor-faktor yang mempengaruhi rawat inap jemaah haji yang memilik
hipertensi asal provinsi Riau tahun 1439 H/2018 M diantaranya dengan umur,
jenis kelamin, dan status risti.
• Hubungan antara umur dengan rawat inap Jemaah haji yang memiliki
hipertensi asal Provinsi Riau tahun 1439 H/2018 M saat di Arab Saudi pada
didapatkan paling banyak terdapat pada jemaah dengan kelompok usia
dibawah 60 tahun, yaitu sebanyak 13 orang (0.8%), dengan nilai p value >
0.05 (0.579) yang membuktikan bahwa faktor umur tidak memiliki pengaruh
terhadap rawat inap jemaah haji dengan hipertensi.
• Hubungan antara jenis kelamin dengan rawat inap jemaah haji yang memiliki
hipertensi asal Provinsi Riau tahun 1439 H/2018 M saat di Arab Saudi
didapatkan paling banyak terdapat pada jenis kelamin perempuan sebanyak
14 orang (0.8%), dengan nilai p value > 0.05 (p = 0.901) yang membuktikan
bahwa faktor jenis kelamin tidak memiliki pengaruh terhadap rawat inap
jamah haji dengan hipertensi.
• Hubungan antara status risti pada pasien yang menjalani rawat inap jemaah
haji yang memiliki hipertensi asal Provinsi Riau tahun 1439 H/2018 M saat di
Arab Saudi didapatkan p value < 0.05 (p value = 0.000) yang membuktikan
bahwa ada pengaruh yang signifikan.
73
5.2 Saran
a. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti apakah terdapat pengaruh
dari faktor-faktor karakteristik sampel seperti pekerjaan, tingkat pendidikan,
asal daerah lainnya, dan penyakit komorbid lainnya yang dapat
mempengaruhi morbiditas Jemaah haji yang menderita hipertensi.
b. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian dengan sampel
dari masa ibadah haji lainnya agar dapat menggambarkan morbiditas Jemaah
haji yang menderita hipertensi dengan lebih baik.
c. Pada data yang disediakan oleh SISKOHATKES sebaiknya ditambah dengan
data tekanan darah pasien agar hasil dari penelitian lebih akurat
d. Dilakukan penanganan yang lebih baik oleh tenaga kesehatan haji untuk
mengurangi kasus rawat inap pada jemaah haji
74
Lampiran
Formulir Checklist
Bagian I: Informasi Responden
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin : L/P
Alamat asal/Domisili :
Provinsi :
No. Passport :
No. Porsi :
Status Istitha’ah : Memenuhi/Tidak Memenuhi
Kloter Haji :
Gelombang Haji : I/II
75
Bagian III: Riwayat Perawatan Responden Penelitian Selama Ibadah Haji
Petunjuk Pengisian:
Berilah Tanda (√) pada kolum Ya/Tidak yang dianggap sesuai menurut saudara
A. Masa Embarkasi
Riwayat Perawatan Ya* Tidak
Rawat Jalan
Rujukan
▪ Tempat pemeriksaan:
▪ Diagnosa perawatan:
B. Masa Arab Saudi
1) Kloter
Riwayat Perawatan Ya* Tidak
Rawat Jalan
Rujukan
▪ Tempat pemeriksaan:
▪ Diagnosa perawatan:
76
2) Sektor/TGC
Riwayat Perawatan Ya* Tidak
Rawat Jalan**
Rujukan Kloter
▪ Tempat pemeriksaan:
▪ Diagnosa perawatan:
▪ Tanggal keluar:
Rawat Inap**
Rujukan Masuk
Rujukan Keluar
▪ Tempat pemeriksaan:
77
▪ Diagnosa perawatan:
▪ Tanggal keluar:
C. Masa Debarkasi
Riwayat Perawatan Ya* Tidak
Rawat Jalan
Rawat Inap**
Rujukan
▪ Tempat pemeriksaan:
▪ Diagnosa perawatan:
▪ Tanggal keluar:
78
Bagian IV: Responden Yang Wafat Ketika Ibadah Haji
A. Masa Arab Saudi
Nama Tanggal Wafat Penyebab
Meninggal
B. Masa Debarkasi
79
DAFTAR PUSTAKA
1. Setiawan E. Arti kata haji - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online
[Internet]. Kbbi.web.id. 2021 [cited 29 November 2021]. Available from:
https://kbbi.web.id/haji
2. Kementerian Kesehatan RI. 2010. Pedoman Teknis Pemeriksaan Kesehatan
Jemaah Haji. Jakarta: Kementerian Kesehatan.
3. InfoDatin. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. [Internet].
Pusdatin.kemkes.go.id. 2021 [cited 29 November 2021]. Available from:
https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
hipertensi.pdf
4. Deris ZZ, Hasan H, Sulaiman SA, Wahab MSA, Naing NN, Othman NH. The
prevalence of acute respiratory symptoms and role of protective measures among
Malaysian Hajj pilgrims. J Travel Med. 2010;17(2):82–8.)
5. Al Shimemeri A. Cardiovascular disease in Hajj pilgrims. J Saudi Hear Assoc
[Internet]. 2012;24(2):123–7. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.jsha.2012.02.004
6. Mutmainnah M. Kiblat Dan Kakbah Dalam Sejarah Perkembangan Fikih.
Ulumuddin J Ilmu-ilmu Keislam. 2017;7(1):1–16.
7. Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan RI. [Internet].
Hukor.kemkes.go.id. 2021 [cited 29 November 2021]. Available from:
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._15_ttg_Istithaah_
Kesehatan_Jamaah_Haji_.pdf
8. Spieker L, Flammer A, Lüscher T. The Vascular Endothelium in Hypertension.
The Vascular Endothelium II. :249-283.
9. Kementrian Kesehatan RI. Petunjuk Teknis Pemeriksaan Dan Pembinaan
Kesehatan Haji. Kementrian Kesehatan RI; 2018. 119 p.
10. Harlan J. Buku Analisis Survival.2017
11. Hypertension [Internet]. Who.int. 2021 [cited 24 December 2021]. Available
from: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/hypertension
80
12. Wijaya, A., & Putri, Y. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.
13. Spieker L, Flammer A, Lüscher T. The Vascular Endothelium in Hypertension.
The Vascular Endothelium II. :249-283.
14. Chobanian AV, et al. Hypertension. 2003;42:1206–1252.
15. Lackland, D.T.; Weber, M.A. Global burden of cardiovascular disease and
stroke: Hypertension at the core. Can. J. Cardiol. 2015, 31, 569–571.
16. Valentin Fuster, Robert A. Harrington, Jagat Narula, Zubin J. Eapen: The Heart,
Fouteenth Edition: www.accessmedicine.com
17. Quang Nguyen N. Hypertension Management: An Update [Internet]. PubMed
Central (PMC). 2021 [cited 24 December 2021]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4106550/
18. World Health Organization. A Global Brief on Hypertension: Silent Killer,
Global Public Health Crises. Geneva: WHO; 2013.
19. Kementrian Kesehatan RI. Petunjuk Teknis Pemeriksaan Dan Pembinaan
Kesehatan Haji. Kementrian Kesehatan RI; 2018. 119 p.
20. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
21. Heryana A, Unggul UE. Etika Penelitian. 2020;(July). Available from:
https://www.researchgate.net/publication/342751890_Etika_Penelitian
22. Suryanto D. Etika Penelitian. Berk Arkeol. 2005;25(1):17–22.
23. Susilana R. Modul Populasi dan Sampel. Modul Prakt [Internet]. 2015;3–4.
Available from: http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-
MODES/PENELITIAN_PENDIDIKAN/BBM_6.pdf
24. Magfirah, N. Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Jemaah Haji
EmbarkasiMakassarTahun 1439 H/2018 M. 2020. View of analisis Faktor Risiko
Hipertensi Pada Jemaah Haji embarkasi Makassar tahun 1439 H//2018 m.
Available at: https://e-journal.poltekkes-
palangkaraya.ac.id/jfk/article/view/142/73 [Accessed August 25, 2022].
25. Mardiah, A.G. PROFIL PENDERITA TEKANAN DARAH TINGGI PADA
81
JEMAAH CALON HAJI DI KOTA PALU TAHUN 2017-2020. 2021. View of
Profil Penderita Tekanan Darah tinggi Pada Jemaah Calon Haji di Kota Palu
tahun 2017-2020. Available at:
https://jurnal.fkunisa.ac.id/index.php/MA/article/view/71/68 [Accessed August
25, 2022].
26. Purwanto, S. Indeks Rawat inap di arab Saudi jemaah Haji Embarkasi surabaya
dengan HIPERTENSI. 2016. UNAIR REPOSITORY. Available at:
https://repository.unair.ac.id/53814/ [Accessed August 25, 2022].
27. Ramadhani, R. .2018. STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN.
Available at: https://stikes-bhm.ac.id/ [Accessed August 25, 2022].
28. Nuraini B. RISK FACTORS OF HYPERTENSION [Internet].
Juke.kedokteran.unila.ac.id. 2022 [cited 29 August 2022]. Available from:
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/602
29. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI.
[Internet]. Pusat2.litbang.kemkes.go.id. 2021 [cited 29 November 2021].
Available from: https://www.pusat2.litbang.kemkes.go.id/wp-
content/uploads/2018/03/Pokok-Pokok-Hasil-Riskesdas-Prov-Riau-.pdf
30. Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan RI. [Internet].
Hukor.kemkes.go.id. 2021 [cited 29 November 2021]. Available from:
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._15_ttg_Istithaah_
Kesehatan_Jamaah_Haji_.pdf
31. Prof. Dr. Suryana Ms. Metodologi Penelitian : Metodologi Penelitian Model
Prakatis Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Univ Pendidik Indones. 2012;1–
243.
32. Susilana R. Modul Populasi dan Sampel. Modul Prakt [Internet]. 2015;3–4.
Available from: http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-
MODES/PENELITIAN_PENDIDIKAN/BBM_6.pdf
33. Suyanto, Amal AI, Noor MA, Astutik IT. Analisis Data Penelitian : Petunjuk
Praktis bagi Mahasiswa Kesehatan Menggunakan SPSS [Internet]. 2018. i–114.
82
Available from: https://pspk.fkunissula.ac.id/sites/default/files/KORELASI
DAN REGRESI.pdf
83