PNEUMONIA
Oleh:
Ika Julianti
1106017181
Narasumber:
dr. Dedet Hidayati, SpA
1. Identitas Pasien
Nama : An. AN
Jenis Kelamin : Perempuan
NRM : 00.35.49.96
Alamat : Pademangan, Jakarta Utara
Tanggal Lahir : 26 September 2015
Usia : 5 bulan
Nama Orang Tua : Tn. N dan Ny. F
Caretaker : Ibu dan Nenek
Kebangsaan : Indonesia
Alloanamnesis : Ibu
Admisi : 14 Januari 2014
Tanggal pemeriksaan : 15 Januari 2014
2. Keluhan Utama
Sesak napas sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
7. Riwayat Kehamilan
3
Pasien merupakan anak tunggal dari pernikahan pertama. Saat hamil tidak kesehatan
ibu baik, tidak ada demam, keputihan, dan tidak ada riwayat konsumsi obat-obatan dan jamu.
Ibu pasien melakukan kontrol rutin selama kehamilan 6-7 kali dibidan, dan 3 kali di spesialis,
janin dikatakan normal. Rutin konsumsi vitamin yang diberikan oleh bidan. Ibu pasien
sempat mengalami perdarahan saat usia kehamilan 6 bulan.
8. Riwayat Kelahiran
Pasien dilahirkan dengan usia kehamilan 10 bulan di rumah bersalin ditolong bidan.
Pasien lahir spontan, berat badan lahir 2820 gram, dan panjang badan 46 cm. Pasien langsung
menangis, bergerak aktif, tidak tampak biru, tidak pucat dan tidak kuning, tidak kejang.
Pasien disuntik vitamin K.
9. Riwayat Nutrisi
Pasien mengkonsumsi ASI saja sampai usia 1 bulan, Pasien sempat diberikan susu
formula bersamaan dengan ASI selama seminggu saat berusia 1 bulan karena merasa ASI
tidak cukup. Namun setelah itu hanya ASI saja sampai pasien berusia 3 bulan. Saat usia 3
bulan pasien mulai diberikan pisang, usia 4 bulan pasien mulai mengkonsumsi bubur tim.
Saat ini pasien masih mengkonsumsi ASI, dan tidak minum susu formula. Frekuensi ASI saat
ini 4-6 kali perhari, bubur tim 1 mangkuk kecil perhari.
4
14 Januari 2016 Data Rekam Medis Saat pasien dipoli
Keadaan Umum Tampak Sakit Sedang, tampak sesak, pucat, tidak sianosis, pasien
tampak rewel dan lemas
Kesadaran Kompos mentis
Tekanan Darah -
Nadi 178x/menit
Suhu 37,4oC
Pernapasan 75x/menit
Status Generalis:
Kepala Normosefal, ubun-ubun datar +
Mata Sklera ikterik -/-. Konjungtiva pucat -/-, mata tampak lebih cekung
Hidung sekret -/-, tidak ada napas cuping hidung
Mulut Mukosa hiperemis (-)
Leher Pembesaran KGB (-), penggunaan otot bantu napas
sternocleidomastoid (+)
Paru-paru Retraksi interkosta dan retraksi epigastrium, Bunyi napas pokok
vesikuler, Rhonki +/+, Wheezing -/-
Abdomen Lemas, datar, Hepar teraba 2 cm di bawah arkus kostae
Jantung Bunyi Jantung S1 S2 normal, tidak ada murmur, tidak ada gallop
Ekstremitas Akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis (-)
Pemeriksaan Neurologi
Refleks Fisiologi : B +2/+2 P +2/+2
T +2/+2 A +2/+2
Refleks patologis:
– Babinsky +/+
– Openhein +/+
– Hoffmen-Trommer -/-
– Gordon -/-
– Klonus patella-/-
– Klonus pergelangan kaki -/-
– Kaku kuduk negatif
16. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PNEUMONIA
1. Definisi
Pneumonia merupakan kondisi inflamasi akut parenkim paru yang melingkupi
alveolus dan jaringan interstisial. Pneumonia di tegakkan berdasarkan gejala dan tanda
klinis, serta perjalanan penyakitnya. WHO mengatakan bahwa pneumonia didefinisikan
berdasarkan penemuan klinis yang didapat dari pemeriksaan inspeksi dan frekuensi
pernapasan.1 Pneumonia sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri)
dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi dan sebagainya). Penyakit
pneumonia adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima
tahun. Faktor resiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada
anak balita dinegara berkembang antara lain: berat badan lahir rendah, tidak
mendapatkan ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tidak mendapat
imunisasi, tingginya pajanan terhadap polusi udara, pneumonia yang terjadi pada masa
9
bayi, adanya saudara serumah yang menderita batuk dan kamar tidur yang terlalu padat
penghuninya.1,2
2. Epidemiologi
Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah diberbagai negara
terutama negara berkembang, termasuk Indonesia.1 Diperkirakan hampir seperlima
kematian anak diseluruh dunia diakibatkan oleh pneumonia. 2 Pneumonia merupakan
