Anda di halaman 1dari 95

HUBUNGAN TINGKAT STRES TERHADAP KEJADIAN

GANGGUAN MENSTRUASI PADA MAHASISWI PREKLINIK


DI FAKULTAS KEDOKTERAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN 2019

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

Nursalsabila

NIM : 11161030000074

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2019 M
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untk
memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar strata 1 Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya
camtumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya, maka
saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 12 Desember 2019

Materai
6000

Nursalsabila

ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

HUBUNGAN TINGKAT STRES TERHADAP KEJADIAN GANGGUAN


MENSTRUASI PADA MAHASISWI PREKLINIK DI FAKULTAS
KEDOKTERAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2019

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran untuk


Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)

Oleh :

Nursalsabila
NIM 11161030000074

Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II

dr. Risahmawati, Dr. Med. Sc dr. Regintha Yasmeen Burju Bachtum, Sp.OG
NIP. 197709132006042001

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H / 2019 M

iii
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN

Laporan Penelitian berjudul HUBUNGAN TINGKAT STRES TERHADAP


KEJADIAN GANGGUAN MENSTRUASI PADA MAHASISWI
PREKLINIK DI FAKULTAS KEDOKTERAN UIN SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA yang diajukan oleh Nursalsabila (NIM
11161030000074), telah diajukan dalam sidang skripsi di Fakultas Kedokteran
pada Desember 2019. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi Kedokteran.
Ciputat, 12 Desember 2019

DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang

dr. Risahmawati, Dr. Med. Sc


NIP. 19770913200642001

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Risahmawati, Dr. Med. Sc dr. Regintha Yasmeen Burju Bachtum, Sp.OG
NIP. 197709132006042001

Penguji I Penguji II

Prof. Dr. dr. H. Sardjana, Sp.OG(K), SH dr. Zulhafdy Muchni, Sp.M


NIP. 196104161987091001 NIP. 195708081986121001

PIMPINAN FAKULTAS

Dekan FK UIN Kaprodi Kedokteran FK UIN

dr. Hari Hendarto, Sp.PD-KEMD., PhD Dr. dr. Achmad Zaki, Sp. OT., M.Epid
NIP. 196511232003121003 NIP. 197805072005011005

iv
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang
telah memberikan nikmat kesehatan dan kemudahan sehingga penulis mampu
menyelesaikan penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Shalawat beserta salam juga tak henti penulis haturkan kepada Nabi Besar
Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat beliau yang telah menjadi sebaik-
baik suri tauladan bagi penulis.

Dalam proses pengerjaan laporan penelitian ini, penulis menyadari bahwa


sangat banyak bantuan, dukungan, doa, semangat serta bimbingan yang diberikan
kepada penulis oleh berbagai pihak. Karena itu, penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada:

1. dr. Hari Hendarto, Sp.PD-KEMD., PhD, selaku Dekan Fakultas Kedokteran


UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. dr. Achmad Zaki. Sp.OT., M.Epid, selaku Ketua Program Studi
Kedokteran Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Risahmawati, Dr. Med. Sc dan dr. Regintha Yasmeen Burju Bachtum,
Sp.OG selaku pembimbing I dan pembibimng II yang telah memberikan
arahan dan bimbingan dalam mengerjakan penelitian ini. Terimakasih banyak
atas waktu yang telah diluangkan disela kesibukannya untuk membimbing
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.
4. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku penanggung jawab modul riset
angkatan 2016 yang telah membantu dan memantau perkembangan penulis
dalam mengerjakan penelitian ini.
5. dr. H. Meizi Fachrizal Achmad , M. Biomed selaku pembimbing akademik
yang memberikan dukungan dan doa kepada penulis.
6. Ayahanda dan ibunda tercinta, Buhori, S.Pd dan Yulvarika, SP yang tidak
henti memberikan kasih sayang dan cinta, doa, semangat, motivasi, serta
banyak bantuan tenaga, pikiran, waktu, dan material yang tidak terhingga
kepada penulis.

v
7. Adik-adik tercinta, M. Dzikrillah, Nursyafiah, Nursakinah, dan M. Nasrullah
yang selalu memberikan doa, hiburan dan semangat kepada penulis.
8. Seluruh keluarga besar yang selalu mendukung dan memberikan doa yang
terbaik untuk kelancaran kuliah dan penelitian yang dilakukan penulis.
9. Pacemaker, teman sejawat angkatan 2016, yang selalu memberi dukungan
kepada sesama, agar tetap semangat dalam menjalankan segala tugas
perkuliahan.
10. Sahabat SMA, Khuswatun Hasanah, Maria Lina, Yudati, Yunita Pratami,
Dilla Agustina, dan Ayu Putri Lestari, yang telah menghibur dan memberikan
dukungan dalam segala hal yang dilakukan penulis.
11. Sahabat perantauan SJD MUBA 2016, Ayu Haryati, Vicka Hendriyan,
Aanisah, dan Ulvi Anawati yang selalu mendoakan dan memberikan
semangat kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.
12. Sahabat seperjuangan FK, Squad Jedaibadass, yang telah menemani penulis
di sepanjang lika-liku kehidupan di Fakultas Kedokteran, serta telah mengisi
hari-hari penulis dengan penuh drama. Terimakasih guys.
13. Sahabat Ghorib yang selalu aneh dan tidak terduga. Terimakasih telah
memberikan kebahagiaan dan menjadi tempat konsultasi penulis dalam hal
apapun, termasuk penelitian dan lain lain.
14. Firyal Muhammad Haekal Shofi, sebagai partner skripsi yang selalu sabar
menghadapi penulis, selalu memberikan semangat, mengingatkan deadline
penelitian, mengajarkan cara mengolah data, dan selalu siap sedia ketika
dibutuhkan penulis.
Akhir kata, penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang
membangun bagi penulis dan untuk perbaikan penulisan laporan penelitian ini.

Ciputat, 12 Desember 2019

Nursalsabila

vi
ABSTRAK

Nursalsabila. Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


Hubungan Tingkat Stres terhadap Kejadian Gangguan Menstruasi pada
Mahasiswi Preklinik di Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2019.
Latar Belakang: Mahasiswa kedokteran cenderung mengalami stres. Saat stres,
tubuh akan mensekresi kortisol yang dapat mensupresi sekresi GnRH sehingga
dapat mengganggu keseimbangan hormon reproduksi dan akhirnya menimbulkan
berbagai macam gangguan menstruasi.
Tujuan: Mengetahui hubungan tingkat stres terhadap kejadian gangguan
menstruasi pada mahasisiwi preklinik di Fakultas Kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2019.
Metode: Penelitian ini analitik observasional dengan desain potong lintang
menggunakan kuesioner DASS 42 dan kuesioner gangguan menstruasi. Total
sampling sebanyak 194 responden dan dianalisis dengan uji rank spearman.
Hasil: Total responden terpilih adalah 187 responden. Berusia antara 17 – 24 tahun
dengan usia terbanyak adalah 18 tahun (27,8%). 12,3% responden mengalami stres
ringan, 11,8% stres sedang, 9,1% stres berat dan 5,9% stres sangat berat. Responden
yang mengalami gangguan menstruasi 94,7%, menoragia sebanyak 26,7%,
hipomenorea 10,2%, amenorea 4,8%, oligomenorea 11,2%, polimenorea 13,4%,
dismenorea 75,4% dan premenstrual syndrome 67,9%. Hasil uji rank spearman
tingkat stres dengan kejadian menoragia (P = 0,471 dan r = 0,053), hipomenora (P
= 0,739 dan r = -0,024), amenorea (P = 0,078 dan r = 0,129), oligomenorea (P =
0,327 dan r = 0,072), polimenorea (P = 0,306 dan r = 0,075), dismenorea (P = 0,036
dan r = 0,154) dan premenstrual syndrome (P = 0,000 dan r = 0,294) menunjukkan
hasil yang signifikan (P < 0,05 dan r positif) antara tingkat stres dengan kejadian
dismenorea dan premenstrual syndrome.
Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna dan searah antara tingkat stres
terhadap kejadian dismenorea dan premenstrual syndrome pada mahasiswi
preklinik di Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019.

Kata kunci: Stres, tingkat stres, gangguan menstruasi, mahasiswi preklinik,


Fakultas Kedokteran.

vii
ABSTRACT

Nursalsabila. Faculty of Medicine UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


Relationship between the Stress Level and the Incidence of Menstrual
Disorders in Preclinical Students at the Faculty of Medicine UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta in 2019.

Background: Medical students tend to experience stress. When stressed, the body
will secrete cortisol which can suppress GnRH secretion so that it can disturb the
balance of reproductive hormones and eventually cause various kinds of menstrual
disorders.
Objective: To determine the relationship of stress levels to the incidence of
menstrual disorders in preclinical students at the Faculty of Medicine of UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta in 2019.
Method: This research was an observational analytic cross sectional design using
DASS 42 questionnaire and menstrual disorders questionnaire. Total sampling of
194 respondents and analyzed with rank spearman test
Results: The total respondents selected were 187 respondents. Aged between 17-
24 years with the most age is 18 years (27.8%). 12.3% of respondents experienced
mild stress, 11.8% moderate stress, 9.1% severe stress and 5.9% very severe stress.
Respondents who experience menstrual disorders 94.7%, menorrhagia as much as
26.7%, hyphenorrhea 10.2%, amenorrhoea 4.8%, oligomenorrhea 11.2%,
polimenorea 13.4%, dysmenorrhoea 75.4% and premenstrual syndrome 67 9%.
Spearman rank test results stress levels with the incidence of menorrhagia (P =
0.471 and r = 0.053), hypomenora (P = 0.739 and r = -0.024), amenorrhoea (P =
0.078 and r = 0.129), oligomenorrhea (P = 0.327 and r = 0.072), polimenorea (P =
0.306 and r = 0.075), dysmenorrhoea (P = 0.036 and r = 0.154) and premenstrual
syndrome (P = 0,000 and r = 0.294) showed significant results (P <0.05 and r
positive) between stress levels with the incidence of dysmenorrhoea and
premenstrual syndrome.
Conclusion: There is a meaningful and direct relationship between the level of
stress on the incidence of dysmenorrhoea and premenstrual syndrome in preclinical
students at the Faculty of Medicine of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta in 2019.

Keywords: Stress, stress levels, menstrual disorders, preclinical students, Faculty


of Medicine

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iii

KATA PENGANTAR ............................................................................................v

ABSTRAK ........................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii

DAFTAR BAGAN............................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii

DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………1

1.1 Latar Belakang Penelitian ........................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Hipotesis ................................................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
1.4.1 Tujuan Umum ................................................................................... 3
1.4.2 Tujuan Khusus .................................................................................. 3
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 4
1.5.1 Bagi Peneliti ...................................................................................... 4
1.5.2 Bagi Masyarakat................................................................................ 4
1.5.3 Bagi Institusi ..................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................5

2.1 Landasan Teori ......................................................................................... 5


2.1.1 Stres ................................................................................................... 5
2.1.2 Organ Reproduksi Wanita ............................................................... 11
2.1.3 Menstruasi ....................................................................................... 18
2.1.4 Hubungan Stres dengan Menstruasi ................................................ 35
2.2 Kerangka Teori ....................................................................................... 36

ix
2.3 Kerangka Konsep ................................................................................... 37
2.4 Definisi Operasional ............................................................................... 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN……………………………………..39

3.1 Desain penelitian .................................................................................... 39


3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 39
3.3 Populasi dan Sampel .............................................................................. 39
3.3.1 Populasi ........................................................................................... 39
3.3.2 Sampel ............................................................................................. 39
3.4 Kriteria Sampel ....................................................................................... 39
3.4.1 Kriteria Inklusi ................................................................................ 39
3.4.2 Kriteria Eksklusi.............................................................................. 40
3.5 Cara Kerja Penelitian .............................................................................. 40
3.6 Alur Penelitian ........................................................................................ 41
3.7 Manajemen Data ..................................................................................... 42
3.8 Pengumpulan Data ................................................................................. 42
3.9 Instrumen Penelitian ............................................................................... 42
3.10 Uji Validitas dan Reliabilitas ................................................................. 43
3.11 Pengolahan Data ..................................................................................... 43
3.12 Analisis Statistik ..................................................................................... 43
3.13 Analisis Univariat ................................................................................... 43
3.14 Analisis Bivariat ..................................................................................... 43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………….44

4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ............................... 44


4.1.1 Uji Validitas .................................................................................... 44
4.1.2 Uji Reliabilitas ................................................................................ 46
4.2 Analisis Univariat ................................................................................... 47
4.2.1 Karakteristik Sampel ....................................................................... 48
4.2.2 Tingkat Stres ................................................................................... 48
4.2.3 Kejadian Gangguan Menstruasi ...................................................... 50
4.3 Analisis Bivariat ..................................................................................... 54
4.3.1 Hubungan Tingkat Stres terhadap Kejadian Gangguan Menstruasi 55
4.4 Pembahasan ............................................................................................ 59
4.5 Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 65

x
BAB V SIMPULAN DAN SARAN…………………………………………...66

5.1 Simpulan ................................................................................................. 66


5.2 Saran ....................................................................................................... 66
BAB VI KERJASAMA PENELITIAN………………………………………..68

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................69

LAMPIRAN ..........................................................................................................74

PERNYATAAN ....................................................................................................76

PERNYATAAN ....................................................................................................77

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakteristik Menstruasi Normal .......................................................... 28


Tabel 4.1 Hasil Uji Reliabilitas pada Kuesioner DASS 42 (Stress Scale) ............ 46
Tabel 4.2 Hasil Uji Reliabilitas pada Kuesioner Gangguan Menstruasi ............... 47
Tabel 4.3 Disribusi Sampel Berdasarkan Usia dan Angkatan .............................. 48
Tabel 4.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Stres ...................................... 49
Tabel 4.5 Distribusi Tingkat Stres Setiap Angkatan ............................................. 49
Tabel 4.6 Distribusi Sampel Berdasarkan Kejadian Gangguan Menstruasi ......... 51
Tabel 4.7 Distribusi Kejadian Gangguan Menstruasi Berdasarkan Kategori
Gangguan Menstruasi............................................................................................ 51
Tabel 4.8 Distribusi Kejadian Gangguan Menstruasi Berdasarkan Subkategori
Gangguan Menstruasi............................................................................................ 52
Tabel 4.9 Distribusi Kejadian Gangguan Menstruasi Setiap Angkatan ................ 52
Tabel 4.10 Distribusi Kejadian Gangguan Menstruasi Berdasarkan Subkategori
Gangguan Menstruasi Setiap Angkatan ................................................................ 53
Tabel 4.11 Hubungan Tingkat Stres Terhadap Kejadian Gangguan Lama dan
Jumlah Darah Saat Menstruasi .............................................................................. 55
Tabel 4.12 Hubungan Tingkat Stres Terhadap Kejadian Gangguan Siklus
Menstruasi ............................................................................................................. 56

xi
Tabel 4.13Hubungan Tingkat Stres Terhadap Gangguan Lain Yang Berhubungan
Dengan Menstruasi................................................................................................ 58

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ovarium dan Ligamentum Penggantungnya ..................................... 12


Gambar 2.2 Struktur Ovarium .............................................................................. 13
Gambar 2.3 Struktur Uterus, Tuba Uterina dan Vagina........................................ 16
Gambar 2.4 Struktur Vulva ................................................................................... 17
Gambar 2.5 Regulasi Hormon Pada Fase Folikular .............................................. 21
Gambar 2.6 Regulasi Pembentukan Estrogen pada Folikel Ovarium ................... 22
Gambar 2.7 Regulasi Pada Fase Luteal................................................................. 23
Gambar 2.8 Siklus Ovarium.................................................................................. 24
Gambar 2.9 Siklus menstruasi............................................................................... 27
Gambar 2.10 Prinsip Dasar Regulasi Menstruasi ................................................. 33

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori .................................................................................... 36


Bagan 2.2 Kerangka Konsep ................................................................................. 37
Bagan 3.1 Alur Penelitian ..................................................................................... 41

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Informed Consent .............................................................................. 74


Lampiran 2 Kuesioner ........................................................................................... 76
Lampiran 3 Riwayat Penulis ................................................................................. 82

xii
DAFTAR SINGKATAN

WHO : World Health Association


Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
Kemenkes RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
ACTH : Adrenocorticotropine Hormone
CRH : Corticotropine Releasing Hormone
FSH : Follicle Stimulating Hormone
LH : Luteinizing Hormone
GnRH : Gonadotropine Releasing Hormone
POMC : Preopiomelanocortine
HPA : Hipotalamus Pituitari Adrenal
HPG : Hipotalamus Pituitari Gonad
PTSD : Post Traumatic Stress Disorder
PMS : Premenstrual Syndrome
SLE : Systemic Lupus Erythematous
PCOS : Policystic Ovarian Syndrome
PID : Pelvic Inflammatory Disease
DASS : Depression Anxiety Stress Scales
SPSS : Statistic Package for Social Sciences

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Gangguan menstruasi seringkali menjadi masalah dan mempengaruhi
kualitas hidup wanita, khususnya di kalangan dewasa muda. Terdapat berbagai
jenis gangguan menstruasi antara lain gangguan pada siklus menstruasi, lamanya
menstruasi, serta jumlah darah yang keluar saat terjadi menstruasi. Umumnya,
menstruasi terjadi selama 3-7 hari dengan jumlah perdarahan sebanyak 80 mL dan
siklus menstruasi sekitar 24-32 hari. Gangguan menstruasi yang sering terjadi di
kalangan wanita saat ini adalah menoragia (perdarahan yang berlebih), dismenorea
(nyeri saat menstruasi), dan Premenstrual Syndrome (sekumpulan gejala baik fisik,
emosional, dan kebiasaan yang terjadi seminggu sebelum menstruasi atau saat
seminggu terakhir fase luteal).1

World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa terdapat 18 juta


wanita di usia 30-55 tahun mengalami menoragia.1 Penelitian yang dilakukan oleh
Dwi Rukma Santi dan Eko Teguh Pratama pada Klinik Pratama UIN Sunan Ampel
Surabaya mendapatkan hasil sebanyak 192 pasien mengalami gangguan
menstruasi. Sebagian besar mengalami oligomenorea (48,53%), menoragia
(64,52%) dan dismenorea (68,05%). Karakteristik yang mengalami gangguan
menstruasi berdasarkan usia banyak terjadi pada usia 18-19 tahun (45,32%) dan
tingkatan semester 1-2 (44,30%).2 Dalam hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI)
pada tahun 2013 dan 2018, belum ada data mengenai prevalensi kejadian gangguan
menstruasi di Indonesia.3,4

Gangguan menstruasi memiliki banyak etiologi. Beberapa penelitian


menemukan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan
menstruasi adalah stres.1 WHO juga telah menjuluki stres sebagai “Health
Epidemic of The 21st Century”.5

1
2

WHO mendefinisikan stres sebagai reaksi seseorang terhadap tuntutan dan


tekanan yang tidak sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan mereka sehingga
menantang kemampuan mereka untuk mengatasinya.6 Hasil Riskesdas tahun 2013
menunjukkan bahwa 6% penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas mengalami
gangguan mental emosional. Angka ini mengalami peningkatan pada tahun 2018
menjadi 19,8%.3,4 Penelitian terakhir yang dilakukan di Indonesia pada mahasiswa
tingkat akhir di Universitas Muhammadiyah Magelang memperoleh hasil bahwa
tingkat stres tertinggi dialami oleh jenis kelamin perempuan dengan hasil sebesar
33,6% mengalami stres sedang dan 4,0% mengalami stres berat.7

Mahasiswa kedokteran cenderung mengalami stres. Beberapa penyebab stres


mahasiswa kedokteran diantaranya ialah jadwal perkuliahan yang padat, tuntutan
prestasi akademik, perubahan gaya hidup dan lingkup pertemanan, serta
penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial yang baru. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa tiap mahasiswa memiliki tingkat stres yang berbeda.8

Penelitian mengenai stres dan kejadian PMS yang dilakukan oleh Akifah
Fatimah, Yayi Suryo Prabandari, dan Ova Emilia terhadap 143 orang mahasiswi
pondok pesantren STIKes Surya Global Yogyakarta pada tahun 2015 memperoleh
hasil mahasiswi yang mengalami stres mempunyai potensi lebih besar untuk
mengalami PMS dibandingkan dengan mahasiswi yang tidak stres. Prevalensi
mahasiswi yang mengalami stres dan PMS adalah 34,9% dan 32,8%. Selain itu
didapat pula data mengenai mahasiswi dengan siklus menstruasi yang tidak teratur
sebanyak 69,93% dan mahasiswi dengan durasi menstruasi yang lebih dari 7 hari
sebanyak 45,45%.9
Berdasarkan data-data di atas, serta belum adanya data mengenai stres dan
kejadian gangguan menstruasi di Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, maka penulis melakukan penelitian mengenai hubungan stres terhadap
kejadian gangguan menstruasi pada mahasiswi preklinik di Fakultas Kedokteran
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019.
3

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah penelitian ini berdasarkan latar belakang masalah yang
telah dipaparkan sebelumnya adalah :
1. Bagaimana prevalensi dan tingkat stres pada mahasiswi preklinik di
Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019?
2. Bagaimana prevalensi kejadian gangguan menstruasi pada mahasiswi
preklinik di Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun
2019?
3. Bagaimana hubungan tingkat stres terhadap kejadian gangguan menstruasi
pada mahasiswi preklinik di Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2019?

1.3 Hipotesis
Terdapat hubungan antara tingkat stres terhadap kejadian gangguan
menstruasi pada mahasiswi preklinik di Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019.

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan tingkat stres terhadap kejadian gangguan
menstruasi pada mahasiswi preklinik di Fakultas Kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2019.

1.4.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui prevalensi dan tingkat stres pada mahasiswi preklinik
Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2019.
2. Mengetahui prevalensi gangguan menstruasi pada mahasiswi preklinik di
Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019.
4

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Bagi Peneliti
1. Sebagai tugas akhir untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar
sarjana kedokteran.
2. Mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama pendidikan untuk
meningkatkan kemampuan dan menganalisa hasil penelitian.

1.5.2 Bagi Masyarakat


1. Memberikan informasi pada masyarakat mengenai prevalensi dan tingkat
stres mahasiswi preklinik di Fakultas Kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2019.
2. Memberikan informasi pada masyarakat mengenai prevalensi gangguan
menstruasi mahasiswi preklinik di Fakultas Kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Memberikan informasi pada masyarakat mengenai hubungan stres
terhadap kejadian gangguan menstruasi pada mahasiswi preklinik di
Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019.

1.5.3 Bagi Institusi


1. Sebagai referensi penelitian di Fakultas Kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Sebagai data awal untuk pengembangan penelitian-penelitian selanjutnya.
3. Sebagai bahan pertimbangan bila terdapat perubahan kebijakan
akademik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Stres
2.1.1.1 Definisi Stres
Istilah “stres” pertama kali dikenalkan oleh Hans Selye (1907-1982). Selye
mengamati bahwa terdapat beragam gangguan pada organisme yang
menghasilkan respons fisiologis yang sama. Konsep ini berlawanan dengan
ideologi medis yang menekankan kekhususan, yaitu patogen spesifik
menimbulkan respons patologis yang unik.10,11
Stres memiliki pengertian berbeda untuk orang yang berbeda dan dalam
kondisi yang berbeda pula. Dalam bukunya yang berjudul Stress in Health and
Disease (1976), Selye menjelaskan definisi stres secara mendetil sebagai
berikut:5,11
1. Dalam ilmu perilaku, stres didefinisikan sebagai persepsi ancaman yang
mengakibatkan ketidaknyamanan, kecemasan, ketegangan emosional, dan
kesulitan dalam penyesuaian.
2. Dalam kelompok, stres didefinisikan sebagai situasi sulit atau tidak
mungkin bagi kelompok untuk mengatasi persyaratan situasi, dan masalah
kepemimpinan dan perilaku antarpribadi menjadi salah satu faktor yang
berkembang menjadi penyulit untuk mengatasi tuntutan situasi tersebut.
3. Stres juga dapat didefinisikan dalam istilah neuroendokrinologi murni.
Eugene Yates, mendefinisikan stres sebagai stimulus yang memicu
pelepasan Adrenocorticotropine Hormone (ACTH) dan glukokortikoid
adrenal.
4. Selye juga menyebutkan Richard Lazarus yang terkenal karena karyanya
dalam psikologi kognitif. Lazarus mengemukakan bahwa terlepas dari
kebingungan yang konsisten tentang makna yang tepat dari istilah stres
tersebut, stres secara luas diakui sebagai masalah utama dalam kehidupan

5
6

manusia. Para ilmuwan dari beragam disiplin ilmu telah


mengonseptualisasikan stres, tetapi setiap bidang tampaknya memiliki
definisi yang berbeda. Bagi sosiolog, stres adalah disekuilibrium sosial,
yaitu gangguan dalam struktur sosial tempat orang-orang hidup. Insinyur
menganggap stres sebagai kekuatan eksternal yang menghasilkan
ketegangan pada bahan yang terpapar padanya. Fisiologis menangani stres
fisik yang mencakup berbagai kondisi stimulus yang berbahaya bagi tubuh.
Dalam sejarah penelitian stres psikologis, belum terdapat pemisahan yang
jelas antara stresor fisik yang menyerang jaringan biologis dan stresor
psikologis yang menghasilkan efek murni karena signifikansi
psikologisnya.

2.1.1.2 Penyebab Stres


Penyebab stres atau sering dikenal dengan stresor memiliki banyak macam
dan jenis. Diluar beragam stresor yang ada, stresor bersifat netral. Banyak situasi
yang dapat disebut sebagai stresor dan memicu respons stres pada individu.
Respons terhadap stresor tersebut sangat bergantung pada persepsi individu
terkait, contohnya berbicara di depan publik. Bagi sebagian orang
menyenangkan, tetapi bagi sebagian individu lainnya hal tersebut menakutkan
dan menjadi stresor.6
Stresor dapat berasal dari internal atau eksternal individu. Stresor yang
berasal dari internal individu berhubungan dengan kepribadian dan psikologis
contohnya yaitu perasaan takut, perfeksionisme, ketidakpastian, sakit atau
terdapat suatu penyakit yang memicu stres pada individu tersebut, ekspektasi
yang tidak realistis, pandangan negatif, konsep diri yang buruk, dan ambisi yang
gagal. Stresor yang berasal dari eksternal individu pada remaja hingga dewasa
muda umumnya berhubungan dengan sekolah, nilai, tuntutan kinerja pekerjaan,
dan hubungan interpersonal dengan saudara, orang tua, ataupun pasangan.
Sedangkan stresor eksternal pada dewasa yang matang berhubungan dengan
masalah keuangan sampai sulit ditemui rekan kerja atau pengawas.6,12
7

2.1.1.3 Klasifikasi Stres


Stres diklasifikasikan menjadi empat jenis, yakni stres akut, stres akut
episodik, stres kejadian kritis, dan stres pasca trauma atau post-traumatic stress
disorder (PTSD).13
1. Stres akut diartikan sebagai stres yang sering terjadi di kehidupan sehari-
hari yang berhasil ditangani tanpa konsekuensi besar.
2. Stres akut episodik atau disebut juga dengan stres kumulatif atau stres
kronik merupakan hasil dari stres akut yang tidak ditangani dengan benar.
Dalam stres jenis ini, variabel frekuensi, intensitas, dan durasi berperan dan
dapat memperparah stres yang ada sehingga terjadi penumpukan stres dan
akhirnya tidak dapat dikendalikan.
3. Stres kejadian kritis berkaitan dengan kejadian besar yang membuat
individu mengalami stres yang tidak terkendali. Contoh stres kejadian kritis
diantaranya ialah stres terhadap kematian orang yang dicintai, keterlibatan
dalam kecelakaan mobil yang mengakibatkan kehilangan nyawa atau
cedera besar, atau kehilangan pekerjaan.
4. Stres pasca trauma adalah jenis stres yang berasal dari pengalaman yang
sangat menakutkan, mengancam, serta bersifat traumatik. Contohnya,
kasus pelecehan, viktimisasi hingga penyerangan seksual dan pengalaman
pertempuran militer. Tetapi tidak semua individu yang mengalami
peristiwa bencana akan berkembang menjadi stres pasca trauma.

Berdasarkan tingkatnya, Stuart dan Sundeen mengklasifikasikan stres


menjadi tiga tingkat, yakni sebagai berikut:14,15
1. Stres ringan, yakni stres yang sering terjadi di kehidupan sehari-hari.
Dalam tingkatan ini individu menjadi waspada dan mampu mengatasi serta
mencegah kemungkinan yang akan terjadi.
8

2. Stres sedang, yakni stres yang pada tingkat ini seorang individu mampu
untuk lebih memfokuskan pada hal penting dan mengesampingkan hal lain
sehingga mempersempit lahan persepsinya.
3. Stres berat. Lahan persepsi individu sangat sempit dan perhatiannya
cenderung terpusat pada hal lain. Perilaku yang ditunjukkan bertujuan
untuk mengurangi stres. Individu pada tingkatan ini membutuhkan banyak
pengarahan.

2.1.1.4 Fisiologi Stres11,14


Manusia memiliki sistem saraf yang terbagi menjadi dua bagian besar,
yakni sistem saraf pusat yang terdiri dari otak dan korda spinalis dan sistem saraf
tepi yang terdiri dari seluruh saraf dan sel saraf yang berada diluar sistem saraf
pusat serta menyampaikan informasi dari sistem saraf pusat ke anggota tubuh
lain ataupun sebaliknya.
Sistem saraf otonom merupakan bagian dari sistem saraf tepi dan
memastikan organ tubuh internal beserta kelenjar-kelenjarnya berfungsi dengan
baik. Sistem saraf otonom diatur oleh area di otak yang disebut hipotalamus.
Sistem saraf otonom ini terdiri dari dua subsistem yakni, simpatis dan
parasimpatis. Keduanya berfungsi pada organ internal dan kelenjar yang sama,
tetapi dengan fungsi yang berlawanan.
Dalam respon terhadap stres atau meningkatkan tingkat stres, yang bekerja
ialah sistem saraf simpatis. Sedangkan sistem saraf parasimpatis bekerja ketika
ancaman stres atau stresor telah hilang serta membantu mengembalikan tubuh
kembali ke keadaan normal.

2.1.1.4.1 Respon “Lawan atau Lari”


Ketika otak menerima stimulus yang diterjemahkan sebagai ancaman dan
berbahaya bagi tubuh, otak akan melakukan penilaian sesaat, kemudian
memutuskan untuk terlibat atau melarikan diri dari ancaman bahaya tersebut.13,16
9

Persepsi ancaman dan perilaku respons ini dikenal sebagai respons “lawan
atau lari” yang membutuhkan mobilisasi segera dan total kekuatan serta sumber
daya tubuh saat otak mengirimkan informasi perintah yang sesuai. Selanjutnya,
akan terjadi lonjakan hormon dalam tubuh sehingga menyebabkan tubuh berada
dalam keadaan stres yang tinggi.13,16
Ketika otak mendeteksi bahaya melalui salah satu alat indera, otak akan
menjadi siaga dan segera hipotalamus akan menstimulasi kelenjar hipofisis
mensekresikan ACTH yang kemudian akan merangsang kelenjar adrenal untuk
menghasilkan hormon epinefrin dan kortisol.13,16
Epinefrin meningkatkan denyut jantung, tekanan darah dan menyediakan
energi ekstra yang dibutuhkan. Kortisol juga meningkatkan energi tubuh dengan
memicu pelepasan glukosa ke dalam aliran darah, sedangkan fungsi tubuh lain
yang tidak terlalu dibutuhkan, seperti pencernaan, ditekan.13,16
Dalam respons “lawan atau lari”, selain denyut jantung dan tekanan darah
yang meningkat, pupil mata juga akan melebar sehingga dapat menerima lebih
banyak cahaya dan memindai area visual yang lebih besar. Pembuluh darah di
daerah kulit akan mengalami vasokonstriksi untuk mengurangi perdarahan jika
terjadi luka serta kulit akan mengeluarkan keringat untuk membuat tubuh tetap
dingin saat suhu tubuh naik.13,16
Ketika kadar epinefrin berkurang secara bertahap, norepinefrin akan
dilepaskan ke dalam aliran darah, menormalkan kembali denyut jantung, tekanan
darah, merelaksasikan otot, serta mengembalikan fungsi pencernaan yang
sebelumnya telah ditekan. Tubuh pun kembali ke keadaan tenang seperti pada
keadaan sebelum stres.13,16,17

2.1.1.4.2 Peran Kelenjar Adrenal13,17


Kelenjar adrenal merupakan organ tubuh berbentuk segitiga yang terletak
di atas masing-masing ginjal. Terdiri dari dua bagian, bagian luar bernama
korteks dan bagian dalam bernama medula. Kedua bagian dari kelenjar adrenal
ini memiliki peran yang berbeda terhadap tubuh.
10

Jika diperlukan respons segera, korteks adrenal akan memproduksi kortisol


untuk membantu tubuh merespons stres dan aldosteron untuk membantu
mengendalikan tekanan darah. Sedangkan medula adrenal menghasilkan
epinefrin yang membawa ke tingkat stres lebih tinggi dan norepinefrin yang
membantu mengembalikan ketenangan setelah stresor menghilang atau ditangani
secara efisien.

2.1.1.5 Gejala Stres


Terdapat kondisi yang membedakan individu yang mengalami stres dengan
individu yang tidak mengalami stres. Individu yang mengalami stres akan
berperilaku lain dan gejalanya dapat dilihat secara fisik dan psikologis. Gejala
fisik yang dapat terlihat pada individu yang mengalami stres antara lain yaitu
gangguan jantung (berdebar, nyeri dada), tekanan darah tinggi (hipertensi),
tegang otot (di daerah leher, bahu, dan rahang), nyeri kepala (dampak dari tegang
otot di daerah leher yang menyumbat aliran darah ke otak), telapak tangan atau
kaki terasa dingin (akibat aliran darah ke otot tangan dan kaki berkurang),
pernapasan cepat (kompensasi paru terhadap jantung yang berdebar-debar),
mual, gangguan pencernaan, gangguan menstruasi bagi wanita, dan gangguan
seksual seperti impotensi.12,18
Sedangkan gejala psikologis yang dapat terlihat pada individu yang
mengalami stres antara lain yaitu perasaan gugup, cemas, mudah tersinggung,
gelisah, lelah, tidak ada rasa ingin melakukan kegiatan, senang mengasingkan
diri, pemusatan diri yang berlebihan, kemampuan kerja menurun, kehilangan
spontanitas, dan pobia.12,18
Selain gejala fisik dan psikologis, terdapat pula tanda dan gejala perubahan
emosi, kebiasaan, dan kognitif. Gejala-gejala tersebut diantaranya yaitu susah
tidur, perubahan pola makan, hilangnya ketertarikan seksual, penolakan,
perasaan terisolasi, mudah marah, khawatir, susah berkonsentrasi, gangguan
ingatan, kecenderungan menunda-nunda, serta ketidakmampuan mengambil
keputusan.6,13
11

2.1.1.6 Koping Stres


Koping merupakan proses individu berupa kognitif hingga perilaku dalam
menyesuaikan diri dengan stresor dan bagaimana cara menangani stresor
tersebut. Lazarus dan Folkman membagi strategi koping menjadi problem-
focused dan emotion-focused. Strategi problem-focused bertujuan untuk
meningkatkan kewaspadaan individu, pengetahuan, serta tindakan yang
dilakukan untuk mengatasi stresor. Sedangkan emotion-focused cenderung untuk
membatasi efek emosional yang disebabkan oleh stresor.19
Terdapat dua macam metode koping stres yang dapat diterapkan oleh
individu yaitu metode koping stres jangka pendek dan jangka panjang. Metode
koping stres jangka pendek berguna untuk mengurangi stres sementara waktu.
Contohnya yakni melakukan aktivitas lain seperti tidur, menangis, merokok,
mengonsumsi alkohol, dan melamun. Namun, aktivitas tersebut hanya dapat
mengalihkan fokus pikiran terhadap stresor dan melupakan stresor sementara
waktu, tidak efektif bila digunakan dalam jangka lama. Untuk mengurangi stres
dalam jangka lama, menggunakan metode koping stres jangka panjang akan lebih
efektif dan realistis, contohnya yaitu berolahraga, bercerita atau berkonsultasi
dengan orang lain (curhat), serta mengambil pelajaran dari pengalaman atau
peristiwa sebelumnya.20

2.1.2 Organ Reproduksi Wanita


Organ reproduksi wanita terdiri dari ovarium, tuba uterina, uterus, vagina,
dan organ eksternal berupa vulva atau pudendum. Kelenjar mammae dianggap
sebagai bagian dari sistem reproduksi wanita dan sistem integumen.21

2.1.2.1 Ovarium
Sepasang ovarium mengapit uterus pada setiap sisi kanan dan kiri, terletak
di fossa ovarika dekat dengan dinding pelvis. Bentuknya seperti kacang almond
dan ukurannya dua kali lebih besar. Setiap ovarium ditahan oleh beberapa
12

ligamen, diantaranya yaitu ligamentum ovari propium yang menghubungkan


secara medial ke uterus, ligamentum suspensorium ovari yang menggantung
ovarium ke dinding pelvis secara lateral, dan mesovarium yang menghubungkan
ovarium dengan lapisan belakang dari ligamentum latum uteri. Setiap ovarium
memiliki hilum sebagai tempat keluar-masuknya pembuluh darah dan saraf ke
ovarium. Hilum ini terletak dimana mesovarium terpasang.21–23
Ovarium diperdarahi oleh arteri ovarika yang berjalan menuju ovarium
melalui ligamentum suspensorium ovari dan mesovarium. Arteri ovarika ini
merupakan cabang dari aorta abdominalis. Ovarium juga diperdarahi oleh
percabangan dari arteri uterina.22,23

Gambar 2.1 Ovarium dan Ligamentum Penggantungnya


Sumber: Tortora, 2014

Ovarium dilapisi oleh jaringan ikat fibrosa tunika albuginea yang kemudian
ditutupi oleh epitel kuboid selapis yang disebut epitel germinativum. Dibawah
tunika albuginea terdapat lapisan korteks yang menghasilkan ovum dan lapisan
medula yang mengandung saraf dan pembuluh darah.23
13

Lapisan korteks berisi folikel-folikel primordial ovarium yang akan


berkembang menjadi folikel de Graaf. Di dalam folikel ovarium terdapat oosit
(sel telur imatur) dan cairan folikuli yang mengandung estrogen. Setiap bulan
hanya ada satu oosit yang matang dan satu folikel primordial yang berubah
menjadi folikel de Graaf. Namun, kadang-kadang terdapat dua folikel dan oosit
yang matang secara bersamaan.22
Oosit yang matang akan mengalami proses ovulasi. Proses ovulasi ditandai
dengan letak folikel de Graaf yang berada di bagian terluar korteks, menonjol
dari permukaan ovarium, lalu ruptur dan oosit keluar dari ovarium. Setelah
ovulasi, folikel de Graaf yang ruptur akan berubah menjadi korpus luteum, yakni
sebuah struktur yang tampak seperti kelenjar berwarna kuning dan akan
mengalami degenerasi menjadi korpus albikans.23

Gambar 2.2 Struktur Ovarium


Sumber: Tortora, 2014

2.1.2.2 Tuba Uterina


Tuba uterina atau tuba fallopi memiliki panjang sekitar 10 cm (4 inci) dan
terletak memanjang secara medial dari ovarium ke arah superolateral terhadap
uterus. Tuba uterina terbagi menjadi empat bagian, dimulai dari bagian yang
14

paling sempit di daerah uterus sampai bagian yang mengarah ke ovarium secara
berurutan yakni ismus, ampula, infundibulum, dan fimbriae.23
Tuba uterina dilapisi oleh peritoneum viseral yang merupakan bagian dari
ligamentum latum uteri. Dinding tuba uterina terdiri atas dua lapisan otot polos,
dari dalam ke luar secara berurutan yaitu otot sirkuler dan otot longitudinal.
Bagian terdalam terdapat mukosa berlipat-lipat, terutama di bagian ampula.
Mukosa tuba uterina terdiri atas epitel kuboid selapis hingga silindris dengan
permukaan seperti silia (rambut getar) dan terdapat bagian yang mampu
mengeluarkan sekret. Silia pada permukaan mukosa tuba uterina menimbulkan
arus ke arah kavum uteri.22

2.1.2.3 Uterus
Uterus terletak di dalam rongga pelvis, sebelah anterior dari rektum dan
posterosuperior dari vesika urinaria. Bentuk dan ukurannya menyerupai buah pir,
tetapi ukurannya lebih besar pada wanita yang pernah melahirkan. Uterus
merupakan organ berongga yang memiliki dinding tebal sehingga mampu
menerima, mempertahankan, dan memelihara ovum (sel telur) yang telah
dibuahi. Terdapat beberapa ligamen yang mempertahankan posisi dan letak
uterus di dalam rongga pelvis, yakni mesometrium (bagian dari ligamentum
latum uteri) pada sisi lateral, ligamentum cardinal pada sisi inferior yang
memanjang dari serviks dan superior vagina ke lateral dinding pelvis, dan
sepasang ligamentum uterosakral pada sisi posterior uterus yang melekatkan
uterus pada sakrum. Pada bagian anterior dari uterus juga terdapat ligamentum
round yang melekatkan uterus ada dinding anterior tubuh, mempertahankan
posisi uterus saat vesika urinaria terisi penuh.23
Uterus terdiri dari korpus uteri (2/3 bagian atas), serviks uteri (1/3 bagian
bawah), dan kavum uteri (rongga pada korpus uteri). Bagian teratas dari uterus
disebut fundus uteri, yakni tempat tuba uterina kanan dan kiri bermuara. Bagian
yang berada di bawah serviks dan terletak di vagina dinamakan porsio uteri.
Sedangkan antara korpus dan serviks terdapat bagian yang disebut ismus uteri.
15

Normalnya uterus fleksi secara anterior terhadap vagina dengan posisi


anteversifleksio, yakni posisi fundus dan serviks cenderung mengarah ke depan
atas.22
Dinding uterus memiliki tiga lapisan. Lapisan terluar merupakan lapisan
serosa yang disebut perimetrium. Sedangkan lapisan terdalam dinamakan
endometrium, yakni lapisan mukosa dengan banyak kelenjar sekret dan berfungsi
sebagai tempat implantasi ovum yang sudah dibuahi. Lapisan yang berada di
antara perimetrium dan endometrium disebut miometrium. Miometrium
merupakan lapisan utama dan terdiri atas tiga lapisan otot polos yang
keseluruhannya dapat membuat uterus berkontraksi dan berelaksasi. Kontraksi
miometrium dapat membantu proses kelahiran bayi dan peluruhan endometrium
saat proses menstruasi.22,23
Endometrium memiliki dua lapisan utama, yakni stratum fungsional dan
stratum basal. Stratum fungsional adalah lapisan yang mengalami perubahan
sebagai respon terhadap kadar hormon ovarium di dalam darah dan diluruhkan
selama proses menstruasi. Sedangkan lapisan basal adalah lapisan yang lebih
dalam, yang membentuk kembali lapisan fungsional setelah proses peluruhan.23
Uterus diperdarahi oleh arteria uterina yang merupakan cabang dari arteri
iliaka interna. Arteria uterina berjalan di sepanjang sisi uterus kemudian masuk
ke dalam dinding uterus dan membentuk cabang di miometrium menjadi arteri
arkuata. Setelah memasuki miometrium, arteri arkuata bercabang menjadi arteri
radial untuk memperdarahi endometrium. Di dalam endometrium, arteri radial
terbagi lagi menjadi dua cabang yang masing-masing memperdarahi lapisan
basal dan fungsional, yakni arteri lurus dan arteri spiral.22,23
16

Gambar 2.3 Struktur Uterus, Tuba Uterina dan Vagina


Sumber: Marieb, 2013

2.1.2.4 Vagina21
Vagina merupakan sebuah saluran dengan dinding tipis dan memiliki
panjang sekitar 8-10 cm. Vagina terletak diantara vesika urinaria dan rektum,
serta memanjang dari serviks ke arah eksternal tubuh. Dinding vagina terdiri dari
tiga lapisan, yakni lapisan adventisia, muskularis, dan mukosa.
Mukosa yang terletak pada distal orifisium vagina dan membentuk sekat
yang tidak lengkap disebut himen. Himen memiliki banyak vaskularisasi
sehingga dapat berdarah ketika mengalami ruptur. Tetapi hal ini sangat
bergantung pada daya tahan himen, sedangkan daya tahan himen pada tiap wanita
berbeda-beda. Pada bagian atas saluran vagina membentuk celah yang
mengelilingi serviks. Celah ini disebut forniks, yang terdiri atas forniks anterior,
posterior, dan lateral.
17

2.1.2.5 Vulva
Vulva adalah muara dari sistem urogenital. Vulva terletak eksternal
terhadap vagina, sehingga disebut sebagai organ reporoduksi eksternal. Struktur
yang menyusun vulva terdiri atas mons pubis, labia mayora, labia minora,
frenulum, klitoris, preputium klitoris, orifisium uretra eksterna, orifisium vagina,
dan kelenjar-kelenjar.22,23
Labia mayora terdapat di sebelah luar vulva, menyatu ke arah belakang
membentuk komissura posterior dan perineum. Di bagian bawah kulit labia
mayora terdapat lemak yang serupa seperti pada mons pubis. Mons pubis
merupakan area yang menutupi simfisis pubis. Saat mengalami pubertas, area
mons pubis akan ditumbuhi rambut yang kemudian disebut rambut pubis.22,23
Labia minora terletak di sebelah medial dari labia mayora dan mengarah
ke perineum membentuk frenulum labiorum pudendi. Di depan frenulum ini
terdapat fossa navikularis yang di dekatnya terletak muara saluran kelenjar
bartolin. Pada bagian depan, labia minora menyatu membentuk frenulum
klitoridis dan preputium klitoris yang dibawahnya terletak klitoris. Sebanyak 1,5
cm di bawah klitoris terdapat orifisium uretra eksterna dan di bawahnya terdapat
orifisium vagina.22

Gambar 2.4 Struktur Vulva


Sumber: Marieb, 2013
18

2.1.2.6 Kelenjar Mammae21


Secara biologis kelenjar mammae berfungsi untuk menghasilkan susu yang
berguna untuk menutrisi bayi baru lahir, sehingga keberadaannya penting dalam
sistem reproduksi. Tetapi kelenjar mammae secara normal hanya berfungsi pada
wanita.
Kelenjar mammae terletak pada bagian bawah kulit payudara, di dalam
jaringan lemak di hypodermis dan sebelah anterior dari otot pektoralis mayor.
Sedikit mengarah ke bawah dari pusat payudara terdapat area gelap yang disebut
dengan areola. Areola mengelilingi sebuah penonjolan yang disebut puting. Pada
puting terdapat muara dari kelenjar mammae (kelenjar laktiferus) sebagai tempar
keluarnya susu yang dihasilkan.

2.1.3 Menstruasi
2.1.3.1 Definisi Menstruasi21,22
Menstruasi atau menses merupakan proses peluruhan stratum fungsional
pada lapisan endometrium uterus yang menyisakan stratum basal di bawahnya
dan terjadi secara periodik. Peluruhannya dikeluarkan melalui serviks dan
vagina.

2.1.3.2 Fisiologi Menstruasi


Menstruasi dinilai berdasarkan tiga hal. Pertama, siklus menstruasi, yakni
jarak antara hari pertama menstruasi dengan hari pertama menstruasi berikutnya.
Kedua, lama menstruasi, yakni jarak hari pertama menstruasi hingga perdarahan
menstruasi berhenti dalam satu siklus. Ketiga, jumlah darah, yakni darah yang
keluar saat menstruasi.22
Siklus menstruasi terdiri dari dua siklus yang terjadi secara bersamaan,
yakni siklus ovarium dan siklus uterus. Siklus ovarium memiliki dua fase, yaitu
fase folikular dan fase luteal. Siklus ovarium diregulasi oleh interaksi hormon
19

yang kompleks, mulai dari hipotalamus, pituitari anterior, dan hormon gonad.
Hormon gonad yang meregulasi siklus ovarium adalah follicle-stimulating
hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). Hormon gonad diregulasi oleh
gonadotropin-releasing hormone (GnRH) di hipotalamus.24

1. Fase Folikular24
Pada fase ini terjadi perkembangan dan maturasi folikel primordial
dengan bantuan hormon gonad. Selama perkembangan folikel primordial,
oosit primer membentuk dan menyimpan material yang penting untuk
pembuahan.
Tahap pertama dari perkembangan folikel primordial adalah folikel
preantral. Folikel preantral merupakan folikel primordial yang mulai
berkembang tetapi belum membentuk antrum, yakni rongga di dalam folikel
yang dipenuhi dengan cairan.
Ketika terbentuk folikel preantral, lapisan sel granulosa menebal dan
berproliferasi membentuk beberapa lapisan yang mengelilingi oosit. Oosit dan
sel granulosa akan mensekresi glycoprotein yang membentuk membran
seperti gel, menutupi oosit dan memisahkannya dari sel granulosa. Membran
ini dinamakan zona pelusida. Oosit akan membesar bersamaan dengan
proliferasi sel granulosa. Sebagian sel granulosa akan mengalami diferensiasi
menjadi sel teka. Perkembangan folikel preantral membutuhkan waktu hingga
beberapa bulan untuk sempurna dan tidak dipengaruhi hormon gonad, karena
FSH yang dibutuhkan untuk proliferasi sel granulosa hanya pada tingkat
kebutuhan basal rendah.
Tahap selanjutnya dari perkembangan folikel adalah terbentuknya
antrum, sehingga folikel preantral berubah menjadi folikel antral. Hormon LH
akan menstimulasi proliferasi sel teka dan mengubah kolesterol menjadi
androgen. Akibat kapasitas konversi androgen menjadi estrogen pada sel teka
terbatas dan sel granulosa tidak bisa memproduksi androgen sendiri, maka
androgen yang sudah dibentuk oleh sel teka akan berdifusi menuju sel
20

granulosa. Setelah itu, FSH akan menstimulasi proliferasi sel granulosa dan
mengubah androgen menjadi estrogen. Selain proliferasi sel granulosa,
estrogen juga menyebabkan penebalan endometrium dan pembentukan
antrum pada folikel. Bersama FSH, hormon estrogen menstimulus proliferasi
sel granulosa sehingga ukuran folikel semakin besar. Selama tahap ini, antrum
dipenuhi hormon estrogen. Oosit mencapai ukuran terbesarnya selama
perkembangan awal dari antrum. Semakin besar pertumbuhan folikel dan
antrum, estrogen yang dihasilkan juga semakin banyak.
Setelah folikel antral terbentuk, folikel yang dominan akan mengalami
maturasi dan membentuk folikel de Graaf. Kemudian folikel de Graaf akan
bergerak ke arah permukaan ovarium dan membentuk penonjolan. Estrogen
yang tinggi akan secara selektif menginhibisi FSH serta menstimulasi GnRH
dan LH, sehingga hormon LH akan terus meningkat selama fase folikular.
Setelah itu, lonjakan hormon LH akan mencetuskan terjadinya ovulasi. Tepat
sebelum ovulasi, oosit menyelesaikan proses meiosis dan berubah menjadi
ovum (oosit sekunder). Saat ovulasi terjadi, area penonjolan akan ruptur dan
mengeluarkan ovum dari folikelnya. Rupturnya folikel saat ovulasi
merupakan tanda berakhirnya fase folikular.
21

Gambar 2.5 Regulasi Hormon Pada Fase Folikular


Sumber: Sherwood, 2016
22

Gambar 2.6 Regulasi Pembentukan Estrogen pada Folikel Ovarium


Sumber: Sherwood, 2016

2. Fase Luteal24
Folikel ruptur yang tersisa setelah terjadi ovulasi akan berubah menjadi
korpus luteum. Korpus luteum akan mulai berfungsi dalam 4 hari setelah
ovulasi, tetapi ukurannya akan terus membesar hingga 4 sampai 5 hari
setelahnya.
Pada korpus luteum akan terjadi proses luteinisasi, yakni proses
berubahnya sel-sel folikular menjadi sel luteal. Dibawah stimulus LH, sel
luteal akan membesar dan aktif memproduksi hormon progesteron, sehingga
pada fase luteal hormon progesteron lebih dominan. Meskipun estrogen yang
tinggi pada fase sebelumnya menyebabkan lonjakan LH, progesteron
memiliki efek inhibisi yang kuat terhadap GnRH, LH dan FSH. Efek inhibisi
ini mencegah terjadinya maturasi dan ovulasi folikel lainnya selama fase
luteal. Bersama dengan estrogen, progesteron adalah hormon yang penting
23

dalam mempersiapkan uterus untuk proses implantasi ovum yang telah


dibuahi.
Apabila ovum tidak dibuahi dan tidak terjadi implantasi, korpus luteum
akan mengalami degenerasi dalam 14 hari setelah terbentuk. Sel luteal akan
berubah mejadi jaringan ikat dan fase luteal berakhir. Ketika korpus luteum
mengalami degenerasi, kadar estrogen dan progesterone di dalam plasma
menurun dengan cepat dan memberikan umpan balik positif terhadap
hipotalamus. Kemudian FSH dan LH kembali meningkat dan siklus ovarium
kembali terulang.

Gambar 2.7 Regulasi Pada Fase Luteal


Sumber: Sherwood, 2016
24

Gambar 2.8 Siklus Ovarium


Sumber: Sherwood, 2016

Siklus uterus terjadi akibat regulasi hormonal pada siklus ovarium.


Estrogen yang dihasilkan oleh sel folikular menstimulasi pertumbuhan
miometrium dan endometrium uterus. Selain itu estrogen juga menginduksi
terbentuknya reseptor progesteron pada endometrium.
Progesteron akan menyebabkan jaringan ikat endometrium melonggar dan
mengalami edema akibat akumulasi elektrolit dan air. Progesteron juga
menstimulasi sekresi dari kelenjar endometrium dan meningkatkan jumlah
pembuluh darah di endometrium, serta menurunkan kontraktilitas uterus.
Progesteron mempersiapkan uterus agar implantasi ovum dapat terjadi.
25

Siklus uterus terdiri dari tiga fase, yakni fase menstrual, fase proliferatif,
dan fase sekretori atau fase progestasional.

1. Fase Menstrual24
Fase menstrual ditandai dengan terjadinya menstruasi. Hari pertama
menstruasi adalah awal dari siklus baru yang bersamaan dengan akhir dari fase
luteal, lalu berlanjut ke fase folikular. Ketika korpus luteum mengalami
degenerasi akibat terjadi implantasi ovum pada siklus sebelumnya, hormon
estrogen dan progesteron yang ada di sikulasi darah menurun drastis.
Penurunan hormon ovarium menstimulasi pelepasan prostaglandin uterus
yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah endometrium, sehingga
suplai darah ke endometrium terganggu. Selanjutnya, penurunan oksigen akan
menyebabkan stratum fungsional pada endometrium mati dan meluruh,
menyisakan stratum basal yang berisi epitel dan kelenjar untuk endometrium
beregenerasi. Prostaglandin juga menyebabkan kontraksi ritmik dari
miometrium uterus. Kontraksi miometrium akan membantu peluruhan
endometrium dari rongga uterus menuju vagina. Fase menstrual akan bertahan
selama 5 sampai 7 hari setelah degenerasi korpus luteum.

2. Fase Proliferatif24
Setelah fase menstrual pada uterus, secara simultan ovarium akan
memulai fase folikular, yakni kembali memproduksi estrogen untuk untuk
menstrimulasi terjadinya fase proliferatif. Fase proliferatif terjadi secara
bersamaan dengan terbentuknya folikel antral. Melalui stimulus dari estrogen,
stratum basal endometrium akan mengalami proliferasi sel, kelenjar, serta
pembuluh darah, yang akan membentuk stratum fungsional endometrium.
Fase proliferatif berlangsung dari akhir menstruasi hingga ovulasi. Tingkat
estrogen yang tinggi akan memicu lonjakan LH pada saat ovulasi.
26

3. Fase Sekretori atau fase progestasional24


Setelah terjadi ovulasi, ketika terbentuk korpus luteum yang baru, uterus
memasuki fase sekretori atau fase progestasional. Fase sekretori atau
progestasional terjadi bersamaan dengan fase luteal pada ovarium. Estrogen
dan progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum pada fase luteal akan
mengubah endometrium yang menebal menjadi kaya akan vaskularisasi dan
glikogen untuk menutrisi embrio setelah implantasi. Bila tidak terjadi
fertilisasi dan implantasi pada endometrium, korpus luteum akan mengalami
degenerasi lalu fase folikular dan fase menstrual terulang kembali.
27

Gambar 2.9 Siklus menstruasi


Sumber: Sherwood, 2016

2.1.3.3 Menstruasi Normal


Menstruasi memiliki 3 karakteristik normal, yakni lama menstruasi, jumlah
perdarahan saat menstruasi, dan interval siklus menstruasi.22,25
28

Tabel 2.1 Karakteristik Menstruasi Normal


No Parameter Batas normal
1 Lama menstruasi 4-7 hari
2 Jumlah perdarahan 30-80 ml atau
Ganti pembalut 2-5 kali/hari
3 Interval siklus menstruasi 24-35 hari

2.1.4 Gangguan Menstruasi


Gangguan menstruasi ialah kelainan-kelainan yang terjadi pada keadaan
menstruasi. Kelainan tersebut dapat berupa kelainan pada siklus menstruasi, lama
perdarahan, dan jumlah darah yang dikeluarkan selama menstruasi.26
Gangguan menstruasi juga disebut dengan perdarahan uterus abnormal.
Gangguan menstruasi merupakan keluhan yang sering menjadi penyebab seorang
wanita berkonsultasi ke dokter. Keluhan gangguan menstruasi sangat bervariasi,
dari ringan hingga berat dan menyebabkan frustrasi pada penderita.22,25

2.1.4.1 Klasifikasi Gangguan Menstruasi


Gangguan menstruasi diklasifikasikan menjadi 4 bagian, yakni gangguan
lama dan jumlah darah saat menstruasi, gangguan siklus menstruasi, gangguan
perdarahan di luar siklus menstruasi, dan gangguan lain yang berhubungan
dengan menstruasi.22

1. Gangguan lama dan jumlah darah saat menstruasi


Terdiri dari hipermenorea (menoragia) dan hipomenorea. Menoragia
adalah perdarahan dengan jumlah darah lebih banyak dan/atau durasi
menstruasi lebih lama dari normal dengan siklus menstruasi yang teratur.
Berdasarkan karakteristik menstruasi normal maka definisi menoragia adalah
jumlah darah menstruasi lebih dari 80 ml dalam satu siklus atau menggganti
pembalut lebih dari 5 kali sehari dan/atau durasi menstruasi lebih lama dari 7
hari.22,27,28
29

Diantara penyebab menoragia ialah gangguan proses hemostasis,


penyakit von Willebrands dan trombositopenia, dan gangguan anatomi yakni,
mioma uteri, polip dan hiperplasia endometrium. 22,25
Sedangkan hipomenorea adalah perdarahan dengan jumlah lebih sedikit
dari 30 ml atau mengganti pembalut kurang dari 2 kali sehari dan/atau durasi
menstruasi kurang dari 4 hari. Diantara penyebab hipomenorea yakni
gangguan organik dan endokrin. Hipomenorea menunjukkan bahwa
endometrium tidak tebal dan membutuhkan evaluasi lanjutan.22,25

2. Gangguan siklus menstruasi


Terdiri dari polimenorea, oligomenorea, dan amenorea. Polimenorea
adalah menstruasi dengan interval siklus yang lebih pendek dari normal atau
kurang dari 24 hari. Terdapat beberapa macam penyebab polimenorea,
diantaranya yaitu gangguan endokrin, gangguan ovulasi, dan fase luteal yang
memendek. Sedangkan oligomenorea adalah menstruasi dengan interval
siklus yang lebih panjang dari normal atau lebih dari 35 hari. Oligomenorea
sering terjadi pada penderita sindroma ovarium polikistik akibat peningkatan
hormon androgen sehingga terjadi gangguan pada proses ovulasi.22,25
Amenorea adalah ketiadaan menstruasi. Terdapat dua kategori
amenorea, yakni amenorea primer dan amenorea sekunder. Amenorea primer
adalah ketiadaan menstruasi setelah usia mencapai 16 tahun baik disertai
ketiadaan pertumbuhan seksual atau tidak. Sedangkan amenorea sekunder
adalah ketiadaan menstruasi paling sedikit selama 3 bulan berturut-turut dan
terjadi pada wanita yang sebelumnya pernah mengalami menstruasi.22,25,29

3. Gangguan perdarahan di luar siklus menstruasi30


Perdarahan di luar siklus menstruasi atau disebut juga perdarahan
nonmenstrual terdiri atas perdarahan intermenstrual dan perdarahan setelah
koitus.
30

Perdarahan intermenstrual terjadi diantara 2 siklus menstruasi dan dapat


terjadi dengan jumlah perdarahan yang lebih sedikit ataupun lebih banyak dari
normal, serta dengan durasi yang lebih pendek atau lebih panjang dari durasi
menstruasi normal.
Sedangkan perdarahan setelah koitus dapat terjadi pada wanita dengan
lesi pada permukaan mukosa traktus genitalia, dan terjadi tepat setelah
hubungan seksual dilakukan. Selain lesi pada mukosa traktus genitalia, kanker
endometrial atau kanker serviks juga dapat menjadi penyebab perdarahan
setelah koitus.

4. Gangguan lain yang berhubungan dengan menstruasi


Terdiri atas dismenorea dan sindroma pramenstruasi atau lebih dikenal
dengan istilah Premenstrual Syndrome (PMS).22
Dismenorea adalah nyeri yang terjadi selama beberapa hari menjelang
menstruasi atau saat menstruasi. Nyeri umumnya dirasakan di perut bagian
bawah dan dapat menyebar hingga area punggung bagian bawah dan paha
bagian atas. Nyeri dapat terjadi bersamaan dengan sakit kepala, rasa mual,
atau diare.(22,26)
Terdapat 2 jenis dismenorea, yakni dismenorea primer dan sekunder.
Dismenorea primer adalah nyeri yang disebabkan oleh proses menstruasi,
yakni dari kontraksi uterus saat meluruhkan endometrium. Dismenorea primer
akan memberat saat jumlah perdarahan yang terjadi lebih banyak dari normal.
Tetapi, dismenorea primer normal terjadi dan tidak membahayakan kesehatan.
Sedangkan dismenorea sekunder adalah nyeri yang berkaitan dengan penyakit
atau kelainan pada organ dan disebabkan oleh proses patologis dari kelainan
tersebut. Contoh kelainan organ yang menyebabkan dismenorea sekunder
ialah kista, polip, tumor, dan kelainan letak anatomis rahim yang mengganggu
organ atau jaringan di sekitar.26,29,31
Premenstrual Syndrome atau PMS adalah sekumpulan gejala fisik,
emosional, dan kebiasaan yang terjadi selama minggu terakhir fase luteal atau
31

selama seminggu sebelum menstruasi terjadi dan dapat menghilang setelah


menstruasi terjadi atau bahkan berlangsung hingga mentruasi selesai.29,32
Menurut American Psychiatric Association, gejala-gejala yang dapat
terjadi pada PMS diantaranya ialah gangguan mood, cemas, labil (tiba-tiba
takut, marah), konflik interpersonal, penurunan minat terhadap aktivitas rutin,
mudah lelah, susah berkonsentrasi, perubahan nafsu makan, susah tidur,
kehilangan kontrol diri, serta keluhan-keluhan fisik, seperti nyeri pada
payudara, sendi, dan nyeri kepala. Keluhan yang dialami paling sedikit 5 dari
keluhan-keluhan tersebut dan berpengaruh pada aktivitas atau pekerjaan
sehari-hari dan bukan eksaserbasi dari gangguan psikiatri lainnya.22,25

2.1.4.2 Penyebab Gangguan Menstruasi dan Gejala yang Timbul


Gangguan menstruasi atau perdarahan uterus abnormal merupakan keluhan
yang membutuhkan evaluasi dan pemeriksaan lanjutan untuk mencari penyebab
utama keluhan tersebut. Secara sistematis, penyebab gangguan menstruasi dibagi
menjadi 3 bagian utama, yaitu keadaan patologi pada panggul, penyakit medis
sistemik, dan perdarahan uterus disfungsi.22,25

1. Keadaan patologi panggul22


Terbagi menjadi 2 kategori, yakni lesi permukaan dan lesi dalam.
- Lesi permukaan terdiri dari mioma uteri, adenomiosis, polip
endometrium, hyperplasia endometrium, adenokarsinoma endometrium,
sarcoma, infeksi pada serviks, infeksi endometrium, infeksi uterus,
kanker serviks, polip serviks, dan trauma atau cedera.
- Lesi dalam terdiri dari adenomiosis difus, mioma uteri, hipertrofi
miometrium, endometriosis, dan malformasi arteri dan vena uterus.

2. Penyakit medis sistemik22


Terdiri dari gangguan hemostasis, penyakit tiroid, hepar, ginjal,
disfungsi kelenjar adrenal, dan Systemic Lupus Erythematous (SLE), dan
32

gangguan hipotalamus-hipofisis. Gangguan hemostasis diantaranya yaitu


penyakit von Willebrands, gangguan faktor koagulasi, trombositopenia, dan
gangguan platelet. Sedangkan gangguan hipotalamus-hipofisis dapat berupa
adenoma, prolaktinoma, stres, dan olahraga berlebih.

3. Perdarahan uterus disfungsi


Merupakan penyebab gangguan menstruasi tanpa dButirukan keadaan
patologi pada panggul dan penyakit sistemik lain, contohnya yaitu gangguan
kehamilan dan iatrogenik.22,30
Gangguan kehamilan yang dapat terjadi adalah kehamilan ektopik,
abortus, dan solusio plasenta. Sedangkan penyebab iatrogenik dapat berupa
penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim, obat anti koagulan, anti psikotik,
pil kontrasepsi, dan preparat hormon yang juga dapat menyebabkan
perdarahan sehingga harus diperiksa saat evaluasi gangguan menstruasi atau
perdarahan uterus abnormal.22,30,33,34
Penyebab gangguan menstruasi juga dapat dievaluasi berdasarkan
prinsip dasar regulasi menstruasi yang terdapat pada Gambar 10 yang
membagi penyebab gangguan menstruasi, khususnya amenorea menjadi 4
kompartemen, yaitu:22,30
33

Gambar 2.10 Prinsip Dasar Regulasi Menstruasi


Sumber: Sarwono, 2011

Kompartemen I adalah gangguan pada uterus dan patensi dari outflow


tract. Kompartemen II adalah gangguan pada ovarium. Kompartemen III
adalah gangguan pada hipofisis. Sedangkan kompartemen IV adalah
gangguan pada hipotalamus/susunan saraf pusat.22,30
Terdapat 3 gejala umum gangguan menstruasi yang sering terjadi,
diantaranya yaitu perasaan lesu dan mudah lelah, merasa depresi, dan susah
berkonsentrasi. Gejala lainnya yaitu mual atau muntah, keringat yang
berlebih, peningkatan frekuensi berkemih, sakit kepala, kehilangan nafsu
makan, perubahan mood, dan rasa gelisah.29
34

2.1.4.3 Komplikasi Terkait dengan Gangguan Menstruasi22


Anemia, osteopenia, osteoporosis, dan infertilitas adalah contoh
komplikasi yang dapat terjadi dan berhubungan dengan gangguan menstruasi.

1. Anemia (kurang darah)


Anemia sering menjadi komplikasi pada menorrhagia. Kasus anemia
yang banyak terjadi adalah anemia ringan. Tetapi, meskipun ringan anemia
tetap dapat mengurangi transport oksigen ke jaringan tubuh sehingga
menyebabkan kelelahan dan berkurangnya kapasitas fisik. Anemia sedang
hingga berat dapat menyebabkan sesak napas, peningkatan denyut jantung
(takikardi), pusing, telinga berdenging (tinnitus), mudah marah, pucat,
sindrom kaki gelisah, dan kebingungan mental.

2. Osteopenia (kehilangan kepadatan tulang)


Sering menjadi komplikasi pada amenorea. Berkurangnya kadar
estrogen dapat menyebabkan kepadatan tulang semakin berkurang. Selain
kondisi amenorea, osteopenia juga dapat terjadi pada kondisi lainnya dengan
kadar estrogen yang rendah seperti gangguan makan, tumor hipofisis, dan
kegagalan ovarium prematur.

3. Osteoporosis
Osteoporosis adalah kondisi yang ditandai oleh kehilangan kepadatan
tulang secara progresif, penipisan jaringan tulang, dan peningkatan
kerentanan terhadap fraktur. Osteoporosis dapat timbul dari penyakit yang
berhubungan dengan kekurangan hormon atau makanan.

4. Infertilitas
Infertilitas merupakan kondisi dimana pasangan suami istri belum
memiliki anak walaupun telah melakukan hubungan seksual 2-3 kali
35

perminggu dalam kurun waktu 1 tahun tanpa menggunakan alat kontrasepsi


jenis apapun.35
Gangguan menstruasi yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
hormon reproduksi akan mempengaruhi proses terjadinya ovulasi. Sehingga
gangguan ovulasi baik anovulasi ataupun PCOS (Policystic Ovarian
Syndrome) dapat terjadi. Apabila ovulasi tidak terjadi, maka tidak akan ada
sel telur yang bisa dibuahi.36

2.1.5 Hubungan Stres dengan Menstruasi


Stres merupakan salah satu penyebab dari berbagai penyakit, diantaranya
yaitu gangguan menstruasi.37 Suatu keadaan ataupun kejadian yang bersifat
stresor akan menstimulasi amigdala untuk mengaktifkan aksis Hipotalamus-
Pituitari-Adrenal (HPA).38
Hipotalamus akan mensekresi Corticotropine Releasing Hormone (CRH)
dan merangsang pituitary untuk mensekresi Adrenodorticotropine Hormone
(ACTH). ACTH kemudian akan menstimulasi kelenjar adrenal untuk mensekresi
hormon kortisol sebagai respon terhadap stres. Ketika ACTH terbentuk dari
polipeptida Preopiomelanocotin (POMC), akan terbentuk pula beta-endorphin
yang dapat menekan Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH). Akibatnya,
interaksi aksis HPG (Hipotalamus-Pituitari-Gonad) menjadi terganggu dan
akhirnya mengganggu kerja hormon-hormon yang meregulasi menstruasi,
sehingga berbagai gangguan pada menstruasi pun dapat terjadi.38,39
36

2.2 Kerangka Teori

Bagan 2.1 Kerangka Teori


37

2.3 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini dapat diperlihatkan sebagai berikut :


Variabel independen Variabel dependen

Kejadian gangguan menstruasi


Menorrhagia
Stress
Tingkat stress Hipomenorrhea
1. Stress Ringan Amenorrhea
2. Stres Sedang
Dysmenorrhea
3. Stress Berat
4. Stress Sangat Berat Oligomenorrhea
Polimenorrhea
Premenstrual syndrome

Bagan 2.2 Kerangka Konsep

2.4 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat ukur dan Kategori Skala


cara ukur
Stres Tingkat stres yang Menyebarkan 1. Ringan: 15-18 Ordinal
dirasakan oleh kuesioner 2. Sedang: 19-25
mahasiswi preklinik Depression 3. Berat: 26-33
Fakultas Kedokteran Anxiety Stress 4. Sangat berat: ≥34
UIN Syarif Hidayatullah Scales (DASS) 42 5. Normal: 0-14 40,41
Jakarta yang terdiri dari
42 pertanyaan,
dengan skor 0-3.
0 : tidak pernah
1 : kadang-kadang
2 : lumayan sering
3 : sering sekali
38

Gangguan Kejadian menstruasi Menyebarkan 1. Menoragia : durasi Ordinal


menstruasi abnormal pada kuesioner menstruasi >7 hari/>6x
mahasiswi preklinik mengenai ganti pembalut
Fakultas Kedokteran menstruasi yang 2. Hipomenorea : durasi
UIN Syarif Hidayatullah berisi 15 menstruasi <3 hari/<2x
Jakarta. pertanyaan. ganti pembalut
Terdiri dari : 3. Amenorea : tidak
1. Menorrhagia mengalami menstruasi
2. Hipomenorrhea min selama 3 bulan
3. Amenorrhea 4. Dismenorea : rasa
4. Dysmenorrhea nyeri/kram perut bagian
5. Oligomenorrhea bawah
6. Polimenorrhea 5. Oligomenorea : siklus
7. Premenstrual menstruasi >35 hari
Syndrome 6. Polimenorea : siklus
menstruasi <21 hari
7. Premenstrual syndrome
: selama 7-10 hari
sebelum menstruasi
mengalami paling
sedikit 5 gejala dari
beberapa gejala fisik,
emosional dan
kebiasaan. 22,27,28
39

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain penelitian


Penelitian yang dilakukan oleh peneliti merupakan jenis penelitian analitik
observasional dengan menggunakan desain cross sectional (potong lintang).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta bulan Maret sampai Desember 2019.

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi
Pada penelitian ini, populasi yang diambil adalah mahasiswi preklinik di
Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.3.2 Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah Total Sampling,
yaitu dengan mengambil seluruh anggota pada populasi menjadi sampel.

3.4 Kriteria Sampel


3.4.1 Kriteria Inklusi
a. Mahasiswi preklinik Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang bersedia menjadi responden penelitian.
40

3.4.2 Kriteria Eksklusi


a. Mahasiswi preklinik Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang diketahui memiliki gangguan hormon, penyakit keganasan atau
kelainan pada organ reproduksi.
b. Mahasiswi preklinik Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang menggunakan obat yang menimbulkan gangguan hormon.

3.5 Cara Kerja Penelitian


1. Menentukan tema dan judul penelitian.
2. Menentukan desain dan metode penelitian.
3. Menyusun proposal penelitian.
4. Menentukan kuesioner penelitian yaitu dengan menggunakan kuesioner
DASS 42 Bahasa Indonesia dan membuat kuesioner gangguan menstruasi.
5. Melakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner gangguan menstruasi.
6. Pendataan seluruh mahasiswi preklinik di Fakultas Kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta untuk dijadikan sampel penelitian.
7. Menyampaikan informed consent kepada sampel penelitian berupa
memberikan penjelasan mengenai penelitian yang akan dilakukan.
8. Penyerahan dan pengisian passive informed consent. Bila responden setuju
dan bersedia menjadi sampel penelitian, lembar informed consent tidak perlu
dikembalikan kepada peneliti.
9. Penjelasan mengenai cara pengisian kuesioner kepada responden yang
bersedia menjadi sampel penelitian.
10. Pengisian kuesioner DASS 42 dan kuesioner gangguan menstruasi
11. Pengumpulan dan penginputan data dari kuesioner yang telah diisi.
12. Pemilihan data sesuai kriteria penelitian.
13. Analisis dan pengolahan data penelitian dengan SPSS.
14. Penulisan laporan penelitian.
41

3.6 Alur Penelitian

Bagan 3.1 Alur Penelitian


42

3.7 Manajemen Data


3.7.1 Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini merupakan data primer yang diperoleh melalui
hasil pengisian kuesioner oleh semua responden. Responden menjawab
pertanyaan dalam kuesioner tersebut berdasarkan pengetahuan dan pengalaman
yang ada. Pengumpulan data dilakukan sendiri oleh peneliti dengan mendatangi
ruang kelas setiap angkatan.

3.7.2 Instrumen Penelitian


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner yang
dibagikan kepada responden. Kuesioner tersebut berisi :
a. Lembar penjelasan untuk responden penelitian. Berisi penjelasan singkat
mengenai isi kuesioner, identitas peneliti, dan judul penelitian yang
dilakukan.
b. Informed consent tertulis terhadap responden. Berisi pernyataan kesediaan
mahasiswi preklinik Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk menjadi responden penelitian.
c. Empat puluh dua pertanyaan mengenai depresi, ansietas, dan stres dari
kuesioner Depression Anxiety Stress Scales (DASS) 42 Bahasa Indonesia
untuk menilai stres dan tingkat stres yang dialami oleh mahasiswi preklinik
Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
d. Kuesioner mengenai menstruasi yang terdiri dari lima belas pertanyaan
untuk menilai apakah mahasiswi preklinik Fakultas Kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta mengalami gangguan menstruasi. Kuesioner ini
dibuat bersama oleh peneliti dan pembimbing dengan mengadaptasi dari
definisi masing-masing gangguan menstruasi. Penilaian jawaban pada
pertanyaan dalam kuesioner adalah 1 untuk jawaban positif dan 0 untuk
jawaban negatif. Tidak selalu nilai 1 untuk jawaban ya dan 0 untuk jawaban
tidak karena terdapat bentuk pertanyaan kalimat positif dan kalimmat
negatif.
43

3.7.3 Uji Validitas dan Reliabilitas


Validitas dan reliabilitas kuesioner DASS 42 Bahasa Indonesia telah diuji
oleh Damanik.42 Sedangkan kuesioner gangguan menstruasi yang dibuat bersama
oleh peneliti dan pembimbing juga telah diuji oleh peneliti.
3.7.4 Pengolahan Data
Data primer yang telah terkumpul melalui pengisian kuesioner oleh
responden diperiksa terlebih dahulu, kemudian dilakukan penilaian berdasarkan
kriteria untuk jawaban kuesioner. Setelah dilakukan penilaian, dilakukan input
data ke dalam Microsoft Excel dan dilakukan coding. Selanjutnya data dilakukan
pengolahan dan analisis data menggunakan program Statistic Package for Social
Sciences (SPSS).
3.7.5 Analisis Statistik
Data yang diambil dalam penelitian ini memiliki persebaran yang tidak
normal sehingga analisis statistik data menggunakan uji nonparametrik. Uji
statistik data yang digunakan adalah uji rank spearman.
3.7.5.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi
dari masing-masing variabel secara umum, baik variabel dependen maupun
independen. Variabel dependen yaitu kejadian gangguan menstruasi, sedangkan
variabel independen yaitu tingkat stres.
3.7.5.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
dependen (kejadian gangguan menstruasi) dengan variabel independen (stres).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian


Kuesioner DASS 42 Bahasa Indonesia yang berisi 42 pertanyaan telah
dilakukan uji instrumen oleh Damanik pada 144 responden. Sebanyak 72
responden diambil dari penduduk Yogyakarta yang pernah terpapar bencana
alam, sedangkan 72 responden lagi diambil dari penduduk Jakarta yang tidak
terpapar bencana alam.42 Sedangkan uji instrumen kuesioner gangguan
menstruasi telah dilakukan oleh peneliti pada 18 responden yang diambil dari
Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4.1.1 Uji Validitas
Validitas menunjukkan tiap butir pertanyaan dapat mengungkapkan data
dari variabel yang diteliti secara tepat dan akurat. Uji validitas kuesioner diukur
menggunakan rumus Pearson Product Moment dengan mengkorelasikan skor
tiap butir pertanyaan dengan skor total dari setiap skala dalam kuesioner. Nilai
korelasi r product-moment (r tabel) tidak boleh lebih besar dibandingkan nilai
pearson correlation (r hitung). Kuesioner DASS 42 dalam Bahasa Indonesia
telah dilakukan uji validitas oleh Damanik, dan memiliki validitas yang baik.42
Kuesioner gangguan menstruasi yang dibuat oleh peneliti diuji validitasnya
menggunakan analisis Rasch Model dengan program Winsteps. Analisis ini
digunakan untuk menilai tingkat kesesuaian butir, tingkat kesukaran, daya
diskriminasi Rasch dan fungsi informasi dari butir pertanyaan. Butir pertanyaan
dikatakan valid apabila mampu membedakan antara responden yang mampu
menjawab dengan yang tidak mampu menjawab. Bila item tidak dapat
membedakan abilitas responden dalam menjawab, maka butir tersebut dikatakan
tidak valid. Boone, Staver dan Yale mengatakan bahwa kriteria untuk menilai
tingkat kesesuaian butir pertanyaan adalah nilai outfit mean-square, outfit z-
standard dan point measure correlation.43

44
45

Nilai outfit mean-square (outfit MNSQ) dan outfit z-standard (outfit


ZSTD) menunjukkan butir pertanyaan sesuai dengan model Rasch. Nilai yang
diharapkan adalah 1. Apabila nilai outfit MNSQ >1 maka data yang diobservasi
terindikasi memiliki variasi lebih banyak. Sebaliknya, apabila nilai outfit MNSQ
yang diperoleh <1 maka data yang diobservasi memiliki variasi yang lebih
sedikit. Harapan nilai outfit ZSTD adalah mendekati nol. Nilai outfit ZSTD yang
positif menunjukkan bahwa variasi lebih sedikit. Nilai outfit Z yang terlalu besar
(z > +2) atau terlalu rendah (z < -2) menunjukkan butir pertanyaan tidak
kompatibel.43,44
Nilai ideal point measure correlation (Pt measure corr) adalah positif dan
tidak mendekati nol. Nilai Pt measure corr 1,0 menunjukkan bahwa responden
dengan abilitas rendah menjawab butir pertanyaan dengan salah dan responden
dengan abilitas tinggi mampu menjawab butir pertanyaan dengan benar. Nilai Pt
measure corr yang negatif menunjukkan bahwa butir pertanyaan perlu ditinjau
kembali, karena responden dengan abilitas rendah mampu menjawab butir
pertanyaan tersebut dengan benar dan responden dengan abilitas tinggi justru
menjawab salah.43,45
Kriteria yang menjadi digunakan dalam memeriksa butir pertanyaan yang
sesuai adalah mengacu pada nilai berikut:43
1. Nilai outfit MNSQ yang diterima: 0,5 < outfit MNSQ < 1,5
2. Nilai outfit ZSTD yang diterima: -2 < outfit ZSTD < +2
3. Nilai Pt measure corr yang diterima: 0,4 < Pt measure corr < 0,85
Nilai Pt measure corr diklasifikasikan oleh Alagumalai, Curtis dan Hungi
menjadi sangat bagus (>0,40), bagus (0,30 – 0,39), cukup (0,20 – 0,29), tidak
mampu mendiskriminasi (0,00 – 0,19) dan membutuhkan pemeriksaan kembali
(<0,00).46
Berdasarkan hasil analisis Rasch Model pada kuesioner gangguan
menstruasi didapat nilai outfit MNSQ = 1,01, outfit ZSTD = -0,2 dan nilai Pt
measure corr = 0,53. Nilai ini menunjukkan bahwa masing-masing nilai
memenuhi kriteria kesesuaian butir pertanyaan terhadap model Rasch, sehingga
46

dapat dikatakan seluruh pertanyaan dalam kuesioner ini valid dan layak untuk
digunakan dalam penelitian.

4.1.2 Uji Reliabilitas


Reliabilitas menunjukkan bahwa instrumen tersebut dapat dipercaya dan
dapat digunakan sebagai alat pengumpul data. Uji reliabilitas digunakan untuk
menilai konsistensi instrumen penelitian. Apabila tingkat konsistensinya tinggi
maka instrumen tersebut dapat dipercaya menjadi alat pengumpul data. Uji
reliabilitas dapat diukur dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach. Untuk
dikatakan reliabel, nilai alpha yang didapat adalah > 0,6.

Tabel 4.1 Hasil Uji Reliabilitas pada Kuesioner DASS 42 (Stress Scale)
Cronbach’s Alpha N of items
.8806 14

Tabel 4.1 menunjukkan hasil uji reliabilitas kuesioner DASS 42 Bahasa


Indonesia, khusus butir pertanyaan yang menilai tingkat stres didapat nilai alpha
0,8806. Nilai ini > 0,6 yang menunjukkan bahwa butir pertanyaan dalam
kuesioner ini reliabel dan dapat digunakan sebagai alat pengumpul data. 42
Kuesioner gangguan menstruasi memiliki skala pengukuran nominal
sehingga uji reliabilitasnya tidak bisa menggunakan Alpha Cronbach. Uji
reliabilitas pada kuesioner gangguan menstruasi dilakukan dengan menggunakan
analisis Rasch Model melalui program Winsteps. Reliabilitas digambarkan
melalui indeks separasi. Reliabilitas separasi dalam analisis Rasch melaporkan 2
hal, yakni reliabilitas butir pertanyaan (item) dan reliabilitas orang (person).43
Nilai reliabilitas akan tinggi akan terjadi apabila sampel penelitian dan
tingkat kesukaran butir pertanyaan yang luas serta eror pengukuran yang rendah.
Butir pertanyaan yang luas berarti butir pertanyaan tersebut memiliki tingkat
kesukaran yang beragam, dari yang paling mudah sampai yang paling sulit.
Sampel penelitian yang luas artinya sampel memiliki abilitas yang beragam,
47

tersebar dari yang paling pandai hingga tidak pandai. Reliabilitas dikatakan tinggi
apabila memiliki nilai di atas 3,0.44

Tabel 4.2 Hasil Uji Reliabilitas pada Kuesioner Gangguan Menstruasi


Item Reliability Person Reliability
0,77 0,00

Tabel 4.2 menunjukkan hasil uji reliabilitas pada kuesioner gangguan


menstruasi. Nilai yang didapat adalah nilai item reliability sebesar 0,77 dan
person reliability sebesar 0,00. Nilai ini kurang dari 3,00 yang menunjukkan
bahwa reliabilitas kuesioner gangguan menstruasi rendah. Hal ini menunjukkan
tingkat kesukaran butir pertanyaan dan sampel penelitian memiliki jangkauan
sempit dan kurang mampu memperoleh data yang konsisten. Apabila pertanyaan
yang sama diajukan kembali maka kemungkinan jawabannya tidak akan sama
seperti jawaban sebelumnya. Hal ini dapat disebabkan oleh jumlah sampel yang
sedikit pada uji reliabilitas.

4.2 Analisis Univariat


Analisis univariat yang dilakukan dalam penelitian ini adalah distribusi
sampel berdasarkan usia dan angkatan, tingkat stres, serta kejadian gangguan
menstruasi.
Besar sampel penelitian ini adalah 194 responden. Setelah dilakukan
penilaian terhadap data yang diperoleh, sebanyak 7 responden dieksklusi dari
data, sehingga besar sampel akhir penelitian ini adalah 187 responden.
48

4.2.1 Karakteristik Sampel


Tabel 4.3 Disribusi Sampel Berdasarkan Usia dan Angkatan
No Variabel Kategori Jumlah (N) Persentase (%)
1 Usia 17 tahun 13 7,0
18 tahun 52 27,8
19 tahun 48 25,7
20 tahun 44 23,5
21 tahun 22 11,8
22 tahun 5 2,7
23 tahun 2 1,1
24 tahun 1 0,5
Total (N) 187 100
2 Angkatan 2016 37 19,8
2017 39 20,9
2018 44 23,5
2019 67 35,8
Total (N) 187 100

Berdasarkan tabel 4.3, dari 187 responden penelitian, terdapat 37


responden (19,8%) merupakan mahasiswi preklinik angkatan 2016, sebanyak 39
responden (20,9%) angkatan 2017, 44 responden (23,5%) angkatan 2018, dan 67
responden (35,8%) dengan usia yang bervariasi mulai dari 17 tahun sampai 24
tahun. Tetapi, mayoritas usia responden adalah 18 tahun (27,8%).

4.2.2 Tingkat Stres


Kategori tingkat stres pada penelitian ini disesuaikan dengan kategori
penilaian stres pada kuesioner DASS 42, yakni normal, ringan, sedang, berat, dan
sangat berat. Responden dikategorikan normal apabila memiliki skor 0-14, ringan
apabila skor yang diperoleh adalah 15-18, sedang 19-25, berat 26-33, dan sangat
berat apabila ≥34.
49

Tabel 4.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Stres


No Tingkat Stres Jumlah (N) Persentase (%)
1 Normal 114 61,0
2 Ringan 23 12,3
3 Sedang 22 11,8
4 Berat 17 9,1
5 Sangat Berat 11 5,9
Total (N) 187 100

Berdasarkan tabel 4.4, didapatkan bahwa dari 187 responden, 114


responden (61,0%) diantaranya adalah normal. Sebanyak 23 responden (12,3%)
mengalami stres ringan, 22 responden (11,8%) mengalami stres sedang, 17
responden (9,1%) mengalami stres berat, dan 11 responden (5,9%) mengalami
stres sangat berat.

Tabel 4.5 Distribusi Tingkat Stres Setiap Angkatan


Angkatan
Tingkat
No 2016 2017 2018 2019 Total
Stres
N % N % N % N %
1 Normal 31 27,19 25 21,93 23 20,18 35 30,70 114
2 Ringan 3 13,04 6 26,08 7 30,44 7 30,44 23
3 Sedang 3 13,64 3 13,64 7 31,82 9 40,90 22
4 Berat 0 0 3 17,65 4 23,53 10 58,82 17
5 Sangat 0 0 2 18,18 3 27,27 6 54,55 11
Berat
Total 37 39 44 67 187

Tabel 4.5 menunjukkan distribusi tingkat stres pada responden di setiap


angkatan. Berdasarkan tabel tersebut, dari 23 responden yang mengalami stres
ringan, distribusi terbanyak pada angkatan 2019 dan 2018, yakni masing-masing
50

sebanyak 7 responden (30,44%). Sebanyak 6 responden (26,08%) pada angkatan


2017 dan 3 responden (13,04%) pada angkatan 2016.
Distribusi yang mengalami stres sedang paling banyak pada angkatan
2019, yakni sebanyak 9 responden (40,90%). Pada angkatan 2018 sebanyak 7
responden (31,82%) dan masing-masing 3 responden (13,64%) pada angkatan
2017 dan 2016.
Stres berat paling banyak dialami oleh angkatan 2019, yakni dari 17
responden yang mengalami stres berat terdapat 10 responden (58,82%) pada
angkatan 2019, 4 responden (23,53%) pada angkatan 2018 dan 3 responden
(17,65%) pada angkatan 2017. Responden pada angkatan 2016 tidak ada yang
mengalami stres berat.
Responden yang mengalami stres sangat berat memiliki distribusi
terbanyak pada angkatan 2019. Pada 11 responden yang mengalami stres sangat
berat terdapat 6 responden (54,55%) angkatan 2019, 3 responden (27,27%)
angkatan 2018 dan 2 responden (18,18%) angkatan 2017. Responden pada
angkatan 2016 tidak ada yang mengalami stres sangat berat.

4.2.3 Kejadian Gangguan Menstruasi


Gangguan menstruasi dikategorikan menjadi 3 kategori, yakni gangguan
berdasarkan lama dan jumlah darah saat menstruasi, gangguan siklus menstruasi,
serta gangguan lain yang berkaitan dengan menstruasi. Gangguan lama dan
jumlah darah saat menstruasi terdiri dari menoragia dan hipomenorea, gangguan
siklus menstruasi terdiri dari amenorea, oligomenorea dan polimenorea,
sedangkan gangguan lain yang berkaitan dengan menstruasi adalah dismenorea
dan premenstrual syndrome (PMS).
51

Tabel 4.6 Distribusi Sampel Berdasarkan Kejadian Gangguan


Menstruasi
No Gangguan Jumlah (N) Persentase
Menstruasi (%)
1 Ya 177 94,7
2 Tidak 10 5,3
Total 187 100

Berdasarkan tabel 4.6 diatas, dari 187 responden total terdapat 177
responden (94,7%) mengalami gangguan menstruasi dan 10 responden (5,3%)
tidak mengalami gangguan menstruasi.

Tabel 4.7 Distribusi Kejadian Gangguan Menstruasi Berdasarkan


Kategori Gangguan Menstruasi
No Kategori Jumlah (N) Persentase
(%)
1 Gangguan lama dan
jumlah darah saat 69 36,9
menstruasi
2 Gangguan siklus
48 25,7
menstruasi
3 Gangguan lain yang
berhubungan dengan 156 83,4
menstruasi

Berdasarkan tabel 4.7 mengenai distribusi kejadian gangguan menstruasi


berdasarkan kategori gangguan menstruasi, terdapat 69 responden (36,9%) yang
mengalami gangguan lama dan jumlah darah saat menstruasi, 48 responden
(25,7%) mengalami gangguan siklus menstruasi dan sebanyak 156 responden
(83,4%) mengalami gangguan lain yang berhubungan dengan menstruasi.
52

Tabel 4.8 Distribusi Kejadian Gangguan Menstruasi Berdasarkan


Subkategori Gangguan Menstruasi
No Kategori Jumlah (N) Persentase (%)
1 Menoragia 50 26,7
2 Hipomenorea 19 10,2
3 Amenorea 9 4,8
4 Oligomenorea 21 11,2
5 Polimenorea 25 13,4
6 Dismenorea 141 75,4
7 Premenstrual Syndrome 127 67,9

Tabel 4.8 diatas menunjukkan distribusi kejadian gangguan menstruasi


berdasarkan subkategori gangguan menstruasi. Gangguan menstruasi yang paling
banyak dialami responden adalah dismenorea, yakni sebanyak 141 responden
(75,4%). Responden yang mengalami PMS sebanyak 127 responden (67,9%), 50
responden (26,7%) mengalami menoragia, 25 responden (13,4%) mengalami
polimenorea, 21 responden (11,2%) mengalami oligomenorea, 19 responden
(10,2%) mengalami hipomenorea, dan 9 responden (4,8%) mengalami amenorea.

Tabel 4.9 Distribusi Kejadian Gangguan Menstruasi Setiap Angkatan


Angkatan
Gangguan
No 2016 2017 2018 2019 Total
Menstruasi
N % N % N % N %
1 Ya 33 18,65 38 21,47 43 24,29 63 35,59 177
2 Tidak 4 40 1 10 1 10 4 40 10
Total 37 39 44 67 187

Tabel 4.9 menunjukkan distribusi kejadian gangguan menstruasi terbanyak


pada angkatan 2019, yakni dari 177 responden yang mengalami gangguan
menstruasi, 63 responden (35,59%) pada angkatan 2019, 43 responden (24,29%)
53

pada angkatan 2018, 38 responden (21,47%) pada angkatan 2017, dan 33


responden (18,65%) pada angkatan 2016.

Tabel 4.10 Distribusi Kejadian Gangguan Menstruasi Berdasarkan


Subkategori Gangguan Menstruasi Setiap Angkatan
Angkatan
No Kategori 2016 2017 2018 2019 Total
N % N % N % N %
1 Menoragia 9 18 9 18 14 28 18 36 50
2 Hipomenorea 5 26,32 2 10,52 4 21,05 8 42,11 19
3 Amenorea 0 0 1 11,11 2 22,22 6 66,67 9
4 Oligomenorea 5 23,81 4 19,05 3 14,29 9 42,85 21
5 Polimenorea 4 16 4 16 6 24 11 44 25
6 Dismenorea 23 16,31 33 23,41 35 24,82 50 35,46 141
7 Premenstrual 21 16,54 26 20,47 34 26,77 46 36,22 127
Syndrome

Tabel 4.10 menunjukkan distribusi kejadian gangguan menstruasi pada


setiap angkatan berdasarkan subkategorinya. Kejadian menorrhagia terbanyak
pada angkatan 2019, yakni dari 50 responden yang mengalami menoragia
terdapat 18 responden (36%) pada angkatan 2019, 14 responden (28%) pada
angkatan 2018 dan masing-masing 9 responden (18%) pada angkatan 2017 dan
2016.
Kejadian hipomenorea paling banyak dialami oleh angkatan 2019, yakni
dari 19 responden yang mengalami hipomenorea terdapat 8 responden (42,11%)
angkatan 2019, 4 responden (21,05%) angkatan 2018, 2 responden (10,52%)
angkatan 2017 dan 5 responden (26,32%) angkatan 2016.
Kejadian amenorea memiliki distribusi terbanyak pada angkatan 2019,
yakni dari total 9 responden yang mengalami amenorea sebesar 6 responden
(66,67%) terdistribusi pada angkatan 2019, 2 responden (22,22%) pada angkatan
2018 dan 1 responden (11,11%) pada angkatan 2017. Responden angkatan 2016
tidak ada yang mengalami amenorea.
54

Jumlah responden yang mengalami oligomenorea adalah 21 responden,


dengan distribusi sebanyak 9 responden (42,85%) pada angkatan 2019, 3
responden (14,29%) pada angkatan 2018, 4 responden (19,05%) pada angkatan
2017 dan 5 responden (23,81%) pada angkatan 2016.
Kejadian polimenorea terbanyak pada angkatan 2019, yakni dari 25
responden yang mengalami polimenorea terdapat 11 responden (44%) pada
angkatan 2019, 6 responden (24%) pada angkatan 2018 dan masing-masing 4
responden (16%) pada angkatan 2017 dan 2016.
Kejadian dismenorea paling banyak dialami oleh angkatan 2019, yakni dari
141 responden yang mengalami dismenorea terdapat 50 responden (35,46%)
angkatan 2019, 35 responden (24,82%) angkatan 2018, 33 responden (23,41%)
angkatan 2017 dan 23 responden (16,31%) angkatan 2016.
Kejadian PMS memiliki distribusi terbanyak pada angkatan 2019, yakni
dari total 127 responden yang mengalami PMS, sebesar 46 responden (36,22%)
terdistribusi pada angkatan 2019, 34 responden (26,77%) pada angkatan 2018, 26
responden (20,47%) pada angkatan 2017 dan 21 responden (16,54%) pada
angkatan 2016.

4.3 Analisis Bivariat


Analisis bivariat yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan uji Rank
Spearman untuk mengetahui hubungan antara tingkat stres terhadap kejadian
gangguan menstruasi. Hubungan antar variabel dikatakan bermakna apabila nilai
P < 0,05. Arah dan tingkat kekuatan hubungan antar variabel dapat dilihat
melalui nilai koefisien korelasi.
Kekuatan hubungan antar variabel dikatakan lemah apabila nilai koefisien
korelasi yang didapat sebesar 0,00 – 0,25, cukup apabila 0,26 – 0,50, kuat apabila
0,51 – 0,75, sangat kuat apabila 0,76 – 0,99 dan memiliki hubungan sempurna
apabila mencapai 1,00. Arah korelasi antar variabel dilihat pada positif atau
negatif nilai koefisien korelasinya. Besar nilai koefisien korelasi terletak antara
+1 sampai dengan -1. Jika koefisien korelasi bernilai positif maka hubungan antar
55

variabel dikatakan searah. Sebaliknya bila nilai koefisien korelasi negatif maka
hubungan antar variabel tersebut tidak searah.

4.3.1 Hubungan Tingkat Stres terhadap Kejadian Gangguan Menstruasi


Tabel 4.11 Hubungan Tingkat Stres Terhadap Kejadian Gangguan Lama dan
Jumlah Darah Saat Menstruasi
Kategori
No Tingkat Stres Menoragia Hipomenorea
Total Total
Ya Tidak Ya Tidak
1 Normal N 29 85 114 12 102 114
% 25,43 74,57 100 10,53 89,47 100
2 Ringan N 4 19 23 3 20 23
% 17,40 82,6 100 13,04 86,96 100
3 Sedang N 9 13 22 1 21 22
% 40,90 59,1 100 4,55 95,45 100
4 Berat N 4 13 17 3 14 17
% 23,53 76,47 100 17,65 82,35 100
5 Sangat Berat N 4 7 11 0 11 11
% 36,36 63,64 100 0 100 100
Total (N) 50 137 187 19 168 187
Nilai P 0,471 0,739
Koefisien Korelasi 0,053 -0,024

Berdasarkan tabel 4.11, jumlah responden yang mengalami menoragia


sebanyak 4 responden (17,40%) dari 23 responden yang mengalami stres ringan,
9 responden (40,90%) dari 22 responden yang mengalami stres sedang, 4
responden (23,53%) dari 17 responden yang mengalami stres berat, 4 responden
(36,36%) dari 11 responden yang mengalami stres sangat berat dan sebanyak 29
responden (25,43%) dari 114 responden yang normal.
Hasil uji analisis rank spearman didapat nilai P= 0,471 dimana P > 0,05
yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat
stress terhadap kejadian menoragia. Nilai koefisien korelasi sebesar 0,053
56

menunjukkan bahwa antara tingkat stress dan kejadian menoragia memiliki


hubungan yang searah tetapi lemah.
Responden yang mengalami hipomenorea berjumlah 3 responden
(13,04%) dari 23 responden yang mengalami stres ringan, 1 responden (4,55%)
dari 22 responden yang mengalami stres sedang dan 3 responden (17,65%) dari
17 responden yang mengalami stres berat. Sedangkan untuk responden yang
mengalami hipomenorea serta mengalami stres sangat berat tidak ditemukan.
Responden normal yang mengalami hipomenorea sebanyak 12 responden
(10,53%) dari 114 responden yang normal.
Hasil uji analisis rank spearman didapat nilai P= 0,739 dimana P > 0,05
yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat
stress terhadap kejadian hipomenorea. Nilai koefisien korelasi sebesar -0,024
menunjukkan bahwa antara tingkat stress dan kejadian hipomenorea memiliki
hubungan yang tidak searah.
Tabel 4.12 Hubungan Tingkat Stres Terhadap Kejadian Gangguan
Siklus Menstruasi
Kategori
No Tingkat Stres Amenorea Oligomenorea Polimenorea
Total Total Total
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
1 Normal N 3 111 114 11 103 114 13 101 114
% 2,63 97,37 100 9,64 90,36 100 11,41 88,59 100
2 Ringan N 2 21 23 3 20 23 2 21 23
% 8,70 91,30 100 13,04 86,96 100 8,70 91,30 100
3 Sedang N 1 21 22 2 20 22 6 16 22
% 4,55 95,45 100 9,09 90,91 100 27,27 72,73 100
4 Berat N 2 15 17 3 14 17 3 14 17
% 11,76 88,24 100 17,65 82,35 100 17,65 82,35 100
5 Sangat Berat N 1 10 11 2 9 11 1 10 11
% 9,09 90,91 100 18,18 81,82 100 9,09 90,91 100
Total (N) 9 178 187 21 166 187 25 162 187
Nilai P 0,078 0,327 0,306
Koefisien Korelasi 0,129 0,072 0,075
57

Berdasarkan tabel 4.12, responden yang mengalami amenorea serta adalah


sebanyak 2 responden (8,70%) dari 23 responden yang mengalami stres ringan,
1 responden (4,55%) dari 22 responden yang mengalami stres sedang, 2 (11,76%)
dan 1 responden (9,09%) masing-masing dari 17 dan 11 responden yang
mengalami stres berat dan sangat berat. Responden normal yang mengalami
amenorea adalah sebanyak 3 responden (2,63%).
Hasil uji analisis rank spearman didapat nilai P= 0,078 dimana P > 0,05
yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat
stress terhadap kejadian amenorea. Nilai koefisien korelasi sebesar 0,129
menunjukkan bahwa antara tingkat stress dan kejadian amenorea memiliki
hubungan yang searah tetapi lemah.
Jumlah responden yang mengalami oligomenorea adalah 3 responden
(13,04%) dari 23 responden yang mengalami stres ringan, 2 responden (9,09%)
dari 22 responden yang mengalami stres sedang, 3 (17,65%) dan 2 responden
(18,18%) masing-masing dari 17 dan 11 responden yang mengalami stres berat
dan sangat berat. Responden normal yang mengalami oligomenorea adalah
sebanyak 11 responden (9,64%).
Hasil uji analisis rank spearman didapat nilai P= 0,327 dimana P > 0,05
yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat
stress terhadap kejadian oligomenorea. Nilai koefisien korelasi sebesar 0,072
menunjukkan bahwa antara tingkat stress dan kejadian oligomenorea memiliki
hubungan yang searah tetapi lemah.
Responden yang mengalami polimenorea berjumlah 2 responden (8,70%)
dari 23 responden yang mengalami stres ringan, 6 responden (27,27%) dari 22
responden yang mengalami stres sedang, 3 responden (17,65%) dari 17
responden yang mengalami stres berat dan 1 responden (0,09%) dari 11
responden yang mengalami stres sangat berat. Jumlah responden normal yang
mengalami polimenorea adalah sebanyak 13 responden (11,41%).
Hasil uji analisis rank spearman didapat nilai P= 0,306 dimana P > 0,05
yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat
58

stress terhadap kejadian polimenorea. Nilai koefisien korelasi sebesar 0,075


menunjukkan bahwa antara tingkat stress dan kejadian polimenorea memiliki
hubungan yang searah tetapi lemah.
Tabel 4.13Hubungan Tingkat Stres Terhadap Gangguan Lain Yang
Berhubungan Dengan Menstruasi
Kategori
Premenstrual
No Tingkat Stres Dismenorea
Total Syndrome Total
Ya Tidak Ya Tidak
1 Normal N 81 33 114 66 48 114
% 71,05 28,95 100 57,89 42,11 100
2 Ringan N 16 7 23 17 6 23
% 69,57 30,43 100 73,91 26,09 100
3 Sedang N 18 4 22 17 5 22
% 81,82 18,18 100 77,27 22,73 100
4 Berat N 17 0 17 3 14 17
% 100 0 100 17,65 82,35 100
5 Sangat Berat N 9 2 11 11 0 11
% 81,82 18,18 100 100 0 100
Total (N) 141 46 187 127 60 187
Nilai P 0,036 0,000
Koefisien Korelasi 0,154 0,294

Pada tabel 4.13 di atas, jumlah responden yang mengalami PMS sebanyak
17 responden (73,81%) dari 23 responden yang mengalami stres ringan, 17
responden (77,27%) dari 22 responden yang mengalami stres sedang, 16
responden (94,12%) dari 17 responden yang mengalami stres berat dan 11
responden (100%) yang mengalami stres sangat berat juga mengalami PMS.
Jumlah responden yang normal tetapi mengalami PMS sebanyak 66 responden
(57,89%).
Hasil uji analisis rank spearman didapat nilai P= 0,000 dimana P < 0,05
yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara tingkat stress
59

terhadap kejadian PMS. Nilai koefisien korelasi sebesar 0,294 menunjukkan


bahwa antara tingkat stress dan kejadian PMS memiliki hubungan yang searah
dan cukup kuat.
Responden yang mengalami dismenorea berjumlah 16 responden (60,57%)
dari 23 responden yang mengalami stres ringan, 18 responden (81,82%) dari 22
responden yang mengalami stres sedang, sebanyak 9 responden (81,82%) dari 11
responden yang mengalami stres sangat berat dan 17 responden (100%) yang
mengalami stres berat juga mengalami dismenorea. Responden yang normal
tetapi juga mengalami dismenorea sebanyak 81 responden (71,05%).
Hasil uji analisis rank spearman didapat nilai P= 0,036 dimana P < 0,05
yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara tingkat stress
terhadap kejadian dismenorea. Nilai koefisien korelasi sebesar 0,154
menunjukkan bahwa antara tingkat stress dan kejadian dismenorea memiliki
hubungan yang searah tetapi lemah.

4.4 Pembahasan
Responden pada penelitian ini memiliki rentang usia 17 – 24 tahun.
Responden terbanyak berusia 18 tahun (27,8%). Ketentuan batasan usia untuk
menjadi mahasiswa baru sarjana (S1) pada setiap universitas berbeda, tetapi
peneliti tidak menemukan batasan usia untuk calon mahasiswa baru UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Responden yang berusia lebih muda dibandingkan
angkatannya kemungkinan besar karena sebelumnya mengikuti program
akselerasi, yakni percepatan pembelajaran bagi pelajar yang memiliki
kemampuan lebih dengan materi atau kurikulum yang padat sehingga mampu
menyelesaikan pendidikan dalam jangka waktu dia tahun.47
Berdasarkan hasil analisis data sebelumnya, mahasiswi preklinik Fakultas
Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2019 paling banyak
mengalami stres ringan, yakni sebanyak 23 orang (12,3%) dengan distribusi
paling banyak pada angkatan 2018 dan 2019, masing-masing sebanyak 7 orang.
Terbanyak selanjutnya adalah stres sedang, yakni berjumlah 22 orang (11,8%)
60

dengan distribusi paling banyak pada angkatan 2019, yakni sebanyak 9 orang.
Stres berat dialami oleh 17 orang (9,1%) dengan distribusi terbanyak juga pada
angkatan 2019, yakni sebanyak 10 orang. Sedangkan stres sangat berat terjadi
dalam jumlah yang paling sedikit diantara tingkat stres lainnya, yakni sebanyak
11 orang (5,9%) dengan distribusi terbanyak pada angkatan 2019, yakni
berjumlah 6 orang.
Kejadian stres banyak dialami oleh angkatan 2019 dengan distribusi paling
banyak adalah stres berat. Banyaknya mahasiswi angkatan 2019 yang mengalami
stres sesuai dengan pendapat Towbes dan Cohen yang mengatakan bahwa
mahasiswa tahun pertama memiliki tingkat stress yang lebih tinggi. Hal ini dapat
disebabkan oleh berbagai faktor yang melibatkan perkuliahan, misalnya harus
menyesuaikan diri jauh dari rumah untuk pertama kali, tuntutan prestasi
akademis yang tinggi baik dari fakultas ataupun orangtua dan keluarga, serta
harus menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang baru.8 Penelitian yang
dilakukan oleh Novrita Silalahi mengenai gambaran stres pada mahasiswa tahun
pertama Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara juga mengatakan
bahwa mahasiswa tahun pertama memiliki tingkat stres yang tinggi, dengan stres
ringan sebanyak 46 orang (46%), stres sedang 46 orang (46%) dan stres berat
sebanyak 8 orang (8%).8
Gangguan menstruasi dikelompokkan menjadi 4 kategori, yakni gangguan
lama dan jumlah darah saat menstruasi (menoragia, hipomenorea), gangguan
siklus menstruasi (amenorea, oligomenorea, polimenorea), gangguan lain yang
berhubungan dengan menstruasi (dismenorea, PMS) dan perdarahan diluar
menstruasi.22 Kejadian gangguan menstruasi pada mahasiswi preklinik Fakultas
Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah pada tahun 2019 terjadi sebanyak 177
responden (94,7%) dari 187 responden. Gangguan yang banyak terjadi adalah
dismenorea, dengan jumlah yang mengalami sebanyak 141 responden (75,4%).
Dua kejadian gangguan menstruasi terbanyak dialami selanjutnya adalah PMS
dan menoragia, yakni sebanyak 127 responden (67,9%) dan 50 responden
(26,7%). Polimenorea dialami oleh 25 responden (13,4%), oligomenorea 21
61

responden (11,2%), hipomenorea 19 responden (10,2%) dan amenorea 9


responden (4,8%). Masing-masing distribusi kejadian gangguan tersebut paling
banyak terdapat pada angkatan 2019, yakni dismenorea dialami oleh 50
responden, PMS 46 responden, menoragia 18 responden, polimenorea 11
responden, oligomenorea 9 responden, hipomenorea 8 responden dan amenorea
6 responden.
Tingginya kejadian dismenorea sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Dwi Rukma Santi dan Eko Teguh Pribadi di Klinik Pratama UIN Sunan
Ampel pada tahun 2018. Penelitian ini mendapatkan hasil dari 192 pasien yang
berkunjung, gangguan yang paling banyak dialami pasien adalah dismenorea
(68,05%). Dismenorea merupakan nyeri pada perut bagian bawah yang dapat
dirasakan sebelum atau selama menstruasi. Nyeri dapat menyebar hingga area
punggung bagian bawah dan paha bagian atas dan dapat terjadi bersamaan
dengan sakit kepala, rasa mual, atau diare. Nyeri ini disebabkan oleh
meningkatnya pelepasan prostaglandin pada uterus akibat penurunan hormon
ovarium pada fase luteal dan awal fase menstrual yang mengakibatkan kontraksi
ritmik pada uterus.22,24,26
Dismenorea umumnya tidak berlangsung lebih dari 3 hari. Selain akibat
respon fisiologis, dismenorea dapat disebabkan oleh gangguan atau penyakit
pada organ seperti endometriosis, adenomiosis, endometritis, Pelvic
Inflammatory Disease (PID), kista ovarium, malformasi kongenital pelvis dan
stenosis serviks. Selain itu juga terdapat beberapa faktor yang memiliki peran
penting pada kejadian dismenorea yaitu faktor kejiwaan dan psikis, biasa terjadi
pada perempuan remaja yang memiliki emosi tidak stabil sehingga
kecenderungan timbulnya dismenorea akan tinggi. Faktor pendidikan, kebiasaan
olahraga, gizi dan psikis dapat saling berpengaruh. Kejadian dismenorea juga
dapat memicu bahkan memperparah keadaan psikis dan kejiwaan penderita.
Prawirohardjo mengatakan bahwa kejadian dismenorea menyebabkan wanita
tidak bisa beraktivitas secara normal.22 48,49
62

Penelitian yang dilakukan oleh Amelia Rosita pada tahun 2015 mengenai
hubungan dismenorea dengan aktivitas belajar mahasiswi di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mendapatkan
hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dismenorea dan aktivitas
belajar. Jumlah mahasiswi yang mengalami dismenorea dan memiliki gangguan
aktivitas belajar sebesar 95,8%.50 Nyeri yang dirasakan saat dismenorea bersifat
subjektif, sehingga persepsi nyeri pada tiap orang berbeda. Karena itu gangguan
aktivitas yang dialami memiliki persepsi yang berbeda pula. Selain itu, terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas belajar yakni faktor internal
berupa aspek fisiologis dan psikologis serta aspek eksternal berupa lingkungan
sosial dan nonsosial.51
Pada analisis data sebelumnya, hubungan tingkat stres terhadap kejadian
gangguan menstruasi pada mahasiswi preklinik di Fakultas Kedokteran UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019, didapatkan bahwa diantara seluruh jenis
gangguan menstruasi yang ada, tingkat stres memiliki hubungan yang
bermakna dengan kejadian dismenorea dan PMS. Hasil uji rank spearman
antara tingkat stres dan kejadian dismenorea didapat nilai P= 0,036 dan koefisien
korelasi = 0,154. Nilai P < 0,05 menunjukkan bahwa terdapat hubungan
bermakna antara tingkat stress terhadap kejadian dismenorea. Nilai
koefisien korelasi sebesar 0,154 menunjukkan terdapat hubungan yang searah
tetapi lemah. Hubungan yang searah artinya semakin tinggi tingkat stres maka
kejadian dismenorea juga akan semakin tinggi. Meskipun gangguan dismenorea
paling banyak terjadi, hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Yufika, Wawang dan Dony pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas
Islam Bandung mengenai hubungan antara tingkat stres dengan dismenorea.
Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara tingkat stress terhadap kejadian dismenorea (P= 0,63 atau P > 0,05).52
Hasil uji rank spearman antara tingkat stres dan kejadian PMS didapat nilai
P= 0,036 dan koefisien korelasi = 0,000. Nilai P < 0,05 menunjukkan bahwa
terdapat hubungan bermakna antara tingkat stress terhadap kejadian
63

PMS. Nilai koefisien korelasi sebesar 0,294 menunjukkan terdapat hubungan


yang searah dan cukup kuat. Hubungan yang searah artinya semakin tinggi
tingkat stres maka kejadian PMS juga akan semakin tinggi. Hal ini sejalan
dengan peneliltian yang dilakukan oleh Haris Abdullah mengenai hubungan
tingkat stres dengan PMS yang terjadi pada mahasiswi tahun pertama di Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang tahun 2011. Hasil penelitian ini
didapatkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat stres dengan
kejadian PMS (P= 0,000 atau P < 0,05).53
PMS dapat terjadi akibat perubahan hormonal yang terjadi sebelum
menstruasi. Penurunan kadar estrogen setelah terjadinya ovulasi dapat
mempengaruhi serotonin. Serotonin sendiri merupakan neurotransmitter yang
memegang peranan dalam regulasi emosi. Keadaan stres yang berkelanjutan
dapat meningkatkan hormon kortisol sehingga menyebabkan penurunan
serotonin di otak, termasuk dopamin. Dalam keadaan normal, neurotransmitter
ini mengatur proses biologis seperti tidur, nafsu makan, energi dan suasana hati
(mood) serta emosi. Akibatnya keadaan stres dapat mempengaruhi kejadian
PMS, baik memicu ataupun memperparah kejadian PMS.2,54
Peningkatan hormon kortisol saat stres dapat menghambat sekresi GnRH
oleh hipotalamus, sehingga terjadi perubahan kadar FSH dan LH. Akibat
fluktuasi hormon tersebut, lama proses pada fase proliferasi dan sekretori dapat
mengalami pemendekan ataupun pemanjangan. Pemendekan dan pemanjangan
pada fase ini dapat menyebabkan pemendekan dan pemanjangan pada siklus
menstruasi sehingga gangguan siklus menstruasi dapat terjadi.55 Selain dapat
mengganggu lama proses fase proliferatif dan fase sekretori, menurunnya kadar
FSH dan LH juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan estrogen dan
progesteron sehingga mengganggu proses penebalan endometrium pada kedua
fase tersebut. Akibatnya gangguan lama dan jumlah darah saat menstruasi juga
dapat terjadi.24
Teori mengenai gangguan siklus serta gangguan lama dan jumlah darah
saat menstruasi di atas tidak sejalan dengan hasil penelitian yang ada. Hasil uji
64

analisis rank spearman antara tingkat stres dan kejadian gangguan siklus
menstruasi serta kejadian gangguan lama dan jumlah darah saat menstruasi pada
penelitian ini mendapatkan hasil yang tidak signifikan. Hasil uji analisis rank
spearman pada kejadian amenorea mendapat nilai P = 0,078 dan koefisien
korelasi = 0,129, pada kejadian oligomenorea mendapat nilai P = 0,327 dan
koefisien korelasi = 0,072 dan pada kejadian polimenorea mendapat nilai P =
0,306 dan koefisien korelasi = 0,075. Nilai P > 0,05 menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat stres terhadap kejadian
amenorea, oligomenorea dan polimenorea. Nilai koefisien korelasi yang
positif namun < 0,25 menunjukkan bahwa antara tingkat stres dengan kejadian
amenorea, oligomenorea dan polimenorea memiliki hubungan yang searah
tetapi lemah.
Hasil uji analisis rank spearman pada kejadian menoragia mendapat nilai
P = 0,471 dan koefisien korelasi = 0,053 dan pada kejadian hipomenorea
mendapat nilai P = 0,739 dan koefisien korelasi = -0,024. Nilai P > 0,05
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
tingkat stres terhadap kejadian menoragia dan hipomenorea. Nilai koefisien
korelasi < 0,25 menunjukkan bahwa antara tingkat stres dan kejadian
menoragia dan hipomenorea memiliki hubungan yang lemah. Nilai koefisien
korelasi negatif menunjukkan hubungan yang tidak searah, sehingga dapat
dikatakan bahwa tingkat stres tidak memiliki hubungan yang searah dengan
kejadian hipomenoragia tetapi memiliki hubungan yang searah dengan
menoragia. Hubungan yang searah artinya semakin tinggi tingkat stres maka
kejadian menoragia juga akan semakin tinggi. Tetapi, dikarenakan tingkat
hubungan yang lemah maka belum tentu tingkat stres yang tinggi dapat
menyebabkan kejadian menoragia juga menjadi tinggi.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Syrojuddin Hadi, Taufik Zain,
dan Fika Ekayanti mengenai pengaruh tingkat stres terhadap pola menstruasi
pada mahasiswa preklinik Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013
65

mengatakan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat stres


terhadap pola menstruasi, dengan hasil uji somers’d menunjukkan nilai P= 0,559
atau P > 0,05 dengan kekuatan korelasi yang sangat lemah (r= 0,064) serta arah
korelasi yang positif.56
Meskipun hasil penelitian yang didapat oleh peneliti tidak sejalan dengan
teori yang ada, penelitian yang dilakukan oleh Ekpenyong, dkk pada tahun 2011
menyenai hubungan stres akademik dan gangguan menstruasi pada mahasiswi di
Nigeria mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara stres
dan kejadian gangguan menstruasi dengan nilai P < 0,05 (P = 0,015). Kejadian
gangguan menstruasi yang diteliti adalah amenorea, menoragia, oligomenorea
dan PMS.57
Terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil penelitian ini. Salah
satunya adalah kondisi psikologis responden.56 Kondisi psikologis responden
dapat berpengaruh pada hasil penelitian karena onset stres tiap responden saat
penelitian berbeda. Pada keadaan akut, efek kortisol terhadap supresi GnRH tidak
muncul sedangkan pada keadaan kronik dapat menyebabkan hypogonadotropic
anovulation atau hypothalamic functional amenorrhea.39,58

4.5 Keterbatasan Penelitian


1. Penelitian ini menggunakan kuesioner, sehingga data yang diperoleh bersifat
subjektif.
2. Variabel penelitian diobservasi dalam satu waktu dan tanpa follow up,
sehingga tidak mengetahui perkembangan lanjut dari kesehatan mental
responden.
3. Penentuan diagnosis gangguan menstruasi yang terjadi pada responden
sangat subjektif, karena hanya melalui data dari kuesioner. Sedangkan untuk
mendiagnosis secara tepat harus dilakukan dengan anamnesis, lalu
dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
1. Prevalensi tingkat stres pada mahasiswi preklinik di Fakultas Kedokteran
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019 yaitu stres ringan 12,3%, stres
sedang 11,8%, stres berat 9,1% dan stres sangat berat sebesar 5,9%.
2. Prevalensi kejadian gangguan menstruasi pada mahasiswi preklinik di
Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019 sebesar
94,7%.
3. Prevalensi kejadian menstruasi pada mahasiswi preklinik di Fakultas
Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berdasarkan subkategorinya
yaitu menoragia 26,7%, hipomenorea 10,2%, amenorea 4,8%, oligomenorea
11,2%, polimenorea 13,4%, dismenorea 75,4% dan PMS 67,9%.
4. Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat hubungan bermakna antara tingkat
stres terhadap kejadian dismenorea dan PMS pada mahasiswi preklinik di
Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019.

5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian dan pemeriksaan lebih lanjut untuk
mengidentifikasi perkembangan stres pada mahasiswa preklinik di Fakultas
Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terutama pada mahasiswa
tingkat pertama.
2. Sebaiknya dilakukan penelitian pada variabel lain yang juga berhubungan
dengan stres dan kejadian gangguan menstruasi pada mahasiswi preklinik di
Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh dismenorea dan PMS
terhadap aktivitas belajar pada mahasiswi preklinik di Fakultas Kedokteran
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

66
67

4. Perlu dilakukan penelitian mengenai tatalaksana yang efektif terhadap stres


serta kejadian gangguan menstruasi yang dialami mahasiswi preklinik di
Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Sebaiknya dilakukan sosialisasi mengenai bagaimana cara mencegah atau
mengurangi terjadinya dismenorea dan PMS.
BAB VI
KERJASAMA PENELITIAN

Penelitian ini merupakan kerjasama mahasiswa dengan kelompok riset


kesehatan reproduksi Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dibawah bimbingan dr. Risahmawati, Dr. Med. Sc., dan dr.
Regintha Yasmeen Burju Bachtum, Sp.OG

68
DAFTAR PUSTAKA

1. Aref N, Rizwan F, Abbas MM. Frequency of Different Menstrual Disorders


among Female Medical Students at Taif Medical College Obstetrics and
Gynecology Department Taif Medical College , KSA. World J Med Sci 2015;
12: 109–114.
2. Santi DR. Kondisi Gangguan Menstruasi pada Pasien yang Berkunjung di Klinik
Pratama UIN Sunan Ampel Menstrual Disorders Condition of Patients Treated
at UIN Sunan Ampel ’ s Primary Clinic. J Heal Sci Prev 2018; 2: 14–21.
3. Kemenkes RI. RISKESDAS 2013. Jakarta. Epub ahead of print 2013. DOI: 1
Desember 2013.
4. Kemenkes RI. RISKESDAS 2018. Jakarta,
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil Riskesdas 2018.pdf
(2018).
5. Eysel UT. Stress: Definition and history. Encycl Neurosci 2009; 141–147.
6. Shah N. Understanding stress. Vet Nurs J 2015; 24: 36–37.
7. Ambarwati PD, Pinilih SS, Astuti RT. Gambaran Tingkat Stress Mahasiswa. J
Keperawatan 2017; 5: 40–47.
8. Silalahi N. Gambaran Stress pada Mahasiswa Tahun Pertama Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara, 2010.
9. Fatimah A, Prabandari YS, Emilia O. Mahasiswi Di Asrama Sekolah. BKM J
Community Med Public Heal 2016; 7–12.
10. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook
of Psychiatry Tenth Edition. 10th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer, 2017.
11. Selye H. The Stress of Life. Second edi. New York: Mc Graw Hill Education,
1978.
12. Waitz G, Stromme S, Railo WS. Conquer Stress with Grete Waitz. Bandung:
Angkasa, 1983.
13. Piperopoulos GP. Control Your Stress and Manage Your Time! First edit.,

69
bookboon.com (2017).
14. Noviana E. Pengaruh Tingkat Stres dengan Menstruasi Terhadap Wanita Usia
Reproduktif pada Mahasiswi Kedokteran FK USU. Universitas Sumatera Utara,
http://repositori.usu.ac.id (2018).
15. Puspitaningsih D. Stress Mahasiswa saat Penyusunan Karya Tulis Ilmiah di
Poltekkes Majapahit Mojokerto. Hosp Majapahit 2015; VII: 19–22.
16. Mai J. The Human Nervous System. Third edit. Cambridge, Massachusetts:
Academic Press, Inc, 2011.
17. Benson H, Klipper M. The Relaxation Response. Re-issue e. New York: Harper
Torch, 2000.
18. Sukadiyanto S. Stress Dan Cara Menguranginya. J Cakrawala Pendidik 2017;
1: 55–66.
19. Myers L, Fleming M, Lancman M, et al. Stress coping strategies in patients with
psychogenic non-epileptic seizures and how they relate to trauma symptoms,
alexithymia, anger, and mood. J Seizure 2013; 22: 634–639.
20. Rasmun. Stress, Koping, dan Adaptasi: Teori dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta: Sagung Seto, 2009.
21. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy & Physiology 14th Edition.
2014. Epub ahead of print 2014. DOI: 10.1017/CBO9781107415324.004.
22. Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. Ketiga. Jakarta: PT. BINA PUSTAKA
SARWONO PRAWIROHARDJO, 2011. Epub ahead of print 2011. DOI:
10.1017/CBO9781107415324.004.
23. Marieb EN, Hoehn K. Human Anatomy & Physiology. 9th ed. United States:
Pearson Education, Inc, 2013.
24. Sherwood L. Human Physiology From Cells to Systems. Ninth Edit. Boston:
Cengage Learning, www.cengage.com (2016).
25. Speroff L, Fritz M. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Seventh
ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005.
26. Warianto C. Daur Menstruasi. 2011; 1–4.
27. Ely J, Kennedy C, Clark E, et al. Abnormal Uterine Bleeding: A Management

70
Algorithm. J Am Board Fam Med 2006; 19: 590–602.
28. Hestiantoro A, Wiweko B. Panduan Tatalaksana Perdarahan Uterus Disfungsi.
Perkumpulan Fertilitas Endokrinologi Reproduksi, Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi, 2007.
29. Begum M, Das S, Sharma HK. Menstrual Disorder: Causes and Natural
Remedies. J Pharm Chem Biol Sci 2016; 4: 307–320.
30. Fraser IS, Critchley HOD, Broder M, et al. The FIGO recommendations on
terminologies and definitions for normal and abnormal uterine bleeding. Semin
Reprod Med 2011; 29: 383–390.
31. Halle G. Menstrual Disorders. 34.
32. Jarvis CI, Morin AK. Menstrual-Related Disorders. Women’s Men’s Heal 2009;
91: 77–94.
33. Albert J, Hull S, Wesley R. Abnormal Uterine Bleeding. Am Fam Physician
2004; 69: 1915–26.
34. Alvero R, Schlaff W. Abnormal Uterine Bleeding. In: Reproductive
Endocrinology and Infertility. The Requisites in Obstetrics and Gynecology.
Philadelphia: Mosby Elsevier, 2007, hal. 77–91.
35. Djuwantono. Memahami Infertilitas. Bandung: PT. Refika Aditama, 2008.
36. Indarwati I, Budihastuti UR, Dewi YLR. Analysis of Factors Influencing Female
Infertility. J Matern Child Heal 2017; 02: 150–161.
37. Berga S, Louck T. Stress Induced Anovulation. USA: Elsevier, 2007.
38. Sarafino, Edward P, Timothy W. Health Psychology: Biopsychosocial
Interaction. Seventh ed. USA: John Wiley & Son, Inc, 2008.
39. David HA, Shu CF, Deborah KB, et al. Non Human Primates Contribute Unique
Understanding to Anovulatory Infertility in Women. ILAR J; 45.
40. Crawford, J.R & Henry, J.D. (2003). Lovibond, S.H. & Lovibond PF.
Depression , Anxiety and Stress Scales ( DASS-42 ). Br J Clin Psychol 2003;
42: 111–131.
41. Damanik ED. DASS42 Bahasa Indonesia Damanik,
http://www2.psy.unsw.edu.au/dass/Indonesian/Damanik.htm (2011).

71
42. Damanik ED. The Measurement of Reliability, Validity, Items Analysis and
Normative Data of Depression Anxiety Stress Scale (DASS). Jakarta.
43. Boone W, Staver R, Yale S. Rasch Analysis in The Human Sciences. London,
UK: Springer, 2014.
44. Linacre J. User’s Guide to WINSTEPS MINISTEP Rasch-Model Computer
Programs. 2016.
45. Sumintono B, Widhiarso W. Aplikasi Pemodelan Rasch pada Assessment
Pendidikan. Cimahi: Trim Komunikata, 2015.
46. Alagumalai S, Curtis D, Hungi N. Applied Rasch Measurement: A Book of
Exemplars. Dordrecht: Springer, 2005.
47. Nubayani S. Program Percepatan Kelas Bagi Siswa yang Memiliki Kemampuan
Unggul. Universitas Pendidikan Indonesia, 2012.
48. Setiawati S. Pengaruh Stres terhadap Siklus Menstruasi pada Remaja. Majority
2015; 4: 94–98.
49. Novak B, Berek. Berek & Novak’s Gynecology. 15th ed. United States, 2012.
50. Rosita A. Hubungan Nyeri Haid dengan Aktivitas Belajar Mahasiswi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2015.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.
51. Nusandika N. Konsep Aktivitas Belajar, repository.uin-suska.ac.id/672/3/BAB
II(19).pdf.
52. Pialiani, Y. Wawang S.S., Sukarya DSR. Hubungan Antara Tingkat Stres
dengan Dismenore pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Bandung. Pros Pendidik Dr 2018; 4: 89–96.
53. Haris A. Hubungan antara Stress terhadap Premenstrual Syndrome (PMS) pada
Mahasiswa Tahun Pertama di Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Malang. Malang, 2016. Epub ahead of print 2016. DOI:
10.1145/3132847.3132886.
54. Cristy D, Ritung N, Olivia S. Hubungan stres terhadap Premenstrual Syndrome
( PMS ) pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Angkatan 2011. Tarumanagara Med J 2018; 1: 59–62.

72
55. Rakhmawati A, Dieny FF. Hubungan Obesitas dengan Kejadian Gangguan
Siklus Menstruasi pada Wanita Dewasa Muda. J Nutr Coll 2013; 2: 214–222.
56. Hadi S, Zain T, Ekayanti F. Pengaruh Tingkat Stress Terhadap Pola Menstruasi
Pada Mahasiswi Preklinik Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013. J Med
Islam 2013; 10: 1–5.
57. Ekpenyong CE, Davis KJ, Akpan UP, et al. Academic stress and menstrual
disorders among female undergraduates in Uyo, South Eastern Nigeria - The
need for health education. Niger J Physiol Sci 2011; 26: 193–198.
58. Young EA. The Hypothalamic-Pituitary_Gonadal Axis in Mood Disorders.
Endocrinal Metab Clin N 2002; 31: 63–78.

73
LAMPIRAN
Lampiran 1
Informed Consent
LEMBAR PENJELASAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Nursalsabila
NIM : 11161030000074
Program Studi : Kedokteran
Bermaksud akan mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Stress terhadap Kejadian
Gangguan Menstruasi Pada Mahasiswi Preklinik di Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2019” untuk melengkapi skripsi sebagai tugas akhir saya untuk menyelesaikan
pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini berguna untuk melihat adakah hubungan antara stress dengan kejadian gangguan
menstruasi. Di dalam kuesioner ini terdapat pertanyaan mengenai identitas, pertanyaan mengenai
stress dan seputar menstruasi yang anda alami.
Pengisian kuesioner ini tidak akan menimbulkan kerugian bagi anda. Semua informasi dari hasil
kuesioner dan penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya dan hanya akan digunakan untuk
kepentingan penelitian yang telah disebutkan di atas. Jika anda bersedia menjadi responden, maka
saya mohon kesediaan anda untuk menandatangani lembar persetujuan yang saya lampirkan
berikut. Biaya penelitian tidak akan dibebankan kepada anda.
Atas perhatian dan kesediaan waktu anda, saya mengucapkan terima kasih. Semoga partisipasi dan
kesediaan anda dalam penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

Ciputat, Oktober 2019

Peneliti,

NURSALSABILA
NIM. 11161030000074

74
LEMBAR PERSETUJUAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama :
Umur :
Jenis Kelamin : L/P
Angkatan :
Telah menerima penjelasan dari peneliti (Nursalsabila) secara jelas tentang penelitian “Hubungan
Stress terhadap Kejadian Gangguan Menstruasi Pada Mahasiswi Preklinik di Fakultas Kedokteran
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019”.
Dengan ini saya menyatakan bahwa saya bersedia menjadi responden penelitian tersebut secara
sukarela dan tanpa paksaan.
Demikian surat pernyataan ini untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Ciputat, November 2019

Responden

( )

75
Lampiran 2
Kuesioner
DEPRESSION ANXIETY STRESS SCALE 42

Kuesioner ini terdiri dari berbagai pernyataan yang mungkin sesuai dengan pengalaman anda
dalam menghadapi situasi hidup sehari-hari. Terdapat empat pilihan jawaban yang disediakan
untuk setiap pernyataan yaitu:
0 : Tidak sesuai dengan saya sama sekali, atau tidak pernah.
1 : Sesuai dengan saya sampai tingkat tertentu, atau kadang kadang.
2 : Sesuai dengan saya sampai batas yang dapat dipertimbangkan, atau lumayan sering.
3 : Sangat sesuai dengan saya, atau sering sekali.

Selanjutnya, anda diminta untuk menjawab dengan cara memberi tanda silang (X) pada
salah satu kolom yang paling sesuai dengan pengalaman anda selama satu minggu terakhir
ini. Tidak ada jawaban yang benar ataupun salah, karena itu isilah sesuai dengan keadaan diri
anda yang sesungguhnya, yaitu berdasarkan jawaban pertama yang terlintas dalam pikiran anda.

No PERNYATAAN 0 1 2 3

Saya merasa bahwa diri saya menjadi marah karena hal-hal


1
sepele.
2 Saya merasa bibir saya sering kering.
3 Saya sama sekali tidak dapat merasakan perasaan positif.
Saya mengalami kesulitan bernafas (misalnya: seringkali
4 terengah-engah atau tidak dapat bernafas padahal tidak
melakukan aktivitas fisik sebelumnya).
5 Saya sepertinya tidak kuat lagi untuk melakukan suatu kegiatan.
6 Saya cenderung bereaksi berlebihan terhadap suatu situasi.
7 Saya merasa goyah (misalnya, kaki terasa mau ’copot’).
8 Saya merasa sulit untuk bersantai.

76
Saya menemukan diri saya berada dalam situasi yang membuat
9 saya merasa sangat cemas dan saya akan merasa sangat lega jika
semua ini berakhir.
Saya merasa tidak ada hal yang dapat diharapkan di masa
10
depan.
11 Saya menemukan diri saya mudah merasa kesal.
Saya merasa telah menghabiskan banyak energi untuk merasa
12
cemas.
13 Saya merasa sedih dan tertekan.
Saya menemukan diri saya menjadi tidak sabar ketika
14 mengalami penundaan (misalnya: kemacetan lalu lintas,
menunggu sesuatu).
15 Saya merasa lemas seperti mau pingsan.

No PERNYATAAN 0 1 2 3

16 Saya merasa saya kehilangan minat akan segala hal.


Saya merasa bahwa saya tidak berharga sebagai seorang
17
manusia.
18 Saya merasa bahwa saya mudah tersinggung.
Saya berkeringat secara berlebihan (misalnya: tangan
19 berkeringat), padahal temperatur tidak panas atau tidak
melakukan aktivitas fisik sebelumnya.
20 Saya merasa takut tanpa alasan yang jelas.
21 Saya merasa bahwa hidup tidak bermanfaat.
22 Saya merasa sulit untuk beristirahat.
23 Saya mengalami kesulitan dalam menelan.
Saya tidak dapat merasakan kenikmatan dari berbagai hal yang
24
saya lakukan.
Saya menyadari kegiatan jantung, walaupun saya tidak sehabis
25 melakukan aktivitas fisik (misalnya: merasa detak jantung
meningkat atau melemah).
26 Saya merasa putus asa dan sedih.
27 Saya merasa bahwa saya sangat mudah marah.
28 Saya merasa saya hampir panik.

77
Saya merasa sulit untuk tenang setelah sesuatu membuat saya
29
kesal.
Saya takut bahwa saya akan ‘terhambat’ oleh tugas-tugas sepele
30
yang tidak biasa saya lakukan.
31 Saya tidak merasa antusias dalam hal apapun.
Saya sulit untuk sabar dalam menghadapi gangguan terhadap
32
hal yang sedang saya lakukan.
33 Saya sedang merasa gelisah.
34 Saya merasa bahwa saya tidak berharga.
Saya tidak dapat memaklumi hal apapun yang menghalangi
35
saya untuk menyelesaikan hal yang sedang saya lakukan.
36 Saya merasa sangat ketakutan.
37 Saya melihat tidak ada harapan untuk masa depan.
38 Saya merasa bahwa hidup tidak berarti.
39 Saya menemukan diri saya mudah gelisah.
Saya merasa khawatir dengan situasi dimana saya mungkin
40
menjadi panik dan mempermalukan diri sendiri.
41 Saya merasa gemetar (misalnya: pada tangan).
Saya merasa sulit untuk meningkatkan inisiatif dalam
42
melakukan sesuatu.

Harap diperiksa kembali, jangan sampai ada yang terlewatkan. Terima kasih.

78
Jawablah pertanyaan berikut sesuai dengan kondisi dan perasaan anda!

1. Apakah anda memiliki gangguan hormonal?


a. Ya, (sebutkan) …………………………..
b. Tidak

2. Apakah anda memiliki kelainan ginekologi (mioma, polip, dll)?


a. Ya, (sebutkan) …………………………..
b. Tidak

3. Apakah anda mengonsumsi obat-obatan tertentu?


a. Ya, (sebutkan) …………………………..
b. Tidak

4. Apakah dalam sebulan terakhir hingga saat ini anda merasa stress?
a. Ya
b. Tidak

5. Apakah anda mengalami menstruasi dalam 3 bulan terakhir?


a. Ya
b. Tidak

6. Berapa hari jarak antara hari pertama menstruasi terakhir anda dengan hari
pertama menstruasi sebelumnya?
a. < 21 hari
b. 21-35 hari
c. > 35 hari

7. Apakah anda merasa menstruasi anda menjadi lebih sering saat stress?
a. Ya
b. Tidak

8. Apakah anda merasa menstruasi anda menjadi lebih jarang saat stress?
a. Ya
b. Tidak

9. Berapa hari anda mengalami menstruasi dalam 1 siklus?


a. < 3 hari

79
b. 3-7 hari
c. > 7 hari

10. Saat menstruasi, berapa kali anda mengganti pembalut dalam sehari?
a. < 2 kali
b. 2-6 kali
c. > 6 kali

11. Apakah anda merasa durasi menstruasi anda lebih panjang atau darah
menstruasi anda lebih banyak saat stress?
a. Ya
b. Tidak

12. Apakah anda merasa durasi menstruasi anda lebih singkat atau darah
menstruasi anda lebih sedikit saat stress?
a. Ya
b. Tidak

13. Berikut terdapat beberapa keluhan yang dapat terjadi beberapa hari sebelum
atau saat menstruasi. Anda dapat memberi tanda ceklis (√) pada kolom YA
atau TIDAK sesuai dengan kondisi anda.

No Keluhan Ya Tidak
1 Kram/nyeri pada perut bagian bawah
2 Gangguan mood (tiba-tiba merasa senang, sedih, takut, cemas,
atau haru)
3 Penurunan minat terhadap aktivitas rutin
4 Mudah lelah
5 Susah berkonsentrasi
6 Perubahan nafsu makan (lebih sering makan atau lebih sedikit
makan, ingin makan makanan tertentu seperti makanan manis
atau asin)
7 Susah tidur
8 Kehilangan control diri (sensitif, mudah marah)
9 Nyeri pada payudara
10 Nyeri pada sendi
11 Sakit kepala

80
14. Apakah keluhan yang anda rasakan pada tabel di atas membuat aktivitas sehari-
hari anda menjadi terganggu?
a. Ya
b. Tidak

15. Apakah anda merasa keluhan yang anda rasakan pada tabel di atas terjadi saat
stress?
a. Ya
b. Tidak

81
Lampiran 3
Riwayat Penulis
RIWAYAT HIDUP PENULIS
DATA PRIBADI
Nama : Nursalsabila
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat tanggal lahir : Palembang, 29 April 1999
Status : Belum menikah
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kertamukti, Gg. Buni, No. 51, Ciputat 15419
No. Telepon : 081293712424
Email : fy.salsabil@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun 2004 – 2010 : MI. Istiqomah Sekayu
Tahun 2010 – 2013 : MTs Negeri Sekayu
Tahun 2013 – 2016 : MAN 1 Musi Banyuasin
Tahun 2016 – sekarang : Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

PENGALAMAN ORGANISASI
1. Anggota USMR tahun 2016/2017
2. Sekretaris DIKLAT USMR periode 2017/2018
3. Sekretaris Medical Researcher UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode
2016/2017 – 2017/2018
4. Sekretaris Senat Mahasiswa periode 2019

82

Anda mungkin juga menyukai