Anda di halaman 1dari 25

PRESENTASI KASUS

“GLOMERULO NEFRITIS AKUT PASKA


STREPTOKOKUS”

Oleh :

Isna Arifah Rahmawati, 1106018253

Narasumber :

dr. Cahyani Gita Ambarsari, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK DAN REMAJA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

JAKARTA

MARET 2016
Pernyataan Plagiarisme

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa sajian kasus tentang
“Sindrom Hemolitik Uremik” ini disusun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan
yang berlaku di Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata saya didapati melakukan tindakan plagiarisme, saya akan
bertanggungjawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas
Indonesia kepada saya.

Jakarta, Maret 2016

Isna Arifah Rahmawati

2
BAB I
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS ANAK
Nama Pasien : An. KKN
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 18 Mei 2002
Umur : 13 tahun
Pendidikan : Kelas 2 SMP
Agama : Islam
Alamat : Bekasi, Jawa Barat

IDENTITAS IBU
Nama : Ny. NL
Usia : 46 tahun
Pendidikan terakhir : SMEA
Pekerjaan : Tidak bekerja
Agama : Islam
Alamat : Bekasi, Jawa Barat
Suku : Batak

IDENTITAS AYAH
Nama : Tn. B
Usia : 54 tahun
Pendidikan terakhir : D3
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Alamat : Bekasi, Jawa Barat
Suku : Batak

ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis terhadap ibu pasien.

3
Keluhan Utama
Lemas seluruh tubuh yang memberat sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Perjalanan Penyakit


Dua bulan sebelum masuk Rumah Sakit (RS), terdapat bintik-bintik kecil berair yang terasa
gatal pada kulit seluruh tubuh, terutama pada tangan, kaki dan kemaluan pasien. Gatal tidak
memberat di malam hari, dan tidak ada keluarga atau teman di sekolah pasien yang
mengalami gejala serupa. Pasien sering menggaruk-garuk kulit karena gatal, yang
mengakibatkan bintik-bintik pecah, melebar dan menjadi kering. Pasien sudah mengobatinya
dengan mengoleskan salep yang didapatnya dari Dokter di Klinik, namun tidak kunjung
membaik.

Sekitar 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, mata pasien terlihat bengkak, terutama pada
pagi hari, hilang timbul. Bengkak tidak berwarna kemerahan dan tidak terasa nyeri, riwayat
bengkak pada mata sebelumnya disangkal. Sejak 7 hari sebelum masuk Rumah Sakit, (RS)
pasien mengalami lemas pada seluruh tubuh yang semakin memberat. Lemas disertai rasa
pusing dan demam terus menerus, namun pasien tidak mengukur suhu tubuhnya. Sesak
disangkal. Riwayat cepat lemas, dan kemerahan sebelumnya disangkal. Riwayat muntah
darah, mimisan, BAB berdarah, BAB hitam dan riwayat trauma disangkal. Bengkak-bengkak
pada wajah, tangan dan kaki disangkal. Perut membuncit disangkal. Kencing berdarah,
jumlah kencing berkurang disangkal.

Bintik-bintik kemerahan pada kulit, nyeri-nyeri sendi dan nyeri pada perut disangkal.
Riwayat kemerahan pada wajah, cepat lelah terutama jika terpapar sinar matahari disangkal.

Pada saat itu, pasien dibawa ke klinik terdekat dan dilakukan pemeriksaan darah. Menurut
pengakuan ibu pasien, hasil pememeriksaan menujukkan Hb pasien 5,5 g/dL.. pasien
dkemudian dirujuk ke RS Islam Pondok Kopi. Pada pasien dilakukan tindakan transfusi
darah. Perawatan hari ke-3, pasien mengalami sesak, sesak bertambah jika pasien berbaring.
Selain itu pasien juga mengalami bengkak pada seluruh tubuh. Kencing pasien juga menjadi
sedikit. Pada pasien kemudian dilakukan pemeriksaan darah kembali. Hasil pemeriksaan
menunjukkan adanya gangguan pada ginjal pasien. Kemudian pasien menjalani prosedur cuci
darah dan tranfusi saat cuci darah sebanyak 3 kali di RS Islam Pondok Kopi.

Pasien dirujuk ke RSCM dikarenakan RS Islam Pondok Kopi karena kondisi pasien tidak
kunjung membaik dan alat cuci darah khusus anak tidak ada. Pasien datang ke RSCM dengan

4
kondisi sesak napas dan bengkak pada seluruh tubuh. Ketika diukur, tekanan darah pasien
140/100 mmHg.

Pada saat pemeriksaan, pasien telah menjalani perawatan hari ke 7 di RSCM. Pada pasien
telah diberikan pengobatan dan telah dilakukan HD sebanyak 5 kali. Pada saat pemeriksaan,
keluhan-keluhan yang diderita pasien sudah minimal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Terdapat riwayat nyeri kolik perut 3 tahun yang lalu. Pasien tidak mengetahui secara persis
penyebabnya, namun nyeri kolik menghilang setelah pasien diberikan terapi cairan dan
istirahat selama 3 hari.
Riwayat batuk dalam waktu dekat disangkal.

