Anda di halaman 1dari 142

EVALUASI PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU

SWAMEDIKASI PENYAKIT COVID-19 OLEH APOTEKER DI


APOTEK KABUPATEN GUNUNGKIDUL

SKRIPSI

Oleh:
Avita Trista Ningrum
1900023047

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2023

i
EVALUASI PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU
SWAMEDIKASI PENYAKIT COVID-19 OLEH APOTEKER DI
APOTEK KABUPATEN GUNUNGKIDUL

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam


Mencapai derajat Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Farmasi
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Oleh:
Avita Trista Ningrum
1900023047

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
2023

ii
PENGESAHAN SKRIPSI

Berjudul

EVALUASI PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SWAMEDIKASI


PENYAKIT COVID-19 OLEH APOTEKER DI APOTEK KABUPATEN
GUNUNGKIDUL
Oleh :
Avita Trista Ningrum
1900023047

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi

Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan

Pada tanggal :

Mengetahui
Fakultas Farmasi
Universitas Ahmad Dahlan
Pembimbing utama Dekan

apt. Lolita, M.Sc., Ph.D Dr. apt. Iis Wahyuningsih, M.Si


NIY. 60081548 NIY. 60970157

Penguji

1. apt. Lolita, M.Sc., Ph.D ________________________


2. apt. Andriana Sari, M.Sc ________________________
3. ________________________

iii
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Avita Trista Ningrum
NIM : 1900023047 Email: avitatrista71@gmail.com
Fakultas : Farmasi Program Studi: Farmasi
Judul skripsi : Evaluasi Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Swamedikasi Penyakit
COVID-19 Oleh Apoteker di Apotek Kabupaten Gunungkidul.
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Hasil karya yang saya serahkan ini adalah asli dan belum pernah diajukan
untuk mendapatkan gelar kesarjanaan baik di Universitas Ahmad Dahlan
maupun di institusi pendidikan lainnya.
2. Hasil karya saya ini bukan saduran/terjemahan melainkan merupakan gagasan,
rumusan, dan hasil pelaksanaan penelitian/implementasi saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan pembimbing akademik dan narasumber
penelitian.
3. Hasil karya saya ini merupakan hasil revisi terakhir setelah diujikan yang telah
diketahui dan disetujui oleh pembimbing.
4. Dalam karya saya ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali yang digunakan sebagai acuan dalam
naskah dengan menyebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar
pustaka.

Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terbukti ada
penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena
karya seni saya ini, serta sanksi lain yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di
Universitas Ahmad Dahlan.
Yogyakarta, 04 Mei 2023

(Avita Trista Ningrum)

iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Avita Trista Ningrum
NIM : 1900023047 Email: avitatrista71@gmail.com
Fakultas : Farmasi Program Studi: Farmasi
Judul skripsi : Evaluasi Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Swamedikasi Penyakit
COVID-19 Oleh Apoteker di Apotek Kabupaten Gunungkidul.
Dengan ini saya menyerahkan sepenuhnya kepada Pusat Sumber Belajar Universitas
Ahmad Dahlan untuk menyimpan, mengatur akses serta melakukan pengelolaan
terhadap karya seni say aini dengan mengacu pada ketentuan akses tugas akhir
elektronik sebagai berikut :

 Saya mengizinkan karya tersebut diunggah ke dalam aplikasi Respository Pusat


Sumber Belajar Universitas Ahmad Dahlan.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Mengetahui,
Pembimbing Pengusul

apt. Lolita, M.Sc., Ph.D Avita Trista Ningrum


NIY. 60081548 NIM. 1900023047

v
PERSEMBAHAN

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah
selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang
lain, dan hanya kepada Allah lah hendaknya kamu berharap”
(Q.S. Al- Insyirah: 6-8)

Alhamdulillahirabbil’alamiin

Kupersembahkan karya ini kepada :

Allah SWT
Allah Subhanahu wa Ta’ala atas karunia dan dan Rahmat-Nya serta junjungan Nabi
Agung Muhammad Shallahu’alaihi wassalam sebagai panutan ummat muslim atas
ketaatan kepada Allah SWT.
Keluargaku Tercinta
Terima kasih kepada kedua orang tua ku Ayah Edi Sutrisno dan Almarhumah Ibu
Triwi Yuniwati yang selalu mendukung dalam setiap langkah perjalananku dalam
berproses, selalu mendoakan, dan selalu mengupayakan kebahagiaan putrinya,
Semoga kelak saya bisa terus membahagiakan ayah dan ibu. Terima kasih juga adik
sholehahku Cyntia Trista Ningtyas yang selalu memberikan semangat kepada kakak,
semoga kelak kamu menjadi orang yang sukses.
Keluarga Besar Bapak dan Ibu
Terima kasih selalu mensupport dan mendoakan yang terbaik untuk saya, yang selalu
memberikan secercah doa dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. Terutama
kepada nenek tercinta Uti Sukini yang selalu mendengarkan keluh kesah saya.
Teman temanku
Terima kasih kepada Viya, Nursyifa, Fika, Izza, Anggita, yang selalu memberikan
semangat.
Dan terima kasih sudah bersedia sebagai teman perjuangan dalam menghadapi
rintangan selama kuliah, dan tempat bertukar cerita dalam suka maupun duka.
Terima kasih juga seluruh temanku yang selalu memberikan semangat kepada saya
yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Dosen Pembimbing
Terimakasih kepada ibu apt. Lolita, M.Sc., Ph.D yang bersedia
membimbing saya, serta memberikan masukan yang sangat berharga demi

vi
kemajuan skripsi saya, dan terima kasih atas semangat yang selalu
diberikan
Almamaterku, Universitas Ahmad Dahlan
Terima kasih telah mengantarkan saya menuju gerbang cita cita dan
langkah saya kedepannya

vii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul:

“Evaluasi Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Swamedikasi Penyakit COVID-19


oleh Apoteker di Apotek Kabupaten Gunungkidul”

Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam
mencapai derajat Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Dalam penyusunan skripsi ini banyak hambatan
dan rintangan yang penulis hadapi. Namun satu persatu bisa penulis lalui berkat adanya
bimbingan, bantuan, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan terimakasih kepada:

1. Dr. Muchlas, M.T, selaku Rektor Universitas Ahmad Dahlan.


2. Dr. apt. Iis Wahyuningsih, M.Si, selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Ahmad Dahlan.
3. apt. Lolita, M.Sc., Ph.D, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan dukungan, bimbingan dan arahan dengan penuh
keikhlasan kepada penulis. Meskipun jadwal ibu yang padat, ibu masih
menyempatkan memberikan bimbingan sehingga penulis bisa menyelesaikan
karya tulis ilmiah ini.
4. apt. Andriana Sari, M.Sc, selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik
dan saran.
5. Seluruh Apoteker di apotek Kabupaten Gunungkidul yang telah bersedia
menjadi responden penelitian.
6. Seluruh mahasiswa Program Studi Farmasi Universitas Ahmad Dahlan, yang
tidak dapat disebutkan satu persatu, terus berjuang mengembangkan ilmu
pengetahuan.

viii
7. Dosen, staff, karyawan dan laboran Fakultas Farmasi yang telah memberikan
ilmu selama perkuliahan.

Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang secara langsung
maupun tidak langsung ikut membantu dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang terbaik, dan semoga selalu dalam
perlindungan-Nya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan karya tulis ilmiah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran yang bersifat
membangun dan mendukung kemanfaatan hasil penelitian ini. Semoga karya tulis
ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca yang memerlukannya.

Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarakatuh

Yogyakarta, Mei 2021

Avita Trista Ningrum

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………...……………………………….… i


PENGESAHAN SKRIPSI ........................................................................................... iii
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ........................................................................... iv
PERSEMBAHAN ........................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xiv
INTISARI.................................................................................................................... xv
ABSTRACT ................................................................................................................. xvi
BAB I ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................... 4
D. Kegunaan Penelitian........................................................................................... 5
BAB II ........................................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 6
A. Kajian Teori ....................................................................................................... 6
2.1 Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)..................................................... 6
2.2 Pengetahuan (Knowledge) ........................................................................ 18
2.3 Sikap (Attitude)......................................................................................... 25
2.4 Perilaku ..................................................................................................... 29
2.5 Swamedikasi ............................................................................................. 31
B. Penelitian Yang Relevan .................................................................................. 40
C. Kerangka Berfikir............................................................................................. 42
D. Hipotesis........................................................................................................... 43

x
BAB III ....................................................................................................................... 44
METODE PENELITIAN ............................................................................................ 44
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ....................................................................... 44
B. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................................... 44
C. Jenis dan Sumber Data ..................................................................................... 44
D. Populasi dan Sampel ........................................................................................ 44
E. Bahan dan Alat yang Digunakan...................................................................... 46
F. Variabel Penelitian ........................................................................................... 48
G. Definisi Operasional......................................................................................... 50
H. Prosedur Penelitian........................................................................................... 53
BAB IV ....................................................................................................................... 56
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................... 56
A. Gambaran Umum Penelitian ............................................................................ 56
B. Uji Validitas dan realibilitas............................................................................. 57
C. Data Demografi Responden ............................................................................. 60
D. Pengetahuan Apoteker di Apotek Tentang COVID-19 ................................... 63
E. Sikap Apoteker di Apotek Tentang COVID-19 ............................................... 67
F. Perilaku Swamedikasi Apoteker di Apotek Tentang COVID-19 .................... 71
G. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku
Swamedikasi Penyakit COVID-19 oleh Apoteker. ................................................. 77
H. Hubungan Lama Bekerja dengan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
Swamedikasi Penyakit COVID-19 oleh Apoteker. ................................................. 79
BAB V......................................................................................................................... 83
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................... 83
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 83
B. Saran ................................................................................................................. 83
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 85
LAMPIRAN ................................................................................................................ 94

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Logo Obat Bebas (Badan POM, 2015) .................................................... 37


Gambar 2. Logo Obat Bebas Terbatas (Badan POM, 2015) ..................................... 37
Gambar 3. Logo Obat Bebas Terbatas (Badan POM, 2015) ..................................... 38
Gambar 4. Logo Obat Keras (Badan POM, 2015) .................................................... 38

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Penelitian yang Relevan ...................................................................... 40


Tabel 2. Definisi Operasional ..................................................................................... 50
Tabel 3 Hasil Uji Validitas Variabel Pengetahuan ..................................................... 57
Tabel 4 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Perilaku Swamedikasi .................................. 60
Tabel 5 Data Demografi Responden .......................................................................... 61
Tabel 6 Pengetahuan apoteker di apotek mengenai swamedikasi COVID-19 ........... 63
Tabel 7 Kategori Pengetahuan Apoteker .................................................................... 67
Tabel 8 Sikap apoteker di apotek mengengenai swamedikasi COVID-19 ................ 68
Tabel 9 Kategori Sikap Apoteker ............................................................................... 70
Tabel 10 Swamedikasi apoteker di apotek mengenai perilaku swamedikasi ............. 71
Tabel 11 Kategori perilaku swamedikasi ................................................................... 76
Tabel 12 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan .................................. 77
Tabel 13 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Sikap ............................................. 78
Tabel 14 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Perilaku Swamedikasi ................... 79
Tabel 15 Hubungan Lama Pengalaman Bekerja dengan Pengetahuan ...................... 80
Tabel 16 Hubungan Lama Pengalaman Bekerja dengan Sikap.................................. 81
Tabel 17 Hubungan Lama Pengalaman Bekerja dengan Perilaku Swamedikasi ....... 82

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Pernyataan Menjadi Responden ............................................... 94


Lampiran 2 Profesional Judgement ........................................................................... 95
Lampiran 3 Surat Izin Permohonan Penelitian ....................................................... 101
Lampiran 4 Surat Izin Komisi Etik ......................................................................... 102
Lampiran 5 Surat Selesai Penelitian Oleh Dosen Pembimbing .............................. 103
Lampiran 6 Surat Selesai Penelitian Instansi .......................................................... 104
Lampiran 7 Kuisioner.............................................................................................. 105
Lampiran 8 Kunci Jawaban Kuisioner .................................................................... 110
Lampiran 9 Hasil Uji Validitas Kuisioner Perilaku ................................................ 115
Lampiran 10 Hasil Uji Reliabilitas Kuisioner Perilaku........................................... 118
Lampiran 11 Analisis Univariat .............................................................................. 120
Lampiran 12 Analisis Bivariat ................................................................................ 123

xiv
INTISARI

Pandemi COVID-19 menjadi suatu tantangan bagi apoteker untuk


meningkatkan pengetahuan pelayanan obat serta memberikan pelayanan yang
berkualitas bagi pasien sesuai dengan perubahan situasi pada saat pandemi. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku
swamedikasi penyakit COVID-19 dengan melihat hubungan tingkat pendidikan dan
lama pengalaman bekerja dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku swamedikasi
penyakit COVID-19 oleh Apoteker di apotek Kabupaten Gunungkidul.
Desain penelitian ini merupakan observasional analitik secara cross sectional.
Sampel penelitian berjumlah 95 apoteker yang didapatkan menggunakan teknik
sampling jenuh. Analisis data menggunakan Uji Korelasi Rank Spearman.
Hasil penelitian menunjukkan apoteker memiliki pengetahuan baik sebanyak
95 responden (100%). Apoteker memiliki sikap positif sebanyak 94 responden
(98,9%) dan hanya 1 responden (1,1%) yang memiliki sikap negatif. Apoteker
memiliki perilaku positif sebanyak 89 responden (93,7%) dan terdapat 6 responden
(6,3%) memiliki perilaku negatif. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan
pengetahuan, sikap, dan perilaku swamedikasi apoteker diperoleh hasil p-value
berturut-turut 0.031; 0.273; 0.789. Sedangkan hubungan antara lama pengalaman
bekerja dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku swamedikasi apoteker diperoleh hasil
p-value berturut-turut 0.529; 0.008; 0.022.
Apoteker memiliki pengetahuan yang baik, sikap yang positif dan perilaku yang
positif mengenai swamedikasi penyakit COVID-19. Penelitian ini menunjukkan
adanya hubungan signifikan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan, serta tidak
menunjukkan adanya hubungan signifikan antara tingkat pendidikan dengan sikap dan
perilaku. Sedangkan lama pengalaman bekerja menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan dengan sikap dan perilaku. Namun tidak menunjukkan hubungan signifikan
dengan pengetahuan.
Kata Kunci : COVID-19, Pengetahuan, Sikap, Perilaku Swamedikasi.

xv
ABSTRACT

The COVID-19 pandemic has become a challenge for pharmacists to increase


their knowledge of drug services and provide quality services for patients according to
the changing situation during the pandemic. This study aims to describe the knowledge,
attitudes, and behavior of self-medication for COVID-19 by looking at the relationship
between education level and length of work experience with knowledge, attitudes, and
behavior for self-medication for COVID-19 by pharmacists in pharmacies in
Gunungkidul Regency.
The design of this study is an analytic observational cross sectional. The
research sample consisted of 95 pharmacists who were obtained using a saturated
sampling technique. Data analysis used the Spearman Rank Correlation Test.
The results showed that 95 respondents (100%) had good knowledge.
Pharmacists had a positive attitude as many as 94 respondents (98.9%) and only 1
respondent (1.1%) had a negative attitude. Pharmacists had positive behavior as many
as 89 respondents (93.7%) and there were 6 respondents (6.3%) had negative
behavior. The relationship between education level and knowledge, attitudes, and self-
medication behavior of pharmacists resulted in a p-value of 0.031; 0.273; 0.789.
Meanwhile, the relationship between length of work experience and pharmacist self-
medication knowledge, attitudes, and behavior resulted in a p-value of 0.529; 0.008;
0.022.
Pharmacists have good knowledge, positive attitudes and positive behavior
regarding self-medication for COVID-19. This research shows that there is a
significant relationship between the level of education and knowledge, and does not
show that there is a significant relationship between the level of education and attitudes
and behavior. While the length of work experience shows a significant relationship
with attitudes and behavior. However, it does not show a significant relationship with
knowledge.
Keywords : COVID-19, Knowledge, Attitudes, Self-medication Behavior.

xvi
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sebuah virus baru ditemukan pada akhir tahun 2019 di provinsi Hubei

(Wuhan), China, dan menyebar ke lebih dari 180 negara dengan cepat. Virus

Penyebab merebaknya penyakit Coronavirus (COVID-19) ini yaitu SARS-

CoV-2 (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2). WHO secara

resmi telah menetapkan penyakit COVID-19 sebagai pandemi dunia. Data

statistik yang diperoleh oleh WHO (World Health Organization) untuk semua

negara pada Mei 2023, terdapat 687.499.676 pasien COVID-19 di seluruh

dunia. Per Mei 2023, Indonesia dilaporkan terdapat 6.782.048 kasus positif

COVID-19 oleh Kemenkes RI. Sedangkan di Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta mencapai 231.764 dengan kasus positif aktif 701, kasus sembuh

224.956, dan 6.107 kematian dikonfirmasi.

Pemerintah telah mengembangkan beberapa inisiatif untuk menekan

kasus COVID-19, seperti membatasi kegiatan masyarakat. Pemerintah

memberlakukan pembatasan salah satunya akses ke fasilitas kesehatan untuk

mencegah penyebaran penyakit COVID-19. Masyarakat yang sedang sakit,

lebih memilih mengunjungi apotek dan enggan mengunjungi klinik, rumah

sakit maupun tempat praktik dokter mandiri dikarenakan pasien takut jika harus

melakukan swab antigen maupun pcr karena mengalami gejala penyakit

1
2

COVID-19. Hal ini menjadi tantangan bagi apoteker untuk mempelajari lebih

lanjut tentang pelayanan obat serta memberikan pelayanan yang berkualitas

bagi pasien sesuai dengan perubahan situasi pada saat pandemi COVID-19.

Pengobatan sendiri atau swamedikasi merupakan perilaku

mengonsumsi obat sendiri berdasarkan diagnosis terhadap gejala penyakit yang

dialami (Brata et al., 2016). Swamedikasi harus dilakukan sesuai dengan

penyakit yang dialami. Pelaksanaannya sedapat mungkin harus memenuhi

kriteria penggunaan obat yang rasional. Kriteria obat rasional antara lain

ketepatan pemilihan obat, ketepatan dosis obat, tidak adanya efek samping,

tidak adanya kontraindikasi, tidak adanya interaksi obat, dan tidak adanya

polifarmasi (Muharni et al., 2015).

COVID-19 adalah salah satu penyakit yang pengobatannya dapat

dilakukan sendiri. Menurut buku tatalaksana COVID-19 edisi IV, orang tanpa

gejala, gejala ringan, tidak perlu melakukan pemeriksaan PCR. Gejala ringan

COVID-19 yaitu demam, sakit kepala, kongesti hidung, sakit tenggorokan,

anosmia, mual, muntah, dan diare. Keberadaan apoteker sebagai sumber

informasi obat sangat dibutuhkan karena pada masa pandemi ini terjadi

peningkatan jumlah pasien yang melakukan self-medication atau pengobatan

secara mandiri. Dengan demikian, apoteker dapat merekomendasikan obat-

obatan yang sesuai dengan gejala ringan COVID-19 tersebut.

Apoteker dalam menghadapi pandemi COVID-19 setidaknya dibekali

pengetahuan yang cukup. Seperti epidemiologi penyakit, manifestasi yang


3

timbul, tatalaksana terapi, dan penanganan yang tepat. Dikarenakan virus

COVID-19 ini dibilang baru, para ahli, pemerintah, dan tenaga kesehatan harus

bisa memperbaharui terus menerus mengenai tatalaksana COVID-19 dengan

tepat (Darwis & Perdani, 2019). Seperti yang sudah dijelaskan dalam (HR. Ibnu

Majjah no.224) bahwa pentingnya pengetahuan secara swamedikasi, sehingga

islam mewajibkan setiap kaum untuk mencari ilmu :

َ ٌ‫ب ا ْل ِع ْل ِم َف ِر ْيضَة‬
ْ ‫علَى ُك ِ ِّل ُم‬
‫سلِم‬ َ
ُ َ‫طل‬

Artinya : "Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim" (HR. Ibnu Majah no.

224, dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, dishahihkan Al Albani

dalam Shahiih al-Jaami'ish Shaghiir no. 3913).

Apoteker memahami bahwa pandemi COVID-19 termasuk masalah

global. Apoteker termasuk ujung tombak dari pandemi ini. Apoteker dituntut

untuk bersikap profesional dalam menghadapi situasi pandemi meskipun

terdapat rasa kekhawatiran tersediri untuk diri dan keluarganya. Apoteker harus

bersikap tegas dan mawas diri sehingga pasien yang berkunjung di apotek dapat

menirukan sikap tersebut terhadap pencegahan terpapar virus COVID-19.

Selama pandemi COVID-19, apoteker yang terlibat dalam pemberian

obat di layanan swamedikasi berperan penting dalam mensosialisasikan

penggunaan obat yang rasional dan menjadi tempat konseling penggunaan obat

(Malik et al., 2020). Layanan farmasi yang terampil dan efektif kepada

kelompok pasien untuk meningkatkan keamanan pengobatan dan

meningkatkan pengendalian pandemi COVID-19 secara keseluruhan harus


4

dipersiapkan dan dilaksanakan dengan baik oleh Apoteker (Zheng et al., 2020).

Dalam situasi pandemi ini, tugas dan peran apoteker dapat ditunjukkan dengan

pengetahuan, sikap dan perilaku swamedikasi penyakit COVID-19 yang baik

sebagai seorang Apoteker. Berdasarkan pernyataan diatas, Tujuan dari

penelitian ini yautu untuk mengevaluasi pengetahuan, sikap, dan perilaku

swamedikasi penyakit COVID-19 oleh Apoteker yang bekerja di apotek.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku swamedikasi

penyakit COVID-19 oleh Apoteker yang bertugas di apotek.

2. Bagaimana hubungan antara karakteristik sosiodemografi tingkat

pendidikan dan lama pengalaman bekerja dengan pengetahuan, sikap, dan

perilaku swamedikasi Apoteker mengenai COVID-19.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku

swamedikasi penyakit COVID-19 oleh Apoteker yang bertugas di apotek.

2. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosiodemografi tingkat

pendidikan dan lama pengalaman bekerja dengan pengetahuan, sikap, dan

perilaku swamedikasi Apoteker mengenai COVID-19.


5

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan

menambah wawasan Apoteker tentang pengetahuan, sikap, dan perilaku

swamedikasi penyakit COVID-19 yang kemudian dapat meningkatkan

ketepatan Apoteker dalam memberikan informasi yang baik dan benar.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi bagi otoritas

Kesehatan dalam peningkatan pelayanan mutu Apoteker tentang Peran,

Sikap dan Pengetahuan Apoteker pada saat pandemi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori

2.1 Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)

2.1.1 Epidemiologi

Virus corona jenis baru adalah penyebab penyakit menular yang

dikenal sebagai coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Akhir bulan

Desember 2019, Di Wuhan, China, kasus pneumonia yang tidak

diketahui penyebabnya mulai bermunculan (Li et al., 2020).

Berdasarkan temuan studi epidemiologi, pasar makanan laut di Wuhan

diduga menjadi penyebab adanya kasus ini. Pada tanggal 11 Februari

2020, World Health Organization (WHO) telah memberikan nama baru

untuk Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).

Pada tanggal 30 Januari 2020, WHO mengategorikannya

sebagai KKMMD/PHEIC karena virus COVID-19 menyebar begitu

cepat. Meskipun berasal dari keluarga virus yang sama dengan SARS-

CoV dan MERS-CoV, SARS-CoV-2 diidentifikasi lebih menular (CDC

China, 2020). Tanggal 11 maret 2020, World Health Organization

(WHO) mengklasifikasikan COVID-19 sebagai pandemi global.

Kesiapan dan kewaspadaan diperlukan karena penyebaran penyakit ini


7

yang cepat, tingkat kematian yang tidak dapat diterima, dan kurangnya

terapi yang layak (Arianto & Sutrisno, 2021).

Pada 2 Maret 2020, kasus pertama COVID-19 ditemukan di

Indonesia. Kementerian Kesehatan telah melaporkan 6.714.802 kasus

COVID-19 terverifikasi per 24 Desember 2022, dengan total kematian

sejumlah 160.507. Kemudian 50,4% kasus menyerang wanita dan

47,6% kasus menyerang pria. Kasus terkonfirmasi COVID-19 dengan

usia 0-5 tahun merupakan kasus paling sedikit, sedangkan 31-45 tahun

kasus paling banyak. Angka kematian tertinggi yaitu pasien demgan

usia lebih dari 60 tahun. Sebuah penelitian oleh Pusat Pengendalian dan

Pencegahan Penyakit China, menyebutkan tingkat kematian individu

COVID-19 di atas usia 80 adalah 14,8%, sedangkan dengan tingkat

2,3% untuk semua kasus. Menurut penelitian yang dilakukan di Italia,

tingkat kasus keseluruhan kematian adalah 7,2% dan 20,2% untuk orang

yang berusia di atas 80 tahun (Onder et al., 2020). Selain itu, usia tua

sangat berhubungan cepat dengan kematian. Prevalensi atau tidak

adanya kelainan bawaan yang dihadapi individu berdampak pada angka

kematian. Insiden kematian penyakit bawaan diabetes melitus sebesar

7,3%, penyakit kardiovaskular sebesar 10,5%, penyakit kanker sebesar

5,6%, penyakit hipertensi sebesar 6%, dan penyakit pernapasan kronis

sebesar 6,3% (Kesehatan K, 2020).

2.1.2 Etiologi
8

Coronavirus dapat menyebabkan penyakit ringan hingga parah.

Gejala serius dapat ditimbulkan oleh dua jenis virus, yaitu Middle East

Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory

Syndrome (SARS). Virus pertama yang menyebabkan COVID-19

adalah SARS-COV-2. Strain tunggal yang dikenal sebagai coronavirus

adalah positif, berkapsul, dan tidak tersegmentasi adalah virus RNA.

Empat protein struktural utama dari virus corona adalah protein N

(nukleokapsid), glikoprotein M (membrane), lonjakan glikoprotein S

(spike), dan protein E (amplop). Empat genera yang diklasifikasikan

oleh coronavirus : Alpha-coronavirus, beta-coronavirus, gamma-

coronavirus, dan delta-coronavirus.

Jumlah waktu pasti virus ini akan bertahan di permukaan tidak

diketahui. Kondisi ini mungkin berdampak pada berapa lama virus

bertahan (suhu sekitar, jenis permukaan, atau kelembapan). Pada

permukaan yang terbuat dari tembaga SARS-CoV-2 dapat bertahan

hidup selama 72, namun untuk permukaan yang terbuat dari karton,

SARS-CoV-2 dapat bertahan hidup kurang dari 24 jam. Virus SARS-

CoV-2 dapat menyebar lebih mudah saat terpapar panas dan sinar UV

(Bold et al., 2021). Deaktivator efektif yang dapat digunakan seperti

eter, pembersih yang mengandung klorin, etanol 75%, asam

peroksiasetat, kloroform (selain klorheksidin), serta pelarut lipid

(Kesehatan, K, 2020).
9

2.1.3 Penularan

SARS-CoV-2 disebarkan oleh tetesan (droplet) oleh orang yang

terinfeksi virus yang dikeluarkan saat bersin atau batuk. Hal tersebut

menjadi faktor utama yang berkontribusi terhadap percepatan

penyebaran. (Susilo dkk., 2020). Ketika seseorang berjarak kurang dari

satu meter dari seseorang yang sedang bersin atau batuk, penularan

droplet (konjungtiva) berisiko dapat mengenai selaput lendir hidung,

mulut, atau mata. Kontak langsung dengan permukaan dan benda yang

terkontaminasi yang berada di dekat orang yang terinfeksi berpotensi

menyebarkan virus. Akibatnya, permukaan atau barang yang telah

bersentuhan dengan orang terinfeksi COVID-19 dapat mudah

menularkan secara langsung dan tidak langsung. (Kemenkes RI., 2020).

Dibandingkan dengan tembaga yang dapat stabil selama 4 jam, dan

karton yang dapat stabil selama 24 jam, penelitian (Arianto & Sutrisno,

2021) menyebutkan bahwa Virus SARS-CoV-2 tampaknya lebih stabil

pada plastik dan baja tahan karat setelah 72 jam.

Masa inkubasi COVID-19 biasanya berlangsung 5 hingga 6

hari, meski bisa bertahan sampai 14 hari. Risiko penularan paling besar

terjadi pada tahap awal penyakit disebabkan oleh konsentrasi virus yang

tinggi dalam sekret. Ada periode presimtomatik hingga 48 jam dan

periode pascagejala hingga 14 hari ketika COVID-19 ditularkan secara


10

langsung. Penularan pra-gejala terjadi pada pasien sebesar 12,6% (Du

Z et al., 2020).

2.1.4 Patogenesis

Virus mencapai saluran pernapasan setelah melewati membran

mukosa hidung dan laring. Virus ini menyerang organ tubuh seperti

jantung, paru-paru, ginjal, dan saluran pencernaan yang memanifestikan

Angiotensin Converting Enzyme 2. Yang bertugas memfasilitasi

masuknya virus COVID-19 ke dalam sel target adalah Protein S pada

SARS-CoV-2. Kemampuan virus ini untuk terhubung dengan

Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE-2) diperlukan agar virus dapat

masuk ke dalam tubuh., terutama reseptor membran ekstraseluler yang

diekspresikan pada sel epitel. Kemampuan ini selanjutnya bergantung

pada protein S yang diprioritaskan menjadi protease seluler, khususnya

Transmembran Protease Serine 2 (TMPRSS2) (Nur Indah Fitriani,

2020).

Pasien tidak merasakan gejala apa pun selama masa inkubasi

virus COVID-19, yang berlangsung antara 2 hingga 14 hari. Hal

tersebut ditandai dengan jumlah limfosit dan leukosit yang sedikit

menurun atau bahkan normal. Saat virus menyebar melalui aliran darah,

pasien mulai merasakan gejala ringan, terutama pada organ yang

membuat ACE-2 (Angiotensin Converting Enzyme 2). Kondisi pasien

mulai memburuk empat hingga tujuh hari setelah timbulnya gejala,


11

yang ditunjukkan dengan sesak napas, berkurangnya limfosit, dan

berkembangnya lesi paru. Komplikasi seperti sepsis dan Acute

Respiratory Syndrome (ARDS) dapat berkembang jika kesulitan pada

tahap ini tidak ditangani. Contoh penyakit kronis yang secara

substansial terkait dengan keparahan klinis pada orang di atas usia 70

tahun adalah diabetes, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK),

hipertensi, dan obesitas (Nur Indah Fitriani, 2020).

2.1.5 Manifestasi Klinis

Menurut World Health Organization (WHO) tanda dan gejala

pada COVID-19:

1. Tanpa Gejala

Pada kondisi ini, orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala

apapun.

2. Gejala Ringan

Demam >38°C, batuk, anoreksia, fatigue, napas pendek, dan

myalgia adalah gejala umum yang terjadi pada awal terinfeksi

coronavirus. Sakit tenggorokan, sakit kepala, kongesti hidung

kehilangan indra penciuman (anosmia), hilang pengecapan

(ageusia) mual, muntah, dan diare merupakan gejala spesifik

lainnya.

3. Gejala Sedang ----


12

Pasien dewasa dengan SpO2 93% di udara disertai gejala

pneumonia klinis (demam, sesak napas, batuk, napas cepat) namun

tidak terindikasikan pneumonia akut. Indikasi klinis pneumonia

pada anak tidak berat (napas cepat hingga batuk, sesak napas).

Kriteria napas cepat:seperti

- usia < 2 bulan : ≥ 60x/menit;

- usia 2-11 bulan : ≥ 5ox/menit;

- usia 1-5 tahun : ≥ 40x/menit;

- usia > 5 tahun ≥ 30x/menit.

4. Gejala Berat

Pasien dewasa dengan SpO2 < 93% disertai tanda klinis pneumonia

(demam, batuk, sulit bernapas, napas cepat) dengan frekuensi

pernapasan >30 x/menit, dalam udara ruangan, dan distres

pernapasan berat. Anak dengan gejala klinis pneumonia (batuk

hingga sulit berbapas) dengan:

- SpO2 < 93% (sianosis sentral)

- Napas cepat

- grunting, napas cepat, terasa berat Ketika terjadi tarikan

pada dinding dada atau disebut distres pernapasan berat.

- Tanda umum : tidak mampu minum atau menyusu, letargi

(penurunan kesadaran), hingga kejang.

5. Kritis
13

Pasien yang menderita Acute Respiratory Syndrome (ARDS), syok

septik, sepsis, atau penyakit lain yang memerlukan terapi

vasopressor (ventilasi mekanik).

2.1.6 Diagnosis------h

Pengujian molekuler direkomendasikan oleh WHO untuk pasien

terpapar virus COVID-19 dengan metode Molecular Detection/NAAT

(Nucliec Acid Amplificaion Test) dengan deteksi RTPCR (Kesehatan,

K, 2020). CT-scan toraks mendukung diagnosis COVID-19 yang

menunjukkan opasifikasi ground-glass tanpa konsolidasi abnormal.

Hasil CT-scan biasanya menunjukkan abnormalitas bilateral, berada di

lobus bawah paru, dan terdistribusi di perifer paru.

Pemeriksaan lain yang dapat digunakan adalah serologi berbasis

deteksi antibodi terhadap SARS-CoV-2 yang mendeteksi IgG, IgM atau

keduanya pada whole blood, plasma atau serum. Pemeriksaan tersebut

dapat mendeteksi antibodi SARS-CoV-2. Kadar IgM dan IgG

meningkat secara gradual seiring dengan perjalanan penyakit.

Berdasarkan serokonversi antibody terhadap SARS-CoV-2,

pemeriksaan dengan metode serologi ini tidak direkomendasikan untuk

mendeteksi infeksi akut karena dapat bereaksi silang dengan virus

corona lainnya sehingga spesifisitas dan sensitivitas akan lebih rendah

dibandingkan RT-PCR. Hanya dengan menggunakan hasil pemeriksaan

serologi tidak akan mengonirmasi atau menyingkirkan diagnosis.


14

Interpretasi hasil serologi memerlukan pengetahuan tentang kelebihan

dan kekurangan pada metode tersebut, hingga kemungkinan

pemeriksaan lanjutan yang diperlukan. Hasil serologi negatif tidak

menyingkirkan kemungkinan tidak terpapar virus jika kontak langsung

dengan pasien terjadi.

2.1.7 Pelaksanaan Terapi

Saat ini World Health Organization (WHO) sedang

merencanakan uji klinis terkait obat-obatan yang diperkirakan dapat

mengobati COVID-19, yaitu :

1. Kloroquin (CQ/CLQ) dsn Hidroksikloroquin (HCQ)

Dengan berinteraksi dengan reseptor SARS-CoV dan

meningkatkan pH endosomal, kloroquin dapat mencegah infeksi

virus. Kloroquin didistribusi secara baik didalam tubuh. CQ dan

HCQ telah disetujui oleh Food and Drug Administration AS (FDA)

setelah penelitian dibawah otoritas penggunaan darudat yang

kemudian dianjurkan oleh Dewan Penelitian Medis India.

Penggunaan HCQ secara luas dapat menimbulkan risiko kepada

pasien, meskipun jawang namun dapat berpotensi fatal, seperti

kegagalan fungsi hati, reaksi pada kulit, aritmia ventrikel (terutama

bila digunakan dengan azitromisin) (Ferner and Aronson, 2020).

2. Remdesivir (RDV)
15

Penelitian secara in vitro menunjukkan bahwa Remdesivir

memiliki kemampuan untuk menginhibisi infeksi virus secara

efektif. Pada penelitian (Beigel et al., 2020) menyatakan bahwa

Remdesivir memiliki waktu pemulihan dengan rata-rata 10 hari

setelah diberikan kepada pasien (confidance interval 95%, CI 9

hingga 11), dibandingkan dengan 15 hari (confidance interval 95%,

CI 13 hingga 18) diantara mereka yang menerima plasebo.

3. Lopinavir/Ritonavir (LPV/r)

Pada hari ke-21 pasca onset gejala SARS-CoV, kombinasi

Ribavirin dan Lopinavir dapat menurunkan angka kematian ARDS

(Acute Respiratory Distress Syndrome). Menurut analisis LPV/r

perlu melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengobatan

COVID-19, dikarenakan Lopinavir mempunyai kelebihan inhibisi

replikasi dan bukan supresi jumlah virus.

4. Oseltamivir

Penelitian secara in vitro pada obat ini menunjukkan kelompok

inhibitor neuraminidase memiliki aktivitas antivirus pada COVID-

19.

5. Umifenovir

Berdasarkan penilitan in vitro, obat ini tergolong obat terapi

Influenza yaitu mampu menginhibisi pada SARS-CoV.

6. Favipiravir (FAVI)
16

Menurut penelitian yang dilakukan di China, potensi favipiravir

lebih tinggi daripada LPV/r, dengan efek samping yang rendah.

Favipiravir termasuk golongan inhibitor RdRp (RNA-dependent

RNA Polymerase) yang mampu menghambat aktivitas polymerase

RNA.

7. Tocilizumab

Tocilizumab diindikasi dapat meredakan demam dengan diikuti

perbaikan klinis dan radiologis. Obat ini digunakan bersamaan

dengan terapi normal, yang meliputi metilprednisolon dan LPV/r.

Namun, perlu ditelaah dengan teliti dikarenakan penelitian tersebut

tidak ada pembandingnya dan masih dalam penelitian skala kecil.

8. Meolazumab/Antibodi anti-CD147

Berdasarkan studi secara in vitro, antibodi ini dapat

menghambat replikasi SARS-CoV dan mempercepat waktu rawat.

9. Interferon-𝛼 (IFN-𝛼)

IFN-𝛼 dapat mencegah produksi SARS-CoV secara in vitro.

10. Nitazoxanide

Nitazoxanide dapat mencegah SARS-CoV dengan cara

meningkatkan regulasi antivirus.

11. Immunoglobulin Intravena (IVIg)

Saat menggunakan obat ini, perbaikan klinis demam, sesak


17

napas, dan Ct-scan dipercepat. (Susilo dkk., 2020).

12. Direct-acting Antiviral (DAA)

Sofosbuvir mempunyai afinitas yang cukup kuat terhadap

SARS-CoV dan COVID-19.

2.1.8 Pencegahan Penularan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor

HK.01.07/MENKES/413/2020 menyebutkan daftar prosedur yang

direkomendasikan oleh untuk mencegah penyebaran COVID-19:

1. Pencegahan penularan pada individu.

a. Jaga jarak minimal satu meter untuk menghindari droplet dari

batuk atau bersin. Hal tersebut sudah termasuk dalam kontribusi

pencegahan infeksi virus COVID-19.

b. Mengenakan alat pelindung diri seperti masker ketika

berinteraksi dengan orang lain dan pada saat keluar rumah.

c. Membatasi kontak langsung dengan orang lain.

d. Membersihkan tangan meggunakan sabun dan air mengalir

secara teratur selama 40-60 detik, atau setidaknya selama 20-30

detik, menggunakan pembersih tangan (antiseptic) berbasis

alkohol.

e. Ketika tangan dengan kondisi tidak bersih dianjurkan untuk

tidak menyentuh mulut, hidung dan mata.


18

f. Setelah kembali dari bepergian, segera mandi dan berganti

pakaian sebelum melakukan kontak langsung dengan anggota

keluarga dalam satu ruangan.

g. Mengonsumsi makanan bergizi merupakan salah satu upaya

untuk mensosialisasikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

(PHBS).

h. Memperhatikan etika batuk dan bersin. Ketika terjadi insiden

bersin dan batuk, mulut dan hidung ditutup menggunakan atau

lengan bagian dalam atau bisa dengan tissue. Kemudian tissue

dibuang pada tempat sampah dan mencuci tangan.

i. Melaksanakan protokol Kesehatan setiap beraktivitas.

j. Mengontrol penyakit komorbid (penyakit bawaan).

k. Mengatur atau mengelola psikososial dan kesehatan jiwa.

2. Perlindungan Kesehatan pada masyarakat

Karena interaksi antar manusia dan kelompok besar berpotensi

menyebarkan virus COVID-19 ke seluruh masyarakat,, maka

masyarakat membutuhkan perlindungan kesehatan. Tujuannya

adalah untuk mencegah penularan yang meluas, yang dapat

menciptakan tekanan keuangan yang signifikan pada sistem

perawatan kesehatan (Kemenkes RI, 2020).

2.2 Pengetahuan (Knowledge)


19

(Notoatmodjo, 2012) menegaskan bahwa pengetahuan adalah hasil

akhir dari keakraban terhadap suatu objek yang diperoleh dengan

mendengar, mencium, melihat, merasakan, dan peradaban. Indera

penglihatan dan pendengaran menyediakan sebagian besar pengetahuan

manusia. Tindakan seseorang sangat dipengaruhi oleh tingkat

pengetahuannya (overt behavior).

Sebelum seseorang mengadopsi kebiasaan baru, ada proses

berkelanjutan yang terjadi dalam dirinya, menurut Rogert (1974), dikutip

dalam Maulana (2009). Prosedur ini dijelaskan:

1. Orang yang menyadari adanya rangsangan (stimulus) atau objek

(Awareness).

2. Orang yang tertarik pada rangsangan atau stimulus (Interest).

3. Menganalisis keuntungan dan kerugian rangsangan (stimulasi) bagi

dirinya sendiri (Evaluation).

4. Orang-orang mulai bereksperimen dengan perilaku baru (Trial).

5. Orang bertindak kembali berdasarkan pengetahuan, sikap, dan

kesadaran mereka terhadap rangsangan mereka (Adaption).

Banyak cara untuk mendapatkan ilmu, salah satunya adalah dengan

belajar. Belajar adalah kegiatan kognitif yang mengajarkan. Melalui proses

belajar, seseorang dapat memperoleh pengetahuan dan perspektif baru.


20

Semakin banyak pengetahuan yang diketahui, semakin baik perilaku

seseorang.

Tingkat pengetahuan yang berbeda-beda, pasti dimiliki oleh setiap

orang. Menurut (Notoatmodjo, 2007), pengetahuan ranah kognitif memiliki

enam tingkatan:

1. Tahu (know)

Mengingat kembali informasi yang diajarkan (direkam) sebelumnya

didefinisikan sebagai mengetahui. Pengetahuan yang paling

mendasar adalah dengan cara mengetahui sesuatu yang didapat.

Mendeskripsikan, menyebutkan, mengidentifikasi, menyatakan,

dan kata kerja lainnya dapat digunakan untuk menilai pemahaman

seseorang.

2. Memahami (comprehension)

Keahlian untuk menafsirkan objek yang dikenal dengan benar

didefinisikan sebagai pemahaman. Seseorang yang menguasai

materi harus mampu menjelaskan, memberikan contoh,

meramalkan, serta menarik kesimpulan.

3. Analisa (analysis)

Kemampuan untuk mengurai suatu barang material menjadi

beberapa komponen yang masih tersusun rapi dan berhubungan satu

sama lain disebut dengan analisis. Pemilihan kata kerja seperti


21

membedakan, memisahkan, mengklasifikasikan, dan

mendeskripsikan menunjukkan kemampuan analitis (membuat

bagan).

4. Aplikasi (application)

Kemampuan untuk mendeskripsikan komponen-komponen suatu

zat atau objek yang belum ada dalam struktur organisasi tetapi

memiliki keterkaitan satu sama lain didefinisikan sebagai aplikasi.

Istilah "aplikasi" mengacu pada penggunaan hukum, metode,

formula, prinsip, dan beberapa di antaranya dalam konteks lainnya.

5. Sintesis (synthesis)

Kemampuan untuk menyatukan atau menghubungkan berbagai hal

dengan cara baru didefinisikan sebagai sintesis. Definisi lain

menjelaskan bahwa kemampuan untuk membangun formulasi baru

dari yang lama disebut sebagai sintesis.

6. Evaluasi (evaluation)

Kemampuan mengevaluasi dan membuktikan bahan atau objek

disebut sebagai evaluasi. Penentuan evaluasi yaitu kriteria yang

ditentukan sendiri atau yang sudah ada sebelumnya.

Menurut Kholid (2012), ada dua jenis metode untuk memperoleh

pengetahuan:

1. Cara tradisional atau non ilmiah.


22

Sebelum penemuan metode ilmiah yang sistematis dan logis,

metode tradisional untuk memperoleh kebenaran pengetahuan

meliputi:

a. Cara coba salah (trial and error). Metode trial and error

digunakan untuk menyelesaikan masalah dengan memanfaatkan

berbagai pilihan. Jika itu tidak berhasil, mencoba cara yang lain.

b. Cara kekuasaan atau otoritas. Prinsipnya adalah menerima

pendapat aktif orang tanpa terlebih dahulu menguji

kebenarannya secara empiris dan melalui penalaran sendiri. Ini

karena penerimaan dan asumsi kami bahwa semua pendapat

adalah benar.

c. Berdasarkan pengalaman yang pernah dialami oleh seseorang.

Hal ini dicapai dengan mengulangi pengalaman yang dihadapi

saat memecahkan masalah. Karena pemikiran kritis dan logis

diperlukan, tidak semua pengalaman pribadi dapat mengarah

pada kesimpulan.

d. Melalui jalan pikiran. Manusia dapat menggunakan cara

berpikirnya sendiri untuk menemukan kebenaran pengetahuan.

Baik dengan inferensi atau deduksi. Proses menarik kesimpulan

dari pernyataan dikenal sebagai induksi. Proses menarik

kesimpulan dari pernyataan umum ke pernyataan khusus disebut

deduksi.
23

2. Cara modern atau ilmiah

Pengamatan langsung dan laporan yang merekam semua fakta yang

berkaitan dengan objek penelitian digunakan untuk memperoleh

pengetahuan yang logis, lebih sistematis, ilmiah, serta untuk

menarik kesimpulan.

Menurut (Budiman dan Agus, 2014), beberapa faktor yang

mempengaruhi pengetahuan antara lain:

a. Pendidikan

Tujuan pendidikan adalah untuk membantu orang tumbuh

sebagai orang baik di dalam maupun di luar kelas (formal dan

nonformal). Pendidikan dicirikan sebagai proses mengubah

sikap dan perilaku seseorang atau kelompok serta upaya untuk

mengembangkan diri melalui instruksi dan pelatihan.

Pendidikan secara signifikan mempengaruhi bagaimana orang

belajar. Kemampuan seseorang dalam menyerap ilmu

pengetahuan meningkat seiring dengan tingkat pendidikannya.

b. Informasi atau media massa

Informasi dapat diketahui, tetapi sebagian orang

mendefinisikannya sebagai transfer of knowledge atau transmisi

pengetahuan. Baik pendidikan formal maupun informal dapat

menghasilkan informasi secara langsung dengan cepat sehingga

mempengaruhi pengetahuan. Berbagai media massa dapat


24

berdampak pada pengetahuan masyarakat, serta perkembangan

teknologi. Landasan kognitif baru untuk penciptaan

pengetahuan tentang suatu subjek diciptakan oleh adanya

informasi segar dalam subjek itu.

c. Pengalaman

Pengalaman bertindak sebagai sumber pengetahuan yang dapat

dipercaya untuk menyampaikan informasi yang akurat dengan

memanfaatkan pengetahuan yang diperoleh saat memecahkan

kesulitan pada masalah sebelumnya. Dengan mengintegrasikan

penalaran etis dan ilmiah berdasarkan isu-isu praktis, on the job

training akan menghasilkan pengetahuan dan keterampilan

profesional serta kemampuan pengambilan keputusan.

d. Sosial, budaya, dan ekonomi

Kebiasaan dan praktik yang baik atau buruk yang ditiru akan

memajukan pengetahuan. Karena status ekonomi berdampak

pada aksesibilitas fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan

tertentu, status sosial ekonomi berdampak signifikan pada

pengetahuan seseorang.

e. Lingkunganini

Lingkungan didefinisikan sebagai segala sesuatu di sekitar

seseorang, termasuk lingkungan sosial, fisik, dan biologis.

Lingkungan memiliki dampak yang signifikan terhadap proses


25

pengetahuan manusia yang tinggal di dalamnya. Hal ini terjadi

akibat interaksi timbal balik atau tidak, yang akan ditanggapi

oleh masing-masing individu sebagai pengetahuan.

f. Usia

Pemahaman dan pola pikir seseorang sangat berhubungan

dengan penambahan usia seseorang. Seiring bertambahnya usia,

pemahaman dan pola pikir akan berkembang, begitu pula

dengan pengetahuan. Ketika seseorang masih muda, mereka

akan berpartisipasi aktif dalam masyarakat dan kehidupan

sosial, dan mereka akan mengambil lebih banyak langkah untuk

mempersiapkan diri di hari tua. Keterampilan pemecahan

masalah, kapasitas intelektual, dan keterampilan bahasa pada

dasarnya tidak ada pada usia ini.

Wawancara atau angket digunakan untuk menilai pengetahuan dengan

cara enanyakan tentang isi materi yang akan diukur kepada responden.

Kedalaman pengetahuan yang dimaksudkan atau diukur dapat dinaikkan ke

tingkat yang lebih tinggi (Notoatmodjo, 2012).

2.3 Sikap (Attitude)

Menurut (Azwar, 2007) sikap dapat diartikan sebagai pola pikir dan

tingkah laku, kecenderungan atau antisipasi kesiapan untuk menyesuaikan diri

dengan keadaan sosial, atau hanya sebagai evaluasi umum yang dilakukan
26

terhadap individu, orang lain, barang, dan masalah yang ada. Penilaian subjektif

atau sikap terhadap suatu objek yang mendukung atau menentang objek disebut

dengan sikap (Sukesih et al., 2020).

Pengertian sikap terbagi menjadi tiga kerangka pemikiran, yaitu:

1. Sikap seseorang terhadap suatu objek dapat didefinisikan sebagai

dukungan, kesukaan (favorable), atau ketidaksenangan

(unfavorable).

2. Sikap didefinisikan sebagai kesediaan untuk bereaksi terhadap

sesuatu dengan cara tertentu. Kecenderungan yang bereaksi dengan

cara tertentu ketika dihadapkan dengan rangsangan yang

memerlukan tanggapan menggambarkan suatu kesiapan.

3. Kumpulan komponen kognitif, konatif, dan emosional yang

berinteraksi untuk membantu kita memahami, merasakan, dan

bertindak terhadap suatu objek juga didefinisikan sebagai sikap.

Menurut (Azwar, 2007) terdapat 3 komponen sikap, yaitu:

1. Komponen kognitif

Keyakinan individu tentang segala sesuatu yang berkaitan atau

benar bagi objek sikap terkandung dalam komponen ini.

2. Komponen konatif

Gambaran kecenderungan seseorang untuk berperilaku dengan

objek sikap yang dihadapi berkaitan dengan komponen ini.


27

3. Komponen afektif

4. Keterkaitan dengan masalah emosional subjektif seseorang yang

berhubungan dengan objek sikap juga terkandung dalam komponen

ini.

Karakteristik Sikap menurut (Azwar, 2003):

1. Sikap dipelajari.

2. Perilaku individu dapat digunakan untuk menyimpulkan sikap.

3. Mempertahankan sikap yang dapat mengarah pada item yang

menjelaskan alasan untuk berperilaku dengan cara tertentu terhadap

sesuatu. Sikap memiliki dampak pada perilaku.

4. Sikap diarahkan pada objek psikologis. Dalam konteks ini, skema

individu mendikte bagaimana individu mengkategorikan item target

ke mana sikap diarahkan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi sikap menurut Anwar (2007):

1. Pengalaman pribadi

Ketika seseorang berada dalam keadaan emosional, sikap mereka

lebih mudah dibentuk. Keterlibatan seseorang dengan objek

psikologis cenderung menimbulkan sikap negatif terhadap objek

tersebut.

2. Pengaruh kebudayaan
28

Budaya membekali individu dalam masyarakat dengan pola

pengalaman dan telah menanamkan standar pendapat individu pada

banyak hal. Pola perilaku yang menetap yang menggambarkan

riwayat penguatan yang diterima mendefinisikan suatu kepribadian.

3. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Orang memiliki sikap (konformis) yang sama dengan orang penting.

Keinginan untuk terhubung ini sebagian dimotivasi oleh keinginan

untuk menghindari perbedaan pendapat dengan mereka yang

dianggap penting.

4. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Landasan bagi pemikiran dan konsep moral dalam diri individu

ditetapkan oleh lembaga institusi. Sistem kepercayaan sangat

dipengaruhi oleh konsep moralitas agama, sehingga tidak heran jika

hal itu mempengaruhi sikap individu terhadap apapun. Pendidikan

dari pusat-pusat agama dan ajarannya memberikan pemahaman

tentang apa yang baik, apa yang diperbolehkan dan tidak

diperbolehkan.

5. Faktor Emosional

Emosi dapat digunakan sebagai rute untuk frustrasi atau sebagai

jenis pengalihan dari mekanisme pertahanan ego. Ini adalah sikap

sementara yang akan memudar begitu frustrasi mereda, tetapi juga

bisa menjadi sikap yang tahan lama dan gigih.


29

6. Media Massa

Media memainkan peran sugestif dalam membentuk opini

masyarakat. Pesan sugestif memberikan dasar afektif untuk

mengevaluasi sesuatu untuk membentuk sikap tertentu.

2.4 Perilaku

2.4.1. Pengertian Perilaku

Tingkah laku seseorang (perilaku) adalah rangkaian tingkah

laku atau perbuatan yang dilakukan sebagai reaksi terhadap sesuatu

yang telah menjadi kebiasaan sebagai akibat dari suatu nilai yang dapat

dipercaya. Perilaku manusia didefinisikan sebagai tindakan atau

kegiatan yang dilakukan manusia (individu) itu sendiri yang dapat dan

tidak dapat diamati sebagai hasil interaksinya dengan lingkungannya

dan dapat berupa pengetahuan, sikap, atau tindakan.

Secara rasional perilaku juga diartikan sebagai respon

organisme atau seseorang terhadap rangsangan eksternal. Respon dibagi

menjadi dua kategori yaitu bentuk aktif, yang berlaku ketika perilaku

dapat terlihat dengan jelas atau observasi secara langsung dan bentuk

pasif, diartikan sebagai reaksi manusia yang terjadi dalam diri namun

tidak terlihat oleh orang lain.

2.4.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

a. Faktor predisposisi
30

Variabel predisposisi juga dikenal sebagai faktor pendukung

(fasilitator) karena merupakan faktor yang dapat membantu

terwujudnya praktik sehingga biasa disebut dengan faktor positif

atau pemudah. Variabel predisposisi meliputi kepercayaan,

keyakinan, pendidikan, motivasi, persepsi, dan pengetahuan.

b. Faktor pendukung

Faktor pendukung merupakan faktor ada atau tidaknya fasilitas

medis disekitarnya, faktor pendukung masih dapat dilihat di

lingkungan sekitar. Fasilitas ini disebut sebagai elemen pendukung

pada dasarnya membantu atau memfasilitasi manifestasi perilaku.

c. Faktor pendorong

Elemen motivasi (faktor pendorong) mungkin terlihat dalam

sikap dan aktivitas profesional kesehatan lainnya, yang berfungsi

sebagai model perilaku masyarakat. Orang-orang penting memiliki

pengaruh yang lebih besar pada perilaku seseorang (Triwibowo,

2015)

2.4.3. Pengukuran perilaku

Ada dua metode untuk mengamati perilaku yaitu secara

langsung atau tidak langsung. Perilaku langsung melibatkan melihat

tindakan subjek serta melakukan pengamatan atau observasi.

Sedangkan perilaku tidak langsung, menanyakan kepada peserta


31

penelitian tentang apa yang telah dilakukan sehubungan dengan hal-hal

tertentu dengan menggunakan metode recall (Notoatmodjo, 2007).

2.5 Swamedikasi

Swamedikasi merupakan upaya seseorang untuk melakukan

pengobatan sendiri sesuai dengan gejala yang dialami. Pengobatan sendiri

digunakan untuk mengobati keluhan dan penyakit ringan (Depkes RI,

2006). Menurut (WHO, 2010) swamedikasi diartikan sebagai pemilihan

penggunaan obat modern, tradisional, maupun herbal oleh seorang individu

dengan tujuan menganggulagi gejala penyakit yang dialaminya.

Upaya untuk mengobati gejala yang dialami dirinya sendiri dengan

membeli obat tanpa resep dokter juga disebut swamedikasi. Manfaat

pengobatan sendiri (self-medication) adalah aman bila obat yang digunakan

sesuai dengan gejala, aturan pakai, efisiensi biaya, efisiensi waktu, efektif

untuk menghilangkan keluhan (karena 80% keluhan self limiting disease)

dan dapat meringankan beban pemerintah pada fasilitas kesehatan umum

yang terbatas, serta dapat berperan dalam mengambil keputusan terapi

(Kristina, 2013).

Pada tahun 2012, hasil penelitian yang dilakukan oleh Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia melaporkan bahwa 44,14% masyarakat telah

mencoba pengobatan sendiri. Pada tahun 2013, sebuah studi Riset

Kesehatan Dasar dari 294.959 rumah tangga dilakukan, 103.860 (35,2%)


32

telah mencari pengobatan sendiri dengan menyimpan sesuai dengan gejala

penyakit (Harahap & Tanuwijaya, 2017). Di Yogyakarta pada tahun 2013,

dengan jumlah sampel, sebanyak 640 orang, menunjukkan pravalensi

swamedikasi mencapai 44% (Widayati, 2013).

Menurut (Binfar, 2008), masyarakat harus mampu melakukan

pengobatan sendiri (self-medication) dengan benar, seperti:

1. Jenis obat yang dipakai untuk mengatasi penyakit harus diketahui

dengan benar.

2. Tujuan penggunaan (kegunaan) dari setiap obat yang digunakan

harus diketahui dengan benar, agar mudah untuk mengevaluasi

perkembangan penyakitnya.

3. Obat harus digunakan secara baik dan benar. Meliputi cara

penggunaan, lama penggunaan, dan waktu yang sesuai untuk

menggunakan obat tersebut.

4. Efek samping obat yang digunakan harus diketahui dengan benar.

Tujuannya agar dapat memperkirakan keluhan yang terjadi tiba-tiba

timbul apakah disebut penyakit baru atau hanya efek samping.

5. Harus diketaui secara benar siapa pengguna obat tersebut dan siapa

yang dilarang menggunakan obat tersebut, dapat dilakukan dengan

cara bertanya atau konsultasi dengan orang yang ahli akan hal

tersebut, salah satunya apoker.


33

Tindakan swamedikasi dipengaruhi beberapa faktor:

Menurut World Health Organization (WHO), ada beberapa faktor

yang dapat mempengaruhi perilaku swamedikasi, antara lain:

1. Faktor sosial ekonomi

Tingginya pendidikan serta semakin mudah akses untuk

mendapatkan informasi disebabkan oleh perkembangan ekonomi

masyarakat yang tinggi. Individu menjadi lebih tertarik pada

masalah kesehatan seiring kemajuan teknologi. Akibatnya,

kemampuan mereka untuk berpartisipasi langsung dalam

pengambilan keputusan dalam konteks masalah kesehatan akan

meningkat.Gaya hidup

Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pengaruh pilihan

gaya hidup, seperti mengubah kebiasaan makan dan berhenti

merokok, terhadap kesehatan dan pencegahan penyakit. (WHO,

1998).

2. Kemudahan memperoleh produk obat

Dengan membeli obat yang dapat dibeli dimana saja menjadi pilihan

pertama oleh pasien jika mengalami gejala penyakit. Hal tersebut

terjadi dikarenakan pasien enggan menunggu lama di rumah sakit

ataupun klinik.

3. Faktor kesehatan lingkungan


34

Kemampuan masyarakat untuk menjaga dan praktik kebersihan

yang baik, makanan yang dipilih dengan cermat, dan lingkungan

sekitar yang sehat dapat membantu mereka menjaga kesehatan.

4. Ketersediaan produk baru

Bermunculannya obat baru berpengaruh dengan kebutuhan

swamedikasi. Namun tidak menutup kemungkinan beberapa produk

obat lama yang mempunyai indeks keamanan baik (masuk dalam

kategori obat bebas) dipilih oleh masyarakat untuk pengobatan

sendiri.

2.5.1 Swamedikasi yang Rasional

Menurut World Health Organization (WHO), penggunaan obat

yang rasional mensyaratkan pasien untuk menerima obat-obatan

berdasarkan kebutuhan klinis atau diagnostik dalam dosis yang sesuai

untuk jangka waktu yang dapat diterima dengan biaya serendah

mungkin. Persyaratan penggunaan obat yang bijaksana adalah sebagai

berikut: (SIHFW, 2010):

1. Tepat Diagnosisr

Selama proses terapeutik, keputusan ilmiah dibuat berdasarkan

fakta dan keterampilan yang tersedia untuk melakukan intervensi

terapi yang memberikan manfaat terbesar sekaligus menyebabkan

kerugian paling kecil bagi pasien. Pengobatan yang rasional dapat

dijadikan pencapaian dalam melakukan hal tersebut. Penetapan


35

diagnosis yang benar dapat diberikan obat yang sesuai. Namun, jika

diagnosis tidak ditetapkan secara benar, maka akan terjadi kesalahan

dalam pemilihan obat (Depkes RI, 2007).

2. Tepat pemilihan obat

Dampak terapeutik harus konsisten dengan obat yang dipilih.

Menurut World Health Organization (WHO) Beberapa faktor

dipertimbangkan dalam pemilihan obat, antara lain manfaat, efikasi,

dan keamanan obat yang telah terbukti aman, risiko terapi yang

paling kecil, serta manfaat dan keamanan yang tidak mahal bagi

pasien. (Depkes RI, 2007).

3. Tepat Dosis

Dosis didefinisikan sebagai aturan praktis yang menentukan jumlah

gram, volume, atau frekuensi pemberian obat berdasarkan berat dan

usia pasien. Perhitungan dosis, penentuan cara pakai, jumlah obat,

waktu sera lama pemberian obat harus sesuai. Efek samping

berisiko dapat terjadi jika pemberian dosis berlebihan. Namun,

jaminan tercapainya kadar terapi dapat ditunjukkan dengan

pemberian dosis yang terlalu kecil (Anonim, 2006).

4. Waspada Efek Samping

Setelah pemberian obat, efek samping akan muncul. Pemberian

dosis terapeutik yang tidak tepat dapat mengakibatkan hasil yang


36

merugikan. Dengan demikian, pasien harus menyadari potensi efek

samping dan tetap waspada untuk mengambil tindakan yang tepat.

5. Efektif, aman, mutu terjamin, dan harga terjangkaure

Pembelian obat untuk swamedikasi harus dibeli melalui jalur resmi.

Apoteker berperan sebagai pemberi informasi, khususnya untuk

obat-obatan tertentu yang digunakan dalam penentuan pengobatan

sendiri. (Depkes RI, 2006).

6. Tepat tindak lanjut (follow up)

Pasien segera konsultasi ke dokter apabila swamedikasi dilakukan

namun tidak berhasil (Depkes RI, 2007).

2.5.2 Kriteria dan Golongan Obat Swamedikasi

Sediaan farmasi jadi didefinisikan oleh Permenkes

917/Menkes/Per/x/1993 sebagai formulasi yang siap digunakan untuk

mempengaruhi atau menganalisis keadaan fisiologis atau patologis

dalam menentukan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,

peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi. Penggunaan obat yang rasional

adalah penggunaan obat dengan memperhatikan dosis yang tepat,

meliputi ketepatan indikasi dan pemilihan obat, serta jangka waktu

penggunaan obat (Candradewi & Kristina, 2017).

Obat yang digunakan untuk pengobatan sendiri (swamedikasi)

adalah obat yang aman dan efektif melawan gejala penyakit. Obat Wajib
37

Apotek (OWA) merupakan jenis obat yang aman (cocok) untuk

pengobatan sendiri.

1. Golongan Obat Bebas

Obat bebas adalah obat yang dapat diperoleh tanpa resep dokter dan

biasanya tersedia di toko atau supermarket, serta apotek. Warna

hijau dengan lingkaran warna hitam adalah tanda (logo) obat ini.

Contoh: obat antipiretik (paracetamol) sera vitamin.

Gambar 1. Logo Obat Bebas (Badan POM, 2015)


2. Golongan Obat Bebas Terbatas

Obat bebas terbatas adalah obat yang dapat diperoleh tanpa resep

tetapi dilengkapi dengan peringatan tertentu yang harus diikuti saat

menggunakannya. Golongan obat ini ditandai dengan tanda latar

warna biru dengan lingkaran warna hitam.

Gambar 2. Logo Obat Bebas Terbatas (Badan POM, 2015)


Peringatan tersebut tercantum dalam pedoman penggunaan obat,

yaitu sebagai berikut:


38

Gambar 3. Logo Obat Bebas Terbatas (Badan POM, 2015)


3. Golongan Obat Wajib Apotek (OWA)

Obat Wajib Apotek adalah obat keras yang dapat ditawarkan

apoteker kepada pasien tanpa resep dokter, hal tersebut disimpulkan

oleh Keputusan Menteri Kesehatan No.

347/MENKES/SK/VII/1990.

Gambar 4. Logo Obat Keras (Badan POM, 2015)


Berikut syarat obat yang dapat diajukan berdasarkan peraturan

Permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993:-k

a. Tidak dikontraindikasikan pada wanita hamil, anak di bawah

usia dua tahun, atau mereka yang berusia di atas 65 tahun.

b. Pengobatan sendiri dengan obat tidak meningkatkan

kemungkinan perkembangan penyakit.

c. Penerapannya tidak memerlukan penggunaan metode atau alat

khusus apa pun yang harus digunakan oleh tenaga kesehatan.


39

d. Penerapannya sangat penting untuk penyakit yang lazim di

Indonesia.

e. Obat tersebut memiliki rasio efikasi keamanan yang dapat

diandalkan untuk pengobatan sendiri.


40

B. Penelitian Yang Relevan

Tabel 1. Hasil Penelitian yang Relevan


No Judul Nama Peneliti Variabel Hasil Penelitian Publikasi
Penelitian dan
Metode
1 Knowledge, (Muhammad et Survei Cross Apoteker memiliki https://pubmed
attitude, and al., 2021) Sectional pengetahuan yang .ncbi.nlm.nih.g
practices of Analisis chi- baik sebanyak 281 ov/33588970/
Community square test (71,5%)
pharmacist responden,
about COVID- Variabel memiliki sikap
19: A cross- penelitian: studi yang baik
sectional KAP, sebanyak 174
survey in two kesadaran, (44%) responden.
provinces of apoteker Hasil penelitian
Pakistan.nihn komunitas menunujukkan
adanya hubungan
tingkat pendidikan
terhadap
pengetahuan
apoteker mengenai
COVID-19.
2 COVID-19: (Yimenu et al., Survei Cross Apoteker https://pubmed
what should 2020) Sectional mempunyai .ncbi.nlm.nih.g
health Analisis chi- pengetahuan yang ov/33240499/
professionals square test baik mengenai
know? COVID-19 dengan
Assesment of Variabel skor rata-rata 8,15
knowledge, penelitian: (SD: 1.86) dan
attitude and COVID-19, menunjukkan
practice of Apoteker sikap yang baik
community Komunitas dengan skor rata-
pharmacist in a rata 31,52 (SD:
developing 4.288). Dalam
country.govn penelitian ini
menunjukan hasil
tidak adanya
hubungan signifikan
tingkat pendidikan
terhadap sikap
apoteker mengenai
COVID-19.
3 COVID-19 (Zelalem, 2020) Pengumpulan Apoteker dengan https://www.n
releted data dengan lama bekerja 6 cbi.nlm.nih.go
knowledge, kuisioner. hingga 15 tahun v/pmc/articles/
attitude, and Analisis chi- memiliki PMC7455591/
practice square test pengetahuan yang .
among memadai mengenai
41

hospital and Variabel COVID-19,


community Penelitian: dikarenakan
pharmachist in COVID-19, kemungkinan
Addis Ababa, Pandemi Global apoteker yang
Ethiopia 2020. SARS-CoV2 bekerja kurang dari
5 tahun kurang
selektif
dalam memilih
sumber informasi
yang tepat mengenai
COVID-19.
42

C. Kerangka Berfikir

Pravalensi COVID-19 semakin meningkat, sehingga membutuhkan

peran tenaga medis seperti dokter, perawat sebagai garda terdepan. Selain itu,

apoteker yang berpraktik di apotek juga memiliki peran yang sangat penting

dikarenakan melakukan kontak langsung dengan pasien. Apotek merupakan

tempat yang mudah di akses oleh masyarakat sehingga sangat rentan terinfeksi

virus COVID-19. Banyak pasien dengan gejala yang mengarah ke penyakit

COVID-19 lebih memilih mengunjungi apotek dibandingkan dengan

mengunjungi Rumah Sakit. Dengan demikian, Apoteker di apotek dituntut

untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku swamedikasi penyakit

COVID-19. Dengan demikian, dapat ditarik pola pikir sebagai berikut:

Gambar 5 Kerangka Berfikir


43

D. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir diatas, didapatkan hipotesis pada penelitian ini:

Ha = Terdapat hubungan yang signifikan antara lama bekerja dan tingkat

pendidikan dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku swamedikasi penyakit

COVID-19 oleh apoteker di apotek Kabupaten Gunungkidul.

Ho = Tidak menunjukkan hubungan yang signifikan antara lama bekerja dan

tingkat pendidikan dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku swamedikasi

penyakit COVID-19 oleh apoteker di apotek Kabupaten Gunungkidul.


BAB III

METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan metode

desain analitik cross sectional berdasarkan kuesioner. Dalam penelitian cross

sectional peneliti melakukan penelusuran sesaat, artinya subyek yang diamati

hanya sesaat pada waktu tertentu. Jenis dan pendekatan tersebut dapat

digunakan untuk mengetahui tingkat -pengetahuan, bsikap, dani perilaku

swamedikasie penyakits COVID-19 olehh apoteker di apotek rKabupaten

Gunungkidul.s

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan diiapotek Kabupaten Gunungkidul pada bulan

Februari sampai Maret 2022.2

C. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data

primer dikumpulkan melalui hardfile maupun google form secara langsung

yang sudah diisi oleh apoteker yang berpraktik di kabupaten Gunungkidul.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi
45

Polulasi adalah generalisasi objek dengan sifat dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dianalisis dan dihasilkan

kesimpulan. Pemilihan populasi merupakan langkah kunci dalam

penelitian. Populasi studi dapat memberikan informasi atau statistik yang

berguna (Sugiono, 2017). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah apoteker yang bekerja di apotek di Kabupaten Gunungkidul.

2. Sampel

Bagian dari ukuran dan karakteristik populasi disebut dengan

sampel. Kemungkinan peneliti tidak dapat mempelajari semua populasi jika

populasinya sangat besar. Namun, peneliti dapat mengambil sampel

sebagian dari keseluruhan populasi. Sedangkan dengan jumlah populasi

yang kecil, seluruh populasi harus digunakan untuk mengumpulkan data.

Karena dalam penelitian ini populasinya kecil, semua populasi

dapat diambil sampelnya dengan menggunakan sampling jenuh. Sampling

jenuh adalah pendekatan pengambilan sampel yang menggunakan seluruh

populasi sebagai sampel. Hal ini sering digunakan ketika populasinya kecil.

Dengan demikian, sampel penelitian ini terdiri dari 95 orang apoteker yang

bekerja di Apotek Kabupaten Gunungkidul.

Apoteker yang memenuhi kriteria sebagai sampel penelitian sebagai

berikut:

1. Kriteria Inklusi
46

a. Apoteker yang berpraktik di apotek Kapubaten

Gunungkidul.

b. Bersedia untuk mengisi kuisioner dengan informend

concent.

2. Kriteria Ekslusi

a. Tidak bersedia mengisi kuisioner.

b. Kuisioner tidak diisi secara lengkap.

E. Bahan dan Alat yang Digunakan

Bahan adalah barang yang akan diubah menjadi benda tertentu yang

akan digunakan atau dibutuhkan untuk keperluan tertentu. Data primer untuk

penelitian ini dikumpulkan melalui tanggapan responden terhadap kuesioner.

Objek yang digunakan untuk menyelesaikan suatu tugas disebut dengan alat.

Kuesioner digunakan dalam penelitian ini sebagai metode penelitian. Kuesioner

adalah metode untuk menyempurnakan variabel yang terlibat dalam tujuan

penelitian (Notoadmojo, 2010). Pada kuisioner “Pengetahuan dan Sikap”

menggunakanm kuisioner dari “Serina (2021) yang telah diuji validitas dan

reabilitasnya. Sedangkan untuk kuisioner perilaku swamedikasi perlu

dilakukan uji validitas dan uji realibilitas. Penyebaran kuisioner untuk uji

validitas dan reliabilitas akan dibagikan secara langsung menggunakan google

form dan diisi langsung oleh apoteker.


47

Secara umum, skala Ghuttman pada kuesioner pengetahuan digunakan

sebagai teknik penilaian dalam penelitian ini. Jika jawaban benar mendapat

skor 1, namun jika jawaban salah mendapat skor 0. Pada kuisioner sikap

menggunakan skala Likert. Pertanyaan positif dengan jawaban sangat setuju

(SS) diberi skor 4, jawaban setuju (S) diberi skor 3, jawaban tidak setuju (KS)

diberi skor 2, dan jawaban tidak setuju (TS) diberi skor 1. Namun jika

pertanyaan negatif dengan jawaban sangat setuju (SS) diberi skor 1, jawaban

setuju (S) diberi skor 2, jawaban tidak setuju (KS) diberi skor 3, dan jawaban

tidak setuju (TS) diberi skor 4. Pada kuisioner perilaku juga menggunakan skala

Likert dimana pertanyaan positif dengan jawaban selalu (SL) diberi skor 4,

jawaban sering (SE) diberi skor 3, jawaban kadang-kadang (KD) diberi skor 2,

dan jawaban tidak pernah (TP) diberi skor 1. Namun jika pertanyaan negatif

dengan jawaban elalu (SL) diberi skor 1, jawaban sering (SE) diberi skor 2,

jawaban kadang-kadang (KD) diberi skor 3 dan jawaban tidak pernah (TP)

diberi skor 4.

a. Uji Validitas

Kemampuan suatu bentuk tes untuk mengukur apa yang harus

diuji disebut uji validitas (Swarjana, 2016). Apabila pertanyaan dalam

kuesioner dapat menyatakan apa saja yang diukur, maka kuesioner

tersebut dikatakan sah.

Dalam penelitian ini digunakan SPSS 26.0 yaitu dengan

pendekatan Person Produce Moment. Instrumen pada penelitian ini


48

berupa kuisioner evaluasi pengetahuan, sikap, dan perilaku

swamedikasi apoteker yang kemudian diberikan kepada 30 responen

apoteker yang bertugas di Apotek.

Kriteria rumus Person Product Moment sebagai berikut :

r table = 0,361

Apabila r hitung < r tabel, kuisioner dinyatakan tidak valid.os

Apabila r hitung > r tabel, kuisioner dinyatakan valid.rs

b. Uji Reliabilitasi

Yang dapat digunakan sebagai parameter dari suatu variabel

yang digunakan untuk mengukur suatu kuisioner disebut uji reliabilitas.

Untuk mengetahui kuisioner dapat dikatakan reliabilitas adalah jika

jawaban responden tetap konsisten terhadap kuisioner bantuan SPSS

26.0 uji Alpha Cronbach. Kriteria pengujian kuisioner dapat dikatakan

rileabel sebagai berikut :

r tabel = 0,60

Apabila Alpha Cronbach < r tabel, kuisioner tidak reliabel.

Apabila Alpha Cronbach > r tabel, kuisioner reliabel.

F. Variabel Penelitian

Variabel dalam pengertian penelitian adalah sesuatu yang dapat

dimanfaatkan sebagai ciri, ukuran, atau unit penelitian (Notoadmojo, 2010).

1. Variabel Bebas
49

Variabel bebas (independen) adalah variabel dengan potensi untuk

mempengaruhi variabel terikat. Tingkat pendidikan dan lama pengalaman

kerja merupakan variabel bebas dalam penelitian ini.

2. Variabel terikat

Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang dapat dipengaruhi oleh

variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pengetahuan,

sikap, dan perilaku swamedikasi apoteker tentang COVID-19.


50

G. Definisi Operasional

Tabel 2. Definisi Operasional


No Variabel dan Definisi Alat Cara Ukur Hasil Ukur
Skala Operasional Ukur
Pengukuran
1 Pengetahuan Pengetahuan Kuisioner Responden Pengetahuan
adalah hasil mengisi Baik :
dari panca kuisioner yang Skor 7,5 - 15
indera sudah Pengetahuan
seseorang diberikan Buruk :
dalam melalui google Skor 0 – 7,4
merasakan form.
suatu hal. Menggunakan
Pengetahuan skala
pada penelitian Ghuttman
ini adalah
pengetahuan
yang diukur
menggunakan
kuisioner
secara online
untuk
mengetahui
tangkat
pengetahuan
apoteker
mengenai
swamedikasi
penyakit
COVID-19
baik
pengetahuan
51

yang baik,
cukup, dan
kurang.
2 Sikap Sikap Kuisioner Responden Sikap Positif :
merupakan mengisi Skor 27,5 – 44
penilaian kuisioner Sikap Negatif :
terhadap secara Skor 11 – 27,5
banyak elemen langsung
sosial yang menggunakan
dapat hard file
mempengaruhi didampingi
tingkah laku peneliti.
seseorang. Menggunakan
Sikap dalam skala Likert.
penelitian ini
merupakan
sikap yang
positif atau
negatif yang
ditunjukkan
apoteker
mengenai
swamedikasi
COVID-19.
4 Perilaku Pemilihan dan Kuisioner Responden Perilaku Positif :
Swamedikasi penggunaan mengisi Skor 65 – 104
obat modern kuisioner Perilaku Negatif
dan tradisional secara :
untuk langsung Skor 26 - 64
mengobati menggunakan
penyakit atau hard file
gejala penyakit didampingi
disebut peneliti.
pengobatan
52

sendiri. Menggunakan
Apoteker skala Likert
membantu
masyarakat
dengan
mengajarkan
pasien yang
memerlukan
obat bebas
untuk penyakit
ringan dan
memilih
sejumlah obat
bebas yang
sesuai untuk
pasien.
4 Umur Usia setiap Kuisioner Responden 18-25 tahun
individu sejak menceklist 26-35 tahun
lahir di dunia pada bagian 36-45 tahun
hingga sosiodemografi >45 tahun
meninggal umur
dunia. responden.
5 Jenis Kelamin Pembagian Kuisioner Responden Laki-laki
jenis kelamin menceklist Perempuan
manusia mulai pada bagian
dari lahir yang sosiodemografi
ditentukan pilihan jenis
secara biologis. kelamin.
6 Pendidikan Masa Kuisioner Responden S1 + Apoteker
pembelajaran menceklist S2 + Apoteker
yang ditempuh dibagian
oleh responden. sosiodemografi
tingkat
pendidikan
53

responden
sesuai dengan
yang
ditempuh.
7 Pengalaman 6 bulan-5 tahun
Kerja > 5 tahun

H. Prosedur Penelitian

1) Tahapan Persiapan

(a) Studi Literatur

(b) Pembuatan Proposal Penelitian.

(c) Pembuatan instrumen penelitian berupa kuisioner Pengetahuan,

Sikap, dan Perilaku Swamedikasi penyakit COVID-19. Kuisioner

ini berisi pengetahuan umum mengenai penyakit COVID-19,

pengetahuan penyebab, gejala, cara penularan, pencegahan, sikap

serta swamedikasi penyakit COVID-19 yang dilakukan oleh

Apoteker yang bertugas di Apotek Kabupaten Gunungkidul.

(d) Setelah membuat kuisioner, kemudian dilakukan uji validitas dan

reabilitas.

(e) Selanjutnya melakukan pengajuan EC (Ethical Clearance). Setelah

EC selesai kemudian dilanjutkan penelitian dengan menyebarkan

kuisioner kepada 95 responden berupa Apoteker yang bekerja di

Apotek di Kabupaten Gunungkidul.


54

2) Tahapan Penelitian

(a) Pengambilan data

Dalam penelitian ini, data dikumpulkan melalui kunjungan ke

apotek-apotek. dan menanyakan kepada Apoteker yang bertugas

apakah bersedia untuk mengisi kuisioner. Apotek yang dikunjungi

yaitu semua apotek yang berada di Kabupaten Gunungkidul.

(b) Pengumpulan data

Setelah responden bersedia untuk mengisi kuisioner, kemudian

dilakukan proses pengumpulan data dengan melihat sosiodemografi

responden pada google form sesuai dengan kriteria inklusi dan

eksklusi. Setelah data didapatkan, dilanjutkan analisis data dengan

menggunakan SPSS 26.0.

(c) Analisis Data

1. Analisis Univariat

Variabel adalah subjek dari analisis univariat. Analisis

univariat, sering dikenal sebagai analisis deskriptif,

mendefinisikan keadaan fenomena yang sedang diperiksa.

Pada penelitian ini, diharapkan didapatkan distribusi

frekuensi karakteristik sosiodemografis responden dan

persentase tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku

swamedikasi penyakit COVID-19 oleh Apoteker di

Kabupaten Gunungkidul.
55

2. Analisis Bivariat

Sebuah analisis bivariat dilakukan untuk menilai hubungan

antara faktor sosiodemografi pendidikan dan lama

pengalaman kerja dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku

swamedikasi penyakit COVID-19 oleh Apoteker di Apotek

Kabupaten Gunungkidul. Pada penelitian ini hasil uji

bivariat diolah dengan menggunakan SPSS 26.0 dan uji

korelasi Rank Spearman. Uji korelasi Rank Spearman

digunakan untuk mengidentifikasi hubungan antara dua

variabel dengan data ordinal dan kekuatan hubungan

tersebut. Untuk mengetahui terdapat hubungan atau tidak

dapat diperhatikan dengan melihat nilai r. Variabel

dinyatakan memiliki hubungan yang signifikan memiliki

nilai P value < 0,05. Sedangkan jika diketahui nilai P value

> 0,05 menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang

bermakna antar variabel. Terdapat kekuatan hubungan

(Correlation Coeficient) antar variabel, yaitu:

o 0.00 – 0.25, maka korelasi sangat lemahi

o 0.26 – 0.50, maka korelasi cukuph

o 0.51 – 0.75, maka korelasi kuatd

o 0.76 – 0.99, maka korelasi sangat kuatn

o 1.00, maka korelasi sempurnas


56

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap,

dan perilaku swamedikasi penyakit COVID-19 oleh apoteker di apotek dan

untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosiodemografi apoteker

mengenai tingkat pendidikan dan lama pengalaman bekerja dengan

pengetahuan, sikap, dan perilaku swamedikasi penyakit COVID-19 oleh

apoteker di apotek Kabupaten Gunungkidul. Jumlah apotek yang ada di

Kabupaten terdapat 62 apotek dan terdiri dari 95 apoteker.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga April 2023 dengan

menyebarkan kuisioner secara langsung dan mendatangi apotek-apotek yang

berada di Kabupaten Gunungkidul. Penentuan jumlah sampel yang digunakan

pada penelitian ini menggunakan teknik sampling jenuh dan mendapatkan

responden sebanyak 95 sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi serta data

yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer. Data yang didapatlan

adalah data presentase dari tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku

swamedikasi penyakit COVID-19 oleh apoteker di apotek Kabupaten

Gunungkidul dan hubungan karakteristik sosiodemografi lama tingkat

pendidikan dan lama pengalaman kerja yang diperoleh melalui kuisioner baik
57

online maupun berupa hardfile. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah apoteker yang praktik di apotek Kabupaten Gunungkidul. Penelitian ini

telah mendapatkan persetujuan ethical clearance dengan nomor kode etik

Skep/30/KEPK/III/2023.

B. Uji Validitas dan realibilitas

1. Uji Validitas

Tujuan dilakukan uji validitas yaitu untuk mengetahui valid atau

tidaknya suatu kuisioner dari variabel perilaku swamedikasi penyakit

COVID-19 oleh apoteker. Uji validitas menggunakan SPSS versi 26.0

dengan uji korelasi antar skor pada setiap item jawaban dengan skor total

pada jumlah responden. Pada variabel perilaku swamedikasi penyakit

COVID-19 terdapat 26 item pertanyaan yang telah dibagikan kepada 30

responden. Dari hasil analisis didapatkan bahwa r hitung dari 26 item

pertanyaan lebih besar dari r tabel (0,361) sehingga dapat disimpulkan

semua item pertanyaan mengenai perilaku swamedikasi penyakit COVID-

19 dinyatakan valid. Berikut ini tabel uji validitas variabel perilaku

swamedikasi :

Tabel 3 Hasil Uji Validitas Variabel Perilaku


No Pertanyaan Nilai r hitung Nilai r tabel Keterangan

1 Saya menanyakan terkait identitas 0.428 0.361 VALID


diri pada semua pasien suspek
COVID-19.
58

2 Saya menanyakan pada semua 0.420 0.361 VALID


pasien suspek COVID-19 terkait
lama gejala demam yang
dirasakan.
3 Saya menanyakan pada semua 0.524 0.361 VALID
pasien suspek COVID-19 terkait
tipe batuk yang dirasakan.
4 Saya menanyakan pada semua 0.586 0.361 VALID
pasien suspek COVID-19 terkait
gejala hilangnya indra penciuman.
5 Saya menanyakan pada semua 0.390 0.361 VALID
pasien suspek COVID-19 apakah
memiliki gejala disertai dengan
sesak nafas.
6 Saya menanyakan pada semua 0.428 0.361 VALID
pasien suspek COVID-19 terkait
riwayat kontak erat dengan orang
yang dinyatakan positif COVID-
19.
7 Saya menanyakan pada semua 0.445 0.361 VALID
pasien suspek COVID-19 terkait
hasil pengecekan antigen/pcr.
8 Saya menanyakan pada semua 0.400 0.361 VALID
pasien suspek COVID-19 terkait
riwayat alergi obat.
9 Saya merekomendasikan 0.431 0.361 VALID
pengobatan simptomatis seperti
parasetamol dan ibu profen pada
pasien suspek COVID-19 yang
mengalami demam.
10 Saya merekomendasikan obat 0.497 0.361 VALID
acetylcysteine dan
dextrometorphan pada semua
pasien suspek COVID-19 yang
mengalami batuk berdahak.
11 Saya merekomendasikan tablet 0.620 0.361 VALID
vitamin C 500 mg/hari (untuk 14
hari) pada semua pasien suspek
COVID-19.
12 Saya merekomendasikan obat 0.370 0.361 VALID
tablet hisap seperti degirol, SP
Troches pada semua pasien suspek
COVID-19 yang mengalami nyeri
tenggorokan.
13 Saya merekomendasikan 0.392 0.361 VALID
dexamethason pada semua pasien
suspek COVID-19.
14 Saya merekomendasikan 0.402 0.361 VALID
azitromycin pada semua pasien
suspek COVID-19.
59

15 Saya merekomendasikan pada 0.463 0.361 VALID


semua pasien suspek COVID-19
yang mengalami sesak nafas untuk
datang ke sarana kesehatan
(puskesmas/rumah sakit) agar
mendapatkan penanganan lebih
lanjut.
16 Saya menyerahkan obat 0.467 0.361 VALID
simptomatis pada semua pasien
suspek COVID-19.
17 Saya menyampaikan informasi 0.371 0.361 VALID
pada semua pasien suspek COVID-
19 bahwa penggunaan obat
simptomatis dapat dihentikan jika
gejala sudah hilang.
18 Saya menyampaikan informasi 0.407 0.361 VALID
pada semua pasien suspek COVID-
19 terkait penjelasan aturan pakai
obat simptomatis sesuai dengan
etiket.
19 Saya menyampaikan informasi 0.428 0.361 VALID
pada semua pasien suspek COVID-
19 terkait interaksi obat
simptomatis yang dikonsumsi.
20 Saya menyampaikan informasi 0.428 0.361 VALID
pada semua pasien suspek COVID-
19 terkait efek samping obat
simptomatis yang dikonsumsi.
21 Saya menyampaikan informasi 0.466 0.361 VALID
pada semua pasien suspek COVID-
19 terkait tanggal kadaluarsa obat
simptomatis yang dikonsumsi.
22 Saya menyampaikan informasi 0.551 0.361 VALID
pada semua pasien suspek COVID-
19 terkait penyimpanan obat
simptomatis yang dikonsumsi.
23 Saya merekomendasikan pada 0.436 0.361 VALID
semua pasien suspek COVID-19
yang bergejala ringan untuk
melakukan isolasi mandiri
maksimal 10 hari. Apabila gejala
belum hilang maka isolasi mandiri
ditambah 3 hari.
24 Saya menyarankan pada semua 0.451 0.361 VALID
pasien suspek COVID-19 agar
rajin mencuci tangan dan memakai
masker.
25 Saya merekomendasikan pada 0.471 0.361 VALID
semua pasien suspek COVID-19
untuk mengonsumsi makanan
bergizi.
60

26 Saya merekomendasikan pada 0.523 0.361 VALID


semua pasien suspek COVID-19
untuk melakukan olahraga teratur
dan berjemur di pagi hari.

2. Uji Reliabilitas

Tujuan dilakukan uji reliabilitas yaitu untuk mengetahui konsistensi

atau tidak jawaban dari responden. Sebelum dilakukan pengujian

reliabilitas harus ada dasar pengambilan keputusan yaitu nilai Alpha

Crobanch sebesar 0,60. Variabel yang dikatakan reliabel jika nilai variabel

tersebut lebih besar dari 0,60 dan jika lebih kecil dari 0,60 maka variabel

yang diteliti tidak bisa dikatakan reliabel karena kurang dari 0,60. Hasil

pengujian reliabilitas pada variabel perilaku swamedikasi penyakit

COVID-19 dikatakan reliabel. Berikut ini tabel uji reliabilitas variabel

perilaku swamedikasi :

Tabel 4 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Perilaku Swamedikasi


Realibilitas Crobanch’s Alpha Interpretasi Hasil
Perilaku Swamedikasi 0.829 Reliabel

C. Data Demografi Responden

Jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah 95

apoteker yang bekerja di apotek di Kabupaten Gunungkidul. Karakteristik

sosiodemografi responden pada sampel dalam penelitian ini dapat dibedakan

berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, lama pengalaman bekerja,

dan sudah pernah atau tidak mengikuti webinar mengenai COVID-19.


61

Tabel 5 Data Demografi Responden


Variabel Jumlah (n=90) Presentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 20 21.1
Perempuan 75 78.9
Usia
18 – 25 tahun 3 3.2
26 – 35 tahun 74 77.9
36 – 45 tahun 16 16.8
> 45 tahun 2 2.1
Tingkat Pendidikan
S1 + Apoteker 91 95.8
S2 + Apoteker 4 4.2
Lama Pengalaman
Bekerja 15 15.8
6 bulan – 5 tahun 80 84.2
> 5 tahun
Pernah Mengikuti
Webinar
Sudah 90 94.7
Tidak Pernah 5 5.3

Berdasarkan tabel V demografi diatas maka uraian demografi responden

sebagai berikut:

1. Usia

Pada penelitian ini, dapat dilihat pada tabel V bahwa karakteristik

responden berdasarkan kelompok usia, sebagian besar responden berusia 26

hingga 35 tahun sebanyak 74 (77,9%) responden. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh (Muflih et al., 2021) di Yordania bahwa

mayoritas apoteker yordania adalah orang dewasa antara usia 26 hingga 35

dan bekerja terutama di apoteker komunitas.

2. Jenis Kelamin
62

Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa lebih banyak responden perempuan

dibandingkan dengan responden laki-laki. Hal ini sama dengan penelitian

(Muflih et al., 2021) yang menunjukan bahwa tingkat kesediaan respon

perempuan lebih banyak dalam keikutsertaan dalam penelitian ini daripada

responden pria.

3. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap tingkat pengetahuan yang

dimiliki seseorang, semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi

pengetahuan yang dimiliki seseorang. Untuk jenjang pendidikan didapatkan

sebagian besar S1+Apoteker sebanyak 91 (95,8%), sedangkan pendidikan

terakhir S2 sebanyak 4 (4,2%) responden.

4. Lama pengalaman bekerja

Pada penelitian ini pengalaman kerja dibagikan 2 kategori yaitu kurang dari

5 tahun dengan minimal 6 bulan dan lebih dari 5 tahun. Berdasarkan

penelitian ini apoteker yang menjawab kurang dari 5 tahun sebanyak 15

(15,8%) dengan minimal bekerja minimal selama 6 bulan dan lebih dari 5

tahun sebanyak 80 (84,2%) apoteker. Tahun pengalaman kerja dapat

mempengaruhi tingkat pengetahuan seperti yang dijelaskan dalam

penelitian (Zelalem et al., 2020) mengatakan apoteker dengan lama bekerja

6 hingga 15 tahun memiliki pengetahuan yang memadai tentang COVID-

19 (Kara et al., 2020).

5. Pernah mengikuti webinar


63

Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa responden yang sudah pernah

mengikuti webinar sebanyak 90 (94,7%) dan yang tidak pernah mengikuti

webinar sebanyak 5 (5,3%).

D. Pengetahuan Apoteker di Apotek Tentang COVID-19

Menurut Notoadmojo, pengetahuan merupakan suatu makna yang

sangat menonjol dalam menggambarkan perilaku seseorang. (Syakurah &

Moudy, 2020). Berdasarkan analisis pada penelitian ini apoteker di apotek

mempunyai pengetahuan yang baik seperti yang tersaji pada tabel IV.

Tabel 6 Pengetahuan apoteker di apotek mengenai swamedikasi COVID-19

No Pertanyaan Skor

Baik Buruk
N,% N,%
Penyebab COVID-19 disebabkan oleh
1 COVID-19 Coronavirus yang merupakan 95 (100) 0 (0)
virus RNA strain tunggal
dengan spike protein.
Penyebab Menurut WHO, Coronavirus
2 COVID-19 varian delta termasuk variant 60 (63,2) 35 (36,8)
of interest.
Tanda dan Gejala Demam, batuk, mialgia,
3 COVID-19 diare, dan anosmia 95 (100) 0 (0)
merupakan gejala yang umum
pada COVID-19.
Tanda dan Gejala Tingkat saturasi oksigen
4 COVID-19 kurang dari 93% 86 (90,5) 9 (9,5)
diklasifikasikan sebagai
COVID-19 gejala berat.
Diagnosa Pemeriksaan PCR metode
5 COVID-19 swab adalah standar emas 93 (97,9) 2 (2,1)
penegakan diagnosa COVID-
19.
Diagnosa Hingga saat ini (Maret 2023)
6 COVID-19 belum tersedia agen antivirus 52 (54,7) 43 (45,3)
64

yang spesifik untuk terapi


COVID-19.
Tatalaksana Antibiotik merupakan terapi
7 Klinis lini pertama untuk COVID- 80 (84,2) 15 (15,8)
19.
Tatalaksana Penggunaan antivirus
8 Klinis Remdesivir untuk COVID-19 89 (93,7) 6 (6,3)
melalui ijin penggunaan
darurat dari BPOM.
Tatalaksana Dosis penggunaan vitamin D
9 Klinis pada pasien COVID-19 gejala 89 (93,7) 6 (6,3)
ringan adalah 1000-5000 IU
per hari selama 14 hari.
Isolasi Mandiri Pasien COVID-19 tanpa
10 gejala tidak perlu melakukan 90 (94,7) 5 (5,3)
isolasi mandiri.
Isolasi Mandiri Pasien COVID-19 dengan
11 gejala berat perlu dirujuk ke 95 (100) 0 (0)
ruang perawatan di rumah
sakit.
Strategi Penggunaan masker dengan
12 Pencegahan benar dapat mencegah droplet 93 (97,9) 2 (2,1)
yang menjadi media
penularan virus corona.
Vaksin Vaksin COVID-19
13 AstraZeneca 91 (95,8) 4 (4,2)
dikontraindikasikan pada
pasien gangguan pembekuan
darah.
Vaksin Pasien dengan kondisi
14 gangguan sistem imun 86 (90,5) 9 (9,5)
memiliki resiko tertular virus
Corona lebih kecil.
Vaksin Suhu penyimpanan vaksin
15 Covid-19 Sinovac adalah 94 (98,9) 1 (1,1)
pada suhu 2-8 derajat C.
Tabel IV menunjukkan hasil jawaban responden berdasarkan 15 butir

pertanyaan pengetahuan yang telah disediakan. Pertanyaan yang banyak

menjawab benar adalah poin 1, 3, dan 11 dimana presentasenya 100%. Pada

penelitian ini, mayoritas apoteker mempunyai pengetahuan yang baik tentang

penyebab COVID-19 sebesar 95%, seperti yang terlihat pada tabel IV. Pada

buku tatalaksana COVID-19 edisi IV menjelaskan bahwa COVID-19


65

disebabkan oleh Coronavirus yang merupakan virus RNA strain tunggal dengan

spike protein. Pada penelitian ini, mayoritas apoteker mempunyai pengetahuan

yang baik tentang gejala COVID-19. Penelitian ini searah dengan penelitian

yang dianalisa oleh (Muhammad et al., 2021) yang menjelaskan bahwa dari 393

apoteker sebanyak 281 (71,5%) apoteker yang memiliki pengetahuan yang baik

mengenai tanda-tanda COVID-19 seperti demam, batuk, dan sesak napas.

Apoteker sebanyak 93 (97,9%) mempunyai pengetahuan yang baik

tentang diagnosis COVID-19. Hal ini disebutkan dalam buku tatalaksana

COVID-19 edisi IV bahwa pcr metode swab digunakan sebagai penegakan

diagnosis COVID-19. Pada pertanyaan tentang antivirus untuk COVID-19,

apoteker sebanyak 52 (54,7) mempunyai pengetahuan yang baik. Hal ini

disebutkan dalam buku tatalaksana COVID-19 mengenai antivirus yang dapat

digunakan untuk pengobatan COVID-19 seperti Remdesivir, Favipiravir,

Molnupiravir. Pada pertanyaan mengenai informasi yang salah pengobatan

COVID-19, apoteker mengetahui pengobatan yang salah mengenai COVID-19

dengan baik dan terdapat apoteker sebanyak 80 (84,2%) percaya adanya

antibiotik tidak tepat digunakan untuk pengobatan COVID-19. Antibiotik

bukanlah pilihan lini pertama yang efisien dalam menyembuhkan pasien

COVID-19 dan menyalahgunakan antibiotik dapat menyebabkan resisten

terhadap mikroba (Wu et al., 2020). WHO tidak merekomendasikan antibiotik

maupun profilaksi untuk diberikan pada pasien COVID-19 bergejala ringan dan
66

sedang, kecuali jika gejala klinis dicurigai terjadi infeksi bakteri.

Apoteker lebih dari 90% mempunyai pengetahuan yang baik mengenai

isolasi mandiri. Sesuai dengan buku tatalaksana COVID-19 edisi IV yang

meyebutkan bahwa pasien tanpa gejala dianjurkan untuk isolasi mandiri di

rumah selama 10 hari sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi, baik

isolasi mandiri di rumah maupun di fasilitas publik yang dipersiapkan

pemerintah (isolasi terpusat). Dalam buku tersebut juga disebutkan bahwa

pasien dengan saturasi oksigen dengan pulse oximetry ≤93% harus selalu

dimonitoring. Dalam penelitian ini apoteker juga memiliki pengetahuan yang

baik mengenai perawatan pelindung seperti penggunaan masker yang benar,

seperti pada penelitian yang dilakukan oleh (Kara et al., 2020) di Turki

mengatakan bahwa apoteker mengetahui penggunaan masker N95 yang

direkomendasikan oleh petugas kesehatan dan masker bedah atau medis

digunakan oleh pasien dengan gejala gangguan pernapasan (59,1%) dan

sebanyak 40 (80%) apoteker dapat membantu mencegah penularan infeksi

COVID-19 dan sebanyak 10 apoteker menjawab salah mengenai mencegah

penularan COVID-19.

Pada penelitian ini, lebih dari >90% responden mempunyai

pengetahuan yang baik tentang vaksinasi. Hal ini sesuai dengan yang dituliskan

pada buku tatalaksana COVID-19 edisi IV mengenai vaksinasi yang bertujuan

untuk menurunkan jumlah kesakitan & kematian, mencapai kekebalan


67

kelompok (herd immunity), melindungi dan memperkuat sistem kesehatan

secara menyeluruh.

Berikut ini tabel kategori pengetahuan apoteker mengenai COVID-19 pada tabel

V.

Tabel 7 Kategori Pengetahuan Apoteker


Pengetahuan Frekuensi Persen (%)
Baik 95 100
Buruk 0 0

Tabel diatas memperlihatkan penggolongan pengetahuan apoteker

mengenai COVID-19. Apoteker dianggap memiliki pengetahuan yang baik jika

nilai lebih dari rata-rata yaitu 27,5. Pada penelitian ini terlihat apoteker

sebanyak 95 (100%) berpengetahuan baik dan tidak ada satu pun apoteker yang

berpengetahuan buruk. Hal ini searah dengan penelitian yang dilakukan oleh

(Targanski et al., 2022) yang menyebutkan bahwa apoteker memiliki

peengetahuan yang baik sebanyak 115 (99,14%). Dan penelitian yang

dilakukan oleh (Hoti et al., 2020) sekitar 90% apoteker komunitas memiliki

pengetahuan yang cukup dan memadai tentang tindakan pencegahan COVID-

19 dan menerapkannya dengan cara yang benar.

E. Sikap Apoteker di Apotek Tentang COVID-19

Penilaian subjektif atau sikap terhadap suatu objek yang mendukung

atau menentang objek disebut dengan sikap (Sukesih et al., 2020). Sikap

merupakan tindakan dari seseorang kepada suatu tujuan. Sikap juga dapat
68

diistilahkan sebagai tindakan suatu perilaku (Pratiwi et al., 2016). Berikut

persentase jawaban apoteker mengenai kuesioner sikap yang tersaji pada tabel

VI.

Tabel 8 Sikap apoteker di apotek mengengenai swamedikasi COVID-19


No Pertanyaan Skor

Positif Negatif

N (%) N (%)

1 Ada kemungkinan saya dan anggota 91 (95,8) 4 (4,2)

keluarga saya tertular COVID-19.

2 Saya yakin bahwa COVID-19 94 (98,9) 1 (1,1)

berbahaya dan mengancam lingkungan

sekitar saya.

3 Saya takut terinfeksi COVID-19 akibat 88 (92,6) 7 (7,4)

paparan dari tempat saya bekerja.

4 Saya takut apabila tertular COVID-19 92 (96,8) 3 (3,2)

akan berakibat serius pada kesehatan

saya.

5 Saya merasa COVID-19 berdampak 90 (94,7) 5 (5,3)

negatif terhadap ekonomi dan kualitas

pelayanan kesehatan.

6 Saya yakin melaksanakan protokol 95 (100) 0 (0)

kesehatan dapat mencegah penularan

COVID-19.
69

7 Saya yakin mengikuti pedoman 94 (98,9) 1 (1,1)

Kemenkes dapat mencegah penularan

COVID-19.

8 Saya yakin mengikuti rekomendasi 93 (97,9) 2 (2,1)

WHO dapat mencegah penularan

COVID-19.

9 Saya yakin partisipasi aktif apoteker 95 (100%) 0 (0)

dalam program pengendalian infeksi

dapat mengurangi prevalensi COVID-

19.

10 Saya melihat ada kesiapan yang 88 (92,8) 7 (7,4)

memadai di tingkat nasional dalam

penanganan COVID-19.

11 Saya yakin fasilitas kesehatan di 89 (93,7) 6 (6,3)

Indonesia memiliki sumber daya yang

cukup untuk memberikan perawatan

pada pasien COVID-19.

Tabel VI menunjukkan presentase jawaban responden berdasarkan 11

butir pernyataan sikap yang telah di sediakan. Pada kuisioner sikap, responden

paling banyak menjawab “Sangat Setuju” yaitu pada poin nomor 6 dan 9

dengan presentase 100%. Apoteker sangat setuju apabila melaksanakan

protokol kesehatan dapat mencegah penularan COVID-19 dan mereka yakin

apabila berpartisipasi dalam program pengendalian infeksi dapat mengurangi

pravelensi COVID-19. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
70

(Serina et al., 2022) yang menyebutkan bahwa respoden sebanyak 76 (100%)

sangat setuju apabila melaksanakan protokol kesehatan dapat mencegah

penularan COVID-19 dan apoteker sebanyak 75 (98,7%) yakin dalam

berpartisipasi dalam pengendalian infeksi dapat mengurangi pravalensi

COVID-19. Pada poin 1 dan 2, apoteker lebih dari 90% merasa

berkemungkinan dan merasa terancam apabila dirinya dan keluarganya terpapat

virus COVID-19. Hal ini searah dengan analisis (Muflih et al., 2021) yang

mengungkapkan maka sebagaian besar apoteker (82,3%) merasa ketakutan

tertular COVID-19 sehingga bisa menginfeksi keluarga dan orang yang

disekitarnya. Pada poin 8, apoteker sebanyak 93 (97,9%) bersikap positif

mengikuti rekomendasi WHO dalam mencegah penularan COVID-19.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian (Zelalem et al., 2020) sebanyak 89,8 %

apoteker memiliki sikap yang positif tentang pentingnya mengikuti

rekomendasi WHO dalam mengurangi penularan COVID-19.

Tabel 9 Kategori Sikap Apoteker


Sikap Frekuensi Persen (%)
Positif 94 98,9
Negatif 1 1,1
Memiliki sikap yang positif merupakan salah satu langkah perlindungan

dasar yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk mengurangi

kemungkinan terjadinya penularan infeksi. Penelitian ini menunjukkan bahwa

apoteker sebanyak 94 (98,9%) bersikap positif dan hanya 1 responden (1,1%)

bersikap negatif. Hal ini searah dengan penelitian yang dilakukan oleh (Serina
71

et al., 2022) yang menyebutkan bahwa responden sebanyak 76 (100%) bersikap

positif dalam menyikapi pandemic COVID-19. Temuan sangat

memprihatinkan juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh

(Muhammad et al., 2021) penelitian tersebut menunjukkan apoteker juga

memiliki sikap negatif, dimana dalam penelitian tersebut sebanyak 175 (44%)

yang memiliki sikap positif terkait COVID-19 dan lebih dari separuh sebanyak

220 (56%) apoteker memiliki sikap yang buruk terhadap COVID-19. Penelitian

tersebut sangat memprihatinkan karena pada dasarnya apoteker di apotek sebagai

tenaga kesehatan dan sebagai garda depan dalam mencegah penularan COVID-

19.

F. Perilaku Swamedikasi Apoteker di Apotek Tentang COVID-19

Peningkatan pelayanan swamedikasi apoteker dilakukan sebagai upaya

mencegah, dan mengobati penyakit COVID-19. peran apoteker sebagai tenaga

kefarmasian yang bertanggung jawab dalam penyerahan obat yang rasional.

Berikut persentase jawaban apoteker mengenai kuesioner perilaku swamedikasi

yang tersaji pada tabel VIII.

Tabel 10 Swamedikasi apoteker di apotek mengenai perilaku swamedikasi


No Pertanyaan Skor

Positif Negatif

N (%) N (%)
72

1 Saya menanyakan terkait identitas 87 (91,6) 8 (8,4)


diri pada semua pasien suspek
COVID-19.
2 Saya menanyakan pada semua 88 (92,6) 7 (7,4)
pasien suspek COVID-19 terkait
lama gejala demam yang
dirasakan.
3 Saya menanyakan pada semua 88 (92,6) 7 (7,4)
pasien suspek COVID-19 terkait
tipe batuk yang dirasakan.
4 Saya menanyakan pada semua 88 (92,6) 7 (7,4)
pasien suspek COVID-19 terkait
gejala hilangnya indra penciuman.
5 Saya menanyakan pada semua 88 (92,6) 7 (7,4)
pasien suspek COVID-19 apakah
memiliki gejala disertai dengan
sesak nafas.
6 Saya menanyakan pada semua 89 (93,7) 6 (6,3)
pasien suspek COVID-19 terkait
riwayat kontak erat dengan orang
yang dinyatakan positif COVID-
19.
7 Saya menanyakan pada semua 86 (90,5) 9 (9,5)
pasien suspek COVID-19 terkait
hasil pengecekan antigen/pcr.
8 Saya menanyakan pada semua 87 (91,6) 8 (8,4)
pasien suspek COVID-19 terkait
riwayat alergi obat.
9 Saya merekomendasikan 91 (95,8) 4 (4,2)
pengobatan simptomatis seperti
parasetamol dan ibu profen pada
pasien suspek COVID-19 yang
mengalami demam.
10 Saya merekomendasikan obat 79 (83,2) 16 (16,8)
acetylcysteine dan
dextrometorphan pada semua
pasien suspek COVID-19 yang
mengalami batuk berdahak.
11 Saya merekomendasikan tablet 91 (95,8) 4 (4,2)
vitamin C 500 mg/hari (untuk 14
hari) pada semua pasien suspek
COVID-19.
12 Saya merekomendasikan obat 76 (80,0) 19 (20,0)
tablet hisap seperti degirol, SP
Troches pada semua pasien suspek
COVID-19 yang mengalami nyeri
tenggorokan.
13 Saya merekomendasikan 84 (88,4) 11 (11,6)
dexamethason pada semua pasien
suspek COVID-19.
73

14 Saya merekomendasikan 86 (90,5) 9 (9,5)


azitromycin pada semua pasien
suspek COVID-19.
15 Saya merekomendasikan pada 89 (93,7) 6 (6,3)
semua pasien suspek COVID-19
yang mengalami sesak nafas untuk
datang ke sarana kesehatan
(puskesmas/rumah sakit) agar
mendapatkan penanganan lebih
lanjut.
16 Saya menyerahkan obat 88 (92,6) 7 (7,4)
simptomatis pada semua pasien
suspek COVID-19.
17 Saya menyampaikan informasi 91 (95,8) 4 (4,2)
pada semua pasien suspek COVID-
19 bahwa penggunaan obat
simptomatis dapat dihentikan jika
gejala sudah hilang.
18 Saya menyampaikan informasi 90 (94,7) 5 (5,3)
pada semua pasien suspek COVID-
19 terkait penjelasan aturan pakai
obat simptomatis sesuai dengan
etiket.
19 Saya menyampaikan informasi 87 (91,6) 8 (8,4)
pada semua pasien suspek COVID-
19 terkait interaksi obat
simptomatis yang dikonsumsi.
20 Saya menyampaikan informasi 89 (93,7) 6 (6,3)
pada semua pasien suspek COVID-
19 terkait efek samping obat
simptomatis yang dikonsumsi.
21 Saya menyampaikan informasi 87 (91,6) 8 (8,4)
pada semua pasien suspek COVID-
19 terkait tanggal kadaluarsa obat
simptomatis yang dikonsumsi.
22 Saya menyampaikan informasi 87 (91,6) 8 (8,4)
pada semua pasien suspek COVID-
19 terkait penyimpanan obat
simptomatis yang dikonsumsi.
23 Saya merekomendasikan pada 89 (93,7) 6 (6,3)
semua pasien suspek COVID-19
yang bergejala ringan untuk
melakukan isolasi mandiri
maksimal 10 hari. Apabila gejala
belum hilang maka isolasi mandiri
ditambah 3 hari.
24 Saya menyarankan pada semua 91 (95,8) 4 (4,2)
pasien suspek COVID-19 agar
rajin mencuci tangan dan memakai
masker.
74

25 Saya merekomendasikan pada 91 (95,8) 4 (4,2)


semua pasien suspek COVID-19
untuk mengonsumsi makanan
bergizi.
26 Saya merekomendasikan pada 91 (95,8) 4 (4,2)
semua pasien suspek COVID-19
untuk melakukan olahraga teratur
dan berjemur di pagi hari.
Pada tabel diatas menunjukkan hasil karakteristik jawaban responden

pada variabel perilaku swamedikasi yang mana pada poin 1 tentang

menanyakan identitas diri pada semua pasien, responden sebanyak 87 (91,6%)

berperilaku positif. Pada poin 2, 3, 4,5 responden berperilaku positif dengan

presentase > 87%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

(Manikam et al., 2021) bahwasannya apoteker dengan presentase >87% pada

saat swamedikasi menanyakan identitas, gejala, lama gejala kepada pasien.

Pada poin 13 tentang rekomendasi dexamethason, responden sebanyak 85

(89,5%) bersikap positif untuk tidak merekomendasikan obat tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh (Targanski et al., 2022) juga menyebutkan

bahwa (86,05%) responden menanyakan kepada pasien terkait riwayat alergi

obat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan yaitu responden sebanyak

89 (93,7%) berperilaku positif untuk menanyakan alergi obat kepada pasien.

Pada poin 14 tentang merekomendasikan antibiotik azithromycin, responden

sebanyak 87 (91,6%) bersikap positif untuk tidak merekomendasikan antibiotik

tersebut. Hal ini searah dengan penelitian yang dilakukan oleh (Targanski et al.,

2022) menunjukkan hasil responden sebanyak (81 (69,8%) sangat tidak setuju

dengan pernyataan pemberian kortikosteroid, antibiotik dan kloroquin tanpa


75

resep dokter kepada pasien COVID-19 boleh dilakukan.

Pada poin 16 mengenai penyerahan obat simptomatis kepada pasien,

responden dengan presentase (96,8%) berperilaku positif dalam penyerahan

obat kepada pasien, Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

(Targanski et al., 2022) yang menyebutkan responden dengan presentase

(94,1%) menyerahkan obat kepada pasien sesuai dengan kebutuhannya. Pada

poin 17 tentang penggunaan obat dapat dihentikan apabila gejala sudah hilang,

responden dengan presentase (96,8%) berperilaku positif untuk

merekomendasikan hal tersebut kepada pasien. Hal ini tidak searah dengan

penelitian yang dilakukan oleh (Muharni et al., 2015) bahwasannya responden

dengan presentase 40% berperilaku negatif dalam menyampaikan lama

pemberian obat.

Pada poin 18, 20 mengenai aturan pakai obat, dan efek samping obat

responden dengan presentase > 91% berperilaku positif, Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh (Wahyuni et al., 2020) bahwasannya responden

memiliki perilaku positif untuk selalu memberikan informasi terkait aturan

pakai dan efek samping kepada pasien. Sedangkan pada poin 19, penelitian ini

berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh (Wahyuni et al., 2020) dalam

penyampaian interaksi obat, responden jarang memberikan informasi tersebut

kepada pasien. Dan pada penelitian ini, responden dengan presentase (95,8%)

bersikap positif untuk menyampaikan informasi terkait interaksi obat kepada


76

pasien. Untuk penyimpanan obat yang tertera pada poin 22, responden dengan

presentase (94,7%) berperilaku positif untuk menyampaikan hal tersebut

kepada pasien. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Muharni

et al., 2015) bahwasannya dengan presentase (87,20%) menyampaikan

informasi penyimpanan obat kepada pasien. Pada poin 24 tentang rekomendasi

mencuci tangan dan memakai masker, responden dengan jumlah 94 (98,9)

berperilaku positif. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

(Hidayati Mukhlis et al., 2021) bahwasannya responden dengan jumlah 100

(100%) setuju bahwa memakai masker dan mencuci tangan dapat mencegah

penularan COVID-19. Untuk poin 23 mengenai isolasi mandiri, responden

dengan presentase (95,8%) perilaku positif untuk menyampaikan rekomendasi

isolasi mandiri, sesuai dengan buku tatalaksana COVID-19 edisi IV. Pada poin

25 dan 26 tentang rekomendasi untuk mengonsumsi makanan bergizi, olahraga

dan berjemur di pagi hari apoteker juga berperilaku positif dengan presentase

responden > 97%. Hal tersebut benar harus dilakukan dengan tujuan menjaga

imunitas tubuh agar tidak mudah terpapar virus COVID-19.

Tabel 11 Kategori perilaku swamedikasi


Praktik Frekuensi Persen (%)
Swamedikasi
Positif 89 93,7
Negatif 6 6,3
Penelitian ini menunjukkan bahwa apoteker sebanyak 89 (93,7%)

berperilaku positif dan 6 responden (6,3%) berperilaku negatif. Hal ini sejalan
77

dengan perilaku yang dilakukan oleh (Serina et al., 2022) dengan hasil

responden sebanyak 59 (77,6%) berperilaku baik. Penelitian tersebut juga

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Sukesih et al., 2020) yang

menyebutkan bahwa sebagian besar responden dalam pencegahan COVID-19

terbilang baik. Penelitian yang dilakukan oleh (Lestari, 2020) juga

menyebutkan bahwa responden berperilaku baik dengan presentase (70,3%).

G. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan, Sikap, Dan

Perilaku Swamedikasi Penyakit COVID-19 oleh Apoteker.

Pada penelitian ini didapatkan tabel hubungan tingkat pendidikan dengan

pengetahuan apoteker mengenai swamedikasi penyakit COVID-19 di apotek

Kabupaten Gunungkidul:

Tabel 12 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan


Tingkat Pendidikan Pengetahuan
Tingkat Pendidikan Correlation 1.000 -0.221
Coefficient
Sig. (2-tailed) 0.031
N 95 95

Berdasarkan hasil analisis Rank Spearman didapatkan nilai signifikan

sebesar 0.031, karena nilai sig (2-tailed) 0.031 < 0.05 sehingga menunjukkan

hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan

apoteker mengenai swamedikasi penyakit COVID-19. Artinya, tingkat

kekuatan hubungan antara tingkat pendidikan terhadap pengetahuan apoteker

adalah sebesar -0.221 yaitu hubungan korelasinya sangat lemah. Berdasarkan


78

penelitian (Muhammad et al., 2021) di Pakistan yang menjelaskan bahwa nilai

pengetahuan yang lebih dominan secara signifikan terhadap tingkat pendidikan

yang lebih tinggi. Temuan ini menunjukkan melalui pendidikan dapat lebih

efisien mengenai COVID-19 sehingga dapat meningkatkan pengetahuan

mengenai COVID-19.

Tabel 13 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Sikap


Tingkat Pendidikan Sikap
Tingkat Pendidikan Correlation 1.000 -0.114
Coefficient
Sig. (2-tailed) 0.273
N 95 95

Berdasarkan hasil analisis Rank Spearman didapatkan nilai signifikan

sebesar 0.273, karena nilai sig (2-tailed) 0.273 > 0.05 sehingga tidak

menunjukkan hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan

sikap apoteker mengenai swamedikasi penyakit COVID-19. Artinya, tingkat

kekuatan hubungan antara tingkat pendidikan terhadap sikap apoteker adalah

sebesar -0.114 yaitu hubungan korelasinya sangat lemah.

Penelitian ini searah dengan analisis (Yimenu et al., 2020) di Ethiopia

yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara tingkat

pendidikan terhadap sikap praktik yang dilakukan oleh apoteker komunitas

terhadap COVID- 19. Namun dalam penelitian (Muhammad et al., 2021)

menyatakan bahwa apoteker dengan gelar (Ph. D) mempunyai sikap yang

lebih positif mengenai COVID-19. Namun penelitian ini tidak searah dengan
79

analisa (Muhammad et al., 2021) karena responden dalam penelitian ini

merupakan pendidikan terakhir S1+apoteker dan S2 sehingga tidak

menunjukkan hubungan yang signifikan.

Tabel 14 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Perilaku Swamedikasi


Tingkat Pendidikan Perilaku
Tingkat Pendidikan Correlation 1.000 0.028
Coefficient
Sig. (2-tailed) 0.789
N 95 95
Berdasarkan hasil analisis Rank Spearman didapatkan nilai signifikan

sebesar 0.789, karena nilai sig (2-tailed) 0.789 > 0.05 sehingga tidak

menunjukkan hubungan yang signifikan antara lama pengalaman bekerja

terhadap pengetahuan apoteker mengenai swamedikasi penyakit COVID-19 di

apotek Kabupaten Gunungkidul. Dari tabel diperolah angka koefisien korelasi

sebesar -0.005. Artinya, tingkat kekuatan hubungan antara lama pengalaman

bekerja terhadap pengetahuan apoteker hubungan korelasinya sangat lemah.

Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Gannika &

Sembiring, 2020) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat

pendidikan dengan perilaku.

H. Hubungan Lama Bekerja dengan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku

Swamedikasi Penyakit COVID-19 oleh Apoteker.

Pada penelitian ini didapatkan tabel hubungan lama pengalaman bekerja

dengan pengetahuan apoteker mengenai swamedikasi penyakit COVID-19 di

apotek Kabupaten Gunungkidul :


80

Tabel 15 Hubungan Lama Pengalaman Bekerja dengan Pengetahuan


Lama Pengalaman Pengetahuan
Bekerja
Lama Pengalaman Correlation 1.000 0.065
Bekerja Coefficient
Sig. (2-tailed) 0.529
N 95 95
Berdasarkan hasil analisis Rank Spearman didapatkan nilai signifikan

sebesar 0.529, karena nilai sig (2-tailed) 0.529 > 0.05 sehingga tidak

menunjukkan hubungan yang signifikan antara lama pengalaman bekerja

terhadap pengetahuan apoteker mengenai swamedikasi penyakit COVID-19 di

apotek Kabupaten Gunungkidul. Dari tabel diperolah angka koefisien korelasi

sebesar -0.053. Artinya, tingkat kekuatan hubungan antara lama pengalaman

bekerja terhadap pengetahuan apoteker hubungan korelasinya sangat lemah.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Saqlain

et al., 2020) yang menjelaslaskan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan

antara pengetahuan terhadap lama berkerja pada tenaga kesehatan termasuk

apoteker mengenai COVID-19. Dalam penelitian ini tidak sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh (Zelalem et al., 2020) dijelaskan bahwa lama

bekerja memiliki hubungan yang signifikan dimana apoteker dengan lama

pengalaman bekerja 6 hingga 15 tahun memiliki pengetahuan yang memadai

tentang COVID-19, dibandingkan dengan apoteker yang bekerja kurang dari 5

tahun dikarenakan apoteker yang bekerja kurang dari 5 tahun mungkin tidak

selektif dalam memilih sumber informasi yang tepat tentang COVID-19 seperti

yang dijelaskan dalam penelitian ini yang menyatakan ada beberapa persen
81

apoteker yang bekerja kurang dari 5 tahun memiliki pengetahuan yang kurang

memadai mengenai COVID-19 (Zelalem et al., 2020).

Pada penelitian ini didapatkan tabel hubungan lama pengalaman bekerja

dengan sikap apoteker mengenai swamedikasi penyakit COVID-19 di apotek

Kabupaten Gunungkidul.

Tabel 16 Hubungan Lama Pengalaman Bekerja dengan Sikap


Lama Pengalaman Sikap
Bekerja
Lama Pengalaman Correlation 1.000 -0.271
Bekerja Coefficient
Sig. (2-tailed) 0.008
N 95 95

Berdasarkan hasil analisis korelasi Spearman didapatkan nilai signifikan

sebesar 0.008, karena nilai sig (2-tailed) 0.008 < 0.05 sehingga menunjukkan

hubungan yang signifikan antara lama pengalaman bekerja terhadap sikap

apoteker di apotek mengenai swamedikasi penyakit COVID-19. Dari tabel

diperoleh angka koefisien korelasi sebesar -0.271. Artinya tingkat kekuatan

hubungan antara lama pengalaman bekerja terhadap sikap apoteker yaitu

hubungan korelasinya cukup.

Penelitian ini searah dengan analisa yang dilakukan di Cina

mengungkapkan jika adanya hubungan pengalaman bekerja terhadap sikap

apoteker mengenai COVID-19 (Muhammad et al., 2021). Namun dalam

penelitian ini tidak searah dengan analisa (Saqlain et al., 2020) menjelaskan

bahwa tidak ada hubungan signifikan antara sikap apoteker terhadap lama
82

bekerja mengenai COVID-19.

Pada penelitian ini didapatkan tabel hubungan lama pengalaman bekerja

dengan sikap apoteker mengenai swamedikasi penyakit COVID-19 di apotek

Kabupaten Gunungkidul.

Tabel 17 Hubungan Lama Pengalaman Bekerja dengan Perilaku


Swamedikasi
Lama Pengalaman Perilaku
Bekerja Swamedikasi
Lama Pengalaman Correlation 1.000 -0.235
Bekerja Coefficient
Sig. (2-tailed) 0.022
N 95 95
Berdasarkan hasil analisis korelasi Spearman didapatkan nilai

signifikan sebesar 0.022, karena nilai sig (2-tailed) 0.22 < 0.05 sehingga

menunjukkan hubungan yang signifikan antara lama pengalaman bekerja

terhadap perilaku swamedikasi apoteker di apotek mengenai swamedikasi

penyakit COVID-19. Dari tabel diperoleh angka koefisien korelasi sebesar -

0.027. Artinya tingkat kekuatan hubungan antara lama pengalaman bekerja

terhadap perilaku swamedikasi apoteker yaitu hubungan korelasinya sangat

lemah. Penelitian ini searah dengan Analisa yang dilakukan oleh (Ilmi et al.,

2021) yang mengungkapkan bahwa terjadi hubungan antara pekerjaan dengan

perilaku swamedikasi.
83

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan

1. Apoteker di apotek Kabupaten Gunungkidul memiliki pengetahuan baik

dengan presentase 100%. Apoteker memiliki sikap positif dengan

presentase 98,9%. Dan apoteker juga juga memiliki perilaku positif dengan

presentase sebesar 93,7%.

2. Terdapat hubungan signifikan antara tingkat pendidikan dengan

pengetahuan. Tidak terdapat hubungan signifikan antara tangkat pendidikan

dengan sikap dan perilaku swamedikasi.

3. Tidak terdapat hubungan signifikan antara lama pengalaman kerja dengan

sikap. Terdapat hubungan signifikan antara lama pengalaman kerja dengan

sikap dan perilaku swamedikasi.

B. Saran

1. Bagi Apoteker

Apoteker yang bekerja di apotek Kabupaten Gunungkidul diharapkan

terus memperbarui pengetahuan, sikap dan perilaku mengenai swamedikasi

penyakit COVID-19.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti berharap peneliti selanjutnya dapat menjadikan penelitian ini

sebagai acuan mengenai tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku


84

swamedikasi penyakit COVID-19. Serta diharapkan peneliti selanjutnya

melakukan penelitian lebih rinci serta terbaru dikarenakan ilmu akan terus

berkembang terutama pada bagian pengetahuan, sikap, dan perilaku

mengenai swamedikasi COVID-19.


85

DAFTAR PUSTAKA

Agus. Budiman. (2014). Kapita Selekta Kuesioner Pengetahuan dan Sikap dalam

Penelitian. Jakarta: Salemba Medika.

Ahmad, Kholid. 2012. Promosi Kesehatan. Jakarta: Rajawali P.

Anonim, 2006. Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Obat Bebas terbatas.

Direktorat Bina Farmasis Komunitas dan Klinik Direktorat Jendral Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI.

Anwar Saifudin. 2007. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Arianto, D., & Sutrisno, A. (2021). Kajian Antisipasi Pelayanan Kapal dan Barang di

Pelabuhan Pada Masa Pandemi Covid–19. Jurnal Penelitian Transportasi Laut,

22(2), 97–110. https://doi.org/10.25104/transla.v22i2.1682

Azwar S., 2007. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Candradewi, S. F., & Kristina, S. A. (2017). Gambaran pelaksanaan swamedikasi dan

pendapat konsumen apotek mengenai konseling obat tanpa resep di wilayah

Bantul. Pharmaciana, 7(1), 41. https://doi.org/10.12928/pharmaciana.v7i1.5193

CDC. (2020, November 2). Central For Disease Control and Prevention. Retrieved

from People with Certain Medical Conditions.


86

Center For Diades Control and Prevention (CDC). (2020). Coronavirus Disease 2019

(COVID-19). Diakses tanggal 22 juli 2022.

COVID-19-Related Knowledge , Attitude and Practice Among Hospital and

Community Pharmacists in Addis Ababa , Ethiopia. (2020).

Darwis, I., & Perdani, R. R. W. (2019). Peningkatan Pengetahuan Tenaga Kesehatan

Mengenai Penyakit Corona Virus Disease ( COVID ) 19 pada Pasien Dewasa.

Jurnal Pengabdian Masyarakat Ruwa Jurai, 126–130.

Departemen Kesehatan RI. Permenkes RI No. 917/Menkes Per/x/1993 Tentang

Penggolongan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 1993.

Depkes RI, 2006, Pedoman Penggunaan Obat bebas dan Obat Bebas Terbatas.

Direktorat bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat

Kesahatan: Jakarta.

Depkes RI, 2007. British National Formulary 57, BMJ Group & RPS Publishing,

London.

Gannika, L., & Sembiring, E. E. (2020). Hubungan Tingkat Pendidikan dengan

Perilaku Pencegahan Coronavirus Disease (COVID-19) pada Masyarakat

Sulawesi Utara. NERS Jurnal Keperawatan, 16(2), 83.

https://doi.org/10.25077/njk.16.2.83-89.2020

Harahap, N. A., & Tanuwijaya, J. (2017). 129397-ID-none. J Sains Farm Klin, 3(May),
87

186–192.

Hoti, K., Jakupi, A., Hetemi, D., Raka, D., Hughes, J., & Desselle, S. (2020). Provision

of community pharmacy services during COVID-19 pandemic: a cross sectional

study of community pharmacists’ experiences with preventative measures and

sources of information. International Journal of Clinical Pharmacy, 42(4), 1197–

1206. https://doi.org/10.1007/s11096-020-01078-1

Ilmi, T., Suprihatin, Y., & Probosiwi, N. (2021). Hubungan Karakteristik Pasien

dengan Perilaku Swamedikasi Analgesik di Apotek Kabupaten Kediri , Indonesia.

Urnal Kedokteran Dan Kesehatan, Vol. 17(1), 21–34.

https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKK

Kara, E., Demirkan, K., & Ünal, S. (2020). Knowledge and attitudes among hospital

pharmacists about covid-19. Turkish Journal of Pharmaceutical Sciences, 17(3),

242–248. https://doi.org/10.4274/tjps.galenos.2020.72325

Kemenkes RI. Keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor

hk.01.07/menkes/328/2020 tentang panduan pencegahan dan pengendalian, 2019

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

Hk.01.07/Menkes/413/2020 Tentang Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian

Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).

Kemenkes. (2020a). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease

(COVID-19) (A. Listiana (ed).)). Kementerian Kesehatan RI.


88

Kemenkes. (2020b). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease

(Covid-19) (S. dr. Listiana Aziza, Sp.KP; Adistikah Aqmarina, SKM; Maulidiah

Ihsan (ed.)). Kementerian Kesehatan RI.

Kristina. (2013). Perilaku Pengobatan Sendiri yang Rasional pada Masyaarkat

Kecamatan Depok dan Cangkringan Kabupaten sleman (online). Jurnal

Kesehatan Masyarakat, 1(1), 1–17.

Lestari, S. (2020). Sikap Warga Kampung Wisata Warna Warni (Nani) Terhadap

Pandemi COVID-19. 12-16

Malik, M., Tahir, M. J., Jabbar, R., Ahmed, A., & Hussain, R. (2020). Self-medication

during Covid-19 pandemic: challenges and opportunities. Drugs and Therapy

Perspectives, 36(12), 565–567. https://doi.org/10.1007/s40267-020-00785-z

Manikam, N. K., Rumi, A., Parumpu, F. A., Farmasi, J., & Matematika, F. (2021).

Gambaran Pelayanan Swamedikasi Oleh. Acta Pharm Indo, 9(2), 95–104.

Maulana, Heri, d.j, Promosi Kesehatan (Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC,

2009).

Muflih, S., Al-Azzam, S., Lafferty, L., Karasneh, R., Soudah, O., & Khader, Y. (2021).

Pharmacists self-perceived role competence in prevention and containment of

COVID-19: A cross-sectional study. Annals of Medicine and Surgery,

64(February), 102243. https://doi.org/10.1016/j.amsu.2021.102243


89

Muhammad, K., Saqlain, M., Muhammad, G., Hamdard, A., Naveed, M., Butt, M. H.,

Khan, S., Ismael, N. S., Khan, Z., & Karatas, Y. (2021). Knowledge, attitude, and

practices (KAPs) of Community pharmacists regarding COVID-19: A cross-

sectional survey in two provinces of Pakistan. Disaster Medicine and Public

Health Preparedness. https://doi.org/10.1017/dmp.2021.54

Muharni, S., Aryani, F., & Mizanni, M. (2015). Gambaran Tenaga Kefarmasian Dalam

Memberikan Informasi Kepada Pelaku Swamedikasi di Apotek-Apotek

Kecamatan Tampan, Pekanbaru. Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 2(1), 47.

https://doi.org/10.29208/jsfk.2015.2.1.46

Notoatmodjo S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka

Cipta.

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta.

Onder, G., Rezza, G., & Brusaferro, S. (2020). Case-Fatality Rate and Characteristics

of Patients Dying in Relation to COVID-19 in Italy. JAMA - Journal of the

American Medical Association, 323(18), 1775–1776.

https://doi.org/10.1001/jama.2020.4683

Pratiwi, H., Nuryanti, N., Fera, V. V., Warsinah, W., & Sholihat, N. K. (2016).

Pengaruh Edukasi Terhadap Pengetahuan, Sikap, Dan Kemampuan


90

Berkomunikasi Atas Informasi Obat. Kartika Jurnal Ilmiah Farmasi, 4(1).

https://doi.org/10.26874/kjif.v4i1.51

Presiden RI, 1990. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomer

347/MENKES/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta.

Saqlain, M., Munir, M. M., Rehman, S. U., Gulzar, A., Naz, S., & Ahmed, Z. (2020).

Since January 2020 Elsevier has created a COVID-19 resource centre with free

information in English and Mandarin on the novel coronavirus COVID- research

that is available on the COVID-19 resource centre - including this with

acknowledgement of the original source . These permissions are Knowledge ,

attitude , practice and perceived barriers among healthcare workers regarding

COVID-19 : a cross- sectional survey from Pakistan. January.

Serina S. W., Chilmia N. F., & Nisa F. (2022). Pengetahuan , Sikap , dan Perilaku

Apoteker terhadap COVID-19 di Apotek Kota Semarang. 1–11.

SIHFW, 2010. Reading Material on Drug Store Managemen & Rational Drug Use for

Medical Officer, Nurse & Pharmacists. Rajasthan: State Institute of Health &

Family Welfare.

Sugiyono, (2017). Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif. R&D Bandung:

Alfabeta.

Sukesih, S., Usman, U., Budi, S., & Sari, D. N. A. (2020). Pengetahuan Dan Sikap

Mahasiswa Kesehatan Tentang Pencegahan Covid-19 Di Indonesia. Jurnal Ilmu


91

Keperawatan Dan Kebidanan, 11(2), 258.

https://doi.org/10.26751/jikk.v11i2.835

Syakurah, R. A., & Moudy, J. (2020). Pengetahuan terkait Usaha Pencegahan

Coronavirus Disease (COVID-19) di Indonesia. HIGEIA (Journal of Public

Health Research and Development), 4(3), 333–346.

https://doi.org/10.15294/higeia.v4i3.37844

Targanski, G. W., Putri, A. N. R., Rizqiyah, P., Ahmad, A. S., Prawadi, J. M., Hidayah,

Y. N., Ardiana, S. M., Falih, M. J., Firosyida, F., Ilmi, I. Q., Susanty, W. M. T.,

Widyasari, A. E., & Zairina, E. (2022). Pengetahuan, Kesadaran, dan Praktik

Apoteker di Komunitas di Masa Pandemi COVID-19 di Beberapa Wilayah di

Indonesia. Jurnal Farmasi Komunitas, 9(1), 51–58.

https://doi.org/10.20473/jfk.v9i1.24131

Triwibowo, Cecep. 2015. Pengantar Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat.Nuha

Medika:Yogyakarta.

Wahyuni, K. I., Permatasari, N. E., Fickri, D. Z., & Amarullah, A. (2020). Evaluasi

Pelayanan Swamedikasi Di Apotek Wilayah Sidoarjo. Jurnal Pharmascience,

7(1), 25. https://doi.org/10.20527/jps.v7i1.8083

Widayati, A. (2013). Swamedikasi di Kalangan Masyarakat Perkotaan di Kota

Yogyakarta. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, 2(4), 145–152.


92

World Health Organization. Naming the coronavirus disease (COVID-19) and the virus

that causes it [Internet]. Geneva: World Health Organization; 2020 [cited 2020

March 29].

World Health Organization. WHO Director-General’s opening remarks at the media

briefing on COVID-19 - 11 March 2020 [Internet]. 2020 [updated 2020 March

11].

Wu, R., Wang, L., Kuo, H. C. D., Shannar, A., Peter, R., Chou, P. J., Li, S., Hudlikar,

R., Liu, X., Liu, Z., Poiani, G. J., Amorosa, L., Brunetti, L., & Kong, A. N. (2020).

An Update on Current Therapeutic Drugs Treating COVID-19. Current

Pharmacology Reports, 6(3), 56–70. https://doi.org/10.1007/s40495-020-00216-

Yimenu, D. K., Demeke, C. A., Kasahun, A. E., Asrade, S., & Mekuria, A. B. (2020).

COVID-19: What should health professionals know? Assessment of Knowledge,

attitude, and practice of community pharmacists in a developing country. SAGE

Open Medicine, 8, 205031212097349.

https://doi.org/10.1177/2050312120973498

Zeenot dan Stephen. 2013. Pengelolaan dan Penggunaan Obat Wajib Apotek.

DMEDIKA cit Darwis, PA. 2017. Profil Swamedikasi Obat Anti Diare di

Beberapa Apotek di Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. Skripsi. Universitas

Muhammadiyah Malang. Malang.


93

Zheng, S., Yang, L., Zhou, P., Li, H., Liu, F., & Zhao, R. (2020). Since January 2020

Elsevier has created a COVID-19 resource centre with free information in English

and Mandarin on the novel coronavirus COVID- 19 . The COVID-19 resource

centre is hosted on Elsevier Connect , the company ’ s public news and

information . January.
94

LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Pernyataan Menjadi Responden


PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Yang bertandatangan dibawah ini, Saya:

Nama :

Tempat Bekerja :

Telah menerima penjelasan mengenai tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh:

Nama : Avita Trista Ningrum

NIM : 1900023047

Mahasiswa S1 Program Studi Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan


(UAD) dengan judul penelitian “Evaluasi Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Swamedikasi
Penyakit COVID-19 Oleh Apoteker di Apotek Kabupaten Gunungkidul”

Saya bersedia menjadi responden dan bersedia mengisi kuesioner dengan lengkap
berdasarkan keadaan yang saya alami.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan kesadaran saya tanpa paksaan dari pihak
manapun.

Yogyakarta, ........................2023

Responden

( )
95

Lampiran 2 Profesional Judgement

UJI VALIDITAS SKALA

Kepada Yth. Bapak/ Ibu


Profesional Judgement di
tempat

Dengan Hormat,

Saya adalah peneliti dari S1 Farmasi Fakultas Farmasi Universitas


Ahmad Dahlan Yogyakarta.
Nama : Avita Trista Ningrum
NIM : 1900023047
Dosen Pembimbing : Apt. Lolita, M.Sc., P.hD

Pada saat ini saya ingin melakukan uji validitas alat ukur “Perilaku
Swamedikasi Penyakit COVID-19 Oleh Apoteker” yang telah saya susun, dan
dengan segala kerendahan hati perkenankanlah saya pada kesempatan ini
memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk meluangkan waktu menjadi rater dari
aitem-aitem skala yang kami ajukan seperti terlampir dalam skala ini. Tujuan uji
validasi aitem pada penelitian ini adalah semata-mata untuk tujuan ilmiah dalam
rangka melakukan penelitian, atas kesediaan waktunya kami ucapkan
terimakasih.
Yogyakarta, 14 Maret 2023

Peneliti

(Avita Trista Ningrum)


96

Data Profesional Judgment

1. Nama : Nissa Tarnoto., M.Psi.Psikolog


2. Profesi : Dosen Fakultas Psikologi
3. Institusi : UAD
Petunjuk Pengisian

- Pilihlah salah satu antara Selalu, Sering, Kadang-kadang, dan Tidak Pernah.
Adapun caranya ialah dengan memberi tanda silang (X) dalam salah satu kolom
yang terdapat pada sebelah kanan pernyataan. Adapun huruf yang tertulis di
dalam kolom pengisian adalah sebagai berikut :
1. Selalu
2. Sering
3. Kadang-kadang
4. Tidak Pernah

Perilaku swamedikasi digambarkan sebagai pemilihan dan pemberian


obat untuk mengobati gejala itu sendiri, termasuk obat yang dibeli atas inisiatif
sendiri dari apotek atau toko obat lain tanpa resep. Obat yang dapat digunakan
untuk swamedikasi adalah obat bebas dan obat bebas terbatas. Masyarakat
merespons penyakit dengan berbagai macam cara, mereka mayoritas lebih
memilih untuk mengobati penyakit itu sendiri. (Notoadmojo, 2007).
COVID-19 adalah salah satu penyakit yang pengobatannya dapat
dilakukan sendiri. Menurut buku tatalaksana COVID-19 edisi IV, orang tanpa
gejala, gejala ringan, tidak perlu melakukan pemeriksaan PCR. Gejala ringan
COVID-19 yaitu demam, sakit kepala, kongesti hidung, sakit tenggorokan,
anosmia, mual, muntah, dan diare. Dengan demikian, apoteker dapat
merekomendasikan obat-obatan yang sesuai dengan gejala ringan COVID-19
tersebut.
Selama pandemi COVID-19, apoteker yang terlibat dalam pemberian
obat di layanan swamedikasi berperan penting dalam mensosialisasikan
penggunaan obat yang rasional dan menjadi tempat konseling penggunaan obat
(Malik et al., 2020). Apoteker harus bersikap edukatif kepada masyarakat karena
pada situasi pandemi saat ini banyak terjadi perubahan perilaku maupun
kebiasaan yang sangat berpengaruh terhadap penyebaran virus COVID-19.
Dengan demikian, pasien akan merasa percaya dan aman jika mendapatkan
informasi yang baik dan benar tentang penggunaan obat dan cara pencegahan
penularan virus COVID-19. Dalam situasi pandemi ini, tugas dan peran apoteker
97

dapat ditunjukkan dengan pengetahuan, sikap dan praktik swamedikasi penyakit


COVID-19 yang baik sebagai seorang Apoteker.

Kuisioner Perilaku Swamedikasi Apoteker


Petunjuk pengisian : Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang tersedia
1. Selalu
2. Sering
3. Kadang-kadang
4. Tidak Pernah
NO Aspek/Di Penjelasan Teori Item Pertanyaan Rekomendasi
mensi
1 Perilaku Pasien Salah satu tahap 1. Saya sudah menanyakan terkait 5
Swamedikasi Assesment swamedikasi yaitu identitas pada semua pasien suspek
Penyakit penggalian informasi COVID-19.
COVID-19 pasien (pasien 2. Saya sudah menanyakan pada 5
oleh Assesment). Tujuan
semua pasien suspek COVID-19
Apoteker. dilakukannya
terkait lama gejala demam yang
penggalian informasi
yaitu untuk dirasakan.
mengevaluasi 3. Saya sudah menanyakan pada 5
kondisi/status medis semua pasien suspek COVID-19
melalui pemeriksaan terkait tipe batuk yang dirasakan.
fisik dan riwayat 4. Saya sudah menanyakan pada 5
kesehatan terdahulu, semua pasien suspek COVID-19
memahami pelayanan terkait gejala hilangnya indra
apa yang dicari penciuman.
pasien, memilih jenis 5. Saya sudah menanyakan pada 5
pelayanan yang semua pasien suspek COVID-19
terbaik bagi pasien, apakah memiliki gejala disertai
menetapkan diagnosis dengan sesak nafas.
awal, dan memahami
6. Saya sudah menanyakan pada 5
respon pasien
semua pasien suspek COVID-19
terhadap pengobatan
terkait riwayat kontak erat dengan
sebelumnya.
orang yang dinyatakan positif
COVID19.
7. Saya sudah menanyakan pada 5
semua pasien suspek COVID-19
terkait hasil pengecekan antigen/pcr.
8. Saya sudah menanyakan pada 5
semua pasien suspek COVID-19
terkait riwayat alergi obat.
Rekomend Rekomendasi terapi 1. Saya sudah merekomendasikan 5
asi Terapi yaitu kegiatan yang pengobatan simptomatis seperti
dilakukan oleh parasetamol dan ibu profen pada
98

apoteker untuk pasien suspek COVID-19 yang


memastikan pilihan mengalami demam.
terapi obat yang
aman, efektif, dan
rasional bagi pasien. 2. Saya sudah merekomendasikan obat 5
Pemilihan terapi obat acetylcysteine dan dextrometorphan
harus memperhatikan pada semua pasien suspek COVID-19
dosis dan cara pakai yang mengalami batuk berdahak.
yang sesuai dengan 3. Saya sudah merekomendasikan 5
kondisi pasien yang tablet vitamin C 500 mg/hari (untuk 14
sudah didapatkan dari hari) pada semua pasien suspek
hasil penggalian COVID-19.
informasi (Pasien 4. Saya sudah merekomendasikan obat 5
Assesment). tablet hisap seperti degirol, SP Troches
pada semua pasien suspek COVID-19
yang mengalami nyeri tenggorokan.
5. Saya sudah merekomendasikan 5
dexamethason pada semua pasien
suspek COVID-19.

6. Saya sudah merekomendasikan 5


azitromycin pada semua pasien suspek
COVID-19.
7. Saya sudah merekomendasikan pada 5
semua pasien suspek COVID-19 yang
mengalami sesak nafas untuk datang
ke sarana kesehatan (puskesmas/rumah
sakit) agar mendapatkan penanganan
lebih lanjut.
Penyerahan Penyerahan obat 1. Saya sudah menyerahkan obat 5
Obat adalah kegiatan yang simptomatis pada semua pasien suspek
dilakukan apoteker COVID-19.
untuk memberikan 2. Saya sudah menyampaikan 5
obat kepada pasien informasi pada semua pasien suspek
dengan COVID-19 bahwa penggunaan obat
menginformasikan simptomatis dapat dihentikan jika
tentang cara pakai, gejala sudah hilang.
lama pemakaian, efek
3. Saya sudah menyampaikan 5
samping, interaksi
informasi pada semua pasien suspek
obat, tanggal
COVID-19 terkait penjelasan aturan
kadaluarsa obat serta
pakai obat simptomatis sesuai dengan
penyimpanan obat.
etiket.
Apoteker harus
memastikan bahwa 4. Saya sudah menyampaikan 5
pasien harus sudah informasi pada semua pasien suspek
paham dengan COVID-19 terkait interaksi obat
simptomatis yang dikonsumsi.
99

informasi yang 5. Saya sudah menyampaikan 5


disampaikan. informasi pada semua pasien suspek
COVID-19 terkait efek samping obat
simptomatis yang dikonsumsi.
6. Saya sudah menyampaikan 5
informasi pada semua pasien suspek
COVID-19 terkait tanggal kadaluarsa
obat simptomatis yang dikonsumsi.
7. Saya sudah menyampaikan 5
informasi pada semua pasien suspek
COVID-19 terkait penyimpanan obat
simptomatis yang dikonsumsi.
Terapi Non Terapi non 1. Saya sudah merekomendasikan pada 5
Farmakolo farmakologis adalah semua pasien suspek COVID-19 yang
gi terapi pengobatan bergejala ringan untuk melakukan
tanpa menggunakan isolasi mandiri maksimal 10 hari.
obat- obatan. Salah Apabila gejala belum hilang maka
satu tujuan isolasi mandiri ditambah 3 hari.
dilakukannya terapi 2. Saya sudah menyarankan pada 5
non farmakologi semua pasien suspek COVID-19 agar
yaitu untuk rajin mencuci tangan dan memakai
meningkatkan efikasi masker.
obat. Pada saat
3. Saya sudah merekomendasikan pada 5
pandemi COVID-19,
semua pasien suspek COVID-19 untuk
imunitas tubuh harus
mengonsumsi makanan bergizi.
dijaga. Seperti rajin
berolahraga dan 4. Saya sudah merekomendasikan pada 5
mengonsumsi semua pasien suspek COVID-19 untuk
makanan bergizi melakukan olahraga teratur dan
dapat meningkatkan berjemut di pagi hari.
imunitas tubuh.
Apoteker juga harus

memberikan
informasi terkait
isolasi mandiri serta
cara pencegahan
penularan virus
COVID-19.
100

Catatan: Saya menyarankan kata “sudah” sebaiknya tidak digunakan, jika memang
menggunakan pilihan selalu, sering, dsb. Tetapi silakan diskusikan Kembali dengan
pembimbing.
Profesional Judgement

Nissa Tarnoto, S.Psi.M.Psi.Psikolog


101

Lampiran 3 Surat Izin Permohonan Penelitian


102

Lampiran 4 Surat Izin Komisi Etik


103

Lampiran 5 Surat Selesai Penelitian Oleh Dosen Pembimbing


104

Lampiran 6 Surat Selesai Penelitian Instansi


105

Lampiran 7 Kuisioner
KUISIONER EVALUASI PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU
SWAMEDIKASI PENYAKIT COVID-19 OLEH APOTEKER DI APOTEK
Identitas Diri Responden
Petunjuk Pengisian:
Pilihlah salah satu jawaban yang sudah disediakan. Adapun caranya ialah dengan memberi
tanda centang () dalam salah satu kolom yang terdapat pada sebelah kanan pernyataan.

1. Nama
2. Jenis Kelamin L/P (*coret yang tidak perlu)
3. Usia 18-25 tahun 36-45 tahun
26-35 tahun > 45 tahun
4. Pendidikan S1 S2 + Apoteker
S1 + Apoteker
5. Masa Kerja 6 bulan – 5 tahun
> 5 tahun
6. Nama Apotek tempat bekerja
7. Apakah sudah pernah mengikuti Sudah
webinar apoteker mengenai COVId- Tidak Pernah
19?

Kuisioner Pengetahuan Apoteker


Petunjuk Pengisian:
Pilihlah salah satu jawaban yang sudah disediakan. Adapun caranya ialah dengan memberi
tanda centang () dalam salah satu kolom yang terdapat pada sebelah kanan pernyataan.
No Pertanyaan Pilih salah satu
Benar Salah
1 COVID-19 disebabkan oleh Coronavirus yang merupakan
virus RNA strain tunggal dengan spike protein.
2 Menurut WHO, Coronavirus varian delta termasuk variant of
interest.
3 Demam, batuk, mialgia, diare, dan anosmia merupakan gejala
yang umum pada COVID-19.
4 Tingkat saturasi oksigen kurang dari 93% diklasifikasikan
sebagai COVID-19 gejala berat.
5 Pemeriksaan PCR metode swab adalah standar emas
penegakan diagnosa COVID-19.
106

6 Hingga saat ini (Maret 2023) belum tersedia agen antivirus


yang spesifik untuk terapi COVID-19.
7 Antibiotik merupakan terapi lini pertama untuk COVID-19.
8 Penggunaan antivirus Remdesivir untuk COVID-19 melalui
ijin penggunaan darurat dari BPOM.
9 Dosis penggunaan vitamin D pada pasien COVID-19 gejala
ringan adalah 1000-5000 IU per hari selama 14 hari.
10 Pasien COVID-19 tanpa gejala tidak perlu melakukan isolasi
mandiri.
11 Pasien COVID-19 dengan gejala berat perlu dirujuk ke ruang
perawatan di rumah sakit.
12 Penggunaan masker dengan benar dapat mencegah droplet
yang menjadi media penularan virus corona.
13 Vaksin COVID-19 AstraZeneca dikontraindikasikan pada
pasien gangguan pembekuan darah.
14 Pasien dengan kondisi gangguan sistem imun memiliki resiko
tertular virus Corona lebih kecil.
15 Suhu penyimpanan vaksin COVID-19 Sinovac adalah pada
suhu 2-8 derajat C.

Kuisioner Sikap Apoteker


Petunjuk Pengisian:
Pilihlah salah satu jawaban yang sudah disediakan. Adapun caranya ialah dengan memberi
tanda centang () dalam salah satu kolom yang terdapat pada sebelah kanan pernyataan.
1. Sangat Setuju (SS)
2. Setuju (S)
3. Kurang Setuju (KS)
4. Tidak Setuju (TS)
No Pertanyaan Pilih Salah Satu
SS S KS TS
1 Ada kemungkinan saya dan anggota keluarga saya tertular
COVID-19.
2 Saya yakin bahwa COVID-19 berbahaya dan mengancam
lingkungan sekitar saya.
3 Saya takut terinfeksi COVID-19 akibat paparan dari tempat
saya bekerja.
4 Saya takut apabila tertular COVID-19 akan berakibat serius
pada kesehatan saya.
107

5 Saya merasa COVID-19 berdampak negatif terhadap ekonomi


dan kualitas pelayanan kesehatan.
6 Saya yakin melaksanakan protokol kesehatan dapat mencegah
penularan COVID-19.
7 Saya yakin mengikuti pedoman Kemenkes dapat mencegah
penularan COVID-19.
8 Saya yakin mengikuti rekomendasi WHO dapat mencegah
penularan COVID-19.
9 Saya yakin partisipasi aktif apoteker dalam program
pengendalian infeksi dapat mengurangi prevalensi COVID-
19.
10 Saya melihat ada kesiapan yang memadai di tingkat nasional
dalam penanganan COVID-19.
11 Saya yakin fasilitas kesehatan di Indonesia memiliki sumber
daya yang cukup untuk memberikan perawatan pada pasien
COVID-19.

Kuisioner Perilaku Apoteker


Petunjuk Pengisian:
Pilihlah salah satu jawaban yang sudah disediakan. Adapun caranya ialah dengan memberi
tanda centang () dalam salah satu kolom yang terdapat pada sebelah kanan pernyataan.
1. Selalu (SL)
2. Sering (SE)
3. Kadang-kadang (KD)
4. Tidak pernah (TP)
No Pertanyaan Pilih Salah Satu
SL SE KD TP
1 Saya sudah menanyakan terkait identitas diri pada semua
pasien suspek COVID-19.
2 Saya sudah menanyakan pada semua pasien suspek COVID-
19 terkait lama gejala demam yang dirasakan.
3 Saya sudah menanyakan pada semua pasien suspek COVID-
19 terkait tipe batuk yang dirasakan.
4 Saya sudah menanyakan pada semua pasien suspek COVID-
19 terkait gejala hilangnya indra penciuman.
5 Saya sudah menanyakan pada semua pasien suspek COVID-
19 apakah memiliki gejala disertai dengan sesak nafas.
108

6 Saya sudah menanyakan pada semua pasien suspek COVID-


19 terkait riwayat kontak erat dengan orang yang dinyatakan
positif COVID-19.
7 Saya sudah menanyakan pada semua pasien suspek COVID-
19 terkait hasil pengecekan antigen/pcr.
8 Saya sudah menanyakan pada semua pasien suspek COVID-
19 terkait riwayat alergi obat.
9 Saya sudah merekomendasikan pengobatan simptomatis
seperti parasetamol dan ibu profen pada pasien suspek
COVID-19 yang mengalami demam.
10 Saya sudah merekomendasikan obat acetylcysteine dan
dextrometorphan pada semua pasien suspek COVID-19 yang
mengalami batuk berdahak.
11 Saya sudah merekomendasikan tablet vitamin C 500 mg/hari
(untuk 14 hari) pada semua pasien suspek COVID-19.
12 Saya sudah merekomendasikan obat tablet hisap seperti
degirol, SP Troches pada semua pasien suspek COVID-19
yang mengalami nyeri tenggorokan.
13 Saya sudah merekomendasikan dexamethason pada semua
pasien suspek COVID-19.
14 Saya sudah merekomendasikan azitromycin pada semua
pasien suspek COVID-19.
15 Saya sudah merekomendasikan pada semua pasien suspek
COVID-19 yang mengalami sesak nafas untuk datang ke
sarana kesehatan (puskesmas/rumah sakit) agar mendapatkan
penanganan lebih lanjut.
16 Saya sudah menyerahkan obat simptomatis pada semua pasien
suspek COVID-19.
17 Saya sudah menyampaikan informasi pada semua pasien
suspek COVID-19 bahwa penggunaan obat simptomatis dapat
dihentikan jika gejala sudah hilang.
18 Saya sudah menyampaikan informasi pada semua pasien
suspek COVID-19 terkait penjelasan aturan pakai obat
simptomatis sesuai dengan etiket.
19 Saya sudah menyampaikan informasi pada semua pasien
suspek COVID-19 terkait interaksi obat simptomatis yang
dikonsumsi.
20 Saya sudah menyampaikan informasi pada semua pasien
suspek COVID-19 terkait efek samping obat simptomatis
yang dikonsumsi.
109

21 Saya sudah menyampaikan informasi pada semua pasien


suspek COVID-19 terkait tanggal kadaluarsa obat simptomatis
yang dikonsumsi.
22 Saya sudah menyampaikan informasi pada semua pasien
suspek COVID-19 terkait penyimpanan obat simptomatis
yang dikonsumsi.
23 Saya sudah merekomendasikan pada semua pasien suspek
COVID-19 yang bergejala ringan untuk melakukan isolasi
mandiri maksimal 10 hari. Apabila gejala belum hilang maka
isolasi mandiri ditambah 3 hari.
24 Saya sudah menyarankan pada semua pasien suspek COVID-
19 agar rajin mencuci tangan dan memakai masker.
25 Saya sudah merekomendasikan pada semua pasien suspek
COVID-19 untuk mengonsumsi makanan bergizi.
26 Saya sudah merekomendasikan pada semua pasien suspek
COVID-19 untuk melakukan olahraga teratur dan berjemur di
pagi hari.
110

Lampiran 8 Kunci Jawaban Kuisioner


Kunci Jawaban Kuisioner Pengetahuan
No Pertanyaan Jawaban

1 COVID-19 disebabkan oleh Coronavirus yang Benar


merupakan virus RNA strain tunggal dengan spike
protein.
2 Menurut WHO, Coronavirus varian delta termasuk Salah
variant of interest.
3 Demam, batuk, mialgia, diare, dan anosmia Benar
merupakan gejala yang umum pada COVID-19.
4 Tingkat saturasi oksigen kurang dari 93% Benar
diklasifikasikan sebagai COVID-19 gejala berat.
5 Pemeriksaan PCR metode swab adalah standar Benar
emas penegakan diagnosa COVID-19.
6 Hingga saat ini (Maret 2023) belum tersedia agen Salah
antivirus yang spesifik untuk terapi COVID-19.
7 Antibiotik merupakan terapi lini pertama untuk Salah
COVID-19.
8 Penggunaan antivirus Remdesivir untuk COVID- Benar
19 melalui ijin penggunaan darurat dari BPOM.
9 Dosis penggunaan vitamin D pada pasien COVID- Benar
19 gejala ringan adalah 1000-5000 IU per hari
selama 14 hari.
10 Pasien COVID-19 tanpa gejala tidak perlu Salah
melakukan isolasi mandiri.
11 Pasien COVID-19 dengan gejala berat perlu Benar
dirujuk ke ruang perawatan di rumah sakit.
12 Penggunaan masker dengan benar dapat mencegah Benar
droplet yang menjadi media penularan virus
corona.
13 Vaksin COVID-19 AstraZeneca Benar
dikontraindikasikan pada pasien gangguan
pembekuan darah.
14 Pasien dengan kondisi gangguan sistem imun Salah
memiliki resiko tertular virus Corona lebih kecil.
15 Suhu penyimpanan vaksin COVID-19 Sinovac Benar
adalah pada suhu 2-8 derajat C.
111

Kunci Jawaban Kuisioner Sikap


No Pertanyaan Jawaban

1 Ada kemungkinan saya dan anggota keluarga saya Sangat Setuju : 4


tertular COVID-19. Setuju : 3
Tidak Setuju : 2
Sangat Tidak Setuju : 1
2 Saya yakin bahwa COVID-19 berbahaya dan Sangat Setuju : 4
mengancam lingkungan sekitar saya. Setuju : 3
Tidak Setuju : 2
Sangat Tidak Setuju : 1
3 Saya takut terinfeksi COVID-19 akibat paparan Sangat Setuju : 4
dari tempat saya bekerja. Setuju : 3
Tidak Setuju : 2
Sangat Tidak Setuju : 1
4 Saya takut apabila tertular COVID-19 akan Sangat Setuju : 4
berakibat serius pada kesehatan saya. Setuju : 3
Tidak Setuju : 2
Sangat Tidak Setuju : 1
5 Saya merasa COVID-19 berdampak negatif Sangat Setuju : 4
terhadap ekonomi dan kualitas pelayanan Setuju : 3
kesehatan. Tidak Setuju : 2
Sangat Tidak Setuju : 1
6 Saya yakin melaksanakan protokol kesehatan Sangat Setuju : 4
dapat mencegah penularan COVID-19. Setuju : 3
Tidak Setuju : 2
Sangat Tidak Setuju : 1
7 Saya yakin mengikuti pedoman Kemenkes dapat Sangat Setuju : 4
mencegah penularan COVID-19. Setuju : 3
Tidak Setuju : 2
Sangat Tidak Setuju : 1
8 Saya yakin mengikuti rekomendasi WHO dapat Sangat Setuju : 4
mencegah penularan COVID-19. Setuju : 3
Tidak Setuju : 2
Sangat Tidak Setuju : 1
9 Saya yakin partisipasi aktif apoteker dalam Sangat Setuju : 4
program pengendalian infeksi dapat mengurangi Setuju : 3
prevalensi COVID-19. Tidak Setuju : 2
Sangat Tidak Setuju : 1
10 Saya melihat ada kesiapan yang memadai di Sangat Setuju : 4
tingkat nasional dalam penanganan COVID-19. Setuju : 3
Tidak Setuju : 2
Sangat Tidak Setuju : 1
112

11 Saya yakin fasilitas kesehatan di Indonesia Sangat Setuju : 4


memiliki sumber daya yang cukup untuk Setuju : 3
memberikan perawatan pada pasien COVID-19. Tidak Setuju : 2
Sangat Tidak Setuju : 1

Kunci Jawaban Kuisioner Perilaku


No Pertanyaan Jawaban

1 Saya sudah menanyakan terkait identitas diri pada Selalu : 4


semua pasien suspek COVID-19. Sering : 3
Kadang-kadang : 2
Tidak Pernah : 1
2 Saya sudah menanyakan pada semua pasien suspek Selalu : 4
COVID-19 terkait lama gejala demam yang Sering : 3
dirasakan. Kadang-kadang : 2
Tidak Pernah : 1
3 Saya sudah menanyakan pada semua pasien suspek Selalu : 4
COVID-19 terkait tipe batuk yang dirasakan. Sering : 3
Kadang-kadang : 2
Tidak Pernah : 1
4 Saya sudah menanyakan pada semua pasien suspek Selalu : 4
COVID-19 terkait gejala hilangnya indra Sering : 3
penciuman. Kadang-kadang : 2
Tidak Pernah : 1
5 Saya sudah menanyakan pada semua pasien suspek Selalu : 4
COVID-19 apakah memiliki gejala disertai Sering : 3
dengan sesak nafas. Kadang-kadang : 2
Tidak Pernah : 1
6 Saya sudah menanyakan pada semua pasien suspek Selalu : 4
COVID-19 terkait riwayat kontak erat dengan Sering : 3
orang yang dinyatakan positif COVID-19. Kadang-kadang : 2
Tidak Pernah : 1
7 Saya sudah menanyakan pada semua pasien suspek Selalu : 4
COVID-19 terkait hasil pengecekan antigen/pcr. Sering : 3
Kadang-kadang : 2
Tidak Pernah : 1
8 Saya sudah menanyakan pada semua pasien suspek Selalu : 4
COVID-19 terkait riwayat alergi obat. Sering : 3
Kadang-kadang : 2
Tidak Pernah : 1
9 Saya sudah merekomendasikan pengobatan Selalu : 4
simptomatis seperti parasetamol dan ibu profen Sering : 3
Kadang-kadang : 2
113

pada pasien suspek COVID-19 yang mengalami Tidak Pernah : 1


demam.
10 Saya sudah merekomendasikan obat acetylcysteine Selalu : 4
dan dextrometorphan pada semua pasien suspek Sering : 3
COVID-19 yang mengalami batuk berdahak. Kadang-kadang : 2
Tidak Pernah : 1
11 Saya sudah merekomendasikan tablet vitamin C Selalu : 4
500 mg/hari (untuk 14 hari) pada semua pasien Sering : 3
suspek COVID-19. Kadang-kadang : 2
Tidak Pernah : 1
12 Saya sudah merekomendasikan obat tablet hisap Selalu : 4
seperti degirol, SP Troches pada semua pasien Sering : 3
suspek COVID-19 yang mengalami nyeri Kadang-kadang : 2
tenggorokan. Tidak Pernah : 1
13 Saya sudah merekomendasikan dexamethason Selalu : 1
pada semua pasien suspek COVID-19. Sering : 2
Kadang-kadang : 3
Tidak Pernah : 4
14 Saya sudah merekomendasikan azitromycin pada Selalu : 1
semua pasien suspek COVID-19. Sering : 2
Kadang-kadang : 3
Tidak Pernah : 4
15 Saya sudah merekomendasikan pada semua pasien Selalu : 4
suspek COVID-19 yang mengalami sesak nafas Sering : 3
untuk datang ke sarana kesehatan Kadang-kadang : 2
(puskesmas/rumah sakit) agar mendapatkan Tidak Pernah : 1
penanganan lebih lanjut.
16 Saya sudah menyerahkan obat simptomatis pada Selalu : 4
semua pasien suspek COVID-19. Sering : 3
Kadang-kadang : 2
Tidak Pernah : 1
17 Saya sudah menyampaikan informasi pada semua Selalu : 4
pasien suspek COVID-19 bahwa penggunaan obat Sering : 3
simptomatis dapat dihentikan jika gejala sudah Kadang-kadang : 2
hilang. Tidak Pernah : 1
18 Saya sudah menyampaikan informasi pada semua Selalu : 4
pasien suspek COVID-19 terkait penjelasan aturan Sering : 3
pakai obat simptomatis sesuai dengan etiket. Kadang-kadang : 2
Tidak Pernah : 1
19 Saya sudah menyampaikan informasi pada semua Selalu : 4
pasien suspek COVID-19 terkait interaksi obat Sering : 3
simptomatis yang dikonsumsi. Kadang-kadang : 2
Tidak Pernah : 1
114

20 Saya sudah menyampaikan informasi pada semua Selalu : 4


pasien suspek COVID-19 terkait efek samping Sering : 3
obat simptomatis yang dikonsumsi. Kadang-kadang : 2
Tidak Pernah : 1
21 Saya sudah menyampaikan informasi pada semua Selalu : 4
pasien suspek COVID-19 terkait tanggal Sering : 3
kadaluarsa obat simptomatis yang dikonsumsi. Kadang-kadang : 2
Tidak Pernah : 1
22 Saya sudah menyampaikan informasi pada semua Selalu : 4
pasien suspek COVID-19 terkait penyimpanan Sering : 3
obat simptomatis yang dikonsumsi. Kadang-kadang : 2
Tidak Pernah : 1
23 Saya sudah merekomendasikan pada semua pasien Selalu : 4
suspek COVID-19 yang bergejala ringan untuk Sering : 3
melakukan isolasi mandiri maksimal 10 hari. Kadang-kadang : 2
Apabila gejala belum hilang maka isolasi mandiri Tidak Pernah : 1
ditambah 3 hari.
24 Saya sudah menyarankan pada semua pasien Selalu : 4
suspek COVID-19 agar rajin mencuci tangan dan Sering : 3
memakai masker. Kadang-kadang : 2
Tidak Pernah : 1
25 Saya sudah merekomendasikan pada semua pasien Selalu : 4
suspek COVID-19 untuk mengonsumsi makanan Sering : 3
bergizi. Kadang-kadang : 2
Tidak Pernah : 1
26 Saya sudah merekomendasikan pada semua pasien Selalu : 4
suspek COVID-19 untuk melakukan olahraga Sering : 3
teratur dan berjemur di pagi hari. Kadang-kadang : 2
Tidak Pernah : 1
115

Lampiran 9 Hasil Uji Validitas Kuisioner Perilaku


116
117

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
118

Lampiran 10 Hasil Uji Reliabilitas Kuisioner Perilaku

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.829 26

Item-Total Statistics
Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Deleted
Item 1 94.3333 19.954 .395 .825
Item 2 94.4000 19.559 .363 .824
Item 3 94.8000 18.234 .423 .822
Item 4 94.3667 19.344 .548 .820
Item 5 94.7000 19.114 .291 .827
Item 6 94.3333 19.954 .395 .825
Item 7 94.4000 19.490 .389 .823
Item 8 94.4333 19.495 .333 .825
Item 9 94.4667 19.292 .359 .824
Item 10 94.8000 18.372 .394 .823
Item 11 94.8000 18.028 .543 .815
Item 12 94.5667 19.151 .265 .829
Item 13 94.6667 19.126 .295 .827
Item 14 94.6000 19.145 .311 .826
Item 15 94.5000 19.086 .388 .823
119

Item 16 94.6000 18.869 .382 .823


Item 17 94.4000 19.697 .311 .826
Item 18 94.3667 19.757 .359 .825
Item 19 94.3333 19.954 .395 .825
Item 20 94.3333 19.954 .395 .825
Item 21 94.4333 19.289 .403 .822
Item 22 94.4667 18.878 .489 .819
Item 23 94.7000 18.907 .341 .825
Item 24 94.6000 18.938 .364 .824
Item 25 94.4667 19.154 .402 .822
Item 26 94.6333 18.585 .439 .820
120

Lampiran 11 Analisis Univariat


Karakteristik Sosiodemografi

Statistics
Lama
Pengalaman
Tingkat Bekerja Mengikuti
Jenis Kelamin Usia Pendidikan Webinar
N Valid 95 95 95 95 95

Missing 0 0 0 0 0

Frequency Table
Jenis Kelamin
Cumulative
Percent
Frequency Percent Valid Percent
Valid 1.00 20 21.1 21.1 21.1

2.00 75 78.9 78.9 100.0

Total 95 100.0 100.0

Usia
Cumulative
Percent
Frequency Percent Valid Percent
Valid 1.00 3 3.2 3.2 3.2

2.00 74 77.9 77.9 81.1

3.00 16 16.8 16.8 97.9

4.00 2 2.1 2.1 100.0

Total 95 100.0 100.0

Tingkat Pendidikan
121

Cumulative
Percent
Frequency Percent Valid Percent
Valid 1.00 91 95.8 95.8 95.8

2.00 4 4.2 4.2 100.0

Total 95 100.0 100.0

Lama Pengalaman Bekerja


Cumulative
Percent
Frequency Percent Valid Percent
Valid 1.00 15 15.8 15.8 15.8

2.00 80 84.2 84.2 100.0

Total 95 100.0 100.0

Mengikuti Webinar
Cumulative
Percent
Frequency Percent Valid Percent
Valid 1.00 90 94.7 94.7 94.7

2.00 5 5.3 5.3 100.0

Total 95 100.0 100.0

Distribusi Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku

Statistics
Pengetahuan
N Valid 95
Missing 0

Pengetahuan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Positif 95 100.0 100.0 100.0
122

Sikap
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Positif 94 98.9 98.9 98.9
Negatif 1 1.1 1.1 100.0
Total 95 100.0 100.0

Perilaku
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Positif 89 93.7 93.7 93.7
Negatif 6 6.3 6.3 100.0
Total 95 100.0 100.0
123

Lampiran 12 Analisis Bivariat


Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku

Correlations
Tingkat
Pendidikan Pengetahuan
Spearman's rho Tingkat Pendidikan Correlation Coefficient 1.000 -.221*
Sig. (2-tailed) . .031
N 95 95
Pengetahuan Correlation Coefficient -.221* 1.000
Sig. (2-tailed) .031 .
N 95 95

Correlations
Tingkat
Pendidikan Sikap
Spearman's rho Tingkat Pendidikan Correlation Coefficient 1.000 -.114
Sig. (2-tailed) . .273
N 95 95
Sikap Correlation Coefficient -.114 1.000
Sig. (2-tailed) .273 .
N 95 95

Correlations
Tingkat
Pendidikan Perilaku
Spearman's rho Tingkat Pendidikan Correlation Coefficient 1.000 .028
Sig. (2-tailed) . .789
N 95 95
Perilaku Correlation Coefficient .028 1.000
Sig. (2-tailed) .789 .
N 95 95
124

Hubungan Lama Pengalaman Bekerja dengan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku

Correlations
Lama
Pengalaman
Bekerja Pengetahuan
Spearman's rho Lama Pengalaman Bekerja Correlation Coefficient 1.000 .065
Sig. (2-tailed) . .529
N 95 95
Pengetahuan Correlation Coefficient .065 1.000
Sig. (2-tailed) .529 .
N 95 95

Correlations
Lama
Pengalaman
Bekerja Sikap
Spearman's rho Lama Pengalaman Bekerja Correlation Coefficient 1.000 -.271**
Sig. (2-tailed) . .008
N 95 95
Sikap Correlation Coefficient -.271** 1.000
Sig. (2-tailed) .008 .
N 95 95

Correlations
Lama
Pengalaman
Bekerja Perilaku
Spearman's rho Lama Pengalaman Bekerja Correlation Coefficient 1.000 -.235*
Sig. (2-tailed) . .022
N 95 95
125

Perilaku Correlation Coefficient -.235* 1.000


Sig. (2-tailed) .022 .
N 95 95
126

Anda mungkin juga menyukai