DIAGNOSIS
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan glukometer. Diagnosis
tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria [ CITATION PER19 \l 1033 ].
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu
dipikirkan bila terdapat keluhan seperti:
Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Pada anamnesis juga perlu ditanyakan mengenai riwayat penyakit yang meliputi usia dan
karakteristik saat onset diabetes; pola makan, status nutrisi, status aktivitas fisik, dan
riwayat perubahan berat badan; riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa
muda; pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi
gizi medis dan penyuluhan; pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang
digunakan, perencanaan makan dan program latihan jasmani; riwayat komplikasi akut
(ketoasidosis diabetic, hiperosmolar hiperglikemia, hipoglikemia); riwayat infeksi
sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenital; gejala dan riwayat
pengobatan komplikasi kronik pada ginjal, mata, jantung, dan pembuluh darah, kaki,
saluran pencernaan, dll; pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa
darah; faktor risiko termasuk merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner,
obesitas, dan riwayat peyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain);
riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM; karakteristik budaya, psikososial,
pendidikan, dan status ekonomi. Pada pemeriksaan fisik dicari tanda penyakit
peneyerta/komplikasi diantaranya hipertensi, kardiomegali, infeksi paru, udem, kulit
kering, dan gangguan pulsasi PD [ CITATION PER19 \l 1033 ].
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi criteria normal atau criteria DM
digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi toleransi glukosa terganggu
(TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa
plasma puasa antara 100 – 125 mg/dL dan pemeriksaan TTGOglukosa
plasma 2 jam < 140 mg/dL;
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2
jam setelah TTGO antara 140 – 199 mg/dL dan glukosa plasma puasa <
100 mg/dL
Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7 – 6,4%.
Cara Pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan (dengan karbohidrat yang cukup)
dan melakukan kegiatan jasmani seperti kebiasaan sehari-hari
2. Berpuasa paling sedikit 8 Jm (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air
putih tanpa glukosa tetap diperbolehkan
3. Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa
4. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 g/kgBB (anak-anak), dilarutkan
dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit
5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam
setelah minum larutan glukosa selesai
6. Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
7. Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok
Pada keadaan yang tidak memungkinkan dan tidak tersedia fasilitas pemeriksaan
TTGO, maka pemeriksaan penyaring dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah
perifer diperbolehkan untuk patokan diagnosis DM. Dalam hal ini harus diperhatikan
adanya perbedaan hasil pemeriksaan glukosa darah plasma vena dan glukosa darah
kapiler [ CITATION PER19 \l 1033 ].
PENATALAKSANAAN
1. Diet
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan
untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan
kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan,
terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat 10-15%, lemak 20-25%, dan protein 10-15%. Untuk menentukan status gizi,
dihitung dengan Body Mass Index (BMI). Indeks massa tubuh (IMT) atau BMI
merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa,
khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Untuk
mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:
KOMPLIKASI
1. Komplikasi akut:
a. Krisis hiperglikemia:
- Ketoasidosis diabetic (KAD): komplikasi akut diabetes yang ditandai
dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600
mg/dL), disertai tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat.
Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/mL) dan terjadi
peningkatan anion gap.
- Status Hiperglikemia Hiperosmolar (SHH): pada keadaan ini terjadi
peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-1200 mg/dL), tanpa
tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat (330-
380 mOs/mL), plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit
meningkat.
b. Hipoglikemia: hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa
darah < 70 mg/dL. Hipoglikemia adalah penurunan konsentrasi glukosa
serum dengan atau tanpa adanya gejala-gejala system autonom, seperti
adanya whipple’s triad yaitu terdapat gejala-gejala hipoglikemia, kadar
glukosa yang rendah, dan gejala berkurang dengan pengobatan.
2. Komplikasi kronik:
a. Makroangiopati:
- pembuluh darah jantung: penyakit jantung koroner
- pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer yang sering terjadi pada
penyandang DM. Gejala tipikal yang biasa muncul pertama kali adalah
nyeri pada saat beraktivitas dan berkurang saat istirahat (claudicatio
intermittent), namun sering juga tanpa disertai gejala. Ulkus iskemik
pada kaki merupakan kelainan yang dapat ditemukan pada
penyandang.
- Pembuluh darah otak: stroke iskemik atau stroke hemoragik
b. Mikroangiopati, meliputi retinopati diabetic, nefropati diabetic, neuropati,
dan kardiomiopati.
PENCEGAHAN
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor
risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk menderita DM tipe 2
dan intoleransi glukosa [ CITATION PER19 \l 1033 ].
Faktor risiko diabetes sama dengan faktor risiko untuk intoleransi glukosa, yaitu:
A. Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi
a. ras dan etnik
b. riwayat keluarga dengan DM
c. umur: risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan
meningkatnya usia. Usia > 45 tahun harus dilakukan skrining DM.
d. riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat
pernah menderita DM gestasional (DMG)
e. riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir
dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi
yang lahir dengan BB normal
B. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi
a. Berat badan lebih (IMT ≥ 23 kg/m2)
b. kurangnya aktivitas fisik
c. hipertensi (> 140/90 mmHg)
d. dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan/atau trigliserida > 250 mg/dL)
e. diet tidak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi glukosa dan rendah serat
akan meningkatkan risiko menderita prediabetes/intoleransi glukosa dan DM
tipe 2
C. Faktor lain yang terkait dengan risiko Diabetes Melitus
a. penyandang sindrom metabolic yang memiliki riwayat toleransi glukosa
terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya
b. penyandang yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke,
PJK, atau PAD (Peripheral Arterial Diseases)
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami
penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut serta meningkatkan
kualitas hidup. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum
kecacatan menetap. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada
pasien dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat
dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal.