Anda di halaman 1dari 64

KADAR LEUKOSIT SEBAGAI PREDIKTOR

KEPARAHAN PENYAKIT JANTUNG KORONER


BERDASARKAN SULLIVAN VESSEL SCORE

Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar SARJANA
KEDOKTERAN

Oleh:
Ana Khurnia Rahmawati
1113103000015

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2016 M
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, November 2016

(Ana Khurnia Rahmawati)


LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

KADAR LEUKOSIT SEBAGAI PREDIKTOR KEPARAHAN


PENYAKIT JANTUNG KORONER BERDASARKAN
SULLIVAN VESSEL SCORE
Laporan penelitian

Diajukan Kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Dan Ilmu
Kesehatan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
(S.Ked)

Oleh:
Ana Khurnia rahmawati
NIM: 1113103000015

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dr. Dede Moeswir, Sp.PD, KKV

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS


KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2016 M

LEMBAR PENGESAHAN
Laporan penelitian berjudul KADAR LEUKOSIT SEBAGAI PREDIKTOR
KEPARAHAN PENYAKIT JANTUNG KORONER BERDASARKAN
SULLIVAN VESSEL SCORE yang diajukan oleh Ana Khurnia rahmawati (NIM:
1113103000015), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedoteran dan Ilmu
Kesehatan pada 9 November 2016. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi
Pendidikan Dokter.
Jakarta, 10 November 2016

KATA PENGANTAR
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang

dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM


NIP. 19660629 199807 1 001

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dr. Dede Moeswir, Sp.PD, KKV
NIP. 19660629 199807 1 001
Penguji I Penguji II

dr.Ayat Rahayu, Sp.Rad, M.Kes dr. Bisatyo Mardjikoen, Sp.OT


NIP. 140328870 NIP. 19660813 199103 1 003
PIMPINAN FAKULTAS
Dekan FKIK UIN Kaprodi PSKPD

Prof. Dr, H. Arif Sumantri, M.Kes dr. Achmad Zaki, S.Ked, M. Epid, Sp.OT
NIP. 19650808 1988031 002 NIP. 19780507 200501 1 005
Assalamua’laikum Wr, Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga
peneliti dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “Kadar Leukosit
Sebagai Prediktor Keparahan Penyakit Jantung Koroner Berdasarkan Sullivan

Vessel Score” ini dengan baik sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan jenjang
program sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW sebagai suri tauladan kita dengan sebaik-baiknya akhlak.

Peneliti menyadari bahwa dalam menyelesaikan laporan penelitian ini butuh


bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Bersama ini, peneliti menyampaikan
penghargaan, rasa hormat, dan terima kasih kepada
1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.K.M, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT selaku Kepala Program Studi Kedokteran
dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3. dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM dan dr. Dede Moeswir, Sp.PD, KKV
selaku dosen pembimbing satu dan dua dalam yang selalu membimbing,
mengarahkan, dan memberi motivasi kepada peneliti mulai awal sampai akhir
penelitian
4. dr. Ayat Rahayu, Sp.Rad, M.Kes dan dr. Bisatyo Mardjikoen, Sp.OT selaku
penguji sidang pertama dan kedua pada laporan penelitian ini yang telah
bersedia meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk menguji penelitian
ini dalam sidang skripsi
5. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggung jawab riset Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan 2013 yang telah memberikan
motivasi sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian tepat pada waktunya
6. Pihak Rumah Sakit Hermina Bekasi, Direktur rumah sakit beserta jajarannya,
dan seluruh pegawai bagian rekam medik RS Hermina Bekasi yang telah
mengijinkan kepada peneliti untuk mengambil data sesuai dengan penelitian
ini
7. Orang tua saya, Budi Purnomo dan Jumainah serta saudara kandung saya
Mauludin Miftakhul Adam tercinta dan terhebat yang selalu memberikan
waktu, kasih sayang, dukungan baik moral maupun materi kepada peneliti
dalam menempuh pendidikan dokter di FKIK UIN Jakarta
8. Teman kelompok riset, yaitu Danivan Fajari Ramandityo, Kartika Rosiana
Dewi, Rifa’I Syarif Abdullah, Safitri Nenik Agustin, dan Amaryllis Anandini,
yang telah berjuang bersama dan saling membantu dalam menyelesaikan
penelitian ini
9. PJ Modul Riset Mahasiswa, Wahyu Arifianti Haryoso yang telah membantu
dalam berkoordinasi dengan dengan pihak dosen demi berjalannya modul riset
dan penelitian mahasiswa
10. Teman teman Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan 2013
yang telah membuat saya terus termotivasi dalam menyusun penelitian ini
11. Sahabat saya Nihayatul Kamila, Nur Khakimatul F, Rahmei Sofia, Latifatul
Bariyah, Melda A, Inggrid N, Alfi Alfina, Abdir Rohman, Salsabila F, Zahrotu
R, Risna W, Widya Prayoga T, Zelda Z, Nisfu L, Kholida Rahma, dan Fahmi
Zamzami yang senantiasa memberikan dukungan dalam penyusunan dan
memberi semangat untuk segera menyelesaikan penelitian ini
12. Serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas bantuan secara
langsung maupun tidak langsung sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik.
Peneliti menyadari bahwa masih terdapat ketidaksempurnaan dalam laporan
penelitian ini, maka dari itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun
bagi penelitian ini.
Akhir kata, peneliti berharap Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan laporan penelitian ini. Semoga laporan penelitian
ini bermanfaat bagi kita semua dan menambah ilmu bagi yang membaca.

Waasalamu’alaikum Wr, Wb

Ciputat, November 2016

Ana Khurnia Rahmawati


ABSTRAK

Ana Khurnia Rahmawati. Program Studi kedokteran dan Profesi Dokter. Kadar
Leukosit Sebagai Prediktor Keparahan Penyakit Jantung Koroner Berdasarkan
Sullivan Vessel Score.
Latar Belakang: Penyakit jantung koroner(PJK) merupakan penyakit dengan angka
mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Aterosklerosis adalah suatu proses inflamasi
juga berperan penting terjadinya PJK. Leukosit produksinya meningkat ketika terjadi
proses inflamasi. Leukosit berperan dalam memperparah PJK. Keparahan PJK dinilai
berdasarkan Sullivan Vessel skor yang memiliki nilai 0,1,2 dan 3. Penelitian ini
penting dilakukan untuk mengetahui peran leukosit dalam mempengaruhi keparahan
PJK. Tujuan: Untuk mengetahui kadar leukosit sebagai faktor prediktor keparahan
PJK. Metode: Desain penelitian adalah kohort retrospektif berbasis prognostik,
dengan pengambilan sampel secara consecutive sampling. Jumlah sampel sebanyak
86 pasien PJK yang menjalani angiografi koroner. Hasil: Dari hasil analisis bivariat
antar variabel menggunakan chi-square didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan
secara signifikan (p >0,05). Kesimpulan: Pada penelitian ini leukosit tidak dapat
digunakan sebagai faktor prediktor keparahan PJK berdasarkan Sullivan vessel skor.
Kata kunci: PJK, leukosit, sullivan vessel skor, aterosklerosis.

ABSTRACT
Ana Khurnia Rahmawati. Medical education and profession program. Leukocytes
levels as a predictor for severity of CAD based on sullivan vessel score.
Background: CAD is leading cause of mortality and morbidity. Atherosclerosis is an
inflamatory process and developing CAD. Production of leukocytes increase in
inflamation condition. Leukocyte caused severity of CAD. The severity of CAD
assessed based on sullivan vessel score, it has score 0, 1, 2 and 3. This study is
important to know the role of leukocytes affect the severity of CAD . Aim is to know
leukocyte’s level as a predictor for severity of CAD based on sullivean vessel score.
Methods: Design of this study was cohort retrospective prognostic based and use
consecutive sampling technique. Number of sample was 86 patient with CAD who
underwent coronary angiography. Result: Analysis bivariat between the variable
using chi-square have no significant ( p>0,05). Conclusion: in this study leukocytes
can’t be used as a predictor the severity of CAD based on Sullivan vessel score.
Keywords: CAD, leukocytes, sullivan vessel score, atherosclerosis.
DAFTAR SINGKATAN

WHO: World Health Organization

Riskesdas: Riset Kesehatan Dasar

OR : Odds Ratio

AUC : Area Under Receiver

PCI: Percutaneous Coronary Intervention

CABG: Coronary Artery Bypass Graft

SKA: Sindrom Koroner Akut

PJK: Penyakit Jantung Koroner

NO: Nitric Oxide

hsCRP: High Sensitivity C-reactive Protein

Depkes RI: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

ADP: adenine difosfat

MMP: matriks metalloproteinase


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan penyebab angka kematian


tertinggi di dunia, termasuk di Indonesia. Dari data profil World Health Organization
(WHO) Indonesia, tercatat 37% kematian di Indonesia akibat penyakit jantung dan
8,9% kematian adalah akibat penyakit jantung iskemik. 1

Prevalensi penyakit jantung koroner(PJK) berdasarkan riset kesehatan dasar


(Riskesdas) 2013 adalah sebesar 1,5%.2 PJK merupakan suatu kelainan pada arteri
koroner berupa ketidakseimbangan antara kebutuhan dan pasokan oksigen ke jantung
dan terjadi iskemia otot jantung.3

Aterosklerosis berperan penting terhadap kejadian PJK. Pada aterosklerosis


akan terbentuk suatu plak. Plak yang sifatnya rentan atau vulnerable plaque akan
cenderung mudah ruptur dan lebih banyak mengandung sel-sel radang. 3 Akibat dari
rupturnya plak akan terjadi suatu manifestasi yaitu sindrom koroner akut(SKA).
Sedangkan pada stable plaque akan bermanifestasi sebagai stable angina. Plak pada
stable angina fibrouse cap lebih tebal dan gejala lebih dapat diprediksikan, biasanya
dicetuskan oleh aktivitas fisik berat dan stres.3,10