Riwayat Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa seperti pasien. Tidak terdapat
anggota keluarga pasien yang memiliki riwayat penyakit autoimun, penyakit ginjal yang
diderita sejak kecil, penyakit kanker, kelainan darah atau penyakit jantung. Riwayat darah
tinggi dan kencing masin dalam keluarga disangkal.

Keterangan :
Perempuan
Laki-laki
Pasien
Meninggal

Riwayat Kehamilan/Kelahiran
Ibu pasien mengandung pasien saat berusia 33 tahun. Selama masa kehamilan, ibu pasien
tidak pernah mengalami sakit berat. Ibu pasien tidak mengonsumsi obat-obatan, jamu,

5
maupun alkohol saat hamil. Ibu pasien rutin memeriksakan kandungan pada bidan secara
teratur sejak usia kehamilan 3 bulan.
Pasien lahir spontan per vaginam dibantu oleh bidan terdekat. Saat lahir, pasien langsung
menangis, tidak biru, dan tidak kuning. Berat lahir 3300 gram, panjang lahir 46 cm, namun
ibu pasien lupa ukuran lingkar kepala pasien.

Riwayat Tumbuh Kembang


Berdasarkan pengakuan ibu pasien, pertumbuhan pasien sesuai dengan teman-teman
sebayanya. Perkembangan pasien menurutnya bahkan lebih cepat dibandingkan dengan anak-
anak seusianya. Pasien sudah dapat berjalan pada usi 11 bulan. Dari kecil, pasien dikatakan
merupakan anak yang aktif. Pasien tidak pernah mengalami gangguan perkembangan mental
atau emosi.

Riwayat Imunisasi
Menurut pengakuan ibu pasien, pasien telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap hingga
usia 9 bulan.

Riwayat Nutrisi
Pasien mendapatkan ASI eksklusif hingga 6 bulan. ASI diteruskan hingga pasien berusia 2
tahun. MP-ASI berupa makanan lunak dimulai saat berusia 6 bulan. Pasien mulain makan
nasi saat usia 1 tahun.
Riwayat nutrisi saat ini : Pasien makan nasi 1 kali dalam sehari, sisanya pasien jajan makanan
kecil diluar. Pasien mengkonsumsi telur 2 kali/minggu, daging 3 kali/minggu, daging yang
dikonsumsi terutama daging ayam, pasien jarang mengkonsumsi daging merah, konsumsi
susu 3 kali/minggu, buah-buahan 3 kali/minggu.

Riwayat Pubertas
Payudara pasien menonjol, tidak terdapat rambut axila, tidak terdapat rambut pubis. Pasien
mengalami menarche pada usia 12 tahun.

PEMERIKSAAN FISIS (9 Maret 2016)


Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda Vital

6
Frekuensi Nadi : 86 kali/menit, regular, isi cukup
Frekuensi Nafas : 22 kali/menit, regular, kedalaman cukup, torako-abdominal
Tekanan Darah : 98/60 mmHg
Suhu : 37 0C per aksila

Status Antropometri
Berat Badan : 35 kg
Tinggi Badan : 150 cm
Lingkar Lengan Atas : 20,5 cm
Lingkar Kepala : 52 cm

Status Gizi
BB/U : 35/48 = 72,9%  BB kurang
TB/U : 150/160 = 97,75%  normal
BB/TB : 35/41 =85,3 %  gizi kurang
Keadaan Gizi : Gizi kurang

Kepala : Tidak ada deformitas, terdapat rambut berwarna hitam yang tidak mudah
dicabut dan tersebar merata
Wajah : Simetris, tidak terdapat tanda-tanda paresis
Mata : Eksoftalmus, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, refleks
cahaya langsung (positif/positif), refleks cahaya tidak langsung
(positif/positif), gerakan bola mata normal, pupil isokor diameter 3 mm
Telinga : Tidak hiperemis, di liang telinga terdapat serumen atau sekret
Hidung : Simetris, tidak terdapat deformitas, tidak terdapat edema konka, tidak
terdapat sekret atau darah, dan tidak terdapat deviasi septum
Mulut : Oral hygiene baik, tidak ada oral thrush
Lidah : Lidah terletak di tengah, gerakan lidah baik, dan tidak terdapat fasikulasi
Tenggorokan : Tidak eritema, arkus faring simetris dengan uvula di tengah, tonsil tidak
hiperemis, T1/T1
Leher : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening; tidak teraba massa
Dada
Jantung
I : Iktus kordis tidak terlihat

