Anda di halaman 1dari 35

DIABETES MELITUS Tipe 2

dr. Bona Adhista Penghuni Kesuma 2002-2007 Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia kronis yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, defek kinerja insulin atau kombinasi keduanya. Hiperglikemia kronis pada DM tipe-2 dihubungkan dengan terjadinya kerusakan jangka panjang, disfungsi, kegagalan berbagai organ tubuh, terutama pada mata, ginjal, syaraf, jantung, dan pembuluh darah

Epidemiologi Adanya kecendrungan peningkatan angka insiden dan prevalensi DM tipe 2 di seluruh penjuru dunia. WHO memprediksi ledakan jumlah penderita DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Berdasarkan pola pertumbuhan penduduk diperkirakan prevalensi DM didaerah urban 14,7% pada tahun 2030 Klasifikasi DM berdasar etiologi :

I. DM tipe 1 o.k proses autoimun / idiopatik defisiensi insulin absolut II. DM tipe 2 (bervariasi dominan dari resistensi insulin dengan defisiensi insulin relatif sampai dominan defek sekresi insulin dengan resistensi insulin). III. DM tipe lain : A. Maturity Onset Diabetes of the young (MODY) 1,2,3 B. Defek genetik kerja insulin C. Penyakit eksokrin pancreas : trauma, pancraettis, dll D. Endokrinopati : akromegali, cushing dll E. Karena obat : asam nikotinat F. Infeksi : rubella, CMV G. Imunologi : antibodi anti insulin I. Sindrom genetik lain : sindrom down, klinfelter IV. Diabetes Melitus Gestasional (DMG) PEDOMAN DIAGNOSIS DM Gejala klasik DM :poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan BB yang tidak dapat dijelaskan sebabnya Gejala tidak khas : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi, pruritus vulva

Kriteria diagnosis DM : Gejala klasik + GDS 200mg/dl atau Gejala klasik + GDP 126 mg/dl atau TTGO 200 mg/dl Gejala tidak khas + 2 X pemeriksaan GDP 126 mg/dl atau GDS 200mg/dl (pada hari yang berlainan) . Cara melakukan TTGO : Makan seperti biasa selama 3 hari sebelumnya Kegiatan jasmani seperti biasa Puasa semalaman (10-12 jam) Periksa Gula darah puasa Minum larutan gula dalam waktu 5 menit (75 gram glukosa dalam 250ml air) Periksa gula darah 2 jam pasca pembebanan glukosa Selama menunggu 2 jam pasien harus istirahat dan tidak merokok

. Pemeriksaan penyaring Pemeriksaan penyaring ditujukan kepada mereka yang mempunyai resiko tinggi DM namun tidak menunjukkan adanya gejala DM (asimptomatis). Penting sekali untuk melakukan skrining sedini mungkin untuk mencegah & memperlambat komplikasi makromikro angiopati. Skrining dilakukan pada kelompok yang memiliki salah satu faktor resiko DM sebagai berikut 1.Usia > 45 tahun 2.Usia <45 tahun dengan BMI >25 kg/m2 disertai satu faktor resiko DM lainnya : Riwayat keluarga yang menderita DM (ayah, ibu, saudara kandung)

Inaktivitas fisik Telah mengalami TGT/GDPT Riwayat DMG atau melahirkan bayi >4 kg Hipertensi >140/90 mmHg HDL <35 mg/dl dan / atau trigliserida >250 mg/dl Polikistik ovarii sindrom (PCOS) Riwayat penyakit kardiovaskuler Dilakukan pemeriksaan 2 tahap yaitu 1. GDP dan 2. TTGO. Hasil pemeriksaan digolongkan menjadi Hasil pemeriksaan GDP TTGO Normal < 100 mg/dl < 140 mg/dl GDPT 100 125 mg/dl TGT DM > 126 mg/dl

140 199 >200 mg/dl mg/dl Interpretasi hasil : seseorang dapat mengalami 2 kategori yang berbeda GDPT dengan TGT / DM GDPT terisolasi : GDPT dengan pemeriksaan TTGO normal TTGO terisolasi : TGT dengan pemeriksaan GDP normal GDPT dan TGT dapat disebut sebagai pre-diabetes

GDPT dan TGT merupakan petanda (marker) kejadian DM & faktor resiko penyakit kardiovaskuler di masa mendatang, maka sangatlah penting untuk mendeteksi GDPT dan TGT sedini mungkin. Walaupun demikian kemampuan dan sensitivitas GDPT menyebabakan DM di kemudian hari KURANG dibandingkan dengan TGT. TGT dapat diangggap sebagai faktor resiko independen yang menyebabakan DM maupun penyakit kardiovaskuler. Resiko DM tertinggi terjadi pada penderita TGT bersamaan dengan GDPT

TATALAKSANA Tujuan Penatalaksanaan : meningkatkan QOL penderita, mencegah komplikasi makromikroangiopati, menurunkan morbiditas dan mortalitas penderita DM

Components of the comprehensive diabetes evaluation Medical history Age and characteristics of onset of diabetes Hasil pemeriksaan lab terdahulu, hasil pemeriksaan khusus terkait DM Eating patterns, nutritional status, and weight history; growth and development in children and adolescents Riwayat penyakit keluarga Review of previous treatment programs Current treatment of diabetes, including medications, meal plan, and results of glucose monitoring and patients use of data Exercise history Riwayat komplikasi akut : frequency, severity, and cause Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronis Riwayat penyakit dan pengobatan lain yang didapatkan Pola hidup, psikososial, status ekonomi Other: sexual dysfunction, gastroparesis Physical examination

Blood pressure determination, including orthostatic measurements when indicated BB, TB, IMT, lingkar perut/pinggang Pemeriksaan rongga mulut dan palpasi thyroid Pemeriksaan jantung Skin examination (for acanthosis nigricans and insulin injection sites) Neurological/foot examination examination Palpation of Dorsalis pedis and Postero tibial pulses Presence/absence of patellar and Achilles reflexes Determination of proprioception, vibration, and monofilament sensation

Laboratory evaluation GDP, TTGO, A1C/3 bulan Fasting lipid profile, including total LDL and HDL cholesterol and triglycerides Liver function tests Test for microalbuminuria Serum creatinine and calculated GFR Thyroid-stimulating hormone EKG & roentgen Thorax Urinalisa : sedimen, protein, glukosa, keton urin Referrals Eye exam, if indicated Family planning for women of reproductive age MNT Diabetes educator if not provided by physician or practice staff

Pilar penatalaksanaan DM 1. Edukasi Untuk mencapai keberhasilan terapi pengobatan DM diperlukan perubahan gaya hidup pada penderita DM. Untuk itu dibutuhkan edukasi yang komprehensif. Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang - Pemahaman tentang DM : patofisiologi, gejala dan tanda - Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan gula darah - Cara pemantauan gula darah mandiri - Penyulit-penyulit DM - Intervensi non farmakologis dan farmakologis serta target-target pengobatan - Manfaat latihan jasmani bagi penderita - Perencanaan makan penderita DM - Penjelasan tentang obat-obatan oral serta insulin - Perawatan kaki DM - Stress emosiaonal pada penderita - Mengatasi sementara keadaaan gawat darurat seperti hipoglikemi

2.

Terapi Gizi Medik A. Penentuan kebutuhan kalori --------------------------------------------------------------------------Kalori basal = ..............kalori Pria : BBI x 30 kalori/kg Wanita : BBI x 25 kalori /kg Koreksi / Penyesuaian Umur > 40 tahun : 5% x kalori basal = ............. kalori

Aktivitas Ringan : + 10% x kalori basal Sedang : + 20% x kalori basal Berat : + 30% x kalori basal = + ............. kalori Berat badan Gemuk : 20% x kalori basal Lebih : 10% x kalori basal Kurang : + 20% x kalori basal = +/- ........... kalori Stress metabolik : + (10-30%) x kalori basal = + ..............kalori Total kebutuhan = ................ kalori --------------------------------------------------------------------------Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori 1. Jenis Kelamin ; kebutuhan kalori untuk pria 30 kal/kgBB, untuk wanita 25 kal/kgBB 2. Umur ; kebutuhan kalori umur 40 59 tahun dikurangi 5% dari kalori basal, pada umur 50 59 tahun dikurangi 10%, umur >70 tahun dikurangi 20% 3. Aktifitas fisik ; jenis aktifitas yang berbeda membutuhkan kalori yang berbeda pula Keadaan istirahat : kebutuhan kalori basal ditambah 10% Aktifitas ringan : pegawai kantor, pegawai toko, guru, ibu rumah tangga ditambah 20% dari kalori basal Aktifitas sedang ; pegawai pabrik, tentara yang tidak berperang, mahasiswa, dokter ditambah 30% dari kalori basal Aktifitas Berat : petani, buruh, penari, atlit ditambah 40% dari kalori basal Aktifitas sangat berat : tukang becak, tukang gali, pandai besi ditambah 50% dari kalori basal 4. Berat badan ; ditentukan berdasarkan status gizi. BB kurang <90% BBI, BB normal 90-110% BBI, BB lebih 110-120% BBI, gemuk >120% BBI. BBI = (TB-100) - 10%. Pada BB gemuk dikurangi 20% kalori basal. BB lebih dikurangi 10% kalori basal. BB kurang ditambah 20% kalori basal 5. Stress metabolik ; infeksi, kenaikan suhu 1 derajat diperlukan tambahan kalori sebesar 13% 6. Menentukan berat badan ideal (TB-100)-10% jika TB >160cm. Jika TB <160 cm (TB-100) B. Komposisi makanan yang dianjurkan Karbohidrat Memenuhi 50-55% dari kebutuhan total kalori. Pilih makanan dengan indeks glikemik rendah seperti kacang merah, yoghurt, wortel, apel, anggur, madu, roti tawar, kentang rebus, nasi putih, gandum Lemak Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori total. Batasi semua jenis lemak jenuh. Lemak jenuh yang dianjurkan <7% kebutuhan kalori. Lemak tidak jenuh ganda < 10%, selebihnya lemak tidak jenuh tunggal. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh seperti daging berlemak dan whole milk. Yang dianjurkan berasal dari asam lemak tidak jenuh tunggal biasanya yang mengandung omega-3 berasal dari ikan tuna, minyak sayur, oats, minyak ikan Protein Dibutuhkan sebesar 15-20% total kebutuhan kalori. Sumber protein yang baik berasal dari ikan laut, susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, tempe Mikronutrien Mikronutrien diperlukan untuk meningkatkan kerja insulin seperti chromium. Untuk meningkatkan metabolisme asam lemak seperti vit B1, B2, B3, B6. Anti oksidan kuat

untuk mengurangi efek radikal bebas pada seperti vit A, C, E. Preparat suplemen 1 x 1 diberikan bersama sarapan pagi Serat

C. Pengaturan pola makan Makanan dengan jumlah kalori terhitung seperti komposisi diatas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), sore (25%) serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%). Pada penderita DM dengan penyakit lain maka pola makanan disesuaikan dengan penyakit penyerta 3. Latihan jasmani Tujuannya : - Meningkatkan uptake glukosa (meningkatkan sensitivitas insulin & meningkatkan aktivitas transporter glukosa GLUT-4 ) - Memperbaiki oksigenasi jaringan - Memperbaiki profil lipid sehingga mencegah kegemukan mencapai BB ideal Bentuk-bentuk latihan jasmani, bersifat sangat individual. Hal ini sangat bergantung pada ada tidaknya komplikasi dan penyakit penyerta lainnya. Secara umum bentuk latihan jasmani pada penderita DM : Aerobik (jalan kaki, jogging, bersepeda, dan berenang) Intensitas HR 60-75% HR max / VO2 : 40 70 % VO2 max Frekuensi 3-5 kali seminggu 40-50 % 1 x RM ( Repetition Maximum ) Terapi farmakologis

4.

Treatment Algorithm for T2DM


(Summarized : Tjokroprawiro 2004)

Aim

MNT, Exercise, Health Education (Target Weight Loss 5-10%)

SU, Non SU + Metformin


Glucosidase Inhibitors Glitazone

Oral Combinations : 4-OADs FPG > 2 00, 2h-PG > 4 00, AIC > 8 %, HOMA-B < 35% Clinical Experiences : Tjokroprawiro 2004 Need Insulin : Candidates for CTOI Insulin Plus Oral Agents for Diabetes (CTOI : Combined Therapy OAD and Insulin)
Indications of CTOI : Primary and Secondary Criteria : Formulas 2-4-8, HOMA-B < 35%

Improved Control
OADs = Oral Agents for Diabetes MNT = Medical Nutrition Therapy
ASK-DNC

Perubahan Pola Hidup : Diet dan Latihan Jasmani = Perubahan Pola Hidup : Diet dan Latihan Jasmani = Ditambah Acarbose, Metformin, TZD

100
F u n g s i S e l B e t a %

75

Gangguan Toleransi Glukosa

DM tipe-2 phase I Fungsi Sel Beta tinggal 50 %

50

Pre-Diabetes
25 0 -12 -10 Kadar Gula DM-2 Darah tinggi Phase-I Setelah Makan -6 -2 0 2 DM-2 Phase-II
DM-2 phase III

10

14

Tahun saat di- Diagnosis DM


Lebovitz, 2000

100
F u n g s i S e l B e t a %

= Diet dan Latihan Jasmani = Ditambah monoterapi = Kombinasi : 1. Penambah sensitivitas terhadap insulin 2. Pemicu sekresi insulin = Diet dan Latihan Jasmani = Kombinasi : 1. Penambah sensitivitas thd insulin 2. Pemicu sekresi insulin = Perlu Kombinasi ADO + Insulin

75
Gangguan Toleransi Glukosa

50

Pre-Diabetes
25 0 Kadar Gula DM-2 Darah tinggi DM-2 Phase-II Setelah Phase-I Makan -12 -10 -6 -2 0 2
DM-2 phase III

10

14

Tahun saat di- Diagnosis DM


Lebovitz, 2000

100
F u n g s i S e l B e t a %

Diet + Latihan Jasmani Kombinasi dengan 1. Pemicu sekresi insulin 2. Penambah sensitivitas insulin Ditambah Kombinasi dengan Insulin Diet + Latihan Jasmani Dan Insulin saja

75

Gangguan Toleransi Glukosa

50 Kadar Gula Darah tinggi Setelah DM-2 Makan Phase-I

25 0 -12 -10

DM-2 Phase-II
DM-2 phase III

-6

-2

10

14

Tahun saat di- Diagnosis DM


Lebovitz, 2000

DM tipe 2 yang mengalami secundary failure, yaitu : bila seorang dengan OHO dosis maksimal dan sudah berganti-ganti. tetapi OHO tersebut tidak dapat mengcover lagi oleh karena reseptornya sudah payah disebabkan faktor lanjut usia. Diabetes tipe X (sangat mungkin bila diberi insulin, reseptornya dapat sembuh). Pre DM GDPT dan TGT diterapi dengan perubahan gaya hidup ditambah metformin 500-850 mg bid, Acarbose 50-100 mg tid diminum bersama suapan pertama, pioglitazon 400 mg/hari

Glycemic Goals: Preprandial plasma glucose: Postprandial plasma glucose: Bedtime plasma glucose: Glycosylated hemoglobin:

90-130 mg/dl < 180 mg/dl 100-140 mg/dl < 7%

DIAGNOSIS OF TYPE 2 DIABETES


Lifelong diet, exercise, weight management
Glycemic goals not achieved ORAL AGENT MONOTHERAPY - Lean, Insulinopenic Secretagogues - Obese, insulin resistance Biguanides - Insulin resistant, renal impairment Glitazones - Post Prandial hyperglycemia - glucosidase inhibitor - Meglitinide Glycemic goals not achieved ORAL AGENT COMBINATION THERAPY - Secretagogue + Glitazone - Secretagogue + Biguanide - Secretagogue + glucosidase inhibitor - Biguanide + Glitazone - Biguanide + Glitazone + Secretagogue * Not all above combination are FDA approved

- Severe symptoms - Severe hyperglycemia

- Ketosis - Pregnancy

INSULIN REGIMENT - Combination of intermediate/long acting* and short-acting insulin* (2 or more injection) - Continous Sqinsulin infusion pump (May continue/add sensitizer/secretagogue to reduce insulin requirements) Lispro/Glargine are not FDA approved for use in pregnancy

OR
ORAL AGENT / INSULIN COMBINATION THERAPY Bedtime intermediate-acting insulin (start with 10-15 units HS and adjust to maintain AM FPG < 140 mg/dl

If daytime Glycemia not achieved

Initiate DM therapy ADA menargetkan penurunan A1C <6,5% atau GDP<110 mg/dl dalam 6 bulan sejak diagnosis ditegakkan. Untuk mencegah komplikasi hiperglikemi.

Proactive management of glycemia: early combination approach


Diet and

exercise

OAD* monotherapy

OAD combinations OAD up-titration

10

OAD + basal insulin OAD + multiple daily insulin injections

HbA1c (%)

9 8 7 6

ACTION POINT: HbA1c = 7% HbA1c = 6.5%

Duration of diabetes

*OAD = oral antidiabetic

10

11

Langkah-langkah Inisiasi terapi pada penderita DM tipe II berdasar konsensus ADA/EASD 2006

Step 1 : Lifestyle intervention + metformin. Lifesyle intervention bertujuan untuk memperbaiki glukosa, tekanan darah dan kadar lemak. Menurunkan berat badan atau minimal mencegah penambahan berat badan. Pemberian metformin dilakukan bersamaan dengan lifestyle intervention. Metformin direkomendasikan sebagai terapi farmakologis awal. Hal ini disebabakan karena tidak adanya kontraindikasi seperti penamabahan BB dan hipoglikemi Step 2 : additional medication. Another medication should be added 2-3 bulan setelah pemberian terapi awal yang tidak mencapai target A1C. Added other than to choose among insulin, SU, TZD. Jika A1C >8,5% / dengan simptom hiperglikemia pemberian Insulin lebih dianjurkan, dapat diawali dengan insulin basal (intermediate / long acting). Paradigma baru terapi DM tipe 2 adalah pemberian seawal mungkin kombinasi 2 OAD (early aggresive combination therapy). Kombinasi yang dianjurkan adalah SU+metformin, Metformin+TZD, SU+TZD. Lebih dianjurkan pemberian fixed dose dengan pemberian sekali sehari sehingga meningkatkian complience pasien. Kombinassi yang dianjurkan ADA insulin+metformin / insulin+TZD Step 3 : further adjusment. A1C<8% pemberian OAD ketiga dapat dipertimbangkan walaupun membutuhkan biaya yang lebih besar dan kadang kurang efektif menurunkan glukosa. Walaupun 3 OAD (metformin, SU, TZD) dapat digunankan, tetapi terapi inisiasi dan intensifikasi dengan insulin LEBIH dianjurkan berdasarkan keefektifan dan expense Intensifikasi terapi insulin dapat berupa penambahan injeksi short-rapid acting. Berikut ini adalah beberapa cara inisiasi kombinasi terapi dari ACE/AACE 2006 berdasarkan nilai A1C, yang digunakan dalam konsensus PERKENI 2006

12

13

Terapi gizi medik, latihan jasmani, edukasi, monitoring glukosa mandiri

A1C <7 % GDP<200 mg/dl

A1C 7-8 % GDP 200-250 mg/dl

GDP >250mg/dl TTGO > 400 mg/dl A1C >8,5 % MPG 205-240 mg/dl

Monoterapi Metformin Pioglitazon AGI

Terapi Kombinasi OAD Metformin + SU TZD/AGI + metformin TZD + SU SU + AGI

CTOI

Dilakukan monitoring dan penyesuaian sampai dosis efektif maksimum untuk mencapai target terapi
2-3 bulan TNA 2-3 bulan TNA

Monoterapi failure GDP >180 mg/dl Terapi Kombinasi OAD CTOI

2-3 bulan TNA

Terapi kombinasi maksimal & terapi insulin maksimal

CTOI:combine terapi OAD Insulin GDP:gula darah puasa SU:sulfonil urea AGI:alfa glucosidase inhibitor TZD:Thiozilindindion TNA:target not achievid

Pemberian terapi kombinasi dua jenis OAD, dengan mekanisme yang berbeda untuk mendapatkan kontrol glikemik yang lebih baik dibanding hanya memberikan monoterapi saja, merupakan hal yang rasional Paradigma baru terapi DM tipe 2 adalah pemberian seawal mungkin kombinasi 9early aggresive combination therapy) 2 OAD. Kombinasi yang dianjurkan adalah SU+metformin, Metformin+TZD, SU+TZD. Lebih dianjurkan pemberian fixed dose dengan pemberian sekali sehari sehingga meningkatkian complience pasien. Terapi kombinasi dapat diberikan lebih awal pada dosis rendah. Kemudian jika target belum dicapai maka dapat diberikan sampai dosis tinggi. Jika terapi kombinasi dengan 2 OAD gagal mencapai target terapi, sebaiknya initiate insulin terapi segera diberikan. Pemberian insulin lebih realibel dan lebih kuat efeknya dalam mengontrol kendali glikemik

14

Walaupun pemberian 3 OAD dimungkinkan, pemberian 3 OAD membutuhkan biaya yang besar serta menimbulkan efek samping yang lebih banyak dan secara umum tidak praktis. Schwartz et all menyatakan bahwa pemberian insulin pre-mixed + metformin lebih efektif dan lebih murah dibandingkan dengan pemberian 3 OAD. Selain itu tingginya presentase kegagalan terapi pada pasien dengan 3 OAD. Pemberian insulin lebih efektif, dibandingkan terus menggunakan OHO padahal apabila sudah ada indikasi penggunaan insulin, maka dalam waktu kurang dari 5 tahun, seluruh sel beta pankreas akan mengalami kerusakan dan tentunya target glikemik yang tidak pernah tercapai akan menimbulkan komplikasi yang lebih besar CTOI (Combined Terapi OAD Insulin) / BIDS (bed time insulin daytime sulfonilurea) Indikasi CTOI : 1. Primer a. Penggunaan dosis OAD hampir maksimum serta TGM modifikasi gaya hidup : terbukti tidak berhasil mencapai target terapi b. GDP > 200 mg/dl, dan/atau 2h-GDPP > 400 mg/dl, dan/atau A1C > 8% 2. Sekunder a. Fraktur b. CKD c. TB paru advanced d. Sirosis hepatis dekompensata e. Penurunan BB yang cepat f. Keadaan lainya : gangren dll Formula in CTOI 1. Formula 1/3 Formula 1/3 dapat diberikan pada pasien mondok / rawat jalan. Formula 1/3 digunakan untuk merubah terapi dari insulin / OAD. Pemberian dosis insulin > 30 unit /hari untuk CTOI tidak dianjurkan Contoh : a. Pasien mondok yang diterapi dengan Actrapid (AR) <90 unit/hari. Contoh AR 20 unit tid = 60 unit/hari Penggunaan formula 1/3 : - mixtard : 1/3 x 60 = 20 unit pagi - glucovance 2,5 mg siang dan sore atau - lantus : 1/3 x 60 = 20 unit pagi - glucovance 2,5 mg pagi dan sore b. Pasien rawat jalan yang gagal dengan 2-3 OAD. Contoh GD 2 hPP 360 mg/dl - mixtard: 1/3 x 36 = 12 unit pagi - glucovance 2,5 mg siang dan sore atau - lantus : 1/3 x 36 = 12 unit pagi - glucovance 2,5 mg pagi dan sore

2.