Pada 2 dekade terakhir ini, penelitian mengenai aterosklerosis berkembang


pesat dan menjadikan aterosklerosis merupakan suatu penyakit inflamasi.4 Beberapa
sel-sel inflamasi terlibat dalam patogenesis aterosklerosis, seperti sel darah putih
(leukosit), sel darah merah (eritrosit), dan platelet. 4 Pada perkembangannya
aterosklerosis akan berkembang menjadi sebuah plak dan akan menyumbat aliran
darah ke distal sehingga akan menimbulkan iskemik otot jantung.3,8
Sumbatan atau stenosis derajatnya bermacam-macam. Untuk mengetahui
derajat sumbatan dan lokasi dilakukan kateterisasi jantung dan angiogafi koroner. 6,7
Sumbatan arteri koroner signifikan adalah >50%.9 Stenosis koroner dapat diukur
dengan evaluasi visual dari persentase pengurangan diameter relatif terhadap segmen
normal yang berdekatan.5,9 Berdasarkan persentase diameter stenosis, stenosis jantung
koroner terbagi menjadi 0-5 tingkat.12 Prevalensi pasien PJK yang mengalami
stenosis koroner bermakna didapatkan 78,8%.13

Ada beberapa skor untuk penilaian keparahan penyakit jantung koroner, yaitu
sullivan score terbagi menjadi sullivan vessel score, sullivan extent score, dan
sullivan stenosis score. Kemudian skoring menggunakan Gensini score. Gensini
merupakan skor yang paling sering digunakan.11 Pada sullivan vessel score dilakukan
penghitungan jumlah pembuluh darah yang mengalami stenosis >70% sehingga
didapatkan skor 0,1,2 dan 3.8,11

Pada saat ini penelitian mengenai biomarker khususnya untuk mengetahui


keparahan penyakit jantung koroner begitu pesat. Beberapa penelitian yang pernah
dilakukan antara lain mengenai Nitric Oxide(NO), High Sensitivity C-reactive
Protein(hsCRP), leukosit, dan eritrosit.4,8

Peran leukosit terhadap keparahan penyakit jantung koroner melalui beberapa


jalur yakni, terjadinya kerusakan pada sel endotel akibat dari pengeluaran enzim
proteolitik sehingga akan terbentuk trombus akibat adanya paparan kolagen
trombogenik. Leukosit juga mempengaruhi proliferasi sel otot polos, agregasi
leukosit menjadi abnormal, peningkatan sekresi monocyte tissue factor, dan
penurunan perfusi.4

Dari beberapa penelitian terdahulu menyatakan bahwa kadar leukosit yang


meningkat atau leukositosis berhubungan kuat dengan terjadinya keparahan penyakit
jantung koroner.4 Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa aterosklerosis
merupakan suatu penyakit inflamasi yang ditandai dengan peningkatan kadar
inflamatory cell. Pemeriksaan leukosit tergolong pemeriksaan yang rutin untuk
dilakukan. Selain mudah dan murah juga tidak tergolong invasif bagi pasien.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui hubungan dan


prediktor dari kadar leukosit terhadap keparahan penyakit jantung koroner
berdasarkan sullivan vessel skor pada pasien penyakit jantung koroner. Penelitian ini
adalah analitik non-eksperimental dengan pendekatan kohort retrospektif berbasis
prognostik. Penelitian ini penting untuk dilakukan karena angka prevalensi PJK di
Indonesia yang masih cukup tinggi dan mengetahui peran leukosit dalam
mempengaruhi keparahan PJK.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah berdasarkan latar belakang di atas maka


rumusan masalah pada penelitian ini:
Apakah kadar leukosit dapat digunakan sebagai faktor prediktor keparahan
penyakit jantung koroner berdasarkan Sullivan vessel score?

1.3. Hipotesis Penelitian

Pada penelitian ini hipotesis yang akan diuji adalah:


Kadar leukosit dapat digunakan sebagai faktor prediktor keparahan penyakit
jantung koroner berdasarkan Sullivan vesssel score.

1.4. Tujuan

1.4.1. Tujuam umum

Mengetahui kadar leukosit sebagai faktor prediktor terhadap keparahan


penyakit jantung koroner berdasarkan sullivan vessel score.

1.4.2. Tujuan khusus

a. Mengetahui proporsi pasien penyakit jantung koroner meliputi stable


angina dan SKA di RS Hermina Bekasi
b. Mengetahui data kadar leukosit pasien PJK di RS Hermina Bekasi.
c. Mengetahui data jumlah pasien PJK meliputi stable angina dan SKA yang
menjalani angiografi koroner di RS Hermina Bekasi.
d. Mengetahui proporsi sullivan vessel skor 1,2 dan 3 pada pasien PJK
meliputi stable angina dan SKA yang menjalani angiografi koroner di RS
Hermina Bekasi.
e. Mengetahui hubungan kadar leukosit terhadap keparahan penyakit jantung
koroner berdasarkan sullivan vessel score.
f. Mengetahui kadar leukosit sebagai faktor prediktor keparahan penyakit
jantung koroner berdasarkan sullivan vessel score.

1.5 Manfaat

1.5.1 Bagi Peneliti


a. Menambah pengetahuan mengenai hubungan dan prognostik dari kadar
leukosit terhadap keparahan penyakit jantung koroner berdasarkan sullivan
vessel score pada pasien penyakit jantung koroner.
b. Merupakan syarat kelulusan preklinik Program Studi Pendidikan Dokter.
1.5.2. Civitas Akademika
Sebagai sumber pengetahuan dan referensi bagi peneliti selanjutnya untuk
pengembangan keilmuan kedokteran.
1.5.3. Manfaat Aplikatif
a. Memberikan informasi mengenai hubungan leukosit terhadap keparahan
penyakit jantung koroner berdasarkan sullivan vessel score pada pasien
penyakit jantung koroner.
b. Memberikan informasi mengenai pemeriksaan biomarker yang dapat
mengetahui keparahan stenosis koroner sehingga dapat mengurangi beban
biaya pengeluaran pasien.
c. Memberikan informasi prognostik mengenai keparahan penyakit jantung
koroner berdasarkan kadar leukosit.
1.5.4. Manfaat Di Bidang Pengembangan Penelitian
Hasil penelitian dapat menjadi data untuk penelitian selanjutnya dalam
pengembangan biomarker yang berhubungan dengan tingkat keparahan
stenosis koroner pasien penyakit jantung koroner.
1.5.5. Manfaat Bagi Institusi
Hasil penelitian dapat dijadikan referensi bagi program studi pendidikan
dokter FKIK UIN Syarif Hidayataullah Jakarta.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Anatomi Arteri Koroner

Gambar 2.1. Anatomi arteri koroner


Sumber: Netter, 2014.

2.1.2. Penyakit Jantung Koroner

2.1.2.1. Definisi

Penyakit jantung koroner adalah suatu kelainan pada arteri koroner berupa
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan pasokan oksigen ke jantung dan terjadi
iskemia otot jantung.3 Ketidakseimbangan tersebut karena adanya suatu sumbatan
sehingga aliran darah ke distal tidak mencukupi ditambah adanya suatu stres dan
akitivitas fisik berlebih.3,9

2.1.2.2. Epidemiologi
Dari data profil WHO Indonesia, tercatat 37% kematian di Indonesia adalah
akibat dari penyakit jantung dan 8,9% kematian akibat penyakit jantung iskemik. 1
Prevalensi penyakit jantung koroner berdasarkan Riskesdas 2013 adalah sebesar
1,5%.2 Diperkirakan angka kejadian penyakit jantung koroner meningkat 10% pada
20 tahun ke depan.14,15 Berdasarkan laporan penelitian longitudinal community based
study menunjukkan adanya peningkatan signifikan penyakit jantung koroner pada
masyarakat Asia dikarenakan pola makan seperti konsumsi junk food, fast food dan
gaya hidup kurangnya aktivitas fisik.16

2.1.2.3. Faktor Risiko

Beberapa faktor risiko tenjadinya penyakit jantung koroner ini:


 Usia
Angka kejadian meningkat pada usia >45 tahun.
 Jenis kelamin
lebih sering terjadi pada laki-laki.
 Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi secara terus menerus menyebabkan kerusakan
sistem pembuluh darah secara perlahan-lahan. Pembuluh tersebut mengalami
inflamasi secara kronik dan mengalami pengerasan yang disebabkan oleh
endapan lemak pada dinding, sehingga akan terjadi penyempitan lumen yang
terdapat di dalam pembuluh darah sehingga akan mengganggu aliran darah.
Jika pembuluh arteri koroner terkena maka menyebabkan terjadinya penyakit
jantung koroner.
 Dislipidemia
Suatu keadaan dimana terjadi peningkatan LDL dan penurunan kadar HDL.
LDL akan terakumulasi di subendotelial space kemudian terjadi modifikasi
kimia sehingga akan menjadi kerusakan pada tunika intima pembuluh darah
dan berkembang menjadi aterosklerosis.

 Diabetes
Kondisi diabetes yang tidak terkontrol dengan kadar glukosa yang tinggi di
dalam darah akan memicu glikasi protein non enzimatik yang akan
meningkatkan up-take kolestrol oleh makrofag scavenger. Pada pasien
diabetes terjadi disfungsi endotel yang dapat dilihat dari penurunan
bioavailabilty dari NO dan peningkatan adesi leukosit.3

2.1.2.4. Klasifikasi

Penyakit jantung koroner terbagi menjadi 2 jenis yakni stable angina dan
sindrom koroner akut yang terbagi lagi menjadi UAP,STEMI,NSTEMI. 3,10,17

2.1.2.5. Patofisiologi

Aterosklerosis berperan penting dalam patofisiologi terjadinya PJK.


