Anda di halaman 1dari 34

SKRIPSI

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN INFEKSI SALURAN


PERNAPASAN AKUT DI RSUD DAHA HUSADA PERIODE
JANUARI 2022 – JANUARI 2023

ROSZANA WAHYUNIATI
NIM. 18650134

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KADIRI
2023
LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL

Judul : “EVALUASI PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN INFEKSI


SALURAN PERNAPASAN AKUT DI RSUD DAHA HUSADA
PERIODE JANUARI 2022 – JANUARI 2023”
Penyusun : Roszana Wahyuniati
NIM : 18650134
Pembimbing I : Neni Probosiwi, M.Farm., Apt
Pembimbing II : Arlita Wulan Yuniar, S.Farm., Apt
Tanggal Seminar :
Disetujui Oleh :
Pembimbing 1 Pembimbing 2

Neni Probosiwi, M.Farm., Apt Arlita Wulan Yuniar, S.Farm., Apt


NIDN 9904212936 NIDN 7700017199

Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Kadiri

Mujtahid Bin Abd Kadir, M.Farm., Apt


NIDN 0714039101

1
2

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Roszana Wahyuniati
NIM : 18650134
Tempat, Tanggal Lahir : Mojokerto, 20 September 1999
Alamat : Dsn. Ngogri Rt 003 Rw 001, Ds.
Kedungsari, Kec. Kemlagi, Kab.
Mojokerto
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa proposal skripsi yang saya tulis dengan judul :
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN INFEKSI SALURAN
PERNAPASAN AKUT DI RSUD DAHA HUSADA PERIODE
JANUARI 2022 – JANUARI 2023
Adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Apabila dikemudian hari diketahui
bahwa skripsi saya ini merupakan plagiarisme maka saya bersedia menerima sanksi berupa
pembatalan kelulusan maupun pencabutan gelar akademik. Dan jika pihak lain yang
mengklaim sebagai tulisannya yang saya jiplak maka saya akan mempertanggung jawabkan
sendiri tanpa melibatkan Dosen Pembimbing dan atau Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Kadiri.
Demikian Surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa adanya pemaksaan
dari pihak manapun.

Mojokerto, 02 Juli 2022

Materai
10000

Roszana Wahyuniati

NIM. 18650134
3

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT atas beribu nikmat ataupun
karunia-Nya yang telah diberikan, sehingga terselesaikan tepat waktu, skripsi yang berjudul
“Evaluasi Penggunaan Obat Pada Pasien Infeksi Saluran Pernapasan Akut Di RSUD Daha
Husada Periode Januari 2022 – Januari 2023”

Tujuan penyusunan skripsi penelitian ini adalah sebagai syarat wajib dalam pengajuan
penyusunan tugas akhir program S-1 di Jurusan Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Kadiri.

Tidak dapat disangkal bahwa butuh usaha yang keras, kegigihan, dan kesabaran, dalam
penyelesaian pengerjaan skripsi ini. Namun disadari karya ini tidak akan selesai tanpa orang-
orang tercinta disekeliling saya yang mendukung dan membantu. Pada kesempatan kali ini
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Djoko Raharjo, MP., selaku Rektor Universitas Kadiri.


2. Ibu Sri Haryuni S.Kep.,Ners.,M.Kep selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan beserta
jajarannya.
3. Bapak Mujtahid Bin Abd Kadir. M. Farm., Apt, selaku Kaprodi Jurusan Farmasi
Universitas Kadiri.
4. Ibu Neni Probosiwi, M. Farm., Apt selaku Dosen Pembimbing I yang senantiasa
memberikan bimbingan, arahan dan dukungannya sehingga penulis mendapatkan
pengetahuan yang lebih serta dapat menyelesaikan skripsi penelitian ini.
5. Ibu Arlita Wulan Yuniar, S. Farm., Apt Dosen Pembimbing II yang senantiasa
memberikan bimbingan, arahan dan dukungannya sehingga penulis mendapatkan
pengetahuan yang lebih serta dapat menyelesaikan skripsi penelitian ini.
6. Ibu Tsamrotul Ilmi, M. Farm., Apt Dosen Penguji 1 yang senantiasa memberikan
bimbingan, arahan dan dukungannya sehingga penulis mendapatkan pengetahuan
yang lebih serta dapat menyelesaikan skripsi penelitian ini.
7. Segenap Dosen Program Studi Farmasi Universitas Kadiri yang sudah memberikan
ilmunya pada penulis.
8. Terimakasih kepada ayahanda tercinta Wahyono dan ibu Al-Chori’ah selaku orang
tua, serta saudara-saudaraku tercinta yang telah memberikan nasihat, doa, dan
4

dukungan moril maupun materil untuk penulis dalam menuntut ilmu, sehingga
penyusunan skripsi penelitian ini dapat terselesaikan.
9. Keluarga besar Universitas Kadiri khususnya sahabat-sahabat seperjuangan penulis
angkatan 2018 yang telah saling memotivasi dan membantu terselesainya proposal
penelitian ini.
10. Seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih banyaknya kekurangan yang ada di proposal penelitian
ini. Oleh karenanya, penulis mengharapkan saran dan kritiknya dari semua pihak guna agar
menjadi bahan perbaikan dalam penyusunan proposal penelitian kedepannya.

Semoga skripsi penelitian ini bisa bermanfaat dan dimanfaatkan bagi siapapun yang
membaca, Amin.

Mojokerto, 02 Juli 2022

Peneliti
5

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan iklim tropis. Sebagai daerah tropis, Indonesia
memiliki potensi untuk menjadi wilayah yang terdapat beragam penyakit menular yang
dapat mengancam kesehatan masyarakat sepanjang waktu. Salah satu penyakit menular
yang ada di Indonesia adalah penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) (Daroham
dan Mutiatikum, 2009). Infeksi pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas penyakit Menular di dunia. Angka kematian bayi, anak-anak
dan orang tua sangat tinggi, terutama di negara-negara dengan modal per kapita rendah
dan menengah (Kementerian Kesehatan, 2011).
Penyakit ISPA merupakan masalah kesehatan yang masih menjadi perhatian global
hingga saat ini. Pada tahun 2016, 5,6 juta balita meninggal dan 16% diantaranya
disebabkan oleh pneumonia yang merupakan salah satu manifestasi ISPA dengan insiden
kematian tertinggi pada balita. Anak balita berada di sub-Sahara Afrika di mana 1 dari 13
anak meninggal sebelum ulang tahun kelima mereka (WHO, 2017). ISPA menempati
urutan pertama untuk penyakit yang diderita oleh kelompok balita di Indonesia dan
merupakan alasan tertinggi untuk datang ke fasilitas kesehatan seperti rumah sakit atau
puskesmas untuk berobat. Berdasarkan hasil Riskesdas (H Kara, 2019). Prevalensi ISPA
di Indonesia sebesar 25,0% dengan prevalensi ISPA tertinggi pada kelompok umur satu
sampai empat tahun, yaitu 25,8%. Prevalensi menurut jenis kelamin tidak berbeda antara
laki-laki (25%) dan perempuan (24,9%) (Kementerian Kesehatan, 2013).
Prevalensi problem terbanyak penyakit ISPA pada global banyak terjadi di di negara
berkembang. Seperti India 43 juta, China 21 juta, serta Pakistan 10 juta sedangkan
Bangladesh, Indonesia serta Nigeria masing-masing 6 juta per tahunnya, dan 5,9 juta
anak yang berumur di bawah 5 tahun meninggal pada tahun 2015 yang disebabkan
ISPA(Nuraeni Syarifuddin, 2019). dari (RISKESDAS, 2013) Prevalensi nasional ISPA
merupakan 25,0%. Sebanyak 5 provinsi memakai prevalensi ISPA tertinggi, yaitu Nusa
Tenggara Timur 41,7%, Papua 31,1%, Aceh 30,0%, Nusa Tenggara Barat 28,3%, serta
Jawa Timur 28,tiga%. Sedangkan Prevalensi ISPA pada provinsi Sulawesi Barat sebesar
20,9%. karakteristik penduduk memakai ISPA yg tertinggi terjadi pada gerombolan umur
6