penyebab kematian pada lebih dari 5 juta anak balita di negara berkembang. Insidens
pneumonia pada anak < 5 tahun dinegara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun,
sedangkan di negara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun.1 Di Indonesia, menurut
survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita
di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia.2
3. Etiologi
Beberapa mikroorganisme yang dapat menyebabkan pneumonia antara lain virus,
jamur dan bakteri. Penyebab tersering pneumonia pada semua kelompok umur yaitu
bakteri S. pneumoniae. Sedangkan pada anak usia kurang dari 5 tahun, lebih sering
ditemukan virus sebagai etiologinya. Pada anak dibawah usia 3 tahun, Respiratory
Syncytial Virus (RSV) merupakan virus penyebab tersering pneumonia. Pada umur yang
lebih muda, Adenovirus, Parainfluenza virus, dan Influenza virus juga ditemukan.
Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia pneumoniae, lebih sering ditemukan pada anak-
anak, dan biasanya merupakan penyebab tersering yang ditemukan pada anak lebih dari
10 tahun.1
Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil berbeda
dengan anak yang lebih besar. Etiologi tersering pneumonia pada neonatus dan bayi kecil
yaitu Streptococcus group B dan bakteri gram negatif seperti E.coli, Pseudomonas sp
atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering
disebabkan oleh infeksi Streptococcu pneumoniae, Haemophillus influenza tipe B dan
Staphylococcus aureus. Sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain
bakteri terebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.2
Di negara berkembang, penyebab tersering pneumonia pada anak disebabkan oleh
bakteri antara lain Streptococcus Pneumoniae, Haemophilus influezae, dan
Staphylococcus aureus. Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri-bakteri ini umumnya
responsif terhadap pengobatan dengan antibiotik betalaktam. Namun demikian, terdapat
10
pneumonia yang tidak responsif dengan antibiotik betalaktam dan dikenal sebagai
pneumonia atipik. Pneumonia atipik terutama disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae
dan Chlamydia pneumoniae.2
11
tetap padan dan berubah warna menjadi kelabu.
Stadium resolusi (7-11 hari): Meningkatnya jumlah makrofag di alveoli, sel akan
mengalami degenerasi, eksudat lisis, fibrin menipis, kuman dan debriis
menghilang dengan direabsorbsi oleh makrofag. Pada sistem bronkopulmoner
jaringan paru yang tidak terkena infeksi akan tetap normal.
5. Diagnosis
a. Anamnesis
Gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan, sedang
sehingga dapat berobat jalan saja. Gambaran klinis pada pasien pneumonia pada
anak dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti imaturitas anatomik dan imunologik,
mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas
terutama pada bayi, kelompok usia anak juga merupakan faktor penting yang
menyebabkan karaktristik penyakit yang berbeda-beda.1 Gambaran klini pasien
pnneumonia bergantung pada berang-ringannya infeksi, namun gambaran umumnya
yaitu: 1,2
Gejala infeksi umum: demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
napsu makan, keluhan gastrointestinal seperti kesulitan makan dan minum,
mual, muntah atau diare, serta tampak lemah.1,2
Gejala gangguan respiratori: Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi
produktif dengan dahak purulen bahkan bisa berdarah, terdapat sesak napas,
retraksi dada, takipnea, napas cuping hidung, merintih, dan sianosis.1,2
b. PF
12
Pemeriksaan fisik dapat menunjukan tanda klinis seperti demam, sianosis,
tanda distres respirasi seperti takipnea, napas cuping hidung, retraksi suprasternal,
retraksi interkostal, retraksi subkostal. Pada paru dapat menunjukan adanya pekak
perkusi paru, rhonki basah dan suara napas melemah yang menunjukkan
kemungkinan adanya efusi pleura. Namun pada balita, gejala dan tanda pneumonia
lebih beragam dan tidak selalu terlihat jelas. Contohnya seperti pada anak yang
demam dan sakit akut, terdapat gejala nyeri yang diproyeksikan ke abdomen. Pada
bayi muda, terdapat gejala pernapasan tidak teratur dan hipopnea.