Aterosklerosis adalah suatu kondisi inflamasi kronis pada pembuluh darah dengan
proses patogenesis di dalamnya termasuk lemak, trombosis, komponen dinding
pembuluh darah, dan sel imun. Ateroskelorosis secara bahasa adalah suatu kekakuan
dari pembuluh darah.3 Ateroskleorosis menjadi salah satu faktor terbesar terjadinya
sindrom koroner akut. Ateroskelorosis merupkan penyebab kematian dan kesakitan
yang tinggi. Diperkirakan pada tahun 2020 aterosklerosis menjadi penyebab total
global disease burden.3,9

Pada mulanya terjadi suatu cedera endotel sehingga akan terjadi respon
disfungsi endotel. Disfungsi endotel akan menyebabkan terjadinya peningkatan
permeabilitas sehingga low-desity lipoprotein(LDL) dapat masuk ke tunika intima
dan terjadi akumulasi LDL. Akumulasi LDL semakin lama akan teroksidasi menjadi
mLDL. mLDL akan menginduksi pengeluaran sitokin lokal salah satunya monocyte
chemoattractant protein-1 (MCP-1) sehingga monosit datang dan berubah menjadi
makrofag ketika masuk ke tunika intima. Makrofag akan memfagosit mLDL
menggunakan reseptor scavenger dan akan membentuk foam cell atau sel busa.
Selain itu sel otot polos vaskular bermigrasi ke tunika intima sehingga akan terjadi
penebalan tunika intima. Sel otot polos membelah dan memproduksi matriks
ekstraseluler sehingga akan menyebabkan terjadinya akumulasi matriks ekstraseluler
pada plak aterosklerosis.3
Gambar 2.1. Proses terjadinya aterosklerosis
Sumber: Lilly L, 2011

Plak pada aterosklerosis terbagi menjadi 2 yakni plak stabil dan vulnerable
plaque atau plak yang rentan terjadi ruptur. Pada plak stabil akan berkembang
menjadi stable angina pectoris, sedangkan plak yang ruptur akan menjadi SKA.
Karakteristik plak stabil yakni fibrous cap tebal dengan kandungan lipid sedikit.
Karakteristik vulnerable plak yakni kaya akan lipid, fibrouse cap tipis, dan banyak
sel-sel inflamasi.3

Gambar 2.2. Perkembangan plak pada ateroskelorosis


Sumber: Lilly L, 2011

Pada vulnerable plak central lipid core terdiri dari sel T dan makrofag. Sel T

memproduksi interferon ɣ sehingga akan terjadi inhibisi dari produksi kolagen. Sel T
juga akan mengaktivasi makrofag dengan mengekspresikan mediator inflamasi yakni

ligan CD40 yang akan berikatan dengan reseptor CD40 di makrofag. Ikatan CD40

akan menyebabkan produksi berlebih dari interstitial collagenase dan faktor

prokoagulan (matriks metalloproteinase (MMP) 1,8 dan 13). Sehingga terjadi

penurunan produksi dan peningkatan pemecahan dari kolagen.9

Gambar 2.3. Faktor predisposisi ruptur plak dan menimbulkan trombosis


Sumber: Kasper, Fauci, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo.,2015

Setelah tejadi ruptur maka proses selanjutnya adalah pembentukan trombus.


Adanya ruptur plak menyebabkan terjadinya paparan jaringan yang berasal dari inti
plak aterom yang akan merangsang jalur koagulasi. Ketika terjadi paparan, kolagen
subendotel akan mengaktivasi trombosit. Aktivasi trombosit akan mengeluarkan
komponen granul yakni adenosin difosfat (ADP) dan fibrinogen yang juga
menfasilitasi agregasi trombosit, aktivasi kaskade koagulasi yakni faktor Va, dan
vasokonstriktor yakni tromboksan dan serotonin. Adanya perkembangan trombus
intrakoroner, perdarahan intraplak, dan vasokonstriksi akan menyebabkan
penyempitan dari pembuluh, sehingga akan terjadi turbulensi dari aliran darah yang
berkontribusi untuk aktivasi trombosit berkelanjutan dan stres.3
Gambar 2.4. Diagram proses aterosklerosis menjadi trombosis
Sumber: Lilly L,2011

2.1.3 Sindrom Koroner Akut

2.1.3.1. Definisi

Suatu fase akut dari iskemi arteri koroner baik disertai nekrosis ataupun tidak
pada otot jantung.17 Ditandai dengan adanya gejala nyeri dada berat dan frekuensi
yang cukup sering.18 Gejala yang terjadi akibat adanya ruptur plak.17

2.1.3.2 Epidemiologi

SKA merupakan suatu masalah kardiovaskular yang utama karena


menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian yang tinggi.10

2.1.3.3 Patofisiologi

Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak aterom pembuluh darah
koroner yang pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan
penipisan fibrous cap yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini diikuti agregrasi
trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Kemudian terbentuklah trombus yang kaya
trombosit (white thrombus). Trombus akan menyumbat pembuluh darah koroner baik
secara total maupun parsial atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh
koroner yang lebih distal. Selain itu pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan
vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran koroner. Berkurangnya aliran
darah koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti
selama kurang lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark
miokard). Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total, oklusi subtotal
disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebakan terjadinya iskemia dan
nekrosis otot jantung. Akibat iskemia selain nekrosis adalah gangguan kontraktilitas
miokardium akibat proses hibernating dan stunning (stelah iskemia hilang), disritmia,
dan remodelling ventrikel (perubahan bentuk,ukuran dan fungsi ventrikel).10

2.1.3.4 Klasifikasi SKA

1. STEMI
2. NSTEMI
3. UAP

Gambar 2.5. Klasifikasi SKA berdasarkan EKG dan biomarker jantung Sumber:
Camm A John, Luscher Thomas F, Serruys Pattrick W, et al.,2006
STEMI
Oklusi total pada pembuluh darah arteri koroner merupakan salah satu
indikator STEMI , sehingga keadaan ini membutuhkan tindakan revaskularisasi dan
reperfusi miokard secara cepat. Secara medikamentosa menggunakan agen
fibrinolitik sedangkan secara mekanis melalui intervensi koroner perkutan. Diagnosis
STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen
ST yang persisten di dua sadapan yang berdampingan. Inisiasi tatalaksana
revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil peningkatan penanda jantung.10

NSTEMI dan UAP

Penegakan diagnosis dapat dilakukan jika terdapat keluhan angina pektoris


akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten pada dua sadapan yang berdampingan.
Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T
yang datar, gelombang T pseudo-normalization, atau bahkan tanpa perubahan.
NSTEMI dan UAP dapat dibedakan berdasarkan kejadian infark miokard yang
ditandai peningkatan penanda jantung. Penanda jantung yang lazim digunakan adalah
Troponin I/T atau CK-MB. Bila pemeriksaan biomarker terjadi peningkatan
bermakna maka diagnosis menjadi NSTEMI, sedangkan bila penanda jantung tidak
meningkat secara bermakna maka diagnosis menjadi UAP. 10
2.1. Tabel tingkat peluang SKA NSTEMI

Tingkat Peluang SKA segmen ST non elevasi


KEMUNGKINAN KEMUNGKINAN KEMUNGKINAN
BESAR SEDANG KECIL
Salah satu dari: Salah satu dari: salah satu dari:
Anamnesis Nyeri dada atau Nyeri dada atau Nyeri dada tidak
lengan kiri yang lengan kiri khas angina
berulang Pria, usia >70 tahun
Mempunyai riwayat diabetes mellitus
PJK, termasuk infark
miokard
Pemeriksaan Regurgitasi mitral, Penyakit vaskular Nyeri dada timbul
Fisik hipotensi, ekstra kardiak setiap dilakukan
diaphoresis, edema palpasi
paru, atau ronkhi
EKG Depresi segmen ST Gelombang Q yang Gelombang T
≥1mm atau inversi menetap mendatar atau
gelombang T yang Depresi segmen ST inversi <1 mm di
baru (atau dianggap 0,5-1 mm atau sadapan dengan
baru) di beberapa inversi gelombang gelombang R yang
sadapan prekordial T >1 mm dominan
Penanda Kadar troponin I/T Normal Normal
Jantung atau CKMB
meningkat
Sumber: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2014
Gambar 2.6. Algoritme diagnosis SKA

Sumber: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2014

2.1.3.3. Diagnosis

Anamnesis

Keluhan nyeri dada dapat berupa keluhan nyeri dada tipikal atau atipikal.
Keluhan tipikal berupa rasa tertekan atau berat daerah retrosternal, menjalar ke
lengan kiri , leher, rahang, area interskapular, bahu atau epigastrium. Keluhan dapat
berlangsung intermiten atau beberapa menit ataupun juga persisten (>20 menit).
Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis, mual atau
muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop. 10
Keluhan angina atipikal yang sering dijumpai antara lain penjalaran seperti
angina tipikal, rasa gangguan pencernaan, sesak napas yang tidak dapat diternagkan,
atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan. Keluhan atipikal sering dijumpai
pada pasien muda 25-40 tahun atau usia lanjut >75 tahun, wanita, penderita diabetes,
gagal ginjal menahun, atau demensia.10

Diagnosis SKA lebih kuat jika keluhan ditemukan pada pasien dengan
karakteristik sebagai berikut:

1. Pria
2. Mempunyai riwayat penyakit aterosklerosis non koroner
3. Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark miokard,
bedah pintas koroner atau IKP
4. Mempunyai faktor risiko; umur, hipertensi, merokok, dislipidemi, diabetes
melitus, riwayat PJK dini dalam keluarga.10

Pemeriksaan Fisik

Menetukan adanya regurgitasi katup mitral, hipotensi, diaphoresis, ronki


basah halus atau edema paru.10

Pemeriksaan Elektrokardiogram

EKG 12 sadapan ditambah sadapan V3R dan V4R serta V7-9. Pemeriksaan EKG
dilakukan 10 menit sejak kedatangan pasien di ruang gawat darurat. Pemeriksaan
sebaiknya diulang setiap angina timbul kembali. 10
Tabel 2.2 Letak lesi berdasarkan EKG dan angka mortalitas dalam 1 tahun

Akut Miokard Infark Berdasarkan EKG Dan Hubunganya Dengan Pemeriksaan


Angiografi
lokasi Anatomi dari EKG 1 tahun angka
sumbatan kematian(%)

Proximal left Proksimal ST elevasi V1-6,aVL dan 25,6%


anterior hingga septal fasikular bundle atau bundle
descending pertama branch block
Mid left anterior Proksimal ST elevasi v1-6,aVL 12,4%
descending hingga large
diagonal
tetapi distal
hingga septal
pertama
Distal left Distal hingga ST elevasi V1-4 atau ST 10,2%
anterior large elevasi I,aVL,V5-6
descending atau diagonal atau
diagonal hingga
diagonal itu
sendiri
Moderate hingga Proksimal ST elevasi II,III,aVF da 8,4%
large inferior arteri koroner beberapa atau semua diikuti
(posterior,lateral, kanan atau 1)V1,V3R,V4R
ventrikel kanan) sirkumflek 2)V5-6
kiri 3)R>S di V1,V2

Small inferior Distal dari ST elevasi II,III,aVF saja 6,7%


sdsds arteri koroner
kanan atau
cabang arteri
sirkumflek
kiri
Berdasarkan gusto-1 penelitian kohort, pada pasien yang menerima terapi reperfusi
Sumber: Camm A John, Luscher Thomas F, Serruys Pattrick W, et al., 2006

 Pemeriksaan Penanda Jantung


Penanda jantung dapat membedakan antara UAP dan NSTEMI.

Tabel 2.3. Sekresi biomarker jantung berdasarkan waktu

Biomarker Jantung Untuk Mengetahui Kerusakan Otot Jantung Akibat


Nekrosis
Spesifisitas Sensitivitas Sekresi Meningkat Kembali
pertama tajam normal
CKMB ++ + 4 jam 24 jam 72 jam
Myoglobin + + 2 jam 6-8 jam 24 jam
Troponin T +++ +++ 4 jam 24-48 jam 5-21 hari

Troponin I +++ +++ 3-4 jam 24-36 jam 5-14 hari

Sumber: Camm A John, Luscher Thomas F, Serruys Pattrick W, et al., 2006.

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk menilai komplikasi, progresi


penyakit, dan penyakit penyerta. 10

1. Tes darah rutin


2. Gula darah
3. Elektrolit
4. Koagulasi darah
5. Panel lipid
6. Pemeriksaan fungsi ginjal

Pemeriksaan foto dada

Untuk mengetahui komplikasi, diagnosis banding, dan penyakit penyerta.10

2.1.3.4 Terapi Reperfusi

1. Intervensi Koroner Perkutan(IKP)


IKP primer adalah terapi reperfusi yang lebih disarankan dibandingkan
dengan fibrinolisis apabila dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit
dari waktu kontak medis pertama. 19
IKP primer diindikasikan untuk pasien dengan gagal jantung akut yang berat
atau syok kardiogenik, kecuali bila diperkirakan bahwa pemberian IKP akan tertunda
lama dan bila pasien datang dengan awitan gejala yang telah lama.19
Stenting lebih disarankan dibandingkan angioplasti balon untuk IKP primer.
Tidak disarankan untuk melakukan IKP secara rutin pada arteri yang telah tersumbat
total lebih dari 24 jam setelah awitan gejala pada pasien stabil tanpa gejala iskemia,
baik yang telah maupun belum diberikan fibrinolisis. Bila pasien tidak memiliki
kontraindikasi terhadap terapi dual antiplatelet therapy (DAPT) dan kemungkinan
dapat patuh terhadap pengobatan, DES lebih disarankan daripada bare metal stents
(BMS).19
Farmakoterapi peri-prosedural
Pasien yang akan menjalani IKP primer sebaiknya mendapatkan DAPT
berupa aspirin dan penghambat reseptor ADP sesegera mungkin sebelum angiografi
disertai dengan antikoagulan intravena.10
2. Fibrinolitik
Fibrinolisis merupakan strategi reperfusi yang penting, terutama pada tempat-
tempat yang tidak dapat melakukan IKP pada pasien STEMI dalam waktu yang
disarankan. Terapi fibrinolitik direkomendasikan diberikan dalam 12 jam sejak awitan
gejala pada pasien-pasien tanpa indikasi kontra apabila IKP primer tidak bisa
dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit sejak kontak medis
pertama.10
Tabel 2.4. Kontraindikasi terapi fibrinolitik 10

Kontraindikasi absolut Kontraindikasi relatif


Stroke hemoragik atau stroke yang Transient ischaemic attack (TIA)
penyebabnya belum diketahui, dalam 6 bulan terakhir
dengan awitan kapanpun
Stroke iskemik 6 bulan terakhir Pemakaian antikoagulan oral
Kerusakan sistem saraf sentral dan Kehamilan atau dalam 1 minggu
neoplasma post-partum
Trauma operasi atau trauma kepala Tempat tusukan yang tidak dapat
yang berat dalam 3 minggu dikompresi
terakhir
Perdarahan saluran cerna dalam 1 Resusitasi traumatik
bulan terakhir
Penyakit perdarahan Hipertensi refrakter(tekanan darah
sistolik >180 mmHg)
Diseksi aorta Penyakit hati lanjut
infeksi endokarditis
Ulkus peptikum yang aktif
Sumber: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia,2014
2.1.4. Stable Angina
2.1.4.1. Definisi

Suatu manifestasi akibat adanya iskemi miokardium. Namun pada angina


stabil akan muncul akibat adanya aktivitas fisik berlebih dan stres. 3 Gejala yang
ditimbulkan pada pertama kali serangan berat, namun hanya dalam beberapa menit-
20 menit. 18

2.1.4.2. Klasifikasi Beratnya Gejala Pada Angina Stabil

Tabel 2.5. Klasifikasi beratnya gejala pada angina stabil berdasarkan Canadian
Cardiovascular Society.

Gradasi beratnya nyeri dada oleh Canadian Cardiovascular Society


Kelas I Aktivitas sehari-hari seperti jalan kaki, berkebun, naik tangga 1-2
lantai dan lain-lain tidak menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada
timbul pada latihan yang berat, seperti berjalan cepat serta terburu-
buru, waktu kerja atau bepergian.
Kelas II Aktivitas sehari-hari agak tervatas, misalnya angina timbul bila
melakukan aktivitas lebih berat dari biasanya, seperti jalan kaki 2
blok, naik tangga lebih dari 1 lantai atau terburu-buru, berjalan
menanjak atau melawan angin dan lain-lain
Kelas III Aktivitas sehari-hari nyata terbatas, angina timbul bila berjalan 1-2
blok, naik tangga 1 lantai dengan kecepatan yang biasa.
Kelas IV Angina bisa timbul waktu istirahat sekalipun. Hampir semua
aktivitas dapat menimbulkan angina, termasuk mandi, menyapu,
dan lain-lain.
Sumber: Sudoyo AW, setiyohadi B, Alwin I, Simadibrata M, Setiati S,2009

2.1.3.3. Patofisiologi

Pada aterosklerosis terbentuk plak aterom. Plak pada angina stabil bersifat
stabil dan tidak rentan terjadi rupture namun tetap menyebabkan penyempitan
pembuluh darah koroner. Pada saat terjadi aktivitas fisik yang tinggi akan terjadi
aktivasi simpatis dan sistem saraf sehingga akan terjadi peningkatan denyut jantung,
tekanan darah, dan kontraktilitas jantung. Hal itulah yang menyebabkan pemakaian
oksigen tinggi. Selama periode oksigen “demand” tinggi maka iskemi miokard terjadi
diikuti dengan gejala nyeri dada. Gejala akan berlangsung hingga terjadi
keseimbangan antara kebutuhan dan pasokan maka kebutuhan oksigen. Beratnya
gejala bergantung pada stenosisnya.3

2.1.4.4. Diagnosis
Sebagian besar seperti pada pemeriksaan jantung lainya. Anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:

1. EKG pada saat istirahat


Kelianan EKG 12 leads yang khas adalah perubahan st segemnet. Namun
perubahan pada LVH dan adanya Q abnormal dapat membantu untuk
menegakkan diagnosis. EKG istirahat pada saat nyeri dada dapat
menambah kemungkinan ditemukan kelainan yang sesuai dengan iskemia
sampai dengan 50%, walaupun EKG istirahat masih normal. Depresi ST 1
mm atau lebih merupakan pertanda iskmeik yang spesifik.18
2. Foto torak
Pada pemeriksaan ini dapat melihat kalsifikasi koroner ataupun katup
jantung, tanda lain misalnya pasien menderita gagal jantung, penyakit
katup, perikarditis dan aneurisme diseksi serta pasien yang nyeri dada
akibat kelainan paru. 18
3. EKG waktu latihan/ aktivitas
Penting dilakukan pada pasien yang sangat dicurigai termasuk kelain EKG
seperti BBB dan ST depresi ringan. Kontraindikasi pemeriksaan ini adalah
AMI kurang dari 2 hari, aritmia berat dengan hemodinamik terganggu,
gagal jantung manifes, emboli paru, dan infark paru, perikarditis dan
miokarditis. 18
4. Stress imaging dengan ekokardiografi
Bermanfaat bagi pasien yang dicurigai angina pektoris stabil sedangkan
EKG istirahat menunjukkan st depresi 1mm atau lebih memperlihatkan
adanya sindrom WPW. Tes ini bertujuan untuk stratifikasi prognostik serta
evaluasi pasien yang telah dilakukan revaskularisasi dengan IKP atau
CABG. Sampai dengan dilakukannya pemeriksaan non-invasif ini dapat
dilakukan penggolongan pasien dalam risiko ringan, sedang, tinggi. 18
2.1.4.5. Indikasi Terapi Reperfusi Pada Angina Stabil

Keadaan yang membutuhkan terapi reperfusi miokardium pada angina


pektoris stabil:18

1. CABG
- pada stenosis LM
- pada lesi 3 pembuluh terutama bila ada disfungsi LV
- pada pasien lesi dua pembuluh dan proksimal LAD dan disfungsi LV atau
terdapat iskemia pada tes non-invasif
2. Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
- Pada pasien dengan lesi 2 pembuluh dan proksimal LAD yang anatomis
baik untuk PCI, apalagi bila left ventricle (LV) fungsi normal dan tidak
pengobatan diabetes.
3. PCI atau CABG
- Pada pasien dengan lesi 1 atau 2 pembuluh tanpa proksimal LAD yang
bermakna, tetapi terdapat viable miokardium cukup luas atau pada tes
non-invasif termasuk risiko tinggi.
- Pada pasien yang sebelumnya sudah reperfusi PCI tetapi mengalami
restenosis sedangkan terdapat miokardium viable luas ataupun hasil pada
tes non-invasif termasuk dalam kategori high risk.
- Pada pasien yang tidak berhasil baik dengan terapi konservatif sedangkan
reperfusi dapat dikerjakan dengan risiko cukup baik.

