Skripsi
OLEH :
INDAMAYATI OKTAVIA KHALIFATUNNISA
NPM. 15310106
i
LEMBAR PERSETUJUAN
Fakultas : Kedokteran
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
ii
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis ilmiah dengan judul “PERBEDAAN
PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2018-2019” adalah hasil pekerjaan saya sendiri dan
didalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum / tidak diterbitkan, sumbernya
Penulis,
iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Malahayati, saya yang bertanda tangan dibawah
ini:
NPM : 15310106
Perbedaan antara Jumlah Leukosit Darah pada Pasien Apendisitis Akut dengan
Apendisitis Perforasi di RSUD. Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun
2018-2019
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan) dengan ini hak bebas royalti/noneksklusif
ini Universitas Malahayati berhak menyimpannya, mengalih mediakan/formatkan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan
karya ilmiah saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan
sebagai pemilik hak cipta.
Penulis,
v
BIODATA
NPM : 15310106
Agama : Islam
Alamat : Bogor
Riwayat Pendidikan:
Bandar Lampung
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan
Penyayang atas segala rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
TAHUN 2017”. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi pernyataan mencapai gelar sarjana
Muhammad SAW beserta segenap keluarga dan sahabat beliau, yang senantiasa
memberikan inspirasi tentang berbagai hal dalam menyikapi kehidupan menuju ridho
Allah SWT.
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah
mendorong dan membimbing penulis. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis
2. dr. Toni Prasetya, Sp. PD., FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
3. dr. H. Dalfian Adnan, TH, selaku Kepala Program Studi Fakultas Kedokteran
4. dr. Andi Siswandi, Sp.B, M.kes., selaku penguji, yang telah menyediakan
vii
5. dr. Mizar Erianto, Sp.B selaku pembimbing I, yang telah menyediakan waktunya
skripsi ini.
6. dr. Zulhafis Mandala, M.M selaku pembimbing II, yang telah menyediakan
7. Kedua orang tua penulis Ayahanda Maman Supardi, S.Pd., M.Si. dan Ibunda
Nuryati, Amd. Keb. yang selalu memberikan motivasi semangat doa serta
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini baik secara
proposal ini, baik dari segi isi maupun penyajiannya, untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka menyempurnakan
Penulis
viii
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
ABSTRAK
Latar belakang : Kehamilan merupakan kondisi alamiah yang unik karena meskipun bukan
penyakit, tetapi seringkali menyebabkan komplikasi akibat berbagai perubahan anatomik serta
fisiologik dalam tubuh ibu. Salah satu perubahan fisiologik yang terjadi adalah perubahan
hemodinamik, masalah kehamilan yang berkaitan dengan darah diantaranya anemia. Anemia
adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah dalam sirkulasi darah atau massa
hemoglobin sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen keseluruh
jaringan tubuh. Kadar hemoglobin merupakan indikator biokimia untuk mengetahui status gizi
ibu hamil.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor apa saja yang
mempengaruhi kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester II.
Metode : Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Sampel penelitian ini
adalah 50 ibu hamil yang didapatkan dari perhitungan Purposive Sampling. Analisis data
menggunakan analisa univariat.
Hasil penelitian: Kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester II sebagian besar termasuk dalam
kelompok anemia ringan sebanyak 39 responden (78%),diantaranya 35 ibu hamil (70%) dengan
usia 20 – 35 tahun, 23 ibu hamil (46%) dengan multigravida, 37 ibu hamil (74%) dengan ukuran
LILA ≥ 23,5 cm, 21 ibu hamil (42%) dengan pendidikan SMA, 20 ibu hamil (40%) dengan
kelompok IRT, 39 ibu hamil (78%) dengan kelompok tidak merokok, 39 ibu hamil (78%)
dengan kelompok tidak konsumsi alkohol.
