Anda di halaman 1dari 100

SKRIPSI

PERBANDINGAN KUALITAS HIDUP ANTARA PASIEN


PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI
TERAPI CAPD DENGAN HEMODIALISIS DI RSUD
ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA

DIPO TRY HARTO NUSANTARA


1510015075

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
FEBRUARI 2020
SKRIPSI

PERBANDINGAN KUALITAS HIDUP ANTARA PASIEN


PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI
TERAPI CAPD DENGAN HEMODIALISIS DI RSUD
ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana


Kedokteran (S.Ked.)

DIPO TRY HARTO NUSANTARA


1510015075

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
FEBRUARI 2020

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

PERBANDINGAN KUALITAS HIDUP ANTARA PASIEN PENYAKIT GINJAL


KRONIK YANG MENJALANI TERAPI CAPD DENGAN HEMODIALISIS DI RSUD
ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna
meraih gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked.)

Oleh :

DIPO TRY HARTO NUSANTARA


1510015075

Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Hadi Irawiraman, M.Kes, Sp.PA dr. Nirampabudi Devianto, Sp.PD


NIP.19670617 200012 1 001 NIP. 19681203 199803 1 004

Universitas Mulawarman
Fakultas Kedokteran
Dekan,

dr. Ika Fikriah, M.Kes


NIP. 19691018 200212 2 001

iii
LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI

PERBANDINGAN KUALITAS HIDUP ANTARA PASIEN PENYAKIT GINJAL


KRONIK YANG MENJALANI TERAPI CAPD DENGAN HEMODIALISIS DI RSUD
ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA

Oleh :

DIPO TRY HARTO NUSANTARA


1510015075

Telah dipertahankan di depan Penguji


Pada tanggal 25 Februari 2020
dinyatakan telah memenuhi syarat

Komisi Penguji

Penguji I Penguji II

dr. Hadi Irawiraman, M.Kes, Sp.PA dr. Nirampabudi Devianto, Sp.PD


NIP. 19670617 200012 1 001 NIP. 19681203 199803 1 004

Universitas Mulawarman
Fakultas Kedokteran
Dekan,

dr. Ika Fikriah, M.Kes


NIP. 19691018 200212 2 001

iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Dipo Try Harto Nusantara


N.P.M : 1510015075
Program Studi : Kedokteran
Fakultas : Kedokteran
Judul Skripsi : Perbandingan Kualitas Hidup Antara Pasien Penyakit
Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi CAPD Dengan
Hemodialisis Di RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda

Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Skripsi yang telah saya buat ini
merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di kemudian
hari penulisan Skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap karya
orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia
menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di Universitas Mulawarman.

Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan

Penulis,

Materai 6000

Dipo Try Harto Nusantara

v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Perbandingan Kualitas
Hidup Antara Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi CAPD Dengan
Hemodialisis Di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda” yang merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
Penulis menyadari bahwa dengan bantuan berbagai pihak penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Masjaya, M.Si selaku Rektor Universitas Mulawarman.
2. dr. Ika Fikriah, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. Siti Khotimah, M.Kes selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter.
4. dr. Loly Rotua Dharmanita Siagian, M.Kes, Sp.PK dan dr. Hadi Irawiraman, M.Kes,
Sp.PA selaku dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan banyak ilmu,
pengalaman, bimbingan, tenaga, kasih dan perhatian yang sangat dibutuhkan dalam
proses penulisan skripsi ini agar penulis tetap berjuang dan tetap semangat.
5. dr. Nirapambudi Devianto, Sp.PD selaku pembimbing II yang telah menyediakan
waktu untuk memberikan saran, ide, dan bimbingan yang sangat dibutuhkan kepada
penulis agar tidak patah semangat dalam mengerjakan skripsi ini.
6. Dr. dr. Lily Pertiwi Kalalo, Sp.PK selaku penguji I yang telah menyediakan waktu
untuk memberikan kritik, saran, ide, dan bimbingan yang sangat dibutuhkan kepada
penulis agar tidak patah semangat dalam mengerjakan skripsi ini.
7. dr. Hary Nugroho, M.Kes selaku penguji II yang telah menyediakan waktu untuk
memberikan kritik, saran, ide, dan bimbingan yang sangat dibutuhkan kepada penulis
agar tidak patah semangat dalam mengerjakan skripsi ini.
8. Dr. dr. Yadi, M.Kes selaku dosen pembimbing akademik atas dukungan, bimbingan,
dan perhatian yang diberikan kepada penulis selama menjalani perkuliahan.

vi
9. Seluruh dosen pengajar, staf akademik, kemahasiswaan, perpustakaan, dan seluruh
staf di Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman yang telah banyak membantu
peneliti selama menempuh pendidikan.
10. Seluruh pasien yang dengan senang hati turut serta dalam penelitian ini dan telah
memberikan penulis banyak pengalaman.
11. Seluruh staff unit hemodialisis dan staff rekam medis di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda yang telah membantu pengambilan data selama penulis
melakukan penelitian.

Akhir kata dengan penuh kerendahan hati penulis memohon maaf apabila terdapat kata–
kata yang kurang berkenan dalam penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa masih
banyak kekurangan dalam skripsi ini. Namun penulis berharap penelitian ini dapat
bermanfaat bagi masyarakat, instansi terkait serta untuk perkembangan dan kemajuan ilmu di
bidang kedokteran. Amin

Samarinda, 20 Februari 2020


Penulis,

Dipo Try Harto Nusantara

vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman, saya yang


bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Dipo Try Harto Nusantara
NIM : 1510015075
Program Studi : Kedokteran
Fakultas : Kedokteran
Jenis karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Hak Bebas Royalti atas karya ilmiah
saya yang berjudul:
PERBANDINGAN KUALITAS HIDUP ANTARA PASIEN PENYAKIT
GINJAL KRONIK YANG MENJALANI TERAPI CAPD DENGAN
HEMODIALISIS DI RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA.
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti ini Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan skripsi saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Samarinda
Pada tanggal : 20 Februari 2020
Yang menyatakan,

Dipo Try Harto Nusantara

viii
RIWAYAT HIDUP

Nama : Dipo Try Harto Nusantara


Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, Tanggal Lahir : Pekanbaru, 19 Februari 1997
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. Ramania 2 Gg. 2 No.14 Samarinda
Email : dipoompu@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
1. TK Suster Pontianak
2. SD Imanuel Palu (2005-2009)
3. SD Karya Yosef Pontianak (2009-2011)
4. SMP Katolik Santu Petrus Pontianak (2011-2013)
5. SMP Katolik Wr. Soepratman Samarinda (2013)
6. SMAK ST. Fransiskus Assisi Samarinda (2013-2015)
7. Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman (2015-sekarang)

Riwayat Organisasi :
1. Anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNMUL (2015-2017)

Kegiatan yang pernah diikuti :


1. Peserta Cerebrum “Come to Event that remarkably raise bond and unify the medical
student of Mulawarman University” (2015)
2. Panitia Dies Natalis FK Unmul “RENAISSANCE” (Remember The 15th Anniversary
of Mulawarman Medical Faculty in Spectacular Celebration) (2016)
3. Panitia Mulawarman Medical Fair “CARDIO” (Challenge Your Knowledge and
Reach The Best Award in Our Event) (2017)
4. Panitia Pekan Olahraga dan Seni FK Unmul (2017)
5. Panitia Bakti Sosial Raya FK Unmul oleh BEM, TBM Azygos, dan KMM Asy-
Syifaa FK Universitas Mulawarman (2017, 2018)

ix
ABSTRAK

Nama : Dipo Try Harto Nusantra


Program Studi : Kedokteran
Judul : Perbandingan Kualitas Hidup Antara Pasien Penyakit Ginjal Kronik
Yang Menjalani Terapi CAPD Dengan Hemodialisis Di RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda

x
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................................vii
DAFTAR TABEL.............................................................................................................viii
DAFTAR SINGKATAN....................................................................................................ix
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................Error! Bookmark not defined.
1.2 Rumusan Masalah....................................................Error! Bookmark not defined.
1.3 Tujuan Penelitian.....................................................Error! Bookmark not defined.
1.3.1 Tujuan Umum..........................................................Error! Bookmark not defined.
1.3.2 Tujuan Khusus.........................................................Error! Bookmark not defined.
1.4 Manfaat Penelitian...................................................Error! Bookmark not defined.
1.4.1 Manfaat Praktis........................................................Error! Bookmark not defined.
1.4.2 Manfaat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ..............Error! Bookmark not defined.
1.5 Manfaat bagi Peneliti...............................................Error! Bookmark not defined.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................6
2.1 Penyakit Ginjal Kronis..............................................................................................6
2.1.1 Epidemiologi............................................................................................................6
2.1.2 Etiologi.....................................................................................................................7
2.1.3 Patofisiologi..............................................................................................................8
2.1.4 Klasifikasi PGK dan Rencana Tindakan Klinis........................................................9
2.1.5 Manifestasi Klinis...................................................................................................10
2.1.6 Diagnosis................................................................................................................10
2.1.7 Penatalaksanaan......................................................................................................13
2.1.8 Prognosis................................................................................................................14
2.2 Hemodialisis...........................................................................................................15
2.2.1 Indikasi dan Kontraindikasi....................................................................................15
2.2.2 Prinsip Hemodialisis...............................................................................................16
2.2.3 Frekuensi Hemodialisis...........................................................................................19
2.3 Continuous Ambulatory Peritoneal Dialisis............................................................21
2.3.1 Seleksi Pasien Untuk CAPD...................................................................................22

xi
2.3.2 Proses dan Prosedur CAPD.....................................................................................22
2.3.3 Kontraindikasi CAPD.............................................................................................24
2.3.4 Komplikasi Pada CAPD.........................................................................................24
2.3.5 Komplikasi Teknis..................................................................................................25
2.3.6 Komplikasi lain.......................................................................................................26
2.3.7 Komplikasi Medis...................................................................................................26
2.3.8 Faktor Risiko Terjadinya Komplikasi CAPD..........................................................29
2.3.9 Peran Perawat selama PD.......................................................................................32
2.3.10Rawat Inap..............................................................................................................33
2.3.11Sebelum dan selama Pelatihan................................................................................34
2.3.12Perawatan Pasien Di Rumah...................................................................................34
2.4 Kualitas Hidup........................................................................................................35
BAB 3 KERANGKA KONSEP........................................................................................39
3.1 Kerangka Teori.......................................................................................................38
3.2 Kerangka Konsep....................................................................................................40
3.3 Hipotesis Penelitian......................................................................................................40
3.3.1 Hipotesis Null (H0)...................................................................................................40
3.2.2 Hipotesis Alternatif...................................................................................................40
BAB 4 METODE PENELITIAN...........................................Error! Bookmark not defined.
4.1 Desain Penelitian.....................................................Error! Bookmark not defined.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian...................................Error! Bookmark not defined.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian...............................Error! Bookmark not defined.
4.3.1 Populasi Penelitian...................................................Error! Bookmark not defined.
4.4 Cara Pengambilan Sampel dan Besar Sampel Penelitian........Error! Bookmark not
defined.
4.5 Kriteria Sampel dan Penelitian.................................Error! Bookmark not defined.
4.6 Data dan Instrumen Penelitian.................................Error! Bookmark not defined.
4.7 Instrumen Penelitian................................................Error! Bookmark not defined.
4.8 Variabel Penelitian...................................................Error! Bookmark not defined.
4.9 Definisi Operasional................................................Error! Bookmark not defined.
4.10 Pengolahan dan Penyajian Data...............................Error! Bookmark not defined.
4.11 Analisis Data............................................................Error! Bookmark not defined.
4.11.1Analisis Univariat....................................................Error! Bookmark not defined.

xii
4.11.2Analisis Bivariat......................................................Error! Bookmark not defined.
4.12 Alur Penelitian........................................................................................................46
4.13 Jadwal Kegiatan......................................................................................................47
DAFTAR PUSATAKA......................................................................................................48

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Patofisiologi PGK [ CITATION Suw14 \l 1033 ]


Gambar 2.2 Jalur dan Mekanisme Hemodialisis (Bieber & Himmelfarb, 2013)
Gambar 2.3 Akses Vaskular AV Fistula [ CITATION NIH14 \l 1033 ]
Gambar 3.1 Kerangka Konsep

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kriteria PGK NKF-K/DOQI [ CITATION Nat02 \l 1033 ].


Tabel 2.2 Penyebab PGK pada pasien hemodialisis [CITATION Placeholder2 \l 1033 ].
Tabel 2.3 Klasifikasi PGK dan rencana tindakan klinis yang dilakukan [ CITATION Nat02 \l
1033 ].

Tabel 2.4 Gejala dan Tanda Uremik Pada PGK Tahap Lanjut (Arici, 2014).
Tabel 2.5 Nomenklatur regimen Hemodialisis [ CITATION NKF15 \l 1033 ]
Tabel 2.6 Komplikasi pada hemodialisis dan penyebabnya (Bieber & Himmelfarb,2013)

xv
DAFTAR SINGKATAN

PGK : Penyakit Ginjal Kronik


HD : Hemodialisis
CAPD : Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis
LFG : Laju Filtrasi Glomerulus

xvi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu keadaan klinis ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara progresif lambat dan bersifat irreversible.
Menurut National Kidney Foundation (2016) laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang
dari 60 ml/menit/1,73 m2 selama tiga bulan atau lebih [CITATION Nat151 \l 1033 ]. PGK
dapat diklasifikasikan menjadi lima jenis bedasarkan etiologinya, yakni PGK stadium
I, PGK stadium II, PGK stadium III, PGK stadium IV, dan PGK stadium V [ CITATION
Kem17 \l 14345 ]. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah besar di dunia. NKF
menyatakan bahwa diperkirakan 10% populasi di dunia menderita PGK dan lebih dari
1 juta penduduk dunia mengalami kematian akibat pernyakit tersebut [CITATION
Nat151 \l 1033 ].
Global Burden of Disease menyatakan bahwa pada tahun 2010, PGK berada
di urutan ke-27 dalam daftar penyebab kematian di seluruh dunia pada tahun 1990,
pada tahun 2010 mengalami peningkatan yang tajam menjadi urutan ke-18. Angka
kejadian PGK di Indonesia berdasarkan data dari Riskesdas pada tahun 2013,
prevalensi Penyakit Ginjal Kronis sebesar 0,2% dari seluruh penduduk
Indonesia[ CITATION Dep13 \l 1033 ]. Penyakit ginjal kronik menempati peringkat
kedua pembiayaan terbesar dari BPJS kesehatan setelah penyakit jantung [ CITATION
Kem17 \l 1033 ]. Provinsi Kalimantan Timur memiliki prevalensi PGK sebesar 0,1%
dari seluruh penduduk, termasuk pasien yang menjalani pengobatan, transplantasi
ginjal, dialisis peritoneal dan hemodialisis [ CITATION Dep13 \l 1033 ]. Rumah Sakit
Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda yang merupakan pusat rujukan di
Kalimantan Timur menerima banyak kasus PGK di wilayah Kalimantan timur. Data
yang masuk selama tahun 2016 menunjukkan jumlah yang dirawat ialah 1.007 pasien
atau mengalami peningkatan sebesar 24% dari tahun 2015 (RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda, 2017).
Pasien dengan PGK stadium 5 ginjalnya tidak dapat berfungsi dengan baik
sehingga membutuhkan terapi pengganti ginjal (TPG) untuk membuatnya dapat

1
bertahan hidup. Terdapat tiga modalitas pengganti terapi ginjal yaitu hemodialisis
(HD), Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) dan transplantasi ginjal
[ CITATION Suw14 \l 1033 ].
Hemodialisis merupakan salah satu tindakan terapi pengganti ginjal (renal
replacement circulation) yang paling sering digunakan bagi penderita penyakit ginjal
kronik. Hemodialisis dikenal secara awam oleh masyarakat dengan istilah cuci darah.
Hemodialisis sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu hemo artinya darah, dan
“dialisis” artinya pemisahan zat-zat terlarut atau limbah hasil metabolisme tubuh, jadi
hemodialisis berarti proses pembersihan darah dari zat-zat terlarut atau limbah hasil
metabolisme tubuh, melalui proses penyaringan dengan membran semipermeable
diluar tubuh dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh yang disebut dialiser.
[ CITATION Tho02 \l 14345 ]. Frekuensi tindakan HD bervariasi tergantung fungsi
ginjal yang tersisa, rata–rata penderita menjalani tiga kali dalam seminggu,
sedangkan lama pelaksanaan hemodialisa paling sedikit tiga sampai empat jam tiap
sekali tindakan terapi (Smeltzer & Bare, 2002; Young et al., 2011). Kelebihan dari
hemodialisis ialah pada pasien PGK tidak mengubah hiper RNA dalam sel normal
atau tidak mengubah profil ekspresi mikro RNA, perawatan professional dan hari
bebas dialisis sedangkan kekurangan dari terapi hemodialisis ialah menyebabkan
penurunan otot ekstremitas atas dan bawah, gangguan anxiety, rentan terkena depresi,
gangguan emosional, pembatasan makanan dan cairan, gejala tidak menyenangkan
setelah setiap sesi dialisis (Zelko, 2019; Nakamura, 2013).
Terapi pengganti ginjal lainnya adalah Continous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD) yang merupakan salah satu bentuk dialisis peritoneal kronik untuk
pasien dengan penyakit ginjal kronik, bentuk dialisisnya dengan menggunakan
membran peritoneum yang bersifat semipermeable sebagai membran dialisis dan
prinsip dasarnya adalah proses ultrafiltrasi antara cairan dialisis yang masuk kedalam
rongga peritoneum dengan plasma dalam darah. Continous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD) dilakukan tiga sampai lima kali per hari, 7 hari perminggu dengan
setiap kali cairan dialisis dalam kavum peritoneum (dwelltime) lebih dari 4 jam.
Biasanya dwell time pada waktu siang 4-6 jam, sedangkan waktu malam 8 jam.

2
[ CITATION Pri05 \l 14345 ]. Terapi CAPD merupakan salah satu bentuk dialisis pilihan
bagi pasien yang usia muda, usia lanjut, penderita diabetes mellitus dan lainnya.
Sisanya pemilihan antara HD dan CAPD tergantung dari fasilitas dialisis, kecocokan
serta pilihan pasien. CAPD merupakan metode sederhana, tidak membutuhkan mesin,
perasaan nyaman, keadaan klinis yang baik, kebebasan pasien merupakan daya tarik
penggunaan CAPD bagi dokter maupun pasien. Masalah utama sampai saat ini yang
memerlukan perhatian adalah komplikasi peritonitis, meskipun saat ini dengan
kemajuan teknologi akan angka kejadian peritonitis sudah dapat ditekan sekecil
mungkin [ CITATION Lev05 \l 14345 ]. Penderita PGK mengalami banyak perubahan
pada aspek kehidupan baik dari segi fisik, ekonomi, psikologis, maupun lingkungan
yang tentu saja akan berpengaruh pada kualitas hidup penderita PGK [CITATION
Mau15 \l 14345 ]. Kelebihan dari terapi CAPD pada pasien PGK ialah independensi
lebih sedikit kunjungan ke rs dan fleksibelitas, tidak menyebabkan gangguan tidur,
ketersediaan waktu untuk pekerjaan, keluarga, dan kegiatan sosial banyak, dan dari
segi pembiayaan lebih murah sedangkan kekurangan dari terapi CAPD pada pasien
pgk ialah dapat menyebabkan anxietas dan gangguan kesehatan mental dan
perawatan kateter yang harus selalu dijaga (Bieber, 2015; Nakamura 2013).
Kualitas hidup yang dirasakan pasien penderita PGK merupakan ukuran yang
penting untuk menilai outcome dari terapi ginjal pengganti Hemodialisis dan
Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD). Terdapat beberapa kuesioner
yang digunakan untuk mengukur kualitas hidup salah satunya dengan menggunakan
kuisoner KDQOL.SF (Kidney Disease Quality Of Life. Short Form) yang sudah
diakui manfaatnya di dunia medis. Kuisioner KDQOL SF 36 merupakan alat ukur
kualitas hidup pasien gagal ginjal dengan penilaian secara menyeluruh baik fisik,
mental dan sosial [ CITATION Jos10 \l 14345 ].
Penelitian yang dilakukan Ramadhan dkk. (2017) yang dilakukan di
Semarang mendukung bahwa pasien PGK dengan HD atau CAPD terdapat perbedaan
kualitas hidup, pasien CAPD memiliki rerata kualitas hidup yang lebih baik daripada
pasien PGK dengan HD. Namun pada penelitian Elizabeth dkk. (2014) yang
dilakukan di Brazil menyatakan bahwa kualitas hidup serupa di antara pasien dalam

3
CAPD dan dalam HD, kecuali dalam hal rasa sakit, pasien PD memiliki lebih sedikit
rasa sakit daripada pasien HD bedasarkan skor di domain lain, yang bisa menjelaskan
pemanfaatan lebih luas.
Berdasarkan data dan permasalahan di atas, perlu adanya perhatian untuk
melihat kondisi penyakit PGK stadium 5 di Kalimantan Timur khususnya di
Samarinda dengan melihat perbedaan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik
yang menjalani terapi CAPD atau HD. Hal ini menjadi daya tarik peneliti untuk
meneliti dan membuktikan kualitas hidup pasien menjadi lebih baik atau kurang baik
di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

1.2 Rumusan Masalah


Bedasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang diajukan oleh peneliti
adalah bagaimana perbandingan kualitas hidup pasien PGK yang menjalani
terapi CAPD dan terapi Hemodialisis di RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Membandingkan kualitas hidup antara pasien PGK dengan CAPD dan PGK
dengan HD di Unit Dialisis RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui kualitas hidup pasien PGK dengan CAPD di Unit Dialisis RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda yang dinilai dengan instrumen KDQOL-SF
36.
2. Mengetahui kualitas hidup pasien PGK dengan HD di Unit Dialisis RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda yang dinilai dengan instrumen KDQOL-SF
36.

4
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana informasi bagi tenaga
kesehatan dan mahasiswa mengenai perbandingan kualitas hidup pasien PGK yang
menjalani terapi CAPD dan terapi Hemodialisis di RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda.

1.4.2 Manfaat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah pengetahuan
kedokteran dibidang nefrologi.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan berkaitan dengan penyakit ginjal kronik dan tindakan terapi yang
terkait pada penatalaksanaanya.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan acuan untuk penelitian
berikutnya.

1.5 Manfaat bagi Peneliti


1. Meningkatkan pengalaman dan keterampilan peneliti dalam menganalisa
permasalahan yang ada dalam masyarakat.
2. Sebagai tempat mengaplikasikan ilmu yang diterima selama masa perkuliahan,
khususnya dibidang nefrologi.
3. Sebagai pemenuhan tugas dalam memperoleh gelar sarjana kedokteran.

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Ginjal Kronis


Penyakit Ginjal Kronis (PGK) merupakan adanya abnormalitas fungsi atau struktur
ginjal yang berlangsung selama lebih dari 3 bulan, dapat berupa tanda kerusakan ginjal (renal
injury) secara struktural maupun fungsional (albuminuria, abnormalitas sedimen urin,
gangguan elektrolit, kelainan histologis, kelainan pada pencitraan, dan riwayat transplantasi)
dengan atau tanpa penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) <60ml/ menit/1,73 m2 ,atau
dapat berupa penurunan laju filtrasi glomerulus <60 ml/menit/1,73 m 2 selama lebih dari 3
bulan tanpa tanda kelainan struktural atau fungsional. [ CITATION Suw14 \l 1033 \m KDI13].
Tabel 2.1 Kriteria PGK NKF-K/DOQI [ CITATION Nat02 \l 1033 ].

Kriteria Penyakit Ginjal Kronik


1 Kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, berupa
kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan
LFG, dengan manifestasi:
 Kelainan patologis, atau
 Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dari
komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan
(imaging tests)
2 LFG kurang dari 60 mL/menit/1,73 m2 selama 3 bulan atau lebih,
dengan atau tanpa kerusakan ginjal

2.1.1 Epidemiologi
Penyakit Ginjal Kronis merupakan salah satu permasalahan dibidang kesehatan yang
memiliki prevalensi cukup besar yaitu berkisar 13,4% dari seluruh penduduk dunia, dan
sebagian besar pasien PGK berada pada stadium 3 - 5 yaitu 10,6% dari penduduk dunia
[CITATION Placeholder1 \l 1033 ]. Indonesia memiliki prevalensi PGK yang besar yaitu 0,2%
dari seluruh penduduk Indonesia, dengan provinsi Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara
sebagai provinsi-provinsi dengan angka PGK tertinggi yaitu 0,4% dari seluruh penduduk
dimasing masing provinsi [ CITATION RIS13 \l 1033 ]. Akibat dari prevalensi yang tinggi,
prognosis yang buruk, dan beban pembiayaan yang tinggi, PGK menempati peringkat kedua

6
beban terbesar pembiayaan BPJS kesehatan, dan diperkirakan prevalensinya akan terus
meningkat seiring bertambahnya penduduk dengan usia lanjut dan dengan peningkatan
penyakit diabetes melitus (DM) dan hipertensi yang sering menyebabkan terjadinya PGK
[ CITATION KEM17 \l 1033 ]. PGK Stadium 5 merupakan penyebab tersering pasien
membutuhkan terapi hemodialisis di Indonesia, dengan prevalensi 90% pasien yang
dihemodialisis memiliki diagnosa utama PGK. Seiring dengan peningkatan kejadian PGK di
Indonesia, pasien baru yang menjalani hemodialisis terus meningkat setiap tahunnya
[CITATION Placeholder2 \l 1033 ].

2.1.2 Etiologi
Penyebab paling umum yang menyebabkan terjadinya PGK didunia antara lain
adalah penyakit glomerular diabetik, glomerulonefritis, penyakit ginjal polikistik autosomal
dominan, nefropati hipertensi (glomerulopati primer dengan hipertensi dan penyakit ginjal
iskemik), dan nefropati tubulointerstisial dengan urutan peringkat kejadian terbanyak yang
bervariasi pada setiap negara [CITATION Suw14 \m Lon12 \l 1033 ]. Penyebab-penyebab PGK
stadium 5 terbanyak yang menyebabkan pasien memerlukan perawatan hemodialisis rutin di
Indonesia menurut data PERNEFRI tahun 2016 dapat dilihat pada tabel 2.2 [CITATION
Placeholder2 \l 1033 ].
Tabel 2.2 Penyebab PGK pada pasien hemodialisis [CITATION Placeholder2 \l 1033 ].

Penyebab Insiden
Nefropati Diabetika 52%
Penyakit Ginjal Hipertensi 24%
Glumerulopati Primer 6%
Lain Lain 6%
Nefropati Obstruksi 4%
Pielonefritis Kronik 3%
Tidak Diketahui 2%
Nefropati Asam Urat 1%
Nefropati Lupus (SLE) 1%
Ginjal Polikistik 1%
2.1.3 Patofisiologi
Berdasarkan struktur dan fisiologi ginjal, terdapat beberapa faktor yang dapat
menyebabkan ginjal rentan terhadap kerusakan dan menyebabkan terjadinya PGK. Aliran
darah menuju ginjal terhitung lebih banyak dibandingkan jaringan lainnya seperti jantung,
hati, dan otak, sehingga ginjal lebih banyak terpapar dengan zat-zat yang memiliki potensi

7
merusak. Filtrasi oleh glomerulus sangat bergantung pada tekanan intraglomerulus dan
transglomerulus yang memiliki tekanan tinggi bahkan dalam keadaan fisiologis, hal ini
membuat kapiler glomerulus lebih rentan terhadap cedera hemodinamik dibandingkan
kapiler-kapiler pada jaringan lainnya. [ CITATION Mat09 \l 1033 ].
Penyakit ginjal kronik memiliki patofisiologi yang beragam tergantung pada etiologi
yang mendasarinya, namun proses terjadinya kurang lebih sama yaitu terjadinya pengurangan
massa ginjal yang kemudian dikompensasi dengan hipertrofi struktural dan fungsional nefron
yang masih tersisa sebagai adaptasi yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin
dan growth factor, hal ini menyebabkan terjadi hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan
tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus, adaptasi ini berlangsung singkat, dan setelahnya
terjadi maladaptasi yaitu sklerosis nefron yang masih tersisa diikuti dengan penurunan fungsi
nefron secara progresif. Peningkatan aktivitas aksis Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA)
Intrarenal berperan terhadap terjadinya hiperfiltrasi dan sklerosis pada ginjal sehingga
berpengaruh terhadap progresifitas PGK. Hal lainnya juga yang dapat mempengaruhi
progresifitas PGK adalah adanya albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dan dislipidemia.
[ CITATION Suw14 \l 1033 ].

Gambar
2.1

Patofisiologi PGK [ CITATION Suw14 \l 1033 ]

2.1.4 Klasifikasi PGK dan Rencana Tindakan Klinis


Berdasarkan kriteria yang dibuat oleh NKF-K/DOQI, PGK dibagi menjadi beberapa
stadium sesuai dengan laju pengukuran LFG. Hal ini bertujuan untuk memudahkan
identifikasi awal terjadinya kelainan ginjal, pengenalan faktor risiko, pencegahan dan
penatalaksanaan yang tepat untuk memperbaiki keadaan pasien agar tidak jatuh pada ESRD
[ CITATION Mit14 \l 1033 ].

8
LFG
Stadium Deskripsi Tindakan
(mL/min/1.73 m2)
Pada risiko tinggi ≥ 90 Screening, mengurangi faktor
(dengan faktor risiko terjadinya PGK
risiko PGK)
1 Kerusakan ginjal ≥ 90 Diagnosis dan pengobatan.
dengan normal atau ↑ Pengobatan dari kelainan atau
LFG penyakit penyerta, mengurangi
progresifitas PGK dan
mengurangi faktor risiko
Cardiovascular Disease (CVD)
2 Kerusakan ginjal 60 – 89 Batasi progresifitas PGK
ringan dengan ↓ LFG
3 Kerusakan ginjal 30 – 59 Evaluasi dan
sedang dengan ↓ LFG penanganankomplikasi
4 Kerusakan ginjal berat 15 – 29 Memepersiapkan terapi
dengan ↓ LFG cangkok ginjal atau
hemodialisis
5 Gagal ginjal < 15 Cangkok ginjal atau
end stage renal (atau dialisis) hemodialisis (akan terjadi
disease uremia)
Tabel 2.3 Klasifikasi PGK dan rencana tindakan klinis yang dilakukan [ CITATION Nat02 \l
1033 ].

Pasien PGK stadium 4 dan 5 harus menerima edukasi tentang gagal ginjal dan pilihan
pengobatannya, termasuk transplantasi ginjal, peritoneal dialisis, hemodialisis di rumah atau
di pusat hemodialisis, dan pengobatan konservatif. Anggota keluarga pasien dan perawat juga
harus diberikan pengetahuan tentang pilihan pengobatan untuk gagal ginjal. Keseimbangan
antara manfaat, risiko, dan kerugian dari memulai atau tidak memulai dialisis harus
dievaluasi, dengan mempertimbangkan persetujuan pasien dan atau pengasuh mereka setelah
diberi edukasi [CITATION Placeholder3 \l 1033 ].

2.1.5 Manifestasi Klinis


Gejala akan mulai tampak secara klinis pada PGK stadium 4 dan 5, sedang pada
PGK stadium 1-3 umumnya bersifat asimtomatik [ CITATION Rac10 \l 1033 ]. Gejala uremia
(tabel 2.4) dapat muncul secara lambat pada beberapa pasien dengan PGK yang progresif
pada stadium lanjut [ CITATION Ari14 \l 1033 ].

9
Tabel 2.4 Gejala dan Tanda Uremik Pada PGK Tahap Lanjut (Arici, 2014).
Gejala Umum Lemah badan, Cepat lelah, Peningkatan Tekan Darah,
Konsentrasi menurun Cegukan Keras, Edema
Gejala Pada Kulit Tempak Pucat, Pruritus, Ekskoriasis

Gejala Pernafasan Dispnea, Effusi Pleura, Edema Paru

Gejala Saluran cerna Anoreksia, Mual-Muntah, Penurunan Berat Badan,


Stomatitis, Lidah Hilang Rasa

Gejala Neuromuskuler Kedutan otot, neuropati sensorik perifer, neuropati


motorik, kram otot, restless legs, gangguan tidur,
hiperrefleksia, kejang-kejang, ensefalopati, koma
Gejala Endokrin dan Metabolik Libido menurun, Amenorea, Impotensi
Gejala Kardiovaskuler Gagal Jantung Kongestif, Suara Tambahan
Pericardial Friction Rub
Gejala Hematologik Anemia dan Diatesis Hemoragik

2.1.6 Diagnosis
Tanda dan gejala adanya penyakit ginjal kronik biasanya tidak kentara bahkan tidak
ada sampai terjadinya gagal ginjal sehingga pasien dengan resiko tinggi untuk terkena PGK
seperti pada pasien dengan usia >60 tahun, menderita diabetes, hipertensi, riwayat panyakit
ginjal pada keluarga sebaiknya diperiksa akan tanda tanda timbulnya PGK, terutama
dikarenakan diabetes dan hipertensi merupakan faktor risiko paling menonjol untuk penyakit
ginjal kronis. Penyakit ginjal kronis dapat menjadi manifestasi dari penyakit kronis lain yang
menyebabkan kerusakan ginjal, oleh karena itu, dalam melakukan diagnosis penyakit ginjal
kronis, dokter harus menentukan etiologi yang mendasari sehingga rencana pengobatan dapat
diarahkan secara tepat [ CITATION Mur10 \l 1033 ].

1) Anamnesis dan riwayat medis


Dalam memeriksa pasien yang dicurigai dengan PGK, dokter perlu menggali riwayat
pasien yang terkait penyakit ginjal seperti adanya riwayat hipertensi, DM, atau temuan
abnormalitas pada urinalisis. Riwayat keluarga juga penting untuk digali dengan teliti
bersama dengan manifestasi klinis yang terjadi di organ selain ginjal seperti gangguan
pendengaran, pengelihatan, integumen, dan lainnya yang dapat mengarah pada diagnosis
terkait penyebab PGK dari faktor turunan genetik seperti Alport Syndrome, Fabry Syndrome,

10
Cystinuria, Penyakit Ginjal Polikistik, dan lain lain) dan juga menggali kemungkinan
eksposur terhadap agen nefrotoksik dari lingkungan seperti logam berat, asam dan lain lain).
Riwayat pengobatan pasien juga penting untuk digali dan dipertimbangkan efeknya pada
ginjal dalam perkembangannya menjadi PGK seperti penggunaan Obat Anti Inflamasi Non
Steroid (OAINS), penicillamin, antimikroba, agen kemoterapi, agen anti-retroviral, Proton
Pump Inhibitor (PPI), lithium, dan katartik yang mengandung fosfat [CITATION Lon12 \l 1033
].
Menanyakan keluhan dan riwayat adanya gejala yang mengarah pada sindrom uremia
juga sangat penting untuk mengetahui kondisi pasien yang dapat digali dengan menanyakan
dan mencari adanya gejala lemah, latetargi, anoreksia, nokturia, kehilangan berat badan,
mual-muntah, neuropati perifer, edema perifer, pruritus, kram otot, uremic frost, perikarditis,
kejang-kejang, sampai koma [CITATION Suw14 \m Lon12 \l 1033 ].

2) Pemeriksaan fisik
Penyakit ginjal kronis biasanya tidak menunjukkan gejala atau menimbulkan keluhan
sampai tahap akhir yaitu pada stadium 4 atau stadium 5 sehingga temuan pemeriksaan fisik
biasanya tidak banyak membantu dalam menemukan keluhan dan gejala yang mengarah
kepada diagnosis PGK (Tomlinson, 2015). Dalam melakukan pemeriksaan fisik pada pasien
yang dicurigai dengan PGK sebaiknya berfokus kepada tekanan darah dan kerusakan organ
target dari hipertensi, sehingga pemeriksaan prekordial (suara jantung 4 dan tanda left
ventricle heave) dan funduskopi perlu dilakukan. Funduskopi sangat penting untuk dilakukan
terutama pada pasien diabetes karena dapat menemukan tanda-tanda retinopati diabetik yang
berhubungan dengan kejadian nefropati [CITATION Lon12 \l 1033 ].
Abdomen harus dipalpasi untuk melihat adanya pembesaran ginjal, distensi kandung
kemih, adanya suara bruit abdomen yang menunjukkan potensi adanya penyakit
renovaskuler, dan juga adanya nyeri ketuk costovertebral yang merupakan tanda adanya
infeksi dan / atau penyakit batu di ginjal. Pada pria, pemeriksaan colok dubur diperlukan
untuk menemukan adanya pembesaran prostat. Pemeriksaan neurologis juga perlu dilakukan
untuk mencari tanda-tanda neuropati dan masalah otot. Pemeriksaan untuk mencari tanda-
tanda PGK yang disebabkan oleh penyakit sistemik juga harus diperiksa secara teliti.
[ CITATION Ari14 \l 1033 ].

3) Pemeriksaan penunjang

11
Menurut Kidney Health Australia, pemeriksaan penunjang yang sangat perlu dilakukan
kepada pasien yang dicurigai mengalami PGK antara lain [ CITATION Joh12 \l 1033 ] :
1) Hitung darah lengkap
2) Diulangi (1 minggu setelahnya) serum urea, albumin, elektrolit, eGFR
3) Albumin-creatinine ratio pada urin (sebaiknya dengan sample urin pertama pagi
hari, namun urin acak diperbolehkan)
4) Glukosa dan lipid puasa
5) Pemeriksaan mikroskopis urin dan kultur urin
6) Penggambaran USG ginjal

Sistem klasifikasi KDIGO merekomendasikan fungsi ginjal dinilai dengan


memperkirakan LFG menggunakan kadar kreatinin serum dengan menggunakan rumus
perasaan yang tepat, kecuali dalam keadaan di mana perkiraan LFG diketahui kurang akurat,
seperti ketika ada atropi otot yang signifikan (Tomlinson, 2014). Menghitung LFG untuk
memperkirakan derajat fungsi ginjal dapat dilakukan dengan mengukur kadar kreatinin
serum (atau plasma) lalu dihitung mempergunakan rumus Kockroft-Gault untuk mengjhitung
kreatinin clearance sebagai berikut [ CITATION Suw14 \l 1033 ] :
(140 - Umur) x Berat Badan
Estimasi LFG (ml/min/1,73m2) = ∗¿
72 x kreatinin serum(mg/dl)
*pada wanita dikalikan 0.85

Tes dipstick urin dan urinalisis dilakukan untuk mencari adanya mikrohematuria
sebagai penunjuk yang berguna dalam menentukan diagnosis yang mendasari terjadinya
PGK, dan temuan proteinuria berperan penting dalam menentukan diagnosis dan progresifitas
PGK. [ CITATION Tom15 \l 1033 \m KDI13 \m Ari14]. Menurut rekomendasi KDIGO terbaru
pada tahun 2012, pemeriksaan adanya proteinuria disarankan untuk mengunakan sampel urin
pertama pagi hari dengan metode berikut dalam urutan preferensi yang menurun
(KDIGO,2013):

1) Penghitungan albumin-to-creatinine ratio (ACR) urin;


2) Penghitungan protein-to-creatinine ratio (PCR) urin;
3) Urinalisis dengan strip reagen (Dipstick) untuk melihat kadar protein total
dengan pembacaan automatis;
4) Urinalisis dengan strip reagen (Dipstick) untuk melihat kadar protein total
dengan pembacaan manual.

12
2.1.7 Penatalaksanaan
Dokter umum dan layanan kesehatan primer memiliki peran yang penting dalam
penemuan dini kasus PGK dan penatalaksanaan pasien PGK yang tidak progresif, dan juga
bekerjasama dengan spesialis penyakit dalam sebagai layanan kesehatan sekunder memiliki
peran dalam menilai pasien PGK yang cendrung mengalami perburukan fungsi ginjal
menjadi PGK sehingga membutuhkan terapi pengganti ginjal (Arici, 2014). Dalam
menangani pasien dengan PGK diperlukan penatalaksanaan dalam berbagai aspek meliputi
[ CITATION Suw14 \l 1033 \m NKF021] :
 Terapi spesifik terhadap penyakit yang mendasari PGK
 Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
 Memperlambat pemburukan fungsi ginjal
 Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler
 Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
 Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
Terapi spesifik terhadap penyakit yang mendasari terjadinya PGK sebaiknya
dilakukan sebelum terjadinya penurunan LFG dikarenakan bila LFG sudah menurun hingga
20-30% dari normal maka terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak memberikan
manfaat. Terapi yang diberikan disesuaikan dengan penyakit yang mendasari, diantaranya
seperti pengendalian kadar gula darah pada diabetes mellitus, agen imunomodulator pada
kasus glomerulonefritis, dan terapi spesifik yang muncul untuk menghambat cytogenesis
pada penyakit ginjal polikistik [CITATION Suw14 \m Lon12 \l 1033 ].
Strategi untuk menghambat progresi PGK antara lain dengan mengedukasikan dan
mengimplementasikan gaya hidup yang meningkatkan kesehatan kardiovaskular,
mengkontrol tekanan darah, mengatur aktifitas sistem renin-angotensin, dan mengkontrol
parameter metabolik seperti gula darah, asam urat, kadar, pH darah, dan adanya
dislipidemia. (KDIGO, 2013).
Pemberian obat antihipertensi menunjukkan manfaat dalam mengurangi hipertensi
intraglomerulus sehingga memperlambat progresi kerusakan nefron dan juga memperkecil
resiko komplikasi kardiovaskular (Suwitra, 2012). Menurut KDIGO dan KHA-CARI,
pemberian obat antihipertensi golongan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-
Inhibitor) atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB) sebaiknya diberikan pada pasien PGK
baik yang disertai diabetes atau tanpa diabetes dengan kadar eksresi albumin urin <30mg/24

13
jam (atau setara) yang memiliki tekanan darah sistolik >140 mmHg atau tekanan darah
diastolik >90 mmHg dengan target menurunkan tekanan darah dibawah angka tersebut secara
konsisten [ CITATION KDI13 \l 1033 \m Joh12].
Edukasi dan konseling tentang gagal ginjal dan modalitas Terapi Pengganti Ginjal
(Renal replacement theraphy / RRT) sebaiknya diberikan kepada semua pasien yang
memiliki LFG <30ml/1.73m2 atau pada pasien yang diperkirakan akan memburuk menjadi
gagal ginjal dalam 12 bulan (National Kidney Foundation, 2015; Tomlinson, 2014). Pilihan
penanganan yang dapat diberikan pada pasien PGK yang telah mencapai stadium 5 antara
lain penanganan konservatif, transplantasi ginjal, peritoneal dialisis, dan hemodialisis in-
center atau in-home [ CITATION NKF15 \l 1033 ].

2.1.8 Prognosis
Prognosis PGK dipengaruhi oleh faktor penyakit yang mendasari terjadinya PGK,
Stadium PGK (LFG), derajat albuminuria, dan adanya kondisi-kondisi komorbid yang
menyertai. Perburukan LFG terlihat cenderung lebih cepat pada kasus PGK yang cetuskan
oleh penyakit glomerulus dibandingkan sebab-sebab lainnya, serta pada pasien dengan
derajat albuminuria tinggi, tekanan darah tinggi, berjenis kelamin pria, dan berusia muda.
Sedangkan kecepatan perburukan derajat albuminuria cendrung dipengaruhi oleh penyakit
yang mendasari terjadinya PGK, derajat albuminuria tinggi, tekanan darah tinggi, dan
diabetes. (KDIGO, 2013).
Pasien PGK Stadium 4 dan 5 yang berusia tua, memiliki riwayat penyakit
kardiovaskular, diabetes, berjenis kelamin pria, memiliki ACR tinggi (albuminuria), dan LFG
rendah merupakan faktor resiko terjadinya kejadian atau komplikasi kardiovaskular.
Pengaruh tekanan darah sistolik dalam prognosis PGK menunjukkan gambaran peningkatan
dan penurunan resiko seperti huruf U dimana setiap peningkatan 20mmHg diatas tekanan
darah 140mmHg meningkatkan resiko komplikasi kardiovaskular sebanyak 9%, sedangkan
tekanan darah sistolik diantara 140mmHg dan 120mmHg menunjukkan resiko 11% lebih
rendah terhadap komplikasi kardiovaskular pada pasien PGK [ CITATION Eva18 \l 1033 ].
Pemberian terapi pengganti ginjal terkadang tidak memberikan manfaat yang berarti
dalam mengurangi gejala ataupun dalam meningkatkan kemungkinan bertahan hidup pada
pasien PGK Stadium 5 berusia tua yang memiliki beberapa kondisi komorbid sehingga lebih

14
disarankan untuk menjalani pengobatan konservatif yang berfokus untuk mengurangi gejala
dan keluhan agar dapat meningkatkan kualitas hidup pasien [ CITATION Dav15 \l 1033 ].

2.2 Hemodialisis
Hemodialisis merupakan Terapi Pengganti Ginjal (TPG) yang paling umum
digunakan di Indonesia dengan 98% dari pasien PGK stadium 5 yang menjalani dialisis
menggunakan hemodialisis (PERNEFRI, 2016). Hemodialisis adalah suatu proses
pengubahan komposisi solut darah oleh larutan dialisat melalui membran semipermiabel
(membran dialisis) untuk membersihkan atau menyaring molekul-molekul kecil seperti urea,
kreatinin, dan elektrolit-elektrolit dari darah dengan tujuan untuk memperbaiki kelainan
biokimiawi darah akibat penurunan fungsi ginjal [CITATION Suh \m Bei13 \l 1033 ].

2.2.1Indikasi dan Kontraindikasi


Terapi penggantian ginjal dapat diberikan secara intermiten atau berkelanjutan
dengan pilihan metode extracorporeal (Hemodialisis) atau paracorporeal (Peritoneal Dialisis)
[ CITATION Fle11 \l 1033 ]. Inisiasi pemberian TPG biasanya dilakukan pada pasien dengan
PGK stadium 5 (LFG < 15mL/menit/1,73m2) atau pada pasien dengan kondisi klinis tertentu
seperti [ CITATION KDI13 \l 1033 \m NKF06 \m Dau15] :
 Gejala atau tanda yang terkait dengan gagal ginjal (Serositis, pruritus, gangguan
keseimbangan asam-basa elektrolit, dsb).
 Kelebihan cairan ekstraselular yang sulit untik dikendalikan dan/ atau adanya
hipertensi.
 Hiperkalemia yang bersifat refrakter terhadap pembatasan diet dan terapi
farmakologis.
 Asidosis metabolik yang bersifat refrakter terhadap terapi bikarbonat.

 Hiperfosfatemia yang bersifat refrakter terhadap pembatasan diet dan terapi


pengikat fosfat.
 Anemia yang bersifat refrakter terhadap terapi pemberian eritropoietin dan zat
besi.
 Penurunan kualitas hidup atau kapasitas fungsional pasien tanpa penyebab yang
jelas.

15
 Penurunan berat badan atau perburukan status gizi, terutama jika disertai dengan
mual, muntah-muntah, atau indikasi adanya gastroduodenitis.
 Gangguan kognitif.

 Indikasi pasien membutuhkan hemodialisis dengan segera yaitu gangguan


neurologis (gangguan psikiatri, ensefalopati, neuropati), perikarditis atau pleuritis
tanpa penyebab lain selain PGK, dan kecendrungan (diathesis) terjadinya
pendarahan disertai pemanjangan waktu perdarahan.

Kontraindikasi yang menyebabkan pasien tidak boleh diberikan hemodialisis dibagi


menjadi dua jenis yaitu kontraindikasi absolut yaitu jika akses vaskular tidak didapatkan pada
pasien maka pasien secara mutlak tidak dapat menerima terapi dengan hemodialisis, dan
kontraindikasi relatif yaitu jika ditemukan adanya kesulitan akses vaskular, fobia terhadap
jarum, gagal jantung, dan koagulopati maka perlu mempertimbangkan resiko lebih lanjut jika
pasien diberikan terapi hemodialisis [ CITATION Suh \l 1033 ].

2.2.2 Prinsip Hemodialisis


Fungsi utama hemodialisis yaitu pengeluaran zat terlarut (misalnya molekul urea,
elektrolit, dll) dari larutan (aliran darah) melibatkan proses difusi, konveksi, dan osmosis,
[CITATION Bei13 \l 1033 ]. Proses difusi merupakan mekanisme utama untuk mengeluarkan
molekul kecil seperti urea, kreatinin, elektrolit, dan untuk penambahan serum bikarbonat
kepada pasien. Prisip dari difusi adalah pergerakan zat terlarut melewati membran
semipermeable berdasarkan perbedaan konsentrasi zat atau molekul. Laju difusi yang cepat
terjadi jika perbedaan (gradien) konsentrasi molekul yang besar, namun laju difusi
berbanding terbalik dengan viskositas dan ukuran molekul dimana molekul besar akan
terdifusi dengan lambat. Difusi melalui membran hanya bisa terjadi pada zat terlarut yang
tidak terikat protein, sehingga zat terlarut yang terikat protein tidak dapat terbuang atau
terdialisis [ CITATION Suh \l 1033 ].
Proses ultrafiltrasi adalah aliran konveksi (air dan zat terlarut) yang terjadi akibat
adanya perbedaan tekanan hidrostatik maupun tekanan osmotik (Suhardjono, 2014). Aliran
konveksi adalah pergerakan molekul didalam cairan atau disebut juga "tahanan zat terlarut"
yang terjadi pada hemodialisis ketika transmembran pressure menekan sisi darah dari
membran yang kemudian membuat air plasma menembus pori-pori dalam membran,
sedangkan osmosis adalah pergerakan air melintasi membran semipermeabel dari area

16
dengan konsentrasi zat terlarut rendah ke area zat terlarut tinggi yang terjadi pada peritoneal
dialisis [CITATION Bei13 \l 1033 ].
Peralatan yang digunakan dalam hemodialisis umumnya terdiri atas seperangkat
tabung, dialiser, dan mesin hemodialisis. Seperangkat tabung digunakan pada hemodialisis
untuk menghubungkan akses darah pasien (arteri dan vena) menuju dialiser yang berisi
membran semipermeabel, dan semua perangkat ini disambungkan dengan mesin
hemodialisis. Tekanan negatif diberikan kepada tabung yang menyambung kepada akses
arteri pasien oleh pompa darah pada mesin hemodialisis agar darah dapat mengalir menuju
membran dialisis dimana difusi dan konveksi terjadi, kemudian darah mengalir kembali
melalu tabung menuju akses vena pasien [CITATION Bei13 \l 1033 ].

Gambar 2.2 Jalur dan Mekanisme Hemodialisis (Bieber & Himmelfarb, 2013)

Kecepatan aliran darah pasien yang memasuki dialiser dalam hitungan banyaknya
volume darah yang mengalir masuk kedalam dialiser dalam satuan menit (mL/Menit)
mempengaruhi rasio pembersihan urea dari darah oleh dialiser. Semakin kecil kecepan aliran
darah (Qb) maka semakin banyak waktu bagi dialiser untuk membersihkan urea dari darah
sehingga semakin besar juga rasio ekstrasi (ER) atau hitungan % urea yang dibersihkan dari
darah, namun pada hemodialisis dengan Qb rendah volume darah yang terdialisis juga

17
terbatas, sehingga pada Qb tinggi lebih banyak volume darah yang terdialisis sehingga dapat
memberikan hasil dialyzer clearance (K) atau jumlah urea yang yang dibersihkan dari darah
lebih banyak [ CITATION Dau15 \l 1033 ].
Sebelum hemodialisis dapat dilakukan, Akses vaskular atau persambungan antara
pembuluh darah dan dialiser perlu dibentuk sebagai jalur bagi darah agar dapat mengalir dari
tubuh menuju dialiser dan kembali lagi ke tubuh pasien (NKF, 2006). Akses vaskular dapat
berupa fistula arteri-vena, graft, maupun kateter intra vena, yang masing masing berfungsi
untuk mengalirkan darah saat hemodialisis. [ CITATION Suh \l 1033 ].
NKF merekomendasikan AVF sebagai akses vaskular lini pertama karena memiliki
angka konplikasi paling rendah, lama patensi terpanjang, dan membutuhkan lebih sedikit
intervensi (NKF, 2006; Bieber & Himmelfarb, 2013). AVF dibentuk dengan cara melakukan
melakukan pembedahan untuk menciptakan anastomosis arteri menuju ke vena agar
terbentuk suatu arterialisasi dari vena sehingga memungkinkan untuk dilakukan penusukan
jarum yang besar kedalam sirkulasi agar dapat mengalirkan darah sampai lebih dari
300ml/menit (Suhardjono, 2012). Fistula biasanya membutuhkan waktu setidaknya 6 hingga
12 minggu untuk maturasi, dan lebih lama lagi pada pasien dewasa yang menderita diabetes
(Bieber & Himmelfarb, 2013).

Gambar 2.3 Akses Vaskular AV Fistula [ CITATION NIH14 \l 1033 ]

2.2.3 Frekuensi Hemodialisis


Tindakan hemodialisis umumnya diberikan kepada pasien PGK sebanyak 3 kali
perminggu selama 3-5 jam setiap sesi hemodialisis, namun sekarang telah tersedia preskripsi

18
hemodialisis dengan durasi yang lebih panjang, frekuensi yang lebih sering, atau gabungan
keduanya. Hemodialisis dapat dilakukan secara In-center di fasilitas unit hemodialisa atau
dilakukan secara In Home yang dilakukan dirumah pasien [ CITATION NKF15 \l 1033 ].

Tabel 2.5 Nomenklatur regimen Hemodialisis [ CITATION NKF15 \l 1033 ]

Regimen HD Waktu Durasi Frekuensi


(jam per sesi) (sesi per minggu)
HD konvensional Siang hari 3-5 3
Frequent HD
(Hemodialisis sering)
Pendek Siang hari <3 5-7
Standar Siang hari 3-5 5-7
Panjang Malam hari >5 5-7
Long HD
(Hemodialisis panjang)
tiga kali seminggu Malam/siang hari >5 3
dua hari sekali Malam hari >5 3.5
berkala Malam hari >5 5-7

Di Indonesia, durasi hemodialisis yang umumnya diberikan adalah 3-4 Jam yaitu
sekitar 51% tindakan hemodialisis, sedangkan durasi >4 jam berkisar 48%, dan durasi <3 jam
hanya terjadi sebanyak 1% dari tindakan hemodialisis di Indonesia (PERNEFRI, 2016).
Terapi dialisis dengan regimen yang lebih sering dan/atau lebih lama dari preskripsi
hemodialisis konvensional sekarang lebih umum untuk diberikan, dikarenakan adanya hasil
penelitian terdahulu yang menunjukkan pasien dengan dialisis dengan preskripsi yang lebih
sering dan/atau lebih lama memberikan kualitas hidup pasien yang lebih baik, mengurangi
hipertensi, mengendalikan hiperfosfatemia, dan menyababkan regresi dari hipertrofi ventrikel
kiri [ CITATION Ism06 \l 1033 \m NKF15].

Kecukupan (adequacy) dialisis merupakan target dosis dialisis yang ditentukan atas
dasar rumus K/V, dimana K merupakan klirens urea dari dialiser, kemudian t merupakan
durasi dialisis dalam satu sesi, dan V merupakan volume distribusi urea. Pada Hemodialisis

19
yang dilaksanakan 3 kali dalam seminggu dengan durasi 4 jam per sesi, dianjurkan untuk
mencapai nilai minimal Kt/V yang dilaksanakan (delivered Kt/V) sebanyak 1.2 dengan target
1.4 (Suhardjono, 2014).

2.2.4 Komplikasi Hemodialisis


Tindakan hemodialisis dapat menimbulkan komplikasi yang bersifat akut dan kronik,
dengan jenis komplikasi yang tersering untuk muncul adalah berupa gangguan hemodinamik
yaitu terjadinya hipotensi intradialitik dengan angka kejadian 5-40% atau terjadinya
hipertensi intradialitik dengan angka kejadian 5-15% dari pasien yang menjalani
hemodialisis[ CITATION Bei13 \l 1033 \m Aga10].

Komplikasi akut didefinisikan sebagai komplikasi yang terjadi selama hemodialisis


berlangsung, dengan kejadian yang dapat mungkin terjadi berupa hipotensi, hipertensi, reaksi
alergi, aritmia, kram otot, emboli udara, dialisis disequilibrium, dan kontaminasi dialisat.
Penyebab terjadinya komplikasi akut pada hemodialisis dapat dilihat pada tabel 2.9 (Bieber &
Himmelfarb, 2013).

Tabel 2.6 Komplikasi pada hemodialisis dan penyebabnya (Bieber & Himmelfarb,2013)

Komplikasi Penyebab
Hipotensi Penarikan cairan yang berlebihan, terapi antihipertensi, infark
jantung, tamponade, reaksi anafilaksis

Hipertensi Kelebihan natrium dan air, ultrafiltrasi yang tidak adekuat


Reaksi Alergi Reaksi alergi, dialiser, tabung, heparin, besi, lateks
Aritmia Gangguan elektrolit, perpindahan cairan yang terlalu cepat, obat
antiaritmia yang terdialisis
Kram otot Ultrafiltrasi terlalu cepat, gangguan elektrolit
Emboli udara Udara memasuki sirkuit darah
Dialysis disequilibrium Perpindahan osmosis antara intrasel dan ekstrasel menyebabkan
sel membengkak, edema serebral, Penurunan konsentrasi urea
plasma yang terlalu cepat.
Masalah pada dialisat

Kontaminasi Fluoride Gatal, gangguan gastrointestinal, sinkop, tetanus, gejala

20
neurologi, aritmia
Kontaminasi Demam, mengigil, hipotensi oleh karena kontaminasi dari dialisat
bakteri/endotoksin maupun sirkuti air
Komplikasi kronik adalah komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan
hemodialisis jangka panjang, kajadian komplikasi kronik yang dapat terjadi adalah sebagai
berikut (Bieber & Himmelfarb, 2013) :
 Malnutrisi
 Anemia
 Hipertensi
 Osteodistrofi renal
 Neuropati
 Disfungsi reproduksi
 Gangguan perdarahan
 Komplikasi pada akses
 Infeksi
 Amiloidosis
 Acquired Cystic Kidney Disease

Penyebab kematian terbanyak pada pasien hemodialisis adalah akibat penyakit


kardiovaskuler sebanyak 41%, kematian akibat penyakit serebrovaskuler sebanyak 9%,
akibat perdarahan saluran pencernaan sebanyak 2%, penyebablainnya sebanyak 6%, dan 30%
penyebab kematian tidak diketahui dikarenakan pasien meninggal di luar rumah sakit.
(PERNEFRI, 2016).

2.3 Continuous Ambulatory Peritoneal Dialisis


CAPD adalah salah satu bentuk peritoneal dialysis (PD) untuk pasien dengan
gagal ginjal terminal, yaitu suatu proses dialisis dimana rongga peritoneal berperan
sebagai reservoir bagi dialisat dan peritoneum berfungsi sebagai membran dialisis
semipermeabel yang memisahkan dialisat dalam rongga peritoneum dan plasma darah
dalam pembuluh darah peritoneum. Membran peritoneum ini akan mengeluarkan
kelebihan cairan dan larutan termasuk zat- toksin uremia yang tertimbun dalam darah,
masuk ke dialisat yang selanjutnya akan dikeluarkan dari tubuh (Kallenbach, et al.
2005; Parsudi,Siregar & Roesli, 2006; Black & Hawks, 2009).

2.3.1 Seleksi Pasien Untuk CAPD


Seleksi pasien menjadi pertimbangan penting untuk mencapai suksesnya

21
terapi PD. Seleksi ini untuk mencegah peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas.
Pada tahun awal PD, seleksi utama diberikan pada pasien yang tidak memungkinkan
dilakukan hemodialisa. Contohnya pada pasien dengan akses vaskular yang tidak
baik, kontrol biokimia rendah dengan hemodialisis (HD) dan nilai kreatinin serum
tinggi pada predialisis dan pasien dengan anemia berat (Hb< 5 g/dl) dengan transfusi
darah yang sering, pasien dengan kontrol hipertensi yang rendah, pasien yang
mengalami peningkatan berat badan diantara waktu dialisis, pasien dengan
komplikasi metabolik dan neurologis. Saat ini pasien dengan kecepatan larutan
membran lambat atau rata-rata tepat dilakukan CAPD, juga pasien yang
memungkinkan dilakukan dialisis di rumah, memiliki komplikasi kardiovaskuler,
pasien dengan akses vaskuler jelek, pasien dengan hipertensi berat, pasien dengan
diagnosis anemia dan pasien yang akan bepergian (Thomas & Smith, 2002).

2.3.2Proses dan Prosedur CAPD


CAPD akan efisien bila dilakukan 24 jam per hari dan 7 hari per minggu
sehingga adekuat untuk mempertahankan pasien dengan diagnosis gagal ginjal
terminal. Pada umumnya pasien memerlukan rata-rata 4 kali pergantian cairan per
hari disesuaikan dengan waktu yang paling enak bagi pasien dengan syarat dwell time
tidak boleh kurang dari 4 jam karena dalam waktu 4 jam baru akan terjadi
keseimbangan kadar ureum antara plasma darah dan cairan dialisat. Pada CAPD, 1,5-
2 L dialisat dimasukkan ke dalam rongga peritonium (Black & Hawks, 2009). Cairan
dibiarkan dalam rongga peritonium selama 4-6 jam (dwell time) di siang hari (Nolph
& Khanna, 2009) dan 8 jam pada malam hari (Black & Hawks, 2009).
Pergantian cairan pada CAPD dilakukan secara manual mengandalkan gaya
gravitasi untuk mengalirkan cairan masuk dan keluar dari peritoneum (Heimburger &
Blake, 2007). Rata-rata CAPD dilakukan 4 kali per hari namun ada juga yang 5 kali
per hari tergantung kondisi dan kemampuan pasien berdasarkan kesimpulan
anamnesa dokter. Sebagai contoh pergantian dapat dilakukan pada waktu sarapan,
makan siang dan makan malam dengan penggantian terakhir menjelang tidur. Tiap
penggantian membutuhkan waktu 20- 30 menit. 10-15 menit untuk mengeluarkan

22
cairan dari peritonium dan 10-15 menit memasukkan cairan dialisat baru (Thomas &
Smith, 2002).

Gambar 2.1 Proses Pengeluaran Cairan Dialisat Dari Peritonium (Baxter, 2009)

Pada pedoman pelayanan CAPD yang dikeluarkan oleh DEPKES RI, (2008)
disebutkan tentang prosedur CAPD sebagai berikut: pertama, pemasangan kateter
Tenckhoff (intraperitoneal) dilakukan oleh dokter spesialis bedah, spesialis penyakit
dalam (SpPD) atau Konsultan Ginjal Hipertensi (KGH) yang terlatih bersama
perawat CAPD. Kedua, penggantian cairan CAPD dilakukan 3-4 kali sehari atau
sesuai dengan berat badan. Proses ini dilakukan secara terus-menerus dengan teratur.
Ketiga, memperhatikan kateter exit-site, merawat dan mencegah infeksi. Pasien
mencatat dalam buku catatan: jumlah cairan masuk dan keluar, masalah yang terjadi
dalam prosedur ini, memperhatikan cairan yang keluar (dalam hal kejernihan,
kelainan pada cairan dialisat serta tanda-tanda infeksi). Keempat, konsultasi dengan
dokter SpPD KGH setiap 1-2 bulan dengan memperlihatkan buku catatan dan untuk
memperoleh resep dialisat serta obat- obatan yang diperlukan. Kelima, tiap 6 bulan
dilakukan penggantian transfer set oleh perawat CAPD terlatih (Depkes, 2008).

23
Gambar 2.2 Prosedur CAPD (Baxter, 2009)

2.3.3 Kontraindikasi CAPD


Kontraindikasi pada CAPD adalah penyakit diskus lumbalis,
hipertrigliseridemia familial, hernia pada dinding abdomen (perlu perbaikan dulu)
dan pasien yang tidak bisa bekerja sama. Diperlukan kehati-hatian dalam melakukan
CAPD bila ada perlengketan yang luas, distensi usus, kelainan abdomen yang belum
terdiagnosis, luka bakar dan lain-lain (Thomas & Smith, 2002).
2.3.4 Komplikasi Pada CAPD
Menurut Mosby’s Medical Dictionary (2009), komplikasi merupakan suatu
penyakit atau luka yang berkembang selama perawatan dari penyakit/gangguan
fungsi tubuh yang sudah ada sebelumnya. Contohnya adalah infeksi bakteri yang
diperoleh oleh orang yang lemah akibat infeksi virus. Komplikasi ini seringkali akan
mengubah prognosis. Pengertian lain dari komplikasi yaitu satu atau lebih penyakit
yang timbulnya bersamaan dengan penyakit lain atau cedera atau gangguan yang
terjadi pada pasien dengan kondisi yang sudah ada sebelumnya (Keane, 2003).
Melihat definisi diatas, komplikasi CAPD dapat diartikan sebagai penyakit/gangguan
fungsi tubuh yang timbul selama penggunaan CAPD. Komplikasi pada CAPD dapat
dibagi menjadi komplikasi teknis dan komplikasi medis.

2.3.5 Komplikasi Teknis


Bukan merupakan komplikasi serius dan mudah diatasi. Komplikasi ini
meliputi bocornya cairan dialisat, sumbatan pada saat masuk atau keluarnya dialisat,
kesalahan letak kateter, dan lain-lain (Parsudi, Siregar & Roesli, 2006)
1.) Gangguan Aliran Dialisat

24
Konstipasi menjadi penyebab aliran masuk atau aliran keluar yang terganggu
pada PD. Untuk mencegah konstipasi, dokter biasanya meresepkan obat mengatasi
konstipasi sebelum memasang kateter PD. Dilakukannya enema sebelum memulai
PD juga dapat mencegah masalah aliran. Diet tinggi serat dan tempat duduk lunak
tanpa sandaran diperlukan untuk mencegah konstipasi. Penyebab lain dari gangguan
aliran termasuk kekakuan atau terjepitnya koneksi tubing, posisi pasien, terbentuknya
bekuan fibrin dan kateter PD yang tidak pada posisinya (Thomas dan Smith, 2002).
Harus dipastikan bahwa kantong drainage lebih rendah dari abdomen pasien
untuk meningkatkan aliran gravitasi saat mengeluarkan cairan dialisat dari rongga
peritonium. Diperhatikan juga koneksi tabung dan sistem PD apakah kaku atau
tergulung, dan yakinkan bahwa jepitan dibuka. Jika aliran masuk dan keluar masih
tidak adekuat, reposisikan pasien untuk menstimulasi aliran masuk dan aliran keluar.
Ubah posisi pasien pada sisi lain atau yakinkan bahwa pasien dalam posisi sejajar
yang tepat. Posisi supine rendah - posisi Fowler mengurangi tekanan intra abdominal.
Peningkatan tekanan intra abdominal dari posisi duduk dan berdiri atau batuk akan
berkontribusi pada terjadinya kebocoran kateter pada PD (Thomas dan Smith, 2002).
Terbentuknya bekuan fibrin dapat terjadi setelah kateter PD terpasang atau
pada onset peritonitis. Dengan memerah tabung kateter akan mengeluarkan bekuan
fibrin dan meningkatkan aliran. X-Ray diperlukan untuk mengetahui posisi katater
PD. Jika terjadi kesalahan tempat/displacement, maka dokter akan mereposisinya
(Thomas dan Smith, 2002).
2.) Kebocoran Dialisa
Kebocoran dialisat dapat terlihat apabila cairan bening keluar dari akses
keluar. Ketika dialisis pertama sekali dilakukan, volume kecil dialisat dialirkan. Ini
berlangsung 1-2 minggu untuk mentoleransi penuh 2 liter pertukaran cairan tanpa
kebocoran pada kateter. Kebocoran ini lebih sering terjadi pada pasien obesitas dan
diabetes, lanjut usia, dan penerima steroid dalam jangka lama. Selama kebocoran
kateter, kemungkinan pasien akan dialihkan pada hemodialisa (Thomas dan Smith,
2002).

25
2.3.6 Komplikasi lain
Ketika PD dimulai pertama kali, aliran keluar mungkin berdarah atau sedikit
berdarah. Kondisi ini normal dalam 1-2 minggu. Setelah PD stabil, haluaran akan
tampak bersih, dan sedikit kuning cerah. Perlu diobservasi dan dicatat terhadap
berbagai perubahan warna cairan yang keluar. Cairan yang keluar berwarna coklat
menunjukkan adanya perforasi usus. Jika keluaran sama dengan warna urine, dan
sama dengan konsentrasi glukosa, kemungkinan perforasi bladder perlu dikaji. Cairan
yang keluar keruh atau opak mengindikasikan adanya infeksi (Parsudi, Siregar &
Roesli, 2006).

2.3.7 Komplikasi Medis


Komplikasi ini rata-rata dapat diatasi dengan mudah. Komplikasi ini meliputi
peritonitis, hipotensi, keluhan gastrointestinal (mual, muntah, hilangnya nafsu
makan), sakit pada bahu dan sakit tulang punggung, kram, perasaan lelah, infeksi
kulit sekitar tempat masuknya kateter, dan perasaan sakit di abdomen/hernia.
1.) Peritonitis
Peritonitis merupakan inflamasi rongga peritoneal (Kelman & Watson, 2006).
Merupakan komplikasi paling sering ditemui (Ignatavicius and Workman, 2006).
Penyebab tersering adalah kontaminasi pada koneksi. Diagnosis peritonitis
ditegakkan apabila ada tiga gejala berikut: nyeri pada abdominal, cairan tampak
berembun, dan hasil positif pada kultur dari cairan peritoneal yang keluar.
Peningkatan sel darah putih lebih dari 100/mm3 dan lebih dari 50% netrofil juga
menguatkan diagnosis (Kelman & Watson, 2006). Manifestasi lain dari peritonitis ini
termasuk demam, abdominal menjadi kaku, malaise umum, mual dan muntah. Cairan
yang keluar opak merupakan tanda awal peritonitis.
Penelitian Supono, 2008 menunjukkan bahwa status nutrisi dan kemampuan
perawatan menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap terjadinya peritonitis
pada pasien yang menjalani CAPD. [ CITATION Tza90 \l 14345 ] melaporkan
bahwa peritonitis terjadi pada pasien yang berusaha memperbaiki obstruksi kateter
dengan meniup lumen. Rute transmisi mikroorganisme penyebab peritonitis dapat

26
melalui periluminal, transluminal, transmural, transvaginal dan hematogen. Peritonitis
juga dapat diakibatkan oleh faktor lingkungan termasuk kontaminasi air dari shower
dan saat berenang, terkontaminasi oleh minyak dan organisme yang ada pada
binatang (Cooke Kodjo, Clutterbuck & Bamford, 2004; Flynn Meislich. Kaiser,
Polinsky, & Baluarte, 1996; Kanaan et all., 2002; Sivaraman, 1999; Vas &
Oreopoulus, 2001 dalam Kelman dan Watson, 2006).
2.) Nyeri
Nyeri terjadi selama pemasukan dialisat pada saat pertama kali mendapat
terapi PD. Biasanya terjadi tidak lama seminggu - 2 minggu setelah PD. Nyeri juga
dapat terjadi karena kateter mengenai dinding pelvic, kecepatan infus dialisat,
hiperosmolaritas dialisat dan keasaman dialisat. Nyeri ini juga akan dipengaruhi oleh
suhu dingin dialisat sehingga dialisat perlu dihangatkan sebelum diberikan pada
pasien. Untuk mengatasinya maka infus dialisat perlu diperlambat, penambahan
NaHCO3 (Natrium bikarbonat) untuk meningkatkan pH, pemberian anastesi lokal
(2% Lidokain, 3-5 ml/L dialisat Intra Peritoneal) dan replacement kateter
(Kalllenbach et al. 2005).
3.) Kehilangan protein
Sekitar 5-10 gram protein hilang ke dalam cairan dialisat setiap hari, sehingga
asupan protein harus dapat mengompensasi hal ini. Dibutuhkan protein sebanyak 1-
1,2 g/kg BB/hr (Callaghan, 2007; Thomas, 2002). Berkurangnya protein ini dapat
dilihat dengan terjadinya hipoalbumin. Nilai albumin serum normal yaitu 3,4-4,8 g/dl.
Sedangkan disebut hipoalbumin apabila nilai albumin serum < 3,4 (Data Primer
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, 2011).

4.) Infeksi pada akses keluar dan tunnel


Akses keluar PD seharusnya bersih, kering dan tanpa nyeri atau inflamasi.
Infeksi pada akses keluar (ESIs) dapat terjadi pada semua tipe PD. Infeksi ini sulit
diatasi dan dapat menjadi kronik. Infeksi pada akses keluar dan tunnel dapat menjadi
peritonitis, kegagalan kateter, dan membutuhkan rawat inap. Kebocoran dialisat dan

27
tarikan atau kateter membelit, merupakan predisposisi klien ESIs. Infeksi tunnel
terjadi pada bagian kateter dari kulit ke stuff. Manifestasinya berupa kemerahan,
lembek dan nyeri. ESIs diobati dengan antimikroba. Infeksi cuff yang dalam biasanya
ditangani dengan mencabut kateter.

Gambar 2.3 Infeksi Tunnel


5.) Peningkatan Tekanan Intra Abdominal
Peningkatan tekanan intra abdominal terjadi karena banyaknya volume cairan
pada rongga peritoneal. Tekanan ini akan semakin meningkat apabila pasien
melakukan aktivitas berat dan juga pada kondisi batuk. Peningkatan tekanan intra
abdominal yang terus-menerus dapat meningkatkan terjadinya hernia yaitu hernia
inguinal, insisional, diapragmatik atau umbilikal, dan juga mengakibatkan kebocoran
dialisat di sekitar exit site kateter.
Adanya edema pada labia bagi wanita, skrotum serta penis bagi pria adalah
komplikasi yang diakibatkan oleh kebocoran dialisat yang mengenai jaringan lunak.
Tindakan yang tepat adalah dengan menghentikan PD untuk sementara waktu
(biasanya selama 1 minggu). Hernia dan kebocoran mungkin perlu tindakan
pembedahan. Pada kondisi kebocoran dialisat di exit site, PD harus dihentikan
sesegera mungkin. Hal ini terkait adanya larutan kaya glukosa pada daerah luka yang
dapat meningkatkan terjadinya risiko infeksi. Adanya kebocoran dapat diketahui
dengan menggunakan stik tes urine atau strip reagen glukosa pada exit site. Waktu

28
normal penyembuhan kebocoran dialisat ini adalah 2 minggu, namun dapat
meningkat pada kondisi diabetes, uremic berat dan malnutrisi. Selama proses
penyembuhan, pasien akan dipindahkan untuk menjalani hemodialisa.

2.3.8Faktor Risiko Terjadinya Komplikasi CAPD


1.) Usia
Usia lanjut akan mengalami berbagai penurunan fungsi tubuh dan rentan
terhadap berbagai penyakit. Menurut Holley & Section (2000) dan Peso, et al (2003),
bahwa usia lanjut signifikan menyebabkan terjadinya hernia pada saat CAPD.
2.) Lama Menjalani CAPD
Semakin lama pasien telah menjalani CAPD maka akan terjadi peningkatan
pengetahuan dan wawasan terhadap CAPD yang dilakukan. Hal ini akan
mempengaruhi pada kemampuan pasien dalam mencegah berbagai komplikasi yang
dapat terjadi dalam pemakaian CAPD. Penelitian Nolph (1985) dalam mengamati
pasien yang menjalani CAPD dalam tiga tahun pertama ditemukan terjadinya
peritonitis, infeksi exit site dan catheter replacement. Pollock (1989) juga
menemukan terjadinya peritonitis pada 2-3 tahun pertama pemakaian CAPD di
Australia.
3.) Kepatuhan Pasien terhadap Prosedur Standar
Selama pasien dalam masa training, prosedur standar pengelolaan CAPD
dirumah, yaitu mengganti cairan dialisat dan mengenal tanda-tanda peritonitis serta
penggunaan emergency call sudah dijelaskan. Apabila pasien patuh dalam mengikuti
standar prosedur yang telah ditetapkan tersebut, dapat menghindari terjadinya
berbagai komplikasi yang tidak diinginkan (Frenesius Medical Care, 2004).
4.) Higienitas Pasien dan Penolongnya saat Memulai dan Mengakhiri
Tindakan CAPD.
Higienitas pasien dan penolongnya sangat penting untuk mencegah terjadinya
berbagai infeksi. Sebelum melakukan pergantian cairan dialisat, pasien perlu menutup
pintu, jendela dan mematikan kipas/AC. Kebersihan exit-site harus dipertahankan
setiap hari untuk mencegah terjadinya infeksi peritonitis dan infeksi exit site

29
(Tambunan, 2008). Kebersihan personal tiap hari meliputi mandi sedikitnya dua kali
per hari. Kebersihan gigi dan mulut serta berganti pakaian. Peralatan CAPD harus
disimpan di tempat yang dingin, bersih dan kering.
Harus diperhatikan apakah ada kontaminasi pada kantung cairan dialisat
sebelum digunakan. Pasien harus menyediakan tempat bersih, kering tiap kali
melakukan pergantian cairan dialisat. Pasien dan atau penolong harus mencuci tangan
tiap kali akan menyentuh kateter. Exit site perlu dicuci dengan antiseptik tiap hari.
Pasien dan penolong menggunakan masker ketika melakukan penggantian cairan
dialisat (NIDDK, 2006). Pasien juga tidak boleh menggaruk atau menaburkan bedak
pada area disekitar exit site (Frenesius Medical Care, 2004).
5.) Status Nutrisi
Pasien dengan CAPD sering mengalami malnutrisi akibat kehilangan asam
amino dan protein pada cairan dialisat (Park 2006). Banyak penyebab terjadinya
status nurisi yang tidak adekuat pada pasien CAPD. Selain diet yang tidak adekuat,
yang dapat menyebabkan berat badan menurun, massa otot berkurang dan
hipoalbuminemia pada pasien, juga dapat terjadi karena proses inflamasi, uremia,
asidosis metabolik, respon insulin yang tidak adekuat, kehilangan darah dan proses
CAPD itu sendiri (Saxena & Sharma, 2004; Mitch, 2006).
Penelitian Teehan, 1990 menemukan bahwa kadar albumin serum yang
rendah berbanding lurus dengan lamanya rawat inap. Hipoalbumin diketahui
merupakan prediktor kuat penyebab kematian dibandingkan dengan usia, lamanya
CAPD dan penggunaan konsentrasi cairan dialisis. Menurut Jones (2003), terjadinya
hipoalbuminemia dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain timbulnya infeksi pada
CAPD, masukan yang tidak adekuat, usia, lama telah menjalani CAPD dan
penggunaan konsentrasi cairan dialisat.

6.) Laboratorium
Pemeriksaan seperti prealbumin, albumin, kreatinin, feritin dan transferin
serum dapat digunakan untuk menilai status nutrisi (Fleischmann, 1999). Pada studi
Fleischmann (1999) nilai prealbumin, albumin, kreatinin dan transferin dijumpai

30
lebih tinggi pada pasien berat badan lebih (overweight) dan paling rendah pada berat
badan kurang (underweight). Hipoalbuminemia pada pasien CAPD tidaklah harus
menunjukkan malnutrisi. Transferin serum merupakan petanda yang lebih sensitif
dibanding albumin untuk menilai status nutrisi (sehubungan dengan waktu paruhnya
yang singkat), tetapi interpretasi transferin sering sulit karena meningkatnya
kebutuhan zat besi yang diinduksi oleh perdarahan kronis dan terapi eritropoetin.
Feritin serum dijumpai lebih tinggi secara statistik bermakna pada pasien yang
memiliki berat badan kurang dibandingkan dengan berat badan normal (Fleischmann,
1999). Rendahnya kadar kreatinin serum menunjukkan asupan protein yang rendah
dan atau hilangnya massa otot skeletal dan ini berhubungan dengan meningkatnya
mortalitas. Tetapi kreatinin serum sebagai indikator malnutrisi belum dipastikan
(Saxena & Sharma, 2004).
7.) Fasilitas Keperawatan
Pasien yang telah memutuskan menjalani CAPD dirumah perlu menyediakan
tempat khusus untuk menyimpan fasilitas perawatan CAPD. Fasilitas perawatan ini
harus cukup memadai dalam mencegah infeksi dan memenuhi kebutuhan
pemasangan dan penggantian cairan dialisat. Fasilitas tersebut diantaranya tempat
cuci tangan menggunakan air mengalir, tersedianya kamar khusus untuk melakukan
penggantian cairan dialisat dan perawatan exit site, lampu penerangan dalam ruangan
harus cukup untuk menerangi saat pasien melakukan penggantian cairan
dialisat/perawatan exit site (NIDDK, 2006).
8.) Support system
Support system dapat diartikan sebagai bantuan yang diterima dalam situasi
kehidupan yang sulit. Support system disebutkan oleh Mindfull (2008) dalam Epuhik
(2009) sebagai "ketersediaan” yang dirasakan seseorang yang mempercayai individu
dan yang membuat dia merasa diperhatikan dan dihargai sebagai orang. Support
system dapat berfungsi dalam mengurangi stress sebab dengan adanya interaksi,
seseorang dapat berfikir lebih realistis dan mendapatkan perspektif lain sehingga
dapat lebih memahami penyakitnya. Secara teoritis support system juga dapat
menurunkan kecenderungan munculnya kejadian yang dapat mengakibatkan stress

31
(Lieberman, 1992).
Support system bagi pasien yang menjalani CAPD terutama dari pasangan
hidup/keluarga. Support system ini terutama penting bagi pasien untuk memberi
semangat pada pasien dalam mengatasi rasa sakit dan beradaptasi terhadap
lingkungan. Pada pasien tanpa pasangan atau keluarga, dapat terjadi perasaan
kesepian dan depresi terhadap CAPD yang harus dijalani seumur hidup, sehingga
support system baik dari perawat maupun kelompok pendukung dan atau pihak-pihak
yang peduli menjadi sangat penting untuk mencegah perburukan fisik maupun psikis
(Asti, 2006).

2.3.9 Peran Perawat selama PD


Mencegah, mengendalikan dan mengatasi komplikasi perlu dilakukan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien dan mencegah perburukan. Perawat sebagai
bagian dari tim pelayanan CAPD bertanggung jawab dalam perawatan predialisis,
rawat inap, sebelum dan selama pelatihan CAPD, serta pada saat pasien di rumah
(Yetti, 2007). Perawat CAPD harus memiliki sertifikat yang didapat dari pelatihan
CAPD yang bertujuan untuk memandirikan pasien dan keluarga dalam melakukan
CAPD dan menghindari terjadinya komplikasi.
1.) Asuhan Predialisis
Sebelum klien mendapat terapi CAPD, perawat harus mengevaluasi dan
mengingatkan kembali pemahaman pasien terkait pilihan terapi pengganti ginjal
meliputi kelebihan dan keterbatasannya, metode, memastikan perawatan yang tepat
sebelum implantasi kateter Tenckhoff (Yetti, 2007) dan pemilihan letak/tempat
kateter (Tambunan, 2008). Pemilihan yang tepat dan penerimaan terapi CAPD oleh
pasien akan menentukan efektivitas pemberian edukasi (Thomas & Smith, 2002).
Komponen-komponen pokok yang menjadi perhatian Perawat pada Fase Pre-
dialisis adalah:
a.Merupakan keinginan dan pilihan pasien sendiri (Yetti, 2007)
Pada tahap ini, perawat sangat menghargai harkat dan martabat serta hak hidup
pasien, karena pasien yang akan menjalani kehidupan dengan berbagai masalah yang

32
berhubungan dengan kesehatan dirinya. Jika pasien telah menentukan pilihan terapi
pengganti ginjal, maka perawat memberikan dukungan & penjelasan secara objektif
tentang terapi CAPD.
b.Terapi CAPD diberikan berkesinambungan 3-4x per hari dengan 1-2 liter
cairan dialisat (Nolp & Gokal, 2009). Oleh karenanya diperlukan peran aktif pasien
terhadap pengenalan diri dan memandirikan pasien unuk penggantian cairan dialisat.
Lakukan pengkajian perkiraan kebutuhan cairan dialisat, karena setiap pasien
mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda.
c.Perawat memperhatikan kemungkinan terjadinya penyulit yang harus
dihindari sebelum pelaksanaan terapi CAPD.

2.3.10 Rawat Inap


Rawat inap pada terapi CAPD bertujuan untuk mempertahankan implantasi
kateter Tenckoff dan inisiasi program CAPD sesuai perencanaan medis (Yetti, 2007).
Dalam tahap ini, pasien telah dilakukan pemasangan CAPD dan saatnya pemberian
edukasi (Tambunan, 2008). Edukasi terstruktur yang diberikan meliputi penjelasan
tehnik aseptik, exit-site care incisional dan perawatan kateter, identifikasi kebebasan
untuk mengangkat, berolahraga dan mandi, ajarkan cara mengenal tanda/gejala
infeksi dan pencegahan serta emergency call petugas CAPD dan jelaskan pula cara
mengatasi rasa sakit.
Pasien yang dirawat di rumah sakit secara rutin dimonitor oleh perawat.
Diperiksa tanda-tanda vitalnya, yaitu tekanan darah, nadi apikal dan radial,
temperatur, kualitas respirasi dan bunyi nafas tiap 15-30 menit.
Check dressing pada area akses keluar setiap 30 menit terhadap kebasahan
selama prosedur. Monitor waktu penggunaan dan inisiasi outflow. Periksa kadar
glukosa pada klien yang mengabsorpsi glukosa.
Observasi pola outflow (outflow harus mengalir secara kontinyu setelah
jepitan dibuka). Catat dengan akurat jumlah total outflow. Pertahankan akurasi inflow
dan outflow ketika PD per jam telah dilakukan.

33
2.3.11 Sebelum dan selama Pelatihan
Pelatihan yang diberikan bertujuan untuk memperoleh hidup yang berkualitas
(Yetti, 2007) serta mampu berpartisipasi aktif dalam pengembangan rencana
keperawatan baik pasien maupun keluarga. Sebelum memberikan pelatihan perawat
harus mempertimbangkan kondisi pasien; kemampuan konsentrasi, kondisi fisik,
tingkat motivasi, tingkat kemampuan dan pengembangan program pendidikan yang
diberikan antara lain menyampaikan informasi dasar tentang CAPD (anatomi
fisiologi ginjal, proses penyakit, prosedur pertukaran, komplikasi yang mungkin
terjadi, mengenal vital sign dan cara pemeriksaannya, perawatan kateter, emergency
call bila dibutuhkan. Menjelaskan terapi diet (mengkonsumsi makanan tinggi protein
dan tinggi serat, membatasi asupan karbohidrat), menjelaskan kembali tentang
pentingnya tindak lanjut untuk pencegahan infeksi, menyediakan waktu untuk pasien
mengungkapkan perasaannya (Tambunan, 2008).

2.3.12 Perawatan Pasien Di Rumah


Perawatan pasien dirumah bertujuan untuk memandirikan pasien dan keluarga
dalam mengelola terapi CAPD secara aman dan efektif. Pada tahap ini, perawat perlu
mengulang kembali semua informasi yang pernah diberikan pada pasien. Perawat
juga mempersiapkan kontak timbal-balik dengan pasien dengan menggunakan media
yang tersedia, membuat jadwal kunjungan rumah secara berkala (Tambunan, 2008)

2.4 Kualitas Hidup


Kualitas hidup biasanya melibatkan indikator objektif dan subjektif. Indikator
objektif termasuk kesehatan, sosiodemografi dan peran fungsi, sedangkan indikator
subjektif termasuk kepuasaan dan kesejahteraan hidup[CITATION Bri11 \l 1033 ].
Menurut World Health Organization (2019) mendefinisikan kualitas hidup sebagai
persepsi individu tentang posisi mereka dalam kehidupan, dalam konteks budaya, dan
sistem nilai di mana mereka hidup berkaitan dengan tujuan, harapan, standar, dan
masalah mereka. [ CITATION Wor19 \l 1033 ].

34
2.4.1 Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis
Pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis mengalami penurunan kualitas
hidup, menurut Rahman et al (2013) pada pasien PGK terdapat penurunan kualitas
hidup pasien baik dari segi fisik, mental, sosial dan lingkungan. Kualitas hidup pasien
PGK yang menjalani HD menjadi hal yang menarik perhatian paramedis, karena
tujuan HD adalah untuk mempertahankan kualitas hidup pasien. Pasien PGK terjadi
penurunan kualitas hidup yang meliputi kondisi fisik seperti berat badan, sosial
meliputi kemampuan mobilitasnya yang harus menjalani hemodialisis dengan
penjadwalan teratur mental dan sosial (Lacson, 2010).
Penelitian yang dilakukan Sathvik et al (2008) di salah satu unit pelayanan
kesehatan di India dengan menggunakan WHOQOL-Breef sebagai instrumen
menunjukan bahwa kualitas hidup individu sehat atau transplantasi ginjal jauh lebih
baik dibandingkan dengan pasien yang menjalani Hemodialisis.

2.4.2 Kualitas Hidup Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis


Pasien PGK yang menjalani CAPD dianggap lebih mudah dan lebih
praktis dibandingkan dengan proses HD. CAPD dapat dilakukan di rumah,
pembatasan intake protein dan mineral lebih longgar, lebih mudah mengontrol
tekanan darah, anemia, dan tidak menggunakan mesin hemodialisa. Proses capd dapat
berlangsung efek tif tanpa mengganggu aktivitas rutin sehari-hari (Munib, 2012)

2.4.3 Perbandingan kualitas hidup antara pasien gagal ginjal kronis menggunakan
hemodialisa dengan pasien gagal ginjal kronis menggunakan CAPD.
Kualitas hidup pasien dengan gagal ginjal kronis dapat terpengaruh oleh
karena pelaksanaan hemodialisa tidak hanya dilakukan satu waktu tetapi harus
berulang-ulang. Lama menjalani hemodialisa, frekuensi dan durasi hemodialisa
disebutkan sebagai faktor yang berhubungan dengan penurunan kualitas hidup
penderita gagal ginjal. Sebagai contoh, pada pasien dengan interval hemodialisa > 1
kali/bulan (frekuensi jarang) memiliki kualitas hidup yang lebih baik daripada pasien
dengan hemodialisa rutin (1-2 kali/minggu, frekuensi sering). Hal ini berhubungan

35
dengan mekanisme koping yang dimiliki oleh pasien. Kecenderungan terjadinya
mekanisme koping maladaptive yang menimbulkan kecemasan akan penyakit yang
dideritanya justru menyebabkan bertambah parahnya penyakit. (Indanah et al, 2018).
Selain karena frekuensi hemodialisa, adanya faktor komorbid pada gagal ginjal kronis
juga dapat mempengaruhi dari kualitas hidup pasien (Yuwono, 2000). Pada terapi
menggunakan CAPD, kualitas hidup cenderung lebih baik. Penelitian oleh Rizqina
dan kawan-kawan (2014), sebanyak 76,59% pasien PGK dengan terapi CAPD
memiliki kualitas hidup yang baik , sedangkan 23,40% pasien memiliki kualitas
hidup yang buruk. Hal ini dikarenakan CAPD dapat pasien lakukan dirumah , atau
dilakukan sendiri sehingga tidak menimbulkan ketergantungan pemakainya sehingga
pasien merasa mendiri dan secara tidak langsung meningkatkan kepercayan dirinya
(Putri et al., 2009).
Penelitian di unit dialisis RSUP Dr. Kariadi Semarang, menunjukan adanya
perbedaan yang signifikan pada kualitas hidup pasien PGK yang melakukan HD dan
CAPD (Ghaffar et al., 2017). Perbedaan tersebut dibedakan dalam beberapa domain
yaitu : Domain gejala, efek penyakit ginjal, beban penyakit ginjal, status pekerjaan,
fungsi kognitif, kualitas interaksi sosial, fungsi seksual, kualitas tidur, dukungan
sosial, fungsi fisik, peran fisik, keadaan umum, kesejahteraan emosi, peran
emosional, energi/kelelahan serta skor kualitas hidup keseluruhan. Perbedaan tersebut
menunjukan pada pasien PGK yang terapi dengan CAPD memiliki kualitas hidup
yang lebih baik daripada pasien yang melakukan HD. Sesuai dengan penelitian
Rizqina dan kawan-kawan (2014), pasien PGK menggunakan terapi CAPD lebih
leluasa berinteraksi sosial atau melakukan aktivitas sehari-hari karena pergantian
cairan mudah dan dapat dilakukan dimana saja (Ghaffar et al., 2017).

2.4.4 Penilaian Kualitas Hidup


Sampai sekarang sudah banyak kuisinoer mengenai kualitas hidup yang
disusun, namun secara umum ribuan penelitian telah menggunakan
instrumen/kuisioner SF-36 untuk menilai kualitas hidup seseorang. SF-36 merupakan
kuisioner yang memiliki 8 domain yang berhubungan dengan kesehatan, yaitu :

36
1. Fungsi fisik : menilai dampak kesehatan dalam melakukan aktivitas fisik.
2. Peranan fisik : menilai dampak kesehatan fisik pada aktivitas sehari-hari maupun
aktivitas tambahan.
3. Nyeri pada tubuh : mencatat frekuensi nyeri dan tingkat gangguan pada aktivitas
normal akibat nyeri.
4. Kesehatan umum : menilai keseluruhan status kesehatan saat ini, kerentanan
terhadap penyakit, dan ekspektasi seseorang akan kesehatan di masa depan.
5. Vitalitas : menilai mengenai energi dan kelelahan.
6. Fungsi sosial : menilai dampak dari kesehatan fisik atau masalah emosional pada
aktivitas sosial normal atau biasa.
7. Peran emosional : menilai dampak kesehatan emosional pada kegiatan sehari-
hari.
8. Kesehatan mental : menilai frekuensi 4 dimensi kesehatan mental utama yaitu
kecemasan, depresi, kehilangan kontrol perilaku / emosi, dan kesejahteraan
psikologis (Khanna & Tsevat, 2007).
WHO juga mengeluarkan kuisioner mengenai kualitas hidup yang berhubungan
dengan kesehatan yang disebut dengan World Health Organization Quality of Life –
Brief (WHOQL-BREF). Keempat domain yang diukur adalah: fisik, psikologis,
sosial, dan lingkungan, melalui standar 26 yang dapat diisi secara individual. Respons
menggunakan pertanyaan dengan jawaban 5 poin menggunakan skala Likert,
menanyakan ‘seberapa banyak’, ‘seberapa puas’ atau ‘seberapa penuh’ responden
merasa terkait dengan domain yang sedang dinilai.
Kedua kuisioner ini memiliki perbedaan setelah diuji validitas dan reliabilitas.
Pada sf-36 memilki uji validitas yang baik sampai sangat baik, namun reliabilitasnya
mudah atau sensitive terjadi perubahan. Sedangkan kuisioner WHOQL-BREF masih
harus dilakukan pengkajian yang lebih untuk membandingkan apa saja yang dinilai
didalamnya dalam ukuran validitas, tetapi WHOQ-BREF menghasilkan uji
reliabilitas yang baik sampai sangat baik (Khanna & Tsevat, 2007).

37
BAB 3

3.1 Kerangka Teori

Pasien dengan PGK PGK Stadium 5 Penatalaksanaan

Terapi Pengganti 38
Ginjal Pengobatan
Konservatif
Transplantasi
Hemodialisis Continous Ginjal
Ambulatory
Peritoneal
Dialysis

Kualitas Hidup
1. Kesehatan Fisik
2. Kesehatan Psikologis Kuesioner KDQOL SF
3. Hubungan Sosial 36
4. Aspek Lingkungan

Komplikasi

Gambar 3.1 Kerangka Teori

3.2 Kerangka Konsep

Pasien PGK dengan terapi


Hemodialisa
Kualitas Hidup pasien
dengan PGK
Pasien PGK dengan terapi CAPD

39
Kuesioner KDQOL SF
36

Gambar 3.2 Kerangka Konsep

3.3 Hipotesis Penelitian


3.3.1 Hipotesis Null (H0)
Tidak terdapat perbedaan kualitas hidup antara pasien PGK dengan CAPD dan
PGK dengan HD di Unit Dialisis RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

3.2.2 Hipotesis Alternatif


Terdapat perbedaan kualitas hidup antara pasien PGK dengan CAPD dan PGK
dengan HD di Unit Dialisis RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1Desain Penelitian
Desain penelitian ini bersifat analitik observasional dengan pendekatan cross
sectional yaitu peneliti melakukan observasi atau pengukuran pada satu saat tertentu

40
saja selama penelitian dengan responden yang memenuhi kriteria inklusi yang
ditujukan untuk mengetahui perbedaan kualitas hidup pasien PGK stadium 5 yang
menjalani terapi Hemodialisis dan terapi CAPD di RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


4.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni – Oktober 2019

4.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi Penelitian


Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan subyek yang ingin diketahui
dalam penelitian. Berdasarkan tujuan penelitian, maka populasi target penelitian
adalah semua pasien PGK yang menjalani Hemodialisis dan CAPD di RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda selama periode penelitian.
4.3.2 Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien PGK dengan Hemodialisis dan
pasien PGK dengan CAPD bedasarkan kriteria inklusi maupun eksklusi di Unit
Dialisis RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda selama periode Januari 2017 –
Oktober 2019.

4.4 Cara Pengambilan Sampel dan Besar Sampel Penelitian


Dalam penelitian ini cara pengambilan sampel dilakukan dengan metode
purposive sampling yaitu pengambilan sampel dengan cara menetapkan ciri-ciri
khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian bedasarkan penemuan pasien PGK
stadium 5 dengan HD atau CAPD selama periode waktu yang ditentukan.

41
Besar sampel diambil bedasarkan jumlah pada populasi terjangkau penelitian.

4.5 Kriteria Sampel Penelitian

4.5.1 Kriteria Inklusi


1. Usia pasien lebih dari 18 tahun.
2. Telah menjalani terapi dialisis (HD atau CAPD) >3 bulan
3. Bersedia mengikuti penelitian yang dibuktikan dengan menandatangani
lembar informed consent.

4.5.2 Kriteria Eksklusi


1. Pasien yang menjalani terapi dialisis (HD atau CAPD) karena kelainan
ginjal akut.
2. Pasien yang mengalami gangguan psikotik atau gangguan kesadaran.
3. Pasien yang tidak komunikatif dan tidak kooperatif.
4. Pasien yang tidak mengisi kuisioner secara lengkap.

4.6 Data dan Instrumen Penelitian


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder.

1. Data Primer
Data yang diperoleh dari kuesioner yaitu skor kualitas hidup dengan
kuesioner KDQOL-SF 36. Data dikumpulkan peneliti dirumah responden pada
pasien HD dan di unit dialisis pada pasien CAPD.

2. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data di RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda yaitu melihat rekam medik setiap responden
untuk melihat identitas pasien dan penyakit yang mendasari PGK.

42
4.7 Instrumen Penelitian
1. Kuisioner
Instrument yang digunakan untuk melakukan pengukuran ialah kuesioner
KDQOL SF 36 untuk menilai kualitas hidup pasien PGK yang menjalani HD
maupun CAPD.
2. Dokumentasi
Intrument yang digunakan untuk mengetahui data rekam medik PGK dengan
terapi HD dan PGK dengan terapi CAPD.

4.8 Variabel Penelitian


1. Variabel bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah Pasien PGK dengan terapi HD dan
pasien PGK dengan terapi CAPD.
2. Variabel terikat
Variabel terikat pada penelitian ini yaitu kualitas hidup pasien PGK.

1.6 Definisi Operasional


Tabel 4.1 Definisi operasional dan kriteria objektif
NO Variabel Definisi Operasional Kriteria Objektif Skala

1 PGK Merupakan pasien yang Ya: pasien pgk Nominal


terdiagnosis penyakit gagal stadium 4-5
ginjal kronis oleh dokter Tidak: bukan
spesialis penyakit dalam atau pasien pgk
yang merawat dan dari rekam stadium 4-5
medis di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda
2 CAPD Merupakan salah satu terapi Ya: menjalani Nominal
peritoneal dialisis pada pasien terapi capd
gagal ginjal kronik yang diambil Tidak: menjalani
melalui rekam medis pasien di terapi hemodialisis
RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda

43
3 HD Merupakan salah satu terapi Ya: menjalani Nominal
untuk membersihkan molekul terapi
kecil dan elektrolit pada ginjal hemodialisis.
yang diambil melalui rekam Tidak: menjalani
medis pasien di RSUD Abdul terapi capd
Wahab Sjahranie Samarinda

4 PGK Merupakan pasien yang Ya: menjalani Nominal


dengan terdiagnosis penyakit gagal terapi capd
CAPD ginjal kronis oleh dokter Tidak: menjalani
spesialis penyakit dalam atau terapi hemodialisis
yang merawat dan dari rekam
medis yang menjalani terapi
capd di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda
5 PGK Merupakan pasien yang Ya: menjalani Nominal
dengan terdiagnosis penyakit gagal terapi
HD ginjal kronis oleh dokter hemodialisis.
spesialis penyakit dalam atau Tidak: menjalani
yang merawat dan dari rekam terapi capd
medis yang menjalani terapi
hemodialisis di RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda
6 Kualitas Merupakan kualitas yang Menggunakan Ordinal
Hidup dirasakan dalam kehidupan Instrument
sehari-hari pasien yang diukur Kuisioner KQOL
dengan menggunakan kuesioner SF 36
Kidney Disease Quality of Life Skor berkisar
Short Form 36 (KDQOL SF 36) antara 0- 100
1. Baik (76-100)
2. Cukup (60-75)
3. Kurang.(<60)

4.9 Pengolahan dan Penyajian Data


Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Word
2010, software Microsoft Excel 2007, SPSS Statistic versi 20.32 bit. Penyajian data
dilakukan dalam bentuk narasi, tabel.

44
4.10 Analisis Data
4.10.1 Analisis Univariat
Analisis ini digunakan untuk menjelaskan secara deskriptif masing-masing
variabel penelitian yaitu variabel bebas dan variabel terikat dengan menggunakan
tabel frekuensi dan narasi.

4.10.2 Analisis Bivariat


Dalam penelitian ini analisis bivariat digunakan untuk mengetahui
perbandingan kualitas hidup pasien PGK yang menjalani terapi CAPD dan terapi HD.
Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1.Uji Normalitas Data
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui sebaran distribusi suatu data apakah
normal atau tidak. Uji normalitas data berupa uji Kolmogorov-Smirnov dengan nilai
kemaknaan p >0,05 yang digunakan bila besar sampel >50, sedangkan uji Shapiro-
Wilk digunakan apabila besar sampel ≤50.
2. Uji Komparasi
Independent T Test tidak berpasangan merupakan uji parametrik yang
digunakan untuk membandingkan dua mean populasi yang berasal dari populasi yang
sama. Independent T Test tidak berpasangan pada penelitian ini digunakan untuk
mengetahui perbandingan kualitas hidup pasien PGK yang menjalani terapi HD dan
CAPD.
Syarat untuk Independent T Test tidak berpasangan, yaitu:
a. Data harus berdistribusi normal.
b. Varians data boleh sama, dan boleh juga tidak.
Apabila dalam penelitian didapatkan sebaran data tidak normal maka digunakan uji
Mann-Withney.

4.11 Alur Penelitian

Meminta izin penelitian ke RSUD Surat Etik Penelitian dari


Abdul Wahab Sjahranie Samarinda KEPK

45

Mencatat nomor registrasi pasien PGK yang


Abdul Wahab Sjahranie

Pencarian rekam medik pasien yang menjalani


terapi CAPD dan HD di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda

Melakukan wawancara kepada pasien yang akan


diteliti

Melakukan informed concent kepada pasien yang


akan diteliti

Pengolahan dan penyajian data

Pembahasan

Kesimpulan

4.12 Jadwal Kegiatan


Kegiatan Bulan
Januari April Mei Juni Juli Juni
Februari
Maret

46
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan
Proposal
Penelitian

Seminar
Proposal
Penelitian

Revisi Proposal
dan Pengajuan
Permohonan
Izin Penelitian
di Komisi Etik
RSUD AWS
Pengambilan
dan
Pengelolahan
Data
Penyusunan
Pembahasan
Seminar Hasil
Pembuatan draft
publikasi ilmiah
Rencana Penelitian

BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.1 Distribusi Karakteristik Pasien PGK yang menjalani CAPD dan
Hemodialisis

47
Karakteristik pasien PGK yang menjalani CAPD dan Hemodialisis dibagi
bedasarkan usia, jenis kelamin pasien, pendidikan, pekerjaan, status martial, asuransi,
pendapatan, lama dialisis, penyakit yang mendasari. Data didapatkan melalui
wawancara kepada pasien.

Tabel 5.1 Kelompok Usia Pasien PGK yang Menjalani CAPD dan HD di
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
Usia Pasien CAPD HD
(Tahun) n (%) n (%)
Masa remaja akhir usia 17 – 25
tahun 1 (2) 0 (0)
Masa dewasa awal usia 26 – 35
tahun 9 (20) 3 (7)
Masa dewasa akhir usia 36 – 45
tahun 10 (23) 7 (16)
Masa lansia awal usia 46 – 55
tahun 12 (27) 21 (48)
Masa lansia akhir usia 56 – 65
tahun 11 (25) 8 (18)
Masa manula usia 65 – ke atas 1 (2) 5 (11)
Rata-rata usia 40,08 51,79

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan kelompok CAPD rentang usia pasien


remaja akhir (17-25 tahun) sebanyak 2%, dewasa awal (26-35 tahun) sebanyak 20%,
dewasa akhir (36-45 tahun) sebanyak 23%, lansia awal (46-55 tahun) sebanyak 27%,
lansia akhir (56-65 tahun) sebanyak 25%, dan manula (>65 tahun) sebanyak 2%.
Selanjutnya kelompok Hemodialisis rentang usia remaja akhir (17-25 tahun)
sebanyak 0%, dewasa awal (26-35 tahun) sebanyak 7%, dewasa akhir (36-45 tahun)
sebanyak 16%, lansia awal (46-55 tahun) sebanyak 48%, lansia akhir (56-65 tahun)
sebanyak 18%, dan manula (>65 tahun) sebanyak 11%. Rerata usia pasien CAPD
sebanyak 40,08 tahun sedangkan rerata usia pasien Hemodialisis 51,79 tahun.

Tabel 5.2 Jenis Kelamin Pasien PGK yang Menjalani CAPD dan HD di
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
CAPD HD
Jenis Kelamin
n (%) n (%)

48
Laki-Laki 32 (72,7) 24 (54,5)
Perempuan 12 (27,3) 20 (45,5)

Bedasarkan tabel diatas, didapatkan kelompok CAPD 72,7% berjenis kelamin


laki-laki dan perempuan sebanyak 27,3% sedangkan kelompok Hemodialisis berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 54,5 dan 45,5% berjenis perempuan.

Tabel 5.3 Pendidikan Pasien PGK yang Menjalani CAPD dan HD di RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
CAPD HD
Pendidikan
n (%) n (%)
SD 4 (9,1) 3 (6,8)
SMP 8 (18,2) 1 (2,3)
SMA 14 (31,8) 3 (6,8)
S1 10 (22,7) 33 (75)
S2 8 (18,2) 4 (9,1)

Bedasarkan tabel diatas, didapatkan kelompok CAPD tingkat pendidikan SD


sebanyak 9,1%, pendidikan SMP sebanyak 18,2%, pendidikan SMA sebanyak
31,8%, pendidikan S1 sebanyak 22,7% dan pendidikan S2 sebanyak 18,2%
sedangkan kelompok Hemodialisis tingkat pendidikan SD sebanyak 6,8%,
pendidikan SMP sebanyak 2,3%, pendidikan SMA 6,8%, pendidikan S1 sebanyak
75% dan pendidikan S2 sebanyak 9,1%.

Tabel 5.4 Pekerjaan Pasien PGK yang Menjalani CAPD dan HD di RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
CAPD HD
Pekerjaan
n (%) n (%)
Tidak memiliki pekerjaan 8 (18,2) 1 (2,3)
PNS 9 (20,5) 26 (59,1)
Swasta 7 (15,9) 6 (13,6)
Wiraswasta 14 (31,8) 4 (9,1)
Pensiunan 6 (13,6) 7 (15,9)

Bedasarkan tabel diatas, didapatkan kelompok CAPD pekerjaan yang Tidak


memiliki pekerjaan sebanyak 18,2%, PNS sebanyak 20,5%, Swasta sebanyak 15,9%,
Wiraswasta sebanyak 31,8% dan Pensiunan sebanyak 13,6% sedangkan kelompok

49
Hemodialisis pekerjaan yang Tidak memiliki pekerjaan sebanyak 2,3%, PNS
sebanyak 59,1%, Swasta sebanyak 13,6%, Wiraswasta sebanyak 9,1% dan Pensiunan
sebanyak 15,9%.

Tabel 5.5 Status Martial Pasien PGK yang Menjalani CAPD dan HD di
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
CAPD HD
Status Martial
n (%) n (%)
Menikah 41 (93,2) 40 (90,9)
Belum Menikah 3 (6,8) 4 (9,1)

Bedasarkan tabel diatas, didapatkan kelompok CAPD status martial Menikah


sebanyak 93,2% dan Belum menikah sebanyak 6,8% sedangkan kelompok
Hemodialisis status martial Menikah sebanyak 90,9% dan Belum menikah sebanyak
9,1%.

Tabel 5.6 Asuransi Pasien PGK yang Menjalani CAPD dan HD di RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
CAPD HD
Asuransi
n (%) n (%)
BPJS 41 (93,2) 40 (90,9)
Asuransi Privat 3 (6,8) 4 (9,1)

Bedasarkan tabel diatas, didapatkan kelompok CAPD Asuransi BPJS


sebanyak 93,2% dan Asuransi privat 6,8% sedangkan kelompok Hemodialisis
Asuransi BPJS sebanyak 90,9% dan Asuransi privat sebanyak 9,1%.

Tabel 5.7 Pendapatan Pasien PGK yang Menjalani CAPD dan HD di RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
CAPD HD
Pendapatan
n (%) n (%)
< Rp. 2.500.000 20 (45,5) 3 (6,8)
> Rp. 2.500.000 – Rp. 18 (40,9) 34 (77,3)
5.000.000
> Rp. 5.000.000 – Rp. 6 (13,6) 7 (15,9)
10.000.000

50
Bedasarkan tabel diatas, didapatkan kelompok CAPD berpendapatan < Rp.
2.500.000 sebanyak 45,5%, > Rp. 2.500.000 – Rp. 5.000.000 sebanyak 40,9% dan >
Rp. 5.000.000 – Rp. 10.000.000 sebanyak 13,6% sedangkan kelompok Hemodialisis
berpendapatan < Rp. 2.500.000 sebanyak 6,8%, > Rp. 2.500.000 – Rp. 5.000.000
sebanyak 77,3% dan > Rp. 5.000.000 – Rp. 10.000.000 sebanyak 15,9%.

Tabel 5.8 Lama Dialisis Pasien PGK yang Menjalani CAPD dan HD di
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
CAPD HD
Lama Dialisis
n (%) n (%)
3 – 12 bulan 19 (43,2) 29 (65,9)
> 12 bulan 25 (56,8) 15 (34,1)

Bedasarkan tabel diatas, didapatkan kelompok CAPD lama dialisis 3-12 bulan
sebanyak 43,2% dan >12 bulan sebanyak 56,8% sedangkan kelompok Hemodialisis
lama dialisis 3-12 bulan sebanyak 65,9% dan >12 bulan sebanyak 34,1%.

Tabel 5.9 Penyakit yang Mendasari Pasien PGK yang Menjalani CAPD dan
HD di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
CAPD HD
Pendapatan
n (%) n (%)
Hipertensi 17 (38,6) 23 (52,3)
DM 16 (36,4) 17 (38,6)
Hipertensi dan DM 9 (20,5) 3 (6,8)
Nefrolitiasis 2 (4,5) 1 (2,3)

Bedasarkan tabel diatas, didapatkan kelompok CAPD penyakit yang


mendasari Hipertensi sebanyak 38,6%, DM 36,4%, Hipertensi dan DM sebanyak
20,5% dan Nefrolitiasis sebanyak 4,5% sedangkan kelompok Hemodialisis penyakit
yang mendasari Hipertensi sebanyak 52,3%, DM sebanyak 38,6%, Hipertensi dan
DM sebanyak 6,8% dan Nefrolitiasis sebanyak 2,3%.

51
5.2 Distribusi Hasil Penilaian Kualitas Hidup Pasien berdasarkan Kuesioner
SF-36 pasien PGK yang menjalani CAPD

Tabel 5.10 Kualitas Hidup Pasien pasien PGK yang menjalani CAPD di
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

Kelompok Pasien PGK


Variabel
Rerata yang Menjalani Terapi CAPD
Target Untuk Penyakit Ginjal (%)
 Gejala 71,44
 Efek penyakit ginjal 70,44
 Beban penyakit ginjal 73,20
 Status Pekerjaan 75,00
 Fungsi kognitif 78,33
 Kualitas interaksi sosial 91,50
 Fungsi seksual 86,84
 Kualitas tidur 72,57
 Dukungan sosial 85,23
 Kualitas pelayanan staf dialisis 86,36
 Kepuasan pasien 88,52
Item Skala Survei SF-36
 Fungsi fisik 68,14
 Peran fisik 73,30
 Presepsi rasa sakit 80,45
 Kesehatan umum 57,50
 Kesejahteraan emosi 82,96
 Peran emosional 92,41
 Fungsi sosial 89,40
 Energi 78,18
Kualitas Hidup 79,04
 Baik 45
 Cukup 30
 Kurang 25

Bedasarkan hasil penelitian dari 44 responden pada pasien penyakit ginjal


kronik yang menjalani terapi CAPD di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
didapatkan rata-rata kualitas hidup bedasarkan gejala 71,44%, efek penyakit 70,44%,
beban penyakit ginjal 73.20%, status pekerjaan 75,00%, fungsi kognitif 78.33%,
kualitas interaksi sosial 91,50%, fungsi sosial 86,84%, kualitas tidur 72,57%,

52
dukungan sosial 85,23%, kualitas pelayanan staff dialisis 86,36%, kepuasaan pasien
88,52%, fungsi fisik 68,14%, peran fisik 73,30%, presepsi rasa sakit 80,45%,
kesehatan umum 57,50%, kesejahteraan emosi 82,96%, peran emosional 92,41%,
fungsi sosial 89,40%, energi 78,18%. Secara keseluruhan jika dirata-ratakan untuk
menilai kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang diterapi dengan CAPD
didapatkan hasil 79.04% dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup pasien penyakit
ginjal kronik yang diterapi dengan CAPD adalah baik.

5.3 Distribusi Hasil Penilaian Kualitas Hidup Pasien berdasarkan Kuesioner


SF-36 pasien PGK yang menjalani Hemodialisis

Tabel 5.11 Kualitas Hidup Pasien pasien PGK yang menjalani Hemodialisis
di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

Kelompok Pasien PGK


Variabel Rerata Pasien yang Menjalani Terapi
HD
Target Untuk Penyakit Ginjal (%)
 Gejala 64,55
 Efek penyakit ginjal 69,64
 Beban penyakit ginjal 71,30
 Status Pekerjaan 56,82
 Fungsi kognitif 75,33
 Kualitas interaksi sosial 85,14
 Fungsi seksual 57,64
 Kualitas tidur 73,00
 Dukungan sosial 81,82
 Kualitas pelayanan staf dialisis 71,59
 Kepuasan pasien 88,58
Item Skala Survei SF-36
 Fungsi fisik 68,64
 Peran fisik 64,77
 Presepsi rasa sakit 82,27
 Kesehatan umum 58,64
 Kesejahteraan emosi 83,24
 Peran emosional 84,82
 Fungsi sosial 83,23
 Energi 79,77
Kualitas Hidup 73,72

53
 Baik 23
 Cukup 50
 Kurang 27

Bedasarkan hasil penelitian dari 44 responden pada pasien penyakit ginjal


kronik yang menjalani terapi hemodialisis di RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda didapatkan rata-rata kualitas hidup bedasarkan gejala 64,55%, efek
penyakit 69,64%, beban penyakit ginjal 71,30%, status pekerjaan 56,82%, fungsi
kognitif 75,33%, kualitas interaksi sosial 85,14%, fungsi sosial 57,64%, kualitas tidur
73,00%, dukungan sosial 81,82%, kualitas pelayanan staff dialisis 71,59%, kepuasaan
pasien 88,58%, fungsi fisik 68,64%, peran fisik 64,77%, presepsi rasa sakit 82,27%,
kesehatan umum 58,64%, kesejahteraan emosi 83,24%, peran emosional 84,82%,
fungsi sosial 83,23%, energi 79,77%. Secara keseluruhan jika dirata-ratakan untuk
menilai kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang diterapi dengan CAPD
didapatkan hasil 73,72% dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup pasien penyakit
ginjal kronik yang diterapi dengan HD adalah cukup.

5.5 Distribusi Hasil Perbandingan Kualitas Hidup antara Pasien PGK


dengan CAPD dan Pasien PGK dengan HD di RSUD Abdul Wahab Sjahranie

Tabel 5.12 Perbandingan Kualitas Hidup Pasien pasien PGK yang menjalani
CAPD dan Hemodialisis

Kelompok Pasien PGK


Variabel Rerata yang Rerata yang P
Menjalani Terapi Menjalani Terapi
CAPD HD
Target Untuk Penyakit Ginjal
 Gejala 71,44 64,55 0,000
 Efek penyakit ginjal 70,44 69,64 0,004
 Beban penyakit ginjal 73,20 71,30 0,000
 Status Pekerjaan 75,00 56,82 0,001
 Fungsi kognitif 78,33 75,33 0,000
 Kualitas interaksi 0,004
91,50 85,14
sosial
 Fungsi seksual 86,84 57,64 0,000

54
 Kualitas tidur 72,57 73,00 0,001
 Dukungan sosial 85,23 81,82 0,000
 Kualitas pelayanan 0,000
86,36 71,59
staf dialisis
 Kepuasan pasien 0,000
88,52 88,58
Item Skala Survei SF-36

 Fungsi fisik 68,14 68,64


0,000

 Peran fisik 73,30 64,77


0,000

 Presepsi rasa sakit 80,45 82,27


0,000

 Kesehatan umum 0,000


57,50 58,64
 Kesejahteraan emosi 82,96 83,24
0,000

 Peran emosional 92,41 84,82


0,004

 Fungsi sosial 89,40 83,23


0,000

 Energi 78,18 79,77


0,000

Kualitas Hidup 0,000


79,04 73,72
 Baik
20 (44) 10 (44)
 Cukup 13 (44) 22 (44)
 Kurang 11 (44) 12 (44)

Bedasarkan hasil penelitian, pasien PGK dengan CAPD memiliki skor rerata
kualitas hidup yang lebih tinggi pada semua domain dibandingkan pasien PGK
dengan HD. Perbedaan skor rerata kualitas hidup yang signifikan terdapat pada
domain gejala (p=0,000), efek penyakit ginjal (p=0,004), beban penyakit ginjal
(p=0,000), status pekerjaan (p=0,001), fungsi kognitif (p=0,000), kualitas interaksi
sosial (p=0,004), fungsi seksual (p=0,000), kualitas tidur (p=0,001), dukungan sosial
(p=0,000), kualitas pelayanan staf dialisis (p=0,000), kepuasan pasien (p=0,000),
fungsi fisik (p=0,000), peran fisik (p=0,000), presepsi rasa sakit (p=0,000), kesehatan

55
umum (p=0,000), kesejahteraan emosi (p=0,000), peran emosional (p=0,004), fungsi
sosial (p=0,000), energi (p=0,000), kualitas hidup (p=0,000).
BAB 6
PEMBAHASAN
6.1 Interpretasi dan Diskusi Hasil
6.1.1 Kualitas Hidup Pasien PGK yang Menjalani CAPD

Kualitas hidup pasien PGK yang menjalani CAPD dibagi menjadi beberapa
kategori yaitu baik, cukup, dan kurang. Kuesioner KDQOL-SF 36 merupakan salah
satu instrument yang digunakan untuk menilai kualitas hidup pasien PGK baik yang
menjalani CAPD. Kuesioner KDQOL-SF 36 merupakan kuisioner yang memiliki 19
domain yaitu gejala, efek penyakit penyakit ginjal, beban penyakit ginjal, status
pekerjaan, fungsi kognitif, kualitas interaksi sosial, fungsi seksual, kualitas tidur,
dukungan sosial, kualitas pelayanan staf dialisis, kepuasan pasien, fungsi fisik, peran
fisik, persepsi rasa sakit, kesehatan umum, kesejahteraan emosi, peran emosional,
fungsi sosial, energi. Bedasarkan kuesioner yang digunakan untuk menilai kualitas
hidup pasien PGK yang menjalani CAPD, secara keseluruhan, kategori yang paling
banyak adalah kategori baik sebanyak 20 responden dari 44 pasien. Hal tersebut
menunjukan bahwa kualitas hidup pasien PGK yang menjalani CAPD rata-rata
adalah baik.
Penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2014) yang
menunjukkan bahwa pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi CAPD di
RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau memiliki kualitas hidup dalam kategori baik
sebanyak 36 responden (76,59%) dan sisanya 11 responden (23,40%) memiliki
kualitas hidup dalam kategori buruk. Kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik
merupakan salah satu hal penting untuk menilai efek samping dari sebuah terapi
pengobatan. Kualitas hidup dapat menggambarkan suatu beban seorang penderita
akibat penyakit yang dideritanya dan terapi yang diperolehnya. Ketepatan dalam
melakukan pengukuran kualitas hidup bermanfaat untuk mengetahui proses penyakit
dan efek terapi yang diberikan kepada penderita, dengan demikian pasien yang

56
menderita gagal ginjal kronik yang menjalani terapi CAPD perlu diteliti kualitas
hidupnya.
Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Munib (2012) yang
menyatakan bahwa pasien PGK yang menjalani CAPD dianggap lebih mudah dan
lebih praktis dibandingkan dengan proses HD. CAPD dapat dilakukan di rumah,
pembatasan intake protein dan mineral lebih longgar, lebih mudah mengontrol
tekanan darah, anemia, dan tidak menggunakan mesin hemodialisa. Proses CAPD
dapat berlangsung efektif tanpa mengganggu aktivitas rutin sehari-hari, oleh karena
itu kualitas hidup pasien PGK yang menjalani CAPD adalah baik.

6.1.2 Kualitas Hidup Pasien PGK yang Menjalani Hemodialisis


Kualitas hidup pasien PGK yang menjalani HD dibagi menjadi beberapa
kategori yaitu baik, cukup, dan kurang. Kuesioner KDQOL-SF 36 merupakan salah
satu instrument yang digunakan untuk menilai kualitas hidup pasien PGK baik yang
menjalani hd. Kuesioner KDQOL-SF 36 merupakan kuisioner yang memiliki 19
domain yaitu gejala, efek penyakit penyakit ginjal, beban penyakit ginjal, status
pekerjaan, fungsi kognitif, kualitas interaksi sosial, fungsi seksual, kualitas tidur,
dukungan sosial, kualitas pelayanan staf dialisis, kepuasan pasien, fungsi fisik, peran
fisik, persepsi rasa sakit, kesehatan umum, kesejahteraan emosi, peran emosional,
fungsi sosial, energi. Bedasarkan kuesioner yang digunakan untuk menilai kualitas
hidup pasien pgk yang menjalani hd, secara keseluruhan, kategori yang paling banyak
adalah kategori cukup sebanyak 22 responden dari 44 pasien. Hal tersebut
menunjukan bahwa kualitas hidup pasien pgk yang menjalani capd rata-rata adalah
cukup.
Penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Widowati (2011),
yang menunjukkan bahwa kualitas hidup pasien PGK sebagian besar berada pada
kategori cukup sebelum dilakukan hemodialisa dan setelah dilakukan hemodialisa
seluruh responden berada juga tetap berada pada kategori cukup. Semua pada tingkat
kualitas hidup cukup, akan tetapi dari masing–masing responden berbeda nilainya. Ini

57
mungkin juga tergantung dari persepsi responden dan tingkat keparahan penyakitnya,
juga karena PGK tidak bisa disembuhkan.
Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahman et al
(2013), yang menunjukkan bahwa pasien PGK yang menjalani hemodialisis
mengalami penurunan kualitas hidup atau berada pada kualitas hidup cukup. Pada
pasien PGK terdapat penurunan kualitas hidup pasien baik dari segi fisik, mental,
sosial dan lingkungan. Kualitas hidup pasien PGK yang menjalani HD menjadi hal
yang menarik perhatian paramedis, karena tujuan HD adalah untuk mempertahankan
kualitas hidup pasien.
Secara teori, penelitian ini serupa dengan teori yang dikemukakan oleh
Lacson (2010) yang menyatakan bahwa pasien PGK terjadi penurunan kualitas hidup
hingga berada pada kualitas hidup cukup yang meliputi kondisi fisik seperti berat
badan, sosial meliputi kemampuan mobilitasnya yang harus menjalani hemodialisis
dengan penjadwalan teratur mental dan sosial (Lacson, 2010).

6.1.3 Perbandingan Kualitas Hidup antara Pasien PGK dengan CAPD dan pasien
PGK dengan Hemodialisis
Hasil analisis pasien penyakit ginjal kronik dengan CAPD dan pasien
penyakit ginjal kronik dengan HD menunjukkan adanya perbandingan yang
signifikan pada semua domain yang terdiri dari gejala, efek penyakit penyakit ginjal,
beban penyakit ginjal, status pekerjaan, fungsi kognitif, kualitas interaksi sosial,
fungsi seksual, kualitas tidur, dukungan sosial, kualitas pelayanan staf dialisis,
kepuasan pasien, fungsi fisik, peran fisik, persepsi rasa sakit, kesehatan umum,
kesejahteraan emosi, peran emosional, fungsi sosial, energi. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rahmah (2014) yang menunjukan adanya perbedaan
yang signifikan antara kualitas hidup pasien yang menjalani terapi CAPD dengan
hemodialisa. Pasien dengan gagal ginjal terminal harus menjalani terapi dialisis, baik
CAPD maupun hemodialisa. CAPD dilakukan 3-4 kali dalam sehari selama 6-8 jam,
sedangkan hemodialisa dilakukan 2-3 kali dalam seminggu selama 4-5 jam, karena
menjalani terapi dalam waktu yang lama akan mempengaruhi persepsi pasien

58
terhadap kualitas hidupnya. Kualitas hidup adalah kondisi seseorang yang menderita
penyakit tertentu tetap merasa nyaman dan sejahtera sehingga dapat dijadikan acuan
keberhasilan dari suatu terapi.
Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Rahman et al (2013),
yang menunjukkan bahwa pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis mengalami
penurunan kualitas hidup, pada pasien PGK terdapat penurunan kualitas hidup pasien
baik dari segi fisik, mental, sosial dan lingkungan. Kualitas hidup pasien dengan
gagal ginjal kronis dapat terpengaruh oleh karena pelaksanaan hemodialisa tidak
hanya dilakukan satu waktu tetapi harus berulang-ulang. Lama menjalani
hemodialisa, frekuensi dan durasi hemodialisa disebutkan sebagai faktor yang
berhubungan dengan penurunan kualitas hidup penderita gagal ginjal. Sebagai
contoh, pada pasien dengan interval hemodialisa > 1 kali/bulan (frekuensi jarang)
memiliki kualitas hidup yang lebih baik daripada pasien dengan hemodialisa rutin (1-
2 kali/minggu, frekuensi sering). Hal ini berhubungan dengan mekanisme koping
yang dimiliki oleh pasien. Kecenderungan terjadinya mekanisme koping maladaptive
yang menimbulkan kecemasan akan penyakit yang dideritanya justru menyebabkan
bertambah parahnya penyakit. (Indanah et al, 2018). Selain karena frekuensi
hemodialisa, adanya faktor komorbid pada gagal ginjal kronis juga dapat
mempengaruhi dari kualitas hidup pasien (Yuwono, 2000). Pada terapi menggunakan
CAPD, kualitas hidup cenderung lebih baik. Penelitian oleh Rizqina dan kawan-
kawan (2014), sebanyak 76,59% pasien PGK dengan terapi CAPD memiliki kualitas
hidup yang baik , sedangkan 23,40% pasien memiliki kualitas hidup yang buruk. Hal
ini dikarenakan CAPD dapat pasien lakukan dirumah , atau dilakukan sendiri
sehingga tidak menimbulkan ketergantungan pemakainya sehingga pasien merasa
mendiri dan secara tidak langsung meningkatkan kepercayan dirinya (Putri et al.,
2009).
Penelitian di unit dialisis RSUP Dr. Kariadi Semarang juga menunjukan hasil
yang serupa yaitu adanya perbedaan yang signifikan pada kualitas hidup pasien PGK
yang melakukan HD dan CAPD (Ghaffar et al., 2017). Perbedaan tersebut dibedakan
dalam beberapa domain yaitu : Domain gejala, efek penyakit ginjal, beban penyakit

59
ginjal, status pekerjaan, fungsi kognitif, kualitas interaksi sosial, fungsi seksual,
kualitas tidur, dukungan sosial, fungsi fisik, peran fisik, keadaan umum,
kesejahteraan emosi, peran emosional, energi/kelelahan serta skor kualitas hidup
keseluruhan. Perbedaan tersebut menunjukan pada pasien PGK yang terapi dengan
CAPD memiliki kualitas hidup yang lebih baik daripada pasien yang melakukan HD.
Sesuai dengan penelitian Rizqina dan kawan-kawan (2014), pasien PGK
menggunakan terapi CAPD lebih leluasa berinteraksi sosial atau melakukan aktivitas
sehari-hari karena pergantian cairan mudah dan dapat dilakukan dimana saja (Ghaffar
et al., 2017).
6.2 Keterbatasan Penelitian
Penelitian mengenai perbandingan kualitas hidup antara pasien penyakit ginjal
kronik yang menjalani terapi CAPD dengan terapi hemodialisis di RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda memiliki keterbatasan, meliputi:
1. Pada penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian
sehingga memungkinkan terjadinya bias memori responden.
2. Lokasi tempat tinggal pasien yang menyebar di beberapa daerah, tidak hanya
di Kota Samarinda, sehingga sulit untuk dijangkau oleh peneliti, serta berpindahnya
domisili pasien keluar daerah Kota Samarinda sehingga tidak dapat ditelusuri untuk
bertemu dengan pasien.

60
BAB 7
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Bedasarkan hasil penelitian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa:
1. Kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang diterapi dengan CAPD
adalah baik.
2. Kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang diterapi dengan HD adalah
cukup.
3. Terdapat perbedaan kualitas hidup pada pasien PGK yang menjalani terapi
CAPD dan HD.
7.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kualitas hidup pada pasien
PGK dengan variabel yang berbeda.
2. Perlu dilakukan perbaikan sistem penyimpanan dan pencatatan rekam medis
di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda secara lebih baik, agar rekam medis
tersebut dapat digunakan untuk kepentingan penelitian di masa yang akan datang.

61
DAFTAR PUSATAKA

Agarwal, R., & Light, R. P. (2010). Intradialytic hypertension is a marker of volume excess.
Nephrol Dial Transplant, 3355-3361.
Arici, M. (2014). Clinical Assessment of a Patient with Chronic Kidney Disease .
Management of Chronic Kidney Disease .

Baxter team. (2002). Peritoneal dialysis (3rd ed.) Baxter Health Corporation.
Bieber, S., & Himmelfarb, J. (2013). Hemodialysis. In T. Coffman, R. Falk, B. Molitoris, E.
Eilson, & R. Schrier, Schrier’s disease of the kidney. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
Blake, P. (2009, August). Proliferation of Hemodialysis Units and Declining Peritoneal
Dialysis Use: An International Trend. American Journal of Kidney Diseases, 54(2),
194-196.

Black J.M and Hawks J.H. (2009). Medical surgical nursing. USA: Elseviers
Saunder.
Daugirdas, J., Blake, P., & Ing, T. (2015). Handbook of Dialysis 5th Edition. Philadelphia:
Wolters Kluwer Health.
Davison, R., & Sheerin, N. (2015, January). Prognosis and management of chronic kidney
disease (CKD) at the end of life . Postgrade Medical Journal, 98-105.
Evans, M., Grams, M., Sang, Y., Astor, B., Blankestijn, P., Brunskill, N., et al. (2018). Risk
Factors for Prognosis in Patients With Severely Decreased GFR . Kidney
International Reports 2018.
Fleming, G. (2011). Renal replacement therapy review. Organogenesis Vol.7, 2-12.

Frenesius Medical Care. (2004). Frenesius fundamentals in peritoneal dilaysis


Hill, N., Fatoba, S., Oke, J., Hirst, J., Callaghan, O., Lasserson, D., et al. (2016). Global
Prevalence of Chronic Kidney Disease - A Systematic Review and Meta-Analysis.
Bergamo: PLoS ONE.
Hill, N., Fatoba, S., Oke, J., Hirst, J., Callaghan, O., Lasserson, D., et al. (2016). Global
Prevalence of Chronic Kidney Disease - A Systematic Review and Meta-Analysis.
(G. Remuzzi, Ed.) PLOS ONE.

Ignatavicius Donna D. and Workman M. Linda, (2006). Medical surgical nursing:


Critical thinking for collaborative care (5th ed.) Missouri: Elsevier Saunders

Johnson, D. (2012). Diagnosis, Classification and Staging of Chronic Kidney Disease. CARI
Guidelines, 1-31.

62
Joshi, V. D., Mooppil, N., & Lim, J. F. (2010, Desember 20). Validation of the Kidney
Disease Quality of a dialysis-targeted health measure in Singapore. BMC
Nephrology, 1-8.

Kallenbach, J.Z., Gutch, C.F.Martha,S.H., & Corca, A.L. (2005). Review of


hemodialysis for nurses and dialysis personel (7th ed.). St.Louis: Elsevier Mosby.
KDIGO. (2013). Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic
Kidney Disease . Journal of The International Society of Nephrology, 3.

Keane, Miller (2003). Encyclopedia and dictionary of medicine, nursing, and allied
health. (7th ed.). Missouri: Saunders.
Kelman E. & Watson D. (2006). Preventing and managing complication dialysis:
Chapter 29. Nephrology Nursing Journal. Nov-Dec.
Kemenkes. (2017)( 9-Maret). Info Datin. Situasi Penyakit Ginjal Kronis, p. 1.
KEMENKES. (2017). Info Datin : Situasi Penyakit Ginjal. Jakarta: Kementrian Kesehatan.
Jones CH. (2003). Serum Albumin in Peritoneal dialysis patients. June 30, 2011.
http://www.uninet.edu/cin2003/conf/jones/jones.html
Levey, A. S., & Eckardt, K.-U. (2005). Definition and classification of chronic kidney
disease. Kidney International, 67, 2089–2100.
Lindsay, R. M., Nesrallah, G., Suri, R., Grag, A., & Moist, L. (2006). Is more frequent
hemodialysis beneficial and what is the evidence? Curr Opin Nephrol Hypertens,
631-635.
Longo, D., Kasper, D., Fauci, A., Hauser, S., Jameson, J., Loscalzo, J., et al. (2012).
Harrison's principles of internal medicine (18 ed.). New York: McGraw Hill
Education.
Mahesa, D. R. (2010). Penyakit Ginjal Kronis (Chronic Kidney Disease). Bandung: Fakultas
Kedokteran Uiversirtas Padjajaran.
Matovinović, M. (2009). PATHOPHYSIOLOGY AND CLASSIFICATION OF KIDNEY
DISEASES. Journal of The International Federation of Clinical Chemistry And
Laboratory Medicine.
Maunaturrohmah, A. (2015, Mei). Analisis faktor yang berhubungan terhadap kualitas hidup
pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di rsud jombang. Ilmiah
Kesehatan, 4, 1-80.
Mitch, W. E. (2014). Chronic Kidney Disease (24th Edition ed.). Philadelphia: Saunders, an
imprint of Elsevier Inc.

Mosby Inc. (2008). Mosby’s medical dictionary, 8th Edition. Missouri: Elsevier.

63
Murphree, D., & Thelen, S. (2010, August). Chronic Kidney Disease in Primary Care. The
Journal of the American Board of Family Medicine, 23(4), 542-550.
National Kidney Foundation. (2002). K/DOQI Clinical Practice Guidlines for Chronic
Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification . Am J Kidney Dis, S1-
S266.
National Kidney Foundation. (2015). KDOQI Clinical Practice Guideline For Hemodialysis
Adequacy. American Journal of Kidney, 884-930.

NIDDK. (2006). Treatment methods for kidney failure : peritoneal dialysis. USA: U.S
Departement of Health and Human Services
NIH. (2014). Vascular Access for Hemodialysis. National Kidney and Urologic Diseases
Information Clearinghouse, 1.
NKF. (2002). K/DOQI Clinical Practice Guidelines For Chronic Kidney Disease:
Evaluation, Classification and Stratification. New York: NKF.
NKF. (2006). 2006 UPDATE OF CLINICAL PRACTICE GUIDELINES FOR
HEMODIALYSIS ADEQUACY. New York: National Kidney Foundation.
NKF. (2015). Update of the KDOQI Clinical Practice Guideline for Hemodialysis Adequacy.
Mineapolis: National Kidney Foundation.
NKF. (2016). KDOQI Clinical Practice Guideline For Hemodialysis Adequacy. American
Journal of Kidney, 884-930.

Nolph K.D & Gokal R. (1994). The textbook of peritoneal dialysis. Netherlands:
Kluwer Academic Publisher

Park MS, Choi SR, Yoon SY, Lee SY and Han DS, (2006). New Insight of Amino
Acid Based Dialysis Solution: International Society Nephrology Vol 70: S110-S114.

Parsudi, Siregar dan Roesli dalam Sudoyo Aru W dkk, (2006). Buku ajar ilmu
penyakit dalam (Jilid 1 Edisi IV.). Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FK UI

PERNEFRI. (2015). 8th Report of Indonesian Renal Registry. Manado: Persatuan Nefrologi
Indonesia.
PERNEFRI. (2016). Indonesian Renal Registry. Jakarta: PERNEFRI.
PERNEFRI. (2016). Indonesian Renal Registry (Vol. 9). Jakarta: PERNEFRI.

Peso, G. D, Bajo M.A, Costero C, Hevia C, Gil F, Diaz C, Aguilera A, Selgas R,


(2003) Risck Factor For Abdominal Wall Complication in PeritoneL Dialysis
Patients: International Society for Pertoneal Dialysis Vol 23: 249- 254.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit
(VI ed.). Jakarta: EGC.

64
Riskesdas. (2013). Riset kesehatan dasar. Jakarta: Depkes.
RISKESDAS. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Saxena A, Sharma RK. 2008. Role of Bioelectical Impedance Analysis (BIA) in Renal
Disease. Indian J Nephrol, 15:194-7.
Schnuelle, P., Lorenz, D., Trede, M., J, F., & Van Der Woude. (1998, May 23). Impact of
renal cadaveric transplantation on survival in end-stage renal failure: evidence for
reduced mortality risk compared with hemodialysis during long-term follow-up.
Journal of the American Society of Nephrology, 9, 2135-2141.
Suhardjono. (2014). Hemodialisis; Prinsip Dasar dan Pemakaian Kliniknya. In Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam (p. 2192). Jakarta: InternaPublishing.

Supono. 2009. Faktor-faktor yang berkontribusi terjadinya peritonitis pada pasien


continous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) di rumah sakit Dr. Saiful Anwar
Malang. Tesis.

Suwitra, K. (2014). Penyakit Ginjal Kronik. In S. Setiati, I. Alwi, A. Sudoyo, M.


Simadibrata, B. Setiyohadi, S. Setiati, I. Alwi, A. Sudoyo, M. Simadibrata, & B.
Setiyohadi (Eds.), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (pp. 2161-2167). Jakarta: Internal
Publishing.
Tambunan R. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien Dialisis. PPSDM Rumah Sakit PGI
Cikini. Jakarta: Makalah Kursus Perawatan Intensif Ginjal XIV

Thomas N. & Smith T. (2002). Renal nursing (2nd ed.). UK: Bailliere Tindall

Tomlinson, L., & Wheeler, D. (2015). Clinical Evaluation and Management of Chronic
Kidney Disease. In R. Johnson, J. Feehally, & J. Floege, Comprehensive Clinical
Nephrology 5th Edition. Philadelphia: Elsevier.
Tzamaloukas, A. H., & Quintana. (1990, February). Insufflation peritonitis in continuous
ambulatory peritoneal dialysis. Peritoneal dialysis international: journal of the
International Society for Peritoneal Dialysis, 10(2), 184.
Wiguno, P. (n.d.). Incidence, prevalence, treatment and cost of end-stage renal disease in
Indonesia. Ethnicity and Disease, 16, S2-14-16.

Yetti K. (2007). Peran perawat dalam meningkatkan kualitas pasien peritoneal


dialisis. Jurnal Keperawatan Indonesia, Ifblume U, No.I, Maret 2007, 1141 25- 29
Zelmer, J. (2007, May 29). The economic burden of end-stage renal disease in Canada.
International Society of Nephrology, 72, 1122-1129.

65
LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Persetujuan Responden

INFORMED CONSENT

Saya yang bernama Dipo Try Harto Nusantara sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman dengan ini akan melakukan penelitian yang berjudul
“PERBANDINGAN KUALITAS HIDUP PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG
MENJALANI TERAPI CAPD DENGAN PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG
MENJALANI TERAPI HEMODIALISIS DI RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE
SAMARINDA”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas hidup pasien gagal ginjal
kronik rawat jalan di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

Dalam hal ini responden akan diminta untuk mengisi kuesioner dimana
responden diberi kebebasan yaitu dapat menolak menjadi responden. Seluruh data
informasi yang didapatkan dari responden akan dijaga kerahasiaannya oleh peneliti.
Setelah mendapat penjelasan atas tindakan yang akan dilakukan, maka saya
yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Alamat :
No. Telpon :
Usia :
Bersedia untuk menjadi responden (sampel penelitian) dalam penelitian ini.
Persetujuan ini diambil dan disepakati dalam keadaan sadar tanpa ada paksaan dari
pihak manapun.

Samarinda,………………………2019

Peneliti Responden

(Dipo Try Harto Nusantara) (…………………………)

66
INSTRUKSI UNTUK MENGISI KUESIONER
Lampiran . Kuesioner Kualitas Hidup

A. Survei ini meminta pandangan anda mengenai kesehatan anda. Informasi ini akan
membantu mengetahui apa yang anda rasakan dan seberapa mampukah anda untuk
melakukan kegiatan seperti biasanya.
B. Survei ini mencakup berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan kesehatan dan
hidup anda. Kami tertarik untuk mengetahui bagaimana perasaan anda mengenai
setiap masalah yang ditanyakan.
C. Mohon menjawab pertanyaan berikut dengan cara melingkari nomor yang sesuai
atau dengan mengisi jawaban sesuai yang diminta.
Contoh:
Selama empat minggu terakhir, seberapa berat nyeri punggung yang anda rasakan?
(Lingkari Satu Nomor)
Tidak nyeri ......................................... (1)
Sangat ringan ...................................... 2
Ringan ................................................. 3
Sedang ................................................. 4
Berat .................................................... 5

D. Beberapa butir dalam survei ini menanyakan mengenai efek penyakit ginjal
terhadap kehidupan anda. Beberapa butir pertanyaan akan menanyakan anda
mengenai keterbatasan yang berkaitan dengan penyakit ginjal yang anda derita, dan
beberapa butir pertanyaan akan menanyakan anda mengenai kebugaran anda.
Beberapa pertanyaan mungkin mirip dengan pertanyaan lain, namun setiap
pertanyaan tidaklah sama. Mohon jawab setiap pertanyaan sejujur mungkin. Apabila
anda tidak yakin untuk memberikan jawaban pada suatu pertanyaan, mohon berikan
jawaban terbaik yang menurut anda paling sesuai. Hal ini akan memungkinkan kami
untuk mendapatkan gambaran yang akurat mengenai pengalaman berbeda yang
dialami oleh individu dengan penyakit ginjal.

67
1. Secara umum, anda akan mengatakan kesehatan anda:
(Lingkari Satu
Nomor)

Luar biasa baik........................................................................ 1


Sangat baik.............................................................................. 2
Baik......................................................................................... 3
KESEHATAN ANDA
Cukup baik.............................................................................. 4
Buruk...................................................................................... 5

2. Dibandingkan dengan setahun yang lalu, bagaimana anda menilai kondisi


kesehatan anda secara umum sekarang?
(Lingkari
Satu
Nomor)

Jauh lebih baik saat ini dibandingkan setahun yang lalu......... 1


Sepertinya lebih baik sekarang dibandingkan setahun yang
2
lalu...........................................................................................
Sepertinya sama saja dengan setahun yang lalu...................... 3
Sepertinya lebih buruk sekarang dibandingkan setahun yang
4
lalu...........................................................................................
Jauh lebih buruk saat ini dibandingkan setahun yang lalu...... 5

3. Butir-butir berikut menanyakan mengenai aktivitas yang mungkin anda lakukan


selama hari-hari biasanya, Apakah kesehatan anda saat ini membatasi anda
melakukan aktivitas-aktivitas berikut? Apabila iya, seberapa besar dampaknya?

(Lingkari Satu Nomor pada Setiap Butir)

Tidak, sama
Ya, sangat Ya, sedikit
sekali tidak
terbatas terbatas
terbatas
a. Aktivitas berat, seperti berlari, 1 2 3
mengangkat beban berat, berpartisipasi

68
dalam kegiatan olahraga yang berat
b. Aktivitas sedang, seperti memindahkan
meja, menekan vacum cleaner, bermain 1 2 3
bowling, atau bermain golf
c. Mengangkat atau membawa belanjaan 1 2 3
d. Mendaki beberapa anak tangga 1 2 3
e. Mendaki satu anak tangga 1 2 3
f. Membungkuk, berlutut, atau menunduk 1 2 3
g. Berjalan lebih dari satu mil 1 2 3
h. Berjalan beberapa blok 1 2 3
i. Berjalan satu blok 1 2 3
j. Mandi atau berpakaian sendiri 1 2 3

4. Selama 4 minggu terakhir, apakah anda pernah mengalami masalah berikut


ini selama melakukan pekerjaan atau aktivitas reguler lainnya sebagai
dampak kondisi kesehatan fisik anda?
(Lingkari Satu Nomor pada Setiap Butir)
Ya Tidak
a. Mengurangi jumlah waktu yang anda gunakan
1 2
untuk bekerja atau melakukan aktivitas lain
b. Menyelesaikan kurang dari yang mungkin anda
1 2
bisa lakukan?
c. Apakah terbatas dalam jenis pekerjaan atau
1 2
aktivitas lain?
d. Mengalami kesulitan melakukan pekerjaan atau
aktivitas lain (misal membutuhkan usaha yang 1 2
lebih tinggi)?

5. Selama 4 minggu terakhir, apakah anda pernah mengalami masalah berikut


ini selama melakukan pekerjaan atau aktivitas reguler harian lainnya sebagai
dampak kondisi kesehatan emosional anda (seberti merasa depresi atau
cemas)?

(Lingkari Satu Nomor pada Setiap Butir)


Ya Tidak
a. Mengurangi jumlah waktu yang anda gunakan 1 2
untuk bekerja atau melakukan aktivitas lain
b. Menyelesaikan kurang dari yang mungkin anda 1 2

69
bisa lakukan?
c. Tidak melakukan pekerjaan atau aktivitas lain 1 2
sehati-hati biasanya?

6. Selama 4 minggu terakhir, sejauh mana masalah kesehatan fisik atau emosi
mengganggu aktivitas sosial anda dengan keluarga, kerabat, tetangga, atau
kelompok?

(Lingkari Satu
Nomor)
Tidak sama sekali.................................................................... 1
Sedikit..................................................................................... 2
Sedang..................................................................................... 3
Cukup mengganggu................................................................ 4
Sangat...................................................................................... 5

7. Seberat apakah nyeri badan yang anda rasakan selama 4 minggu terakhir?

(Lingkari Satu
Nomor)
Tidak sama sekali.................................................................... 1
Sangat 2
ringan...........................................................................
Ringan..................................................................................... 3
Sedang..................................................................................... 4
Berat........................................................................................ 5
Sangat berat............................................................................. 6

8. Selama 4 minggu terakhir, sejauh mana nyeri yang anda rasakan


mengganggu pekerjaan anda (termasuk pekerjaan di luar rumah dan pekerjaan
rumah)?

(Lingkari Satu
Nomor)
Tidak sama sekali.................................................................... 1
Sedikit..................................................................................... 2
Sedang..................................................................................... 3

70
Cukup mengganggu................................................................ 4

Sangat...................................................................................... 5

9. Butir-butir berikut menanyakan mengenai aktivitas yang mungkin anda


lakukan selama hari-hari biasanya, Apakah kesehatan anda saat ini
membatasi anda melakukan aktivitas-aktivitas berikut? Apabila iya, seberapa
besar dampaknya?

(Lingkari Satu Nomor pada Setiap Butir)


Tidak
Hampir Kadang Jaran
Selalu Sering perna
selalu -kadang g
h
a. Apakah anda merasa
1 2 3 4 5 6
penuh semangat?
b. Apakah anda
merupakan orang yang
1 2 3 4 5 6
mudah merasa sangat
gugup?
c. Apakah anda merasa
terlarut dalam
kesedihan yang mana
1 2 3 4 5 6
tidak ada satupun hal
yang dapat
menyemangati anda?
d. Apakah anda merasa
1 2 3 4 5 6
tenang dan damai?
e. Apakah anda memiliki
1 2 3 4 5 6
banyak energi?
f. Apakah anda merasa
1 2 3 4 5 6
sedih dan murung?
g. Apakah anda merasa
1 2 3 4 5 6
tidak bertenaga?
h. Pernahkan anda
1 2 3 4 5 6
merasa senang?
i. Apakah anda merasa
1 2 3 4 5 6
lelah?

10. Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering masalah kesehatan fisik atau
emosi anda mengganggu aktivitas sosial anda (seperti mengunjungi teman,
keluarga, dan lain sebagainya)?

71
(Lingkari Satu
Nomor)
Selalu.................................................................................... 1
Hampir selalu....................................................................... 2
Kadang-kadang.................................................................... 3
Jarang.................................................................................... 4
Tidak pernah......................................................................... 5

11. Mohon pilih jawaban yang paling baik menggambarkan seberapa BENAR atau
SALAH setiap pernyataan berikut ini bagi anda.

(Lingkari Satu Nomor pada Setiap Butir)


Sangat Sebagian Tidak Sebagian Sangat
benar besar tahu besar salah salah
benar
a. Sepertinya saya lebih
mudah sakit dibandingkan 1 2 3 4 5
orang lain
b. Saya sesehat yang saya
1 2 3 4 5
ketahui
c. Saya pikir kondisi
1 2 3 4 5
kesehatan saya memburuk
d. Kondisi kesehatan saya
1 2 3 4 5
luar biasa baik

PENYAKIT GINJAL YANG ANDA DERITA

12. Seberapa BENAR atau SALAH setiap pernyataan berikut ini bagi anda?

(Lingkari Satu Nomor pada Setiap Butir)


Sebagian
Sangat Tidak Sebagian Sangat
besar
benar tahu besar salah salah
benar
a. Penyakit ginjal yang saya
derita sangat mengganggu 1 2 3 4 5
kehidupan saya
b. Terlalu banyak waktu 1 2 3 4 5

72
yang saya gunakan untuk
berurusan dengan
penyakit ginjal yang saya
derita
c. Saya merasa frustasi
berurusan dengan
1 2 3 4 5
penyakit ginjal yang saya
derita
d. Saya merasa seperti beban
1 2 3 4 5
bagi keluarga saya

13. Pertanyaan-pertanyaan berikut menanyakan mengnai bagaimana keadaan anda selama


4 minggu terakhir. Untuk setiap pertanyaan, mohon berikan satu jawaban yang paling
mendekati apa yang anda rasakan.

Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering anda . . .

(Lingkari Satu Nomor pada Setiap Butir)


Tidak Kadang Hampir
Jarang Sering Selalu
pernah -kadang Selalu
a. Mengisolasi diri anda
dari orang-orang di 1 2 3 4 5 6
sekitar anda?
b. Bereaksi dengan
lambat terhadap sesuai
1 2 3 4 5 6
yang dikatakan atau
dilakukan?
c. Mudah marah pada
orang-orang di sekitar 1 2 3 4 5 6
anda?
d. Merasa kesulitan
berkonsentrasi atau 1 2 3 4 5 6
berpikir?
e. Dapat bergaul dengan
1 2 3 4 5 6
baik dengan orang lain?
f. Merasa bingung? 1 2 3 4 5 6

14. Selama 4 minggu terakhir, seberapa terganggunya anda oleh hal-hal berikut ini?

73
(Lingkari Satu Nomor pada Setiap Butir)
Tidak
Cukup Amat
tergangg Sedikit Sangat
tergangg sangat
u sama terganggu terganggu
u terganggu
sekali
a. Nyeri otot? 1 2 3 4 5
b. Nyeri dada? 1 2 3 4 5
c. Kram? 1 2 3 4 5
d. Gatal di kulit? 1 2 3 4 5
e. Kulit kering? 1 2 3 4 5
f. Sesak napas? 1 2 3 4 5
g. Pingsan atau pusing? 1 2 3 4 5
h. Penurunan nafsu makan? 1 2 3 4 5
i. Merasa tidak berdaya atau
1 2 3 4 5
terkuras?
j. Baal di tangan atau kaki? 1 2 3 4 5
k. Mual atau nyeri perut? 1 2 3 4 5
Hanya pasien Hemodialisis
l. Masalah dengan akses
pembuluh darah untuk 1 2 3 4 5
hemodialisis?
Hanya pasien yang menjalani dialisis peritoneal
m. Masalah dengan
1 2 3 4 5
penempatan kateter?

EFEK PENYAKIT GINJAL TERHADAP KEHIDUPAN SEHARI-HARI

15. Beberapa orang merasa terganggu oleh efek-efek penyakit ginjal terhadap kehidupan
kesehariannya, sedangkan beberapa lainnya merasa tidak terganggu. Seberapa
mengganggunya penyakit ginjal yang anda derita terkait setiap aspek berikut ini?

(Lingkari Satu Nomor pada Setiap Butir)


Tidak Sedikit Cukup Sangat Amat
tergangg terganggu tergangg terganggu sangat
u sama

74
sekali u terganggu
a. Pembatasan cairan? 1 2 3 4 5
b. Pembatasan asupan
1 2 3 4 5
makanan?
c. Kemampuan anda untuk
1 2 3 4 5
bekerja di sekitar rumah?
d. Kemampuan anda untuk
1 2 3 4 5
bepergian?
e. Menjadi bergantung pada
dokter dan tenaga 1 2 3 4 5
kesehatan?
f. Stres atau khawatir akibat
penyakit ginjal yang 1 2 3 4 5
diderita?
g. Kehidupan seksual anda? 1 2 3 4 5
h. Penampilan personal
1 2 3 4 5
anda?

Tiga pertanyaan selanjutnya bersifat personal dan berkaitan dengan aktivitas


seksual anda, namun jawaban anda sangatlah penting dalam memahami
bagaimana penyakit ginjal memberikan dampak terhadap kehidupan
penderitanya

16. Apakah anda pernah melakukan hubungan seksual dalam 4 minggu terakhir?

Tidak...................................................... 1 Mohon lewati dan lanjut ke pertanyaan no 17

Ya........................................................... 2

Seberapa bermasalahkah setiap hal di bawah ini yang anda rasakan dalam 4 minggu
terakhir?

(Lingkari Satu Nomor pada Setiap Butir)


Sedikit Cukup
Bukan Sangat Amat Sangat
Bermasala Bermasala
masalah bermasalah Bermasalah
h h

75
a. Menikmati
hubungan 1 2 3 4 5
seksual?
b. Terangsang
secara 1 2 3 4 5
seksual?

Untuk pertanyaan berikut, mohon nilai kualitas tidur anda dengan menggunakan skala
dari 0 yang menggambarkan kualitas tidur “sangat buruk” hingga 10 yang
menggambarkan kualitas tidur “sangat baik”
Apabila anda merasa kualitas tidur anda berada ditengah-tengah antara “sangat
buruk” dan “sangat baik”, mohon berikan nilai 5. Apabila anda merasa bahwa
kualitas tidur anda satu tingkat lebih baik dari 5, mohon lingkari nomor 6. Apabila
anda merasa kualitas tidur anda satu tingkat lebih buruk dari 5, mohon lingkari nomor
4 (dan seterusnya).

17. Dari skala 0 hingga 10, bagaimana anda menilai kualitas tidur anda secara
umum?
(Lingkari Satu Nomor)

Sangat Buruk Sangat Baik

18. Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering anda . . .

(Lingkari Satu Nomor pada Setiap Butir)


Tidak Kadang Hampir
Jarang Sering Selalu
pernah -kadang Selalu
a. Terbangun pada malam
hari dan kesulitan 1 2 3 4 5 6
untuk tidur kembali?
b. Tidur dengan cukup? 1 2 3 4 5 6
c. Kesulitan untuk tetap 1 2 3 4 5 6

76
terjaga pada siang hari?

19. Berkaitan dengan keluarga dan kerabat anda, seberapa puaskah anda dengan . . .

(Lingkari Satu Nomor pada Setiap Butir)


Sangat
Tidak Puas Puas Sangat Puas
Tidak Puas
a. Jumlah waktu yang dapat anda
habiskan dengan keluarga dan 1 2 3 4
kerabat anda?
b. Dukungan yang anda dapatkan
dari keluarga dan kerabat 1 2 3 4
anda?

20. Selama 4 minggu terakhir, apakah anda melakukan pekerjaan yang


dibayar/digaji?

(Lingkari Satu Nomor)


Ya............................................. 1
.
Tidak......................................... 2

21. Apakah kondisi kesehatan anda membuat anda tidak dapat bekerja?

(Lingkari Satu Nomor)


Ya............................................. 1
.
Tidak......................................... 2

22. Secara umum, bagaimana anda menilai kondisi kesehatan anda?

(Lingkari Satu Nomor)

Kondisi terburuk yang


paling mungkin Tengah-tengah antara Kondisi kesehatan
(seburuk atau bahkan paling buruk dan terbaik yang 77
paling
lebih buruk dari paling baik memungkinkan
kematian
KEPUASAN TERHADAP PERAWATAN

23. Pikirkan tentang perawatan/pelayanan kesehatan yang anda terima untuk


dialisis ginjal (cuci darah). Berkaitan dengan kepuasan, bagaimana anda
menila keramahan dan minat yang ditunjukkan pada anda sebagai seorang
individu?

(Lingkari Satu
Nomor)
Sangat
1
buruk............................................................................
Buruk....................................................................................... 2
Cukup...................................................................................... 3
Baik......................................................................................... 4
Sangat baik.............................................................................. 5
Luar biasa baik........................................................................ 6
Terbaik.................................................................................... 7

24. Seberapa BENAR atau SALAH setiap pernyataan berikut ini bagi anda?

(Lingkari Satu Nomor pada Setiap Butir)


Sebagian
Sangat Tidak Sebagian Sangat
besar
benar tahu besar salah salah
benar
a. Staf dialisis (cuci darah)
menyemangati saya untuk
1 2 3 4 5
sebisa mungkin tidak
bergantung
b. Staf dialisis (cuci darah)
mendukung saya dalam
1 2 3 4 5
mengatasi penyakit ginjal
yang saya alami

78
INFORMASI LATAR BELAKANG

25. Apakah anda saat ini mengonsumsi obat yang diresepkan oleh dokter secara teratur (4
atau lebih hari dalam seminggu) untuk masalah kesehatan yang anda alami? Mohon
jangan menuliskan obat-obatan bebas (tanpa resep), seperti antasida atau aspirin

Tidak...................................................... 1 Mohon lewati dan lanjut ke pertanyaan no 26

Ya........................................................... 2

25a. Berapa banyak jenis obat yang anda konsumsi?

Jumlah obat: ________________

26. Berapa hari total dalam 6 bulan terakhir anda dirawat di rumah sakit (semalaman atau
lebih lama)? (Apabila tidak pernah, mohon tuliskan 0)

Jumlah hari: ________________

27. Berapa hari total dalam 6 bulan terakhir anda mendapatkan perawatan di rumah sakit,
namun pulang ke rumah pada hari yang sama? (Apabila tidak pernah, mohon
tuliskan 0)

Jumlah hari: ________________

28. Apakah yang menyebabkan penyakit ginjal yang anda derita?

(Lingkari Semua yang Menurut Anda Sesuai)

Tidak tahu................................................................................ 1

79
Hipertensi (Tekanan darah tinggi)........................................... 2
Diabetes (Kencing manis)....................................................... 3
Penyakit ginjal polikistik......................................................... 4
Glomerulonefritis kronik......................................................... 5
Pielonefritis kronik.................................................................. 6
Lainnya (mohon tuliskan): __________________________ 7
________________________________________________

29. Tanggal lahir anda?

/ /

Tanggal Bulan Tahun

30. Apakah pendidikan terakhir anda?

(Lingkari Satu Nomor)


Kelas 2 SMP atau lebih rendah............................................... 1
Tidak tamat SMA.................................................................... 2
Tamatan SMA......................................................................... 3
Sekolah Vokasi (Diploma)...................................................... 4
Sarjana..................................................................................... 5
Gelar profesi atau pasca sarjana.............................................. 6

31. Jenis Kelamin anda?

(Lingkari Satu Nomor)


Laki-laki........................................ 1
Perempuan..................................... 2

32. Bagaimana anda mendeskripsikan diri anda terkait latar belakang etnis anda?

(Lingkari Satu Nomor)


Afrika-Amerika atau Ras Kulit Hitam.................................... 1

80
Amerika Latin......................................................................... 2
Suku Indian atau Amerika Asli............................................... 3
Asia atau Pasifik...................................................................... 4
Kaukasia atau Ras Kulit Putih................................................. 5
Lainnya (mohon tuliskan): __________________________
6
________________________________________________

33. Apakah anda sudah menikah?

(Lingkari Satu Nomor)


Tidak......................................... 1
Ya.............................................. 2

34. Selama 30 hari terakhir, apakah anda:

(Lingkari Satu Nomor)


Bekerja penuh waktu............................................................... 1
Bekerja paruh waktu................................................................ 2
Tidak bekerja, diberhentikan, atau sedang mencari 3
pekerjaan..................................................................................
Pensiun..................................................................................... 4
Cacat......................................................................................... 5
Di Sekolah................................................................................ 6
Menjaga rumah........................................................................ 7
Bukan salah satu di atas........................................................... 8

35. Apa jenis asuransi kesehatan yang anda miliki?


(Lingkari Satu Nomor)
Tidak, saya tidak memiliki asuransi kesehatan 1
Hanya Medicare 2
Medicare dan asuransi kesehatan lain 3
Hanya medicaid atau medi-cal saja 4
Asuransi kesehatan biaya-untuk-layanan dari perusahaan swasta 5
(seperti, Prudential, Aetna, dan lains sebagainya)

81
HMP, PPO, IPA atau perencanaan pra-bayar (seperti Kaiser, 6
Cigna, FHP, dan lain sebagainya)
Lainnya (mohon tuliskan): __________________________ 7
________________________________________________

36. Berapakah total pendapatan rumah tangga (dari semua sumber pendapatan anda)
sebelum dikenakan pajak selama SATU TAHUN TERAKHIR, termasuk pendapatan
anda, pasangan anda, dan anggota keluarga lainnya yang tinggal dalam satu rumah?
(Harap diingat bahwa jawaban anda bersifat rahasia)
(Lingkari Satu Nomor)
Kurang dari $5.000............................................ 1
$5.000 - $10.000................................................ 2
$10.001 - $20.000.............................................. 3
$20.001 - $40.000.............................................. 4
$40.001 - $75.000.............................................. 5
Lebih dari $75.000............................................. 6
Tidak tahu.......................................................... 7
37. Apakah seseorang membantu anda mengisi kuesioner ini?
(Lingkari Satu Nomor)
Ya, seorang dokter atau tenaga kesehatan lain........................ 1
Ya, anggota keluarga atau kerabat saya.................................. 2
Ya, orang lain.......................................................................... 3
Tidal........................................................................................ 4

38. Tanggal hari ini

/ /

Tanggal Bulan Tahun

PENCATATAN ITEM
ANGKA ITEM Kategori respon awal [a] Nilai pencatatan
4a-d, 5a-c, 21 1--> 0
2--> 100
3a-j 1--> 0
2--> 50
3--> 100
19a, b 1--> 0

82
2--> 33.33
3--> 66.66
4--> 100
10, 11a, c, 12a-d 1--> 0
2--> 25
3--> 50
4--> 75
5--> 100
9b, c, f, g, i, 13e, 18b 1--> 0
2--> 20
3--> 40
4--> 60
5--> 80
6--> 100
20 1--> 100
2--> 0
1-2, 6, 8, 11b, d, 14a-m, 1--> 100
15a-h, 16a-b, 24a-b 2--> 75
3--> 50
4--> 25
5--> 0
7, 9a, d, e, h, 13a-d, f, 18a, 1--> 100
c 2--> 80
3--> 60
4--> 40
5--> 20
6--> 0

MERERATAKAN ITEM UNTUK MEMBENTUK SKALA


Skala Jumlah item Setelah pencatatan
pada Tabel 3,
reratakan item
berikut
Area target ESRD
Daftar gejala/masalah 12 14a-k, l (m)*
Dampak penyakit ginjal 8 15a-h
Beban penyakit ginjal 4 12a-d
Status kerja 2 20, 21
Fungsi kognitif 3 13b, d, f
Kualitas interaksi sosial 3 13a, c, e
Fungsi seksual 2 16a, b
Tidur 4 17, 18a-c
Dukungan sosial 2 19a, b

83
Dukungan staf dialisis 2 24a, b
Kepuasan pasien 1 23
36 item survei kesehatan (SF-36)
Fungsi fisik 10 3a-j
Peran fisik 4 4a-d
Nyeri 2 7, 8
Kesehatan umum 5 1, 11a-d
Kesejahteraan emosional 5 9b, c, d, f, h
Peran emosional 3 5a-c
Fungsi sosial 2 6, 10
Energi/lelah 4 9a, e, g, i

84

Anda mungkin juga menyukai