2.1.5. Stenosis Koroner

Stenosis koroner sebesar ≥50% didefinisikan sebagai stenosis signifikan. 9


Sumber lain menyatakan stenosis signifikan apabila stenosis lumen sebesar >70%.11
Penilaian keparahan stenosis merupakan hal penting dalam mengelola pasien dengan
obstruksi epikardial pembuluh koroner. Stenosis arteri koroner merupakan berasal
dari perkembangan aterosklerosis yang menyebabkan peningkatan resistensi koroner
dan menurunkan perfusi maksimal miokardium sehingga sirkulasi menurun dan akan
menjadi iskemik miokardium. Untuk mengetahui stenosis koroner melalui
angiografi.20 Prevalensi terjadinya stenosis koroner adalah sebesar 78,8%.13
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di surabaya didapatkan prevalensi
stenosis koroner signifikan terjadi pada 88% pasien, dengan jumlah sampel 25 pasien
stable angina.

2.1.5.1.Angiografi koroner

Angiografi koroner merupakan suatu alat modalitas pencitraan untuk melihat


arteri koroner. Angiografi koroner dapat melihat letak lesi dan diameter stenosis.
Prosedur angiografi dilakukan melalui kateterisasi jantung, kateter dimasukkan ke
dalam sisi kanan atau kiri jantung. Kateterisasi dapat menetukan tekanan darah dan
aliran darah dalam ruang-ruang jantung, dapat mengumpulkan sample darah dan
merekam film ventrikel-ventrikel jantung atau arteriografi koroner(angiografi). Akses
vaskular biasanya didapatkan dengan menggunakan pendekatan perkutan yaitu
melalui arteri femoralis, arteri brakialis, arteri radialis, arteri poplitea, dan arteri
aksilaris. Setelah dilakukan penilaian stenosis, kemudian dilakukan angioplasti dan
pemasangan stent dilakukan pada stenosis yang sesuai. 21 Pada kateterisasi sisi kiri
jantung, kateter dimasukkan ke dalam salah satu arteri pada fossa antekubiti atau
arteri femoralis melalui prosedur tusukan atau pemotongan. Dengan dituntun
fluoroskopi, kateter dimasukkan secara retrograd melewati aorta ke dalam orifisium
arteri koroner dan ventrikel kiri. Kemudian medium kontras disuntikkan ke dalam
ventrikel, sehingga memungkinkan membuat film aktivitas jantung. Kateterisasi sisi
kiri jantung berfungsi menilai patensi arteri koroner, fungsi katup mitral dan aorta,
serta fungsi ventrikel kiri. Pada kateterisasi sisi kanan jantung, kateter dimasukkan ke
dalam vena antekubiti atau vena femoralis dan melewati vena kava inferior atau
atrium kanan ke dalam sisi kanan jantung serta arteri pulmonalis. Kateterisasi kanan
jantung berfungsi menilai fungsi katup trikuspid dan pulmonal serta tekanan atreri
pulmonalis.22

2.1.5.2. Penilaian Keparahan Penyakit jantung Koroner


Penilaian keparahan penyakit jantung koroner dapat menggunakan sistem skoring.
Beberapa skoring yang dapat digunakan adalah Gensini, CASS, DUKE CAD severity
index, Duke Jeopardy, dan Sullivan skor.11

Tabel 2.6. Sistem Skoring Angiografi

Penilaian
Jumlah
Keparahan Fungsional Komentar
pembuluh
lesi dari lesi
darah
Gensini +++ +++ +++ Sering digunakan
CASS ++ ++ + Sistem skoring yang
sudah lama
Duke CAD ++ +++ ++ Nilai prognostik
severity
index
Duke +++ ++ ++ Mudah divalidasi,
Jeopardy penggunaan luas
Sullivan +++ +++ +++ 3 skor berbeda
Sumber: Ian J. Neeland, MD, Riyaz S. Patel, MD, Parham Eshtehardi, MD,Saurabh Dhawan,et al,
2012.

Sistem skoring yang sering digunakan adalah sullivan skor dan gensini skor.
Sullivan vessel score adalah salah satu system penilaian angiografi yang dapat
menunjukkan hubungan antara tingkat keparahan lesi arteri koroner dengan beban
plak aterosklerosis. Sullivan skor terdiri dari 3 yaitu sullivan vessel score, sullivan
extent skor dan sullivan stenosis skor. 8

Sullivan vessel score didefinisikan sebagai jumlah dari pembuluh darah


dengan stenosis >70% reduksi diameter lumen kecuali pada left main(LM) stenosis
≥50%. Hasil skor berdasarkan dari jumlah pembuluh darah yang terlibat. Skor 0
untuk tidak ada pembuluh darah yang terlibat stenosis signifikan, skor 1 bila terdapat
1 pembuluh darah terlibat atau single vessel disease, skor 2 apabila terdapat 2
pembuluh darah terlibat atau double vessel disease, dan skor 3 apabila terdapat 3
pembuluh darah yang terlibat atau triple vessel disease.23 apabila terjadi stenosis pada
LM saja disebut single vessel disease, apabila terdapat keterlibatan LM dengan Left
anterior descending artery(LAD), atau LM dengan left circumflex(LCx), atau
LM,LAD, dan LCx maka disebut double vessel disease atau bernilai skor 2.8

Sullivan stenosis score menghitung besar stenosis masing-masing pembuluh


darah, kemudian dijumlahkan. Arteri koroner menurut Gensini score coronary
segmentation terbagi menjadi 8 bagian; proksimal LAD, mid LAD, distal LAD,
proksimal LCx, distal LCx, proksimal RCA, mid RCA, dan distal RCA. Apabila terjadi
stenosis <50% maka nilainya 1, apabila stenosis 50-75% maka nilainya 2, apabila
stenosis 75-99% maka nilainya 3, apabila stenosis 100% nilainya 4. Hasil akhir dari
penghitungan Sullivan stenosis score adalah antara 0-32.8

2.1.5.3. Faktor yang Mempengaruhi Keparahan Penyakit Jantung Koroner

Keparahan penyakit jantung koroner dipengaruhi oleh berbagai hal. Beberapa


penelitian mencoba untuk membuktikan faktor-faktor dengan keparahan penyakit
jantung koroner. Faktor-faktor yang telah diteliti yang berhubungan positif terhadap
keparahan PJK antara lain jenis kelamin, merokok, diabetes melitus, hipertensi, nitrit
oksida(NO),kreatinin, BUN, lipase, trigliserida, C-reaktif protein(CRP), fibrinogen,
dan leukositosis. Sedangkan faktor yang berhubungan negatif adalah Cl-, besi, dan
kolestrol high density lipoprotein(HDL). 23,24,25,26

2.1.6. Leukosit

Leukosit salah satu komponen darah yang berfungsi dalam melawan infeksi
dan suatu cedera sel atau inflamasi. Ketika terjadi suatu cedera maka akan terjadi
peningkatan produksi dari leukosit. Leukosit diproduksi di dalam sumsum tulang dan
jaringan limfoid. Setelah diproduksi kemudian diedarkan melalui darah ke lokasi
target.

Leukosit terdiri dari dua golongan utama, yaitu agranular dan granular.
Leukosit agranular mempunyai sitoplasma yang tampak homogen dan inti berbentuk
bulat atau berbentuk ginjal. Leukosit granular mengandung granlua spesifik. Terdapat
dua jenis leukosit agranular yaitu; limfosit terdiri dari sel-sel kecil dengan sitoplasma
sedikit dan monosit yang terdiri dari banyak sel-sel besar dan mengandung sitoplasma
lebih banyak. Untuk leukosit granular terdapat tiga jenis; neutrophil, basophil dan
eosinophil.

2.1.6.1.Leukosit dan reaksi inflamasi atau kerusakan jaringan.

Inflamasi adalah reaksi tubuh terhadap masuknya organisme ataupun kerusakan


jaringan. Dalam proses inflamasi terdapat tiga hal terjadi:

1. Peningkatan peredaran darah ke lokasi jaringan yang rusak.


2. Peningkatan permiabelitas dari kapiler yang ditimbulkan oleh pengerutan sel
endotel, hal ini memungkinkan molekul yang lebih besar seperti antibody dan
fagosit bergerak ke pembuluh darah dan sampai ke lokasi target.
3. Pengingkatan leukosit terjadi terutama apabila fagosit polimorfonuklear dan
makrofag dikerahkan dari sirkulasi dan bergerak ke lokasi target.
Ketika terjadi kerusakan jaringan maka akan terjadi sekresi dari leukocytosis
inducing factor. Kemudian setelah terjadi rangsangan akan terjadi leukositosis
dan leukosit bermigrasi ke lokasi target.9

2.1.6.2. Peran Leukosit Terhadap Keparahan Penyakit Jantung Koroner

Efek leukositosis terhadap PJK dapat dijelaskan melalui beberapa mekanisme,


dasar dari terjadinya aterosklerosis merupakan suatu proses inflamasi sehingga
leukosit berperan dalam terjadinya PJK. Lesi aterosklerosis merupakan suatu proses
inflamasi alamiah, terjadi pada arteri besar ataupun sedang dan berkembang pada
awal kehidupan. Leukositosis dapat dijadikan sebagai suatu marker inflamasi pada
lesi aterosklerosis, karena leukosit merupakan berperan dalam terjadinya inisiasi dan
progresivitas lesi aterosklerosis. 25

Leukositosis akan meningkatkan terjadi kerusakan sel endotel, hal ini


disebabkan oleh neutrofil. Neutrofil akan mengeluarkan enzim protease dan
pengeluaran mediator-mediator inflamasi. Sekresi enzim protease dan mediator
menyebabkan terjadinya detachment sel endotel dari dinding pembuluh darah dan
pelekatan dari platelet terhadap subendotel kolagen dan fibronektin. Neutrofil juga
akan meningkatkan pengeluaran leukotrient B4 pada pasien stable angina.26
Kemudian terpapar kolagen trombogenik sehingga menjadi predisposisi terbentuknya
suatu trombus. Leukosit juga mengeluarkan sitokin sehingga terjadi rekruitment
makrofag dan proliferasi dari sel otot polos pada dinding vaskular. 25,26 Leukosit juga
menyebabkan penurunan perfusi, peningkatan ekspresi dari monocyte tissue factors,
aktivasi sistem koagulasi, dan perubahan adhesi dari molekul-molekul pada
aterosklerosis.25
///////