Tabel 1. Kriteria Respiratory Distress pada Anak dengan Pneumonia4
c. Penunjang
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan foto polos dada bukan merupakan pemeriksaan rutin pada
anak dengan saluran napas bawah akut ringan tanpa komplikasi. Sedangkan pada
pasien pneumonia yang diwatat inap atau jika tanda klinis yang ditemukan
membingungkan maka direkomendasikan untuk dilakukan pemeriksaan foto
polos dada. Pemeriksaan foto polos follow up hanya dilakukan bila didapatkan
adanya kolaps lobus, kecurigaan terjadinya komplikasi, pneumonia berat, gejala
yang menetap atau memburuk atau tidak respon terhadap antibiotik. Pemeriksaan
foto polos tidak dapat menentukan etiologi infeksi.1,6
Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan darah perifer seperti pemeriksaan leukosit dan hitung jenis
leukosit perlu dilakukan untuk membantu untuk tatalaksana pemberian
antibiotik.
- Pada penumonia yang berat direkomendasikan untuk pemeriksaan biakan
dahak dan pewarnaan gram spetum dengan kualitas yang baik.
- Pemeriksaan Biakan darah tidak direkomendasikan diperiksa rutin pada psien
rawat jalan, namun direkomendasikan pada pasien rawat inap dengan kondisi
yang berat dan pada setiap anak yang dicurigai menderita pneumonia
13
bakterial
- Pemeriksaan untuk mendeterksi antigen virus dengan atau tanpa biakan virus
dilakukan pada anak kurang dari 18 bulan, jika tersedia fasilitas.
- Pungsi cairan pleura dan pemeriksaan mikroskopis dan kultur, serta deteksi
antigen bakteri (jika fasilitas tersedia) dilakukan jika terdapat efusi pleura.
Digunakan untuk penegakkan diagnosis dan menentukan dimulainya
pemberian antibiotik.
- Pemeriksaan CRP dan pemeriksaan fase akut lainnya bukan merupakan
pemeriksaan rutin dan tidak didapat membedakan infeksi viral dan bakterial.
- Pemeriksaan prokalsitonon (PCT) dapat mengarahkan kemungkinan infeksi
bakterial.
- Dipertimbangkan untuk dilakukan pemeriksaan PPD pada pasien anak
dengan riwayat kontak dengan pasien TBC dewasa.
Pemeriksaan Lainnya
- Pemeriksaan pulse oxymetri harusnya dilakukan pada setiap anak yang
dirawat inap
6. Klasifikasi
Pneumonia secara anatomi diklasifikasikan menjadi pneumonia lobaris,
pneumonia lobularis (bronkopneumonia), dan pneumonia interstisialis.2 Pneumonia
berdasarkan tempat terjadinya infeksi, diklasifikasikan menjadi pneumonia komunitas
jika infeksinya terjadi di masyarakat, pneumonia rumah sakit atau pneumonia
nosokomial jika infeksi diperoleh di rumah sakit.2
Rekomendasi WHO untuk klasifikasi pneumonia menggunaan peningkatan
frekuensi napas dan retraksi subkosta. Tetapi, krteria tersebut memiliki sensitivitas yang
rendah untuk anak malnutrisi dan sering overlapping dengan gejala malaria. Adapun
klasfikasi pneumonia berdasarkan WHO adalah sebagai berikut:1,2,6
a. Bayi usia kurang dari 2 bulan:
Pneumonia berat: napas cepat atau retraksi yang berat
Pneumonia sangat berat:
- Pasien tidak mau menetek/minum
- Kejang
- Letargis
14
- Demam dan hipotermia
- Bradipnea atau pernapasan ireguler
b. Anak usia 2bulan - 5 tahun
Pneumonia ringan: napas cepat
Pneumonia berat: retraksi
Pneumonia sangat berat:
- Tidak dapat minum/makan
- Kejang
- Letargis
- Malnutrisi
7. DD
Diagnosis banding dari pneumonia antara lain bronkiolotis, asma, bronkitis akut,
gagal jantung, aspirasi benda asing, tuberkulosis.1,5,6
8. Tatalaksana
Kriteria Rawat Inap:
Bayi:
- Saturasi oksigen < 92%,sianosis
- Frekuensi napas > 60 x/menit
- Distres respirasi, apnea intermiten, atau grunting
- Tidak mau minum/menetek
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Anak:
- Saturasi oksigen < 92%,sianosis
- Frekuensi napas > 50 x/menit
- Distres respirasi
- Grunting
- Terdapat tanda dehidrasi
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Tatalaksana Umum1,6
− Pasien dengan saturasi oksigen < 92% pada saat bernapas dengan udara
15
kamar, harus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau
sungkup untuk mempertahankan saturasi oksigen di atas 92%.
− Pasien yang mendapatkan terapi oksigen, harus dilakukan observasi
setidaknya setiap 4 jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi oksigen.
− Pada pneumonia berat atau asupan per-oral kurang, diberikan cairan intra vena
dan dilakukan balans cairan ketat.
− Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan dilakukan pada
anak dengan pneumonia.
− Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan pasien
dan mengontrol batuk.
− Nebulisasi dengan B2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk
meningkatkan mucocilliary clearance.
Pemberian Antibiotik1,6
− Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak < 5
tahun karena efektif melawan sebagian besar patogen yang menyebabkan
pneumonia pada anak, ditoleransi dengan baik, dan murah. Dosis amoksisilin
yang diberikan adalah 25 mg/kgBB/hari terbagi tiap 8 jam. Alternatifnya
adalah ko-amoksiklav, ceflacor, eritromisin, claritromisin, dan azitromisin.
− Karena M. pneumoniae lebih prevalen pada anak yang lebih tua, antibiotik
golongan makrolide diberikan sebagai pilihan pertama secara empiris pada
anak > 5 tahun.
− Makrolide diberikan jika M. pneumoniae atau C. pneumonia dicurigai sebagai
penyebab.
− Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolide atau kombinasi
flucloxacillin dengan amoksisilin.
− Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat
menerima obat per oral (misal karena muntah) atau termasuk dalam derajat
pneumonia berat.
− Antibiotik intravena yang danjurkan adalah: ampisilin dan kloramfenikol, co-
amoxiclav, ceftriaxon, cefuroxime, dan cefotaxime.
− Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan
setelah mendapat antibiotik intravena.
− Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien dengan pneumonia
tanpa komplikasi.2
16
Antibiotik untuk community acquired pneumonia:1,6
1. Neonatus – 2 bulan : Ampisilin +gentamisin
2. > 2 bulan :
− Lini pertama Ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dapat
ditambahkan kloramfenikol
− Lini kedua Seftriakson
Nutrisi1,6
1. Pada anak dengan distres respirasi berat, pemberian makanan per oral harus
dihindari. Makanan dapat diberikan lewat NGT atau intravena. Tetapi harus
diingat bahwa pemasangan NGT dapat menekan pernapasan, khususnya pada
bayi/anak dengan ukuran lubang hidung kecil. Jika memang dibutuhkan,
sebaiknya menggunakan ukuran yang terkecil.
2. Perlu dilakukan monitor balans cairan ketat agar anak tidak mengalami
overhidrasi karena pada pneumonia yang berat terjadi peningkatan sekresi
17
hormon anti diuretik.
Kriteria Pulang1,6
− Gejala dan tanda pneumonia menghilang
− Intake per oral adekuat
− Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral)
− Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
− Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah
9. Komplikasi
Pada pneumonia anak, komplikasi yang dapat terjadi antara lain empiema torasis,
perikarditis purulenta, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis
purulenta. Pada pneumonia bakteri, komplikasi yang paling sering terjadi yaitu empiema
torasis.2
10. Prognosis
Prognosis pneumonia secara umum adalah baik. Pada umumnya pasien akan
sembuh tanpa komplikasi dan jarang terjadi infeksi yang bersifat fatal. Selain itu,
prognosis juga tergantung terhadap penyakit dasar dan lama berlangsungnya penyakit
sebelum mendapat terapi yang sesuai. Pada kasus yang berat, masih mungkin mengalami
komplikasi respiratorik seperti ancaman gagal napas sehingga membutuhkan ventilator
meskipun sudah mendapat terapi antibiotik.1,6
18
BAB III
PEMBAHASAN
Pada pasien ini terdapat gejala yaitu adanya demam, takipnea, batuk, napas cuping
hidung, retraksi, ronki, dan ekspirasi memanjang. Berdasarkan WHO, pneumonia dapat
ditegakkan jika terdapat napas cepat, sesak napas, dan retraksi. Berdasarkan kriteria tersebut
pasien ini bisa didiagnosis sebagai pneumonia berdasarkan penemuan klinis. Selain itu pada
pasien juga terdapat tanda bahaya yang perlu diwaspadai pada anak usia 2 bulan - 5 tahun
antara lain, minum berkurang, dan kejang. Berdasarkan keluhan pasien terdapat demam,
batuk berdahak, sesak napas, serta bunyi napas grok-grok, sehingga bisa dipikirkan terjadi
infeksi saluran napas atupun masalah metabolik. Kondisi tersebut bisa dikonfirmasi dengan
pemeriksaan darah tepi untuk infeksi, dan analisis gas darah untuk mengetahui masalah
metabolik. Namun pada pasien ini tanda-tanda kelainan metabolik seperti kusmaul dan nadi
melemah tidak ditemukan. Sehingga lebih difikirkan infeksi saluran napas.
Pada pasien sesak bisa dipikirkan kelainan ke arah gangguan respiratorik ataupun
kardiovaskular. Pada pasien ini gangguan yang mengarahkan kearah gangguan
kardiovaskular seperti ortopnea, nyeri dada, dan PND tidak ditemukan. Pada pasien tanda dan
gejala dapat disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan atas, pneumonia dan tuberkulosis.
Pada pasien ini ditemukan adanya rhonki dan ekspirasi yang memanjang sehingga infeksi
sudah sampai ke parenkim paru, sehingga pada pasien ini dipikirkan mengalami pneumonia
atau tuberkulosis. Pada pasien ini terdapat riwayat kontak dengan pamannya yang batuk
selama satu minggu tidak diketahui riwayat tuberkulosisnya. Namun tidak ada bukti yang
mengarahkan pasien mengalami infeksi tuberkulosis, karena demam, batuk dan sesak masih
bersifat akut. Sehingga pada pasien ini lebih dipikirkan diagnosis pneumonia yang lebih
bersifat akut dengan angka mortalitas yang tinggi.
Diagnosis pneumonia dipikirkan atas dasar: (a) Anamnesis: terdapat gejala infeksi
umum seperti demam, gelisah, lemas, penurunan napsu makan dan minum. Serta terdapat
gejala gangguan respiratori seperti batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea. (b)
Pemeriksaan fisik: takipnea, retraksi interkostal dan retraksi epigastrium, rhonki basah pada
19
kedua lapang paru, dan nyeri perut. (c) Pada pemeriksaan laboratorium hasil pemeriksaan
darah lengkap semua dalam batas normal, sehingga kemungkinan untuk kearah infeksi
bakteri rendah. Meskipun demikin pada pasien ini tetap didiagnosis sebagai pneumonia.
Karena angka mortalitas yang tinggi pada pneumonia dan penyebab tersering pneumonia
pada anak dibawah usia 5 tahun adalah S.Pneumonia, maka diawal sebelum ada hasil
pemeriksaan laboratorium pasien sudah mulai diberikan antibiotik berdasarkan hasil
pemeriksaan klinis.
Pada pasien ini memenuhi kriteria rawat inap pada bayi, karena pada saat dipoli
ditemukan kondisi: saturasi oksigen 88% (<92%), frekuensi napas 75x/menit (>60x/menit),
terdapat distres respirasi yang ditandai dengan penggunaan otot bantu napas interkosta dan
epigastrium saat bernapas, konsumsi minum berkurang. Selain itu pasien ini termasuk
kedalam kelompok pneumonia sangat berat karena terdapat tanda bahaya kejang serta
konsumsi minum pasien berkurang.
Pada pasien terdapat riwayat kejang demam sederhana atas dasar adanya kejang yang
dipicu demam, kejang berlangsung kurang dari 15 menit, bersifat umum, dan tidak lebih dari
1 kali dalam 24 jam. Kejang pada pasien ini lebih dipikirkan kearah kejang demam
dibandingkan epilepsi hal ini dikarenakan pasien belum pernah kejang sebelumnya, tidak ada
tanda defisit neurologis, tidak ada tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti ubun-ubun
membonjol, muntah menyemprot dan sakit kepala.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien antara lain oksigen 0,5 lpm dengan nasal
kanul untuk mengurangi sesak. Pada pasien terdapat intake cairan dan makanan yang
berkurang sehingga diberikan IVFD KAEN 3B 500cc/24 jam. Untuk menurunkan demam
diberikan paracetamol drops 3x0,8 cc (jika demam). Untuk terapi infeksi diberikan ampicillin
IV 4x175 mg. Ambroxol 2x 3/4 C.orig sebagai mukolitik untuk suportif batuk. Nutrisi 792
kkal. Diazepam 3 x 2,2 mg (jika suhu diatas 38,5 oC) untuk menghindari kejang demam,
pemeriksaan foto polos AP.
Pada pasien ini, prognosis ad vitam dan ad functionam baik jika dilakukan pengobatan
secara tuntas, selain itu pasien menunjukan perbaikan klinis setelah diterapi. Untuk prognosis
ad sanactionam yaitu bonam dengan adanya pemberian edukasi kepada orang tua pasien
untuk menjaga kebersihan dan menghindari faktor resiko terjadinya infeksi berulang pada
anak.
20
Daftar Pustaka
1. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.
Panduan Praktik Klinis Departemen Ilmu Kesehatan Anak. 2015. Hal 535-540
2. Said M. Pneumonia. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku ajar
respirologi anak. Edisi pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2012. hal. 350-64.
3. Sandora TJ, Sectish TC. Community-acquired pneumonia. In: Behrman RE,
Kilegman RM, Jensen HB. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia:
Elsevier; 2011.
4. Bradley JS, Byington CL, Shah SS, Alverson B, Carter ER, Harrison C, et al. The
management of community-acquired pneumonia in infants and children older than 3
months of age: Clinical practice guidelines by the Pediatric Infectious Diseases
Society and the Infectious Diseases Society of America. IDSA Guidelines. 2011.
5. Said M, et al. Manajemen Kasus Respiratorik Anak dalam Praktek Sehari-hari.
Jakarta: Yapnas Suddhaprana. 2007; hal. 83-94.
6. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.
Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: IDAI. 2009; hal
250-256
21
Follow Up hari ke-2 perawatan (16-3-2016)
S:
Sesak berkurang, pasien sudah lepas oksigen, batuk berdahak masih ada frekuensinya
meningkat, pilek (-), demam (-), kejang (-), BAB lancar 2x/hari, tidak cair, warna kuning,
BAK lancar tidak ada keluhan, napsu makan dan minum baik meningkat, ASI per 3 jam, dan
bubur nasi habis ½ mangkuk kecil sehari, muntah (-), nyeri perut (-), mimisan (-), gusi
berdarah (-), ruam merah kulit (-)
O:
Keadaan Umum Tampak Sakit Ringan, tidak tampak sesak, kontak baik dengan orang
sekitar, tidak pucat, tidak sianosis, dan tidak tampak lemas
Kesadaran Kompos mentis
Tekanan Darah -
Nadi 104x/menit
Pernapasan 48x/menit
Suhu 36,7oC
Saturasi Oksigen 100%
Status Generalis:
Kepala Normosefal, ubun-ubun datar +
Mata Sklera ikterik -/-.Konjungtiva pucat -/-,mata cekung -/-,edem palpebra -/-
Hidung Sekret -/-, tidak ada napas cuping hidung
Mulut Bibir tidak pucat, lidah tidak kotor
Leher Tidak ada retraksi otot bantu napas
Paru-paru Retraksi interkosta dan retraksi epigastrium minimal. Bunyi napas pokok
ekspirasi memanjang, Rhonki +/+ perbaikan, Wheezing -/-
Jantung Bunyi Jantung S1 S2 normal, tidak ada murmur, tidak ada gallop
Abdomen Lemas, datar, bising usus normal, hepar teraba 1 cm bawah arkus kostae
Ekstremitas Akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis (-), edema (-)
A:
Pneumonia
P:
Ampicillin IV 4 x 175 mg
Ambroxol 2x 1/3 sendok obat
22
Inhalasi NaCl 0,9% 2cc + ventolin 1,25 mg, 2x/hari
Pasien direncanakan rawat jalan
23