7
P : Iktus kordis teraba di sela iga V 1 jari medial midklavikula kiri
P : Pemeriksaan batas jantung tidak dilakukan
A : Bunyi jantung I dan II normal, tidak ada gallop maupun murmur
Paru
I : Simetris statis maupun dinamis, tidak terdapat otot bantu napas, tidak
terdapat retraksi sela iga
P : Ekspansi dada kanan dan kiri simetris, fremitus kiri lebih lemah dari
kanan
P : Sonor/redup
A : Bunyi napas pokok vesikuler sisi kiri melemah, ronkhi basah halus (-/+)
wheezing
Abdomen : Datar, lemas, tidak terdapat nyeri tekan maupun nyeri lepas, tidak teraba
pembesaran hati maupun limpa, bising usus normal 4 kali/menit
CVA : Tidak terdapat eritema, benjolan, tidak terdapat nyeri tekan maupun nyeri
ketok
Genitalia : Tidak terdapat rambut pubis, genitalia eksterna kesan tidak ada kelainan
Anggota Gerak: Akral hangat, telapak tangan pucat, CRT < 2 detik, tidak ada edema
Neurologis : Kemampuan motorik dan sensorik baik, refleks fisiologi +2, dan tidak
terdapat refleks patologis

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis Pemeriksaan 02/03/2016 06/03/2016 Satuan Nilai Rujukan

Hematologi
Hemoglobin 12,9 12,0 g/dL 12,5 – 16,1
Hematokit 37,7 36,6 % 36,0 – 47,0
Eritrosit 4,34 106/µl 4,00 – 5,20
MCV 84,3 fL 78,0 – 95,0
MCH 27,6 pg 26,0 – 32,0
MCHC 32,8 g/dL 32,0 – 36,0
Trombosit 192 134 103/µl 150 – 400
Leukosit 8,53 6,46 103/µl 4,00 – 10,50
Hitung Jenis
Basofil 0 0,6 %
0–1

8
Eosinofil 1 3,7 % 1–3
Neutrofil 84 65,7 % 52,0 – 76,0
Limfosit 9 12,5 % 20 – 40
Monosit 6 17,5 % 2–8
Laju Endap Darah 17 mm 0 – 20
Jumlah Retikulosit
Absolut 85900 /µl 24000-94000
Relatif 1,98 % 0,50-2,00

Kimia Darah
Ureum 105,3 73 mg/dL < 50
Kreatinin 8,418 7,40 mg/dL 0,34-0,53
LFG 9,8

Fe (SI)-TIBC
Serum Iron (Fe) 39 µg/dL 30-109
TIBC 226 µg/dL 228-428
Saturasi Transferin 17 % 15-45

Elektrolit
Natrium 132 135 mEq/L 132-147
Kalium 2,9 3,11 mEq/L 3,30-5,40
Klorida 105 92,8 mEq/L 94,0-111,0

Urinalisia
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Keruh Jernih
Leukosit 8-9 /LPB 0-5
Eritrosit 3-5 /LPB 0-2
Silinder /LPK 0-2
Sel Epitel +1
Kristal Negatif
Bakteri Negatif
Berat jenis 1,015 1,005-1,030
pH 6,0 4,0-8,0
Albumin Negatif

9
Glukosa Negatif
Darah Negatif
Bilirubin Negatif
Urobilinogen µmol/L 3,2-16,0
Nitrit Negatif Negatif
Leukosit Esterase Positif Negatif

Gambaran Darah Tepi (06/03/2016)


Eritrosit : Normositik normokrom
Leukosit : Kesan jumlah cukup, limfosit atipik, hitung jenis: 0/2/2/74/12/10
Trombosit : Kesan jumlah kurang, morfologi normal
Kesan : Monositosis dengan trombositopenia

Pemeriksaan Chest X-Ray Proyeksi AP(02-03-2016)

Interpretasi
Jantung kesan membesar.
Aorta dan mediastinum superior tidak melebar.
Trakea di tengah.
Kedua hilus suram.
Corakan bronkovaskular kedua paru meningkat.
Infiltrate pada kedua lapang paru trutama sentral.
Kedua hemidiafragma dan sudut kostofrenikus suram.

10
Tulang-tulang dinding dada kesan intak.
Terpasang kateter dengan tip setinggi vertebra T8 proyeksi vena cava superior.

Kesimpulan
Kardiomegali dengan edema paru.
Efusi pleura bilateral.
Kateter dengan tip proyeksi vena cava superior.
Tidak tampak pneumothoraks, pneumomediasatinum ataupun emfisema subkutis.

Pemeriksaan Echocardiography (02-03-2016)


Kesimpulan
Kardiomiopati dilatasi
Efusi perikard ringan

Pemeriksaan ASO (02-03-2016)


Hasil
35.0 IU/mL (normal <200 IU/mL)

Pemeriksaan Komplemen C3 dan C4 (03-03-2016)


Imunoserologi Hasil Nilai Rujukan Satuan

C3 Komplemen 70.5 86-160 mg/dL

C4 Komplemen 15.5 10-40 mg/dL

DIAGNOSIS KERJA
1. Gagal Ginjal Akut e.c Glomerulo Nefritis Akut Paska Streptokokus (GNAPS)
2. Efusi Pleura Bilateral
3. Kardiomiopati Dilatasi

RENCANA DIAGNOSIS
1. Biopsi ginjal

RENCANA TATALAKSANA
1. Istirahat (bed rest)

11
2. Nutrisi
 Diet makanan lunak, jumlah kalori 1500 KKal.
 Diet rendah protein 40 g/hari.
 Diet rendah garam.
3. Cairan 800 ml/24 jam
4. Furosemid 3 x 20 mg IV
5. Captopril 3 x 12,5 mg
6. Balans diuretik/6 jam, target balans = 0

PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
GLOMERULO NEFRITIS PASKA STREPTOKOK
3.1 Struktur Normal Glomerulus
Ginjal merupakan organ retroperitoneal yang letaknya sedikit diatas level
umbilikus. Ginjal terdiri atas lapisan luar, yang disebut korteks, dan lapisan dalam
yang disebut medulla. Korteks ginjal meliputi glomeruli, tubulas proksimal, distal,
dan tubulus kolektikus. Sedangkan medulla ginjal meliputi bagian lurus dari tubulus,
lengkung Henle, vasa recta dan tubulus kolektikus terminal.1

Gambar 1. Gambaran umum sirkulasi ginjal1


Suplai darah ke ginjal berasal dari arteri renalis yang merupakan cabang dari
aorta. Dalam medulla ginjal, arteri renalis kemudian bercabang membentuk arteri
interlobaris yang melewati medulla menuju corticomedullary junction. Pada titik ini,
cabang arteri interlobaris membentuk arteri arkuatus yang berjalan parallel di
permukaan ginjal. Arteri arkuatus bercabang menjadi arteri interlobularis, yang
kemudian bercabang menjadi arteriol aferen.1

13
Gambar 2. Gambaran skematik glomerulus dan jaringan sekitarnya1

Glomerulus merupakan jaringan vasa kapiler yang terletak diatara arteriol


aferen dan arteriol eferen.2 Kompleks glomerulus disusun oleh 4 macam sel, yaitu sel
endotel, sel mesangial, sel visceral dan sel parietal.2 Glomerulus sendiri merupakan
suatu komponen dari unit fungsional ginjal yang disebut nefron. Jumlah nefron dari
setiap individu berbeda-beda, antara 200,000 hingga 2 juta nefron per ginjal. Nefron
terdiri atas korpuskel ginjal dan tubulus ginjal. Korpuskel ginjal terdiri dari dua
komponen, yaitu glomerulus dan kapsul glomerular (Bowman’s), dan merupakan
tempat dimana plasma darah difiltrasi. Plasma darah yang telah difiltrasi dilewatkan
melalui tubulus ginjal untuk direabsorbsi dan kemudian disekresi. 1,2

3.2 Glomerulonefritis Paska Streptokok


Definisi dan Epidemiologi
Glomerulonefritis merupakan suatu terminologi yang digunakan untuk
menggambarkan adanya inflamasi pada glomerulus, yang ditandai dengan proliferasi
sel-sel glomerulus akibat suatu proses imunologis. Glomerulonephritis akut dapat
disebabkan oleh berbagai macam penyakit, diantaranya nefropati IgA, nefritis
Henoch-Schonlein, nefritis lupus, glomerulonephritis akibat infeksi virus (Hepatitis B,
Hepatitis C, HIV), glomerulonephritis akut pasca sterptokokus, dan lain sebagainya.3
Salah satu bentuk glomerulonefritis akut (GNA) yang banyak dijumpai pada
anak adalah glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS). GNAPS ditandai

14
dengan onset yang tiba-tiba dari kombinasi gejala-gejala hematuria, edema periorbita,
hipertensi, dan oligouria serta didahului oleh infeksi group A β-hemolytic streptococci
(GABHS). 3 GNAPS merupakan salah satu penyebab hematuria pada anak terbanyak
dan penyebab utama morbiditas anak dengan infeksi GABHS.1

Etiologi dan Epidemiologi


GNAPS diawali oleh infeksi GABHS pada saluran pernapasan (serotipe M1,
M4, M25, dan beberapa M12), yang umunya terjadi saat cuaca dingin, atau infeksi
kulit (serotipe M49), yang umunya terjadi saat cuaca panas.1
GNAPS paling sering terjadi pada usia 6-7 tahun, namun dapat terjadi pada
semua rentang usia. Sebuah penelitian multisenter di Indonesia menunjukkan sebaran
usia penderita GNAPS 2,5 – 15 tahun dan rasio perempuan : laki-laki = 1, 34 : 1.1.
Biasanya GNAPS terjadi pada kelompok sosioekonomi rendah, berkaitan dengan
sanitasi yang kurang baik dan jauh dari tempat pelayanan kesehatan. GNAPS di
Negara berkembang masih banyak dijumpai , namun di Negara maju, insiden GNAPS
sangat berkurang karena sanitasi yang baik dan pengobatan penyakit infeksi yang
dilakukan secara dini.1,3

