Anda di halaman 1dari 89

SKRIPSI

KOMORBIDITAS PASIEN ANAK DENGAN


GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN DAN
HIPERAKTIVITAS

OLGA FANNY TANTIWI NURDIN


1510015022

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019
SKRIPSI

KOMORBIDITAS PASIEN ANAK DENGAN


GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN DAN
HIPERAKTIVITAS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana


Kedokteran (S.Ked)

OLGA FANNY TANTIWI NURDIN


1510015022

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Olga Fanny Tantiwi Nurdin

NIM : 1510015022

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Kedokteran

Judul Skripsi : Komorbiditas Pasien Anak dengan Gangguan Pemusatan


Perhatian dan Hiperaktivitas

Dengan ini menyatakan hasil penulisan skripsi yang telah saya buat ini
merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya. Apabila ternyata di
kemudian hari penulisan skripsi ini merupakan hasil plagiat atau penjiplakan
terhadap karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggung jawabkan
sekaligus bersedia menerima sanksi berdasarkan aturan tata tertib di
Universitas Mulawarman.

Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.

Penulis,

Materai

6000

(Olga Fanny Tantiwi Nurdin)


LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman, saya


yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Olga Fanny Tantiwi Nurdin


NIM : 1510015022
Program Studi : Pendidikan Dokter
Fakultas : Kedokteran
Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Hak Bebas Royalti atas karya
ilmiah saya yang berjudul:

“Komorbiditas Pasien Anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan


Hiperaktivitas” beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas
Royalti ini Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman berhak menyimpan,
mengalih media/format, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan skripsi saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Samarinda

Pada tanggal : 5 April 2019

Yang menyatakan,

(Olga Fanny Tantiwi Nurdin)


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT, Sang Pemilik alam semesta ini,
yang selalu melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya. Hanya Allah SWT tempat
kami berlindung dan tempat kami meminta pertolongan dari segala kesulitan dan
cobaan. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Muhammad SAW
sebagai utusan Allah SWT yang telah membawa kebaikan.
Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan laporan proposal penelitian
yang berjudul “Komorbiditas Pasien Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas”, sebagai salah satu proses untuk dapat menyelesaikan tugas akhir.
Penulis menyadari bahwa laporan proposal ini tidak mungkin dapat diselesaikan
tanpa bantuan maupun dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis secara khusus ingin menyampaikan terimakasih sebesar-
besarnya kepada:
1. dr. Ika Fikriah, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
2. dr. Siti Khotimah, M.Kes selaku Ketua Program Studi Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. Sulistiawati, M.Med.Ed selaku sekretaris Program Studi Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.
4. dr. Yenny Abdullah, Sp. KJ dan dr. Achmad Wisnu Wardhana, Sp. A
selaku pembimbing I dan pembimbing II atas kesabaran, bimbingan,
arahan, motivasi, nasehat dan kesediaan waktu yang diberikan kepada
penulis.
5. dr. H. Jaya Mualimin, Sp. KJ dan dr. Agustina Rahayu Magdaleni, M.Kes
selaku penguji I dan penguji II yang telah memberi arahan, motivasi,
kritik, dan saran kepada penulis.
6. Seluruh dosen dan staf Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman,
terimakasih atas dedikasi dan ilmu yang diberikan selama penulis
menyelesaikan tugas akhir saya.
7. Kedua orang tua saya tercinta, adik, kakak, dan tante saya yang tidak
henti-hentinya memberikan doa dan dukungan kepada saya.

i
8. Sahabat saya Nanda, Tian, Ferdi, Ochaw, Yasmin, Aisy, Kak Devi, Dipo,
Fachri, Angger, Kak Hakam dan sahabat-sahabat DKK 6 yang gemar
menghibur saya.
9. Sahabat seperbimbingan saya, kak Dana, kak Rasyid, Kak Je yang selalu
menemani dan tidak membiarkan saya sendiri setiap bimbingan.
10. Sahabat saya One, Inung, Reghina, dan Kak Yedial yang tahu segala
kurang dan lebih saya sehingga membuat saya tetap menjadi diri sendiri.
11. Sahabat saya Mida, Adel, Bilqis, Gusti, Wulan, Yani, Erika, Nurul yang
berjuang bersama-sama saya, memberi semangat, dan terus mendoakan
saya.
12. Sayyid Muhamamad Sahil Haikal yang selalu ada disaat fluktuatif saya.
13. Sejawat Acromion 2015 yang saya sayangi. Terimakasih atas segala
bantuan dan dukungan yang diberikan.

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekuarangan dalam penulisan


skripsi ini sehingga membutuhkan kritik dan saran kepada penulis. Akhir kata,
penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan
perkembangan dan kemajuan ilmu kedokteran serta bagi mereka yang
membutuhkannya. Aamiin.

Samarinda, 5 April 2019

Penulis

ii
RIWAYAT HIDUP

Nama : Olga Fanny Tantiwi Nurdin

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Sidenreng Rappang/23 Agustus 1998

Agama : Islam

Alamat Rumah : Jalan Kesehatan Dalam Blok A RT 01 No.107


Samarinda

Alamat Email : olgafanny36@gmail.com

Nama Orang Tua : Ayah : Nurdin

Ibu : Surianti

Pendidikan Formal :
TK (2003-2004) : TK Islam Al-Kautsar, Samarinda

SD (2004-2010) : SD Negeri 007 Bhayangkara, Samarinda

SMP (2010-2013) : SMP Negeri 1 Samarinda

SMA (2013-2015) : SMA Negeri 1 Samarinda

Perguruan Tinggi (2015-sekarang) : Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas


Kedokteran Universitas Mulawarman
Pendidikan Non Formal :
- Sanggar Tari Al-Kautsar (2004)
- Lembaga Pendidikan Indonesia-Amerika (2006-2009)
- Sanggar Tari Apo Lagaan (2010)
- Persatuan Bulutangkis Taruna Wijaya (2012)
- Eboni Music School (2013-2014)
- Program Akselerasi Ganesha Operation (2013-2015)
- Lembaga Olimpiade Pendidikan Indonesia (2014)

iii
- Latihan Kepemimpinan Manajemen Mahasiswa Tingkat Dasar, Menengah,
dan Lanjut Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman (2015,2017,2018)
- Pengabdian Masyarakat Camp Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran
Indonesia Wilayah III (2017)

Riwayat Organisasi :
- Staff Kemernterian Seni dan Olahraga Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman (2015-2018)
- Staff Research and Development Pengurus Harian Wilayah Ikatan Senat
Mahasiwa Kedokteran Indonesia Wilayah III Periode Tahun 2017

Penghargaan :
- Participant of International Competition and Assessment For Schools
University of New South Wales, Sydney, Australia 2012
- Second Winner Multimedia English Speaking Contest of Bunga Bangsa
Islamic School Open House 2013
- Participant of ASEAN Goes To School Direktorat Jenderal Kerja Sama
ASEAN, Kementrian Luar Negeri RI 2013
- Juara 2 Lomba Penyuluhan Peringatan Hari Kesehatan Nasional ke-50
Tingkat Provinsi Kalimanta Timur 2014
- Intellectual Achievement for earned distinction with the Visual
Communcation Major, President University 2015
- Staff Terbaik Kementerian Seni dan Olahraga Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Kepengurusan 2015/2016
- Juara Favorit Fotografi Pekan Olahraga dan Seni Dies Natalis Renaissance
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman 2016
- Quarter Finalist International Medical Physiology Olympiad 2018
- Juara 3 Lomba Photo Contest Muslimah In Action Departemen
Kemuslimahan PUSDIMA Universitas Mulawarman 2018
- Juara 2 Lomba Fotografi Milad ke-15 KMM ASY-SYIFAA’ Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman 2018
- Participant of Neuropsychiatry Branch in Indonesian International Medical
Olympiad 2018

iv
ABSTRAK

Nama : Olga Fanny Tantiwi Nurdin


Program Studi : Pendidikan Dokter
Judul : Komorbiditas Pasien Anak dengan Gangguan Pemusatan
Perhatian dan Hiperaktivitas

GPPH merupakan bagian terbesar dari anak yang dibawa orangtua untuk berobat
ke psikiater anak. Anak GPPH yang dirujuk ke klinik banyak yang menunjukkan
gangguan psikiatri lain, seperti gangguan sikap menentang, gangguan tingkah
laku, gangguan suasana perasaan, gangguan kecemasan, gangguan belajar dan
gangguan komunikasi, juga gangguan Tourette. Gangguan-gangguan yang
menyertai diagnosis utama ini disebut sebagai komorbiditas dan dapat berlanjut
sampai remaja bahkan sampai dewasa jika tidak mendapat penanganan yang
adekuat. Sangat penting untuk mendeteksi kehadiran komorbiditas ketika anak
didiagnosis GPPH. Melihat pada psikopatologis terkait GPPH, manifestasi klinis
akan lebih kompleks & dapat menjadi tantangan diagnostik. Sebagai tambahan,
prognosis dan hasil akhir dari anak-anak dengan komorbid pada GPPH lebih
buruk dibandingkan dengan anak-anak dengan GPPH saja. Total insidensi pasien
anak GPPH di RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda periode 2015-2018
terjangkau 84 kasus dengan usia terbanyak yang didapatkan adalah kategori usia
13 bulan-3 tahun (toddler) yang berjumlah 34 (40%) pasien. Diagnosis GPPH
lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan
7:1. Sebanyak 18 (21%) pasien anak GPPH tanpa komorbid, 52 (62%) memiliki 1
komorbid dan sebanyak 14 (17%) pasien yang memiliki >1 komorbid.
Komorbiditas terbanyak yaitu Gangguan Spektrum Autisme sebanyak 28 (35%)
kasus dari 66 total pasien yang memiliki komorbid. Faktor risiko yang paling
menonjol dari pasien anak GPPH dengan komorbiditas adalah faktor natal dengan
persentase 39% dan faktor pengasuhan parsial yaitu sebanyak 18%.

Kata Kunci : GPPH, Komorbiditas, GSA, Faktor Risiko

v
ABSTRACT

Name : Olga Fanny Tantiwi Nurdin


Study Program : Medical Education
Title :Comorbidity of Child Patients with Attention Deficit
Hyperactivity Disorders

ADHD is the largest part of the child that parents take to seek treatment at a child
psychiatrist. ADHD children who are referred to the clinic are many who show
other psychiatric disorders, such as impaired resistance, behavioral disorders,
mood disorders, anxiety disorders, learning disorders and communication
disorders, as well as Tourette's disorder. The disorders that accompany this
primary diagnosis are referred to as comorbidities and can continue to
adolescence even to adulthood if they do not receive adequate treatment. It is
important to detect the presence of comorbidity when a child is diagnosed with
ADHD. Looking at psychopathologists related to ADHD, clinical manifestations
will be more complex & can be a diagnostic challenge. In addition, the prognosis
and outcomes of children with comorbidities in ADHD are worse than those with
ADHD alone. The total incidence of ADHD child patients at Atma Husada
Mahakam Hospital in Samarinda in the 2015-2018 period reached 84 cases with
the highest age obtained was the category of 13 months 3 years (toddler) which
amounted to 34 (40%) patients. Diagnosis of ADHD is more common in men than
women in a ratio of 7: 1. As many as 18 (21%) patients with ADHD without
comorbidities, 52 (62%) had 1 comorbid and as many as 14 (17%) patients who
had> 1 comorbid. The most comorbidities were Autism Spectrum Disorders
(ASD) as many as 28 (35%) cases out of 66 total patients who had comorbidities.
The most prominent risk factors for ADHD patients with comorbidities are
Christmas factors with a percentage of 39% and partial parenting factors which
are as much as 18%.

Keywords : ADHD, Comorbidity, ASD, Risk Factor

vi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

RIWAYAT HIDUP………………………………………………………….…..iii

ABSTRAK…………………………………………………………………….....vi

ABSTRACT……………………………………………………………………..vii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii

DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………...xiv

DAFTAR TABEL………………………………………………………….…....xv

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 3

1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 3

1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................................. 3

1.3.2 Tujuan Khusus............................................................................................. 3

1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 4

1.4.1 Manfaat bagi Peneliti .................................................................................. 4

1.4.2 Manfaat Ilmiah ............................................................................................ 4

1.4.3 Manfaat bagi Masyarakat dan Kelembagaan .............................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 5

2.1 Definisi ......................................................................................................... 5

2.2 Sejarah .......................................................................................................... 6

vii
2.2.1 Kurun Waktu Tahun 1950 – 1960 ............................................................... 6

2.2.2 Kurun Waktu Tahun 1960 – 1970 ............................................................... 6

2.2.3 Kurun Waktu Tahun 1970 – 1980 ............................................................... 7

2.2.4 Kurun Waktu Tahun 1980 – 1990 ............................................................... 7

2.2.5 Kurun Waktu Tahun 1990 – 1998 ............................................................... 7

2.3 Epidemiologi ................................................................................................ 8

2.4 Etiologi dan Faktor Resiko .......................................................................... 8

2.4.1 Faktor Genetik ............................................................................................. 9

2.4.2 Faktor Neurofisiologis dan Neuroanatomis ................................................ 9

2.4.3 Faktor Neurokimiawi Otak........................................................................ 10

2.4.4 Faktor Lingkungan dan Lainnya ............................................................... 10

2.5 Patofisiologi ............................................................................................... 11

2.6 Brain Mapping ........................................................................................... 13

2.7 Gejala dan Tanda........................................................................................ 15

2.8 Komorbiditas .............................................................................................. 15

2.9 Diagnosis .................................................................................................... 17

2.10 Terapi ......................................................................................................... 20

2.10.1 Nonmedikamentosa ................................................................................... 20

2.10.2 Medikamentosa ......................................................................................... 20

BAB III KERANGKA KONSEP ....................................................................... 23

BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................... 24

4.1 Desain Penelitian ....................................................................................... 24

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian..................................................................... 24

viii
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................ 24

4.3.1 Populasi Penelitian .................................................................................... 24

4.3.2 Sampel Penelitian ...................................................................................... 24

4.3.3 Besar Sampel Penelitian ............................................................................ 24

4.3.4 Kriteria Sampel Penelitian ........................................................................ 24

4.3.4.1 Kriteria Inklusi .......................................................................................... 24

4.3.4.2 Kriteria Ekslusi.......................................................................................... 24

4.4 Identifikasi Variabel ................................................................................... 25

4.5 Definisi Operasional................................................................................... 25

4.5.1 Komorbiditas ............................................................................................. 25

4.5.2 Jenis Kelamin ............................................................................................ 25

4.5.3 Usia............................................................................................................ 25

4.6 Pengambilan, Pengolahan, dan Penyajian Data .............................................. 27

4.6.1 Pengambilan Data ..................................................................................... 27

4.6.2 Pengolahan Data ........................................................................................ 27

4.6.3 Penyajian Data ........................................................................................... 27

4.7 Analisis Data .............................................................................................. 28

4.8 Jadwal Kegiatan ......................................................................................... 28

BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................... 29

5.1 Gambaran Umum Penelitian ...................................................................... 29

5.2 Karakteristik Sampel Penelitian ................................................................. 30

5.2.1 Karakteristik Pasien Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan


Hiperaktivitas Berdasarkan Usia ........................................................................... 30

ix
5.2.2 Karakteristik Pasien Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas Berdasarkan Jenis Kelamin ........................................................... 30

5.3 Gambaran Sampel Penelitian ..................................................................... 31

5.3.1 Komorbiditas Pasien Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan


Hiperaktivitas ........................................................................................................ 31

5.3.2 Gambaran Pasien Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas


dengan Komorbiditas ............................................................................................ 33

5.3.3 Gambaran Pasien Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas


Tanpa Komorbiditas .............................................................................................. 35

BAB VI PEMBAHASAN.................................................................................... 37

6.1 Interpretasi dan Diskusi Hasil .................................................................... 37

6.1.1 Karakteristik Pasien Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan


Hiperaktivitas Berdasarkan Usia ........................................................................... 37

6.1.2 Karakteristik Pasien Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan


Hiperaktivitas Berdasarkan Jenis Kelamin ........................................................... 38

6.1.3 Komorbiditas Pasien Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan


Hiperaktivitas ........................................................................................................ 38

6.1.3.1 Gangguan Spektrum Autisme ................................................................... 39

6.1.3.2 Gangguan Berbicara dan Berbahasa.......................................................... 40

6.1.3.3 Retardasi Mental ....................................................................................... 40

6.1.3.4 Disruptive, Impulse-Control, and Conduct Disorders .............................. 41

6.1.3.5 Gangguan Koordinasi Motorik Halus dan Kasar ...................................... 42

6.1.3.6 Gangguan Kecemasan ............................................................................... 42

6.1.3.7 Gangguan Pendengaran ............................................................................. 43

6.1.3.8 Gangguan Sensori Integrasi ...................................................................... 43

6.1.3.9 Epilepsi ...................................................................................................... 44

6.1.4 Karakteristik Pasien Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan


Hiperaktivitas dengan Komorbiditas .................................................................... 44

x
6.1.5 Faktor Risiko Pasien Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas dengan Komorbiditas .................................................................... 46

6.1.6 Karakteristik Pasien Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan


Hiperaktivitas tanpa Komorbiditas ....................................................................... 47

6.1.7 Faktor Risiko Pasien Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan


Hiperaktivitas tanpa Komorbiditas ....................................................................... 48

6.2 Keterbatasan Penelitian .............................................................................. 49

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 50

7.1 Kesimpulan ................................................................................................ 50

7.2 Saran ........................................................................................................... 50

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 52


LAMPIRAN ......................................................................................................... 57

xi
DAFTAR SINGKATAN

ADHD : Attention Deficit Hyperactivity Disorder

APA : American Psychiatric Association

CAPD : Central Auditory Processing Disorders

CD : Conduct Disorders

DAT : Dopamine Transporter Gene

DBD : Disruptive Behaviour Disorders

DCD : Disruptive Coordination Disorders

DSM : Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder

EEG : Electroencephalogram

GPPH : Gangguan Pemusahatan Perhatian dan Hiperaktivitas

GSA : Gangguan Spektrum Autisme

ICD : International Classification of Disease

IQ : Intelligence Quotient

MRI : Magnetic Resonance Imaging

ODD : Oppositional Defiant Disorders

PET : Positron Emission Tomography

PPDGJ : Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa

RSJD : Rumah Sakit Jiwa Daerah

RSUP : Rumah Sakit Umum Pemerintah

xii
DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 2.1 Pengaturan Emosi………………………………………....………...12

Gambar 2.2 Pengaturan Gerak………………………………………..…….........12

Gambar 2.3 Pembacaan EEG…………..………………………………………...13

Gambar 2.4 Brain Mapping………………………………………...……………14

xiii
DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 2.1 Abnormalitas otak GPPH..………..……………...……………………10

Tabel 2.2 Karakteristik Gelombang Otak.……….................................................14

Tabel 2.3 Obat-obat terapi psikofarmaka GPPH……………………...………….21

Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan………………………….……………………… 29

Tabel 5.1 Insidensi Pasien Anak GPPH……………………………………..…...30

Tabel 5.2 Karakteristik Pasien GPPH berdasarkan Usia……………………….. 31

Tabel 5.3 Statistik Pasien Anak berdasarkan Usia……………………………… 31

Tabel 5.4 Karakteristik Pasien GPPH berdasarkan Jenis Kelamin………………32

Tabel 5.5 Komorbiditas Pasien Anak GPPH…………………………………….32

Tabel 5.6 Jenis Gangguan Komorbid Pasien Anak GPPH………………………33

Tabel 5.7 Jenis Gangguan >1 Komorbid pada Pasien Anak GPPH…………...…33

Tabel 5.8 Derajat Komorbid Retardasi Mental…………………………………..34

Tabel 5.9 Karakteristik Pasien Anak GPPH dengan Komorbiditas……………...35

Tabel 5.10 Statistik Usia Pasien Anak GPPH dengan Komorbiditas………..…..35

Tabel 5.11 Faktor Risiko Pasien Anak GPPH dengan Komorbiditas……………36

Tabel 5.12 Karakteristik Pasien Anak GPPH tanpa Komorbiditas………………37

Tabel 5.13 Statistik Usia Pasien Anaka GPPH tanpa Komorbiditas…………….37

Tabel 5.14 Faktor Risiko Pasien Anak GPPH tanpa Komorbiditas……………...38

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) merupakan
bagian terbesar dari anak yang dibawa orangtua untuk berobat ke psikiater anak.
Prestasi akademik dibawah rata-rata atau buruk sehingga menimbulkan konflik
dengan orangtua atau guru di sekolah. Anak yang mengalami gangguan ini tidak
mampu menyelesaikan tugas dengan baik sehingga sering dianggap sebagai anak
membangkang,anak malas, atau anak yang tidak bertanggung jawab. Kondisi ini
menyebabkan respon keluarga atau lingkungan terhadap anak ini cenderung
bersikap memusuhi atau tidak menyukai. Sehingga sebagian besar orang tua yang
membawa anak dengan gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas ke psikiater
memiliki keluhan utama yaitu anak mereka “nakal”, “malas belajar”, “kurang
konsentrasi”, baik di sekolah ataupun di rumah. (Saputro, 2009).
Angka prevalensi GPPH cukup bervariasi, salah satu alasannya karena
adanya perubahan kriteria diagnsotik yang terus direvisi. Prevalensinya di seluruh
dunia diperkirakan antara 3 - 8%. (Ries Merikangas K, et al. 2010). Insiden GPPH
di Amerika Serikat bevariasi dari 2 - 20% pada anak-anak sekolah dasar. Angka
konservatif adalah kira-kira 3 – 7 % pada-anak-anak sekolah dasar prapubertas.
(Sadock, Sadock. 2010) Dalam penelitian di Indonesia sendiri, terdapat 30 buah
sekolah dasar yang dipilih secara acak di Jakarta tahun 2011 didapatkan proporsi
26,2% GPPH. Penelitian di Bali selama tahun 2012 jumlah pasien GPPH yang
berkunjung ke poliklinik Tumbuh Kembang Rumah Sakit Umum Pemerintah
(RSUP) Sanglah sebanyak 63 orang. Anak laki-laki dikatakan memiliki insidensi
yang lebih tinggi untuk mengalami GPPH daripada perempuan sebesar rasio 3-4 :
1 (Elvira & Hadisukanto, 2017).
Komorbiditas yakni suatu keadaan yang menunjukkan terdapat dua
penyakit yang berbeda dalam waktu yang bersamaan dalam diri seseorang. Anak
GPPH yang dirujuk ke klinik banyak yang menunjukkan gangguan psikiatri lain,
seperti gangguan sikap menentang, gangguan tingkah laku, gangguan suasana
1
perasaan, gangguan kecemasan, gangguan belajar dan gangguan komunikasi, juga
gangguan Tourette. Gangguan ini dapat berlanjut sampai remaja bahkan sampai
dewasa jika tidak mendapat penanganan yang adekuat (Soetjiningsih & Ranuh,
2013).
Peneliti Denmark melakukan studi pada 14.825 anak-anak & remaja (usia
4-17 tahun) dan menemukan bahwa 52% populasinya memiliki minimal 1
gangguan komorbid psikiatri dan 26% memiliki 2 atau lebih komorbiditas.
Frekuensi terbanyak komorbiditas yang dilaporkan, yaitu: Gangguan Konduksi
(16,5%), Gangguan Spesifik perkembangan bahasa, belajar, dan motorik (15,4%),
Autism Spectrum Disorder (12,4%), Disabilitas Intelektual (7,9%) (Jensen CM &
Steinhausen HC, 2015).
Tahun 2015-2016 di Kota Manado dilakukan penelitian terhadap 20
Sekolah Dasar yang mana didapatkan dari 611 siswa terskrining GPPH, 143
diantaranya mengalami komorbiditas pada GPPH, dan komorbiditas yang
terbanyak adalah gangguan perilaku oposisional menentang (Ratnasari, Kaunang,
& Dundu, 2016).
Sangat penting untuk mendeteksi kehadiran komorbiditas ketika anak
didiagnosis GPPH. Melihat pada psikopatologis terkait GPPH, manifestasi klinis
akan lebih kompleks & dapat menjadi tantangan diagnostik. Sehingga evaluasi
awal yang cermat harus dilakukan untuk mengeliminasi berbagai kemungkinan
diagnosis banding. Sebagai tambahan, prognosis dan hasil akhir dari anak-anak
dengan komorbid pada GPPH lebih buruk dibandingkan dengan anak-anak
dengan GPPH saja (Masi & Gignac, 2015).
Total insidensi GPPH di RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda
periode 2010-2015 sejumlah 54 kasus dan 50 kasus telah menjadi sampel
penelitian oleh mahasiswa kedokteran Universitas Mulawarman dan dari
penelitian tersebut tahun 2014 memiliki jumlah insidensi tertinggi dengan 14
(28%) kasus.
Selama ini, belum terdapat penelitian yang mengangkat tentang
komorbiditas pasien anak GPPH di Kalimantan Timur, khususnya di Samarinda
sebagai ibu kota yang juga penduduknya terpadat se-Kalimantan Timur.
Walaupun demikian, berdasarkan data rekam medik sementara yang diperoleh di

2
Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Atma Husada Mahakam Samarinda, terdapat
kurang lebih 30 pasien anak per-tahunnya sebagai pasien baru GPPH yang
terdaftar, selebihnya ialah pasien rutin yang berulang datang untuk terapi GPPH
beserta komorbiditasnya.
Berdasarkan teori yang diperoleh melalui studi kepustakaan di atas,
penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai komorbiditas pasien anak
GPPH di RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda tahun 2015-2018. Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kalangan medis pada khususnya
dan masyarakat pada umumnya.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah penelitian ini ialah bagaimana komorbiditas
pasien anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui komorbiditas pasien anak dengan Gangguan Pemusatan
Perhatian dan Hiperaktivitas

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui karakteristik pasien anak Gangguan Pemusatan Perhatian
dan Hiperaktivitas berdasarkan usia
2. Mengetahui karakteristik pasien anak Gangguan Pemusatan Perhatian
dan Hiperaktivitas berdasarkan jenis kelamin
3. Mengetahui gambaran pasien anak Gangguan Pemusatan Perhatian
dan Hiperaktivitas dengan komorbiditas
4. Mengetahui gambaran pasien anak Gangguan Pemusatan Perhatian
dan Hiperaktivitas tanpa komorbiditas

3
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat bagi Peneliti
1. Mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh mengenai
metode penelitian
2. Memperluas wawasan mengenai GPPH khususnya untuk komorbiditas
berdasarkan pasien anak yang didapat di RSJD Atma Husada
Mahakam Samarinda
3. Sebagai pemenuhan syarat tugas akhir dalam memperoleh gelar
sarjana kedokteran (S.Ked)

1.4.2 Manfaat Ilmiah


1. Menambah informasi dan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran jiwa
dan kesehatan anak terutama mengenai GPPH
2. Dapat menjadi acuan untuk mengembangkan penelitian dikemudian
hari mengenai GPPH pada anak

1.4.3 Manfaat bagi Masyarakat dan Kelembagaan


1. Memberikan gambaran informasi data kepada RSJD Atma Husada
Mahakam Samarinda mengenai pasien anak GPPH yang ditangani
rumah sakit terkait.
2. Mengetahui komorbiditas pasien anak GPPH sehingga dapat ditangani
pula gejala/penyakit yang menyertai.
3. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kasus GPPH
pada anak yang terjadi di Kalimantan Timur, khususnya di Kota
Samarinda.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah kondisi
beragam yang ditandai dengan gejala kurangnya perhatian, hiperaktif dan
impulsivitas, dan dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap kehidupan
pasien. (American Psychiatric Association, 2013; WHO, 2017).
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan
Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah suatu kondisi medis yang
ditandai oleh ketidakmampuan memusatkan perhatian, hiperaktivitas, dan
impulsivitas, yang terjadi pada lebih dari satu situasi, dengan frekuensi lebih
sering dan intensitas lebih berat dibandingkan dengan anak-anak seusianya
(Kementerian Kesehatan RI, 2011).
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) merupakan
gangguan tingkah laku yang paling banyak terjadi pada anak-anak. GPPH
merupakan gangguan biologis pada fungsi otak yang bersifat kronis yang
menimbulkan disfungsi kognitif (fungsi eksekutif) yang tidak sesuai dengan
perkembangan usia anak. (Soetjiningsih & Ranuh, 2013).
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) / GPPH adalah
gangguan perkembangan dalam peningkatan aktivitas motorik anak-anak
sehingga menyebabkan aktivitas anak-anak yang tidak lazim dan cenderung
berlebihan (Davison GC, Neale JM, & Kring AM, 2010).

5
2.2 Sejarah
Gangguan perilaku pada anak pertama kali dideskripsikan oleh dokter
Heinrich Hoffman tahun 1863 sebagai: “seorang anak yang selalu bergerak, tidak
pernah berhenti walaupun ditegur oleh ayah dan ibunya, seolah-olah tidak
mendengar nasehat orang tuanya, anggota tubuhnya tidak pernah bisa diam,
berputar kesana kemari, naik turun kursi dan meja, tiada hentinya tanpa
memperdulikan sekitarnya, sehingga orang tuanya tidak dapat menahan diri lagi
melihat keadaan anaknya seperti itu”. Hoffman memberi panggilan anak ini:
Fidgety Phil “Phil yang tidak bisa diam”.
Sejumlah kasus di Amerika Utara dilaporkan mengalami gangguan perilaku
dan kognitif yang sesuai dengan karakteristik GPPH sekarang sebagai gejala sisa
dari infeksi otak, akibat dari terjadinya epidemic ensefalitis pada tahun 1917 -
1918. Gangguan ini disebut gangguan perilaku pasca ensefalitik (Cantwell, 1981;
Kessler, 1980). Pada kurun waktu 1930-1940 berbagai penyakit otak menjadi
sorotan dapat menyebabkan gangguan perilau dan kognitif yang sesuai dengan
karakteristik GPPH, istilah lain yang dipakai pada waktu tersebut “organic
driveness”, “restlessness” syndrome. Selain penyakit otak, ruda paksa proses
kelahiran juga dapat menjadi penyebabnya sehingga pada kurun waktu yang sama
dikenal konsep “brain injured child”. (Strauss & Lehtinen, 1947).

2.2.1 Kurun Waktu Tahun 1950 – 1960


Konsep minimal brain damage dan minimal brain dysfunction dikenal
dengan adanya banyak kasus yang menunjukkan gangguan perilaku sebagai
akibat kerusakan otak, tetapi tidak disertai riwayat/hasil pemeriksaan yang
memberikan bukti nyata terjadinya kerusakan otak tersebut.

2.2.2 Kurun Waktu Tahun 1960 – 1970


Minimal brain damage menuai banyak kritikan bagi anak yang hanya
memiliki tanda atau gejala neurologik yang kabur, tetapi tidak didapatkan adanya
kerusakan otak yang jelas. Pada tahun 1968, secara resmi definisi hiperaktivitas
dicantumkan dalam nomenklatur diagnosis DSM Edisi II, sebagai hyperkinetic

6
reaction of childhood disorder dimana gangguan ini memiliki karakteristik
aktivitas berlebihan (overactivity), tidak bisa diam (restless), perhatiannya mudah
beralih (distractibility) , dan rentang perhatian pendek (short attention span).

2.2.3 Kurun Waktu Tahun 1970 – 1980


Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder Edisi III (DSM III),
tahun 1980, nama gangguan tersebut diganti menjadi Gangguan Pemusatan
Perhatian/ Attention Deficit Disorder (American Psychiatric Association, 1980).
Defisit pemusatan perhatian dan pengendalian impuls menjadi kriteria diagnostik
yang lebih signifikan dibandingkan dengan hiperaktivitas, karena ternyata gejala
hiperaktivitas tidak spesifik bagi gangguan ini saja, melainkan didapatkan pada
gangguan autistik, mania, gangguan cemas, dan lainnya.

2.2.4 Kurun Waktu Tahun 1980 – 1990


Pada tahun 1987, sesuai dengan DSM III-R (American Psychiatric
Association, 1987), yaitu Edisi revisi dari DSM III, nama Attention Deficit
Disorder (ADD) atau Gangguan Pemusatan Perhatian (GPP) diubah menjadi
Attention-Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan Pemusatan
Perhatian Hiperaktivitas (GPPH). Jadi gejala utama hiperaktivitas dan defisit
kognitif lainnya seperti gejala tidak mampu memusatkan perhatian merupakan
satu kesatuan diagnosis, bukan merupakan gangguan pemusatan perhatian belaka.

2.2.5 Kurun Waktu Tahun 1990 – 1998


Kurun waktu ini juga ditandai dengan publikasi DSM IV yang
mencantumkan kriteria diagnosis pervasiveness gejala, yaitu gejala tersebut
didapatkan di semua institusi (rumah, sekolah/tempat kerja dan lainnya) serta
menimbulkan bahaya pada semua fungsi kehidupan (rumah, akademik,
pekerjaan). (American Psychiatric Association, Diagnostic And Statistical Manual
of Mental Disorders, 1994).