1-4 tahun (25,8%). ISPA adalah galat satu penyebab utama kunjungan pasien pada
Puskesmas (40%-60%) serta rumah sakit (15%-30%) (Sholihah et al., 2017).
Pengobatan merupakan suatu prosedur ilmiah yang dilakukan terhadap pasien oleh
dokter atau perawat berdasarkan diagnosis yang diperoleh. Upaya ini dilakukan melalui
langkah prosedural yang meliputi anamnesis, pemeriksaan, diagnosis, pengobatan, dan
tindak lanjut (Febry dkk, 2017). Pengobatan utama pada pasien AKI adalah pengobatan
antibiotik dan pemberian terapi suportif seperti antihistamin, analgesik dan antipiretik,
dekongestan, kortikosteroid, bronkodilator, mukolitik, dan ekspektoran dahak dan
vitamin (Syarifuddin dan Siska, 2019).
Penelitian yang dilakukan oleh Syarifuddin (2019) menunjukkan bahwa penggunaan
obat pada pasien ISPA menggunakan obat antibiotik sebanyak 85%, dengan
tambahan terapi suportif yaitu obat golongan ekspektoran 92%, golongan
antihistamin 80%, golongan analgetik-antipiretik 67% dan golongan kortikosteroid
46%. Penyakit ISPA yang tidak tertangani dengan baik akan masuk ke jaringan
paru-paru dan menjadi penyebab utama kematian.
Pelayanan Kefarmasian adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi,
mencegah, dan menuntaskan problem terkait obat. Pelayanan kefarmasian di ketika ini
telah diperluas orientasinya berasal obat (drug oriented) ke pasien (patient oriented)
yang mengacu pada Pharmaceutical Care. Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical
Care) artinya suatu pelayanan eksklusif dan bertanggung jawab pada pasien yang
berkaitan dengan sediaan farmasi dengan tujuan agar mencapai akibat yang sempurna
unttuk menaikkan mutu kehidupan pasien (Permenkes RI, 2014).
Berdasarkan Permenkes RI No. 72 tahun 2016 bahwa Peraturan Menteri Kesehatan
No 58 Tahun 2014 perihal baku Pelayanan Kefarmasian pada rumah Sakit sebagaimana
telah diubah menggunakan Peraturan Menteri Kesehatan No 34 Tahun 2016 perihal
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No 58 Tahun 2014 tentang baku Pelayanan
Kefarmasian pada Rumah Sakit masih belum memenuhi kebutuhan aturan di rakyat
sehingga perlu dilakukan perubahan. Peraturan Menteri Kesehatan ihwal baku Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit.
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit mencakup 2 (dua) kegiatan, yaitu aktivitas
yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, indera Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis digunakan serta aktivitas pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut
harus didukung olehnasal daya manusia, sarana, serta peralatan. Apoteker pada
7

melaksanakan aktivitas Pelayanan Kefarmasian tadi juga harus mempertimbangkan


faktor risiko yang terjadi yang disebut menggunakan manajemen risiko.
Dari pemaparan diatas, memberikan bahwa ISPA ialah penyakit yang berfokus
mampu mengakibatkan kematian jika penanganannya terlambat serta tidak cepat
tertangani. karena itu, sangat penting untuk melakukan penilaian profil peresepan obat
pada pasien Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) menjadi akibatnya nantinya sebagai
farmasis bisa membantu menaikkan kualitas layanan pada rumah Sakit (Permenkes No
72 Tahun 2016). Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai evaluasi penggunaan obat pada pasien Infeksi Saluran Pernapasan
Akut di RSUD Daha Husada periode januari 2022- januari 2023.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana evaluasi penggunaan obat pada pasien Infeksi Saluran Pernapasan Akut
di RSUD Daha Husada periode januari 2022- januari 2023 ?

1.3 Tujuan Penelitian


Mengetahui evaluasi penggunaan obat pada pasien Infeksi Saluran Pernapasan Akut
di RSUD Daha Husada periode januari 2022- januari 2023.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Untuk Rumah Sakit:
Sebagai suatu karya ilmiah yang dapat menjadi informasi baru dan bahan
evaluasi terkait penggunaan obat pada pasien Infeksi Saluran Pernapasan Akut
1.4.2 Manfaat Untuk Peneliti
Sebagai media untuk memahami lebih lanjut terkait evaluasi penggunaan
obat pada pasien Infeksi Saluran Pernapasan Akut
1.4.3 Manfaat Untuk Institusi
Sebagai sumber informasi untuk penelitian-penelitian selanjutnya tentang
evaluasi penggunaan obat pada pasien Infeksi Saluran Pernapasan Akut
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Pernapasan


Sistem pernapasan mempunyai peran yang sangat penting pada memengaruhi
aktivitas serta kehidupan. Pernapasan (respirasi) adalah proses menghirup udara dari luar
yang kemudian akan dikerluarkan pada bentuk karbondioksida melalui saluran
pernapasan. Saluran pernapasan ialah sebagai daerah atau penghubung masuknya
oksigen (O2) menjadi pertukaran antara oksigen (O 2) yang diperlukan oleh tubuh yang
lalu akan dikeluarkan dalam bentuk karbondioksida (CO 2) (Syamsudin, 2013). Dalam
proses bernapas udara akan melewati organ saluran pernapasan mulai berasal rongga
hidung, faring, laring, trakea lalu ke bronkus, bronkiolus serta kemudian ke alveolus lalu
ke paru-paru. (Rahayu et al., 2017).

Gambar 2.1 Sistem Pernapasan (Syamsudin, 2013)


Saat mulai menarik napas (inspirasi) udara akan tertarik kedalam paru-paru
bersamaan turunnya diafragma. Pada pernapasan normal, diafragma turun kurang lebih 1
cm. Waktu bernapas berat, diafragma bisa turun sampai 10 cm (Syamsudin, 2013).
Selesainya oksigen masuk melalui rongga hidung, sirkulasi udara akan masuk kedalam
trakea (batang tenggorokan) dan kemudian masuk kedalam bronkus. Bronkus bercabang
lagi menjadi brokiolus. Bronkus berfungsi buat memberikan jalan bagi udara buat masuk
dan keluar paru-paru (Francisco, 2018). Paru-paru bertanggung jawab terhadap
pengiriman O2 ke darah serta mengeluarkan karbondioksida yang sudah dipergunakan

5
6

dari dalam darah buat kemudian melalui proses ekspirasi (mengeluarkan napas). Secara
anatomis saluran pernapasan dibagi sebagai berikut:

2.2 Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA)


2.2.1 Definisi Infekasi Saluran Pernapasan Akut
Berdasarkan pedoman WHO 2007, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular. ISPA
merupakan infeksi ringan yang dapat menyebabkan kematian, tergantung pada
patogen penyebab, seperti faktor lingkungan dan faktor masyarakat yang tidak
menguntungkan serta faktor diri dan masyarakat. ISPA merupakan infeksi menular
dari manusia ke manusia (WHO, 2007).
ISPA merupakan penyakit yang umum diderita oleh semua umur. Anak-anak
dan orang tua merupakan populasi yang rentan terhadap infeksi ini karena memiliki
daya tahan tubuh yang rendah. Penyebab infeksi paling sering disebabkan oleh
virus yang dapat sembuh sendiri tanpa menggunakan antibiotik. Sebagian besar
infeksi virus pada anak usia dini terbatas pada saluran pernapasan bagian atas
(Ljubin-Sternak et al., 2016). ISPA atas umumnya ringan dan paling sering
disebabkan oleh virus. Sebagian besar infeksi berat yang dapat menyebabkan
kematian adalah infeksi saluran pernapasan bawah (Bellos et al., 2010).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut atau biasa dikenal dengan ISPA diadaptasi
dari istilah dalam bahasa Inggris yaitu Acute Respiratory Infection atau biasa
disingkat (ARI). Berdasarkan tempat penularannya, ISPA dibedakan menjadi dua,
yaitu ISPA atas dan ISPA bawah atau dalam istilah bahasa Inggris disebut Acute
Upper Respiratory Infection (AURI) dan Lower Acute Respiratory Infections
(ALRI) (Bellos et al., 2010).
Infeksi saluran pernapasan akut memiliki tiga unsur yaitu infeksi, saluran
pernapasan dan akut dengan pengertian sebagai berikut (Depkes RI 2005 dalam
Rudianto 2013):
1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia
dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2. Saluran pernafasan akut adalah organ dari hidung sampai alveolus beserta organ
adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara
anatomis meliputi saluran pernapasan bagian atas, saluran pernapasan bagian
bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernapasan.
7