Patologi
Pada gambaran patologi anatomi, didapatkan glomerulus tampak melebar,
relatif tidak ada darah dan menunjukkan proliferasi sel mesangial yang bersifat difus
dengan peningkatan matriks mesangial. Pada awal perjalanan penyakit, infiltrasi
leukosit polimorfonuklear dapat ditemuakan. Pada kasus yang berat, crescents dan
inflamasi interstisial dapat terlihat, namun tidak terlalu spesifik untuk GNAPS.
Pemeriksaan immunofluorescence menunjukkan gambaran deposit immunoglobulin
dan komplemen pada membran glomerular dan di mesangium.1

Patogenesis
Mekanisme patogenesis terjadinya GNAPS hingga saat ini belum diketahui
secara pasti. Namun telah diduga sejumlah faktor host dan kuman yang berkaitan
dengan mekanisme tersebut.3
1) Faktor Host
Hanya 10-15% pasien yang terinfeksi kuman Streptokokus grup A strain
nefritogenik yang berkembang menjadi GNAPS. Belum ada penjelasan yang

15
memuaskan mengenai fakta tersebut, namun diduga terdapat faktor host yang
berperan. Faktor host yang diduga berperan dalam mekanisme GNAPS
diantaranya adalah faktor usia, gender, sosioekonomi, lingkungan, sanitasi, nutrisi,
anemia, infestasi parasit, dan faktor genetic.3
2) Faktor Kuman
Beberapa komponen kuman yang diduga berperan mekanisme patogenesis
GNAPS adalah : protein M, endostreptosin, cationic protein, streptokinase,
neuramidase, exo-toxin B, nephritis plasmin-binding protein. Pada beberapa
penelitian terakhir, terdapat 2 antigen baru yang dikemungkinan juga berperan,
yaitu Nephritis associated plasmin receptor (NAPℓr) dan Streptococcal pyrogenic
exotoxin B (SPEB). 2,3
3) Mekanisme imunopatogen
GNAPS terjadi akibat adanya reaksi antigen antibody yang terjadi dalam sirkulasi
atau in situ dalam glomerulus. Pemicu proses inflamasi pada mekanisme jejas
glomerulus pada GNAPS, adalah: aktivasi plasminogen menjadi plasmin oleh
streptokinase yang diikuti aktifasi kaskade komplemen; kompleks antigen-
antibodi yang telah terbentuk sebelumnya terperangkap dalam glomerulus;
Antibodi antistreptokokus yang telah terbentuk sebelumnya berikatan dengan
molekul tiruan dari protein renal yang menyerupai antigen Streptokokus.3

Manifestasi Klinis
Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa GNAPS didahului oleh infeksi
GABHS melalui infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) atau infeksi kulit (piodermi)
dengan periode laten 1-2 minggu pada ISPA atau 3-6 minggu pada pioderma.
Penelitian multisenter di Indonesia menunjukkan bahwa 45,8% kasus didahului ISPA
yang melalui infeksi kulit sebanyak 31,6%.4 GNAPS simtomatik terdiri atas beberapa
periode, yaitu: 4
1) Periode laten
Yaitu periode antara infeksi streptokokus dan timbulnya gejala klinik, yang
berlangsung 1-3 minggu; periode 1-2 minggu pada GNAPS yang didahului oleh
ISPA, sedangkan periode 3-6 minggu pada GNAPS yang didahului oleh infeksi
kulit. Jika periode ini berlangsung kurang dari 1 minggu, perlu dipikirkan
kemungkinan kondisi lain seperti eksaserbasi dari glomerulonefritis kronik, lupus

16
eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schöenlein atau Benign recurrent
haematuria.
2) Edema
Edema sering terjadi pada GNAPS, umunya terdapat pada periorbital (edema
palpebral) dan tungkai. Edema dapat terjadi pada perut (asites) dan genitalia
eksterna jika terjadi retensi cairan hebat. Gejala ini muncul pertama kali dan
hilang pada minggu pertama.
Edema palpebral sangat menonjol pada pagi hari, dan berkurang pada siang dan
sore hari setelah beraktifitas. Hal ini berkaitan distribusi yang dipengaruhi oleh
gaya gravitasi. Edema yang terjadi bersifat pitting karena cairan jaringan yang
tertekan masuk ke jaringan interstisial.
3) Hematuria
Hematuria dapat bersifar makroskopis maupun mikroskopis. Penelitian di
Indonesia menunjukkan hematuria makroskopik terjadi pada sekitar 46-100%
penderita GNAPS, sedangkan hematuria mikroskopik terjadi pada sekitar 84-
100%.
Hematuria makroskopik biasanya timbul dalam minggu pertama dan berlangsung
beberapa hari, namun dapat pula berlangsung sampai beberapa minggu.
Sedangkan hematuria mikroskopik dapat berlangsung lebih lama, umumnya
menghilang dalam waktu 6 bulan. Bahkan hematuria mikroskopik bisa menetap
lebih dari satu tahun, sedangkan proteinuria sudah menghilang. Pada kondisi
tersebut, perlu dilakukan biopsi ginjal, untuk mengetahui apakah terdapat
glomerulonefritis kronik.
4) Hipertensi
Gejala hipertensi ditemukan pada 60-70% kasus GNAPS. Biasanya terjadi dalam
minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala klinik
lain. Hipertensi ringan ditemukan pada kebanyakan kasus dan tidak memerlukan
tatalaksana khusus. Namun jika terdapat hipertensi yang berat, perlu dilakukan
tatalaksana untuk mencegah terjadinya komplikasi berupa ensefalopati hipertensi
yang mungkin terjadi.
5) Oliguria
Oliguria terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbul kegagalan ginjal akut dan
terjadi pada 5-10% kasus GNAPS. Oliguria umumnya timbul dalam minggu
pertama dan menghilang bersamaan dengan timbulnya diuresis pada akhir minggu

17
pertama. Oliguria bisa pula menjadi anuria yang menunjukkan adanya kerusakan
glomerulus yang berat dengan prognosis yang jelek.
6) Gejala Kardiovaskular :
Gejala kardiovaskular berupa bendungan sirkulasi diduga terjadi akibat retensi Na
dan air sehingga terjadi hipervolemia.
a. Edema paru
Gejala edema paru merupakan yang paling sering ditemukan akibat
bendungan sirkulasi. Gejala-gejala klinik yang dapat ditemukan adalah adalah
batuk, sesak napas, dan sianosis. Pada pemeriksaan fisik dapat terdengar
terdengar ronki basah kasar atau basah halus. Keadaan ini umumnya terjadi
dalam minggu pertama dan dapat bersifat fatal. Gejala ini menghilang bersama
hilangnya gejala-gejala lain. Pada pemeriksaan dapat ditemukan adanya
kardiomegali, edema paru dan efusi pleura.
7) Gejala-gejala lain
Manifestasi klinis lain yang umunya ditemukan pada pasien GNAPS adalah pucat,
malaise, letargi dan anoreksia. Anemia normositik normokrom dapat terjadi
sebagai akibat dari proses delusi dan retensi cairan. Biasanya anemia yang terjadi
bersifat ringan.3

Diagnosis
Berikut ini merupakan kriteria diagnosis GNAPS berdasarkan Konsensus
tahun 2012:4
1) Diagnosis Klinis
Secara klinis GNAPS dapat ditegakkan bila dijumpai full blown case dengan
gejala-gejala hematuria, hipertensi, edema, oliguria yang merupakan gejala-gejala
khas GNAPS.
2) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium berupa ASTO & C3 dan pemeriksaan lain berupa
adanya torak eritrosit, hematuria & proteinuria dapat dilakukan untuk menunjang
diagnosis klinis GNAPS.
3) Diagnosis pasti
Diagnosis pasti ditegakkan bila biakan positif untuk streptokokus ß hemolitikus
grup A.

18
4) Diagnosis GNAPS asimtomatik ditegakkan berdasarkan atas adanya hematuria
mikroskopis, proteinuria dan adanya epidemi/kontak dengan penderita
GNAPS simtomatik.

Tabel 1. Ringkasan Penyakit Ginjal yang Bermanifestasi sebagai GNA1

Tatalaksana
Berikut ini merupakan tatalaksana pasien dengan GNAPS berdasarkan
Konsesnsus 2012: 4
1) Istirahat
Istirahat berupa bed rest terutama dianjurkan pada fase akut GNAPS, yaitu pada
minggu pertama. Setelah minggu pertama, pasien sudah boleh melakukan aktifitas
yang ringan. Lamanya perawatan tergantung pada perkembangan kondisi pasien.
Pasien yang mengalami perbaikan dan tanpa komplikasi biasanya dipulangkan
sesudah perawatan hari ke 10-14 perawatan.
2) Diet