Step Up formula 5-3-5 : untuk kontrol glikemik yang buruk. Jika diperlukan peningkatan dosis insulin setelah 5 hari evaluasi : dinaikkan 3 jika GD2PP 200-300 mg/dl atau 5 unit jika GD2PP>300 mg/dl Step Down formula : untuk menghentikan injeksi insulin dan mengkonversi ke OAD Formula 2 unit 2 hari : menurunkan 2 unit insulin setiap 2 hari sampai dosis insulin berhenti Formula 2 unit 1 hari : menurunkan 1 unit insulin setiap 2 hari dosis insulin berhenti

3.

15

Formula 1 hari 2 unit : menurunkan 2 unit insulin setiap 1 hari sampai insulin berhenti Formula 1 hari 1 unit : menurunkan 1 unit insulin setiap 1 hari sampai insulin berhenti TERAPI INSULIN Terapi insulin dini dewasa ini menjadi konsep terapi yang mulai berkembang dan mulai banyak diikuti. Terapi insulin dini memberikan kontrol metabolik yang lebih baik dibandingkan dengan SU dan sekresi insulin endogen dapat dipertahankan. DMT2 memiliki perjalanan klinik progresif sehubungan dengan penurunan sel beta. Dengan demikian semua jenis terapi yang merangsang sel beta akhirnya akan gagal. Penelitian UKPDS menunjukkan bahwa seiring berjalannya waktu fungsi sel beta akan makin menurun, meskipun menggunakan terapi oral, mengindikasikan bahwa pasien DMT2 memerlukan terapi insulin jika target glukosa tidak bisa tercapai. Pasien DM dengan gejala simptomatik / gagal dengan terapi oral dapat langsung memulai insulin tanpa harus menggunakan OAD. Terapi insulin secara ideal sebaiknya mengikuti pola sekresi fisiologis insulin. Sekresi insulin terjadi melalui 2 fase yaitu fase akut (bolus), dimana terjadi sekresi insulin setelah adany pemberian glukosa post prandial serta fase basal, dimana terjadi sekresi insulin konstan sepanjang hari untuk menekan produksi glukosa hepar Komponen Insulin Basal Bolus Kegunaan Menjamin kadar insulin konstan dalam sehari Menekan produksi glukosa hepar dan lipolisis Mencukupi kebutuhan insulin harian hingga 50% Kadar insulin meningkat dengan tajam dan mencapai puncak dalam waktu 1 jam Mencegah hiperglikemi setelah makan Mencukupi kebutuhan insulin setiap makan antara 10-2% kebutuhan insulin harian

16

Pada pasien DM tipe 2, pemilihan regimen terapi dibagi menurut derajat keparahannya yaitu DM tipe 2 ringan, sedang, berat dan sangat berat. Insulin jarang diindikasikan untuk DM tipe 2 ringan yaitu dengan GDP < 126 mg/dL. Pada DM tipe 2 sedang dengan GDP 126-200 mg/dL, jika memerlukan insulin biasanya telah mencukupi dengan terapi insulin basal, sedangkan sekresi insulin endogen mungkin dapat diatasi dengan obat hipoglikemik oral (OHO) sehingga lonjakan glukosa darah prandial setelah makan dapat dikontrol dengan adekuat. Terapi insulin basal dapat dimulai dengan insulin jangka panjang atau menengah pada waktu jam tidur malam. Dosis yang diperlukan adalah 0,3-0,4 unit/Kg/hari, dimulai dengan dosis 10 unit dan dinaikkan bertahap setiap minggu sampai mencapai target. Terapi insulin basal ditujukan untuk suplementasi sekresi insulin basal pasien dan dapat mengatasi resistensi insulin melalui penyediaan insulin yang memadai. Sedangkan, DM tipe 2 berat dengan GDP> 200 mg/dL, memerlukan terapi insulin sehari penuh, mengingat insulin waktu jam tidur malam tidak bisa digunakan. Sebagian besar pasien memerlukan tambahan insulin jangka pendek untuk dapat mencapai kontrol glukosa yang adekuat. Dosis insulin yang diperlukan umumnya berkisar antara 0,5-1,2 unit/Kg/hari. Meskipun demikian bisa mencapai dosis yang tinggi yaitu > 1,5 unit/Kg/hari, paling tidak untuk mengatasi resistensi insulin pada saat terapi insulin dimulai. Terapi insulin dengan dosis besar tersebut diperlukan hanya untuk mencapai kontrol glukosa, yang selanjutnya kontrol glukosa dapat diatasi dengan dosis yang lebih rendah ditambah terapi insulin basal atau dikombinasi dengan OHO. Insulin campuran konvensional dapat pula digunakan jika terapi insulin diperlukan dalam jangka panjang dengan dosis antara 0,3-1,0 unit/Kg/hari. Pasien DM tipe 2 sangat berat yaitu termasuk individu-individu dengan respon insulin endogen terhadap makanan sedemikian rupa sehingga kadar glukosa tidak turun dalam keadaan basal dalam waktu 5 jam setelah makan. Pada umumnya mereka mengalami peningkatan kadar GDP sangat tinggi berkisar > 250-300 mg/dL. Defisiensi insulin sedemikian berat sehingga sulit dibedakan dengan DM tipe 1, meskipun umumnya tidak menunjukkan manifestasi klinik ketosis. Maka untuk pasien ini, pengobatan awal yang paling baik adalah pengelolaan seperti pasien DM tipe 1, mengingat status metabolik yang sama. Once daily insulin (basal) /CTOI Pemberian insulin basal-bolus diberikan secara bertahap (stepwise basal-prandial), pada awalnya insulin basal (insulin kerja menengah dan panjang) diberikan bersamaan dengan OAD. Regimen ini tidak fisiologis karena tidak mirip dengan sekresi insulin normal, yang terdiri dari insulin basal dan prandial. Tetapi regimen ini masih efektif untuk pasien dimana OAD tidak adekuat untuk menjaga kadar glukosa. Pada keadaan ini, OAD sebaiknya tetap diberikan, dengan insulin diberikan saat bedtime untuk mencegah nokturnal hiperglikemi. Dosis yang biasa diberikan 0,3-0,4 U/kgBB/hari (10 Unit) insulin intermediate / insulin jangka panjang. Pilihan lain adalah dengan penggunaan premixed insulin

Twice daily insulin (basal Plus) Pada tahap berikutnya seiring dengan penurunan fungsi sel beta diberikan insulin prandial/bolus (insulin janka pendek / analog kerja cepat). Strategi ini disebut sebagai basal plus, yang merupakan pendekatan bertahap menuju regimen basal bolus. Frekuensi suntikan dimulai 2x dimana 1x suntik insulin basal jangka panjang dengan 1x suntik nsulin prandial

17

diberikan sebesar 4 unit pada jadwal makan utama, sehingga memperbaiki hiperglikemia post prandial. Injeksi prandial dapat diberikan secara prograsif sampai akhirnya menuju pada terapi basal-bolus. OAD SU harus segera diturunkan secara bertahap atau dihentikan bila pemberian insulin prandial mulai diberikan, mengingat memiliki efek sinergis dengan insulin. Cara lainnya adalah pemberian basal insulin dua kali sehari pada pasien yang masih memiliki produksi sekresi insulin endogen yang cukup signifikan. Salah satu pilihan pemberian twice daily regimen, breakfast untuk mengcover produksi glukosa basal selama 1 hari. Pemberian kedua saat bedtime untuk menghambat produksi glulosa hepatik nokturnal. Regimen yang biasa diberikan adalah insulin campuran, regular + NPH / ultralente atau dengan sediaan fixed kombinasi premixed analog insulin 70/30.