Dengan keterbatasan tersebut, jaringan paru-paru termasuk dalam saluran


pernapasan.
3. Akut adalah infeksi yang berlangsung hingga 14 hari. Batasan 14 hari diambil
untuk menunjukkan proses akut bahkan untuk beberapa penyakit yang dapat
diklasifikasikan sebagai ISPA. Proses ini mungkin memakan waktu lebih dari
14 hari.
Dapat disimpulkan bahwa ISPA adalah penyakit saluran pernapasan yang
menyerang satu atau lebih bagian saluran pernapasan mulai dari hidung (saluran
pernapasan bagian atas) dan alveolus (saluran pernapasan bagian bawah) yang
dapat berkisar dari infeksi ringan hingga berat dan kematian tergantung pada
penyakitnya. patogen yang menyebabkannya. itu, faktor lingkungan dan faktor
tuan rumah. (Maakh et al., 2017).
2.2.2 Etiologi Infeksi Saluran Pernapasan Akut
Menurut Departemen Kesehatan RI (2002) ISPA terdiri dari lebih dari 300
jenis bakteri, virus dan rickettsiae. Bakteri penyebab ISPA antara lain genus
Streptococcus, Staphylococci, Pneumococci, Hemofillus, Bordetelia dan
Corinebacteria. Virus penyebab ISPA termasuk kelompok Myxovirus, Adnovirus,
Coronavirus, Picornavirus, Mycoplasma, Herpesvirus dan lain-lain (Rizki, 2017 ).
Contoh patogen penyebab ISPA yang tercantum dalam pedoman (WHO, 2007)
adalah rhinovirus, respiratory syncytial virus, parainfluenza virus, severe acute
respiratory syndrome association coronavirus (SARS-CoV) dan virus influenza.
Menurut Ljubin-Sternak (2016), sebagian besar penyebab ISPA adalah virus.
Jenis virus yang sering menginfeksi ISPA adalah rhinovirus (RhV), respiratory
syncytial virus (RSV), influenza (IFN), parainfluenza virus (PIV), coronavirus
(CoV), human metapneumovirus (hMPV), enterovirus (EV), adenovirus ( Iklan). ,
dan human bocavirus (HBoV). Karena kemajuan teknologi laboratorium untuk
jenis virus pada ISPA, ditemukan beberapa virus baru, antara lain human bocavirus
(HBoV), corona viruses NL63 (HCoV-NL63) dan HKU1 (HCoV-HKU1), new
enterovirus (HEV), parechovirus (HPeV) , dan rhinovirus. (HRV).
Dalam sebuah artikel tentang studi etiologi yang dilakukan oleh (Ljubin-
Sternak et al., 2016) di Kroasia menyimpulkan bahwa RSV tetap menjadi patogen
yang paling umum tetapi bukan satu-satunya di antara anak-anak dengan ISPA,
terutama pada mereka yang berusia di bawah 3 tahun.
8

2.2.3 Patofisiologi Infeksi Saluran Pernapasan Akut


Infeksi Saluran Pernapasan Bawah dapat ditularkan melalui penularan droplet
dari orang yang terinfeksi ke orang lain. Perpindahan mikroorganisme secara fisik
antara orang yang terinfeksi dengan orang lain melalui kontak langsung atau
dengan melibatkan benda perantara seperti tangan yang terkontaminasi pembawa
virus yang kemudian menularkan organisme tersebut (WHO, 2007).
Penularan droplet ditularkan dari orang yang terinfeksi saat batuk, bersin, dan
berbicara. Tetesan tersebut akan terbang ke udara dan akan jatuh ke permukaan
dalam jarak (<1 m). Droplet ini akan menjadi faktor infeksius bagi orang lain yang
akan terhirup melalui mukosa hidung, mata dan mulut orang lain (WHO, 2007).
Setelah agen penyakit masuk melalui mukosa hidung, mukosa mata atau
mulut, agen tersebut akan menyebabkan infeksi yang menyerang sistem imun dan
inflamasi. Peradangan adalah reaksi tubuh untuk mempertahankan diri atau
melindungi dari mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh, seperti virus, bakteri
atau jamur. Peradangan ini akan mengakibatkan peningkatan produksi lendir dan
menyebabkan pilek, batuk dan hidung tersumbat. Jika agen virus bakteri telah
masuk ke saluran pernapasan bagian bawah, dapat menyebabkan infeksi yang
kemudian akan menyerang paru-paru. (WHO, 2007).
2.2.4 Faktor Penyebab ISPA
Menurut (WHO, 2007) faktor penyebab infeksi saluran pernafasan akut
bermacam-macam. Berikut ini adalah faktor-faktor penyebab ISPA:
1. Agent
Agent yang dimaksud dalam ISPA adalah virus, bakteri, jamur, atau protozoa.
2. Host (penjamu)
Host adalah manusia yang terdiri dari umur, kebiasaan merokok, status imun,
penyakit penyerta, status gizi, infeksi sebelumnya, kondisi kesehatan umum.
3. Lingkungan (environment)
Lingkungan dapat menjadi penyebab terjadinya ISPA seperti pencemaran udara,
kondisi rumah, penerangan rumah, dan ventilasi.
2.2.5 Pencegahan ISPA
Pencegahan yang dapat dilakukan dengan lindungi anak dari udara dingin
dan jauhkan dari asap rokok, Perbaiki nutrisi anak untuk meningkatkan daya tahan
tubuh terhadap infeksi, Berikan imunisasi dengan antigen tripel untuk melindungi
anak dari batuk rejan. BCG untuk melindungi anak terhadap tuberkulosis, vaksin
9

campak untuk melindungi anak dari campak. Dikhawatirkan pemonia dengan


komplikasi campak dapat menyebabkan kematian (Sari, 2017). Pencegahan dan
pengendalian infeksi untuk perawatan pasien ISPA yang lain yaitu meliputi
pengenalan pasien secara dini dan cepat, pelaksanaan tindakan pengendalian
infeksi rutin untuk semua pasien. Strategi pencegahan ISPA umumnya meliputi :

a. Reduksi dan Eliminasi

Pasien yang terinfeksi merupakan sumber utama patogen di fasilitas pelayanan


kesehatan dan penyebaran infeksi dari sumbernya harus dikurangi/dihilangkan.
Contoh pengurangan dan penghilangan adalah promosi kebersihan pernapasan
dan etika batuk dan tindakan pengobatan agar pasien tidak infeksius.

b. Pengendalian administratif

Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan harus menjamin sumber daya yang


diperlukan untuk pelaksanaan langkah pengendalian infeksi. Meliputi
pembangunan prasarana dan kegiatan pencegahan danpengendalian infeksi yang
berkelanjutan, kebijakan yang jelas pada pengenalan dini ISPA yang dapat
menimbulkan kekhawatiran, pelaksanaan langkah pengendalian infeksi yang
sesuai, persediaan yang teratur dan pengorganisasian pelayanan, pimpinan
fasilitas pelayanan kesehatan juga harus melakukan perencanaan staf untuk
mempromosikan rasio pasien-staf yang memadai, memberikan pelatihan staf,
dan mengadakan program kesehatan staf (misalnya, vaksinasi, profilaksis) untuk
meningkatkan kesehatan umum petugas kesehatan.

c. Rajin mencuci tangan, terutama setelah beraktivitas di tempat umum.

d. Perhatikan bagian wajah terutama mulut, hidung, dan mata agar terhindar dari
penyebaran virus dan bakteri.

e. Hindari Merokok.

f. Perbanyak konsumsi makanan sehat yang memiliki serat dan vitamin untuk
meningkatkan daya tahan tubuh.

g. Saat bersin, pastikan untuk menutupnya dengan tisu atau tangan. Hal ini
dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit ke orang lain.
10

h. Berolahraga secara teratur juga dapat membantu meningkatkan kekebalan dan


mengurangi penularan infeksi.