19
Pasien dengan GNAPS perlu membetasai konsumsi garam. Jika terdapat edema
berat, pada pasien diberikam makanan tanpa garam, sedangkan bila edema ringan,
pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 g/hari. Bila kadar ureum meningkat,
jumlah konsumsi protein perlu dibatasi sebanyak 0,5-1 g/kgbb/hari. Asupan cairan
harus diperhitungkan dengan baik, terutama pada penderita oliguria atau anuria.
Jumlah cairan yang masuk harus seimbang dengan pengeluaran. Kebutuhan
asupan cairan dihitung dengan rumus jumlah urin + insensible water loss (20-25
ml/kgbb/hari) + jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan suhu dari normal
(10 ml/kgbb/hari).
3) Antibiotik
Terapi antibiotik sistemik dengan penisilin direkomendasikan untuk membatasi
penyebaran organisme nefritogenik. Antibiotik yang umunya diberikan berupa
Amoksisilin 50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Eritromisin dosis
30 mg/kgbb/hari dapat diberikan jika pasien memiliki alergi penisilin.
4) Simptomatik
a. Bendungan sirkulasi
Pembatasan cairan merupakan kunci penting dalam menangani bendungan
sirkulasi. Namun apabila terdapat edema hebat atau tanda-tanda edema paru
akut, perlu diberikan obat diuretic, biasanya furosemide. Jika dengan diuretic
tidak berhasil, maka perlu dilakukan tindakan dialisis peritoneal.
b. Hipertensi
Hipertensi dapat terjadi dengan tingkat keparahan dari ringan hingga berat.
Pada hipertensi ringan, obat tidak perlu diberikan. Pasien hanya perlu istirahat
cukup dan diet, tekanan darah dapat kembali normal dalam waktu satu
minggu.
Pada hipertensi sedang atau berat tanpa adanya tanda-tanda serebral dapat
diberikan kaptopril (0,3-2 mg/kgbb/hari) atau furosemid atau kombinasi
keduanya.Pada keadaan asupan oral cukup baik dapat diberikan nifedipin
secara sublingual dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgbb/hari yang dapat diulangi
setiap 30-60 menit bila diperlukan.
Pada hipertensi berat atau hipertensi dengan gejala serebral dapat diberi
klonidin (0,002-0,006 mg/kgbb) yang dapat diulangi hingga 3 kali atau
diazoxide 5 mg/kgbb/hari secara intravena (I.V). Kedua obat tersebut dapat
digabung dengan furosemid (1 – 3 mg/kgbb).

20
c. Gangguan ginjal akut
Pada pasien dengan gagal ginjal akut tatalaksana yang diperlukan adalah
pembatasan asupan cairan serta pemberian kalori yang cukup dalam bentuk
karbohidrat. Natrium bikarbonat dapat diberikan jika terjadi asidosis
metabolic. Ca glukonas atau Kayexalate dapat diberikan jika terdapat
hiperkalemia.
Pemantauan
Pada GNAPS, gejala-gejala laboratorium umumnya menghilang dalam waktu
1-12 bulan. Sebab adanya kemungkinan hematuria mikroskopik dan atau proteinuria
berlangsung lama, maka setiap penderita yang telah dipulangkan dianjurkan untuk
pemantauan setiap 4-6 minggu selama 6 bulan pertama. Bila pada pemantauan masih
didapatkan hematuria mikroskopik dan atau proteinuria, pemantauan diteruskan
hingga 1 tahun atau sampai kelainan tersebut menghilang. Biopsi ginjal perlu
dipertimbangkan jika salah satu dari gejala laboratorium tersebut belum menghilang
setelah 1 tahun. 4

Prognosis
Pasien dengan GNAPS , >95% mengalami sembuh sempurna. Rekurensi
GNAPS sangat jarang ditemukan. Angka mortalitas dapat ditekan dengan penanganan
gagal ginjal akut, gagal jantung, dan hipertensi yang tepat pada fase akut.
Glomeruloskelrosis dan penyakit ginjal kronik dapat terjadi pada 2% penderita
GNAPS yang berat.1

21
BAB III
PEMBAHASAN

Diagnosis GNAPS ditegakkan melalui:


1) Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan bahwa sekitar 6 minggu sebelum masuk RS pasien
menderita bintik-bintik yang terasa gatal pada seluruh tubuh terutama pada
tangan, kaki dan kemaluan. Pasien kemungkinan mengalami infeksi sekunder oleh
GABHS, karena pasien sering menggaruk tubuhnya hingga bintik melebar dan
mengering. 3 minggu sebelum masuk RS pasien mengalami bengkak pada mata
yang jelas terlihat pada pagi hari. Ini mungkin menandakan adanya salah satu
manifestasi klinis GNAPS berupa edema palpebra. Fase laten pada pasien
sebelum mulai muncul gejala sekitar 3 minggu. Kemungkinan GN kronik
eksaserbasi akut dapat disingkirkan, karena fase laten pada kondisi ini hanya
berkisar 1-3 hari. Pada pasien juga tidak ditemukan gejala purpura, nyeri abdomen
dan atralgia yang biasanya didapatkan pada kondisi penyakit Henoch-Schonlein.
Satu minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami lemas, mual tanpa
muntah, dan pucat. Gejala-gejala tersebut kemungkinan karena anemia yang
diderita pasien, yang dibuktikan dengan hasil pemeriksaan darah menunjukkan
hasil 5,5 mg/dL. Setelah hari 3 perawatan di RS Islam Pondok Kopi dan
mendapatkan transfusi, pasien mengalami sesak napas yang memberat dengan
berbaring, batuk dan edema pada wajah, tangan dan kaki, kencing menjadi sedikit.
Gejala sesak dan batuk merupakan gejala yang dapat ditimbulkan oleh edema paru
akut yang terjadi akibat bendungan sirkulasi. Edema yang terjadi pada pasien
terjadi akibat adanya retensi cairan yang hebat. Adanya oliguria pada pasien
mungkin menandakan adanya gangguan fungsi ginjal akut. Pada pasien dilakukan
HD sebanyak 3 kali, namun tidak menunjukkan perbaikan, sehingga dirujuk ke
RSCM. Pada hari pertama di RSCM, tekanan darah pasien mencapai 140/100
mmHg.
2) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya konjungtiva pucat, yang
kemungkinan menunjukkan Hb pasien dalam kadar normal. Pasien tidak tampak
sesak dan sudah dapat berbaring. Pada pemeriksaan paru didapatkan fremitus kiri
melemah, suara napas pokok hemithoraks kiri melemah, dan didapatkan ronki

22
basah halus. Temuan pemeriksaan fisik ini kemungkinan karena adanya edema
paru kiri akibat bandungan sirkulasi, yang berkaitan dengan perjalanan penyakit
GNAPS. Namun seharusnya gejala edema paru akut sudah menghilang pada
minggu-minggu pertama. Edema pada wajah, tungkai atas dan bawah sudah tidak
ditemukan. Kemungkinan fase akut pasien telah terlewati setelah mendapatkan
tatalaksana berupa istirahat, diet, medikamentosa dan hemodialisa di RSCM. Pada
saat pemeriksaan, secara umum kondisi pasien baik, gejala-gejala yang
dikeluahkan sebelumnya telah mengalami perbaikan. Namun, pasien masih
merasa lemas. Sesak dan batuk sudah tidak dirasakann pasien. Kencing masih
sedikit, menurut pasien berwarna jernih.
3) Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan penunjang sebelum pasien masuk RSCM, didapatkan Hb 5,5
g/dL yang menunjukkan adanya anemia. Anemia dapat terjadi pada GNAPS
akibat delusi dan retensi cairan. Setelah dilakukan transfusi PRC, Hb pasien
kembali naik hingga 12,9 g/dL pada saat awal masuk RSCM, Hb terakhir pasien
12 g/dL. Peningkatan kadar ureum kreatinin menunjukkan adanya gagal ginjal
yang merupakan bagian dari perjalanan penyakit GNAPS. Pemeriksaan antibodi
streptolisin O (ASO) pada pasien tidak menunjukkan adanya peningkatan. Hal ini
mungkin terjadi akibat pemeriksaan dilakukan pada minggu ke 8 setelah infeksi
bakteri. Peningkatan ASO dapat dilihat pada hari ke 10-14 setelah infeksi bakteri.
Selain itu respon titer ASO memang jarang ditemukan pada GNAPS yang
didahului infesi pada kulit, karena efek lemak kulit menghambat antigenesis
streptolisin. Pada pemeriksaan kadar komplemen ditemukan adanya penurunan
kadar komplemen C3. Hal ini mendukung adanya GNAPS. pada pemeriksaan
radiologi thoraks terakhir menunjukkan adanya kardiomegali dengan edema paru,
serta efusi pleura bilateral. Pemeriksaan biopsy ginjal direncanakan untuk
memastikan gambaran histopatologi pada pasien.

Tatalaksana pada pasien sudah sesuai, yaitu istirahat, pembatasan asupan


cairan, diet dengan jumlah kalori 1500 kkal, diet rendah garam (untuk menangani
retensi cairan dan hipertensi), diet rendah protein, furosemide diberikan karena masih
ditemukan edema paru bilateral, captopril untuk stabilisai tekanan darah, dan balans
diuretik dihitung setiap 6 jam untuk memastikan balans 0. Antibiotik berupa
amoxicillin seharusnya diberikan hingga hari perawatan ke-10. Pada pasien ini tidak

23
diberikan, kemungkinan karena pasien sudah mendapatkan terapi antibiotik di RS
Islam Pondok Kopi. Selain itu, perlu diberikan edukasi kepada orangtua pasien
mengenai penyakit yang diderita pasien beserta kemungkinan prognosisnya.
Secara umum, prognosis pada pasien ini cukup baik, gejala-gejala yang
dialami pasien telah mengalami perbaikan walaupun masih terdapat gejala edema
paru, efusi pleura dan gagal ginjal akut berupa oliguria serta peningkatan kadar ureum
kreatinin. Tekanan darah pasien terakhir dalam batas normal. Pasien masih perlu
dirawat di RS. Setelah keluar RS, pada pasien masih perlu dilakukan evaluasi 4-6
minggu sekali selama 6 bulan untuk memantau hematuria, proteinuria dan kadar
komplemen.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Kliegmen. Nelson Textbook of Pediatric. 20th edition. Philadelphia: Elsevier; 2016. p


2490-5.
2. Noer MS. Glomerulonefritis. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede
SO. Buku ajar nefrologi anak. Edisi 2. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2009; p. 323-61.
3. Noer MS. Glomerulonefritis. Dalam: Noer MS, Soemyarso NA, Subandiyah K,
Prasetyo RV, Alatas H, Tambunan T, editors. Kompendium nefrologi anak. Edisi 1.
Jakarta : badan Penerbit IDAI; 2011; p. 57-62.
4. Rauf S, Albar H, Aras J. Konsensus glomerulonefritis akut pasca streptokokus. Edisi
1. Jakarta: badan Penerbit IDAI; 2012.

25

Anda mungkin juga menyukai