Kesimpulan: Kadar Hemoglobin pada ibu hamil trimester II di Klinik Pratama Wede Ar –
Rachman Kecamatan Way Halim Bandar Lampung mayoritas mengalami anemia ringan (78%).
ix
MEDICAL FACULTY
MALAHAYATI UNIVERSITY
A Thesis, February 2019
NIA NOVIA ANGGRAINI
FACTORS AFFECTING HEMOGLOBIN LEVELS OF SECOND TRIMESTER
PREGNANT WOMEN IN PRATAMA WEDE AR – RACHMAN CLINIC WAY
HALIM SUB-DISTRICT, BANDAR LAMPUNG YEAR 2019
x
DAFTAR ISI
xi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 42
4.1 Hasil Penelitian ................................................................................... 42
4.2 Pembahasan ........................................................................................ 47
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis pekerjaan pada pasien
Apendisitis akut dan Apendisitis perforasi di RSUD. Dr. H. Abdul
Moeloek ................................................................................................ 43
Tabel 4.2 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin pada pasien
Apendisitis Akut dan Apendisitis perforasi di RSUD. Dr. H. Abdul
Moeloek ................................................................................................ 44
Tabel 4.3 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan umur pasien Apendisitis akut
dan Apendisitis perforasi di RSUD. Dr. H. Abdul Moeloek ............... 44
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi Leukosit pada pasien Apendisitis akut dan Apendisitis
perforasi di RSUD. Dr. H. Abdul Moeloek ......................................... 45
Tabel 4.5 Hasil test Uji Normalitas, perbedaan jumlah leukosit darah pada pasien
Apendisitis akut dengan Apenditis perforasi di RSUD. Dr. H. Abdul
Moeloek ............................................................................................... 46
Tabel 4.6 Hasil analisis Uji T-test Independent perbedaan jumlah leukosit darah pada
pasien Apendisitis akut dengan Apendisitis perforasi di RSUD. Dr. H.
Abdul Moeloek ..................................................................................... 47
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR SINGKATAN
USG Ultrasonografi
PMN Polymorphonuclear
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 6. MOTTO
Lampiran 7. PERSEMBAHAN
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
Apendiks atau yang lebih dikenal masyarakat dengan istilah usus buntu, adalah
penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering ditemukan dan memerlukan tindakan
bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Sandy, 2010)
penyebab tersering nyeri abdomen akut (Craig & Sandy, 2014) pada abad ke-20 angka
prevalensi apendisitis di negara barat cukup stabil. Pada tahun 2015, di Amerika Utara
angka insiden mencapai 100 tiap 100.000 orang/tahun dengan diagnosis Apendisitis
Amerika Selatan dan Africa, angka kejadian Apendisitis meningkat. Sejak tahun 2000,
angka insiden di negara-negara Asia, Amerika Selatan, Timur Tengah lebih tinggi
Terdapat 259 juta kasus apendisitis pada laki-laki di seluruh dunia yang tidak
terdiagnosis, sedangkan pada perempuan terdapat 160 juta kasus apendisitis yang tidak
prevalensi 1,1 kasus tiap 1000 orang pertahun. Angka kejadian apendisitis akut
mengalami kenaikan dari 7,62 menjadi 9,38 per 10.000 dari tahun 1993 sampai 2008
(Buckius, et al., 2011) apendisitis dapat ditemukan pada semua umur hanya pada anak-
xvii
kasus sekitar 10 juta setiap tahunnya dan merupakan kejadian tertinggi di
prevalensi 0.05%, diikuti oleh Filipina sebesar 0.022% dan Vietnam sebesar
0.02%. Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2014 di Indonesia,
sebanyak 495 orang. Pasien tersebut terdiri dari pasien rawat jalan sebanyak 306
orang dan yang rawat inap sebanyak 189 orang pada tahun 2010 (Julian R, 2013)
insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun. Insiden pada laki-laki dan
perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, ketika insiden
pada pasien usia lanjut dengan apendisitis sering sulit untuk di diagnosis
diagnosis diferensial yang di dapatkan pada pasien usia lanjut dengan apendisitis,
serta sulitnya komunikasi yang efektif, sehingga kejadian ini dapat menjadi faktor
yang berkontribusi terhadap laju perforasi yang sangat tinggi (Brunicardi F, et al.,
2009)
Nyeri samar-samar dan tumpul di daerah epigastrium merupakan gejala
khas yang timbul pada apendisitis akut (Sjamsuhidajat R, et al., 2016) apabila
nyeri tersebut terjadi pada periode waktu tertentu akan berpindah ke kuadran
kanan bawah perut pada titik McBurney, disertai mual, muntah dan anoreksia.
Jika dibiarkan dalam waktu lama akan menimbulkan komplikasi berupa perforasi,
peritonitis abses dan infeksi luka operasi (Jangjoo A, et al., 2011) pemeriksaan
akibat risiko terjadinya apendisitis perforasi (Nasution AP, 2013) salah satu
kesulitan dalam mendiagnosa apendisitis akut yaitu karena adanya angka negatif
apendiktomi yang masih merupakan masalah sampai saat ini karena berkisar 15-
Computed Tomography (CT) Scan, dan hitung jenis leukosit darah (Marisa, et al.,
2013).
Karena biayanya yang mahal dan tidak semua unit pelayanan kesehatan
laboratorium yang cepat dan murah untuk dapat menentukan diagnosa apendisitis
lumen, gejala yang tidak khas, terlambat berobat, dan arteriosklerosis merupakan
faktor – faktor yang mempengaruhi tingginya insiden apendisitis perforasi
darah terdapat pergeseran ke kiri pada pasien apendisitis akut. Leukositosis lebih
dari 13.000 / mm3 adalah indikasi apendisitis akut. Pemeriksaan jumlah leukosit
55,55% (H John, et al., 2013) Pada pasien dengan jumlah leukosit darah yang
lebih dari atau sama dengan 20.000 sel/mm3 (RN Goulart, et al., 2013)
penelitian dan analisa tentang perbedaan jumlah leukosit darah pada pasien
Apakah terdapat perbedaan antara jumlah leukosit darah pada pasien apendisitis
akut dengan pasien apendisitis perforasi dan adakah hubungan antara jumlah
apendisitis?
1.3 Tujuan
Membuktikan adanya perbedaan antara jumlah leukosit darah pada pasien apendisitis
mengenai Analisis perbedaan antara jumlah leukosit darah pada pasien apendisitis akut
dan apendisitis perforasi di RSUD Dr. H. Abdul Moeleok Provinsi Lampung tahun 2018-
2019
1.4.2 Bagi Tempat Penelitian
Diharapkan dapat menjadi bahan informasi tambahan bagi RSUD Dr. H. Abdul
Moeleok Provinsi Lampung mengenai Analisis perbedaan antara jumlah leukosit darah
Untuk mendapatkan data mengenai perbedaan jumlah leukosit darah pasien apendisitis
akut dengan apendisitis perforasi di RSUD Dr. H. Abdul Moeleok Provinsi Lampung
Tahun 2017.
Diharapkan dapat menjadi sumber referensi tambahan untuk penelitian dengan variabel
yang sama.
cross sectional dengan 36 sampel untuk mencari distribusi frekuensi jumlah leukosit
darah. Data diambil dari catatan medis pasien apendisitis di RSUD DR. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2017. Data yang diambil dilakukan menggunakan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Apendisitis
dengan panjang 6-9 cm dengan pangkal terletak pada bagian pangkal usus besar
bernama sekum yang terletak pada perut kanan bawah (Alder AC, 2016)
merupakan satu-satunya organ tubuh yang tidak mempunyai posisi anatomi yang
dari cabang-cabang saraf simpatis dan parasimpatis (N. Vagus) dari plexus
2.1.2 Definisi
SA & Wilson LM, 2012) Atau inflamasi apendiks yang mengenai dinding
dapat pecah biasanya terjadi antara 36 dan 48 jam setelah awitan gejala
1. Apendisitis akut
2. Apendisitis perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah
2016).
2.1.3 Etiologi
(material garam kalsium, debris fekal) atau parasit (Price SA & Wilson LM,
2.1.4 Epidemiologi
makanan berserat pada diet harian. Apendisitis dapat ditemukan pada semua
umur, hanya pada anak ≤ 1 tahun jarang terjadi (Price SA & Wilson LM,
2012) namun paling sering terjadi pada remaja dan dewasa muda (Corwin
EJ, 2009) insidens tertinggi ditemukan pada kelompok umur 20-30, setelah
kecuali pada umur 20-30 tahun, ketika insidens pada laki-laki lebih tinggi,
2.1.5 Patofisiologi
oleh hiperplasia folikel limfoid, felikat, benda asing, striktur karena fibrosis
2011).
oleh infeksi bakteri di dalam dinding dan distensi lumen oleh sekresi mucus
dan pembentukan pus. Bila sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan
daerah perut kanan bawah, keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
tetapi bisa kurang dari 8 sampai 12 jam. Proses radang yang berdekatan atau
disertai dengan perforasi bisa berlanjut dengan obstruksi usus dan ileus
Dalam patogenesis apendisitis akut, terjadi melalu tiga fase: (Aryanti &
Adhita D, 2009).
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
c. Apendisitis infiltrat
d. Apendisitis abses
e. Apendisitis perforasi
2. Apendisitis kronik
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik
parsial atau total lumen apendiks. Adanya jaringan parut dan ulkus
lama di mukosa dan adanya sel inflamasi kronik. Apendisitis kronik
atau paling sulit. Kasus klasik ditandai dengan (1) rasa tidak nyaman ringan
didaerah umbilikalis, diikuti oleh (2) anoreksia, mual dan muntah, yang
disertai oleh (3) nyeri tekan kuadran kanan bawah, yang ada dalam beberapa
jam berubah menjadi (4) rasa pegal dalam atau nyeri di kuadran kanan
& Wilson LM, 2012) (5) dapat disertai perut kembung bila ada perlengketan
seluruh perut bila terjadi peritonitis karena terjadi kebocoran apendiks dan
meluasnya abses dalam rongga perut (7) nyeri perut kanan bawah dapat juga
Dowdall J, 2015) gejala ini umunya berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari
(Naulibasa & Katerin, 2011) Kadang tidak ada nyeri di daerah epigastrium,
nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukan tanda rangsangan peritoneum local di titik McBurney
nyeri tekan
nyeri lepas
defans muscular
al., 2016).
2.1.8 Komplikasi
baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah
1. Abses
Teraba massa lunak dikuadran kanan bawah atau pelvis. Massa ini
2. Perforasi
gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih
3. Peritonitis
terlokalisir atau difus dan riwayat akut atau kronik (Fauci A, et al.,
2008)
2. Abses Intraabdomen
dan
nyeri. Nyeri perut sifatnya lebih ringan dan tidak terbatas tegas. Sering
2. Demam dengue
3. Limfadenitis mesentrika
dengan rasa nyeri pada perut, terutama perut sebelah kanan, serta
perasaan mual dan nyeri tekan perut yang sifatnya samar, terutama
2.1.12 Diagnosis
berupa nyeri tekan dan defans muskuler yang meliputi seluruh perut,
Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses
2. Palpasi : didapatkan nyeri yang tebatas pada region iliaka kanan, bisa
2010).
bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas
kanan ditahan (Tahir MS, 2011) psoas sign terjadi karena adanya
Obrurator sign (+). Obrurator sign adalah rasa nyeri yang terjadi
tekan pada arah jam 9-12, terdapat massa yang menekan rectum
Jika sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah
b. Pemeriksaan urin
1) Scoliosis ke kanan
b. USG
c. CT-Scan
massa pada tepi medial serta inferior dari sekum (Sibuea SH,
2014).
3. Skor Alvarado
Kriteria Nilai
Anoreksia 1
Mual- muntah 1
Rebound tenderness 1
Demam (≥37,3̊c) 1
2.1.15 Penalataksanaan
1. Penalataksanaan Apendisitis
Kumar M, 2008).
2.1.16 Prognosis
Mortilitas 0,1% jika apendisitis akut tidak pecah dan 15% jika pecah
2016)
2.2 Leukosit
2.2.1 Definisi
adalah sel heterogen yang memiliki fungsi yang sangat beragam. Walaupun
demikian sel-sel ini berasal dari suatu sel bakal (sel puncak) yang
1. Bergranula
a. Neutrophil
pendek dengan waktu paruh dalam darah 6-7 jam dan jangka
hidup antara 1-4 hari dalam jaringan ikat, setelah itu neutrofil
b. Eusinofil
c. Basofil
2. Tidak Bergranula
a. Monosit
AS, 2008)
b. Limfosit
kira 10% limfosit yang beredar merupakan sel yang lebih besar
Neonatus : 9.000-30.000/mm
Bayi/anak-anak : 9.000-12.000mm
Dewasa : 4.000-10.000mm
oleh basofil
(Gandisoebroto R, 2010).
tertentu
(gandasobrata, 2010).
usus buntu), tuberculosis, tonsillitis, dan lain-lain. Selain itu dapat juga
neonates
berkurang)
c. Radiasi
d. Obat-obat sitostatika
Fekalit Parasit
Obstruksi
lumen Tumor
Hyperplasia
apendiks apendiks
limpoid
vermiformis
Iskemik
Gangguan Vaskularis
Kerusakan mukosa
Apendisitis supuratif
Leukositosis
Apendisitis
gangrenosa
Apendisitis
Perforasis
Apendisitis Darah
2.5 Hipotesa
2017.
(Notoatmojo, 2014)
pada satu saat semua responden diukur atau diamati pada saat yang
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien apendisitis akut dan
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pasien apendisitis akut dan
teknik penentuan sampel dengan pengambilan seluruh sampel yang ada di RSUD
DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung Tahun 2018-2019. Sampel yang diambil
kedalam dua kriteria sampel yaitu inklusi (data yang dibutuhkan) dan ekslusi (data
3.5.1 Inklusi
3.5.2 Ekslusi
streptomycin.
terdiagnosis apendisitis
2=Apendisitis
Perforasi
Jumlah Leukosit Jumlah sel darah putih yang di Rekam medik Lembar /mm3 Numerik
kekbalan tubuh
Pengumpulan data menggunakan data sekunder berupa pengkajian rekam medis yang
3.9.1 Editing
3.9.2 Coding
Kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka atau bilangan
3.9.3 Processing
Proses pemasukan data dari rekam medis ke program computer agar dapat di analisis
3.9.4 Cleaning
Kegiatan pengecekan kembali data yang di masukan kedalam computer tidak terdapat
kesalahan
kuantitatif, dengan:
1. Analisis Univariat
di teliti. Hasil data univariat berupa mean, median, modus dan standar deviasi
2. Analisis Bivariat
program computer. Prinsip uji Independen T-test adalah melihat variasi dua
kelompok data. Derajat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 95% dengan
taraf kebebasan dan ɑ = 0,05 jika p value ≥ 0,05 artinya tidak ada perbedaan secara
statistik atau H0
3.11 Alur Penelitian
Moeloek Provinsi
Lampung
Data rekam medis pasien
perforai
Kriteria inklusi
Kriteria ekslusi
Jumlah leukosit
Analisis data
Hasil
Keterangan :
= Diteliti
= Tidak Diteliti
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lampung bulan Maret 2019. Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek
adalah sebulah rumah sakit tipe B yang terletak di Bandar Lampung, Indonesia.
Rumah sakit ini berada di Jl. Dr. Rivai No. 6, Penengahan, Tj. Karang Pusat, Kota
Rumah Sakit Umum Daerah Dr H Abdul Moeloek saat ini menjadi RS rujukan
Data dalam penelitian ini didapat dari rekam medic pasien yang tercatat di
poli Mawar untuk pasien bedah wanita dan poli Kutilang untuk pasien bedah pria
RSUD. Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Pada penelitian ini di dapatkan
Berikut ini hasil penelitian yang ditampilkan dalam bentuk tabel terdiri
Buruh 6 16,7
IRT 2 5,6
Mahasiswa 6 16,7
Pelajar 3 8,3
PNS 2 5,6
Wiraswasta 4 11,1
Total 36 100
Pekerjaan pada pasien Apendisitis akut dan Apendisitis perforasi RSUD. Dr. H.
36,1 % dan paling sedikit yaitu IRT (Ibu Rumah Tangga) dan PNS (Pegawai Negri
Laki-laki 23 63.9
Perempuan 13 36,1
Total 36 100
kelamin pasien Apendisitis akut dan Apendisitis perforasi RSUD. Dr. H. Abdul
Total 36 100
Provinsi Lampung tahun 2018-2019. Didapatkam dari total 36 sampel jumlah usia
tertinggi yaitu usia 21-30 tahun sebanyak 11 responden (30,6%) dan jumlah usia
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Leukosit pada pasien Apendisitis akut dan
tahun 2018-2019
Apendisitis akut yaitu 12913,89 sel/mm3 dengan nilai tengah 12.850, nilai
minimum 14.400 sel/mm3, dan nilai maksimum yaitu 15.300 sel/mm3. Sedangkan
untuk rerata Leukosit pada apendisitis perforasi yaitu 19123,33 sel/mm3 dengan
nilai tengah 19.000 sel/mm3, nilai minimum 18.000 sel/mm3, dan nilai maksimum
20.460 sel/mm
4.1.4 Analisis Bivariat
Untuk menguji ada tidaknya perbedaan jumlah Leukosit darah pada pasien
Tabel 4.5 Hasil test uji normalitas, perbedaan jumlah Leukosit darah pada
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
AKUT ,143 18 ,200* ,937 18 ,257
PERFORASI ,142 18 ,200* ,930 18 ,196
Berdasarkan tabel 4.5 hasil uji normalitas dengan sampel >30 sampel
adalah 0,200 (p<0,05), begitu pula dengan Apendisitis perforasi adalah 0,200
lebih besar dari 0,05. Oleh karena itu data tersebut dapat dikatakan normal.
Tabel 4.6 Hasil analisis uji T-test Independent perbedaan jumlah Leukosit darah
pada pasien Apendisitis Akut dengan Apendisitis Perforasi di RSUD. Dr. H. Abdul
Test didapatkan nilai p value sebesar 0,00 < 0,05 yang artinya Ha diterima, dimana
terdapat perbedaan antara jumlah Leukosit darah pada pasien Apendisitis akut
tahun 2018-2019
paling sedikit yaitu IRT (Ibu Rumah Tangga) dan PNS (Pegawai Negri Sipil)
sebesar 5,6 %
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pauline
berkaitan dengan diet rendah serat, pernyataan ini dapat disesuaikan dengan
menengah ke atas dan memiliki gaya hidup dengan diet rendah serat.
(Anderson, 2015)
kelamin pada pasien Apendisitis akut dan Apendisitis perforasi di RSUD. Dr. H.
banyak menghabiskan waktu diluar rumah untuk bekerja dan lebih cenderung
mengkonsumsi makanan cepat saji, sehingga hal ini dapat menyebabkan beberapa
komplikasi atau obstruksi pada usus yang bisa menimbulkan masalah pada sistem
pencernaan salah satunya yaitu apendisitis (Thomas, 2016) hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo dkk (2017) di Rumah Sakit Umum
Anutapura Palu terhadap 162 pasien Apendisitis yang menyatakan bahwa jumlah
penderita laki-laki (37,0%) lebih banyak dibandingkan perempuan (Prasetyo, et
al., 2017).
Pasien apendisitis akut dan Apendisitis perforasi di RSUD. Dr. H. Abdul Moeloek
didapatkan jumlah usia tertinggi yaitu usia 21-30 tahun sebanyak 11 responden
(19,4%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putrikasari
usia 20-30 tahun dengan rata-rat usia 29 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh
Windy (2016) menyatakan bahwa kelompok usia yang paling banyak menderita
apendisitis adalah kelompok usia 17-25 tahun sebanyak 38,9% dan paling rendah
pada kelompok usia >60 (Windy, 2016) tingginya insiden pada umur remaja awal
2016) selain itu juga dipengaruhi oleh pola makan yang tidak baik pada usia
tersebut. Makanan cepat saji merupakan makanan rendah serat dan dapat
didapatkan rerata jumlah Leukosit pada Apendisitis akut yaitu 12913,89 sel/mm3
dengan nilai tengah 12.850, nilai minimum 14.400 sel/mm3, dan nilai maksimum
yaitu 15.300 sel/mm3. Sedangkan untuk rerata Leukosit pada apendisitis perforasi
19123,33 sel/mm3 dengan nilai tengah 19.000 sel/mm3, nilai minimum 18.000
dilakukan Andi Baso (2015) dengan menganalisis leukosit pada apendisitis akut
ditemukan pada pasien apendisitis akut yaitu sebesar 75,7% dan jumlah leukosit
dan kemudian pus yang terdapat didalam lumen appendiks akan keluar menyebar
respon imun tubuh dengan lebih banyak menghasilkan leukosit yang berfungsi
pada pasien apendisitis akut dengan apendisitis perforasi di RSUD. Dr. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung tahun 2018-2019. Hasil uji statistik normalitas data
(p <0.05) didapatkan untuk Apendisitis akut adalah 0,200 begitu pula dengan
Apendisitis perforasi adalah 0,200 lebih besar dari 0,05. Oleh karena itu data
didapatkan nilai (p < 0,00), sehingga terdapat perbedaan jumlah leukosit darah
perforasi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rizky
Zuriati (2016) yang menyatakan bahwa hasil uji statistik Independent T-test
(Zuriati R, 2016)
5.1 Kesimpulan
pada Pasien Apendisitis akut dengan Apendisitis perforasi di RSUD. Dr. H. Abdul
19123,33 sel/mm3 dengan nilai tengah 19.000 sel/mm3, nilai minimum 18.000
3. Terdapat perbedaan antara jumlah Leukosit darah pada pasien apendisitis akut
Sakit
apendisitis
.
DAFTAR PUSTAKA
Agrawal CS, Adhikari S, & Kumar M, 2008. Role of Serum C-reactive protein
and leukocyte count in the diagnosis of acute appendicitis in Nepalese
population. Retrieved from
http://nmch.edu/images/gallery/editorial/YKDc3csagrawal.pdf
Guyton AC, 2007. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. 3 ed. Jakarta:
EGC.
H John, Neff U & Kemelen M, 2013. Clinical And Ultrasonic Deductions. In:
s.l.:World J Surgery, pp. 17(2):243-9.
Handayani W & Haribowo AS, 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada
Klien Dengan Gangguan Sistem Hematologi . In: s.l.:Salemba Medika, pp. 8-10.
Kemenkes RI, 2012. Buletin Jendela & Data Kesehatan Penyakit Tidak
Menular, Jakarta: kementrian Kesehatan RI.
Marisa, Haryadi IJ & Muhammad RS, 2013. Batas Angka Leukosit Antara
Apendisitis Akut Dan Apendisitis Perforasi Di Rumah Sakit Umum Daerah
Tugurejo Semarang Selama Januari 2009- Juli 2011.
Nasution AP, 2013. Hubungan Antara jumlah leukosit dengan apendisitis akut
dan apendisitis perforasi di RSU DOkter Soedarso Pontianak Tahun 2011.
Pontianak: Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura.
Norton J, et al., 2008. Sugery basic science and clinical evidence. 2nd ed. New
York: Springer.
Notoatmojo, 2014. In: Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Sabiston & David C, 2010. In: Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC.
Sibuea SH, 2014. Perbedaan jumlah leukosit darah pada pasien apendisitis akut
dengan apendisitis perforasi di RSUD Dr. Kariardi Semarang [skripsi]. In:
Semarang: Universitas Diponegoro.