//

//

//

//

/
Cara Pengukuran PengukuranSkala Hasil pengukuran

3. UAP 1. STEMI
- - 2. NSTEMI
iagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
Sesuaifisik,
yang tertulis dalam rekam medis
meriksaan EKG, pemeriksaan penanda jantung terbagi
enjadi ST Elevasi Miokard Infark (STEMI), non-ST
evasi Miokard Infark (NSTEMI) dan unstable angina
2.4. Definisi Operasional

ectoris(UAP). NSTEMI dan UAP tidak terdapat ST


elevasi tetapi pada NSTEMI terdapat peningkatan
biomarker jantung. Biomarker yang dapat diperiksa
Troponin I/T,CKMB5

Ordinal
Hasil pengukuran No Variabel Definisi Alat Ukur

1 = ada 0 = tidak ada Stable angina Sindrom Suatu fase akut dari iskemi
koroner arteri koroner baik disertai
akut nekrosis ataupun tidak pada
(SKA) otot jantung.17 Ditandai
dengan gejala nyeri dada
berat dengan frekuensi
cukup sering.18

2=Normal 1=Leukositosis
Rekam
1
medis
Alat Ukur Cara Pengukuran Skala Pengukuran

- - Nominal
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
Sesuai yang tertulis dalam rekam medis
fisik, dan stres tes.1

Rekam medis

Pemeriksaan darah perifer Terbagi menjadi 2 kategoriNominal


Pemeriksaan dilakukan di laboratorium RS yaitu leukositosis dan
rutin, penelitian ini Hermina Bekasi, sesuai dengan prosedur
menggunakan hasil cek normal.
pemeriksaan darah perifer. Intepretasi hasil lab
laboratorium pasien di RS terbagi menjadi 2 yaitu leukositosis apabila kadar
Hermina Bekasi. leukosit >10.000 /mm3 dan normal 3200-
10.000/mm3 . 27
Hasil pengukuran No Variabel Definisi

3= Skor 3 2= Skor 2 1= Skor 1 Stable Suatu manifestasi klinis dengan


angina keluhan nyeri dada akibat
adanya oklusi yang dapat
diprediksikan sebelumnya dan
2 dicetuskan oleh aktivitas fisik
dan stres. Terjadi dalam
bebrapa menit hingga 20 menit.
Menghilang dengan istirahat.1

Kadar Pemeriksaan darah rutin yang


leukosit biasa dilakukan untuk menilai
fungsi perlindungan tubuh
terhadap infeksi. Leukosit juga
berperan dalam respon
inflamasi yaitu proses
ateroskeloris yang menjadi
3
penyakit jantung koroner.
Leukosit diproduksi di sumsum
tulang, disimpan di dalam limfa
dan diangkut oleh darah ke
organ dan jaringan.27,33
Alat Ukur Cara Pengukuran Skala Pengukuran

Catatatn Derajat stenosis


Dalam penelitian
dan ini 0 tidak dilakukan
Terbagi
analisis
menjadi 0,1,2 dan 3.Ordinal
laporan jumlahkarenalesi yang terlibat
hanya melakukan analisis pada stenosis
angiografi tampak melalui
signifikan bernilai 1,2 dan 3
pemeriksaan angiografi.
Angiografi koroner
merupakan suatu modalitas
diagnostik untuk menilai
stenosis koroner. Kontras
pertama-tama diinjeksikan
ke dalam ventrikel kiri
untuk menilai fungsi dan
kemudian kedalam arteri
koroner utama kiri dan
kanan untuk mendeteksi
luas setiap stenosis.5
Definisi

osis >70% pada


Suatu
2Skor
vessel
skor
1 untuk
disease
untukpasien
menilai
dengan
keparahan
derajatpenyakit
stenosisjantung
>70%Skor
pada
koroner
01 untuk
vessel
berdasarkan
pasien
diseasedengan
jumlahderajat
pembuluh
stenosis
darah<70%
yang mengalami stenosis >70%.
No Variabel

Sullivan vessel
4
score
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah analitik non-ekspreimental menggunakan


pendekatan kohort retrospektif berbasis prognostik.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di RS Hermina Bekasi dalam rentang waktu dari September


- Oktober 2016

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi target penelitian adalah pasien penyakit jantung koroner yang dilakukan
angiografi koroner. Populasi terjangkau adalah pasien penyakit jantung koroner
yang dilakukan angiografi koroner di Hermina Bekasi.

3.3.2 Sampel dan Cara Pemilihan Sampel

Sampel penelitian adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi


penelitian tanpa kriteria eksklusi. Pasien merupakan pasien penyakit jantung
koroner yang menjalani angiografi koroner di RS Hermina Bekasi rentan waktu
Januari 2015-Oktober 2016. Pemilihan sampel dilakukan dengan cara
Consecutive sampling.
3.3.3 Perkiraan Besar Sampel

Perkiraan besar sampel minimal untuk penelitian menggunakan rumus Rule of


Thumb. Sehingga di dapatkan :

3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi

3.4.1 Kriteria Inklusi

1. Pasien penyakit jantung koroner yang dilakukan angiografi koroner di RS


Hermina Bekasi.
2. Terdapat data mengenai pembuluh darah koroner yang terlibat dan persentase
diameter stenosis angiografi koroner pada rekam medis.
3. Terdapat data kadar leukosit pasien dalam rekam medis.

3.4.2 Kriteria Ekslusi

1. Pasien riwayat PCI

2. Keganansan hematologi.

3. Terdapat penyakit infeksi.

4. Tidak terdapat data jumlah leukosit pasien.


3.5. Cara Kerja Penelitian

a. Melakukan perizinan pengambilan data


b. Mengambil data rekam medis
c. Memasukkan data sesuai dengan baseline data yang telah dibuat
- Data demografi
- Data risiko kardiovaskular.
- Data riwayat penyakit dahulu
- Data riwayat pengobatan
- Data laboratorium
- Data angiografi koroner
d. Dilakukan koding dan menentukan keparahan stenosis berdasarkan Sullivan
vessel score.
e. pengolahan data menggunakan program SPSS versi 22.0
f. Penyajian hasil

3.6 Alur Penelitian


Populasi target: pasien penyakit jantung koroner yang dilakukan
angiografi koroner

Populasi terjangkau: pasien penyakit jantung koroner yang dilakukan


angiografi koroner di RS Hermina Bekasi

Sampel memenuhi kriteria inklusi dan tanpa kriteria eksklusi

Ya Tidak

Diikutsertakan dalam penelitian


Tidak diikutsertakan
dalam penelitin
Pengumpulan data rekam
medis yang dibutuhkan

Analisis dan pengolahan data

3.7 PengolahanHasil
dan Analisis Data

Data dianalisis menggunakan SPSS versi 22.0 data merupakan data kategorik dalam
Kesimpulan
bentuk frekuensi dan persen, sedangkan data numerik dalam bentuk (mean±simpang
baku). Kemudian dilakukan analisis bivariat antara hubungan variabel terkait
terhadap keparahan penyakit jantung koroner menggunakan Chi-Square untuk
mengetahui apakah Ho ditolak atau Ho diterima. Ketentuannya adalah p-value < α
(0,05). Jika hasil uji nilai p > α (0,05), maka Ho ditolak atau tidak adanya hubungan
yang bermakna antar variabel.28 Kemudian dilakukan analisis multivariat regresi
logistik untuk mendapatkan nilai odds ratio (OR) dan interval kepercayaan. Variabel
yang dimasukkan ke dalam analisis multivariat adalah yang memiliki p-value <0,25.28
Dalam menilai kemampuan diskriminasi dan kalibrasi, dilakukan uji-Hosmer-
Lameshow dan analisis kurvs area under receiver (AUC).
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Karakteristik dasar subjek penelitian

Data penelitian diambil dari instalasi rekam medis RS Hermina Bekasi


berdasarkan data pasien penyakit jantung koroner yang dilakukan angiografi koroner
di RS Hermina Bekasi sejak Januari 2015-Oktober 2016 dan memenuhi kriteria
penelitian. Hasil penelitian terperinci sebagai berikut:

Dari hasil yang didapatkan bahwa jumlah pasien RS Hermina Bekasi yang
terpilih menjadi sampel penelitian tanpa kriteria eksklusi adalah sebanyak 88 orang.
Proporsi laki-laki sebesar 64 orang(72,7%) dan perempuan 24(27,3%), dengan usia
rata-rata (57,35±8,56 tahun). Pasien merokok sebanyak 17(19,3%) orang. Pasien
hipertensi sebanyak 77(87,5%). Pasien dislipidemia sebanyak 10(11,4%) orang.
Pasien diabetes sebanyak 21(23,8%) orang. Pasien gagal jantung sebanyak 60(68,2%)
orang. Pasien obesitas sebanyak 12(13,6%) orang. Pasien Riwayat MI sebanyak
12(13,6%) orang. Pasien gagal ginjal sebanyak 5(5,7%) orang. Jenis PJK, stable
angina sebanyak 36(40,9%) dan SKA sebanyak 52(59,1%). Pasien memiliki sullivan
skor 0 sebanyak 2(2,3%), skor 1 sebanyak 34(38,6%), skor 2 sebanyak 33(37,5%),
dan skor 3 sebanyak 19(21,6%) orang. Pasien mempunyai kadar leukosit
(9212,05±2910,28) terbagi menjadi 2 grup, yaitu mempunyai kadar leukosit normal
sebanyak 62(70,5%) dan leukositosis sebanyak 26 (29,5%) orang. Seperti terdapat
pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Karakteristik Pasien

Jumlah(%) (Mean±SD)
Jenis kelamin
Laki-laki 63 (73,3%) -
Perempuan 23 (26,7%) -
Usia (57,51±8,32)tahun
Merokok 17 (19,8%) -
Hipertensi 75 (87,2%) -
Dislipidemia 10 (11,6%) -
Diabetes 20(23,3%) -
Gagal jantung 58(67,4%) -
Obesitas 12 (14,0%) -
Riwayat MI 12 (14,0%) -
Gagal ginjal 5 (5,8%) -
Jenis PJK
Stable angina 36 (41,9%) -
SKA 50 (58,1%) -
Pengobatan
ACE/ARB 44(51,2%) -
Nitrat 74 (86,0%) -
Anti-Platelet 86 (100%) -
Statin 81 (94,2%) -
Insulin 9 (10,5%) -
ADO 13(15,1%) -
Beta Bloker 60 (39,5%)
Sullivan score -
1 34 (39,5%)
2 33 (38,4%)
3 19 (2216%)
Laboratorium
Kadar leukosit -
Normal 60 (69,8%)
Leukositosis 26 (30,2%)
Hemoglobin - (14,08±1,8)
Trombosit - (264988,37±77520,926)
Leukosit - (9207,21±2944,12)
kreatinin - (1,10±0,33)
Hematokrit - (40,58±4,71)
Selama pengambilan data dilakukan terdapat 4 pasien tereksklusi karena pasien
mempunyai riwayat dilakukan percutaneous coronary intervention (PCI) atau
coronary artery bypass graft (CABG) dan data laboratorium yang tidak lengkap
untuk analisis hanya dilakukan pada pasien dengan stenosis signifikan saja.