7
2.3 Epidemiologi
Prevalensi GPPH di berdasarkan usia dibagi menjadi, anak-anak usia
prasekolah (usia < 7 tahun) sebanyak 1.8% - 1.9% (di Eropa), anak-anak dan
remaja 5.3% - 7.1% (di dunia), dan pada dewasa (usia 18 – 44 tahun) sebanyak
1.2%-7.3% (di dunia).
Anak-anak GPPH berdasarkan jenis kelamin, menurut ADORE (Attention-
Deficit Hyperactivity Disorder Observational Reasearch ini Europe) melakukan
studi observational selama 24 bulan di 10 negara di Eropa pada anak anak usia 6-
18 tahun, dari total 1478 pasien yang dianalisis terdapat 231 perempuan (15.7%),
dan 1222 laki-laki (84.3%). Rasio jenis kelamin bervariasi tiap negara, dari 1:3
sampai 1:16 untuk perempuan : laki-laki.
Terdapat 3 presentasi GPPH yang diperkenalkan oleh Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders-5th edition (DSM-5): (1) Predominan
Inatensi (2) Predominan hiperaktivitas-impulsive (3) Kombinasi inatnesi-
hiperaktivitas-impulsivitas. Angka kejadian GPPH bervariasi di berbagai studi.
Meta analisis seluruh dunia dari 86 studi mengindikasikan bahwa tipe dominan
inatensi dari GPPH merupakan subtipe paling umum dari seluruh sampel, dengan
pengecualian anak usia pra-sekolah, dimana tipe dominan hiperaktif-kompulsif
merupakan yang paling umum dari anak kelompok usia ini.

2.4 Etiologi dan Faktor Resiko


GPPH merupakan bagian terbesar dari anak yang dibawa orangtua untuk
berobat ke psikiater anak. Meskipun penyebab pasti GPPH sampai saat ini belum
ditemukan, namun faktor resiko yang diduga meningkatkan kejadian GPPH ialah
faktor genetik. Beberapa penelitian menunjukkan bila orang tua mengalami
GPPH, sebagian anak mereka dijumpai mengalami gangguan tersebut. (Galih,
2011; Patternote & Agra, 2010; Santrock, 2011).

8
2.4.1 Faktor Genetik
Dari beberapa penelitian genetik dikatakan bahwa saudara kandung dari
anak dengan GPPH mempunyai resiko 5-7 kali lebih besar untuk mengalami
gangguan yang serupa jika dibandingkan dengan anak lain yang tidak mempunyai
saudara kandung dengan GPPH. Sedangkan orang tua yang menderita GPPH
mempunyai kemungkinan sekitar 50% untuk menurunkan gangguan ini pada anak
mereka. Jacquelyn J. Gilis dalam penelitiannya pada anak dengan GPPH
menyatakan 55% - 92% anak kembar identik akan menderita gangguan yang sama
jika salah satu anak tersebut menderita GPPH (Wiguna, 2017).

2.4.2 Faktor Neurofisiologis dan Neuroanatomis


Sejumlah studi menggunakan Positron Emission Tomography (PET)
menemukan berkurangnya aliran darah otak serta laju metabolik di area lobus
frontalis anak-anak dengan GPPH, yang juga menjelaskan bahwa lobus frontalis
anak-anak tersebut melakukan mekanisme inhibisinya dengan tidak adekuat pada
struktur yang lebih rendah, suatu efek yang menghasilkan disinhibisi (Sadock &
Sadock, Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis, 2010).
The National Institute of Mental Health melakukan penelitian
menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI) melaporkan bahwa anak
GPPH didapatkan pengecilan lobus prefrontal kanan, nuklus kaudatus kanan,
globus palidus kanan serta vermis (bagian dari serebelum). Lobus prefrontal
dikenal sebagai bagian otak yang terlibat dalam proses editing perilaku,
mengurangi distrakbilitias, membantu kesadaran diri dan waktu seseorang.
Sedangkan nuklus kaudatus dan globus pallidus berperan dalam menghambat
respons otomatik yang datang pada otak, sehingga koordinasi rangsangan tersebut
tetap optimal. Sedangkan fungsi cerebelum dalah mengatur keseimbangan.
Meskpun demikian, apa yang menyebabkan pengecilan lobus atau bagian otak
masih merupakan tanda tanya (Elvira & Hadisukanto, 2017).

9
Tabel 2 .1 Abnormalitas otak pada penderita GPPH. (Seidman LJ, Valera EM,
& Makris N, 2005).

2.4.3 Faktor Neurokimiawi Otak


Cook EH,dkk dan Barkley,dkk, menyatakan adanya pengingkatan ambilan
kembali dopamine ke dalam sel neuron di daerah sistem limbik dan lobus
prefrontal yang dikaitkan dengan terjadinya polimorfisme pada Dopamine
Transporter Gene (DAT1) yang terletak pada kormodsom 5p13. Polimorfisme
ini dikaitkan dengan gangguan dalam fungsi neurotransmitter dopamine terutama
di kortekss dorsolateral prefrontal yang terutama berkaitan dengan fungsi
terutama dengan fungsi eksekutif. Kondisi ini membuat anak dengan GPPH
mengalami kesulitan dalam kontrol diri dan gangguan dalam menginhibisi
perilakunya (Wiguna, et al., 2017).

2.4.4 Faktor Lingkungan dan Lainnya


Lingkungan sosial yang buruk seperti disungsi perkawinan dan keluarga,
sosial ekonomi rendah dikatakan berhubungan dengan terjadinya GPPH. Masalah
saat kehamilan (ibu merokok, depresi, minum alkohol, kekurangan oksigen,
keracunan plumbum) dan kelahiran (trauma lahir, infeksi). Lingkungan sosial
yang buruk seperti disfungsi perkawinan dan keluarga, sosial ekonomi rendah
dikatakan berhubungan dengan terjadinya GPPH (Indriyani, Soetjiningsih,
Ardjana, & Windiani, 2008).

10
2.5 Patofisiologi
Perhatian merupakan proses kognitif yang melibatkan beberapa bagian
otak untuk dapat memberikan perhatian yang sepadan sesuai dengan impuls yang
diterima di korteks. Impuls tersebut dapat berasal dari sel neuromodulator brain
stem dan basal forebrain yang aksonnya berada di hampir semua bagian korteks.
Pengaturan lain terkait proses atensi dikorteks juga terjadi melaui jaras
thalamokortikal yang menghubungkan thalamus dan korteks (Yanofiandi &
Syarif, 2009).
Pada keadaan diperlukan atensi dengan intensitas tinggi, nukleus
mediodorsal yang terdapat pada thalamus akan ikut teraktivasi. Nukleus ini
berhubungan dengan korteks prefrontal dan korteks parietal. Selain itu juga
nukleus ventrolateral yang terdapat di thalamus juga ikut mencapai tingkat
perhatian yang diinginkan. Interaksi antar sel nukleus yang terdapat di thalamus
akan melewati nukleus retikularis yang bertindak sebagai penghambat sinyal yang
tak diinginkan (Yanofiandi & Syarif, 2009).
Hipotesa pengaturan perhatian dijelaskan dalam mekanisme Top-Down
Attention dan Bottom-Up Attention. Pengaturan Top-Down Attention diperkirakan
terjadi melalui proses impuls saraf dikirim oleh korteks prefrontal ke korteks
parietal dan korteks temporal sedangkan Bottom-Up Attention rangsangan yang
diterima korteks temporal atau parietal akan dikirimkan ke korteks prefrontal
(Arnsten, 2009).
Kegagalan untuk merespon impuls sesuai tingkatan emosi yang diatur
terutama di korteks thalamus dan amigdala dapat menyebabkan seseorang
bertidak impulsive dan agresif. Peranan dalam pengaturan emosi merupakan
proses yang rumit. Impuls yang diterima oleh alat sensorik akan sampai ke
thalamus dan dikirimkan ke amigdala dan korteks sensoris. Korteks prefrontal
terlibat juga dalam menekan respon yang dipicu oleh amigdala yang mungkin
kurang sesuai dengan situasi yang dihadapi (Sherwood, 2014).

11
Gambar 2.1 Pengaturan emosi. (Armony J & Ledoux JE, 2000).
Aktivitas yang sepadan dan bertujuan merupakan hasil olahan impuls yang
melibatkan korteks parietal, korteks prefrontal, ganglia basalis, dan serebelum.
Korteks prefrontal bersama-sama dengan area tambahan motorik di korteks juga
berinteraksi dengan ganglia basalis untuk menghasilkan gerak yang sepadan baik
intensitas maupun durasinya (Yanofiandi & Syarif, 2009).

Gambar 2.2 Pengaturan gerak oleh beberapa bagian otak (O. Hikosaka, et
al., 2000).

12
2.6 Brain Mapping
GPPH adalah hal yang serius untuk kesehatan dan perkembangan. Banyak
hal yang dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis dan mendapatkan
pertolongan untuk kebutuhan anak. Sangat penting untuk berbicara dengan dokter
atau klinisi lain mengenai evaluasi dan test untuk GPPH. Pemeriksaan klinis
adalah cara yang umum untuk mengevaluasi dan mendiagnosis GPPH. EEG
adalah instrumen untuk mendeteksi gelombang otak (elektrik), apakah kuat atau
lemah (amplitudo) dan cepat atau lambat (frekuensi).

Gambar 2.3 Pembacaan EEG anak GPPH (Nash, 2011).


EEG pada GPPH menunjukkan beberapa hasil sebagai berikut:
- Anak GPPH sulit memproduksi gelombang beta > 14 Hz
- Dominan gelombang lambat, terutama gelombang Theta (4-8 Hz)
- Peningkatan gelombang Theta dan penurunan gelombang Beta saat
membaca
- Dalam presentasi kecil anak GPPH, terdapat peningkatan beta yang
tinggi (lebih dari 33 Hz) -> mengalami kecemasan dan masalah tidur
(Yucha, 2008)

13
Tabel 2.2 Karakteristik Gelombang Otak (Dewi, 2014).

Theta adalah pola yang paling banyak terlihat pada anak dengan diagnosis
GPPH, telah dibuktikan dalam penelitian metaanalisis sebelumnya (Synder &
Hall, 2006) 80% dari 1498 anak yang didiagnosis GPPH menunjukkan pola
tersebut dengan sensitivitas dan spesifitas 94% identifikasi GPPH dari QEEG
(Dewi, 2014). Belakangan ini, para ahli juga mempelajari QEEG (Quantitave
EEG) yang mengukur aktivitas elektrik di otak dengan terfokus pada hubungan
kekuatan aktivitas gelombang theta dengan gelombang-gelombang yang lain,
yang biasanya juga didapatkan aktivitas gelombang Theta dan Alfa meningkat
pada anak GPPH (American Academy of Neurology, 2016).

Gambar 2.4 Brain Mapping Anak Normal vs GPPH (Dewi, 2014)

14
2.7 Gejala dan Tanda
Ciri khas anak dengan gangguan ini yang paling sering disebutkan dalam
urutan frekuensi, hiperaktivitas, hendaya motorik perseptual, labilitas emosi,
defisit koordinasi umum, defisit atensi (rentang atensi singkat, mudah teralih
perhatiannya, perseverasi, gagal meneyelesaikan tugas, inatensi, konsentrasi
buruk), impulsivitas (bertindak sebelum berpikir, pergeseran tiba-tiba dalam
aktivitas, kurang teratur, melompat di kelas), defisit daya ingat dan berpikir,
ketidakmampuan belajar spesifik, defisit pendengaran dan bicara, serta tanda
neurologis ekuivokal dan ketidakteraturan EEG.
Kesulitan di sekolah, baik dalam belajar atau perilaku, adalah masalah
lazim yang sering timbul bersama dengan GPPH; kesulitan ini kadang-kadang
dating akibat gangguan komunikasi atau gangguan belajar yang ada atau akibat
mudah teralih perhatian atau atensi yang berfluktuasi, yang menghambat
perolehan, retensi dan penunjukkan pengetahuan (Sadock & Sadock, 2016).

2.8 Komorbiditas
Komorbiditas gangguan psikiatri lain pada pasien GPPH setinggi 50%-
90% dan komorbiditas secara signifikan mengubah presentasi, dan pilihan
tatalaksana. Klinisi harus selalu melihat adanya gangguan komorbid kapanpun
mengevaluasi anak dengan GPPH. Ketika mengevaluasi kondisi komorbiditas,
dokter harus berusaha menentukan apakah satu kondisi "primer" dapat
sepenuhnya menjelaskan gejala yang paling melumpuhkan dan menyusahkan.
Jika suatu kondisi primer dapat sepenuhnya menjelaskan gejala-gejala tersebut,
maka kondisi lainnya tidak boleh didiagnosis. Sebagai contoh, jika pasien
memiliki gejala GPPH hanya selama episode bipolaritas, GPPH tidak akan
didiagnosis. Dalam praktiknya, seringkali sulit untuk menentukan gejala mana
yang menyebabkan gangguan pada pasien, terutama ketika kedua gangguan
tersebut memiliki perjalanan kronis. Jika kedua kondisi berkontribusi terhadap
gangguan pasien, maka baik GPPH dan kondisi komorbiditas harus didiagnosis
dan diobati. Secara umum, kemungkinan komorbiditas terutama tinggi pada anak-
anak yang resisten terhadap pengobatan atau memiliki GPPH yang parah.
(Faraone & Kunwar, 2007).

15
Pengertian umum komorbiditas adalah suatu keadaan yang menunjukkan
terdapat dua penyakit yang berbeda dalam satu waktu yang bersamaan dalam diiri
seseorang. Kedua penyakit tersebut tidak berinteraksi satu dengan yang lain dan
hasil terapi terhadap penyakit yang satu tidak selalu berpengaruh terhadap
penyakit yang lain. Terdapat beberapa pandangan hipotetik tentang komorbiditas
yaitu bahwa:
1. Masing-masing gangguan komorbiditas merupakan manifestasi klinik dari
penyakit yang berbeda dan terpisah
2. Gangguan komorbiditas tidak merupakan penyakit yang terpisah dan
berbeda satu sama lain, tetapi merupakan penyakit yang sama dengan
ekspresi yang berbeda
3. Gangguan komorbid berbagi berbagi ciri kelemahan yang sama baik
genetik ataupun psikososial atau keduanya
4. Gangguan komorbid merupakan subtipe yang berbeda dari satu kelompok
penyakit yang heterogen
5. Suatu sindrom dapat merupakan manifestasi awal dari gangguan komorbid
6. Perkembangan suatu sindrom daoat meningkatkan risiko terjadinya
gangguan komorbid (Saputro, 2009).
Gangguan penyerta dapat mendukung bagi suatu diagnosis. Kecerobohan
dalam hubungan-hubungan sosial, kesembronan dalam situasi yang berbahaya dan
sikap yang secara impulsive melanggar tata tertib sosial (yang diperlihatkan
dengan mencampuri urusan atau mengganggu kegiatan orang lain, terlampau
cepat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang belum lengkap diucapkan orang,
atau tidak sabar menunggu gilirannya), kesemuanya merupakan ciri khas dari
anak-anak dengan gangguan ini. (Maslim, 2013).
3 tipe yang biasanya muncul dan berhubungan dengan GPPH :
1. Cortical wiring problems yang merupakan akibat abnormalitas dalam
struktur cortex cerebrum. Cortical wiring problems termasuk :
 Disabilitas belajar
 Disabilitas bahasa
 Kesulitan motorik halus dan kasar
 Kesulitan fungsi eksekutif
16
2. Masalah dalam meregulasi emosi, termasuk:
 Depresi
 Gangguan Kesemasan (termasuk gangguan panik)
 Anger-control problems (intermitten explosive disorder atau
oppositional defiant disorder)
 Obsessive-Compulsive Disorder (OCD)
 Gangguan Bipolar
3. Gangguan Tic, termasuk:
 Motor tics
 Oral tics
 Sindrom Tourette

2.9 Diagnosis
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5th
Edition (DSM-V) yang terdapat dalam American Psychiatric Association (APA)
telah membuat beberapa perubahan pada kriteria diagnostik GPPH untuk remaja
dan dewasa. Pada DSM-V, gejala inatensi atau hiperaktivitas-impulsivitas harus
timbul sebelum usia 12 tahun agar bisa ditegakkan diagnosis sebagai GPPH.
Subtipe GPPH juga dibagi menjadi 3 spesifikasi: (1) Kombinasi inatensi dan
hiperaktivitas/impulsivitas (2) Predominan Inantensi (3) Predominan
hiperaktivitas/impulsivitas. Dalam mengkonfirmasi diagnosis, perburukan semua
spesifikasi tersebut minimal terjadi di dua tempat dan menganggu perkembangan
sosial atau fungsi akademik. (Sadock, Sadock & Ruiz, 2015).
Kriteria diagnosis di Indonesia dapat pula ditegakkan berdasarkan
Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III (PPDGJ III) yang sesuai
dengan International Classification of Disease X (ICD X) tahun 2016 yang mana
GPPH atau GPPH ini memiliki ciri utama berkurangnya perhatian dan aktivitias
berlebihan yang menjadi syarat mutlak diagnosis (Elvira & Hadisukanto, 2017).
Inatensi atau berkurangnya perhatian tampak jelas dari terlalu dini
dihentikannya tugas dan ditinggalkannya suatu kegiatan sebelum tuntas selesai.
Anak-anak ini seringkali beralih dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain, rupanya
kehilangan minatnya terhadap tugas yang satu, karena perhatiannya tertarik
17
kepada kegiatan lainnya (sekalipun kajian laboratorium tidak menunjukkan
adanya derajat gangguan sensorik atau perseptual yang tidak biasa). Berkurangnya
dalam ketekunan dan perhatian ini seharusnya hanya didiagnosis bila sifatnya
berlebihan bagi anak dengan usia atau IQ yang sama (Maslim, 2013).
Hiperaktivitas dinyatakan dalam kegelisahan yang berlebihan, khususnya
dalam situasi yang menuntut keadaan relatif tenang. Hal ini, tergantung dari
situasinya, mencakup anak itu berlari-lari atau berlompat-lompat sekeliling
ruangan, ataupun bangun dari duduk/kursi dalam situasi yang menghendaki anak
itu tetap duduk, terlalu banyak bicara dan ribut, atau kegugupan/kegelisahan dan
berputar-putar (berbelit-belit). Tolak ukur untuk penilaian berlebihan yang
dimaksud adalah apa yang diharapkan dalam suatu situasi dan dibandingkan
dengan anak-anak lain yang sama usia dan nilai IQ-nya (Maslim, 2013).

Tabel 1.1 Susunan pemeriksaan GPPH berdasarkan PMK no. 330 tentang
Pedoman Deteksi Dini GPPH pada Anak serta Penangannya tahun 2011

Susunan urutan (algorithm) pemeriksaan GPPH:


a. Rujukan datang dari sekolah atau keluarga/ orang tua
b. Penilaian/ observasi perilaku anak berdasarkan kuesioner untuk orang tua/
guru (SPPAHI, Conner’s Teacher Rating Scale/ Conner’s Parent Rating
Scale)
c. Dirujuk pada Psikiater anak atau Dokter spesialis anak atau keduanya untuk
dilakukan pemeriksaan:
1) Pemeriksaan fisik:
- Skrining terhadap keracunan timah hitam, anemia defisiensi Fe,
dan defisiensi nutrisi lainnya
- Pemeriksaan neurologic lengkap, termasuk tes perseptual motoric
untuk menyingkirkan defisit neurologic fokal
- Pemeriksaan kelenjar gondok
2) Wawancara riwayat penyakit
- Riwayat antenatal dan perinatal
- Riwayat perkembangan psikomotorik
- Riwayat ritme tidur

18
- Riwayat keluarga
- Riwayat sekolah (rapor, skrining potensi-prestasi)
- Riwayat medik terutama trauma kepala, infeksi, alergi dan
neurologik
3) Pemeriksaan intelegensi, kesulitan belajar dan sindrom otak organic
- Tes intelegensi (Weschler Intellegence Scale for Children)
- Tes Woodcock-Johnson
4) Pemeriksaan psikometrik/ kognitif-perseptual
- Continous Performance Test (Test of Variable of Attention/
TOVA)
- Wisconsin Card Sort
- Stroop Color Word Test
5) Evaluasi situasi rumah untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh
lingkungan
6) Apabila hasil pemeriksaan sesuai kriteria diagnosa GPPH (berdasarkan
DSM-IV atau PPDGJ III) segera dimulai pengobatan dengan
psikostimulan
7) Pemeriksaan dan monitor efek samping, efektifitas pengobatan setiap 3
bulan. Pengobatan dengan farmakoterapi lain dapat dipertimbangkan.

Skala penilaian perilaku merupakan unsur penting dalam menilai dan


mendiagnosis anak yang mengalami gangguan perilaku. Indonesia menggunakan
Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktif (SPPAHI) yang telah teruji reliable dan
valid. SPPAHI dapat digunakan oleh orang tua/guru untuk mendeteksi dini GPPH
di rumah dan di sekolah. SPPAHI terdiri dari 35 butir yang terdiri dari dua
struktur utama yaitu faktor tidak memusatkan perhatian (inatensi) dan faktor
hiperaktivitas-impulsivitas (hyperactivity-impulsivity) (Saputro, 2009).

19
2.10 Terapi
2.10.1 Nonmedikamentosa
 Terapi Perilaku
Dapat berupa pemberian pujian atau hadiah jika anak berhasil
menyelesaikan tugasnya, memberikan hukuman jika anak
melakukan kenakalan atau kesalahan. Hukuman dapat berupa
perintah melakukan sesuatu atau anak tidak boleh melakukan
sesuatu yang disenanginya. Terapi tingkah laku lain dapat berupa
pemberian poin jika berbuat baik dan pengurangan poin jika
berbuat kesalahan. Keseluruhan poin akan dihitung akhir minggu
untuk melihat berapa poin yang berhasil dikumpulkan untuk
mendapat hadiah tertentu.
 Terapi keterampilan sosial
Terapi keterampilan sosial dilakukan agar anak yang mengalami
GPPH bisa bersosialisasi dengan baik dan memahami norma sosial
yang ada. Biasanya latihan ini mempunyai bentuk bermain peran
agar anak dapat mempraktekkan langsung keterampilan sosialnya.
 Terapi aktivitas fisik (olahraga)
 Konseling terhadap keluarga, guru, pengasuh
 Terapi edukasi
 Lain-lain: Neurofeedback, terapi chelation, terapi dengan anti
jamur sistemik, terapi diet, dan terapi vitamin

2.10.2 Medikamentosa
Berdasarkan PMK RI No. 3330 tahun 2011 tentang Pedoman Deteksi Dini
GPPH pada Anak serta Penanganannya, tujuan dari terapi adalah memperbaiki
pola perilaku dan sikap anak dalam menjalankan fungsinya sehari-hari terutama
dengan memperbaiki fungsi pengendalian diri dan memperbaki pola adaptasi dan
penyesuaian sosial anak sehingga terbentuk suatu kemampuan adaptasi yang lebih
baik dan matang sesuai tingkat perkembangan anak.
Dalam PMK RI no. 330 tahun 2011 juga disebutkan bahwa terapi obat
untuk GPPH yang utama adalah golongan psikostimulan atau stimulan yang
20
sudah lama digunakan. Metilfenidat merupakan salah satu obat golongan stimulan
sistem saraf pusat ringan yang memiliki sistem kerja serupa dengan amfetamin.
Obat ini akan melepaskan amin biogenic (noradrenain, dopamine, dan serotonin)
dari vesikel penyimpanan.
Metilfenidat terbukti sangat efektif pada hampil ¾ anak dengan GPPH dan
memiliki efek samping yang relative kecil. Metilfenidat adalah medikasi kerja
singkat yang biasanya digunakan secara efektif pada jam-jam sekolah, sehingga
anak-anak dengan defisit-atensi atau hiperaktivitas dapat memperhatikan tugasnya
dan tetap berada dalam kelas. Efek samping obat yang paling sering adalah nyeri
kepala, nyeri lambung, mual, kurang nafsu makan dan insomnia. Anak dengan
riwayat tic harus diperhatikan karena beberapa kasus dapat menyebabkan
eksaserbasi gangguan tic.

Tabel 2.3 Obat-obat yang digunakan dalam terapi Psikofarmaka pada anak GPPH
berdasarkan PMK No.330 tahun 2011

Jenis Obat Dosis

Metilfenidat (sediaan tablet 10 mg, 0,3–0,7 mg/kgBB/hari. Biasanya


20 mg) dimulai dengan 5 mg/hari dengan dosis
maksimal 60 mg/hari
Metilfenidat (Slow Release 20 mg) Dosis dimulai dengan 20 mg pada pagi
hari dan dapat ditingkatkan dengan
dosis 0,3–0,7 mg/kgBB/hari. Kadang
perlu ditambahkan 5-10 mg pada pagi
hari untuk mendapatkan efek awal yang
lebih cepat.
Metilfenidat (Extended Release)

1. SODAS (Spheroidal Oral Drug Dosis dimulai dengan 20 mg/hari.


Absorption System) 20 mg Umumnya diberikan satu kali sehari
pada pagi hari. Dosis ditingkatkan
sampai maksimal 60 mg/hari.

2. OROS (Osmotic Release Oral Dosis dimulai dengan 18 mg, satu hari
System) 18 mg dan 36 mg sekali di pagi hari dan ditingkatkan
hingga 0,3-0,7 mg/kgBB/hari.

21
Antidepresan seperti bupoprion, venlafaxine, dan guanfasin menjadi
pilihan kedua terapi GPPH (Patternote & Buitelaar, 2010). Obat anti depresan
lebih kuat dalam memperbaiki perilaku dibandinkan memperbaiki konsentrasi
seperti yang dilakuakn psikostimulan, sehingga dijadikan juga sebagai pilihan
pertama untuk pasien GPPH dengan komorbiditas gangguan mood atau gangguan
kcemasan serta gangguan tic (Prasetyo, 2009).
Antidepresan trisiklik juga dapat digunkan dengan efektivitas sama dengan
psikostimulan saat diawal pengobatan namun efeknya tidak bertahan lama. Obat
pilihannya yaitu Imipramin dengan sediaan tablet 10 mg, 25 mg, dan 50 mg, dapat
digunakan dengan dosis 10-25 mg/hari, maksimal 50-70 mg/hari.
Antipsikotik seperti Risperidon, Quetiapin, Olenzapin dapat
dipertimbangkan bila terdapat peledakan marah yang hebat dan agresi yang harus
ditekan atau pada perilaku anti sosial dan membangkang. Obat ini biasanya
digunakan bagi pasien GPPH yang mempunyai kombinasi dengan GSA atau
retardasi mental yang parah (Patternote & Buitelaar, 2010)
Golongan alpha adrenergic menjadi pilihan ketiga dalam pengobatan
GPPPH yang terdiri dari Clonidide dan Atomoxetine serta Guanfacine. Obat-obat
ini memperngaruhi neurotransmitter norepinefrin dan memperbaiki perilaku
seperti hiperaktivitas, impulsivitas, dan agresi serta memperbaiki gangguan tidur
yang biasa terjadi pada pasien GPPH.

22
BAB III

KERANGKA KONSEP

1. PREDOMINAN INANTENSI
2. PREDOMINAN
GPPH HIPERAKTIVITAS
3. KOMBINASI INATENSI
& HIPERAKTIVITAS

KOMORBIDITAS TANPA
KOMORBIDITAS

USIA FAKTOR JENIS


RISIKO KELAMIN

ANAK
LAKI-LAKI
REMAJA  RIWAYAT KELUARGA
 FAKTOR PRENATAL
PEREMPUAN
 FAKTOR NATAL
DEWASA
 FAKTOR POSTNATAL
 PENGASUHAN
PARSIAL

: Variabel yang diteliti

: Varabel yang tidak diteliti

23
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain penelitian deskriptif
kuantitatif.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda
pada bulan Januari-Maret 2019.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi Penelitian


Populasi dalam penelitian ini adalah semua rekam medik pasien anak yang
memiliki diagnosis GPPH di RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda periode
tahun 2015-2018.

4.3.2 Sampel Penelitian


Sampel penelitian ini adalah rekam medik pasien anak yang memiliki
diagnosis GPPH di RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda.

4.3.3 Besar Sampel Penelitian


Besar sampel penelitian ini adalah total sampling, yaitu sesuai dengan
jumlah populasi penelitian pasien kategori gangguan psikiatri anak dan remaja
yang didiagnosis GPPH di RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda periode
tahun 2015-2018.

4.3.4 Kriteria Sampel Penelitian

4.3.4.1 Kriteria Inklusi


Pasien anak RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda yang tercatat dalam
rekam medis terdiagnosis GPPH.

4.3.4.2 Kriteria Ekslusi


Tidak ada kriteria ekslusi.
24
4.4 Identifikasi Variabel
1. Komorbiditas
2. Jenis Kelamin
3. Usia
4. Riwayat Keluarga
5. Faktor Prenatal
6. Faktor Natal
7. Faktor Postnatal
8. Pengasuhan Parsial

4.5 Definisi Operasional

4.5.1 Komorbiditas
Komorbiditas adalah gangguan yang menyertai gejala GPPH pada pasien.
Kategori komorbiditas didasarkan pada riwayat komorbiditas pasien GPPH yang
tertera dalam rekam medik.

4.5.2 Jenis Kelamin


Jenis kelamin yang tertera dalam rekam medik pasien GPPH,
dikategorikan:
1. Laki-laki
2. Perempuan

4.5.3 Usia
Usia yang dimaksud adalah usia saat pasien terdiagnosis GPPH pertama
kali. Menurut American Academy of Pediatrics (2015), usia anak dikategorikan:
1. 0-12 bulan (infant)
2. 13 bulan-3 tahun (toddler)
3. 4-5 tahun (prasekolah)
4. 6-12 tahun (usia sekolah)

4.5.4 Riwayat Keluarga


Ada atau tidaknya riwayat keluarga yang memiliki keluhan yang sama
dengan pasien anak GPPH yang tertera dalam uraian anamnesis pada rekam
medik.
25
4.5.5 Faktor Prenatal
Menurut Heni (2015) faktor prenatal sebagai penyebab dan faktor risiko
GPPH adalah masa di kandungan apa yang dialami ibu hamil yang dapat
mempengaruhi anak yang dikandung. Faktor prenatal pada penelitian ini berupa
riwayat gangguan psikiatri, seperti ibu yang mengalami stess yang terjadi pada ibu
semasa kehamilan dan ibu memilliki riwayat penyakit semasa kehamilan yang
tertera dalam uraian anamnesis pada rekam medik.

4.5.6 Faktor Natal


Menurut Heni (2015) faktor natal sebagai penyebab dan faktor risiko
GPPH adalah masa dimana saat anak dilahirkan. Proses kelahiran dan kondisi
bayi saat dilahirkan dapat berdampak GPPH. Faktor natal pada pasien GPPH yang
tertera dalam uraian anamnesis pada rekam medik, dikategorikan:
1. BBLR
Berat Badan Lahir Lahir (BBLR) adalah bayi yang lahir yang dengan berat
badan lebih rendah dari berat badan bayi rata-rata. Bayi dinyatakan mengalami
BBLR jika beratnya kurang dari atau sama dengan 2,5 kilogram, sedangkan berat
badan bayi normal yaitu diatas 2,5 atau 3 kilogram.
2. Prematur
Prematur adalah kelahiran atau persalinanan yang berlangsung pada umur
kehamilan 20 minggu hingga 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir.
3. Sectio Caesarea
Sectio caesarea atau operasi caesar adalah suatu cara melahirkan janin
dengan membuatan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut .

4.5.7 Faktor Postnatal


Menurut Heni (2015) faktor postnatal sebagai penyebab dan faktor risiko
GPPH adalah dimasa anak sudah dilahirkan. Penyebab GPPH dimasa ini bisa
dikarenakan anak mendapat kejang dan ataupun adanya trauma kepala.

26
4.5.8 Pengasuhan Parsial
Ada atau tidaknya pengasuhan parsial pada pasien anak GPPH yang tertera
dalam uraian anamnesis pada rekam medik. Pengasuhan parsial yang dimaksud
adalah kegiatan mengasuh anak sehari-hari yang dilakukan hanya dengan salah
satu orang tua atau bahkan tidak dengan keduanya, baik itu di rumah ataupun di
penitipan anak.

4.6 Pengambilan, Pengolahan, dan Penyajian Data

4.6.1 Pengambilan Data

Surat izin penelitian ke Direktur RSJD


Atma Husada Mahakam Samarinda dan Instalasi Rekam Medik RSJD Atma
ethical clearance di Fakultas Husada Mahakam Samarinda
Kedokteran Universitas Mulawarman

Identifikasi Pasien Pengambilan Data Rekam Medik

Sesuai Kriteria Inklusi

Total Sampling

Pengolahan dan Analisis Data Penyusunan Hasil Penelitian dan


Pembahasan

4.6.2 Pengolahan Data


Pengolahan data penelitian dilakukan dengan menggunakan Microsoft
Excel 2010.

4.6.3 Penyajian Data


Penyajian data penelitian akan disampaikan dalam bentuk tabel, gambar
dan narasi.

27
4.7 Analisis Data
Analisis data daam penelitian ini menggunakan analisis univariat yaitu
mendekskripsikan setiap variabel dalam penelitian dengan gambaran distribusi
frekuensi. Bentuknya berupa tabel dengan persentase dan narasi.

4.8 Jadwal Kegiatan

Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan


Okto- Novem- Desem-
Keterangan Januari Februari Maret April
ber ber ber

Pembuatan
Proposal Penelitian

Seminar Proposal

Revisi Proposal

Penelitian

Pengolahan Data

Seminar Hasil dan


Ujian Sripsi

Revisi Skripsi

28
BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Penelitian


Penelitian ini dilakukan selama bulan Februari-Maret 2019 di Rumah
Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam Samarinda yang merupakan rumah
sakit pelayanan kesehatan jiwa satu-satunya di Provinsi Kalimantan Timur. Oleh
karena itu, selain dapat menjadi tempat diagostik pertama untuk anak yang
mengalami gangguan psikiatri, RSJD Atma Husada yang merupakan rumah sakit
jiwa kelas A juga dapat menerima rujukan dari rumah sakit atau poli anak lain
untuk kelainan psikiatrinya. GPPH sendiri merupakan kelainan psikiatri anak
yang paling sering ditemui. Tidak hanya itu, lebih dari 2/3 pasien anak GPPH
memiliki gangguan psikiatri yang menyertainya sebagai komorbid.
Sampel untuk penelitian ini adalah rekam medik pasien anak GPPH di
RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda periode 2015-2018 yang kemudian
didapatkan hasil jumlah pasien, usia, jenis kelamin, komorbiditas, serta faktor-
faktor resikonya. Terjangkau sebanyak 84 pasien anak GPPH yang dapat dilihat
melalui tabel, gambar, dan narasi singkat berikut.

Tabel 5.1 Insidensi Pasien Anak GPPH di RSJD Atma Husada Mahakam
Samarinda Periode 2015-2018

Tahun Frekuensi (n) Persentase (%)


2015 35 42
2016 19 23
2017 16 19
2018 14 17
Total 84 100

Tabel 5.1 menunjukkan angka kejadian GPPH terbanyak terjadi pada


tahun 2015 yaitu berjumlah 35 (42%) kasus dan paling sedikit pada tahun 2018
sebanyak 14 (17%) kasus.

29
5.2 Karakteristik Sampel Penelitian

5.2.1 Karakteristik Pasien Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan


Hiperaktivitas Berdasarkan Usia

Tabel 5.2 Karakteristik Pasien Anak GPPH Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi (n) Persentase (%)


0-12 bulan (infant) 0 0
13 bulan-3 tahun (toddler) 34 40
4-5 tahun (prasekolah) 25 30
6-12 tahun (usia sekolah) 25 30
Total 84 100

Tabel 5.3 Statistik Pasien Anak GPPH Berdasarkan Usia

Mean Median Modus Maksimum Minimum


4.39 4 3 9 2

Tabel 5.2 menunjukkan dan 5.3 menunjukkan distribusi frekuensi GPPH


berdasarkan usia terbanyak yaitu pada kategori 13 bulan-3 tahun (toddler) yang
berjumlah 34 (40%) kasus. Pada sampel penelitian ini juga didapatkan usia
terbanyak yaitu usia 3 tahun, usia termuda 2 tahun, dan usia tertua yaitu 9 tahun.

5.2.2 Karakteristik Pasien Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan


Hiperaktivitas Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5.4 Karakteristik Pasien Anak GPPH Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)


Perempuan 11 13
Laki-Laki 73 87
Total 84 100

30
Tabel 5.4 menunjukkan distribusi frekuensi GPPH berjumlah 11 (13%)
untuk perempuan dan yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 73 (87%) pasien.
Hasil tersebut menunjukkan rasio perbandingan perempuan:laki-laki sebesar 1:7.

5.3 Gambaran Sampel Penelitian

5.3.1 Komorbiditas Pasien Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan


Hiperaktivitas

Tabel 5.5 Komorbiditas Pasien Anak GPPH

Komorbiditas Frekuensi (n) Persentase (%)


Tidak ada komorbid 18 21
1 komorbid 52 62
> 1 komorbid 14 17
Total 84 100

Tabel 5.5 menunjukkan dari 84 sampel penelitian, 18 (21%) kasus hanya


memiliki GPPH saja tanpa adanya komorbid yang menyertai. Sedangkan pasien
GPPH yang memiliki komorbid sebanyak 66 (79%) yang dibagi menjadi pasien
dengan 1 komorbid saja yang berjumlah 52 (62%), dan pasien yang memiliki
lebih dari 1 komorbid yang berjumlah 14 (17%) kasus.

Tabel 5.6 Jenis Gangguan Komorbid Pasien Anak GPPH

Komorbiditas Frekuensi Persentase


(n) (%)
Gangguan Spektrum Autisme 28 35
Gangguan Berbicara dan Berbahasa 23 28
Retardasi Mental 13 16
Disruptive, Impulse-Control, and Conduct 5 6
Disorders
Gangguan Koordinasi Motorik Halus dan Kasar 5 6
Gangguan Kecemasan 4 5

31
Gangguan Pendengaran 1 1
Gangguan Sensori Integrasi 1 1
Epilepsi 1 1

Tabel 5.6 menunjukkan adanya 9 jenis gangguan komorbid yang


menyertai pasien GPPH di RSJD Atma Husada Periode 2015-2018. Komorbid
terbanyak yaitu GSA (Gangguan Spektrum Autisme) sebanyak 28 pasien (35%).

Tabel 5.7 Jenis Gangguan >1 Komorbid pada Pasien Anak GPPH

>1 Komorbiditas Frekuensi Persentase


(n) (%)
Gangguan Berbicara dan Berbahasa + 4 29
Retardasi Mental
Gangguan Spektrum Autisme + Retardasi 3 22
Mental
Gangguan Spektrum Autisme + Gangguan 2 14
Koordinasi Motorik Halus dan Kasar
Gangguan Spektrum Autisme + Disruptive, 1 7
Impulse-Control, and Conduct Disorders
Gangguan Spektrum Autisme + Gangguan 1 7
Kecemasan
Gangguan Kecemasan + Gangguan Sensori 1 7
Integrasi
Gangguan Kecemasan + Retardasi Mental 1 7
Epilepsi + Gangguan Koordinasi Motorik Halus 1 7
Dan Kasar + Retardasi Mental

Tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari 14 pasien anak GPPH yang memiliki
>1 gangguan komorbid, gangguan berbicara dan berbahasa + retardasi mental
menududuki posisi terbanyak dengan 4 frekuensi (29%). Terlihat tidak hanya 2
komorbiditas yang bisa didapatkan, selain itu didapatkan sejumlah 1 (7%) pasien

32
anak yang memiliki 3 komorbiditas yaitu dengan komorbid epilepsi + gangguan
koordinasi motorik halus dan kasar + retardasi mental.

Tabel 5.8 Derajat Komorbid Retardasi Mental Pasien Anak GPPH

Derajat Retardasi Mental Frekuensi (n) Persentase (%)


Ringan 4 30
Sedang 8 62
]
Berat 1 8
Sangat Berat 0 0
Total 13 100

Tabel 5.8 membagi derajat retardasi mental menjadi ringan, sedang, berat,
dan sangat berat yang mana didapatkan frekuensi terbanyak yaitu derajat retardasi
mental sedang sebanyak 8 (62%) kasus. Sedangkan untuk derajat retardasi mental
sangat berat tidak ditemukan sama sekali pada pasien anak GPPH di RSJD Atma
Husada Mahakam Samarinda periode 2015-2018.

5.3.2 Gambaran Pasien Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan


Hiperaktivitas dengan Komorbiditas

Tabel 5.9 Karakteristik Pasien Anak GPPH dengan Komorbiditas


(Total = 66 Kasus)
Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-Laki 56 85
Perempuan 10 15
Usia
0-12 bulan (infant) 0 0
13 bulan-3 tahun (toddler) 30 45

4-5 tahun (prasekolah) 16 24


6-12 tahun (usia sekolah) 20 30

33
Tabel 5.10 Statistik Usia Pasien Anak GPPH dengan Komorbiditas

Mean Median Modus Maksimum Minimum


4.34 4 3 9 2

Tabel 5.9 menunjukkan bahwa dari 66 kasus pasien anak GPPH yang
memiliki komorbiditas, terdapat jumlah perempuan lebih sedikit dari laki-laki
dengan rasio perbandingan 1:6. Usia juga didominasi oleh kategori toddler
sebanyak 30 (45%) kasus. Tabel 5.10 juga menunjukkan bahwa usia terbanyak
atau tersering yaitu 3 tahun, usia tertua 9 tahun serta usia termuda yaitu 2 tahun.

Tabel 5.11 Faktor Risiko Pasien Anak GPPH dengan Komorbiditas (Total = 66
Kasus)
Faktor Risiko Frekuensi (n) Persentase (%)
Riwayat Keluarga 3 5
Faktor Prenatal 5 8
Faktor Natal
BBLR 7 11
Prematur 5 8
Sectio Caesarea 13 20
25 39
Faktor Postnatal
Riwayat Kejang Demam 10 15
Riwayat Trauma Kepala 3 5
13 20
Pengasuhan Parsial 12 18

Tabel 5.11 membagi faktor risiko yang didapat dari rekam medik RSJD
Atma Husada Makam Samarinda menjadi riwayat keluarga atau keturunan, faktor
prenatal atau sebelum kelahiran, faktor natal atau saat kelahiran, faktor postnatal
atau setelah kelahiran dan juga faktor pengasuhan yang didapat oleh pasien anak
tersebut. Hasil penelitian juga menunjukkan dari semua faktor risiko, terlihat

34
faktor natal yang frekuensi dan persentasenya terbesar yaitu sebanyak 25 (39%)
kasus dari 66 kasus pasien anak GPPH yang memiliki komorbid.
Faktor natal sendiri terdiri dari BBLR (Berat Badan Lahir Rendah),
kelahiran prematur, dan kelahiran sectio caesarea yang mana kelahiran sectio
caesarea menjadi faktor natal terbanyak sebesar 13(20%) kasus. Selain itu, untuk
faktor postnatal dibagi menjadi riwayat kejang demam dan riwayat trauma kepala,
yang mana didapatkan faktor postnatal terbanyak adalah riwayat kejang demam
sebesar 10 (15%) kasus.

5.3.3 Gambaran Pasien Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan


Hiperaktivitas Tanpa Komorbiditas

Tabel 5.12 Karakteristik Pasien Anak GPPH Tanpa Komorbiditas


(Total = 18 Kasus)
Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-Laki 17 94
Perempuan 1 6
Usia
0-12 bulan (infant) 0 0
13 bulan-3 tahun (toddler) 4 22
4-5 tahun (prasekolah) 9 50
6-12 tahun (usia sekolah) 5 28

Tabel 5.13 Statistik Usia Pasien Anak GPPH Tanpa Komorbditas

Mean Median Modus Maksimum Minimum


4.61 5 5 7 2

Tabel 5.12 dan 5.13 menjelaskan bahwa jenis kelamin untuk pasien anak
GPPH tanpa komorbiditas hanya ada 1 (6%) kasus dari 18 kasus. Berbeda dengan
usia pasien anak GPPH dengan komorbiditas, pasien anak tanpa komorbiditas
memiliki usia terbanyak didominasi oleh kategori prasekolah dengan jumlah 9
(50%) kasus, dan dari kategori tersebut didapatkan terbanyak yaitu usia 5 tahun.
35
Hasil statistik pasien anak GPPH tanpa komorbiditas juga didapatkan usia tertua
yaitu 7 tahun dan usia termuda yaitu 2 tahun.

Tabel 5.14 Faktor Risiko Pasien Anak GPPH Tanpa Komorbiditas


(Total = 18 Kasus)

Faktor Risiko Frekuensi (n) Persentase (%)


Riwayat Keluarga 1 6
Faktor Prenatal 2 11
Faktor Natal
BBLR 0 0
Prematur 2 11
Sectio Caesarea 2 11
4 22
Faktor Postnatal
Riwayat Kejang Demam 2 11
Riwayat Trauma Kepala 4 22
6 33
Pengasuhan Parsial 0 0

Tabel 5.14 menunjukkan dari semua faktor risiko yang disajikan, faktor
postnatal memiliki frekuensi terbanyak untuk faktor risiko pasien anak GPPH
tanpa komorbiditas yaitu sejumlah 6 (33%) kasus dari total 18 kasus. Berbeda
dengan adanya komorbiditas, pasien anak GPPH tanpa komorbiditas juga
memiliki faktor postnatal terbanyak pada riwayat trauma kepala sejumlah 4 (22%)
kasus. Terlihat juga tidak didapatkannya faktor risiko natal BBLR dan faktor
risiko pengasuhan parsial untuk pasien anak GPPH tanpa komorbiditas.

36
BAB VI

PEMBAHASAN

Penelitian ini memiliki tujuan umum untuk mengetahui komorbiditas


pasien anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas. Terdapat
juga tujuan khusus yang akan membahas karakteristik pasien GPPH secara umum,
karakteristik pasien GPPH yang memiliki komorbiditas maupun tanpa
komorbiditas, gambaran faktor risiko pasien GPPH baik yang memiliki
komorbiditas maupun tanpa komorbiditas.
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dengan pengambilan data sekunder
secara total sampling pada rekam medik pasien anak GPPH yang kemudian
didapatkan sebanyak 84 sampel. Data rekam medik penelitian menunjukkan
angka kejadian GPPH terbanyak pada tahun 2015 berjumlah 35 (42%), kemudian
tahun-tahun berikutnya mengalami penurunan kejadian yaitu pada tahun 2016
berjumlah 19 (23%) kasus, tahun 2017 berjumlah 16 (19%) kasus, dan tahun
terakhir yaitu 14 (17%) kasus. Distribusi insidensi GPPH yang terdiagnosis di
RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda dalam periode 4 tahun ini menunjukkan
penurunan paling signifikan dari tahun 2015 hingga 2016.

6.1 Interpretasi dan Diskusi Hasil


6.1.1 Karakteristik Pasien Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas Berdasarkan Usia
Hasil penelitian menunjukkan usia diagnosis yang didapatkan adalah
kategori toddler dengan rentang usia 13 bulan – 3 tahun dengan persentase 40%.
Gejala GPPH semakin berkurang berdasarkan peningkatan usia (Saputro, 2009).
Pernyataan tersebut juga didukung oleh penelitian bahwa gejala GPPH menurun
dengan maturasi otak. Walaupun begitu, masih terdapat kesenjangan dalam
menentukan perbedaan kriteria gejala pada anak dan remaja dengan dewasa
(Ramtekkar, Reisersen, Todorov, & Todd, 2010).
Usia terbanyak yang didapat dari penelitian ini adalah usia 3 tahun. Dalam
perkembangan emosi khususnya marah dan menyerang, mulai usia 3 tahun, anak

37
menjadi agresif secara fisik dan verbal kepada orang lain, yang kemudian
membuat orang tua membawa anaknya ke klinik pskiatri dengan keluhan tersebut,
apalagi jika berlebihan (IGAN, 2013). Meskipun usia diagnosis untuk GPPH
maksimum 12 tahun, pada penelitian ini didapatkan usia tertuanya adalah 9 tahun.
Hal ini sesuai juga menurut IGAN setelah usia 9 tahun, beberapa ketakutan pada
anak mulai menghilang, hanya 3% ketakutan yang didapatkan pada anak usia 12
tahun. Masih dengan IGAN, dalam perkembangan emosi khususnya menangis,
setelah usia 9 tahun anak sering mncoba untuk tidak menangis bila terluka atau
kecewa, dalam hal ini juga saat kemauannya tidak dituruti.
Hasil penelitian menunjukkan usia termuda yang diadiagnosis adalah usia
2 tahun, yang mana sesuai dengan pernyataan bahwa diagnosis GPPH sulit
ditegakkan pada anak dibawah 2 tahun karena level aktivitas dan atensi dari batita
sangat berbeda dengan balita atau anak usia prasekolah (Gurevitz, Geva, Varib, &
Leitner, 2014).

6.1.2 Karakteristik Pasien Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan


Hiperaktivitas Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin terbanyak yang didiagnosis GPPH adalah laki-laki dengan
persentase 87%, sedangkan perempuan didapatkan persentase 13%. Rasio
perbandingan laki-laki dan perempuan sebesar 7:1. Hal ini selaras dengan studi
penelitian yang telah dilakukan mengenai perbandingan anak laki-laki daripada
perempuan, dengan rasio 9:1 – 2,5:1 (SAK & Soetjiiningsih, 2012). Masalah yang
ditimbulkan anak perempuan juga tidak terlalu tampak dan tidak mengganggu
lingkungan sekitarnya (Ramtekkar, Reisersen, Todorov, & Todd, 2010).

6.1.3 Komorbiditas Pasien Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan


Hiperaktivitas
Komorbiditas adalah satu atau lebih gangguan yang hadir bersamaan
dengan gangguan primer GPPH. Komorbiditas dapat independen atau mungkin
terkait dengan GPPH. Kehadiran komorbiditas dapat mempengaruhi presentasi
dari gejala GPPH dan terkadang bisa menjadi topeng yang menutupi kehadiran
GPPH. Hal ini yang akan membuat diagnosis menjadi sulit, karena dalam

38
beberapa kasus terakhir orang dewasa didiagnosis gangguan lain yang sebenarnya
bukan gangguan inti (GPPH), dengan demikian pengobatan mereka menjadi tidak
efektif (National Institute for Health and Clinical Excelle, 2008).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase anak GPPH yang
memiliki 1 komorbid sebesar 62% dan >1 komorbid sebesar 17% yang jika ditotal
untuk yang berkomorbiditas sebesar 79%. Hal ini dapat dikaitkan dengan studi
epidimiologi yang menunjukan tingkat komorbiditas antara 50% sampai 90%
untuk anak GPPH (Faraone & Kunwar, 2007). Pada penelitian yang dilakukan
oleh Patel et al tahun 2012 didapatkan bahwa anak yang mengalami satu
komorbiditas sebanyak 33%, dua komorbiditas sebanyak 16%, dan yang memiliki
tiga atau lebih komorbiditas sebanyak 18%. GPPH dan komorbiditas
menunjukkan bahwa terdapat dua gangguan yang mengakibatkan hasil yang
sangat buruk, terutama jika komorbiditas itu sendiri terkait dengan gangguan
kejiwaan jiwa lainnya (Patel, Patel, & Patel, University of Missouri Health Care,
USA, 2011).
Semakin meningkatnya jumlah komorbiditas mencerminkan tantangan
dalam sistem perawatan/penatalaksanaan untuk memenuhi kebutuhan anak-anak
yang memiliki gambaran klinis kompleks tersebut (Institute of Medicine Comittee
on Comparative, 2009).

6.1.3.1 Gangguan Spektrum Autisme


Komorbiditas GSA yang didapatkan memiliki frekuensi paling banyak
dengan jumlah 28 kasus dengan persentase sebesar 35%. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Leitner yang mendapatkan prevalensi komorbid
GSA 31% pada anak-anak sekolah dasar. Terdapat bukti adanya keterkaitan antara
GPPH dengan GSA mempengaruhi risiko berat ringannya masalah psikososial
pada anak (Leiner Y, 2014). Tingkat keparahan gangguan berkisar dari berat
sampai ringan didasarkan pada sejauh mana komunikasi sosial dan interaksi, tidak
menyukai perubahan dalam kegiatan dan lingkungan, dan pola perilaku yang
berulang yang berdampak pada fungsi sehari-hari anak (The National Autistic
Society, 2018).

39
GSA merupakan gangguan perkembangan otak yang dikenal juga dengan
sebutan Autisme. GSA ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan
dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Keadaan
ini sudah dapat sejak sebelum anak berusia 3 tahun (Patternote & Buitelaar,
2010). GSA seringkali terdapat tumpang tindih dengan GPPH. Anak yang
menderita GSA seringkali menunjukkan gejala hiperaktif, sulit berkonsentrasi
dan impulsif, sebaliknya anak yang menderita GPPH juga sering mengalami
gangguan interaksi sosial (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Bahkan beberapa
penelitian menyebutkan 2/3 dari anak dengan GSA mengalami gejala yang mirip
dengan GPPH (Amiri, et al., 2013). Namun, seiring pertumbuhan dan peningkatan
usia, perbedaan antara keduanya akan semakin jelas dan mengarah kepada
diagnosis tunggal yang sebenarnya.

6.1.3.2 Gangguan Berbicara dan Berbahasa


Hasil penelitian yang didapatkan 28% pasien anak GPPH memiliki
gangguan berbicara dan berbahasa, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Gurevitz,
et al yang memaparkan anak dengan GPPH memiliki gangguan membaca dan
menulis sebanyak 25-40%. Penelitian Gurevitz, et, al juga menjelaskan bahwa
speechdelay atau keterlambatan bicara merupakan faktor yang paling signifikan
untuk memprediksi perkembangan GPPH pada usia perkembangan kemampuan
bicara dan bahasa, yaitu 9-18 bulan yang dapat dikatakan masuk dalam kategori
toddler (Gurevitz, Geva, Varib, & Leitner, 2014).

6.1.3.3 Retardasi Mental


Sebuah pengamatan yang menarik pada hasil penelitian ini mendapatkan
sebesar 13 (16%) kasus memiliki komorbid retardasi mental yang juga sudah
dibuktikan dengan adanya tes IQ. Sesuai dengan prevalensi ADHD berkomorbid
dengan retardasi mental yaitu sebesar 9-18%. Anak-anak GPPH dengan retardasi
mental memiliki prevalensi 3 kali lebih banyak dibandingkan dengan anak-anak
populasi umum dengan retardasi mental saja (Masi & Gignac, 2015). Menurut
American Association on Intelectual and Developmental Disablities, derajat
retardasi mental dibagi menjadi ringan (IQ 55-69), sedang (IQ 40-54), berat (IQ

40
25-39), sangat berat (IQ 0-24) (AAIDD, 2019). Hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Paulus Anwar Gazali terhadap 20 penderita retardasi mental yang
juga dilakukan pemeriksaan test IQ didapatkan bahwa tingkat IQ rata-rata sampel
adalah 43, yang sesuai dengan klasifikasi derajat retardasi mental sedang (Gozali,
2008). Diagnosis GPPH hanya dapat ditegakkan pada anak dengan retardasi
mental apabila gejala inatensi ataupun hiperaktivitas ada pada derajat yang berat.
Namun, GPPH dinilai dari kesesuaian usia dan perilaku, sementara retardasi
mental lebih dilihat pada nilai IQ, dan tidak ada kriteria untuk mengevaluasi
gangguan perkembangan mental dalam kesesuaian perilaku berdasarkan usia
(Patel, Patel, & Patel, University of Missouri Health Care, USA, 2011).

6.1.3.4 Disruptive, Impulse-Control, and Conduct Disorders


Penelitian ini menunjukkan persentase 6% pada komorbid Disruptive,
Impulse-Control, and Conduct Disorders. Gangguan perilaku mengganggu
(Disruptive Behaviour Disorders/DBD) pada dasarnya sangat berkomorbid
dengan GPPH. Dua jenisnya yang tersering ialah gangguan perilaku menentang
(Oppositional Defiant Disorders/ODD) dan gangguan konduksi (Conduct
Disorder/CD). Kehadiran gangguan-gangguan tersebut pada GPPH berhubungan
dengan kemunculan serangan dan pelanggaran, prestasi akademik yang jauh lebih
rendah, resiko tinggi untuk penyalahgunaan zat, peningkatan ketidakmampuan
menyesuaikan diri, dan harga diri yang lebih rendah (Faraone & Kunwar, 2007).
Gangguan perilaku menentang (Oppositional Defiant Disorders/ODD)
salah satunya yang sering terjadi pada usia dini sehingga dapat memengaruhi
anak-anak dalam keterlibatan untuk mengintimidasi orang lain (Amiri, Kandjani,
Fakhari, Abdi, Golmirzaei, & Rafi, 2013). Gangguan perilaku menentang juga
digambarkan sebagai multidimensi termasuk mudah marah, gejala seperti sensitif
atau mudah terganggu oleh orang lain yang merupakan bagian dari dampak
negatif pada gangguan ini (Martin, Granero, & Ezpeleta, 2014).
Karena komorbiditas antara GPPH dan ODD / CD sangat tinggi,
kemungkinan ini harus selalu dipertimbangkan dan dikecualikan. Kehadiran
gejala persisten dari perilaku negatif, menantang, tidak patuh, dan bermusuhan
terhadap tokoh otoritas harus mengingatkan dokter untuk kemungkinan ODD.

41
Demikian pula, adanya pola perilaku yang berulang dan terus-menerus di mana
hak-hak dasar orang lain atau norma-norma atau aturan sosial yang sesuai dengan
usia dilanggar harus memperingatkan dokter untuk kemungkinan CD (American
Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder
Edition "DSM-5", 2013).

6.1.3.5 Gangguan Koordinasi Motorik Halus dan Kasar


Perkembangan motorik dibagi menjadi dua, yaiu perkembangan motorik
halus dan kasar. Perkembangan motorik halus adalah koordinasi halus yang
melibatkan otot-otot kecil yang dipengaruhi oleh matangnya fungsi motorik,
fungsi visual yang akurat, dan kemampuan intelek non verbal. Contohnya, pada
usia toddler seharusnya perkembangan mereka sudah bisa bertepuk tangan,
melambai-lambai, mencoret-coret pensil pada kertas, menggelindingkan bola
kearah sasaran, menumpuk 4 buah kubus, dan memungut benda kecil dengan ibu
jari dan jari telunjuk. Sedangkan untuk motorik kasar melibatkan otot-otot besar;
meliputi perkembangan gerakan kepala, badan, anggota badan, keseimbangan,
dan pergerakan (Soetjiningsih & Ranuh, 2013).
Pada penelitian ini ditemukan sebanyak 6% kasus mengalami gangguan
koordinasi. Gangguan koordinasi mengakibatkan ketidakmampuan untuk
membatasi kemampuan dalam melakukan kegiatan sehari-hari maupun akademis.
Sehingga perlu menitikberatkan pada kognitif dan membantu anak dalam
meningkatkan pemecahan masalah keterampilan dan pengorganisasian kegiatan
sehari-hari dalam masalah koordinasi motorik (Masi & Gignac, 2015). Dewasa
ini, gangguan motorik disebut dengan Develompental Coordination Disorder
(DCD) yang biasa disebabkan karena adanya difungsi kecil otak (minor brain
dysfunction) yang bisa didapatkan oleh karena faktor risiko persalinan.

6.1.3.6 Gangguan Kecemasan


Gangguan kecemasan atau Anxietas adalah kecemasan yang berlebihan
yang sulit dikendalikan. Gejalanya meliputi perasaan gelisah, mudah lelah, susah
berkonsentrasi, mudah tersinggung, gangguan tidur, serta keluhan somatik seperti
oto tegang, berdebar-debar, berkeringat, gemetar (Patternote & Buitelaar, 2010).

42
Kecemasan pada GPPH dapat menghambat impulsif, sehingga anak-anak
dengan GPPH dan komorbid kecemasan mungkin memiliki impulsif yang lebih
sedikit tetapi mereka lebih inatensi. Komorbid kecemasan dari GPPH itu sendiri
adalah hasil dari ketidakmampuan untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari
karena keterbatasan sosial dan kognitif yang terkait dengan GPPH, daripada
perilaku fobia / ketakutan yang khas. Meskipun dalam penelitian ini hanya 5%
kasus yang didapatkan mengalami gangguan kecemasan, namun oleh karena
sejumlah besar anak-anak dengan GPPH mengalami atau akan mengembangkan
kecemasan, semua anak-anak dengan GPPH harus dimonitor untuk gejala-gejala
kecemasan (Faraone & Kunwar, 2007).

6.1.3.7 Gangguan Pendengaran


Gangguan pendengaran yang paling sering terjadi sebagai komorbid pasien
anak GPPH adalah Central Auditory Processing Disorder (CAPD), dengan
karakteristik utamanya pada anak anak yaitu mereka tidak mampu membedakan
ucapan di lingkungan yang bising secara jelas, sulit mengikuti petunjuk dan
percakapan, kurangnya keterampilan dalam menguraikan kode, mudah terganggu,
dan sulit belajar. Penyebab sebenarnya masih tidak diketahui, namun selalu
dikaitkan dengan GPPH, GSA, diseleksia maupun gangguan bahasa (Parkway
Holdings Limited, 2019). Sebuah studi juga menjelaskan bahwa prevalensi CAPD
sekitar 2-3% untuk anak-anak (Gunes, et al., 2018) yang juga persentasenya tidak
berbeda jauh dengan hasil penelitian yang didapatkan yaitu 1%.
Gejala CAPD dan ganguaan neurodevelopmental khususnya GPPH dan
juga gangguan berbicara & berbahasa serupa satu sama lain. Tes Bicara dan tes
mental dapat membuktikan bahwa kapasitas keterampilan berbicara dan mental
berada dalam kisaran normal, tetapi sebenarnya masih tidak bisa tunjukkan
tingkat kepastian yang tinggi terkait dengan CAPD (Dawes & Bishop, 2009).

6.1.3.8 Gangguan Sensori Integrasi


Penelitian ini mendapatkan 1% kasus komorbid mengalami gangguan
sensori integrasi. Sensori integrasi merupakan sebuah proses di mana otak anak
dapat mengintegrasikan informasi yang berasal dari semua indera dengan baik,
43
sehingga tubuhnya dapat merespons sesuai dengan situasi yang dihadapi dan
bermakna. Sensori integrasi merupakan dasar yang sangat mendukung
kemampuan akademik anak dan keterampilan dalam bersosialisasi, yang mana
sensori integrasi dibagi menjadi 7 yaitu peraba, pendengaran, penciuman,
penglihatan, pengecap, proprioseptif, dan vestibular. Untuk anak GPPH sendiri
biasanya memiliki reaksi hipersensitif, seperti mudah terdistraksi dan bereaksi
berlebihan (Judarwanto, 2009).

6.1.3.9 Epilepsi
Menurut Patel, 3% anak dengan GPPH memiliki gangguan kejang (Patel,
Patel, & Patel, University of Missouri Health Care, USA), yang persentasenya
mendekati dengan hasil penelitian ini yaitu sebanyak 1%. Terlihat bahwa GPPH
berkomorbid dengan epilepsi (daripada hasil dari epilepsi) karena frekuensi gejala
GPPH tampak sebelum onset kejang. Semakin muda onset kejang berhubungan
dengann semakin besar penurunan kognitif termasuk atensi. Methylpenidate dapat
menjadi pengobatan yang efektif untuk anak-anak dengan GPPH dan epilepsi,
namun keefektifannya lebih kurang daripada anak-anak dengan GPPH saja.
Sebagai tambahan, orang-orang harus diperingatkan bahwa ada resiko rendah
peningkatan kejang dengan methlypenidate dan atomoxetine. Penelitian lebih
lanjut masih diperlukan (rzadkiewicz, 2016).

6.1.4 Jenis Gangguan >1 Komorbid


Pada penelitian ini gangguan berbicara dan berbahasa bersamaan dengan
retardasi mental sebagai komorbiditas campuran terbanyak pada pasien anak
GPPH yang didapatkan dengan persentase 29%. Kemampuan berbahasa
merupakan indikator seluruh perkembangan anak, karena kemampuan berbahasa
sensitif terhadap keterlambatan atau kelainan pada sistem lainnya, seperti
kemampuan kognitif, sensorimotor, psikologis, emosi dan lingkungan di sekitar
anak. Oleh karena itu, gangguan berbahasa juga sangat terkait dengan retardasi
mental atau yang biasa dikenal dengan disabilitas intelektual. (Soetjiningsih &
Ranuh, 2013)

44
Gangguan berbicara dan berbahasa merupakan gangguan perkembangan
yang sering ditemukan pada anak usia 3-16 tahun, tidak jauh berbeda dengan
retardasi mental yang harus muncul sebelum usia 18 tahun. Selain itu, gangguan
bahasa juga merupakan komorbid pada penyakit/kelainan tertentu (sekitar 50%)
yang salah satunya adalah retardasi mental, begitu pula sebaliknya retardasi
mental memiliki gejala klinis yaitu gangguan berbicara dan berbahasa.
(Soetjiningsih & Ranuh, 2013)

6.1.5 Karakteristik Pasien Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan


Hiperaktivitas dengan Komorbiditas
Sangat penting untuk mengenali gejala klinis GPPH dan sebagian besar
komorbiditasnya berubah seiring berjalannya waktu dan tahap perkembangan.
Selama masa toddler, sering ditemukan gangguan perilaku menentang dan
gangguan belajar dan berbahasa yang juga merupakan komorbiditas umum.
Gejala kecemasan dan tics sering diamati pada usia sekolah, sedangkan pada usia
dewasa berkaitan dengan emergensi gangguan mood, isu kepribadian dan
gangguan penggunaan narkoba (Masi & Gignac, 2015). Hal ini selaras dengan
hasil penelitian yang didapatkan bahwa usia terbanyak pasien anak GPPH dengan
komorbid yaitu pada kategori toddler, dihubungkan juga dengan salah satu
komorbid terbanyak yang didapatkan yaitu gangguan belajar dan berbahasa.
Jenis kelamin yang didapatkan dalam penelitian ini memiliki persentase
85% laki-laki. Hal ini selaras dengan referensi yang juga didapatkan bahwa
dikatakan anak laki-laki lebih sering sakit dibandingkan anak perempuan, tetapi
belum diketahui secara pasti mengapa demikian, mungkin sebabnya adalah
perbedaan kromosom antara anak laki-laki (xy) dan perempuan (xx).
Pertumbuhan fisik dan motorik berbeda antara anak laki-laki dan perempuan.
Anak laki-laki lebih aktif bila dibandingkan dengan anak perempuan.
(Soetjiningsih & Ranuh, 2013). Sosiodemografis yang dilakukan oleh Larson
mengatakan komorbiditas tidak bervariasi berdasarkan jenis kelamin. (Larson,
Russ, Kahn, & Halfon, 2011).

45
6.1.6 Faktor Risiko Pasien Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas dengan Komorbiditas
Suatu penelitian kasus kontrol menyebutkan bahwa faktor prenatal
(paparan rokok, minuman keras, gangguan psikiatri selama hamil atau penyakit
lain), natal (prematur, BBLR, postnatal merupakan faktor resiko GPPH yang
dapat memicu timbulnya GPPH ataupun memperparah gejalak klinis GPPH.
(Indriyani, Soetjiningsih, Ardjana, & Windiani, 2008).
Dari penelitian ini menunjukkan sebanyak 8% sampel pasien GPPH
dengan komorbid memiliki faktor risiko prenatal seperti gangguan psikiatri
selama kehamilan dan juga ibu memiliki riwayat penyakit lain. Dalam rekam
medis tidak ditemukan data tentang riwayat merokok, konsumsi alkohol atapun
penggunaan obat-obatan terlarang, Walau persentase tidak cukup besar, namun
juga sejalan dengan peningkatan risiko yang telah dilakukan studi lain sebanyak
6,8% oleh karena faktor prenatal (Golmirzaei, et al., 2013). Dampak dari
lingkungan prenatal pada GPPH pun setidaknya dimediasi oleh faktor genetik atau
riwayat keluarga juga (Mill & Petronis, 2008).
Pada penelitian ini didpatkan 39% sampel pasien anak GPPH dengan
komorbid yang memiliki faktor natal yang terbagi menjadi BBLR, Prematur, dan
Sectio Caesarea. Pada penelitian yang dilakukan oleh Golmirzaei, et, al,
menyatakan bahwa persalinan melalui operasi sectio caesaear secara signifikan
lebih tinggi ditemukan pada kelompok anak dengan GPPH disbanding dengan
kelompok kontrol penelitian (Golmirzaei, et al., 2013). Prevalensi anak GPPH
juga ditemukan lebih banyak pada anak lahir sebelum usia kehamilan 32 minggu
daripada anak dengan usia kehamilan matang (36-38 minggu) (Gustafsson &
Kallen, 2010), yang juga akan mengarah kepada munculnya komorbiditas pada
anak tersebut dikarenakan maturasi atau perkembangan otak belum sempurna.
Adanya masalah dan ketidaknyamanan dalam lingkungan keluarga
merupakan faktor penting yang berperan dalam GPPH, suatu penelitian
menunjukkan bahwa anak dengan ibu yang bekerja di luar rumah sehingga
pengasuhan anak mereka diserahkan kepada pembantu rumah tangga memiliki
risiko lebih besar untuk mengalami gejala hiperaktif yang berat. (Indriyani,
Soetjiningsih, Ardjana, & Windiani, 2008)

46
Berbagai laporan dalam sosiodemografis menyatakan bahwa prevalensi
GPPH lebih tinggi pada anak-anak dengan keluarga yang dipimpin oleh ibu
tunggal (single mother). Bahkan dalam tampilan sosiodemografis tersebut
menjelaskan, dari 61779 anak GPPH, diantaranya terdapat 5028 anak yang
memiliki >3 komorbid, dan dari anak-anak dengan >3 komorbid tersebut memiliki
stuktur keluarga dengan ibu tunggal 22%, orang tua adopsi 16%, dan lain-lain
21%. (Larson, Russ, Kahn, & Halfon, 2011).
Anak-anak dengan GPPH memiliki lebih banyak masalah di seluruh
indikator fungsi keluarga, terlebihnya apabila memiliki komorbid. Masalah
komunikasi orangtua-anak yang tinggi dan pengasuhan orang tua yang kurang
baik mengindikasikan bahwa keluarga membutuhkan dukungan tambahan untuk
menjaga hubungan berkualitas baik dengan anak mereka yang kemudian
konseling juga akan menghasilkan manfaat untuk mereka. (Daly, Creed,
Xanthopoulos, & Brown, 2007)
Anak-anak GPPH dengan orang tua berpenghasilan rendah memiliki
resiko 4 kali memiliki kondisi komorbid, bahkan memiliki 3 komorbid atau lebih
jika dibandingkan dengan orang tua yang berpenghasilan menengah ke atas. Hal
itu dikarenakan khususnya anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah
memiliki akses yang kurang ke fasilitas kesehatan, dan juga kerentanan genetik,
stress maternal, paparan asap rokok prenatal memiliki prevalensi lebih banyak
pada keluarga berpenghasilan rendah. (Cole, Ball, MArtin, Scourfield, &
McGuffin, 2009) Namun sayangnya penelitian ini tidak dapat meneliti mengenai
penghasilan dari keluarga.

6.1.7 Karakteristik Pasien Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan


Hiperaktivitas tanpa Komorbiditas
Dari 18 kasus pasien anak tanpa komorbiditas, untuk perbedaan jenis
kelamin tidak terdapat perbedaan yang signifikan dengan pasien anak
berkomorbid. Pengabaian perbedaan gender juga terbukti pada kriteria diagnosiss
GPPH melalui DSM yang masih menunjukkan gejala klasik yang dialami oleh
laki-laki dan tidak mencantumkan perbedaan diagnosis antara laki-laki dan
perempuan (Carducci, 2009).

47
Untuk usia terbanyak disini adalah kategori usia prasekolah dengan
persentasi 50%, yang hasilnya berbeda dengan pasien anak berkomorbitas.
Dikarenakan usia prasekolah dalam tahap perkembangan keterampilan motorik
kasar dan halus serta kekuatan sudah meningkat, kemandirian, kemampuan
mengkontrol diri dan merawat diri juga sudah meningkat. Meskipun perilaku pada
umumnya masih egosentris, tetapi pengertian terhadap pandangan orang lain
mulai tumbuh (Soetjiningsih & Ranuh, 2013).

6.1.8 Faktor Risiko Pasien Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan


Hiperaktivitas tanpa Komorbiditas
Tidak ada perbedaan yang signikan untuk riwayat keluarga dan faktor
prenatal jika dibandingkan dengan pasien GPPH dengan komorbiditas. Namun,
untuk faktor natal masih lebih tinggi persentasenya untuk pasien GPPH dengan
komorbiditas dengan alasan yang sudah tertera di sub-bab sebelumnya.
Faktor Postnatal dalam penelitian ini menunjukkan persentase 33%, yang
mana persentasenya lebih tinggi daripada anak GPPH dengan komorbiditas. Hal
ini juga selaras dalam komorbiditas terbanyak GSA tidak didapatkan etiologi dan
faktor resiko adanya riwayat kejang demam dan riwayat trauma kepala yang dapat
membuat GSA tersebut bisa timbul.
Terlihat juga yang membedakan anak GPPH dengan komorbiditas dari
penelitian ini yaitu faktor resiko pengasuhan parsial yang didapatkan persentase
0% pada anak GPPH tanpa komorbiditas. Hal ini berarti semua (18 kasus) anak
GPPH tanpa komorbiditas memiliki pengasuhan total yang mana sehari-hari
bersama dengan kedua orang tua lengkap, tinggal di satu rumah yang sama atau
bukan di penitipan. Hasil tersebut selaras dengan prognosis anak yang tidak
menjadi lebih buruk oleh karena senantiasa adanya dukungan dan edukasi oleh
orang tua.

48
6.2 Keterbatasan Penelitian
Penelitian yang berjudul Komorbiditas Pasien Anak dengan Gangguan
Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas ini memiliki beberapa ketidak
sempurnaan oleh karena keterbatasan penelitian. Keterbatasan penelitian tersebut
diantaranya adalah:
1. Penelitian ini hanya menggunakan data sekunder, yaitu dari rekam medis
dan tidak menggunakan data primer sehingga tidak bisa observasi dan
bertatap muka langsung dengan pasien anak yang terdiagnosis GPPH.
2. Catatan rekam medis yang cenderung kurang lengkap yang membuat
beberapa faktor lain yang ingin diteliti tidak didapatkan datanya.

49
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

1. Total insidensi pasien anak GPPH di RSJD Atma Husada Mahakam


Samarinda periode 2015-2018 terjangkau 84 kasus. Tahun 2015 memiliki
jumlah insidensi tertinggi dengan jumah 35 (42%) kasus.
2. Usia terbanyak yang didapatkan adalah kategori usia 13 bulan-3 tahun
(toddler) yang berjumlah 34 (40%) pasien.
3. Diagnosis GPPH lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada
perempuan dengan perbandingan 7:1.
4. Sebanyak 18 (21%) pasien anak GPPH tanpa komorbid, 52 (62%)
memiliki 1 komorbid dan sebanyak 14 (17%) pasien yang memiliki >1
komorbid.
5. Komorbiditas terbanyak yaitu gangguan spectrum autisme sebanyak 28
(35%) kasus dari 66 total pasien yang memiliki komorbid.
6. Jenis gangguan >1 komorbid terbanyak yaitu gangguan berbicara dan
berbahasa + retardasi mental sebanyak 4 (29%) kasus dari 14 pasien yang
memiliki >1 komorbid.
7. Komorbiditas retardasi mental juga ditemukan dengan derajat yang paling
banyak yaitu derajat sedang sebanyak 8 (62%) kasus dari 13 kasus
retardasi mental.
8. Usia terbanyak pasien anak GPPH dengan komorbiditas yaitu kategori
usia 13 bulan- 3 tahun (toddler).
9. Faktor risiko yang paling menonjol dari pasien anak GPPH dengan
komorbiditas adalah faktor natal dengan persentase 39% dan faktor
pengasuhan parsial yaitu sebanyak 18%.
10. Usia terbanyak pasien anak GPPH tanpa komorbiditas yaitu kategori usia
4-5 tahun (prasekolah).

50
11. Faktor risiko yang paling menonjol dari pasien anak GPPH tanpa
komorbiditas adalah faktor postnatal dengan persentase 33% dan tidak
adaanya kasus yang ditemukan sebagai faktor pengasuhan parsial.
12. Tidak terlihat adanya perbedaan yang signifikan karakteristik jenis
kelamin antara pasien GPPH dengan komorbiditas maupun tanpa
komorbiditas.
13. Tidak terlihat adanya perbedaan yang signifikan faktor risiko riwayat
keluarga dan faktor risiko prenatal antara pasien GPPH dengan
komorbiditas maupun tanpa komorbiditas.

7.2 Saran
1. Perlunya penelitian lain yang bersifat retrospektif dalam periode waktu
yang lebih panjang sebagai penelitian lanjutan sehingga dapat
diidentifikasi faktor-faktor lain yang mungkin berhubungan dengan
komorbiditas GPPH.
2. Dapat juga penelitian selanjutnya dikembangkan metode penelitian yang
lebih menunjukkan hubungan analitik.
3. Perlunya kelengkapan dalam pencatatan data pasien sehingga diperoleh
data rekam medis yang lebih akurat.
4. Perlunya kerjasama yang baik dengan kelembagaan, klinisi, masyarakat
dan pihak-pihak terkait lainnya dalam penanganan GPPH beserta komor
biditasnya.

51
DAFTAR PUSTAKA

AAIDD. (2019). Intellectual Disability. Retrieved April 4, 2019, from American


Associaton on Intellectual and Developmental Disabilities:
https://aaidd.org/intellectual-disability/definition

American Academy of Neurology. (2016). QEEG in ADHD Diagnosis. Chicago


Avenue. Minneapolis: American Academy of Neurology;.

American Psychiatric Association. (1994). Diagnostic And Statistical Manual of


Mental Disorders (4th ed.). Washington: American Psychiatric Press.

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of


Mental Disorder Edition "DSM-5". Washington DC: American Psychiatric
Publishing.

Amiri, S., Kandjani, A., Fakhari, A., Abdi, S., Golmirzaei, J., & Rafi, Z. (2013).
Psychiatric comorbidities in ADHD children: an Iranian study among
Primary School Students. Archives of Iranian Medicine, 16(9), 513-517.

Armony J, & Ledoux JE. (2000). How danger is encoded: toward a systems,
cellular, and computational understanding of cognitive-emotional
interactions in fear In: Gazzaniga MS. London: Cambridge.

Arnsten. (2009). The Emerging Neurobiology of Attention Deficit Hyperactivity


Disorder: The Key Role of the Prefrontal Association Cortex. J Pediatr,
154, I-S43.

Association, A. P. (1994). Diagnostic And Statistical Manual of Mental Disorders


(4th ed.). Washington: American Psychiatric Press.

Cantwell, D. (1981). Hyperactive Children: A handbook for diagnosis and


treatment. New York: Guildford Press.

Cole J, Ball HA, Martin NC, Scourfield J, McGuffin P. (2009). Genetic Overlap
between measures of hyperactivity/innatention and mood in children and
adolescents. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry, 48(11), 1094-1101.

Cole, J., Ball, H., MArtin, N., Scourfield, J., & McGuffin, P. (2009). Genetic
Overlap between measures of hyperactivity/innatention and mood in
children and adolescents. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry, 48(11),
1094-1101.

Daly BP, Creed T, Xanthopoulos M, Brown RT. (2007). Psychosocial treatments


for children with attention deficit/hyperactivity disorder. Neuropsychol
Rev, 17(1), 73-89.

52
Daly, B., Creed, T., Xanthopoulos, M., & Brown, R. (2007). Psychosocial
treatments for children with attention deficit/hyperactivity disorder.
Neuropsychol Rev, 17(1), 73-89.

Davison GC, Neale JM, & Kring AM. (2010). Psikologi Abnormal (9 ed.).
Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Dawes, P., & Bishop, D. (2009). Auditory processing disorder in relation to


developmental disorders of language, communication and attention: a
review and critique. Int J Lang Commun Disord, 44, 440-465.

Dewi, S. Y. (2014). Pelatihan Neurofeedback bagi Anak ADHD. Pertemuan


Nasional AKESWARI III. Bandung.

Elvira, S., & Hadisukanto, G. (2017). Buku Ajar Psikiatri (3 ed.). Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Faraone, S., & Kunwar, A. (2007, May 3). ADHD in Children With Comorbid
Conditions: Diagnosis, Misdiagnosis, and Keeping Tabs on Both.
Retrieved March 15, 2019, from Medscape:
https://www.medscape.org/viewarticle/555748_7

Galih. (2011). Hubungan GPPH (Gangguan Pemusatan Perhatian dan


Hiperaktivitas) dengan Prestasi Belajar Siswa di SDN Perumas BUmi
Kelapa Dua Tanggerang. Jakarta.

Gozali, P. (2008). Analisis dismorfologi, sitogenik dan tingkat IQ pada penderita


retardasi mental di SLB Kecamatan Semin Kabupaten Gunung Kidul.
Semarang: Universitas Diponegoro.

Gunes, S., Yilmaz, S., Akidil, A., Kara, T., Kufeciler, L., Ubay, D., et al. (2018).
Frequency of central auditory processing disorder in attention. Behbut
Cevanşir Otorhinolaryngology-Head and Neck Surgery Society, 28(4),
155-160.

I. E. (2009). Initial National Priorities for Comparative Efeectiveness Research.


Washington DC: National Academies Press.

IGAN, S. (2013). Perkembangan Personal-Sosial. In Soetjiningsih, & I. Ranuh,


Tumbuh Kembang Anak (2nd ed., pp. 38-49). Jakarta: EGC.

Indriyani, S., Soetjiningsih, S., Ardjana, I. E., & Windiani, I. T. (2008). Prevalensi
dan Faktor-Faktor Risiko Gangguan Pemusatan Perhatian Anak dan
Hiperaktivitas di Klinik tumbuh Kembang Anak RSUP Sanglah Denpasar.
Sari Pediatri, 9(5).

53
Jensen CM, & Steinhausen HC. (2015). Comorbid mental disorders in children
and adolescents with attention-deficit/hyperactivity disorder in a large
nationwide study. Atten Defic Hyperact Disord, 7, 27-38.

Judarwanto, W. (2009). PENATALAKSANAAN ATTENTION DEFICIT


HYPERACTIVE DISORDERS PADA ANAK.

Kementerian Kesehatan RI. (2011). Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta.

Kessler, J. (1980). Handbook of minimal brain dysfunctions: A critical view. New


York: Willey.

Khairunnisa, Mahfudhah Iklil. (2015). Gambaran Gangguan Pemusatan Perhatian


dan Hiperaktivitas (GPPH) pada Pasien di RSJD Atma Husada Mahakam
Samarinda Periode Tahun 2010-2015 (Skripsi, Universitas Mulawarman,
Samarinda).

Larson, K., Russ, S., Kahn, R., & Halfon, N. (2011). Patterns of Comorbidity,
Functioning, and Service Use for US CHildren With ADHD. American
Academy of Pediatrics.

Leiner Y. (2014). The co-occurence of autism and attention deficit hyperactivity


disorder in children- what do we know? Frontiers in Human
Neuroscience, 8, 1-8.

Martin, V., Granero, R., & Ezpeleta, L. (2014). Comorbidity of oppositional


defiant disorder and anxiety disorder in preschoolers. Psichotema, 26(1),
27-32.

Masi, L., & Gignac, M. (2015). ADHD and Comorbid Disorders in Childhood
Psychiatric Problems, Medical Problems, Learning Disorers and
Developmental Coordination Disorder. Clinical Psychiatry.

Maslim, R. (2013). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan


DSM-V. Cetakan 2 - Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran
Unika Atma Jaya. Jakarta: PT Nuh Jaya.

Nash, J. (2011). Education Pages. Retrieved March 2, 2019, from Behavioral


Medicine Associates, Inc.: http://www.qeeg.com/qeegfact.html

National Institute for Health and Clinical Excelle. (2008). Diagnosis and
management of ADHD in children, young people and adults. NICE
guideline.

Neurohealth Associates Center of Neurofeedback. (n.d.). Retrieved January 27,


2019, from https://nhahealth.com/brain-mapping/

54
O. Hikosaka, K. Sakai, H. Nakahara, X. Lu, S. Miyachi, K. Nakamura, et al.
(2000). Neural mechanisms for learning of sequential procedures (2nd
ed.). London: Cambridge.

Parkway Holdings Limited. (2019). Central Auditory Processing Disorder.


Retrieved March 29, 2019, from Gleanagles:
https://www.gleneagles.com.sg/id/specialties/medical-specialties/ear-nose-
throat/central-auditory-processing-disorder

Patel, N., Patel, M., & Patel, H. (2011). University of Missouri Health Care, USA.
Retrieved October 5, 2015, from ADHD and Comorbid Conditions:
http://cdn.intechopen.com/pdfs-wm/280240.pdf

Patel, N., Patel, M., & Patel, H. (n.d.). University of Missouri Health Care, USA.
Retrieved October 5, 2015, from ADHD and Comorbid Conditions:
http://cdn.intechopen.com/pdfs-wm/280240.pdf

Paternotte, & Agra. (2010). Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).


Jakarta: Prenada.

Ratnasari, N., Kaunang, T., & Dundu, A. (2016). Komorbiditas pada Anak
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) pada 20
Sekolah Dasar di Kota Manado. Jurnal E-Clinic (eCl), 41.

rzadkiewicz, o. (2016, July 14). Study Calls For Children With Epilepsy To Be
Monitored Early For ADHD Symptoms. Retrieved March 26, 2019, from
Epilepsy Society: https://www.epilepsysociety.org.uk/news/study-calls-
for-children-with-epilepsy-to-be-monitored-early-for-adhd-symptoms-15-
07-2016#.XJmtJpgzbb1

Sadock, B., & Sadock, V. (2010). Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis (2
ed.). Jakarta: EGC.

Sadock, B., & Sadock, V. (2016). Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis.
Jakarta: EGC.

Sadock, B., Sadock, V., & Ruiz, P. (2015). Kaplan & Sadock's Synopsis of
Psychiatry (11th ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer.

SAK, I., & Soetjiiningsih. (2012). Gangguan Pemusatan Perhatian dan


Hiperaktivitas. In Soetjiningsih, & I. G. Ranuh, Tumbuh Kembang Anak
(2nd ed., pp. 416-431). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Santrock, J. (2011). Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup).


Jakarta: Erlangga.

Saputro, D. (2009). ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity Disorder). Jakarta:


CV. Sagung Seto.
55
Seidman LJ, Valera EM, & Makris N. (2005). Structural brain imaging of
attention-deficit/hyperactivity disorder. Biol Psychiatry, 57, 1263-1272.

Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.

Soetjiningsih, & Ranuh, I. (2013). Tumbuh Kembang Anak (2nd ed.). Jakarta:
EGC.

Strauss, A., & Lehtinen, L. (1947). Psychopathology and education of the brain
injured child. Grune & Stratton.

The National Autistic Society. (2018). Autism diagnosis for adults. Retrieved
March 26, 2019, from National Autistic Society:
https://www.autism.org.uk/about/diagnosis/adults.aspx

WHO. (2017). Child and Adolescent Mental Disorders. Retrieved December


2018, from World Health Organization:
https://www.who.int/mental_health/mhgap/evidence/children/

Wiguna, T. (2017). Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperakivitas. Jakarta:


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Wiguna, T., Ismail, R., Winarsih, N., Kaligis, F., Hapsari, A., Budiyanti, L., et al.
(2017). Dopamine Transporter Gene Polymorphism in CHildren with
ADHD: A Pilot Study in Indonesian Samples. Asian Journal of
Psychiatry, 29, 35-38.

Yanofiandi, & Syarif, I. (2009, Juli-Desember). Perubahan Neuroanatomi Sebagai


Penyebab ADHD. Majalah Kedokteran Andalas, 33.

Yucha, C. B. (2008). Evidence-based practice in biofeedback and neurofeedback.


Semantic Scholar.

56
LAMPIRAN

Lampiran 1

57
Lampiran 2

58
Lampiran 3 Data Rekam Medis

No. No. Rekam Tahun Inisial Jenis Usia Komorbiditas Retardasi


Medis Diagnosis Kelamin Diagnosis Mental

1. 201807.01.50 2018 RK L 7 Gangguan Berbicara dan Berbahasa

2. 201811.00.39 2018 AA L 3 Gangguan Berbicara dan Berbahasa

3. 201809.00.14 2018 BDP L 4 Gangguan Spektrum Autisme

4. 201808.00.18 2018 SFS P 3 Gangguan Berbicara dan Berbahasa

5. 201710.01.22 2017 SDA L 2 Gangguan Spektrum Autisme

6. 201805.01.01 2018 AS L 2 Gangguan Berbicara dan Berbahasa

7. 201801.01.31 2018 GR L 7 Gangguan Berbicara dan Berbahasa

8. 201801.01.16 2018 DK L 5 Tidak ada komorbid

9. 201804.01.23 2018 MAI L 2 Tidak ada komorbid

10. 201808.00.25 2018 DMR L 6 Tidak ada komorbid

11. 201812.00.02 2018 MRR L 7 Retardasi Mental Ringan

12. 2015.08.00.45 2015 MH L 3 Gangguan Berbicara dan Berbahasa

58
13. 02.84.34 2015 KTY L 2 Gangguan Berbicara dan Berbahasa

14. 201704.02.19 2017 SFG P 2 Gangguan Berbicara dan Berbahasa

15. 02.90.02 2016 RVY L 6 Gangguan Kecemasan

Retardasi Mental Ringan

16. 201705.00.03 2017 MAI L 2 Gangguan Sensori Integrasi

Gangguan Kecemasan

17. 201703.00.92 2017 MAR L 5 Tidak ada komorbid

18. 201706.00.82 2017 M L 8 Gangguan koordinasi motorik halus dan kasar

19. 201705.01.61 2017 LT L 6 Tidak ada komorbid

20. 201709.00.08 2017 MSM L 2 Gangguan Spektrum Autisme

21. 201711.00.17 2017 RF L 6 Gangguan Berbicara dan Berbahasa

Retardasi Mental Sedang

22. 201712.00.74 2017 MN L 7 Tidak ada komorbid

23. 201711.00.30 2017 BAP L 4 Tidak ada komorbid

24. 03.18.77 2016 MKB P 2 Gangguan Spektrum Autisme

59
25. 03.28.93 2017 EHK P 4 Tidak ada komorbid

26. 03.12.57 2016 MZY L 3 Gangguan Berbicara dan Berbahasa

27. 03.12.76 2016 MAR L 2 Gangguan Spektrum Autisme

28. 03.10.72 2016 FMD L 4 Gangguan Spektrum Autisme

29. 03.08.34 2016 MA L 6 Gangguan Berbicara dan Berbahasa

Retardasi Mental Sedang

30. 02.87.44 2015 FAF L 3 Gangguan Spektrum Autisme

Gangguan Kecemasan

31. 02.55.71 2016 SP L 3 Epilepsi

Gangguan koordinasi motorik halus dan kasar

Retardasi Mental Ringan

32. 03.30.87 2017 RNH P 5 Gangguan Berbicara dan Berbahasa

33. 02.49.14 2016 FF L 3 Gangguan Berbicara dan Berbahasa

34. 02.57.77 2015 RD L 2 Gangguan Kecemasan

35. 02.60.91 2015 YNKR L 8 Retardasi Mental Sedang

60
36. 02.82.99 2015 SEW L 4 Gangguan Spektrum Autisme

Disruptive, Impulse-Control, and Conduct Disorders

37. 02.87.25 2016 MIS L 4 Gangguan Spektrum Autisme

38. 02.42.81 2015 RAF L 3 Gangguan Berbicara dan Berbahasa

39. 02.52.42 2015 RHA L 2 Tidak ada komorbid

40. 02.50.30 2015 MKVS L 3 Tidak ada komorbid

41. 02.80.13 2015 SH L 4 Gangguan Spektrum Autisme

42. 02.78.50 2015 LBS L 3 Gangguan Berbicara dan Berbahasa

43. 02.33.62 2015 HA L 3 Gangguan Spektrum Autisme

44. 02.55.52 2015 ML L 6 Tidak ada komorbid

45. 02.43.01 2015 MAF L 4 Gangguan Spektrum Autisme

46. 02.24.10 2015 LF L 3 Gangguan Berbicara dan Berbahasa

47. 02.33.23 2015 AA L 4 Gangguan Spektrum Autisme

48. 02.49.40 2015 AES L 6 Disruptive, Impulse-Control, and Conduct Disorders

49. 02.48.87 2015 PN P 3 Gangguan Spektrum Autisme

61
50. 02.43.76 2015 MWR L 6 Gangguan Spektrum Autisme

51. 02.40.95 2015 AHM L 7 Tidak ada komorbid

52. 02.41.37 2015 MRA L 5 Retardasi Mental Sedang

Gangguan Spektrum Autisme

53. 02.51.78 2015 ET L 6 Disruptive, Impulse-Control, and Conduct Disorders

54. 201807.02.32 2018 BDP L 4 Tidak ada komorbid

55. 03.04.23 2016 I L 4 Gangguan koordinasi motorik halus dan kasar

Gangguan Spektrum Autisme

56. 02.60.99 2015 FA L 8 Disruptive, Impulse-Control, and Conduct Disorders

57. 02.83.32 2015 MWR L 5 Gangguan Spektrum Autisme

58. 02.45.25 2015 MFR L 6 Retardasi Mental Ringan

59. 02.51.89 2015 LOR L 2 Gangguan Spektrum Autisme

60. 02.60.97 2015 CN P 4 Gangguan Berbicara dan Berbahasa

Retardasi Mental Sedang

61. 03.07.09 2016 R L 3 Tidak ada komorbid

62
62. 03.06.59 2016 YIT P 3 Gangguan koordinasi motorik halus dan kasar

Gangguan Spektrum Autisme

63. 03.23.21 2017 AAI L 7 Retardasi Mental Berat

64. 2018.08.00.88 2018 RJAF L 5 Tidak ada komorbid

65. 2018.09.0070 2018 ONRH P 3 Gangguan Spektrum Autisme

66. 2018.07.01.73 2018 MRS L 3 Gangguan Spektrum Autisme

67. 02.49.32 2015 RAF L 5 Gangguan Spektrum Autisme

68. 02.59.49 2015 AAR L 2 Gangguan Berbicara dan Berbahasa

69. 02.87.47 2016 MSC L 3 Gangguan Pendengaran

70. 02.73.30 2015 W L 9 Gangguan Spektrum Autisme

Retardasi Mental Sedang

71. 02.66.80 2015 IJ P 6 Retardasi Mental Sedang

Gangguan Berbicara dan Berbahasa

72. 02.53.07 2015 KAAA L 3 Gangguan Spektrum Autisme

73. 03.02.08 2016 APHUZ L 4 Gangguan koordinasi motorik halus dan kasar

63
74. 02.93.66 2016 RS L 4 Tidak ada komorbid

75. 02.19.21 2016 MNA L 4 Gangguan Spektrum Autisme

76. 201701.00.05 2017 MDA L 5 Gangguan Berbicara dan Berbahasa

77. 03.13.10 2016 RA L 5 Tidak ada komorbid

78. 03.10.53 2016 SDA L 7 Gangguan Berbicara dan Berbahasa

79. 03.05.45 2016 ASAQ L 6 Gangguan Berbicara dan Berbahasa

80. 201704.01.62 2017 MDH L 9 Gangguan Spektrum Autisme

Retardasi Mental Sedang

81. 201704.02.29 2017 MU L 3 Gangguan Berbicara dan Berbahasa

82. 02.56.66 2015 BJ L 6 Disruptive, Impulse-Control, and Conduct Disorders

83. 02.83.30 2015 AFK P 3 Gangguan Spektrum Autisme

84 02.87.07 2015 ND L 5 Tidak ada komorbid

64
Lampiran 4 Data Rekam Medis (Faktor Risiko)

No. No. Rekam Inisial Riwayat Faktor BBLR Prematur Sectio Riwayat Riwayat Pengasuhan
Medis Keluarga Prenatal Kejang Trauma Parsial
Caesarea Demam Kepala

1. 201807.01.50 RK

2. 201811.00.39 AA

3. 201809.00.14 BDP

4. 201808.00.18 SFS

5. 201710.01.22 SDA

6. 201805.01.01 AS

7. 201801.01.31 GR

8. 201801.01.16 DK

9. 201804.01.23 MAI

10. 201808.00.25 DMR

65
11. 201812.00.02 MRR

12. 2015.08.00.45 MH

13. 02.84.34 KTY

14. 201704.02.19 SFG

15. 02.90.02 RVY

16. 201705.00.03 MAI

17. 201703.00.92 MAR

18. 201706.00.82 M

19. 201705.01.61 LT

20. 201709.00.08 MSM

21. 201711.00.17 RF

22. 201712.00.74 MN

23. 201711.00.30 BAP

24. 03.18.77 MKB

25. 03.28.93 EHK

66
26. 03.12.57 MZY

27. 03.12.76 MAR

28. 03.10.72 FMD

29. 03.08.34 MA

30. 02.87.44 FAF

31. 02.55.71 SP

32. 03.30.87 RNH

33. 02.49.14 FF

34. 02.57.77 RD

35. 02.60.91 YNKR

36. 02.82.99 SEW

37. 02.87.25 MIS

38. 02.42.81 RAF

39. 02.52.42 RHA


40. 02.50.30 MKVS

67
41. 02.80.13 SH

42. 02.78.50 LBS

43. 02.33.62 HA

44. 02.55.52 ML

45. 02.43.01 MAF

46. 02.24.10 LF

47. 02.33.23 AA

48. 02.49.40 AES

49. 02.48.87 PN

50. 02.43.76 MWR

51. 02.40.95 AHM

52. 02.41.37 MRA

53. 02.51.78 ET

54. 201807.02.32 BDP

55. 03.04.23 I

68
56. 02.60.99 FA

57. 02.83.32 MWR

58. 02.45.25 MFR

59. 02.51.89 LOR

60. 02.60.97 CN

61. 03.07.09 R

62. 03.06.59 YIT

63. 03.23.21 AAI

64. 2018.08.00.88 RJAF

65. 2018.09.0070 ONRH

66. 2018.07.01.73 MRS

67. 02.49.32 RAF

68. 02.59.49 AAR

69. 02.87.47 MSC

70. 02.73.30 W

69
71. 02.66.80 IJ

72. 02.53.07 KAAA

73. 03.02.08 APHUZ

74. 02.93.66 RS

75. 02.19.21 MNA

76. 201701.00.05 MDA

77. 03.13.10 RA

78. 03.10.53 SDA

79. 03.05.45 ASAQ

80. 201704.01.62 MDH

81. 201704.02.29 MU

82. 02.56.66 BJ

83. 02.83.30 AFK

84 02.87.07 ND

70

Anda mungkin juga menyukai