Disusun oleh:
Rosyid Mawardi
1106010446
Pembimbing:
Dr. dr. Soedjatmiko, SpA(K), M.Si
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
makalah ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di
Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya akan
bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas
Indonesia kepada saya.
Rosyid Mawardi
2
BAB I
ILUSTRASI KASUS
1.1 Identitas
Nama : By. MZJ
Usia : 10 bulan 18 hari
Tempat, tanggal lahir : Tangerang, 1 Mei 2015
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Kp. Kalibaru Desa Rawaburung Kec. Kosambi,
Tangerang
Tanggal kunjungan poliklinik : 18 Maret 2016
Ayah Ibu
1.2 Anamnesis
Dilakukan alloanamnesis kepada kedua orangtua pasien pada tanggal 18 Maret
2016 di poliklinik anak RSU Tangerang dan 19 Maret 2016 saat kunjungan rumah.
3
Sejak 3 bulan yang lalu, ibu pasien mengeluhkan berat badan pasien tidak
semakin naik dan cenderung tetap atau bahkan turun. Berat badan berada dalam kisaran
6,5 kg sampai 7 kg. Nafsu makan pasien saat itu masih baik, makan 2 kali sehari dan
minum susu formula 6 kali sehari. Sejak 2 minggu yang lalu pasien mulai tidak mau
makan, hanya makan 3-4 sendok setiap kali makan, namun pasien masih mau minum.
Sejak 10 hari yang lalu, pasien mengalami batuk disertai dahak berwarna putih
yang susah dikeluarkan. Batuk muncul sepanjang hari, dikatakan semakin memberat,
dan tidak dipicu oleh debu ataupun udara dingin. Sesak napas dan keringat malam
disangkal. Pasien juga mengeluh demam sejak 10 hari yang lalu, namun tidak terlalu
tinggi. Pasien sudah imunisasi BCG di usia 2 bulan. Pada 3 hari yang lalu, pasien sudah
dilakukan pemeriksaan mantoux. Selama ini pasien hanya diberi obat batuk yang dibeli
di warung.
Riwayat batuk pada orang dalam rumah disangkal. Namun, salah seorang
tetangga pasien diketahui menderita flek paru dan terdapat kontak dengan pasien
beberapa kali. Hasil pemeriksaan dahak maupun pengobatan pada tetangga pasien
tersebut tidak diketahui.
Pasien BAB 1 kali sehari, normal, tidak cair atau keras, warna kekuningan.
BAK normal, banyak, ganti popok sekitar 5x/hari, pasien tidak menangis saat
berkemih. Nyeri perut, mual, muntah, riwayat diare lama, serta mulut dan lidah kotor
disangkal.
4
1.2.6 Riwayat Kelahiran
Pasien lahir cukup bulan, spontan, di RS dibantu oleh dokter. Berat badan lahir 2700
gram, panjang badan lahir 47 cm, namun lingkar kepala tidak diingat. Saat lahir
pasien langsung menangis, tidak ada pucat, biru, kuning, kejang, ataupun kelainan
bawaan.
Bulan
Jenis vaksin
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
HepB 1
Polio 1 2 3 4
BCG 1x
DTP-HB-Hib (Pentabio®) 1 2 3
Campak -
Pasien belum imunisasi campak karena BB masih kurang pada saat jadwal
imunisasi.
5
brokoli. Selama ini ibu pasien takut untuk menambahkan ikan, daging, telur, tahu,
ataupun tempe. Pasien biasanya makan sambil bermain dan habis dalam 15 menit.
Sejak 2 minggu yang lalu pasien mulai kurang nafsu makan dan hanya habis 4-5
sendok.
7
Gambar 1. Pengukuran status gizi dengan kurva BB-PB WHO 2006
1.4.2 Radiologi
Foto Toraks AP/Lateral (15 Maret 2016)
CTR 44,5%; jantung mengisi <1/3 ruang retrosternal; aorta dan mediastinum
superior tidak melebar; trakea di tengah, kedua hilus suram; tampak infiltrat di
suprahiler, perihiler, parakardial, dan retrokardia; kedua hemidiafragma licin;
kedua sinus kostofrenikus lancip; jaringan lunak dinding dada terlihat baik. Kesan:
Pneumonia, kemungkinan proses spesifik belum dapat disingkirkan.
8
Gambar 2. Pemeriksaan foto toraks
1.5 Ringkasan
Bayi laki-laki 10 bulan 18 hari mengeluh batuk berdahak warna putih sejak 10 hari
yang lalu disertai demam yang tidak terlalu tinggi. BB pasien tidak kunjung naik dan
cenderung turun sejak 3 bulan lalu. Pasien mulai tidak mau makan sejak 2 minggu lalu.
Pada 3 hari lalu sudah dilakukan uji tuberkulin. Terdapat riwayat kontak dengan tetangga
yang menderita TB. Saat ini pasien belum imunisasi campak. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan gizi kurang, ronki basah kasar pada kedua lapang paru, dan skar BCG pada
9
deltoid kanan 5 mm. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia dan leukositosis.
Pada foto toraks didapatkan kedua hilus suram serta tampak infiltrat di suprahiler,
perihiler, parakardial, dan retrokardia. Pada uji tuberkulin didapatkan indurasi
berdiameter 12 mm.
Medikamentosa
OAT
Isoniazid pulv 1x50 mg (+ piridoksin 10 mg)
Rifampisin pulv 1x100 mg
Pirazinamid pulv 1x225 mg
1.8 Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Patogenesis
Lebih dari 98% kasus tuberkulosis memiliki port d’entree di paru setelah
menghirup droplet nuklei yang mengandung bakteri TB. Pada sebagian kasus, seluruh
bakteri yang masuk dapat dihancurkan oleh mekanisme imunologi nonspesifik. namun
Akan tetapi, pada beberapa kasus tidak seluruhnya dapat dihancurkan, sehingga bakteri
akan difagosit oleh makrofag alveolus. Sebagian besar bakteri yang difagosit akan mati,
namun sebagian kecil bakteri yang masih bertahan dapat bermultiplikasi di dalam
makrofag. Setelah makrofag lisis, bakteri TB akan keluar dan menyebabkan lesi di area
lisis yang disebut fokus primer Ghon. 1
Bakteri TB selanjutnya akan menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe
regional dan menimbulkan limfangitis serta limfadenitis. Apabila fokus primer terdapat
11
di lobus tengah atau bawah, maka limfadenitis terjadi di perihiler. Sementara itu, jika
fokus primer terletak di apeks paru, maka limfadenitis terdapat pada paratrakeal.
Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks
primer. 1
Periode sejak masuknya bakteri TB hingga terbentuk kompleks primer dinamakan
masa inkubasi, yaitu selama 2-12 minggu (rata-rata 4-8 minggu). Dengan terbentuknya
kompleks primer, TB primer dinyatakan telah terjadi, dan terbentuk pula imunitas selular
terhadap bakteri TB. Pada kondisi ini, kita akan menemukan anak dengan hasil
pemeriksaan tuberkulin positif karena terdapat hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein TB. Adanya imunitas selular pada pasien imunokompeten
menyebabkan proliferasi bakteri terhenti (sejumlah kecil bakteri tetap hidup dalam
granuloma), terjadi resolusi sempurna fokus primer meninggalkan fibrosis dan
enkapsulasi, namun penyembuhan kelenjar limfe regional tidak sempurna. Oleh karena
itu, bakteri TB akan tetap hidup selama bertahun-tahun dalam kelenjar limfe regional
tanpa menimbulkan penyakit. 1
Selama masa inkubasi, dapat pula terjadi penyebaran bakteri secara limfogen
ataupun hematogen. Bakteri akan menyebar menuju kelenjar limfe regional kemudian
berlanjut melalui pembuluh darah (limfohematogen) atau secara langsung hematogen.
Penyebaran secara hematogen dapat terjadi dalam beberapa bentuk 1) occult
hematogenic spread yaitu penyebaran bakteri sedikit-demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan manifestasi klinis, bakteri menyebar ke organ yang kaya vaskularisasi,
bakteri tetap hidup namun inaktif; 2) acute generalized hematogenic spread yaitu
penyebaran bakteri dalam jumlah besar sehingga menimbulkan manifestasi klinis secara
akut; dan 3) protracted hematogenic spread yaitu penyebaran bakteri akibat pecahnya
fokus perkijuan di dinding vaskular. 1
12
Gambar 4. Patogenesis tuberkulosis1
13
Diare persisten (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan standar diare.
2. Gejala lokal, yaitu tergantung pada organ yang terkena TB.
Pada dasarnya, diagnosis pasti TB adalah dengan pemeriksaan mikrobiologi untuk
menemukan basil tahan asam dari apusan langsung atau biopsi jaringan serta kultur.
Walaupun demikian, pada kasus TB paru anak pemeriksaan sputum yang menjadi baku
emas sulit untuk dilakukan, karena sedikitnya jumlah kuman dan susahnya pengambilan
spesimen. Apabila fasilitas tersedia, spesimen untuk pemeriksaan TB paru anak dapat
diperoleh melalui induksi sputum dan bilasan lambung. Sementara itu, pemeriksaan
serologi tidak dianjurkan untuk menegakkan diagnosis. 1
Apabila terdapat keterbatasan metode diagnostik TB anak, dapat digunakan
pendekatan diagnostik melalui sistem skoring. Sistem ini menggabungkan antara temuan
klinis dengan hasil pemeriksaan penunjang yang mendukung. Pada skoring ini, parameter
uji tuberkulin dan kontak TB memiliki nilai tertinggi (3). Walaupun demikian, uji
tuberkulin bukan merupakan uji utama pada skoring ini. Apabila didapatkan skor ≥6,
maka pasien harus ditatalaksana menggunakan obat antituberkulosis (OAT). Jika dalam 2
bulan terapi terdapat respon positif, maka OAT diteruskan. Sementara itu, apabila
didapatkan respon negatif, maka pasien perlu dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut. 1
Tabel 4. Skoring TB anak1
14
2.1.3 Pengobatan TB Anak
Tatalaksana medikamentosa TB anak terdiri atas OAT dan profilaksis. OAT
diberikan pada anak dengan sakit TB, sedangkan profilaksis ditujukan pada anak dengan
kontak TB (profilaksis primer) atau terinfeksi tanpa sakit TB (profilaksis sekunder).
Dalam tatalaksana penyakit TB anak, beberapa hal perlu diperhatikan 1) OAT tidak
boleh diberikan sebagai monoterapi, 2) pemberian gizi harus adekuat, dan 3) penyakit
penyerta perlu dicari untuk ditatalaksana bersama. Terdapat pula beberapa prinsip
pengobatan, yaitu: 1
1. OAT diberikan dalam kombinasi minimal 3 obat
2. Waktu pengobatan antara 6-12 bulan
3. Pengobatan dibagi dalam tahap intensif (2 bulan pertama) dan lanjutan (4-10 bulan
berikutnya
4. TB dengan gejala berat perlu dirujuk ke fasilitas rujukan
5. Panduan OAT untuk anak adalah 2HRZ/4HR atau 2HRZE(S)/4-10HR
15
Tabel 6. Panduan pemberian OAT1
Agar pemberian OAT lebih mudah dan pasien teratur dalam minum obat, OAT
juga disediakan dalam kombinasi dosis tetap (KDT/FDC). KDT anak berisi obat fase
intensif, yaitu rifampisin 75mg, isoniazid 50mg, dan pirazinamid 150mg serta fase
lanjutan berupa rifampisin 75mg dan isoniazid 50mg. Dosis KDT disesuaikan dengan
berat badan anak, sebagaimana tercantum pada tabel di bawah. (anak dengan BB >30 kg
diberikan 6 tablet KDT dewasa). 1
16
respon baik, maka pengobatan dilanjutkan hingga 6 bulan dengan meminta pasien untuk
kontrol setiap bulan. Sementara itu apabila respon pengobatan kurang, maka pasien tetap
melanjutkan pengobatan dan dirujuk ke sarana yang lebih memadai. Perlu diingat bahwa
sistem skoring tidak dapat digunakan untuk mengevaluasi pengobatan. 1
Setelah 6 bulan, pengobatan dapat dihentikan dengan mengevaluasi klinis maupun
pemeriksaan penunjang, seperti foto toraks. Bagaimanapun, klinis pasien merupakan
indikator yang paling menentukan keberhasilan pengobatan. 1
17
2.3 Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk membuat seseorang kebal terhadap penyakit
infeksi tertentu. Berdasarkan jenisnya, imunisasi diklasifikasikan menjadi dua macam,
yaitu:
1. Imunisasi pasif
Imunisasi pasif terjadi dengan pemberian/transfer antibodi spesifik, sehingga
kemampuan proteksinya dapat muncul lebih cepat. Imunisasi jenis ini dapat diberikan
secara alami, berupa transfer IgG (imunoglobulin G) ibu ke janin melalui plasenta
ataupun transfer IgA melalui kolostrum. Imunisasi pasif dapat pula diberikan secara
buatan, misalnya pada pemberian imunoglobulin untuk kasus infeksi akut.3
2. Imunisasi aktif
Imunisasi aktif terjadi setelah tubuh terpapar oleh patogen, baik secara alami
melalui infeksi langsung maupun secara buatan melalui pemberian vaksin. 3
Vaksin merupakan produk imunisasi aktif buatan, berupa seluruh atau sebagian
patogen yang akan memicu pembentukan imunitas spesifik. Ketika tubuh terpajan
antigen vaksin untuk pertama kali, maka akan terbentuk respon imun primer berupa
antibodi spesifik (terutama IgM). Apabila terjadi pajanan vaksin yang sama berikutnya,
akan terbentuk respon imun sekunder berupa antibodi spesifik (terutama IgG) dengan
afinitas lebih tinggi dan masa jeda yang lebih singkat. 3
Adanya antibodi spesifik ini ditambah dengan pembentukan sel T dan B memori
akan melindung tubuh dari infeksi patogen tertentu di kemudian hari. Bagaimanapun,
keberhasilan vaksin ditentukan oleh beberapa hal, yakni imunitas individu, faktor
genetik, kualitas, serta kuantitas vaksin. 3
Jenis vaksin dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu vaksin hidup dan
inaktif. Vaksin hidup terbuat dari virus atau bakteri yang telah dilemahkan (contoh:
BCG, polio oral, campak). Hal ini menyebabkannya masih dapat bereplikasi dan
menimbulkan respon imun tanpa menimbulkan penyakit. Umumnya, vaksin ini akan
menimbulkan imunitas dengan 1 dosis. 3
Vaksin inaktif dapat berasal dari mikroba utuh (contoh: vaksin pertusis,
inactivated polio vaccine/IPV), toksoid (contoh: vaksin difteri, vaksin tetanus), subunit
(contoh: vaksin influenza), ataupun polisakarida (contoh: vaksin tifoid, pneumokokus
polisakarida, dan Haemophilus influenzae tipe b/Hib). Vaksin jenis ini kurang
imunogenik, sehingga perlu diberikan sebanyak 2 hingga 5 dosis. 3
18
2.3.1 Jadwal Imunisasi Nasional
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI no 42 tahun 2013, imunisasi rutin
merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara terus menerus sesuai jadwal.
Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan lanjutan. Imunisasi dasar meliputi
Hepatitis B, BCG (Bacillus Calmette Guerin), DTP-HB-Hib (Diphteria Tetanus Pertusis
Hepatitis B-Haemophilus influenza type B), polio, dan campak. Sementara itu, imunisasi
lanjutan adalah imunisasi ulangan agar masa perlindungan lebih panjang dan
mempertahankan kekebalan. Imunisasi lanjutan diberikan baik pada batita, anak usia SD,
dan perempuan usia subur. 3,4
Tabel 9. Jadwal Imunisasi Dasar
Umur bayi Jenis Imunisasi
0 bulan HB 0
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DTP-HB-Hib1, Polio 2
3 bulan DTP-HB-Hib2, Polio 3
4 bulan DTP-HB-Hib3, Polio 4
9 bulan Campak
19
Tabel 11. Jadwal imunisasi sesuai rekomendasi3
20
penderita TB yang tidak diobati, penderita kanker atau transplantasi organ, dan anak
yang mendapatkan pengobatan imunosupresi jangka panjang. Walaupun demikian,
adanya infeksi HIV tanpa imunosupresi yang berat masih memungkinkan anak untuk
mendapat imunisasi campak. Berkaitan dengan TB, belum ada studi yang melaporkan
tentang efek pemberian vaksin campak/MMR pada pasien TB yang tidak diobati.
Namun, berdasarkan teori yang ada, vaksin dapat mengeksaserbasi tuberkulosis. Oleh
karena itu, dianjurkan untuk memulai terapi antituberkulosis sebelum memberikan
vaksin campak pada penderita TB aktif.4,5
21
BAB III
DISKUSI
Parameter Skor
Kontak TB 2
Uji tuberkulin 3
Berat badan/keadaan gizi 1
Demam yang tidak diketahui penyebabnya 0
Batuk kronik 0
Pembesaran KGB colli, aksila, dan inguinal 0
Pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut, dan falang 0
Foto Toraks 1
Total 7
22
hingga usia 4 bulan (konstan berada pada z-score <-1) kemudian mengalami penurunan.
Dipikirkan bahwa keadaan malnutrisi pada pasien ini berkaitan dengan penyakit kronis,
yaitu tuberkulosis. Hal ini diperburuk dengan nafsu makan pasien yang turun sejak 2
minggu lalu.6
Bagaimanapun, kandungan nutrisi dari makanan yang diberikan pasien juga tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi. Pasien minum susu formula sejak lahir dan
mulai mendapat makanan tambahan pada usia 6 bulan. Makanan tambahan pasien hanya
berupa nasi tim yang dicampur dengan wortel dan brokoli, sehingga pasien tidak cukup
mendapat asupan zat besi, protein, dan lemak. Takaran susu formula yang diberikan
untuk pasien juga tidak sesuai, yakni 2 sendok dilarutkan dalam 150 cc (seharusnya tiap
1 sendok dalam 30 cc).
Oleh karena itu, bersamaan dengan pengobatan TB, pemenuhan nutrisi pasien juga
perlu diperbaiki. Pasien membutuhkan diet sebanyak 840 kkal/hari dengan kebutuhan
protein sebanyak 12,6 g/hari. Cara pemberian makan pada pasien cukup per oral.
Kebutuhan kalori tersebut dapat terpenuhi dengan 1) nasi tim 3x sehari yang terdiri atas
Diet 840 kkal/hari dengan kebutuhan protein 12,6 g/hari per oral, terdiri atas beras, hati
ayam/daging sapi/ayam/ikan, tempe/tahu, dan sayur; 2) snack 1x sehari berupa 2 keping
biskuit atau buah; dan 3) susu formula 6x sehari sebanyak 3 sendok takar yang dilarutkan
dalam 90 cc air.6
BAB IV
KESIMPULAN
23
Pasien, bayi laki-laki 10 bulan 18 hari, dengan daftar masalah TB paru, gizi kurang,
dan imunisasi dasar tidak lengkap (campak). Pada pasien direncanakan untuk pemberian
OAT fase intensif, diet 840 kkal/hari, imunisasi campak, dan edukasi. Prognosis pada pasien,
baik ad vitam, ad functionam, maupun ad sanationam dipikirkan bonam.
24
DAFTAR PUSTAKA
25