2.2.6 Manifestasi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)


Dalam buku tersebut (Syamsudin, 2013) tanda klinis pada pasien adalah batuk,
sesak napas, demam, kelelahan. Selaput lendir berwarna, pusing, sakit tenggorokan
dan lain-lain.
2.2.7 Klasifikasi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
ISPA dibagi menjadi beberapa klasifikasi, yaitu menurut anatomi dan tingkat
keparahannya.
2.2.7.1 Klasifikasi Berdasarkan Anatomi
Menurut (Syamsudin, 2013) berdasarkan anatominya, ISPA dibagi menjadi
saluran pernapasan atas dan saluran pernapasan bawah. Berikut ini adalah berbagai
penyakit yang menyerang saluran pernapasan bagian atas dan bawah:
1. Infeksi Saluran Pernafasan Atas
Infeksi saluran pernapasan atas meliputi rinitis alergi, otitis media, sinusitis,
faringitis, laringitis, rinitis, dan epiglotitis.
a. Rinitis alergi
Menurut WHO dalam (Septriana et al., 2019) Rhinitis Alergi adalah
gangguan pada hidung akibat reaksi alergi dengan gejala yang hampir mirip
dengan flu biasa. Ini termasuk bersin, hidung gatal, mata berair, hidung
tersumbat, tenggorokan gatal dan langit-langit mulut dan keluarnya cairan dari
hidung. Tanda klinis rinitis alergi adalah pembengkakan, daerah gelap.
b. Otis Media
Otitis media (OAM) adalah peradangan dan adanya cairan di telinga
tengah, akibat tanda atau gejala penyakit lokal atau sistemik (Syamsudin,
2013). Otitis media sangat umum pada anak-anak setidaknya satu atau lebih
pada saat mereka berusia 3 tahun. OAM disebabkan oleh virus atau bakteri.
Sebagian besar dengan Pernapasan Respiratory syncytial virus (RSV)
ditemukan pada kultur telinga tengah (Mahardika et al., 2019).
c. Sinusitis
Sinusitis adalah proses inflamasi yang melibatkan mukosa hidung dan
sinus paranasal dengan gejala sumbatan hidung. Sinusitis terjadi karena
peradangan pada sinus paranasal (Augesti et al., 2016). Tanda-tanda umum
11

yang terlihat adalah hidung tersumbat, keluarnya cairan dari hidung yang
berwarna hijau kekuningan dan kental, nyeri di area pipi antara mata dan dahi.
Dan yang paling sering adalah batuk, demam, sakit kepala dan nafsu makan
menurun (Depkes, 2006).
d. Faringitis
Faringitis adalah infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh virus atau
bakteri influenza (Syamsudin, 2013). Gejala faringitis sangat bervariasi,
seperti sakit tenggorokan, demam, sakit kepala, dan demam dengan kisaran
>38,5 °C. Gejala atipikal yang sering terjadi, seperti sakit perut atau muntah.
Faringitis dapat ditularkan melalui droplet dan sekret hidung dari penderita
faringitis.
e. Influenza
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus myxovirus, influenza
dibagi menjadi tiga jenis virus yang berbeda, yaitu tipe A, B dan C. Penyakit
ini mudah menular. Cara penularannya bisa melalui bersin, batuk, dan
berbicara dengan penderita. Karena disebabkan oleh virus. Pasien dapat pulih
dengan sendirinya jika kondisi tubuhnya membaik.

2.2.7.2 Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Keparahan


Menurut program pemberantasan penyakit (P2), ISPA dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu:
1. ISPA Non Pneumonia / Ringan
Merupakan penyakit yang banyak dikenal masyarakat dengan gejala
batuk, pilek dan pilek. Penyakit batuk dan pilek seperti rhinitis, faringitis,
tonsilitis dan penyakit saluran pernapasan atas lainnya diklasifikasikan
sebagai non-pneumonia.
2. ISPA Pneumonia / Sedang
Pneumonia adalah suatu proses infeksi akut yang mengenai jaringan
paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh invasi bakteri, yang ditandai dengan
gejala klinis batuk, disertai napas cepat atau tarikan dinding dada bagian
bawah. suhu tubuh lebih dari 39⁰ C dan saat bernafas terdengar seperti
mendengkur.
3. Pneumonia Berat
12

Pneumonia menyerang saluran pernapasan bagian bawah di ujung


bronkiolus dan alveolus yang dapat disebabkan oleh patogen seperti bakteri,
jamur, virus dan parasit. Pneumonia dapat terjadi sepanjang tahun dan dapat
menyerang semua usia. Gejalanya meliputi kehilangan kesadaran, denyut
nadi cepat.
Pneumonia adalah suatu proses infeksi akut yang mengenai jaringan
paru (alveoli) yang biasanya disebabkan oleh invasi bakteri, yang ditandai
dengan gejala klinis batuk, disertai nafas cepat atau tarikan dinding dada
bagian bawah. suhu tubuh lebih dari 39⁰ C dan saat bernafas terdengar
seperti mendengkur.

2.3 Pengobatan ISPA


2.3.1 Antibiotik
Antibiotik memiliki efektifitas yang menghambat maupun mematikan
pertumbuhan mikroorganisme patogen, sedangkan toksisitasnya untuk manusia
relatif kecil serta merupakan suatu zat kimia yang dihasilkan oleh fungi atau
bakteri. Antibiotik sebagai obat untuk mencegah penyakit infeksi, penggunaanya
harus rasional, tapat akurat dan aman. Menururt Pratiwi (2017) penggunaan
antibiotik yang tidak rasional akan menyebabkan sebuah dampak negatif, misalnya
adanya resistensi mikroorganisme terhadap beberapa antibiotik, meningkatnya efek
samping obat dan bahkan berdampak kematian.
Antibiotik dapat dikelompokkan berdasarkan spektrum aktivitasnya, tempat
kerjanya, dan struktur kimianya.
a. Antibiotik dapat dikelompokkan berdasarkan spektrum aktivitasnya
(Siswandono, 2016):
1) Antibiotik spektrum luas, efektif melawan bakteri Gram positif dan Gram
negatif, misalnya: turunan tetrasiklin, turunan amfenikol, turunan
aminoglikosida, turunan makrolida, rifampisin, beberapa turunan penisilin,
seperti ampisilin, amoksisilin, bacampisilin, karbenisilin, hetacillin,
pivampisilin, sulbenisilin dan ticarcillin, dan sebagian besar turunan
sefalosporin.
2) Antibiotik dengan aktivitas dominan terhadap bakteri Gram positif,
misalnya:bacitracin, eritromisin, sebagian besar turunan penisilin, seperti
benzilpenisilin, penisilin G Prokain, penisilin V, fenotilin K, methisilin Na,
13

nafcillin Na, oxacillin Na, cloxacillin Na, dicloxacillin Na dan floxacillin Na,
turunan lincosamide, asam fusidat dan sejumlah sefalosporin turunan.
Antibiotik memiliki aktivitas luar biasa melawan bakteri gram negatif,
misalnya: colistin, polimiksin B sulfat dan sulfomisin.
b. Antibiotik dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat kerjanya, seperti dinding
sel, membran sel, asam nukleat, dan ribosom.
1) Antibiotik yang bekerja pada dinding sel bakteri, misalnya penisilin dan
sefalosporin, bekerja dengan cara menghambat biosintesis peptidoglikan.
Bacitracin dan vankomisin bekerja dengan cara menghambat sintesis
mukopeptida, sedangkan sikloserin bekerja dengan menghambat sintesis
peptida dinding sel.
2) Antibiotik yang bekerja pada membran sel antara lain nistatin dan amfoterisin
B dengan menghambat fungsi membran, sedangkan polimiksin B
menghambat integritas membran.
3) Antibiotik bekerja pada asam nukleat, misalnya mitomycin C dengan
menghambat biosintesis DNA, rifampisin dengan menghambat biosintesis
mRNA, griseofulvin dengan menghambat pembelahan sel, sedangkan
Actinomycin menghambat kombinasi biosintesis DNA dan mRNA. 4)
Antibiotik bekerja pada ribosom dengan cara menghambat biosintesis
protein, misalnya aminosiklitol, tetrasiklin, amfenikol, makrolida,
lincosamide, glutarimide dan asam fusidat. Menurut Depkes RI (2005) terapi
antibiotik untuk pasien ISPA dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Penisilin merupakan turunan β-laktam tertua yang mempunyai efek
bakterisida dengan mekanisme kerja dengan menghambat sintesis dinding
sel bakteri, misalnya penisilin V, amoksisilin. Penisilin memiliki efek
bakterisidal dan bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel.
b. Cephalosporin merupakan turunan β-laktam dengan spektrum efek yang
berbeda antar generasi. Mekanisme kerja golongan sefalosporin sama
dengan β-laktam lainnya: berikatan dengan protein pengikat penisilin
(PBP) yang terletak di dalam dan di permukaan membran sel, sehingga
dinding sel bakteri tidak terbentuk. . dampaknya terhadap kematian
bakteri.
c. Makrolida Aktivitas antibakteri dari kelompok makrolida biasanya
mencakup kokus gram positif seperti Staphylococcus aureus, stafilokokus
14

koagulase-negatif, streptokokus β-hemolitik dan Streptococcus spp, H.