Multiple daily injection (basal-bolus) Multiple daily injection / basal-bolus / basal-prandial correction merupakan bentuk pemberian insulin yang paling baik dan paling ideal karena mengikuti pola fisiologis sekresi insulin normal. Penggunaan MDI biasanya diberikan pada pasien dimana dengan gagal mencpai target terapi dengan premixed insulin + OAD sehingga membutuhkan intensifikasi terapi dengan menambahakan insulin prandial. Hal ini memperlihatkan keadaan pasien dimana pasien mengalami defisiensi produksi insulin yang lebih berat. Prinsip terapi MDI adalah mengikuti pola sekresi insulin normal dimana terdapat 2 pola y.i saat pasien mengkonsumsi glukosa / setelah makan maka produksi insulin akan meningkat beberapa kali lipat keadaan basal, sehingga kegagalan pada fase ini akan menyebabkan peningkatan GD2PP. Hal ini ditiru dengan pemberian insulin prandial/bolus dengan rapid acting insulin (aspart/lispro). Setelah beberapa jam kadar glukosa kembali normal maka insulin akan mempertahankan kadar glukosa antara 80-110 mg/dl dengan sekresi basal, dimana insulin menahan produksi glukosa hepar. Kegagalan pada fase ini akan menyebabkan peningkatan GDP. Halini baisanya terjadi pada pasien dengan kerusakan sel yang cukup parah. Halini ditiru dengan pemberian insulin long acting peak less (glargine). Empat langkah untuk memulai MDI :

18

1. 2. 3.

4.

Tetapkan dosis insulin awal total untuk yang sebelumnya merupakan pengguna insulin biasanya diberikan 80-100% dari total dosis sebelumnya. Untuk pengguna insulin baru biasanya 0,2 U/kgBB Bagi total dosis harian antara basal insulin dengan premeal insulin Cara pembagiannya basal : (premeal 1 : premeal 2: premeal 3) = : (1/6 : 1/6 : 1/6) Titrasi dosis insulin sesuai jadwal Peningkatan dosi basal dan bolus insulin dengan pola yang berbeda. Hal ini dilakukan per 3 hari selama kadar glukosa masih tinggi. Untuk dosis total < 48 U/hari pola peningkatan dosis insulin rapid acting 1 U dan insulin bolus 3 unit. Sedangakan bila dosis insulin 48 U pola peningkatan dosis insulin rapid acting 2 U dan insulin bolus 6 unit Penggunaan penghitungan rasio insulin-to-karbohidrat. Jika pola rasio insulin karbohidrat sudah ditemukan, instruct matching insulin to karbohidrat. Dengan mengetahui rasio insulin-to-karbohidrat maka pasien bebas untuk merubah jumlah karbohidrat yang mereka makan

Contoh : 1. 1 servings karbohidrat (15 gr) terdapat pada : 1 potong roti, setengah potong pisang besar, 1 gelas jus jeruk 2. 2 servings karbohidrat terdapat pada 1 mangkuk sayuran seperti kentang, kacang 3. 3 servings karbohidrat terdapat pada 1 piring nasi / pasta Pasien dapat menggunakan model serving / gram dalam ratio insulin karbohidrat. Contoh bila pasien makan siang 6 servings dengan ratio insulin karbohidrat 1 servings = 2 unit maka untuk makan siang pasien membutuhkan 12 unit insulin Contoh kasus 1. Total dosis insulin harian 50 , pembagian kebutuhan kalori harian saat breakfast 10%, lunch 30%, dinner 60%. Kebutuhan basal insulin 25 U, bolus 25 U dibagi menjadi saat brekfast 4 U, lunch 8 U, dinner 12 U 2. Rasio karbohidrat insulin 2 U : 1 servings, dosis insulin basal 25 U kadar glukosa plasma premeal 170 mg/dl. Pasien lunch 6 servings karbohidrat. berapa insulin bolus yang dibutuhkan pasien saat lunch ? lunch 6 servings = 6 x 2 = 12 U + kadar glukosa darah premeal 170 mg diatas target. = 4 U, total insulin bolus lunch 16 U

19

Cara inisiasi & adjusment pemberian insulin

Penggunaan Insulin cara ADA/EASD : 1. Berikan insulin intermediete / long acting (glargine, NPH) saat sebelum tidur. Dosis awal dapat diberikan 10U 2. Pantau GDP; target 80-120 mg/dl 3. Dosis dinaikkan 2U/3 hari jika target tidak tercapai. Jika GDP>180 mg/dl dapat dinaikkan 4 U/3 hari 4. Jika terjadi hipoglikemi, turunkan dosis 4 U, pantau GDP hingga masuk target 5. Jika GDP ada dalam target tetapi A1C >7%, periksa glukosa sebelum makan siang, makan malam dan sebelum tidur 6. Tambahkan insulin short acting (lispro,aspart) jika Gula darah sebelum lunch berada di luar jangkauan : berikan short acting saat breakfast Gula darah sebelum dinner berada di luar jangkauan : berikan short acting saat lunch & Intermediate acting saat breakfast Gula darah sebelum tidur berada di luar jangkauan : berikan short acting saat dinner 7. Dosis pemberian 2 U x angka awal GDS(178, 256, 365, 423). Co/ GD pre lunch 212 maka koreksi insulin 2U x angka awal 212 yaitu 2 = 4 U short acting

20

21

Start insulin basal +/- OAD Starting Dosages 1 x premix = 10 U/ 0,2 U/kgBB (presupper) 1 x basal = 10 U (morning/bedtime)

Adjusment dose per 3 hari selama 3 bulan FPG / premeal < 80 mg/dl = - 2 U 80 109 = 0 U 110 139 = 2 4 U 140 179 = 4 6 U > 180 = 6-8 U Adjust prebreakfast dose based on presupper / evening value Adjust presupper (premixed/bed time (basal) dose based on prebreakfast / morning value. Dont increase dose if hipoglikemia (<70 mg/dl)

Start insulin bolus +/- OAD Starting Dosages 1 x premix = 10 U/ 0,2 U/kgBB (presupper) 2 x premix = 10 U (prebreakfast), 10 U (presupper) 1 x basal = 10 U (morning/bedtime)
2-3 bulan TNA A1C >7,5%

Twice daily injection premixed Lihat boks transisi regimen ke regimen yg lain. Syarat transisi regimen adalah TNA tp bila dosis insulin dinaikkan sering terjadi hipoglikemi
2-3 bulan TNA A1C >7,5%

Multiple Daily Injection

22

KOMPONEN TERAPI FARMAKOLOGIS DM TIPE 2 OAD 1. SU, metformin, TZD memiliki kemampuan yang sama dalam memperbaiki kontrol glikemik (kira-kira A1C 1-2%) dan lebih efektif daripada AGI. Dengan metformin sebagai first line terapi 2. SU, glinid dan AGI akan menurunkan glukosa darah secara cepat sedangkan metformin dan TZD akan menurunkan gula darah dalam beberapa minggu / bulan 3. Tidak semua OAD cocok untuk semua pasien DM (primary failure) 4. Metformin, AGI, TZD tidak menyebabakan hipoglikemia Most individual membutuhkan OAD lebih dari 1 kelas / insulin

23

Map of Oral Antidiabetic Drugs in Daily Practice


(Summarized : Tjokroprawiro1996-2007) Tjokroprawiro1996-2007)

22

I Insulin Secretagogues : - Sulphonylureas (Gen I, II, III : GLIMEPIRIDE ) - Non-Sulphonylureas (Metaglinides : Nateglinide, Repaglinide) II Insulin Sensitizers : 1 Thiazolidinediones (TZDs) : Glitazones Class ( Rosiglitazone , Pioglitazone) Avandamet : Prefixed ROS-MET 2 Non-TZDs : a Glitazar Class (Muraglitazar, Ragaglitazar, Tesaglitazar) : MRT b Non-Glitazar Class (Metaglidasen : Non Edema and Non Weight Gain) 3 Biguanide : - Metformin , Metformin XRa (Glucophage XR) - 3-Guanidinopropionic-Acid III Intestinal Enzyme Inhibitors : 1 -Glucosidase Inhibitor : Acarbose 2 -Amylase Inhibitor : Tendamistase IV Fixed Dose Combination Types : Glucovance, Avandamet , Avandaryl , Amaryl-M V Other Specific Types : DPP-IV Inhibitors (Vildagliptin, Sitagliptin, Saxagliptin), Amylin Analogues (Pramlintide, Etc)
ASK-DNC

1.

Sulfonilurea (gliklazide, glimepirirde, gliburide, glipizid, glibenklamide) SU meningkatkan sekresi insulin dengan berinteraksi pada saluran ATP-K sensitif di sel beta pancreas sehingga terjadi depolarisasi dan menyebabakan influx Ca2+, menyebabkan eksositois granul-granul insulin. Karena saluran ATP-K sensitif juga terdapat di jantung & pembuluh darah maka dibutuhkan SU yang memiliki selektifitas tinggi di sel beta (glimepiride, gliklazide), sehingga pemberian SU tidak menyebabkan iskemia miokard SU paling efektif digunakan pada penderita DM dengan onset < 5 tahun, dengan BB normal / kurang. Pada penggunaan SU dalam jangka waktu yang lama sering menyebabakan terjadinya kegagalan sekunder sehingga pasien mengalami penurunan kendali glikemik Dibanding dengan SU generasi 1, SU generasi 2 dan 3 memiliki onset yang cepat sehingga efektif untuk menurunkan GDPP, tetapi memeiliki t1/2 yang lebih pendek sehingga memebutuhkan dosis > 1x/hari, tetapi hal ini juga menguntungkan karena menurunkan efek samping hipoglikemi.

24

Semua jenis SU memiliki efikasi yang hampir sama, menurunkan GDP 60-70 mg/dl dan GD2PP serta A1C 1-2%. Dosis permulaaan SU tergantung pada beratnya hiperglikemi, jikaGDP < 200, sebaiknya dimulai dengan dosis kecil dan dititrasi dengan interval 1-2 minggu hingga tercapai target terapi, jika GDP >200 dapat diberikan dosis awal lebih besar. SU diberikan 30 menit sebelum makan. SU efektif sebagai monoterapi atau dikombinasi dengan OAD lain (kecuali glinid) / insulin. Efek samping yang sering terjadi adalah hipoglikemi, peningkatan berat badan. Kontraindikasi diberikan pada pasien dengan gangguan hati berat dan gagal ginjal. 2. Meglitinide (Repaglinide, Nateglinide) Memiliki efek kerja yang sama dengan SU, terutama meningkatkan sekresi insulin fase 1, glinide memilki onset serta durasi kerja yang jauh lebih cepat. Jika pemeberian obat dilakukan bersamaan dengan pemberian makan maka glinide dapat mengontrol GDPP sehingga mencegah terjadinya hiperglikemia postprandial yang sering menyebabakan peningkatan kejadian kardiovaskuler. Repaglinide dan nateglinide memilki efikasi yang sama. Menurunkan GDP 60 mg/dl dan A1C 1,7-1,9%. Glinide dapat diberikan sebagai monoterapi maupun kombinasi dengan OAD lain. Glinide terutama diberikan pada pasien yang sulit mengatur jadfwal makannya. Efek samping dari pemberian obat ini adalah hipoglikemia (tetapi lebih rendah dibandingakan SU), peningkatan BB. Repaglinide a.c 0,5 4 mg tid Metformin

3.

Tjokroprawiro menyimpulkan efek pleiotropic dari metformin a.l dalam 3 grup A. Metabolisme karbohidrat Menurunkan absorpsi glukosa intestinal menurunkan GDP dan GD2PP mencegah sel beta dari efek glukotoksitas dan lipotoksitas Meningkatkan glikogenesis Meningkatkan pengikatan resptor insulin Menghambat degradasi GLP-1 sehingga menstimulasi sekresi insulin dan menyebabakan kenyang B. Lipid Menurunkan kol.total, LDL, trigliserida Meningkatkan HDL C. Vasoprotektif Menurunkan agregasi trombosit Menurunkan PAI-1, faktor XIIIa, permeabilitas kapiler, neovaskularisasi retina, SMCfibroblas

25

Metformin dapat digunakan sebagai monoterapi maupun terapi kombinasi untuk menurunkan berat badan. Menurunkan GDP 60-70 mg/dl, AIC 1,5 2%. Metformin juga merupakan terapi pilihan untuk PCOS. Metformin juga dapat menghambat perkembangan prediabetas menjadi DM. Efikasi metformin setara dengan OAD lainnya. Metformin menurunkan komplikasi mikrovaskular, stroke dan mortalitas. Efek samping : asidosis laktat, efek GIT seperti diare, mual, muntah. Efek GIT dapat dikurangi dengan titrasi dosis secara bertahap. Kontraindikasi pemberian : pada pasien dengan penurunan LFG, creatinin >1,5 mg/dl, pasien yang sedang menjalani IVP, usia lanjut dengan penurunan GFR, gagal jantung, penurunan fungsi hati, asidosis, dehidrasi, kecendrungan hipoksemi berat (keadaan CVA, sepsis, syok, HF)

4.

Thiazolidinediones (rosiglitazone, pioglitazone)

Thiazolidinediones (TZD)
Reduce IR Improve Glycemic control
Increase GLUT-4 Oppose TNF-

Lower FFA

Reduce muscle TG

TZD PPAR-

Cardiovascular protection

Reduce ET-1& PAI-1 secretion Improve endothelial function Attenuate macrophage MMP-9

Block VSMC proliferation & cytokine action

-cell protection

Islet insulin raised Reduce gluco- and lipotoxicity


Bryer-Ash M, 2002

Mekanisme kerja glitazon merupakan agonis PPAR -, yang merupakan regulator homeostasis lipid, diferensiasi adiposit dan kerja insulin yang banyak terdapat di jaringan adiposa, otot skelet dan hepar. TZD juga merangsang beberapa protein yang dapat memeperbaiki sensitifitas insulin dan glikemia seperti GLUT-1, GLUT 4, UCP. Juga memeperngaruhi ekspresi dan pelepasan mediator resistensi insulin seperti TNF- dan leptin. Menurut Tjokroprawiro 2006 glitazon memperbaiki sensitivitas insulin, homeostasis glukosa, menurunkan plasma lipid melalui beberapa cara : meningkatkan GLUT dan uptake glukosa, meningkatkan sinyal insulin dan sensitivitas insulin (meningkatkan IRTK, IRS-2, P13-K), meningkatkan efek post reseptor / sensitifitas insulin (menurunkan

26

TNF, FFA, leptin, resistin dan meningkatkan adiponektin), meneurnkan produksi glukosa hepar / glukoneogenesis, meningkatkan utilisasi glukosa oleh adiposit dengan cara meningkatkan mRNA pada reseptor insulin sehingga jumlah reseptor insulin di adiposit meningkat, merelaksasi dan menghambat proliferasi sel otot polos TZD dapat digunakan sebagai monoterapi / kombinasi dengan OAD lain / insulin. TZD menurunkan GDP 65,3 mg/dl, A1C 1,6 %. TZD juga dapat menurunkan trigliserid dan meningkatkan HDL. Dosis yang digunakan 15, 30, 45 mg once a day. Karena pioglitazon mempunyai dual efek terhadap PPAR -, serta memiliki afinitas yang lebih besar terhadap PPAR, menyebabakan pioglitazon memeiliki efek terapi terhadap lipid profile yang lebih baik dibandingkan rosiglitazon. Setaiap pemberian TZD harus selalu disertai pemantauan LFT / 2 bulan Efek samping yang sering terjadi adalah peningkatan berat badan, edema, hemodilusi sekunder Kontraindikasi adalah pada pasien CHF NYHA III-IV, gangguan faal hati dimana SGPT > 2,5 x diatas normal 5. glukosidase inhibitor (acarbose) AGI menghambat enzim yang ada di enterosit brush border yang berfungsi memecah karbohidrat kompleks, sehingga memeprlamabt absorpsi karbohidrat sehingga memperlambat peningkatan GDPP. AGI hanya menurunkan A1C 0,5-1% sehingga memiliki efikasi yang lebih rendah daripada OAD yang lain. AGI dapat digunakan sebagai monoterapi terutama pada pasien pre DM, maupun kombinasi dengan metformin dan SU. dosis yang diberikan 50 mg bid bersama suapan pertama dan dapat dinaikkan menjadi 100 mg tid. Efek samping yang ditimbulkan flatulen, kembung, diare dan kram perut.

Insulin Indikasi penggunaan : Pada kehamilan / pada DMG yang tidak terkendali dengan TNM Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, AMI, CVA) KAD & HONK DMT2 non obese dengan hiperglikemia yang terus tinggi DMT2 tanpa strees disertai ketonuria DMT2 dengan severe weight loss dan hiperglikemia tidak terkendali DMT2 gagal diit dan OHO disertai hiperglikemia simptomatik / asimptomatik DMT2 dengan hipertrigliserid yang tidak dapat diatasi dengan diit dan OAD Adanya gangguan renal dan hati berat Penelitian UKPDS menyatakan bahwa kebanyakan penderita DM akan membutuhkan insulin eksogen pada suatu waktu dalam hidupnya. Dimana terjadi penurunan sekresi insulin & sel sehingga menyebabkan hilangnya kontrol glikemik jika hanya diterapi dengan OAD saja. Insulin dapat diberikan sebagai sekali sehari, dua kali sehari, sebagai bolus-basal (multiple daily injection) Tujuan pemberian insulin ialah sedapat mungkin meniru profil sekresi insulin orang tanpa DM, tetapi diusahakan tidak terlalu mengganggu kenyamanan pasien. Insulin terapi biasanya dimulai setelah modifikasi gaya hidup dan OAD gagal untuk mencapai target A1C.

27

Sediaan Insulin

Onset of Action (Awal kerja, menit) 30 - 60 m 5 - 15 m 5 - 15 m 5 - 15 m 2 - 4 jam 3 - 4 jam 2 - 4 jam 6 - 10 jam 2 - 4 jam

Peak Action (Puncak kerja)

Effective Duration of Action (Lama kerja)

Insulin prandial (meal-related) Insulin manusia short-acting Regular (RI) (R/Humulin R; Actrapid) Insulin analog rapid-acting Insulin glulisine (R/Apidra) Insulin aspart** (R/Novo Rapid) Insulin lispro* (R/Humalog) Insulin intermediate-acting NPH (R/Insulatard, R/Humulin N) Lente* Insulin analog long-acting Glargine (R/Lantus) Ultralente* Detemir** Insulin campuran pabrik (premixed)

30 - 90 (m) 30 - 90 (m) 30 - 90 (m) 30 - 90 (m) 4 - 10 jam 4 - 12 jam No peak 8 - 10 jam No peak

3 - 5 jam 3 - 5 jam 3 - 5 jam 3 - 5 jam 10 - 16 jam 12 - 18 jam 20 24 jam 20 jam 20 24 jam

28

(short- dan intermediate-acting) 30% regular/70%NPH (R/Mixtard 30/70; Humulin 30/70) 30/70%NPH analog rapid (R/NovoMix 30) 25/75% Humalog

30 - 60 m

dual

10 - 16 jam

Evaluasi medis berkala Setiap kali kunjungan : Pemeriksaan GDP dan TTGO, awareness of hipoglikemi simptom, tekanan darah, pemeriksaan kaki Pemeriksaan A1C per 3 bulan Setiap 1 tahun dilakukan pemeriksaan : - Jasmani lengkap - Mikro albuminuria - Kreatinin serum - Profil lipid - EKG, Roentgen thorax - Funduskopi

Kriteria Pengendalian DM
Baik 1. Glukosa darah Puasa 2. Glukosa darah 2 jam 3. A1C (%) 4. Kolesterol total (mg/dl) 5. Kolesterol LDL (mg/dl) 6. Kolesterol HDL (mg/dl) 7. Trigliserida 8. IMT (kg/m2) 9. Tekanan darah (mmHg) 80 109 80 144 < 6,5 < 200 < 100 > 45 < 150 18,522,9 150 199 23 25 200 25 Sedang 110 125 145 179 6,5 8 200 239 100 129 Buruk 126 180 >8 240 130

< 130/80 130-140/80-90 >140/90

29

TARGET TERAPI DM (Tercapai dalam 6 bulan) Kontrol Glikemik A1C Gula darah preprandial Gula Darah postprandial Tekanan Darah Lipid HDL LDL Trigliserida < 7.0% 90-130 mg/dl < 180 mg/dl < 130 mmHg > 40 mg/dl < 100 mg/dl < 150 mg/dl

KOMPLIKASI AKUT DM 1. Hipoglikemi 2. Ketoasidosis: - Ketoasidosis diabetikum (KAD) - Hiperosmolar non ketotik (HONK)

Hipoglikemi Fisik : - lapar, lemah, lesu - keringat dingin - badan gemetar - kesadaran menurun sampai convius

30

Menghindari terjadinya Hipoglikemi : - OAD/Insulin harus pagi dan siang menghindari terjadinya NSH nocturnal simptomless hipoglikemi. - Bila dengan resep sebelum disuntik tanya dulu makanannya habis atau tidak, muntah atau tidak, ada makanan tambahan dari luar atau tidak.

Macam-macam hipoglikemi : 1. True Hipoglikemi : GDS < 60 2. Koma Hipoglikemi : GDS < 30 3. Reaksi Hipoglikemi : bila kadar gula darah sebelumnya naik, kemudian diberi obat hipoglikemi, ada tanda tanda hipoglikemi dan saat diambil GDSnya ternyata masih > N. Tx diistirahatkan, diawasi beri minum manis/kembang gula. 4. Reaktif Hipoglikemi : - merupakan prediabetik - sesudah makan nasi biasa, 3-5 jam kemudian timbul tanda-tanda hipoglikemi. Pengelolaan Hipoglikemia Stadium permulaan (sadar) Berikan gula murni 30 gr (2 sdm) atau sirup/ permen gula murni (bukan pemanis pengganti gula atau diet / gula diabetes) dan makanan yang mengandung hidrat arang Stop obat hipoglikemik sementara, periksa glukosa darah sewaktu Stadium lanjut (koma hipoglikemia) Penanganan harus cepat Berikan larutan dekstrosa 40% sebanyak 2 flakon melalui vena setiap 10-20 menit hingga pasien sadar Berikan cairan dekstrosa 10% perinfus 6 jam perkolf untuk mempertahankan glukosa darah dalam nilai normal atau diatas normal disertai pemantauan glukosa darah Bila hipoglikemia belum teratasi, berikan antagonis insulin seperti: adrenalin,kortison dosis tinggi atau glukagon 1 mg intravena /intramuskular Pemantauan kadar glukosa darah tiap 4-6 jam

Koma Hiperglikemia Fisik : - K o m a - Kulit semua kering - Tensi bola mata meningkat - Nafas aseton. Kriteria diagnostik KAD : -Klinis : adanya riwyat DM sebelumnya, kesadaran menurun, nafas kussmaul dan bau aseton, adnya tanda-tanda dehidrasi -Faktor pencetus yang biasa menyertai : infeksi akut, IMA, stroke -Laboratorium : Gula darah >250 mg/dl, asidosis metabolik (pH <7,3, bikarbonat <15 meq/L, ketosis (ketonemia dan ketonuria)

Kriteria diagnostik HONK : - Orang tua umur >40 tahun - Adanya hiperglikemia disertai osmolaritas darah yang tinggi >320 Osm - Tanpa disertai asidosis dan ketosis

31

Penatalaksanaan

32

Komplikasi Kronik Komplikasi kronik DM bisa dibagi menjadi : 1. Komplikasi Vaskuler a. Microvaskuler Nefropati Mata - Retinopati - Neuropati (non poliferatif / proliferatif) - Macular edema - Katarak - Glaukoma Neuropati - Sensorik dan motorik (mononeurophati dan polyneuropathy) - Autonomik b. Macrovaskuler - Penyakit jantung koroner (CAD) - Penyakit pembuluh darah Peripheral (PAD) - Penyakit Cerebrovasculer (CVA) 2.. komplikasi Nonvasculer A. gastrointestinal - diare

33

- gastroparesis B. genitourinary - disfungsi ereksi - ejakulasi retrograde C. manifestasi dermatologik 3. Ulkus Diabetikum Nefropati DM Kriteria : Macroalbuminuria >300 mg/dl/24 jam, 3-4x pemeriksaan selang 2 minggu. Retinopati diabetikum Histologis : glumerulosklerosis noduler dan difus Hiperglikemi menyebabkan kerusakan ginjal melalui mekanisme PANAH : PKC, Aldose reductase, NFkB, AGE, Hexosamine pathways Management Nefropati DM : D : Diabetes Glycemic control (A1C <7%) Salt restriksi <3 gr/hari Regimen diet : protein intake 10% kalori, pre HD protein 0,6-0,8 gr/hari) Pemberian OAD dan insulin H : Hipertensi Target <130/80mmHg A : Albuminuria Pemberian ACEI (R/ ramipril) / ARB (R/ irbesartan / candesartan) Li : Lipid Lipid target LDL<100, TG<150, HDL >40, total kol<200. R/ Atorvastatin 80 mg/hari, R/Niaspan 750 o.d malam C : Cigarret. Stop rokok O : Obesity. Light regular aerobic exercise A : Anti platelet. Aspirin 80mg/hari R : Renal replacement

Neuropati DM ND merupakan gangguan fungsi syaraf tepi pd pasien DM setelah disingkirkan penyebab lainnya. Jenis ND yang tersering adalah polineuropati simetrik distal (PND) dan neuropati autonom diabetik (NAD). PND merupakan penyebab terseringamputasi non traumatik pada penderita. 50% pasien merasa asimptomatis akan tetapi beresiko terkena luka kaki tanpa nyeri yang akan menyebabkan kaki diabetik. Sedangkan pada NAD beresiko menyebabkan silent MCI dan kematian. Patogenesis : Hiperglikemia menyebabkan gangguan rheologi yang menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler, pengurangan aliran darah di mikrovaskuler dan hipoksia. Hiperglikemia jg menyebabakan peningkatan produksi ROS yang menyebabakan stress oksidatif yang menyebabakan terhambatnya metabolisme glikolisis secara aerobik sehingga ditempuh jalur alternatif berupa : 1. Jalur DAG-PKC yang menyebabkan perubahan ekspresi gen, penurunan produksi NO dan kerusakan vaskuler 2. Jalur AGE (Advanced glukolisis End), dimana glukosidasi protein berakibat pembentukan AGE yang bersama berbagai komponen protein seluler menyebabakan gangguan transkripsi gen dan gangguan vaskuler. 3. Jalur Heksosamin, dimana fruktosa-6-fosfat melalui N-Acetyl-Glucosamine merubah ekspresi gen sehingga terjadi peningkatan PAI-1 dan TGF-1 yang menyebabkan kerusakan vaskuler

34

4. Jalur poliol menybabakan stres oksidatif melalui mekanisme peggunaan NADPH dalam reaksi perubahan glukosa menjadi sorbitol, dimana NADPH penting untuk produksi glutation yang bertindak sebagai antioksidan di dalam sel. 5. NFkB dimana stress oksidatif mendegradasi INFkB, sehingga terjadi peningkatan VCAM dan MCP-1 yang menyebabakan gangguan vaskuler. Semua hal diatas menyebabkan gangguan metabolisme neuron, akson dan sel schwan yang mengakibatkan gangguan transport akson. Hipoksia akibat penurunan aliran darah mikrovaskuler menambah kerusakan kapiler sehingga meningkatkan gangguan transport akson dan menekan Na K ATP ase yang berakibat atrofi neuron dan gangguan konduksi syaraf Gambaran klinis ND PND merupakan bentuk tersering. Yang dapat mengenai saraf sensorik dan motorik, serabut syaraf besar dan kecil. Gangguan sensorik tersebar dalam rasa tebal/kebas dengan pola sarung tangan dan stocking, parastesia, gangguan polaersepsi getaran, sentuhan atau tekanan, rasa nyeri, terbakar, gangguan sensasi suhu. Gangguan motorik dapat berupa gangguan gerakan halus, memutar kunci, naik turun tangga, refleks biseps, triseps, achilles menurun Painfull diabetic neuropati biasanya berupa rasa nyeri nosiseptif yang menyayat, timbul spontan tanpa stimulus. Nyeri menghebat pada malam hari berupa sensasi panas seperti terbakar, tusuk jaruk atau alodinia. NAD dapat mengenai semua organ. Gejala yg paling umum adalah takikardi saat istirahat, hipotensi postural dan silent MCI. Pada GIT biasanya bermanifestasi sebagai gastroparesis, diare, konstipasi. Pada genital biasanya terjadi disfungsi ereksi. Pemeriksaan yang dilakukan : digunakan garputala 128 Hz untuk mengetahui respon terhadap getaran, jarum monofilamen 10 gr untuk sentuhan. Untuk autonom dilakukan manuver valsava dan tilt test (jika terjadi penurunan TDS dibawah 20mmHg sewaktu berdiri), dan HR>100x/menit waktu istirahat

1. Alhamdulillahi Rabbil `Alamin 2.Terimakasih sebesar-besarnya kepada guru kami Prof Guntur, Prof.Askandar. Fasilitator : komputere kesuma, aspire 5710Z, dr. M Syahrir Azizi 3.Indikasi : ingin menambah pengetahuan dx Tx DM tipe 2 Kontra indikasi : dipakai buat ngepek pas ujian 4.Efek samping : headache, palpitasi, dizziness, hipoglikemi, fatigue, malaise, zzzz..... 5. Daftar pustaka belum sempat ditulis. Tetapi diambil dari sumber-sumber yg terpercaya dgn level of evidence IA II B. Beberapa komplikasi kronik yg penting seperti kardiovaskuler, DE dll belum sempat ditulis 6. Saat makalah ini dibuat. Sudah terjadi perkembangan di luar sana.. So keep work hard guys !! 7. Any problem, comment, critic : email bonaadhista@yahoo.com

UNTUK KALANGAN SENDIRI

35

Anda mungkin juga menyukai