4.1.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dalam penelitian ini yang digunakan adalah uji hipotesis komparatif
dengan skala pengukuran kategorik tidak berpasangan dalam bentuk tabel 2 x 2.
Variabel yang di uji adalah hubungan kadar leukosit yang terbagi menjadi dua
kelompok yaitu leukositosis dan normal, terhadap sullivan vessel score 1
dibandingkan kadar leukosit pada pasien dengan Sullivan vessel score 2, kemudian
kadar leukosit pada pasien skor 1 dibandingkan skor 3 dan kadar leukosit pasien skor
2 dibandingkan dengan skor 3 . Uji yang digunakan adalah chi-square.28 Hasil
analisis bivariat pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2. Hasil analisis bivariat antara kadar leukosit terhadap keparahan PJK
berdasarkan Sullivan vessel score 1 dibandingkan 2

Sullivan vessel score


1 2 P-value
n % n %
Leukosit Leukositosis 10 52,6% 9 47,7% 0,846
Normal 24 50,0% 24 50,0%
Total 34 50,7% 33 49,3%
Hasil uji chi-square didapatkan hasil p value 0,846

Dari tabel diatas kadar leukosit pada pasien dengan Sullivan vessel score 1 dan
Sullivan vessel score 2 yang mengalami leukositosis sebanyak 19 pasien dan leukosit
normal sebanyak 48 pasien. Untuk analisis bivariat tidak didapatkan hubungan antara
kadar leukosit terhadap Sullivan vessel score 1 dibandingkan Sullivan vessel score 2
dengan p-value (>0,05).

Tabel Hasil analisis bivariat antara kadar leukosit terhadap keparahan PJK
berdasarkan Sullivan vessel score 1 dibandingkan 3

Sullivan vessel score


1 3 P-value
n % n %
Leukosit Leukositosis 10 58,8% 7 41,2% 0,578
Normal 24 66,7% 12 33,3%
Total 34 64,2% 19 35,8%
Hasil uji chi-square didapatkan hasil p value 0,578

Dari tabel diatas kadar leukosit pada pasien dengan Sullivan vessel score 1 dan
Sullivan vessel score 3 yang mengalami leukositosis sebanyak 17 pasien dan leukosit
normal sebanyak 36 pasien. Untuk analisis bivariat tidak didapatkan hubungan antara
kadar leukosit terhadap Sullivan vessel score 1 dibandingkan Sullivan vessel score
dengan p-value (>0,05).

Tabel Hasil analisis bivariat antara kadar leukosit terhadap keparahan PJK
berdasarkan Sullivan vessel score 2 dibandingkan 3
Sullivan vessel score
2 3 P-value
n % n %
Leukosit Leukositosis 9 56,3% 7 43,8% 0,472
Normal 24 66,7% 12 33,3%
Total 33 63,5% 19 36,5%
Hasil uji chi-square didapatkan hasil p value 0,472

Dari tabel diatas kadar leukosit pada pasien dengan Sullivan vessel score 2 dan
Sullivan vessel score 3 yang mengalami leukositosis sebanyak 16 pasien dan leukosit
normal sebanyak 36 pasien. Untuk analisis bivariat tidak didapatkan hubungan antara
kadar leukosit terhadap Sullivan vessel score 2 dibandingkan Sullivan vessel score 3
dengan p-value (>0,05).

4.1.3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat tidak dapat dilakukan pada variabel kadar leukosit, karena
nilai p value > 0,25 pada analisis bivariat.

4.2. Pembahasan

4.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik non-eksperimental menggunakan


pendekatan kohort retrospektif berbasis prognostik pada pasien dengan suspek PJK.
Jumlah pasien dalam studi ini adalah sebanyak 88 pasien. Sampel dalam penelitian ini
adalah pasien yang mengalami penyakit jantung koroner baik stable angina maupun
sindrom koroner akut. Usia rata-rata pasien (57,32±8,35)tahun. Menurut Departemen
Kesehatan Republik Indonesia 2009 (Depkes RI) terdapat 9 kategori; masa balita (0-5
tahun), masa kanak-kanak (5-11 tahun), masa remaja awal (12-16 tahun), masa
remaja akhir (17-25 tahun), masa dewasa awal (26-35 tahun), masa dewasa akhir
(36-45 tahun), masa lansia awal (46-55 tahun), masa lansia akhir (56-65 tahun) dan
masa manula adalah >65 tahun.32 Pada penelitian ini rata-rata usia pasien adalah
termasuk dalam kategori masa lansia akhir. Dalam hal ini leukosit pada masa lansia
cenderung untuk turun karena proses penuaan. Ketika usia 30 tahun akan terjadi
proses penurunan fungsi organ sebesar 1%.18 Sehingga pada penilitian ini walaupun
pasien mempunyai jumlah pembuluh darah yang mengalami stenosis signifikan >1
pembuluh darah cenderung memiliki kadar leukosit yang normal. Berdasarkan
sampel dari penelitian ini pasien cenderung memiliki stenosis signifikan pada
pembuluh darah koroner > 1 pembuluh darah.

4.2.2. Hubungan kadar leukosit terhadap keparahan penyakit jantung koroner


berdasarkan sullivan vessel score

Leukosit merupakan suatu komponen darah yang dikeluarkan oleh tubuh


ketika terjadi suatu proses inflamasi ataupun infeksi. Diproduksi di dalam sumsum
tulang, disimpan di dalam limfa dan diangkut oleh darah ke organ dan jaringan. 27
Aterosklerosis merupakan suatu proses inflamasi dimana leukosit berperan dalam
mempengaruhi terjadinya keparahan penyakit jantung koroner.26 Leukosit
mensekresikan suatu enzim protease sehingga akan terjadi kerusakan endotel secara
kronik. Kemudian akan terjadi paparan terhadap kolagen sehingga akan terbentuk
suatu trombus.3,4,26

Namun pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan antara kadar leukosit
terhadap keparahan penyakit jantung koroner berdasarkan sullivan vessel score pada
pasien penyakit jantung koroner. Pada penelitian sebelumnya kadar leukosit
merupakan faktor yang berhubungan dengan keparahan penyakit jantung koroner
karena leukosit merupakan suatu sel inflamasi yang diproduksi oleh tubuh karena
4,26
adanya suatu proses inflamasi pada arteri koroner jantung. Pada penelitian
sebelumnya jumlah sampel penelitian adalah 90 pasien dengan penyakit jantung
koroner dilakukan angiografi koroner kemudian dilakukan penilaian extent skor dan
keparahan PJK. Namun penelitian tersebut menggunakan skor gensini sebagai
penilaian dan didapatkan hasil terdapat hubungan antara kadar leukosit dan hitung
neutrofil dengan gensini skor.29

Pada penelitian lainya juga mendapatkan hubungan antara kadar leukosit dan
neutrofil berhubungan dengan keparahan PJK namun tidak menjadi faktor
independent. Pada penelitian sebelumnya pasien yang digunakan adalah pasien
dengan stable angina.8,30,31 Namun pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah
pasien penyakit jantung koroner baik stable angina mapun sindrom koroner akut
yang terdiri NSTEMI, STEMI, dan UAP. Proporsi pada penelitian ini lebih banyak
pasien dengan SKA yaitu sebesar 59,8%.

Pada penelitian ini sullivan vessel score proporsinya tidak sama pasien
cenderung memiliki jumlah pembuluh darah yang terlibat >1 yang disebut dengan
multivessel disease. Multivessel didefiniskan sebagai stenosis signifikan minimal
pada dua dari tiga major epicardial coronary arteries (secara angiografi terdapat dua
atau tiga vessel diasease).34

Selain karakteristik pasien yang memiliki Sullivan vessel score >1, kadar
leukosit pada pasien cenderung normal. Sehingga pada penelitian ini tidak didapatkan
hubungan kadar leukosit terhadap keparahan stenosis penyakit jantung koroner pada
pasien dengan PJK.
Peneliti mencoba melakukan analisis hubungan kadar leukosit pada pasien
SKA pada penelitian ini terhadap keparahan penyakit jantung koroner berdasarkan
sullivan vessel score dengan hasil tidak terdapat hubungan signifikan antar variabel
tersebut dengan p-value (>0,05). Kemudian dilakukan analisis pada pasien stable
angina menggunakan uji chi- square namun tidak memenuhi syarat chi square
sehingga dilakukan uji alternatif menggunakan kolmogorov smirnov untuk variabel
kadar leukosit pada pasien stable angina dalam penelitian ini terhadap keparahan
penyakit jantung koroner berdasarkan sullivan vessel score tidak didapatkan hasil
signifikan antar variabel, dengan p-value (>0,05).
Dari analisis yang telah dilakukan pada penelitian ini tidak didapatkan
hubungan kadar leukosit terhadap keparahan stenosis PJK pada pasien dengan
penyakit jantung koroner, sehingga pada penelitian ini leukosit tidak dapat dijadikan
sebagai faktor prediktor keparahan stenosis penyakit jantung koroner pada pasien
dengan penyakit jantung koroner.
Kadar leukosit bukan merupakan satu-satunya hal yang mempengaruhi
keparahan stenosis pasien penyakit jantung koroner. Pasien diabetes dengan
dislipidemia akan terjadi kerusakan sel endotel yang lebih parah dari pada penderita
dislipidemia tanpa diabetes. Dislipidemia pada pasien diabetes lebih toksik. Toksisitas
lipid menyebabkan aterogenesis menjadi lebih progresif, lipoprotein akan mengalami
glikasi dan oksidasi sehingga meningkatkan risiko aterosklerosis.34

4.3. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, antara lain:

 Desain penelitian

Penelitian ini menggunkan kohort retrospektif dengan menggunakan data sekunder


berupa rekam medis, apabila data dalam rekam medis tersebut tidak lengkap maka
sampel akan menjadi eksklusi.

 Asal populasi
Penelitian hanya mengambil data dari 1 rumah sakit.
 Faktor prediktor
1. Banyak biomarker yang menjadi ide penelitian namun kurang dapat dilakukan
karena mahal untuk dilakukan dan jarang dilakukan pemeriksaan.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai komponen darah ataupun zat-zat
yang berperan dalam mempengaruhi keparahan penyakit jantung koroner pada
pasien penyakit jantung koroner disertai komorbit lain.
3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan skor lain sehingga
dapat diketahui lebih mendalam mengenai keparahan penyakit jantung koroner.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1.Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapatkan kesimpulan sebagai


berikut:

1. Proporsi pasien PJK yang mengalami stable angina sebanyak 36 (41,9%) dan
SKA sebanyak 50 (58,1%) di RS Hermina Bekasi.
2. Kadar leukosit pasien rata-rata (9207,21±2944,12), dengan 60(69,8%) pasien
memiliki kadar leukosit normal dan 26 (30,2%) pasien termasuk ke dalam
leukositosis.
3. Proporsi Sullivan vessel score 1 sebanyak 34(39,5%), Sullivan vessel score 2
sebanyak 33(38,4%) dan Sullivan vessel score 3 sebanyak 19(22,1%).
4. Pada penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan yang bermakna dari kadar
leukosit terhadap keparahan penyakit jantung koroner berdasarkan Sullivan
vessel score dengan p-value (>0,05).
5. Pada penelitian ini kadar leukosit tidak dapat dijadikan sebagai faktor
prediktor keparahan PJK berdasarkan Sullivan vessel score.

5.2. Saran

Saran untuk penelitian ini:

1. Diperlukan sampel yang lebih banyak sehingga bisa di dapatkan hubungan


antar variabel.
2. Menggunakan skoring yang lebih spesifik untuk menilai keparahan penyakit
jantung koroner.
3. Dilakukan randomisasi pasien sehingga semua pasien memiliki kesempatan
sama untuk dipilih ataupun tidak terpilih menjadi sampel penelitian.
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Noncommunicable Disease Country Profiles


2011. Geneva: WHO Library Cataloguing in-Publication Data; 2011.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan kesehatan. Laporan Hasil Riset
Kesehatan Dasar(RISKESDAS) Nasional; 2013.
3. Lilly L. Pathophysiology of Heart Disease A Collaborative Project of Medical
Students and Faculty 5th Ed. China : Lippincott Williams & Wilkins; 2011.
4. Madjid Mohammad and M. O. Fatemi, Components of the Complete Blood
Count as Risk Predictors for Coronary Heart Disease, Texas Heart journal
2013; 40: 17-19.
5. Abrams HL: Complications Of Coronary Arteriography. In Adams HL, editor:
Angiography: Vascular and interventional radiology. Ed 3.; 2003.
6. Patel Pradip R. Lecture Notes Radiologi Edisi 2. Jakarta: Erlangga Medical
Series; 2007.
7. Holmes H Nancy, Robinson Joan M, Bartelmo Joanne M, et all. Uji
Diagnostik (Handbook of Diagnostic test 3 rd Edition). Jakarta: EGC; 2010.
8. Farhana,Meutia, Putranto,Nugroho Eko. Correlation Between Plasma Nitric
Oxide Level And Coronary Artery Stenosis Severity Based On Sullivan
Scoring System In Stable Angina Patients. FMI 2015; 51:22-30.
9. Kasper, Fauci, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. 2015. Harrison’s Principles
Of Internal Medicine 19th edition. United state : McGraw-Hill.
10. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.. Pedoman
Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Edisi Ketiga. Jakarta: Centra
Communications. 2014.
11. I. J. Neeland et al. Coronary Angiographic Scoring Systems: An Evaluation
Of Their Equivalence And Validity. Am Hear. J, 2014;vol. 164:547–552.
12. Yang Xi, Huang Hong, Liu Hong. Computed Tomography Imaging Of Early
Coronary Artery Lesions In Stable Individualis With Multiple Cardiovascular
Risk Factors. Clinics 2015;70(4):242-246.
13. Akanda MAK, Choudury KN, Ali Mz, Kabir Mk, et al. Serum Creatinine And
Blood Urea Nitrogen Levels In Patients With Coronary Artery Disease.
Cardiovasc. J.2013;5(2):141-145.
14. Lloyd-Jones D, Adams R, Carnethon M, De Simone G, Ferguson TB, Flegal
K, et al. Heart disease and stroke statistics 2009 update: a report from
American Heart Association Statistics Committee and Stroke Statistics
Subcommitte. Circulation 2009; 119(3):e21-181
15. Heidenreich PA, Trogdon JG, Khavjou OA, Butler J, Dracup K, Ezekowitz
MD, et al. Forescating the future of Cardiovascular disease in the United
Stated;a policy statement from the American Heart Association. Circulation
2011; 123(8):933-44
16. P. D. Suastika, Ketut et al., Coronary Heart Disease in a Remote Area. J Clin
Exp Cardiol 2012: 6–9,
17. Camm A John, Luscher Thomas F, Serruys Pattrick W, et al. The ESC
Textbook of Cardiovascular Medicine. Blackwell Publishing; 2006.
18. Sudoyo AW, setiyohadi B, Alwin I, Simadibrata M, Setiati S.. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
19. Firman Doni. Intervensi Koroner Perkutam Primer. J kardiol Indones. 2010;
31: 112-117
20. Libby, Bonow, Mann, Zipes. Braunwald’s: Heart Disease a text book of
cardiovascular medicine vol 1, 8 .USA: Elsevier; 2007.
21. Patel,Pradip R. Lecture Notes Radiologi edisi 2. Jakarta: Erlangga Medical
Series.;2007
22. Holmes,h nancy, Robinson,Joan m, Bartelmo, joanne m, et all. Uji Diagnostik
(Handbook of diagnostik test 3 rd edition). Jakarta: EGC. 2010.
23. Keohane Elaine M , Smith Larry J, Walenga Jeanin. Rodak’s Hematology
clinical principles and apllications 5 th edition. Canada: Elsevier;2016.
24. Sponder Michael, Fritzer-Szekeres Monila, Rodrig Marculescu, Brigitte
Litschauer, Jeannet S. A New Coronary Artery Disease Grading System
Correlates Wit Noumerous Routine Parameters That Were Associated With
Atherosclerosis: Grading System For Coronary Artery Disease
Severity.Vascular Health and Risk Management 2014: 10;641-647.
25. Chiha joseph, mitchell paul, gopinath bamini plnat adam.Gender differences
in the severity and extent of coronary artery disease. IJC Heart & Vasculature
2015 ;8 :161-168.
26. Madjid, Awan Imran, Willerson James, et al. Leukocyte count and coronary
heart disease implication for risk assessment. JACC 2004;10:1945-56.
27. Indrawaty Sri, Sosialine Engko,Umar Fatimah, et al. Pedoman Intepretasi
Data Klinik. Jakarta: Kemenkes RI ;2011.
28. Dahlan MS. Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel Dalam Peneltian
Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta;: Salemba Medika;2010
29. Sayin Muhammet Rasit, Cetiner Mehmet Ali, Karabag Turgut, et al. The
relationship between the gensini score and complete blood count parameters
in coronary artery disease. Kosuyolu Kalp Dergisi 2012;15(2):51-54
30. Lind L et al. Circulating Markers Of Inflamation And Atherosclerosis.
Atherosclerosis 2003; 169:203-214.
31. Seleuk Hatice, Dine Lale, Mehmet, et al.The Relation Between Differnetial
Leukocyte Count Neutrofil To Lymphocyte Ratio And The Presence And
Severity Of Coronary Artery Disease. Open Journal Of Internal Medicine
2012; 2:163-169 32. Depkes RI. Klasifikasi Umur menurut Kategori. Jakarta:
Ditjen Yankes; 2009.
32. Pim AL Tonino, William F, Bryune Bernard, Oldroyd Keith G,et al.
Angiographic Versus Functional Severity Of Coronary Artery Stenoses In The
Fame Stufy :FFR Versus Angiography In Multivessel Evaluation. J Am Coll
Cardiol 2010; 55(25): 2816-2821.
33. Bays H. Atherogenic Dyslipidemia In Type 2 Diabtes And Metabolic
Syndrome: Current And Future Treatment Opinion. Br J Diabetes Vasc Dis
2003;3:356-360.
LAMPIRAN

1. Formulir Penelitian

Kadar Leukosit Sebagai Prediktor Keparahan Penyakit Jantung Koroner Berdasarkan


Sullivan Vessel Score Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner

Data dasar
Nama Lengkap
No Rekam Medis
Usia
Jenis Kelamin
Faktor risiko PJK Diabetes/ hipertensi,
merokok/dislipdemia/obesitas
Riwayat penyakit kardiovaskular pada
keluarga
Riwayat Terapi Medikamentosa dan intervensi
Diagnosis Stable Angina/ SKA
Pemeriksaan Laboratorium
Kadar Leukosit ..... /μL
Kadar Hemoglobin
Kadar Trombosit
Kadar Kreatinin
Kadar Hematokrit
Sullivan vessel score 0/1/2/3
2. Riwayat Penulis

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ana Khurnia Rahmawati

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Mojokerto, 8 Maret 1996

Agama : Islam

Alamat : Jalan Diponegoro 16 RT 001/RW 001 Mojosari,

Mojokerto- Jawa Timur, 61384

Monor Hp : 085790423966

Email : akhurnia@gmail.com

Riwayat Pendidikan:

- SDN 1 Mojosari (2002-2008)


- SMP N 1 Mojosari (2008-2011)
- MA Unggulan Amanatul Ummah Surabaya (2011-2013)
- Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta (2013- sekarang)

Anda mungkin juga menyukai