Influenzae, Neisseria spp, Bordetella spp, Corynebacteria spp,
Chlamydia, Mycoplasma, Rickettsia dan Legionella spp. Azitromisin
memiliki aktivitas lebih besar melawan bakteri Gram negatif, volume
distribusi lebih besar, dan waktu paruh lebih lama. Klaritromisin
menunjukkan peningkatan farmakokinetik (waktu paruh plasma lebih
lama, penetrasi jaringan lebih besar) serta peningkatan aktivitas melawan
H. Influenzae, Legionella pneumophila. Hampir semua anggota baru
kelompok makrolida memiliki profil keamanan dan tolerabilitas yang
lebih baik dibandingkan eritromisin.
d. Tetrasiklin adalah agen antibakteri biosintetik dengan spektrum aktivitas
yang luas. Mekanisme kerjanya adalah mencegah pengikatan asam amino
pada ribosom bakteri (subunit 30S). Efek yang dihasilkannya bersifat
bakteriostatik secara luas terhadap bakteri Gram positif, Gram negatif,
klamidia, mikoplasma, dan bahkan rickettsiae. Generasi pertama meliputi
tetrasiklin, oksitetrasiklin, dan klortetrasiklin. Generasi kedua merupakan
penyempurnaan dari generasi sebelumnya, antara lain doksisiklin dan
minosiklin. Generasi kedua mempunyai sifat farmakokinetik yang lebih
baik, termasuk volume distribusi yang lebih luas karena sifat lipofilik.
Selain itu bioavailabilitasnya lebih tinggi dan waktu paruh eliminasinya
juga lebih lama (>15 jam). Doksisiklin dan minosiklin masih efektif
melawan stafilokokus yang resisten terhadap tetrasiklin, dan bahkan
efektif melawan bakteri anaerob seperti Acinetobacter spp dan
Enterococcus yang resisten terhadap Vankomisin.
e. Golongan kuinolon merupakan obat antibakteri oral yang mempunyai efek
signifikan dalam mengobati infeksi. Dari prototipe aslinya yaitu asam
nalidiksat berkembang menjadi asam pipemidat, asam oksolinat,
sinoksasin, norfloksasin. Generasi pertama berperan dalam pengobatan
infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh bakteri gram negatif.
Generasi selanjutnya, khususnya generasi kedua, meliputi pefloxacin,
enoxacin, ciprofloxacin, sparfloxacin, lomefloxacin dan fleroxacin dengan
spektrum aktivitas yang lebih luas untuk pengobatan infeksi nosokomial
dan nosokomial. Selain itu, ciprofloxacin, ofloxacin, dan peflocacin
15

tersedia dalam bentuk sediaan suntik, sehingga memungkinkan


penggunaan secara luas, sendiri atau dalam kombinasi dengan obat lain.
f. Sulfonamida adalah salah satu obat antimikroba tertua yang masih
digunakan. Sediaan sulfa yang paling banyak digunakan adalah
sulfametoksazol yang dikombinasikan dengan trimetoprim, juga dikenal
sebagai kotrimoksazol. Mekanisme kerja sulfametoksazol adalah
menghambat sintesis asam folat, sedangkan trimetoprim menghambat
reduksi asam dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat sehingga menghambat
enzim pada jalur sintesis asam folat.
2.3.2 Terapi Penunjang
Terapi penunjang atau suportif yang digunakan pada pasien ISPA sebagai
berikut :
a. Analgetik antipiretik
Penggunaan terapi suportif pada pasien ISPA bergantung pada gejala
yang ditimbulkannya. Analgesik-antipiretik sering digunakan untuk mengatasi
nyeri atau demam. Semua antipiretik bekerja dengan menghambat aktivitas
COX di situs aktif COX. Melalui penghambatan tersebut, prostaglandin tidak
terbentuk sehingga dapat mencegah kenaikan suhu hingga set point di
hipotalamus. Contoh analgesik dan antipiretik yang paling banyak digunakan
adalah asetaminofen yang efektif menurunkan demam dengan bekerja
langsung pada pusat termoregulasi di hipotalamus sehingga menyebabkan
vasodilatasi dan berkeringat (Sholihah, dkk. 2017). ).
b. Antihistamin
Antihistamin merupakan zat yang dapat mengurangi atau menghalangi
efek histamin pada tubuh dengan cara memblokir reseptor histamin (Tjay Tan
Hoan & Rahardja Kirana, 2007). Obat antihistamin bekerja secara kompetitif
dengan histamin pada reseptor histamin sel, sehingga mencegah histamin
mempengaruhi targetnya. Golongan antihistamin yang digunakan adalah
antihistamin generasi pertama, khususnya cetirizine. Cetirizine adalah
metabolit aktif hidroksizin dan memiliki efek sedatif dan antikolinergik yang
minimal. Cetirizine in vivo telah terbukti mempunyai efek anti-inflamasi
seperti menghambat aktivitas eosinofil, neutrofil, limfosit, dan kemotaksis
(Sholihah, dkk. 2017).
c. Dekongestan
16

Dekongestan adalah stimulator reseptor alfa-adrenergik. Mekanisme


kerja dekongestan didasarkan pada vasokonstriksi pembuluh darah hidung,
sehingga mengurangi sekresi dan pembengkakan selaput lendir saluran hidung.
Mekanisme ini memungkinkan dekongesti hidung. Pseudoefedrin, efedrin, dan
fenilpropanolamin adalah dekongestan yang umum digunakan dalam sediaan
influenza (Sholihah, dkk. 2017). Dekongestan digunakan untuk pengobatan
gejala infeksi pernafasan tertentu karena efeknya terhadap peradangan pada
saluran hidung, sinus, dan lapisan saluran eustachius. Ada sejumlah agen yang
digunakan untuk tujuan ini yang memiliki efek stimulasi minimal pada sistem
kardiovaskular dan saraf pusat, yaitu: pseudoefedrin oral, fenilpropanolamin
dan oksimetazolin topikal, fenilefrin, dan siklometasolin. Dekongestan oral
bekerja dengan meningkatkan pelepasan norepinefrin dari ujung saraf.
Sediaan ini mempunyai efek samping sistemik berupa takikardia, jantung
berdebar, gelisah, tremor, insomnia dan hipertensi pada pasien dengan faktor
risiko (Depkes RI, 2005).
d. Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah sekelompok hormon steroid yang diproduksi di
korteks adrenal sebagai respons terhadap hormon adrenokortikotropik
(ACTH) yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis atau angiotensin II.
Hormon ini berperan dalam banyak sistem fisiologis tubuh, misalnya respon
stres, respon sistem kekebalan tubuh dan pengaturan peradangan, metabolisme
karbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit dalam darah dan perilaku.
Contoh kortikosteroid sintetik adalah betametason, deksametason,
metilprednisolon, prednison, prednisolon (Sembiring, 2019). Kortikosteroid
dapat digunakan sebagai terapi tambahan yang efektif untuk meredakan nyeri
akibat proses inflamasi pada ISPA. Namun penggunaan kortikosteroid pada
anak dapat menghambat pertumbuhan. Mekanismenya terjadi dengan
merangsang somatostatin yang menghambat hormon pertumbuhan, sehingga
penggunaan kortikosteroid pada anak dibatasi (Sholihah, dkk. 2017).
e. Bronkodilator
Bronkodilator adalah pengobatan simtomatik utama. Obat-obatan ini
sering digunakan sesuai kebutuhan untuk melonggarkan saluran udara selama
serangan atau secara teratur untuk mencegah kekambuhan atau meredakan
gejala. Gunakan bronkodilator pada penderita bronkitis yang disertai obstruksi
17

jalan napas. Bronkodilator melebarkan bronkus dan bronkiolus, meningkatkan


aliran udara. Kelompok bronkodilator yang paling banyak digunakan adalah
salbutamol. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2011 di Amerika
menemukan bahwa salbutamol menghasilkan perbaikan respon klinis berupa
perbaikan FEV1 dan skor asma (Sholihah, dkk. 2017).
f. Mukolitik
Mukolitik adalah obat yang digunakan untuk mengencerkan lendir yang
kental sehingga lebih mudah dikeluarkan. Mukolitik memiliki peran sebagai
pengobatan tambahan pada bronkitis dan pneumonia. Pada bronkitis kronis,
pengobatan dengan obat mukolitik hanya mempunyai efek kecil dalam
mengurangi eksaserbasi namun secara signifikan mengurangi jumlah hari
sakit (Departemen Kesehatan, 2005). Mukolitik adalah obat yang digunakan
untuk mengencerkan lendir yang kental sehingga lebih mudah dikeluarkan
(Susana, dkk. 2021). Obat mukolitik seperti asetilsistein, ambroxol,
bromhexine, dan erdostein merupakan zat yang digunakan dalam pengobatan
gangguan pernafasan yang ditandai dengan batuk produktif. Memodifikasi
struktur lendir untuk mengurangi viskositasnya, sehingga memfasilitasi
pembuangannya melalui tindakan empedu atau ekspektoran (MIMS, 2020).
g. Ekspektoran
Ekspektoran seperti garam amonium, eprazinon, guaiacol, guaifenesin,
digunakan dalam pengobatan batuk produktif. Bekerja secara langsung serta
efektif dengan merangsang sekresi lendir bronkial yang mengakibatkan
peningkatan pencairan dahak, sehingga lebih mudah untuk mengeluarkan
batuk. Sebagai alternatif dapat bertindak secara kontingen melalui iritasi pada
saluran pencernaan yang memiliki tindakan selanjutnya pada sistem
pernapasan yang mengakibatkan peningkatan sekresi mukosa (MIMS, 2020).
Menurut Sholihah, dkk (2017) Pemberian ekspektoran dapat menstimulasi
produksi mukus oleh bronkus sehingga lebih mudah dikeluarkan.
h. Vitamin
Menurut Yuliawati (2021) vitamin merupakan senyawa organik yang
tersusun dari karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen atau elemen lain yang
dibutuhkan dalam jumlah kecil supaya metabolisme, pertumbuhan dan
perkembangan dalam tubuh berjalan normal. Jenis nutrien ini merupakan
zat-zat organik yang dalam jumlah kecil ditemukan pada berbagai macam
18

makanan. Vitamin tidak dapat digunakan untuk menghasilkan energi. Vitamin


dapat dipilah menjadi 2 kelompok yaitu kelompok yang larut dalam
lemak dan yang larut dalam air.

Adapun vitamin yang larut dalam lemak terdiri dari vitamin A,D,E, dan
K. Sedangkan vitamin yang dapat larut dalam air terdiri dari vitamin B
kompleks dan vitamin C. Jumlah vitamin larut-lemak yang telalu besar akan
berbahaya bagi tubuh karena jenis vitamin ini tidak mampu mengeksresikan
keluar dan akan tetap tersimpan didalam tubuh. Sedangkan vitamin larut-air
dapat diekskresikan melalui urine sehingga takaran yang besar tidak
membahayakan kesehatan. Pemberian vitamin pada pasien sangat berfungsi
untuk memperkuat sistem imun, terlebih pada balita dan anak-anak, karena
pada pasien ISPA sistem imunitas melemah (Syarifuddin, 2019).
2.4 Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan yang komperhensif yang memberikan pelayanan rawat
inap, rawat jalan dan gawat darurat. Tujuan manajemen rumah sakit:
a. Mempermudah akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
b. Melindungi keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber
daya manusia di rumah sakit.
c. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit.
d. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia dan
rumah sakit.
Pada hakekatnya rumah sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan, fungsi yang dimaksud memiliki arti tanggung jawab tanggung
jawab yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan taraf
kesejahteraan masyarakat (Kemenkes RI, 2010)
BAB III

METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep

1. Jenis
ISPA Kelamin
2. Umur
3. Alamat
4. Diagnosa +
Data Rekam Medis
Penyakit
Bawaan
5. Obat yang
Terapi diberikan

Macam Terapi Golongan Obat Jenis Obat


(%) (%) (%)

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

3.2 Rencana Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif Observasional, yaitu penelitian ini
menggunakan tujuan membuat ilustrasi atau deskripsi perihal sesuatu yang objektif atau
keadan yang sebenarnya (Notoatmodjo, 2010).

Pengambilan data dilakukan secara Retrospektif terhadap pasien infeksi saluran


pernafasan akut , menggunakan data sekunder yang diambil berasal dari rekam medis di
RSUD Daha Husada Kota Kediri.

3.3 Instrumen Penelitian


Instrumen yang dilakukan pada penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data
rekam medik bulan Januari 2022 – Januari 2023 yang diperoleh dari RSUD Daha Husada
Kota Kediri.

3.3.1 Alat Penelitian

18
19

Alat yang dipergunakan untuk mendukung penelitian ini ialah data rekam
medik pasien yang telah didiagnosa ISPA pada RSUD Daha Husada Kota Kediri
yaitu kertas, bolpoin serta komputer.

3.4 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di RSUD Daha Husada Kota Kediri. Pengambilan data akan
dilakukan pada bulan Januari 2022– Januari 2023.

3.5 Populasi dan Sampel


3.5.1 Populasi
Populasi sasaran penelitian ini ialah seluruh pasien penderita penyakit ISPA
yang telah dirawat inap yang berkunjung ke RSUD Daha Husada Kota Kediri.

3.5.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan
tertentu yang akan diteliti Riduwan, (2015:56). Jumlah subjek penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan metode total
sampling karena populasinya relatif sedikit yaitu sebanyak 53 sampel.

3.6 Teknik Sampling dan Jenis Data


3.6.1 Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan kriteria tertentu.
Pemilihan sampel didasarkan pada kriteria inklusi dan eksklusi (Sugiyono, 2016).
Teknik tersebut dipilih untuk penelitian ini karena proses pengumpulan data
penelitian relatif simpel sebab peneliti hanya perlu mengambil data yang berasal dari
hasil rekam medis pasien yang berkunjung ke RSUD Daha Husada Kota Kediri.

3.6.2 Jenis Data


Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari catatan rekam medik rawat inap di RSUD Daha Husada Kota Kediri
periode Januari 2022– Januari 2023.

3.7 Variabel Penelitian


Variabel dari penelitian ini yaitu profil peresepan antibiotik pada penyakit ISPA.
a. Variabel Bebas : Pasien ISPA atas di RSUD Daha Husada Kota Kediri periode
Januari 2022– Januari 2023.
b. Variabel Terikat : evaluasi penggunaan obat pada penyakit ISPA
20

3.8 Teknik Pengumpulan Data


Peneliti melakukan penelusuran data melalui rekam medik. Pada rekam medik
pasien yang diambil di saat pengumpulan data ialah usia, jenis kelamin, penyakit
penyerta, dosis terapi obat yang didapatkan pasien serta durasi penggunaan obat pada
pasien. Berasal data-data tersebut akan dilakukan ciri-ciri, apakah pasien telah menerima
terapi obat yang rasional (tepat pasien, tepat obat dan tepat takaran) atau belum. Terapi
ini dikatakan tepat pasien bila obat yang diberikan tidak kontra indikasi dengan keadaan
pasien tersebut. Terapi dikatagorikan sempurna jika obat yang diberikan adalah drug of
choice dari kondisi pasien dan dikatagorikan tepat dosis bila dosis obat yang diberikan
sesuai dengan kebutuhan pasien.

3.9 Teknik Analisa Data


Data yang diperoleh akan dikelompokkan berdasarkan karakteristik (subjek)
meliputi umur, jenis kelamin, diagnosa pasien serta berdasarkan obat terapi obat yang
dipergunakan serta frekuensi penggunaan yang dianalisis secara deskriptif memakai
Microsoft Excel yang berupa tabel serta diagram. Metode analisis yang digunakan pada
penelitian ini merupakan analisis deskriptif presentase (Triadi & Sudipta, 2020
21

3.10 Alur Penelitian

Identifikasi Masalah

Perumusan Masalah

Pembuatan Proposal

Permohonan Perijinan Bakesbangpol dan Dinkes untuk melakukan


pengajuan penelitian di Rumah Sakit

Pengumpulan Data rekam medis: Usia pasien, Jenis Kelamin,


Diagnosa pasien ISPA, Obat yang digunakan, macam terapi,
golongan obat, jenis obat.

Penyalinan data dari RM ke lembar pengumpulan data

Rekapitulasi dan analisis data

Evaluasi Penggunaan Obat Pada Pasien Infeksi Saluran Pernapasan Akut


Di RSUD Daha Husada Periode Januari
2022 – Januari 2023”

Gambar. 3.2 Alur Penelitian


22

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil
Penelitian ini dilakukan di RSUD Daha Husada Kota Kediri, rekam medis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 53 rekam medis pasien terdiagnosis oleh dokter
menderita ISPA pada Januari 2022– Januari 2023 dengan karakteristik pasien berdasarkan
usia dan jenis kelamin.
4.1.1 Karakteristik Berdasarkan Usia
Karakteristik pasien berdasarkan usia di RSUD Daha Husada Kota Kediri dapat
dilihat
pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Persentase Pasien ISPA berdasarkan Usia
Usia Frekuensi Persentase
<1 Tahun 5 9,4
2-15 Tahun 21 39,6
16-29 Tahun 13 24,5
30-44 Tahun 6 11,3
>45 Tahun 8 15,1
Total 53 100,0

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa usia yang mendominasi mendapatkan terapi
ISPA adalah usia 2-15 tahun dengan jumlah 21 pasien (39,6%). Kelompok usia 16-29 tahun
dengan jumlah 13 pasien (24,5%). Usia 30-44 tahun dengan jumlah 6 pasien (11,3%). Usia
>45 tahun dengan jumlah 8 pasien (15,1%). Usia pasien paling sedikit mendapatkan terapi
ISPA adalah kelompok usia <1 tahun dengan jumlah 5 pasien (9,4%).
4.1.2 Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin
Karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin di RSUD Daha Husada dapat dilihat
pada tabel 4.2
Tabel 4.2 Persentase Pasien ISPA berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
Laki-Laki 27 50,9
Perempuan 26 49,1
Total 53 100

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat karakteristik pasien ISPA berdasarkan jenis kelamin laki-
laki sebanyak 27 pasien (50,9%) dan perempuan sebanyak 26 pasien (49,1%). Penelitian ini
dapat dikatakan bahwa penderita ISPA lebih banyak laki-laki daripada perempuan.
23

4.1.3 Evaluasi Penggunaan Obat ISPA Berdasarkan Macam Terapi


Gambaran penggunaan obat ISPA berdasarkan macam terapi didapatkan penggunaan
terapi antibiotik dengan penambahan terapi penunjang dan terapi penunjang tanpa antibiotik
dapat dilihat pada tabel 4.3 sebagai berikut :
Tabel 4.3 Persentase Penggunaan Macam Terapi Pada Pasien ISPA
Macam Terapi Frekuensi Persentase
Terapi Antibiotik 50 94,3
Terapi Penunjang 3 5,7
Total 53 100

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat penggunaan macam terapi pada pasien ISPA yang
mendapatkan terapi antibiotik dengan penambahan terapi penunjang sebanyak 50 pasien
(94,3%) dan didapatkan hasil pasien yang hanya menggunakan terapi suportif tanpa antibiotik
sebanyak 3 pasien (5,7%).
4.1.4 Evaluasi Penggunaan Obat ISPA Berdasarkan Golongan Obat
Evaluasi penggunaan obat ISPA berdasarkan golongan obat dapat dilihat pada tabel
4.4 sebagai berikut :
Tabel 4.4 Persentase Penggunaan Obat ISPA Berdasarkan Macam Terapi
Golongan Jumlah Persentase
Antibiotik 50 38,16
Antipiretik 38 29,00
Mukolitik 9 6,87
Ekspektoran 2 1,52
Kortikostreroid 4 3,05
Antihstamin 8 6,10
Obat Kombinasi 5 3,81
Multivitamin 15 11,45
Total 131 100

Pada tabel 4.4 dapat dilihat masing-masing persentase penggunaan obat ISPA
berdasarkan golongan penggunaan antibiotik yang banyak digunakan adalah sejumlah 50
pasien (38,16%). Golongan obat antipiretik yang digunakan yaitu sejumlah 38 pasien
(29,00%). Golongan multivitamin yang digunakan sejumlah 15 pasien (11,45%). Penggunaan
obat mukolitik yang digunakan sejumlah 9 pasien (6,87%). Penggunaan obat golongan
kombinasi yang digunakan sejumlah 5 pasien (3,81%). Golongan obat kortikostreroid yang
digunakan sejumlah 4 pasien (3,05%). selanjutnya golongan obat ekspektoran sejumlah 2
pasien (1,52%).
4.1.5 Evaluasi Penggunaan Obat ISPA Berdasarkan Golongan Obat
Berdasarkan hasil pengambilan data yang dilakukan, diperoleh data penggunaan obat
ISPA berdasarkan jenis obat dapat dilihat pada tabel 4.5 sebagai berikut :
24

Tabel 4.5 Persentase Penggunaan Obat ISPA Berdasarkan Jenis Obat


Jenis Jumlah Persentase
Levofoxacin 24 14,54
Fluconazole 12 7,27
Cefixime 16 9,69
Cefriaxone 10 6,06
Ceftazimide 1 0,60
Metronidazole 2 1,21
Sporetik 1 0,60
Cefoperazone 1 0,60
Loamox 1 0,60
Amoxiclav 5 3,03
Anbacim 3 1,81
Thiamphenicol 1 0,606
Gentamicin 1 0,60
NAC 13 7,87
Santagesic 7 4,24
Asam Mefenamat 8 4,84
Paracetamol 3 1,81
Ibuprofen 1 0,60
Na Diklofenak 6 3,63
Sanmol 6 3,63
Ambroxol 4 2,42
Codein 5 3,03
Bisolvon 1 0,60
Lapisiv 1 0,60
Ranitidin 7 4,24
Cetirizin 1 0,60
Tremenza 2 1,21
Demacolin 3 1,818
Seretide 2 1,21
Dexamethason 1 0,60
Methylprednisolone 1 0,60
Elkana 2 1,21
Vitaclor 1 0,60
Gitas Plus 1 0,60
Curcuma 6 3,63
Vitamin K 1 0,60
Corovit 1 0,60
Zink 3 1,81
Total 165 100

Berdasarkan tabel 4.5 dPt dilihat bahwa masing-masing presentase penggunaan obat
ISPA berdasarkan jenis obat yang paling banyak yaitu antibiotik levofoxacin sejumlah 24
pasien (14,54%), cefixime 16 pasien (9,69%), fluconazole 12 pasien (7,27%), cefriaxone 10
pasien (6,06%), anbacim 3 pasien (1,81%), metronidazole 2 pasien (1,21%), ceftazimide
(0,60%), sporetik 1 pasien (0,60%), cefoperazone 1 pasien (0,60%), loamox 1 pasien
25

(0,60%), amixiclav 5 pasien (23,03%), thiamphenicol 1 pasien (0,60%), gentamcin 1 pasien


(0,60%). Penggunaan obat terapi penunjang yaitu obat NAC 13 pasien (7,87%), asam
mefenamat 8 pasien (4,8%), santagesic 7 pasien (4,24%), na diklofenak 6 pasien (3,63%),
sanmol 6 pasien (3,63%), paracetamol 3 pasien (1,81%), ibuprofen 1 pasien (0,60%), codein
5 pasien (3,03%), ambroxol 4 pasien (2,42%), bisolvon 1 pasien (0,60%), lapisiv 1 pasien
(0,60%), ranitidin 7 pasien (4,24%), cetirizine 1 pasien (0,60%), demacolin 3 pasien (1,81%),
tremenza 2 pasien (1,21%), seretide 2 pasien (1,21%), dexamethasone 1 pasien (0,60%),
metyprednisolone 1 pasien (0,60%), curucma 6 pasien (3,63%), elkana 2 pasien (1,21%),
zink 3 pasien (1,81%).vitaclor 1 pasien (0,60%), gitaas plus 1 pasien (0,60%), vitamin K 1
pasien (0,60%), dan corovit 1 pasien (0,60%).
26

DAFTAR PUSTAKA

Alifariki, L. O. (2019). Faktor Risiko Kejadian Bronkitis Di Puskesmas Mekar Kota Kendari.
Jurnal Ilmu Kesehatan, hal. 1–9.
Augesti, G., Oktarlina, R. Z., & Imanto, M. (2016). Sinusitis Maksilaris Sinistra Akut Et
Causa Dentogen. JPM Ruwa Jurai, hal. 33–37.

Azzahra, S. S. (2018). Karya Tulis, Kajian Peresepan Obat Antibiotik Penyakit Ispa Pada
Anak Di Rsu Anutapura Palu Tahun 2017.

Bellos, A., Mulholland, K., O’Brien, K. L., Qazi, S. A., Gayer, M., & Checchi, F. (2010). The
burden of acute respiratory infections in crisis-affected populations: A systematic
review. Conflict and Health, hal. 1–12. https://doi.org/10.1186/1752-1505-4-3

Brian K. Alldredge, Corelli, R. L., Ernst, M. E., Guglielmo, b. joseph, Jacobson, pamala a.,
Kradjan, wayne a., & Williams, bradley r. (2013). Koda-Kimble and Young’s applied
therapeutics : the clinical use of drugs 10 th Edition. Lippincott Williams and Wilkins, a
Wolter Kluwer bussines.

Chambers HF, Sande MA, 2018. Antimicrobial agents In; Goodman & Gilman’s The
Pharmacological Basis of Therapeutics. 9th ed. McGraw-Hill, New York, pp 1029-1032.

Daroham, N.E.P. and Mutiatikum, 2009, Penyakit ISPA Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskerdas) di Indonesia, Puslitbang Biomedis dan Farmasi Jakarta,hal. 50-55.
27

Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan. Jakarta:
Depkes RI

Depkes. 2002. Etiologi ISPA dan Pneumonia. http : // www.litbang.depkes.go.id

Francisco, A. R. L. (2018). Tinjauan Kepustakaan SISTEM PERNAPASAN - Universitas


Udayana. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

H Kara, O. A. M. A. (2019). POLA PEMBERIAN ANTIBIOTIK UNTUK INFEKSI


SALURAN PERNAPASAN ATS PADA PASIEN ANAK RAWAT JALAN DI
RUMAH SAKIT UMUM DI GIANYAR TAHUN 2018. Paper Knowledge . Toward a
Media History of Documents, 7(2), 107–115.

Kemenkes RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan RI No 1087 Tentang Standar Kesehatan
dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.

Kemenkes RI. 2011. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Jakarta:
Kemenkes RI, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013, Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS


2013), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI (2011) ‘Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi


Antibiotika Kementrian Kesehatan Republik Indonesia’, Pedoman Pelayanan
Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik, hal. 11.

Ljubin-Sternak, S., Marijan, T., Ivković-Jureković, I., Čepin-Bogović, J., Gagro, A., &
Vraneš, J. (2016). Etiology and Clinical Characteristics of Single and Multiple
Respiratory Virus Infections Diagnosed in Croatian Children in Two Respiratory
Seasons. Journal of Pathogens, 2016, hal. 1–8. https://doi.org/10.1155/2016/2168780

Lutfiyati, H., Ikawati, Z., & Wiedyaningsih, C. (2015). Efek Samping Penggunaan Terapi
Oral Pada Pasien Asma. Jurnal Farmasi Sains Dan Praktis.

Maakh, Y. F., Laning, I., & Tattu, R. (2017). Profil Pengobatan Infeksi Saluran Pernapasan
Akut ( ISPA ) Pada Balita Di Puskesmas Rambangaru Tahun 2015 Profile of Treatment
for Acute Respiratory Infection ( ARI ) in Toddlers at Rambangaru Health Center in
2015. Profil Pengobatan Infeksi Saluran Pernapasan Akut ( ISPA ) Pada Balita Di
Puskesmas Rambangaru Tahun 2015 Profile of Treatment for Acute Respiratory
Infection ( ARI ) in Toddlers at Rambangaru Health Center in 2015, hal. 435–450.
28

Mahardika, I. W. P., Sudipta, I. M., Wulan, S., Sutanegara, D., & Denpasar, S. (2019).
Karakteristik Pasien Otitis Media Akut di Rumah Sakit Umum Pusat Denpasar Periode
Januari–Desember tahun 2014.

Nisa,D.N. 2017. Evaluasi penggunaan antibiotik pada penyakit infeksi saluran pernapasan
atas (ISPA) anak di Instalasi Rawat Jalan Rsud Dr. Moewardi Tahun 2015. Skripsi.
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rienka Cipta. Halaman


73.

Notoatmodjo.S.(2018) Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nuraeni Syarifuddin, Si. N. (2019). Profil Penggunaan Obat Pada Pasien Penderita Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Empagae Kabupaten Sidenreng
Rappang. 7,hal. 58–63.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2016. Permenkes No.72 Tahun 2016
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Depkes RI, Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Farmasi
Rumah Sakit.Jakarta:Kementerian Kesehatan.

Priwahyuni, Y., Gloria, C. V., & Alamsyah, A. (2020). Cegah Penyakit ISPA di Puskesmas
Kecamatan Limapuluh Kota Pekanbaru.

Rahayu, A. E. B., Muninggar, J., & Ayub, M. R. S. S. N. (2017). Menentukan Karakteristik


Dinamika Fluida pada Laju Aliran Pernapasan Upper Respiratory Airway Para Perokok
Aktif. In Prosiding SNFA (Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya) (Vol.1,p.14).
https://doi.org/10.20961/prosidingsnfa.v1i0.4492

Rizki, Z. Hayati. (2017). Hubungan Konsentrasi PM10 dan Faktor Lingkungan Dalam
Rumah Dengan Keluhan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita di
Puskesmas Rawa Terate Kecamatan Cakung Tahun 2017.

Rudianto (2013) Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gejala Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) pada Balita di 5 Posyandu Desa Tamansari Kecamatan Pangkalan
Karawang Tahun 2013. Universitas Islam negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Available
at:http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25904/1/Rudianto-fkik.pdf
29

Sadewa, G.S. Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Infeksi Saluran Pernapasan Atas
Akut (ISPAa) Di Instalasi Rawat Inap RSUD Ungaran Kabupaten Semarang.
Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah; 2017.

Sholihah, N. M., Susanti, R., & Untari, E. K. (2017). Gambaran Pengobatan Dan Biaya
Medis Langsung Pasien Ispa Anak Di Rs ‘X’ Tahun 2015. JURNAL MANAJEMEN
DAN PELAYANAN FARMASI (Journal of Management and Pharmacy Practice),hal.
40. https://doi.org/10.22146/jmpf.368

Sri, H. (2014). Gambaran Faktor Penyebab Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada
Balita Di Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung. Jurnal Ilmu Keperawatan,hal. 62–67.

Syamsudin, S. a. (2013). Buku Jar Farmakoterapi Gangguan Saluran Pernapasan. In Buku


Ajar Farmakoterapi Gangguan Saluran Pernapasan (pp. 1-3). Jakarta: salemba medika.

Tobat S.R., Mukhtar M.H. dan Pakpahan I.H.D., 2015, Rasionalitas Penggunaan Antibiotik
Pada Penyakit ISPA di Puskesmas Kuamang Kuning I Kabupaten Bungo, Scientia, hal.
79–83.

Triadi, D. A., & Sudipta, I. M. (2020). Karakteristik kasus faringitis akut di Rumah Sakit
Umum Daerah Wangaya Denpasar periode Januari – Desember 2015. Intisari Sains
Medis,11(1), 245.https://doi.org/10.15562/ism.v11i1.

WHO. 2007. Pencegahan dan Pengendalian ISPA yang Cenderung Menjadi Epidemi &
Pandemi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Pedoman Interim WHO

Windrasmara. (2012). Hubungan Antara Derajat Merokok Dengan Prevalensi Ppok Dan
Bronkitis Kronik Di Bbkpm Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai