ROSZANA WAHYUNIATI
NIM. 18650134
Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Kadiri
1
2
Materai
10000
Roszana Wahyuniati
NIM. 18650134
3
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT atas beribu nikmat ataupun
karunia-Nya yang telah diberikan, sehingga terselesaikan tepat waktu, skripsi yang berjudul
“Evaluasi Penggunaan Obat Pada Pasien Infeksi Saluran Pernapasan Akut Di RSUD Daha
Husada Periode Januari 2022 – Januari 2023”
Tujuan penyusunan skripsi penelitian ini adalah sebagai syarat wajib dalam pengajuan
penyusunan tugas akhir program S-1 di Jurusan Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Kadiri.
Tidak dapat disangkal bahwa butuh usaha yang keras, kegigihan, dan kesabaran, dalam
penyelesaian pengerjaan skripsi ini. Namun disadari karya ini tidak akan selesai tanpa orang-
orang tercinta disekeliling saya yang mendukung dan membantu. Pada kesempatan kali ini
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
dukungan moril maupun materil untuk penulis dalam menuntut ilmu, sehingga
penyusunan skripsi penelitian ini dapat terselesaikan.
9. Keluarga besar Universitas Kadiri khususnya sahabat-sahabat seperjuangan penulis
angkatan 2018 yang telah saling memotivasi dan membantu terselesainya proposal
penelitian ini.
10. Seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa masih banyaknya kekurangan yang ada di proposal penelitian
ini. Oleh karenanya, penulis mengharapkan saran dan kritiknya dari semua pihak guna agar
menjadi bahan perbaikan dalam penyusunan proposal penelitian kedepannya.
Semoga skripsi penelitian ini bisa bermanfaat dan dimanfaatkan bagi siapapun yang
membaca, Amin.
Peneliti
5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan iklim tropis. Sebagai daerah tropis, Indonesia
memiliki potensi untuk menjadi wilayah yang terdapat beragam penyakit menular yang
dapat mengancam kesehatan masyarakat sepanjang waktu. Salah satu penyakit menular
yang ada di Indonesia adalah penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) (Daroham
dan Mutiatikum, 2009). Infeksi pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas penyakit Menular di dunia. Angka kematian bayi, anak-anak
dan orang tua sangat tinggi, terutama di negara-negara dengan modal per kapita rendah
dan menengah (Kementerian Kesehatan, 2011).
Penyakit ISPA merupakan masalah kesehatan yang masih menjadi perhatian global
hingga saat ini. Pada tahun 2016, 5,6 juta balita meninggal dan 16% diantaranya
disebabkan oleh pneumonia yang merupakan salah satu manifestasi ISPA dengan insiden
kematian tertinggi pada balita. Anak balita berada di sub-Sahara Afrika di mana 1 dari 13
anak meninggal sebelum ulang tahun kelima mereka (WHO, 2017). ISPA menempati
urutan pertama untuk penyakit yang diderita oleh kelompok balita di Indonesia dan
merupakan alasan tertinggi untuk datang ke fasilitas kesehatan seperti rumah sakit atau
puskesmas untuk berobat. Berdasarkan hasil Riskesdas (H Kara, 2019). Prevalensi ISPA
di Indonesia sebesar 25,0% dengan prevalensi ISPA tertinggi pada kelompok umur satu
sampai empat tahun, yaitu 25,8%. Prevalensi menurut jenis kelamin tidak berbeda antara
laki-laki (25%) dan perempuan (24,9%) (Kementerian Kesehatan, 2013).
Prevalensi problem terbanyak penyakit ISPA pada global banyak terjadi di di negara
berkembang. Seperti India 43 juta, China 21 juta, serta Pakistan 10 juta sedangkan
Bangladesh, Indonesia serta Nigeria masing-masing 6 juta per tahunnya, dan 5,9 juta
anak yang berumur di bawah 5 tahun meninggal pada tahun 2015 yang disebabkan
ISPA(Nuraeni Syarifuddin, 2019). dari (RISKESDAS, 2013) Prevalensi nasional ISPA
merupakan 25,0%. Sebanyak 5 provinsi memakai prevalensi ISPA tertinggi, yaitu Nusa
Tenggara Timur 41,7%, Papua 31,1%, Aceh 30,0%, Nusa Tenggara Barat 28,3%, serta
Jawa Timur 28,tiga%. Sedangkan Prevalensi ISPA pada provinsi Sulawesi Barat sebesar
20,9%. karakteristik penduduk memakai ISPA yg tertinggi terjadi pada gerombolan umur
6
1-4 tahun (25,8%). ISPA adalah galat satu penyebab utama kunjungan pasien pada
Puskesmas (40%-60%) serta rumah sakit (15%-30%) (Sholihah et al., 2017).
Pengobatan merupakan suatu prosedur ilmiah yang dilakukan terhadap pasien oleh
dokter atau perawat berdasarkan diagnosis yang diperoleh. Upaya ini dilakukan melalui
langkah prosedural yang meliputi anamnesis, pemeriksaan, diagnosis, pengobatan, dan
tindak lanjut (Febry dkk, 2017). Pengobatan utama pada pasien AKI adalah pengobatan
antibiotik dan pemberian terapi suportif seperti antihistamin, analgesik dan antipiretik,
dekongestan, kortikosteroid, bronkodilator, mukolitik, dan ekspektoran dahak dan
vitamin (Syarifuddin dan Siska, 2019).
Penelitian yang dilakukan oleh Syarifuddin (2019) menunjukkan bahwa penggunaan
obat pada pasien ISPA menggunakan obat antibiotik sebanyak 85%, dengan
tambahan terapi suportif yaitu obat golongan ekspektoran 92%, golongan
antihistamin 80%, golongan analgetik-antipiretik 67% dan golongan kortikosteroid
46%. Penyakit ISPA yang tidak tertangani dengan baik akan masuk ke jaringan
paru-paru dan menjadi penyebab utama kematian.
Pelayanan Kefarmasian adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi,
mencegah, dan menuntaskan problem terkait obat. Pelayanan kefarmasian di ketika ini
telah diperluas orientasinya berasal obat (drug oriented) ke pasien (patient oriented)
yang mengacu pada Pharmaceutical Care. Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical
Care) artinya suatu pelayanan eksklusif dan bertanggung jawab pada pasien yang
berkaitan dengan sediaan farmasi dengan tujuan agar mencapai akibat yang sempurna
unttuk menaikkan mutu kehidupan pasien (Permenkes RI, 2014).
Berdasarkan Permenkes RI No. 72 tahun 2016 bahwa Peraturan Menteri Kesehatan
No 58 Tahun 2014 perihal baku Pelayanan Kefarmasian pada rumah Sakit sebagaimana
telah diubah menggunakan Peraturan Menteri Kesehatan No 34 Tahun 2016 perihal
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No 58 Tahun 2014 tentang baku Pelayanan
Kefarmasian pada Rumah Sakit masih belum memenuhi kebutuhan aturan di rakyat
sehingga perlu dilakukan perubahan. Peraturan Menteri Kesehatan ihwal baku Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit.
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit mencakup 2 (dua) kegiatan, yaitu aktivitas
yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, indera Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis digunakan serta aktivitas pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut
harus didukung olehnasal daya manusia, sarana, serta peralatan. Apoteker pada
7
TINJAUAN PUSTAKA
5
6
dari dalam darah buat kemudian melalui proses ekspirasi (mengeluarkan napas). Secara
anatomis saluran pernapasan dibagi sebagai berikut:
b. Pengendalian administratif
d. Perhatikan bagian wajah terutama mulut, hidung, dan mata agar terhindar dari
penyebaran virus dan bakteri.
e. Hindari Merokok.
f. Perbanyak konsumsi makanan sehat yang memiliki serat dan vitamin untuk
meningkatkan daya tahan tubuh.
g. Saat bersin, pastikan untuk menutupnya dengan tisu atau tangan. Hal ini
dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit ke orang lain.
10
yang terlihat adalah hidung tersumbat, keluarnya cairan dari hidung yang
berwarna hijau kekuningan dan kental, nyeri di area pipi antara mata dan dahi.
Dan yang paling sering adalah batuk, demam, sakit kepala dan nafsu makan
menurun (Depkes, 2006).
d. Faringitis
Faringitis adalah infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh virus atau
bakteri influenza (Syamsudin, 2013). Gejala faringitis sangat bervariasi,
seperti sakit tenggorokan, demam, sakit kepala, dan demam dengan kisaran
>38,5 °C. Gejala atipikal yang sering terjadi, seperti sakit perut atau muntah.
Faringitis dapat ditularkan melalui droplet dan sekret hidung dari penderita
faringitis.
e. Influenza
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus myxovirus, influenza
dibagi menjadi tiga jenis virus yang berbeda, yaitu tipe A, B dan C. Penyakit
ini mudah menular. Cara penularannya bisa melalui bersin, batuk, dan
berbicara dengan penderita. Karena disebabkan oleh virus. Pasien dapat pulih
dengan sendirinya jika kondisi tubuhnya membaik.
nafcillin Na, oxacillin Na, cloxacillin Na, dicloxacillin Na dan floxacillin Na,
turunan lincosamide, asam fusidat dan sejumlah sefalosporin turunan.
Antibiotik memiliki aktivitas luar biasa melawan bakteri gram negatif,
misalnya: colistin, polimiksin B sulfat dan sulfomisin.
b. Antibiotik dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat kerjanya, seperti dinding
sel, membran sel, asam nukleat, dan ribosom.
1) Antibiotik yang bekerja pada dinding sel bakteri, misalnya penisilin dan
sefalosporin, bekerja dengan cara menghambat biosintesis peptidoglikan.
Bacitracin dan vankomisin bekerja dengan cara menghambat sintesis
mukopeptida, sedangkan sikloserin bekerja dengan menghambat sintesis
peptida dinding sel.
2) Antibiotik yang bekerja pada membran sel antara lain nistatin dan amfoterisin
B dengan menghambat fungsi membran, sedangkan polimiksin B
menghambat integritas membran.
3) Antibiotik bekerja pada asam nukleat, misalnya mitomycin C dengan
menghambat biosintesis DNA, rifampisin dengan menghambat biosintesis
mRNA, griseofulvin dengan menghambat pembelahan sel, sedangkan
Actinomycin menghambat kombinasi biosintesis DNA dan mRNA. 4)
Antibiotik bekerja pada ribosom dengan cara menghambat biosintesis
protein, misalnya aminosiklitol, tetrasiklin, amfenikol, makrolida,
lincosamide, glutarimide dan asam fusidat. Menurut Depkes RI (2005) terapi
antibiotik untuk pasien ISPA dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Penisilin merupakan turunan β-laktam tertua yang mempunyai efek
bakterisida dengan mekanisme kerja dengan menghambat sintesis dinding
sel bakteri, misalnya penisilin V, amoksisilin. Penisilin memiliki efek
bakterisidal dan bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel.
b. Cephalosporin merupakan turunan β-laktam dengan spektrum efek yang
berbeda antar generasi. Mekanisme kerja golongan sefalosporin sama
dengan β-laktam lainnya: berikatan dengan protein pengikat penisilin
(PBP) yang terletak di dalam dan di permukaan membran sel, sehingga
dinding sel bakteri tidak terbentuk. . dampaknya terhadap kematian
bakteri.
c. Makrolida Aktivitas antibakteri dari kelompok makrolida biasanya
mencakup kokus gram positif seperti Staphylococcus aureus, stafilokokus
14
Adapun vitamin yang larut dalam lemak terdiri dari vitamin A,D,E, dan
K. Sedangkan vitamin yang dapat larut dalam air terdiri dari vitamin B
kompleks dan vitamin C. Jumlah vitamin larut-lemak yang telalu besar akan
berbahaya bagi tubuh karena jenis vitamin ini tidak mampu mengeksresikan
keluar dan akan tetap tersimpan didalam tubuh. Sedangkan vitamin larut-air
dapat diekskresikan melalui urine sehingga takaran yang besar tidak
membahayakan kesehatan. Pemberian vitamin pada pasien sangat berfungsi
untuk memperkuat sistem imun, terlebih pada balita dan anak-anak, karena
pada pasien ISPA sistem imunitas melemah (Syarifuddin, 2019).
2.4 Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan yang komperhensif yang memberikan pelayanan rawat
inap, rawat jalan dan gawat darurat. Tujuan manajemen rumah sakit:
a. Mempermudah akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
b. Melindungi keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber
daya manusia di rumah sakit.
c. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit.
d. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia dan
rumah sakit.
Pada hakekatnya rumah sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan, fungsi yang dimaksud memiliki arti tanggung jawab tanggung
jawab yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan taraf
kesejahteraan masyarakat (Kemenkes RI, 2010)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
1. Jenis
ISPA Kelamin
2. Umur
3. Alamat
4. Diagnosa +
Data Rekam Medis
Penyakit
Bawaan
5. Obat yang
Terapi diberikan
18
19
Alat yang dipergunakan untuk mendukung penelitian ini ialah data rekam
medik pasien yang telah didiagnosa ISPA pada RSUD Daha Husada Kota Kediri
yaitu kertas, bolpoin serta komputer.
3.5.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan
tertentu yang akan diteliti Riduwan, (2015:56). Jumlah subjek penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan metode total
sampling karena populasinya relatif sedikit yaitu sebanyak 53 sampel.
Identifikasi Masalah
Perumusan Masalah
Pembuatan Proposal
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Hasil
Penelitian ini dilakukan di RSUD Daha Husada Kota Kediri, rekam medis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 53 rekam medis pasien terdiagnosis oleh dokter
menderita ISPA pada Januari 2022– Januari 2023 dengan karakteristik pasien berdasarkan
usia dan jenis kelamin.
4.1.1 Karakteristik Berdasarkan Usia
Karakteristik pasien berdasarkan usia di RSUD Daha Husada Kota Kediri dapat
dilihat
pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Persentase Pasien ISPA berdasarkan Usia
Usia Frekuensi Persentase
<1 Tahun 5 9,4
2-15 Tahun 21 39,6
16-29 Tahun 13 24,5
30-44 Tahun 6 11,3
>45 Tahun 8 15,1
Total 53 100,0
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa usia yang mendominasi mendapatkan terapi
ISPA adalah usia 2-15 tahun dengan jumlah 21 pasien (39,6%). Kelompok usia 16-29 tahun
dengan jumlah 13 pasien (24,5%). Usia 30-44 tahun dengan jumlah 6 pasien (11,3%). Usia
>45 tahun dengan jumlah 8 pasien (15,1%). Usia pasien paling sedikit mendapatkan terapi
ISPA adalah kelompok usia <1 tahun dengan jumlah 5 pasien (9,4%).
4.1.2 Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin
Karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin di RSUD Daha Husada dapat dilihat
pada tabel 4.2
Tabel 4.2 Persentase Pasien ISPA berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
Laki-Laki 27 50,9
Perempuan 26 49,1
Total 53 100
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat karakteristik pasien ISPA berdasarkan jenis kelamin laki-
laki sebanyak 27 pasien (50,9%) dan perempuan sebanyak 26 pasien (49,1%). Penelitian ini
dapat dikatakan bahwa penderita ISPA lebih banyak laki-laki daripada perempuan.
23
Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat penggunaan macam terapi pada pasien ISPA yang
mendapatkan terapi antibiotik dengan penambahan terapi penunjang sebanyak 50 pasien
(94,3%) dan didapatkan hasil pasien yang hanya menggunakan terapi suportif tanpa antibiotik
sebanyak 3 pasien (5,7%).
4.1.4 Evaluasi Penggunaan Obat ISPA Berdasarkan Golongan Obat
Evaluasi penggunaan obat ISPA berdasarkan golongan obat dapat dilihat pada tabel
4.4 sebagai berikut :
Tabel 4.4 Persentase Penggunaan Obat ISPA Berdasarkan Macam Terapi
Golongan Jumlah Persentase
Antibiotik 50 38,16
Antipiretik 38 29,00
Mukolitik 9 6,87
Ekspektoran 2 1,52
Kortikostreroid 4 3,05
Antihstamin 8 6,10
Obat Kombinasi 5 3,81
Multivitamin 15 11,45
Total 131 100
Pada tabel 4.4 dapat dilihat masing-masing persentase penggunaan obat ISPA
berdasarkan golongan penggunaan antibiotik yang banyak digunakan adalah sejumlah 50
pasien (38,16%). Golongan obat antipiretik yang digunakan yaitu sejumlah 38 pasien
(29,00%). Golongan multivitamin yang digunakan sejumlah 15 pasien (11,45%). Penggunaan
obat mukolitik yang digunakan sejumlah 9 pasien (6,87%). Penggunaan obat golongan
kombinasi yang digunakan sejumlah 5 pasien (3,81%). Golongan obat kortikostreroid yang
digunakan sejumlah 4 pasien (3,05%). selanjutnya golongan obat ekspektoran sejumlah 2
pasien (1,52%).
4.1.5 Evaluasi Penggunaan Obat ISPA Berdasarkan Golongan Obat
Berdasarkan hasil pengambilan data yang dilakukan, diperoleh data penggunaan obat
ISPA berdasarkan jenis obat dapat dilihat pada tabel 4.5 sebagai berikut :
24
Berdasarkan tabel 4.5 dPt dilihat bahwa masing-masing presentase penggunaan obat
ISPA berdasarkan jenis obat yang paling banyak yaitu antibiotik levofoxacin sejumlah 24
pasien (14,54%), cefixime 16 pasien (9,69%), fluconazole 12 pasien (7,27%), cefriaxone 10
pasien (6,06%), anbacim 3 pasien (1,81%), metronidazole 2 pasien (1,21%), ceftazimide
(0,60%), sporetik 1 pasien (0,60%), cefoperazone 1 pasien (0,60%), loamox 1 pasien
25
DAFTAR PUSTAKA
Alifariki, L. O. (2019). Faktor Risiko Kejadian Bronkitis Di Puskesmas Mekar Kota Kendari.
Jurnal Ilmu Kesehatan, hal. 1–9.
Augesti, G., Oktarlina, R. Z., & Imanto, M. (2016). Sinusitis Maksilaris Sinistra Akut Et
Causa Dentogen. JPM Ruwa Jurai, hal. 33–37.
Azzahra, S. S. (2018). Karya Tulis, Kajian Peresepan Obat Antibiotik Penyakit Ispa Pada
Anak Di Rsu Anutapura Palu Tahun 2017.
Bellos, A., Mulholland, K., O’Brien, K. L., Qazi, S. A., Gayer, M., & Checchi, F. (2010). The
burden of acute respiratory infections in crisis-affected populations: A systematic
review. Conflict and Health, hal. 1–12. https://doi.org/10.1186/1752-1505-4-3
Brian K. Alldredge, Corelli, R. L., Ernst, M. E., Guglielmo, b. joseph, Jacobson, pamala a.,
Kradjan, wayne a., & Williams, bradley r. (2013). Koda-Kimble and Young’s applied
therapeutics : the clinical use of drugs 10 th Edition. Lippincott Williams and Wilkins, a
Wolter Kluwer bussines.
Chambers HF, Sande MA, 2018. Antimicrobial agents In; Goodman & Gilman’s The
Pharmacological Basis of Therapeutics. 9th ed. McGraw-Hill, New York, pp 1029-1032.
Daroham, N.E.P. and Mutiatikum, 2009, Penyakit ISPA Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskerdas) di Indonesia, Puslitbang Biomedis dan Farmasi Jakarta,hal. 50-55.
27
Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan. Jakarta:
Depkes RI
Kemenkes RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan RI No 1087 Tentang Standar Kesehatan
dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.
Kemenkes RI. 2011. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Jakarta:
Kemenkes RI, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Ljubin-Sternak, S., Marijan, T., Ivković-Jureković, I., Čepin-Bogović, J., Gagro, A., &
Vraneš, J. (2016). Etiology and Clinical Characteristics of Single and Multiple
Respiratory Virus Infections Diagnosed in Croatian Children in Two Respiratory
Seasons. Journal of Pathogens, 2016, hal. 1–8. https://doi.org/10.1155/2016/2168780
Lutfiyati, H., Ikawati, Z., & Wiedyaningsih, C. (2015). Efek Samping Penggunaan Terapi
Oral Pada Pasien Asma. Jurnal Farmasi Sains Dan Praktis.
Maakh, Y. F., Laning, I., & Tattu, R. (2017). Profil Pengobatan Infeksi Saluran Pernapasan
Akut ( ISPA ) Pada Balita Di Puskesmas Rambangaru Tahun 2015 Profile of Treatment
for Acute Respiratory Infection ( ARI ) in Toddlers at Rambangaru Health Center in
2015. Profil Pengobatan Infeksi Saluran Pernapasan Akut ( ISPA ) Pada Balita Di
Puskesmas Rambangaru Tahun 2015 Profile of Treatment for Acute Respiratory
Infection ( ARI ) in Toddlers at Rambangaru Health Center in 2015, hal. 435–450.
28
Mahardika, I. W. P., Sudipta, I. M., Wulan, S., Sutanegara, D., & Denpasar, S. (2019).
Karakteristik Pasien Otitis Media Akut di Rumah Sakit Umum Pusat Denpasar Periode
Januari–Desember tahun 2014.
Nisa,D.N. 2017. Evaluasi penggunaan antibiotik pada penyakit infeksi saluran pernapasan
atas (ISPA) anak di Instalasi Rawat Jalan Rsud Dr. Moewardi Tahun 2015. Skripsi.
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Nuraeni Syarifuddin, Si. N. (2019). Profil Penggunaan Obat Pada Pasien Penderita Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas Empagae Kabupaten Sidenreng
Rappang. 7,hal. 58–63.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2016. Permenkes No.72 Tahun 2016
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Depkes RI, Jakarta.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Farmasi
Rumah Sakit.Jakarta:Kementerian Kesehatan.
Priwahyuni, Y., Gloria, C. V., & Alamsyah, A. (2020). Cegah Penyakit ISPA di Puskesmas
Kecamatan Limapuluh Kota Pekanbaru.
Rizki, Z. Hayati. (2017). Hubungan Konsentrasi PM10 dan Faktor Lingkungan Dalam
Rumah Dengan Keluhan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita di
Puskesmas Rawa Terate Kecamatan Cakung Tahun 2017.
Rudianto (2013) Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gejala Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) pada Balita di 5 Posyandu Desa Tamansari Kecamatan Pangkalan
Karawang Tahun 2013. Universitas Islam negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Available
at:http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25904/1/Rudianto-fkik.pdf
29
Sadewa, G.S. Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Infeksi Saluran Pernapasan Atas
Akut (ISPAa) Di Instalasi Rawat Inap RSUD Ungaran Kabupaten Semarang.
Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah; 2017.
Sholihah, N. M., Susanti, R., & Untari, E. K. (2017). Gambaran Pengobatan Dan Biaya
Medis Langsung Pasien Ispa Anak Di Rs ‘X’ Tahun 2015. JURNAL MANAJEMEN
DAN PELAYANAN FARMASI (Journal of Management and Pharmacy Practice),hal.
40. https://doi.org/10.22146/jmpf.368
Sri, H. (2014). Gambaran Faktor Penyebab Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada
Balita Di Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung. Jurnal Ilmu Keperawatan,hal. 62–67.
Tobat S.R., Mukhtar M.H. dan Pakpahan I.H.D., 2015, Rasionalitas Penggunaan Antibiotik
Pada Penyakit ISPA di Puskesmas Kuamang Kuning I Kabupaten Bungo, Scientia, hal.
79–83.
Triadi, D. A., & Sudipta, I. M. (2020). Karakteristik kasus faringitis akut di Rumah Sakit
Umum Daerah Wangaya Denpasar periode Januari – Desember 2015. Intisari Sains
Medis,11(1), 245.https://doi.org/10.15562/ism.v11i1.
WHO. 2007. Pencegahan dan Pengendalian ISPA yang Cenderung Menjadi Epidemi &
Pandemi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Pedoman Interim WHO
Windrasmara. (2012). Hubungan Antara Derajat Merokok Dengan Prevalensi Ppok Dan
Bronkitis Kronik Di Bbkpm Surakarta.