Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Nursalsabila
NIM : 11161030000074
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untk
memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar strata 1 Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya
camtumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya, maka
saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Materai
6000
Nursalsabila
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Laporan Penelitian
Oleh :
Nursalsabila
NIM 11161030000074
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
dr. Risahmawati, Dr. Med. Sc dr. Regintha Yasmeen Burju Bachtum, Sp.OG
NIP. 197709132006042001
iii
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang
Pembimbing I Pembimbing II
dr. Risahmawati, Dr. Med. Sc dr. Regintha Yasmeen Burju Bachtum, Sp.OG
NIP. 197709132006042001
Penguji I Penguji II
PIMPINAN FAKULTAS
dr. Hari Hendarto, Sp.PD-KEMD., PhD Dr. dr. Achmad Zaki, Sp. OT., M.Epid
NIP. 196511232003121003 NIP. 197805072005011005
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang
telah memberikan nikmat kesehatan dan kemudahan sehingga penulis mampu
menyelesaikan penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Shalawat beserta salam juga tak henti penulis haturkan kepada Nabi Besar
Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat beliau yang telah menjadi sebaik-
baik suri tauladan bagi penulis.
v
7. Adik-adik tercinta, M. Dzikrillah, Nursyafiah, Nursakinah, dan M. Nasrullah
yang selalu memberikan doa, hiburan dan semangat kepada penulis.
8. Seluruh keluarga besar yang selalu mendukung dan memberikan doa yang
terbaik untuk kelancaran kuliah dan penelitian yang dilakukan penulis.
9. Pacemaker, teman sejawat angkatan 2016, yang selalu memberi dukungan
kepada sesama, agar tetap semangat dalam menjalankan segala tugas
perkuliahan.
10. Sahabat SMA, Khuswatun Hasanah, Maria Lina, Yudati, Yunita Pratami,
Dilla Agustina, dan Ayu Putri Lestari, yang telah menghibur dan memberikan
dukungan dalam segala hal yang dilakukan penulis.
11. Sahabat perantauan SJD MUBA 2016, Ayu Haryati, Vicka Hendriyan,
Aanisah, dan Ulvi Anawati yang selalu mendoakan dan memberikan
semangat kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.
12. Sahabat seperjuangan FK, Squad Jedaibadass, yang telah menemani penulis
di sepanjang lika-liku kehidupan di Fakultas Kedokteran, serta telah mengisi
hari-hari penulis dengan penuh drama. Terimakasih guys.
13. Sahabat Ghorib yang selalu aneh dan tidak terduga. Terimakasih telah
memberikan kebahagiaan dan menjadi tempat konsultasi penulis dalam hal
apapun, termasuk penelitian dan lain lain.
14. Firyal Muhammad Haekal Shofi, sebagai partner skripsi yang selalu sabar
menghadapi penulis, selalu memberikan semangat, mengingatkan deadline
penelitian, mengajarkan cara mengolah data, dan selalu siap sedia ketika
dibutuhkan penulis.
Akhir kata, penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang
membangun bagi penulis dan untuk perbaikan penulisan laporan penelitian ini.
Nursalsabila
vi
ABSTRAK
vii
ABSTRACT
Background: Medical students tend to experience stress. When stressed, the body
will secrete cortisol which can suppress GnRH secretion so that it can disturb the
balance of reproductive hormones and eventually cause various kinds of menstrual
disorders.
Objective: To determine the relationship of stress levels to the incidence of
menstrual disorders in preclinical students at the Faculty of Medicine of UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta in 2019.
Method: This research was an observational analytic cross sectional design using
DASS 42 questionnaire and menstrual disorders questionnaire. Total sampling of
194 respondents and analyzed with rank spearman test
Results: The total respondents selected were 187 respondents. Aged between 17-
24 years with the most age is 18 years (27.8%). 12.3% of respondents experienced
mild stress, 11.8% moderate stress, 9.1% severe stress and 5.9% very severe stress.
Respondents who experience menstrual disorders 94.7%, menorrhagia as much as
26.7%, hyphenorrhea 10.2%, amenorrhoea 4.8%, oligomenorrhea 11.2%,
polimenorea 13.4%, dysmenorrhoea 75.4% and premenstrual syndrome 67 9%.
Spearman rank test results stress levels with the incidence of menorrhagia (P =
0.471 and r = 0.053), hypomenora (P = 0.739 and r = -0.024), amenorrhoea (P =
0.078 and r = 0.129), oligomenorrhea (P = 0.327 and r = 0.072), polimenorea (P =
0.306 and r = 0.075), dysmenorrhoea (P = 0.036 and r = 0.154) and premenstrual
syndrome (P = 0,000 and r = 0.294) showed significant results (P <0.05 and r
positive) between stress levels with the incidence of dysmenorrhoea and
premenstrual syndrome.
Conclusion: There is a meaningful and direct relationship between the level of
stress on the incidence of dysmenorrhoea and premenstrual syndrome in preclinical
students at the Faculty of Medicine of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta in 2019.
viii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………1
ix
2.3 Kerangka Konsep ................................................................................... 37
2.4 Definisi Operasional ............................................................................... 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN……………………………………..39
x
BAB V SIMPULAN DAN SARAN…………………………………………...66
LAMPIRAN ..........................................................................................................74
PERNYATAAN ....................................................................................................76
PERNYATAAN ....................................................................................................77
DAFTAR TABEL
xi
Tabel 4.13Hubungan Tingkat Stres Terhadap Gangguan Lain Yang Berhubungan
Dengan Menstruasi................................................................................................ 58
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR BAGAN
DAFTAR LAMPIRAN
xii
DAFTAR SINGKATAN
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Penelitian mengenai stres dan kejadian PMS yang dilakukan oleh Akifah
Fatimah, Yayi Suryo Prabandari, dan Ova Emilia terhadap 143 orang mahasiswi
pondok pesantren STIKes Surya Global Yogyakarta pada tahun 2015 memperoleh
hasil mahasiswi yang mengalami stres mempunyai potensi lebih besar untuk
mengalami PMS dibandingkan dengan mahasiswi yang tidak stres. Prevalensi
mahasiswi yang mengalami stres dan PMS adalah 34,9% dan 32,8%. Selain itu
didapat pula data mengenai mahasiswi dengan siklus menstruasi yang tidak teratur
sebanyak 69,93% dan mahasiswi dengan durasi menstruasi yang lebih dari 7 hari
sebanyak 45,45%.9
Berdasarkan data-data di atas, serta belum adanya data mengenai stres dan
kejadian gangguan menstruasi di Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, maka penulis melakukan penelitian mengenai hubungan stres terhadap
kejadian gangguan menstruasi pada mahasiswi preklinik di Fakultas Kedokteran
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019.
3
1.3 Hipotesis
Terdapat hubungan antara tingkat stres terhadap kejadian gangguan
menstruasi pada mahasiswi preklinik di Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Stres
2.1.1.1 Definisi Stres
Istilah “stres” pertama kali dikenalkan oleh Hans Selye (1907-1982). Selye
mengamati bahwa terdapat beragam gangguan pada organisme yang
menghasilkan respons fisiologis yang sama. Konsep ini berlawanan dengan
ideologi medis yang menekankan kekhususan, yaitu patogen spesifik
menimbulkan respons patologis yang unik.10,11
Stres memiliki pengertian berbeda untuk orang yang berbeda dan dalam
kondisi yang berbeda pula. Dalam bukunya yang berjudul Stress in Health and
Disease (1976), Selye menjelaskan definisi stres secara mendetil sebagai
berikut:5,11
1. Dalam ilmu perilaku, stres didefinisikan sebagai persepsi ancaman yang
mengakibatkan ketidaknyamanan, kecemasan, ketegangan emosional, dan
kesulitan dalam penyesuaian.
2. Dalam kelompok, stres didefinisikan sebagai situasi sulit atau tidak
mungkin bagi kelompok untuk mengatasi persyaratan situasi, dan masalah
kepemimpinan dan perilaku antarpribadi menjadi salah satu faktor yang
berkembang menjadi penyulit untuk mengatasi tuntutan situasi tersebut.
3. Stres juga dapat didefinisikan dalam istilah neuroendokrinologi murni.
Eugene Yates, mendefinisikan stres sebagai stimulus yang memicu
pelepasan Adrenocorticotropine Hormone (ACTH) dan glukokortikoid
adrenal.
4. Selye juga menyebutkan Richard Lazarus yang terkenal karena karyanya
dalam psikologi kognitif. Lazarus mengemukakan bahwa terlepas dari
kebingungan yang konsisten tentang makna yang tepat dari istilah stres
tersebut, stres secara luas diakui sebagai masalah utama dalam kehidupan
5
6
2. Stres sedang, yakni stres yang pada tingkat ini seorang individu mampu
untuk lebih memfokuskan pada hal penting dan mengesampingkan hal lain
sehingga mempersempit lahan persepsinya.
3. Stres berat. Lahan persepsi individu sangat sempit dan perhatiannya
cenderung terpusat pada hal lain. Perilaku yang ditunjukkan bertujuan
untuk mengurangi stres. Individu pada tingkatan ini membutuhkan banyak
pengarahan.
Persepsi ancaman dan perilaku respons ini dikenal sebagai respons “lawan
atau lari” yang membutuhkan mobilisasi segera dan total kekuatan serta sumber
daya tubuh saat otak mengirimkan informasi perintah yang sesuai. Selanjutnya,
akan terjadi lonjakan hormon dalam tubuh sehingga menyebabkan tubuh berada
dalam keadaan stres yang tinggi.13,16
Ketika otak mendeteksi bahaya melalui salah satu alat indera, otak akan
menjadi siaga dan segera hipotalamus akan menstimulasi kelenjar hipofisis
mensekresikan ACTH yang kemudian akan merangsang kelenjar adrenal untuk
menghasilkan hormon epinefrin dan kortisol.13,16
Epinefrin meningkatkan denyut jantung, tekanan darah dan menyediakan
energi ekstra yang dibutuhkan. Kortisol juga meningkatkan energi tubuh dengan
memicu pelepasan glukosa ke dalam aliran darah, sedangkan fungsi tubuh lain
yang tidak terlalu dibutuhkan, seperti pencernaan, ditekan.13,16
Dalam respons “lawan atau lari”, selain denyut jantung dan tekanan darah
yang meningkat, pupil mata juga akan melebar sehingga dapat menerima lebih
banyak cahaya dan memindai area visual yang lebih besar. Pembuluh darah di
daerah kulit akan mengalami vasokonstriksi untuk mengurangi perdarahan jika
terjadi luka serta kulit akan mengeluarkan keringat untuk membuat tubuh tetap
dingin saat suhu tubuh naik.13,16
Ketika kadar epinefrin berkurang secara bertahap, norepinefrin akan
dilepaskan ke dalam aliran darah, menormalkan kembali denyut jantung, tekanan
darah, merelaksasikan otot, serta mengembalikan fungsi pencernaan yang
sebelumnya telah ditekan. Tubuh pun kembali ke keadaan tenang seperti pada
keadaan sebelum stres.13,16,17
2.1.2.1 Ovarium
Sepasang ovarium mengapit uterus pada setiap sisi kanan dan kiri, terletak
di fossa ovarika dekat dengan dinding pelvis. Bentuknya seperti kacang almond
dan ukurannya dua kali lebih besar. Setiap ovarium ditahan oleh beberapa
12
Ovarium dilapisi oleh jaringan ikat fibrosa tunika albuginea yang kemudian
ditutupi oleh epitel kuboid selapis yang disebut epitel germinativum. Dibawah
tunika albuginea terdapat lapisan korteks yang menghasilkan ovum dan lapisan
medula yang mengandung saraf dan pembuluh darah.23
13
paling sempit di daerah uterus sampai bagian yang mengarah ke ovarium secara
berurutan yakni ismus, ampula, infundibulum, dan fimbriae.23
Tuba uterina dilapisi oleh peritoneum viseral yang merupakan bagian dari
ligamentum latum uteri. Dinding tuba uterina terdiri atas dua lapisan otot polos,
dari dalam ke luar secara berurutan yaitu otot sirkuler dan otot longitudinal.
Bagian terdalam terdapat mukosa berlipat-lipat, terutama di bagian ampula.
Mukosa tuba uterina terdiri atas epitel kuboid selapis hingga silindris dengan
permukaan seperti silia (rambut getar) dan terdapat bagian yang mampu
mengeluarkan sekret. Silia pada permukaan mukosa tuba uterina menimbulkan
arus ke arah kavum uteri.22
2.1.2.3 Uterus
Uterus terletak di dalam rongga pelvis, sebelah anterior dari rektum dan
posterosuperior dari vesika urinaria. Bentuk dan ukurannya menyerupai buah pir,
tetapi ukurannya lebih besar pada wanita yang pernah melahirkan. Uterus
merupakan organ berongga yang memiliki dinding tebal sehingga mampu
menerima, mempertahankan, dan memelihara ovum (sel telur) yang telah
dibuahi. Terdapat beberapa ligamen yang mempertahankan posisi dan letak
uterus di dalam rongga pelvis, yakni mesometrium (bagian dari ligamentum
latum uteri) pada sisi lateral, ligamentum cardinal pada sisi inferior yang
memanjang dari serviks dan superior vagina ke lateral dinding pelvis, dan
sepasang ligamentum uterosakral pada sisi posterior uterus yang melekatkan
uterus pada sakrum. Pada bagian anterior dari uterus juga terdapat ligamentum
round yang melekatkan uterus ada dinding anterior tubuh, mempertahankan
posisi uterus saat vesika urinaria terisi penuh.23
Uterus terdiri dari korpus uteri (2/3 bagian atas), serviks uteri (1/3 bagian
bawah), dan kavum uteri (rongga pada korpus uteri). Bagian teratas dari uterus
disebut fundus uteri, yakni tempat tuba uterina kanan dan kiri bermuara. Bagian
yang berada di bawah serviks dan terletak di vagina dinamakan porsio uteri.
Sedangkan antara korpus dan serviks terdapat bagian yang disebut ismus uteri.
15
2.1.2.4 Vagina21
Vagina merupakan sebuah saluran dengan dinding tipis dan memiliki
panjang sekitar 8-10 cm. Vagina terletak diantara vesika urinaria dan rektum,
serta memanjang dari serviks ke arah eksternal tubuh. Dinding vagina terdiri dari
tiga lapisan, yakni lapisan adventisia, muskularis, dan mukosa.
Mukosa yang terletak pada distal orifisium vagina dan membentuk sekat
yang tidak lengkap disebut himen. Himen memiliki banyak vaskularisasi
sehingga dapat berdarah ketika mengalami ruptur. Tetapi hal ini sangat
bergantung pada daya tahan himen, sedangkan daya tahan himen pada tiap wanita
berbeda-beda. Pada bagian atas saluran vagina membentuk celah yang
mengelilingi serviks. Celah ini disebut forniks, yang terdiri atas forniks anterior,
posterior, dan lateral.
17
2.1.2.5 Vulva
Vulva adalah muara dari sistem urogenital. Vulva terletak eksternal
terhadap vagina, sehingga disebut sebagai organ reporoduksi eksternal. Struktur
yang menyusun vulva terdiri atas mons pubis, labia mayora, labia minora,
frenulum, klitoris, preputium klitoris, orifisium uretra eksterna, orifisium vagina,
dan kelenjar-kelenjar.22,23
Labia mayora terdapat di sebelah luar vulva, menyatu ke arah belakang
membentuk komissura posterior dan perineum. Di bagian bawah kulit labia
mayora terdapat lemak yang serupa seperti pada mons pubis. Mons pubis
merupakan area yang menutupi simfisis pubis. Saat mengalami pubertas, area
mons pubis akan ditumbuhi rambut yang kemudian disebut rambut pubis.22,23
Labia minora terletak di sebelah medial dari labia mayora dan mengarah
ke perineum membentuk frenulum labiorum pudendi. Di depan frenulum ini
terdapat fossa navikularis yang di dekatnya terletak muara saluran kelenjar
bartolin. Pada bagian depan, labia minora menyatu membentuk frenulum
klitoridis dan preputium klitoris yang dibawahnya terletak klitoris. Sebanyak 1,5
cm di bawah klitoris terdapat orifisium uretra eksterna dan di bawahnya terdapat
orifisium vagina.22
2.1.3 Menstruasi
2.1.3.1 Definisi Menstruasi21,22
Menstruasi atau menses merupakan proses peluruhan stratum fungsional
pada lapisan endometrium uterus yang menyisakan stratum basal di bawahnya
dan terjadi secara periodik. Peluruhannya dikeluarkan melalui serviks dan
vagina.
yang kompleks, mulai dari hipotalamus, pituitari anterior, dan hormon gonad.
Hormon gonad yang meregulasi siklus ovarium adalah follicle-stimulating
hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). Hormon gonad diregulasi oleh
gonadotropin-releasing hormone (GnRH) di hipotalamus.24
1. Fase Folikular24
Pada fase ini terjadi perkembangan dan maturasi folikel primordial
dengan bantuan hormon gonad. Selama perkembangan folikel primordial,
oosit primer membentuk dan menyimpan material yang penting untuk
pembuahan.
Tahap pertama dari perkembangan folikel primordial adalah folikel
preantral. Folikel preantral merupakan folikel primordial yang mulai
berkembang tetapi belum membentuk antrum, yakni rongga di dalam folikel
yang dipenuhi dengan cairan.
Ketika terbentuk folikel preantral, lapisan sel granulosa menebal dan
berproliferasi membentuk beberapa lapisan yang mengelilingi oosit. Oosit dan
sel granulosa akan mensekresi glycoprotein yang membentuk membran
seperti gel, menutupi oosit dan memisahkannya dari sel granulosa. Membran
ini dinamakan zona pelusida. Oosit akan membesar bersamaan dengan
proliferasi sel granulosa. Sebagian sel granulosa akan mengalami diferensiasi
menjadi sel teka. Perkembangan folikel preantral membutuhkan waktu hingga
beberapa bulan untuk sempurna dan tidak dipengaruhi hormon gonad, karena
FSH yang dibutuhkan untuk proliferasi sel granulosa hanya pada tingkat
kebutuhan basal rendah.
Tahap selanjutnya dari perkembangan folikel adalah terbentuknya
antrum, sehingga folikel preantral berubah menjadi folikel antral. Hormon LH
akan menstimulasi proliferasi sel teka dan mengubah kolesterol menjadi
androgen. Akibat kapasitas konversi androgen menjadi estrogen pada sel teka
terbatas dan sel granulosa tidak bisa memproduksi androgen sendiri, maka
androgen yang sudah dibentuk oleh sel teka akan berdifusi menuju sel
20
granulosa. Setelah itu, FSH akan menstimulasi proliferasi sel granulosa dan
mengubah androgen menjadi estrogen. Selain proliferasi sel granulosa,
estrogen juga menyebabkan penebalan endometrium dan pembentukan
antrum pada folikel. Bersama FSH, hormon estrogen menstimulus proliferasi
sel granulosa sehingga ukuran folikel semakin besar. Selama tahap ini, antrum
dipenuhi hormon estrogen. Oosit mencapai ukuran terbesarnya selama
perkembangan awal dari antrum. Semakin besar pertumbuhan folikel dan
antrum, estrogen yang dihasilkan juga semakin banyak.
Setelah folikel antral terbentuk, folikel yang dominan akan mengalami
maturasi dan membentuk folikel de Graaf. Kemudian folikel de Graaf akan
bergerak ke arah permukaan ovarium dan membentuk penonjolan. Estrogen
yang tinggi akan secara selektif menginhibisi FSH serta menstimulasi GnRH
dan LH, sehingga hormon LH akan terus meningkat selama fase folikular.
Setelah itu, lonjakan hormon LH akan mencetuskan terjadinya ovulasi. Tepat
sebelum ovulasi, oosit menyelesaikan proses meiosis dan berubah menjadi
ovum (oosit sekunder). Saat ovulasi terjadi, area penonjolan akan ruptur dan
mengeluarkan ovum dari folikelnya. Rupturnya folikel saat ovulasi
merupakan tanda berakhirnya fase folikular.
21
2. Fase Luteal24
Folikel ruptur yang tersisa setelah terjadi ovulasi akan berubah menjadi
korpus luteum. Korpus luteum akan mulai berfungsi dalam 4 hari setelah
ovulasi, tetapi ukurannya akan terus membesar hingga 4 sampai 5 hari
setelahnya.
Pada korpus luteum akan terjadi proses luteinisasi, yakni proses
berubahnya sel-sel folikular menjadi sel luteal. Dibawah stimulus LH, sel
luteal akan membesar dan aktif memproduksi hormon progesteron, sehingga
pada fase luteal hormon progesteron lebih dominan. Meskipun estrogen yang
tinggi pada fase sebelumnya menyebabkan lonjakan LH, progesteron
memiliki efek inhibisi yang kuat terhadap GnRH, LH dan FSH. Efek inhibisi
ini mencegah terjadinya maturasi dan ovulasi folikel lainnya selama fase
luteal. Bersama dengan estrogen, progesteron adalah hormon yang penting
23
Siklus uterus terdiri dari tiga fase, yakni fase menstrual, fase proliferatif,
dan fase sekretori atau fase progestasional.
1. Fase Menstrual24
Fase menstrual ditandai dengan terjadinya menstruasi. Hari pertama
menstruasi adalah awal dari siklus baru yang bersamaan dengan akhir dari fase
luteal, lalu berlanjut ke fase folikular. Ketika korpus luteum mengalami
degenerasi akibat terjadi implantasi ovum pada siklus sebelumnya, hormon
estrogen dan progesteron yang ada di sikulasi darah menurun drastis.
Penurunan hormon ovarium menstimulasi pelepasan prostaglandin uterus
yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah endometrium, sehingga
suplai darah ke endometrium terganggu. Selanjutnya, penurunan oksigen akan
menyebabkan stratum fungsional pada endometrium mati dan meluruh,
menyisakan stratum basal yang berisi epitel dan kelenjar untuk endometrium
beregenerasi. Prostaglandin juga menyebabkan kontraksi ritmik dari
miometrium uterus. Kontraksi miometrium akan membantu peluruhan
endometrium dari rongga uterus menuju vagina. Fase menstrual akan bertahan
selama 5 sampai 7 hari setelah degenerasi korpus luteum.
2. Fase Proliferatif24
Setelah fase menstrual pada uterus, secara simultan ovarium akan
memulai fase folikular, yakni kembali memproduksi estrogen untuk untuk
menstrimulasi terjadinya fase proliferatif. Fase proliferatif terjadi secara
bersamaan dengan terbentuknya folikel antral. Melalui stimulus dari estrogen,
stratum basal endometrium akan mengalami proliferasi sel, kelenjar, serta
pembuluh darah, yang akan membentuk stratum fungsional endometrium.
Fase proliferatif berlangsung dari akhir menstruasi hingga ovulasi. Tingkat
estrogen yang tinggi akan memicu lonjakan LH pada saat ovulasi.
26
3. Osteoporosis
Osteoporosis adalah kondisi yang ditandai oleh kehilangan kepadatan
tulang secara progresif, penipisan jaringan tulang, dan peningkatan
kerentanan terhadap fraktur. Osteoporosis dapat timbul dari penyakit yang
berhubungan dengan kekurangan hormon atau makanan.
4. Infertilitas
Infertilitas merupakan kondisi dimana pasangan suami istri belum
memiliki anak walaupun telah melakukan hubungan seksual 2-3 kali
35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.3.2 Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah Total Sampling,
yaitu dengan mengambil seluruh anggota pada populasi menjadi sampel.
44
45
dapat dikatakan seluruh pertanyaan dalam kuesioner ini valid dan layak untuk
digunakan dalam penelitian.
Tabel 4.1 Hasil Uji Reliabilitas pada Kuesioner DASS 42 (Stress Scale)
Cronbach’s Alpha N of items
.8806 14
tersebar dari yang paling pandai hingga tidak pandai. Reliabilitas dikatakan tinggi
apabila memiliki nilai di atas 3,0.44
Berdasarkan tabel 4.6 diatas, dari 187 responden total terdapat 177
responden (94,7%) mengalami gangguan menstruasi dan 10 responden (5,3%)
tidak mengalami gangguan menstruasi.
variabel dikatakan searah. Sebaliknya bila nilai koefisien korelasi negatif maka
hubungan antar variabel tersebut tidak searah.
Pada tabel 4.13 di atas, jumlah responden yang mengalami PMS sebanyak
17 responden (73,81%) dari 23 responden yang mengalami stres ringan, 17
responden (77,27%) dari 22 responden yang mengalami stres sedang, 16
responden (94,12%) dari 17 responden yang mengalami stres berat dan 11
responden (100%) yang mengalami stres sangat berat juga mengalami PMS.
Jumlah responden yang normal tetapi mengalami PMS sebanyak 66 responden
(57,89%).
Hasil uji analisis rank spearman didapat nilai P= 0,000 dimana P < 0,05
yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara tingkat stress
59
4.4 Pembahasan
Responden pada penelitian ini memiliki rentang usia 17 – 24 tahun.
Responden terbanyak berusia 18 tahun (27,8%). Ketentuan batasan usia untuk
menjadi mahasiswa baru sarjana (S1) pada setiap universitas berbeda, tetapi
peneliti tidak menemukan batasan usia untuk calon mahasiswa baru UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Responden yang berusia lebih muda dibandingkan
angkatannya kemungkinan besar karena sebelumnya mengikuti program
akselerasi, yakni percepatan pembelajaran bagi pelajar yang memiliki
kemampuan lebih dengan materi atau kurikulum yang padat sehingga mampu
menyelesaikan pendidikan dalam jangka waktu dia tahun.47
Berdasarkan hasil analisis data sebelumnya, mahasiswi preklinik Fakultas
Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2019 paling banyak
mengalami stres ringan, yakni sebanyak 23 orang (12,3%) dengan distribusi
paling banyak pada angkatan 2018 dan 2019, masing-masing sebanyak 7 orang.
Terbanyak selanjutnya adalah stres sedang, yakni berjumlah 22 orang (11,8%)
60
dengan distribusi paling banyak pada angkatan 2019, yakni sebanyak 9 orang.
Stres berat dialami oleh 17 orang (9,1%) dengan distribusi terbanyak juga pada
angkatan 2019, yakni sebanyak 10 orang. Sedangkan stres sangat berat terjadi
dalam jumlah yang paling sedikit diantara tingkat stres lainnya, yakni sebanyak
11 orang (5,9%) dengan distribusi terbanyak pada angkatan 2019, yakni
berjumlah 6 orang.
Kejadian stres banyak dialami oleh angkatan 2019 dengan distribusi paling
banyak adalah stres berat. Banyaknya mahasiswi angkatan 2019 yang mengalami
stres sesuai dengan pendapat Towbes dan Cohen yang mengatakan bahwa
mahasiswa tahun pertama memiliki tingkat stress yang lebih tinggi. Hal ini dapat
disebabkan oleh berbagai faktor yang melibatkan perkuliahan, misalnya harus
menyesuaikan diri jauh dari rumah untuk pertama kali, tuntutan prestasi
akademis yang tinggi baik dari fakultas ataupun orangtua dan keluarga, serta
harus menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang baru.8 Penelitian yang
dilakukan oleh Novrita Silalahi mengenai gambaran stres pada mahasiswa tahun
pertama Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara juga mengatakan
bahwa mahasiswa tahun pertama memiliki tingkat stres yang tinggi, dengan stres
ringan sebanyak 46 orang (46%), stres sedang 46 orang (46%) dan stres berat
sebanyak 8 orang (8%).8
Gangguan menstruasi dikelompokkan menjadi 4 kategori, yakni gangguan
lama dan jumlah darah saat menstruasi (menoragia, hipomenorea), gangguan
siklus menstruasi (amenorea, oligomenorea, polimenorea), gangguan lain yang
berhubungan dengan menstruasi (dismenorea, PMS) dan perdarahan diluar
menstruasi.22 Kejadian gangguan menstruasi pada mahasiswi preklinik Fakultas
Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah pada tahun 2019 terjadi sebanyak 177
responden (94,7%) dari 187 responden. Gangguan yang banyak terjadi adalah
dismenorea, dengan jumlah yang mengalami sebanyak 141 responden (75,4%).
Dua kejadian gangguan menstruasi terbanyak dialami selanjutnya adalah PMS
dan menoragia, yakni sebanyak 127 responden (67,9%) dan 50 responden
(26,7%). Polimenorea dialami oleh 25 responden (13,4%), oligomenorea 21
61
Penelitian yang dilakukan oleh Amelia Rosita pada tahun 2015 mengenai
hubungan dismenorea dengan aktivitas belajar mahasiswi di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mendapatkan
hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dismenorea dan aktivitas
belajar. Jumlah mahasiswi yang mengalami dismenorea dan memiliki gangguan
aktivitas belajar sebesar 95,8%.50 Nyeri yang dirasakan saat dismenorea bersifat
subjektif, sehingga persepsi nyeri pada tiap orang berbeda. Karena itu gangguan
aktivitas yang dialami memiliki persepsi yang berbeda pula. Selain itu, terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas belajar yakni faktor internal
berupa aspek fisiologis dan psikologis serta aspek eksternal berupa lingkungan
sosial dan nonsosial.51
Pada analisis data sebelumnya, hubungan tingkat stres terhadap kejadian
gangguan menstruasi pada mahasiswi preklinik di Fakultas Kedokteran UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019, didapatkan bahwa diantara seluruh jenis
gangguan menstruasi yang ada, tingkat stres memiliki hubungan yang
bermakna dengan kejadian dismenorea dan PMS. Hasil uji rank spearman
antara tingkat stres dan kejadian dismenorea didapat nilai P= 0,036 dan koefisien
korelasi = 0,154. Nilai P < 0,05 menunjukkan bahwa terdapat hubungan
bermakna antara tingkat stress terhadap kejadian dismenorea. Nilai
koefisien korelasi sebesar 0,154 menunjukkan terdapat hubungan yang searah
tetapi lemah. Hubungan yang searah artinya semakin tinggi tingkat stres maka
kejadian dismenorea juga akan semakin tinggi. Meskipun gangguan dismenorea
paling banyak terjadi, hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Yufika, Wawang dan Dony pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas
Islam Bandung mengenai hubungan antara tingkat stres dengan dismenorea.
Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara tingkat stress terhadap kejadian dismenorea (P= 0,63 atau P > 0,05).52
Hasil uji rank spearman antara tingkat stres dan kejadian PMS didapat nilai
P= 0,036 dan koefisien korelasi = 0,000. Nilai P < 0,05 menunjukkan bahwa
terdapat hubungan bermakna antara tingkat stress terhadap kejadian
63
analisis rank spearman antara tingkat stres dan kejadian gangguan siklus
menstruasi serta kejadian gangguan lama dan jumlah darah saat menstruasi pada
penelitian ini mendapatkan hasil yang tidak signifikan. Hasil uji analisis rank
spearman pada kejadian amenorea mendapat nilai P = 0,078 dan koefisien
korelasi = 0,129, pada kejadian oligomenorea mendapat nilai P = 0,327 dan
koefisien korelasi = 0,072 dan pada kejadian polimenorea mendapat nilai P =
0,306 dan koefisien korelasi = 0,075. Nilai P > 0,05 menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat stres terhadap kejadian
amenorea, oligomenorea dan polimenorea. Nilai koefisien korelasi yang
positif namun < 0,25 menunjukkan bahwa antara tingkat stres dengan kejadian
amenorea, oligomenorea dan polimenorea memiliki hubungan yang searah
tetapi lemah.
Hasil uji analisis rank spearman pada kejadian menoragia mendapat nilai
P = 0,471 dan koefisien korelasi = 0,053 dan pada kejadian hipomenorea
mendapat nilai P = 0,739 dan koefisien korelasi = -0,024. Nilai P > 0,05
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
tingkat stres terhadap kejadian menoragia dan hipomenorea. Nilai koefisien
korelasi < 0,25 menunjukkan bahwa antara tingkat stres dan kejadian
menoragia dan hipomenorea memiliki hubungan yang lemah. Nilai koefisien
korelasi negatif menunjukkan hubungan yang tidak searah, sehingga dapat
dikatakan bahwa tingkat stres tidak memiliki hubungan yang searah dengan
kejadian hipomenoragia tetapi memiliki hubungan yang searah dengan
menoragia. Hubungan yang searah artinya semakin tinggi tingkat stres maka
kejadian menoragia juga akan semakin tinggi. Tetapi, dikarenakan tingkat
hubungan yang lemah maka belum tentu tingkat stres yang tinggi dapat
menyebabkan kejadian menoragia juga menjadi tinggi.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Syrojuddin Hadi, Taufik Zain,
dan Fika Ekayanti mengenai pengaruh tingkat stres terhadap pola menstruasi
pada mahasiswa preklinik Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013
65
5.1 Simpulan
1. Prevalensi tingkat stres pada mahasiswi preklinik di Fakultas Kedokteran
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019 yaitu stres ringan 12,3%, stres
sedang 11,8%, stres berat 9,1% dan stres sangat berat sebesar 5,9%.
2. Prevalensi kejadian gangguan menstruasi pada mahasiswi preklinik di
Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019 sebesar
94,7%.
3. Prevalensi kejadian menstruasi pada mahasiswi preklinik di Fakultas
Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berdasarkan subkategorinya
yaitu menoragia 26,7%, hipomenorea 10,2%, amenorea 4,8%, oligomenorea
11,2%, polimenorea 13,4%, dismenorea 75,4% dan PMS 67,9%.
4. Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat hubungan bermakna antara tingkat
stres terhadap kejadian dismenorea dan PMS pada mahasiswi preklinik di
Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian dan pemeriksaan lebih lanjut untuk
mengidentifikasi perkembangan stres pada mahasiswa preklinik di Fakultas
Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terutama pada mahasiswa
tingkat pertama.
2. Sebaiknya dilakukan penelitian pada variabel lain yang juga berhubungan
dengan stres dan kejadian gangguan menstruasi pada mahasiswi preklinik di
Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh dismenorea dan PMS
terhadap aktivitas belajar pada mahasiswi preklinik di Fakultas Kedokteran
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
66
67
68
DAFTAR PUSTAKA
69
bookboon.com (2017).
14. Noviana E. Pengaruh Tingkat Stres dengan Menstruasi Terhadap Wanita Usia
Reproduktif pada Mahasiswi Kedokteran FK USU. Universitas Sumatera Utara,
http://repositori.usu.ac.id (2018).
15. Puspitaningsih D. Stress Mahasiswa saat Penyusunan Karya Tulis Ilmiah di
Poltekkes Majapahit Mojokerto. Hosp Majapahit 2015; VII: 19–22.
16. Mai J. The Human Nervous System. Third edit. Cambridge, Massachusetts:
Academic Press, Inc, 2011.
17. Benson H, Klipper M. The Relaxation Response. Re-issue e. New York: Harper
Torch, 2000.
18. Sukadiyanto S. Stress Dan Cara Menguranginya. J Cakrawala Pendidik 2017;
1: 55–66.
19. Myers L, Fleming M, Lancman M, et al. Stress coping strategies in patients with
psychogenic non-epileptic seizures and how they relate to trauma symptoms,
alexithymia, anger, and mood. J Seizure 2013; 22: 634–639.
20. Rasmun. Stress, Koping, dan Adaptasi: Teori dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta: Sagung Seto, 2009.
21. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy & Physiology 14th Edition.
2014. Epub ahead of print 2014. DOI: 10.1017/CBO9781107415324.004.
22. Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. Ketiga. Jakarta: PT. BINA PUSTAKA
SARWONO PRAWIROHARDJO, 2011. Epub ahead of print 2011. DOI:
10.1017/CBO9781107415324.004.
23. Marieb EN, Hoehn K. Human Anatomy & Physiology. 9th ed. United States:
Pearson Education, Inc, 2013.
24. Sherwood L. Human Physiology From Cells to Systems. Ninth Edit. Boston:
Cengage Learning, www.cengage.com (2016).
25. Speroff L, Fritz M. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Seventh
ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005.
26. Warianto C. Daur Menstruasi. 2011; 1–4.
27. Ely J, Kennedy C, Clark E, et al. Abnormal Uterine Bleeding: A Management
70
Algorithm. J Am Board Fam Med 2006; 19: 590–602.
28. Hestiantoro A, Wiweko B. Panduan Tatalaksana Perdarahan Uterus Disfungsi.
Perkumpulan Fertilitas Endokrinologi Reproduksi, Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi, 2007.
29. Begum M, Das S, Sharma HK. Menstrual Disorder: Causes and Natural
Remedies. J Pharm Chem Biol Sci 2016; 4: 307–320.
30. Fraser IS, Critchley HOD, Broder M, et al. The FIGO recommendations on
terminologies and definitions for normal and abnormal uterine bleeding. Semin
Reprod Med 2011; 29: 383–390.
31. Halle G. Menstrual Disorders. 34.
32. Jarvis CI, Morin AK. Menstrual-Related Disorders. Women’s Men’s Heal 2009;
91: 77–94.
33. Albert J, Hull S, Wesley R. Abnormal Uterine Bleeding. Am Fam Physician
2004; 69: 1915–26.
34. Alvero R, Schlaff W. Abnormal Uterine Bleeding. In: Reproductive
Endocrinology and Infertility. The Requisites in Obstetrics and Gynecology.
Philadelphia: Mosby Elsevier, 2007, hal. 77–91.
35. Djuwantono. Memahami Infertilitas. Bandung: PT. Refika Aditama, 2008.
36. Indarwati I, Budihastuti UR, Dewi YLR. Analysis of Factors Influencing Female
Infertility. J Matern Child Heal 2017; 02: 150–161.
37. Berga S, Louck T. Stress Induced Anovulation. USA: Elsevier, 2007.
38. Sarafino, Edward P, Timothy W. Health Psychology: Biopsychosocial
Interaction. Seventh ed. USA: John Wiley & Son, Inc, 2008.
39. David HA, Shu CF, Deborah KB, et al. Non Human Primates Contribute Unique
Understanding to Anovulatory Infertility in Women. ILAR J; 45.
40. Crawford, J.R & Henry, J.D. (2003). Lovibond, S.H. & Lovibond PF.
Depression , Anxiety and Stress Scales ( DASS-42 ). Br J Clin Psychol 2003;
42: 111–131.
41. Damanik ED. DASS42 Bahasa Indonesia Damanik,
http://www2.psy.unsw.edu.au/dass/Indonesian/Damanik.htm (2011).
71
42. Damanik ED. The Measurement of Reliability, Validity, Items Analysis and
Normative Data of Depression Anxiety Stress Scale (DASS). Jakarta.
43. Boone W, Staver R, Yale S. Rasch Analysis in The Human Sciences. London,
UK: Springer, 2014.
44. Linacre J. User’s Guide to WINSTEPS MINISTEP Rasch-Model Computer
Programs. 2016.
45. Sumintono B, Widhiarso W. Aplikasi Pemodelan Rasch pada Assessment
Pendidikan. Cimahi: Trim Komunikata, 2015.
46. Alagumalai S, Curtis D, Hungi N. Applied Rasch Measurement: A Book of
Exemplars. Dordrecht: Springer, 2005.
47. Nubayani S. Program Percepatan Kelas Bagi Siswa yang Memiliki Kemampuan
Unggul. Universitas Pendidikan Indonesia, 2012.
48. Setiawati S. Pengaruh Stres terhadap Siklus Menstruasi pada Remaja. Majority
2015; 4: 94–98.
49. Novak B, Berek. Berek & Novak’s Gynecology. 15th ed. United States, 2012.
50. Rosita A. Hubungan Nyeri Haid dengan Aktivitas Belajar Mahasiswi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2015.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.
51. Nusandika N. Konsep Aktivitas Belajar, repository.uin-suska.ac.id/672/3/BAB
II(19).pdf.
52. Pialiani, Y. Wawang S.S., Sukarya DSR. Hubungan Antara Tingkat Stres
dengan Dismenore pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Bandung. Pros Pendidik Dr 2018; 4: 89–96.
53. Haris A. Hubungan antara Stress terhadap Premenstrual Syndrome (PMS) pada
Mahasiswa Tahun Pertama di Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Malang. Malang, 2016. Epub ahead of print 2016. DOI:
10.1145/3132847.3132886.
54. Cristy D, Ritung N, Olivia S. Hubungan stres terhadap Premenstrual Syndrome
( PMS ) pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Angkatan 2011. Tarumanagara Med J 2018; 1: 59–62.
72
55. Rakhmawati A, Dieny FF. Hubungan Obesitas dengan Kejadian Gangguan
Siklus Menstruasi pada Wanita Dewasa Muda. J Nutr Coll 2013; 2: 214–222.
56. Hadi S, Zain T, Ekayanti F. Pengaruh Tingkat Stress Terhadap Pola Menstruasi
Pada Mahasiswi Preklinik Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013. J Med
Islam 2013; 10: 1–5.
57. Ekpenyong CE, Davis KJ, Akpan UP, et al. Academic stress and menstrual
disorders among female undergraduates in Uyo, South Eastern Nigeria - The
need for health education. Niger J Physiol Sci 2011; 26: 193–198.
58. Young EA. The Hypothalamic-Pituitary_Gonadal Axis in Mood Disorders.
Endocrinal Metab Clin N 2002; 31: 63–78.
73
LAMPIRAN
Lampiran 1
Informed Consent
LEMBAR PENJELASAN
Peneliti,
NURSALSABILA
NIM. 11161030000074
74
LEMBAR PERSETUJUAN
Responden
( )
75
Lampiran 2
Kuesioner
DEPRESSION ANXIETY STRESS SCALE 42
Kuesioner ini terdiri dari berbagai pernyataan yang mungkin sesuai dengan pengalaman anda
dalam menghadapi situasi hidup sehari-hari. Terdapat empat pilihan jawaban yang disediakan
untuk setiap pernyataan yaitu:
0 : Tidak sesuai dengan saya sama sekali, atau tidak pernah.
1 : Sesuai dengan saya sampai tingkat tertentu, atau kadang kadang.
2 : Sesuai dengan saya sampai batas yang dapat dipertimbangkan, atau lumayan sering.
3 : Sangat sesuai dengan saya, atau sering sekali.
Selanjutnya, anda diminta untuk menjawab dengan cara memberi tanda silang (X) pada
salah satu kolom yang paling sesuai dengan pengalaman anda selama satu minggu terakhir
ini. Tidak ada jawaban yang benar ataupun salah, karena itu isilah sesuai dengan keadaan diri
anda yang sesungguhnya, yaitu berdasarkan jawaban pertama yang terlintas dalam pikiran anda.
No PERNYATAAN 0 1 2 3
76
Saya menemukan diri saya berada dalam situasi yang membuat
9 saya merasa sangat cemas dan saya akan merasa sangat lega jika
semua ini berakhir.
Saya merasa tidak ada hal yang dapat diharapkan di masa
10
depan.
11 Saya menemukan diri saya mudah merasa kesal.
Saya merasa telah menghabiskan banyak energi untuk merasa
12
cemas.
13 Saya merasa sedih dan tertekan.
Saya menemukan diri saya menjadi tidak sabar ketika
14 mengalami penundaan (misalnya: kemacetan lalu lintas,
menunggu sesuatu).
15 Saya merasa lemas seperti mau pingsan.
No PERNYATAAN 0 1 2 3
77
Saya merasa sulit untuk tenang setelah sesuatu membuat saya
29
kesal.
Saya takut bahwa saya akan ‘terhambat’ oleh tugas-tugas sepele
30
yang tidak biasa saya lakukan.
31 Saya tidak merasa antusias dalam hal apapun.
Saya sulit untuk sabar dalam menghadapi gangguan terhadap
32
hal yang sedang saya lakukan.
33 Saya sedang merasa gelisah.
34 Saya merasa bahwa saya tidak berharga.
Saya tidak dapat memaklumi hal apapun yang menghalangi
35
saya untuk menyelesaikan hal yang sedang saya lakukan.
36 Saya merasa sangat ketakutan.
37 Saya melihat tidak ada harapan untuk masa depan.
38 Saya merasa bahwa hidup tidak berarti.
39 Saya menemukan diri saya mudah gelisah.
Saya merasa khawatir dengan situasi dimana saya mungkin
40
menjadi panik dan mempermalukan diri sendiri.
41 Saya merasa gemetar (misalnya: pada tangan).
Saya merasa sulit untuk meningkatkan inisiatif dalam
42
melakukan sesuatu.
Harap diperiksa kembali, jangan sampai ada yang terlewatkan. Terima kasih.
78
Jawablah pertanyaan berikut sesuai dengan kondisi dan perasaan anda!
4. Apakah dalam sebulan terakhir hingga saat ini anda merasa stress?
a. Ya
b. Tidak
6. Berapa hari jarak antara hari pertama menstruasi terakhir anda dengan hari
pertama menstruasi sebelumnya?
a. < 21 hari
b. 21-35 hari
c. > 35 hari
7. Apakah anda merasa menstruasi anda menjadi lebih sering saat stress?
a. Ya
b. Tidak
8. Apakah anda merasa menstruasi anda menjadi lebih jarang saat stress?
a. Ya
b. Tidak
79
b. 3-7 hari
c. > 7 hari
10. Saat menstruasi, berapa kali anda mengganti pembalut dalam sehari?
a. < 2 kali
b. 2-6 kali
c. > 6 kali
11. Apakah anda merasa durasi menstruasi anda lebih panjang atau darah
menstruasi anda lebih banyak saat stress?
a. Ya
b. Tidak
12. Apakah anda merasa durasi menstruasi anda lebih singkat atau darah
menstruasi anda lebih sedikit saat stress?
a. Ya
b. Tidak
13. Berikut terdapat beberapa keluhan yang dapat terjadi beberapa hari sebelum
atau saat menstruasi. Anda dapat memberi tanda ceklis (√) pada kolom YA
atau TIDAK sesuai dengan kondisi anda.
No Keluhan Ya Tidak
1 Kram/nyeri pada perut bagian bawah
2 Gangguan mood (tiba-tiba merasa senang, sedih, takut, cemas,
atau haru)
3 Penurunan minat terhadap aktivitas rutin
4 Mudah lelah
5 Susah berkonsentrasi
6 Perubahan nafsu makan (lebih sering makan atau lebih sedikit
makan, ingin makan makanan tertentu seperti makanan manis
atau asin)
7 Susah tidur
8 Kehilangan control diri (sensitif, mudah marah)
9 Nyeri pada payudara
10 Nyeri pada sendi
11 Sakit kepala
80
14. Apakah keluhan yang anda rasakan pada tabel di atas membuat aktivitas sehari-
hari anda menjadi terganggu?
a. Ya
b. Tidak
15. Apakah anda merasa keluhan yang anda rasakan pada tabel di atas terjadi saat
stress?
a. Ya
b. Tidak
81
Lampiran 3
Riwayat Penulis
RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA PRIBADI
Nama : Nursalsabila
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat tanggal lahir : Palembang, 29 April 1999
Status : Belum menikah
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kertamukti, Gg. Buni, No. 51, Ciputat 15419
No. Telepon : 081293712424
Email : fy.salsabil@gmail.com
RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun 2004 – 2010 : MI. Istiqomah Sekayu
Tahun 2010 – 2013 : MTs Negeri Sekayu
Tahun 2013 – 2016 : MAN 1 Musi Banyuasin
Tahun 2016 – sekarang : Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
PENGALAMAN ORGANISASI
1. Anggota USMR tahun 2016/2017
2. Sekretaris DIKLAT USMR periode 2017/2018
3. Sekretaris Medical Researcher UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode
2016/2017 – 2017/2018
4. Sekretaris Senat Mahasiswa periode 2019
82