Anda di halaman 1dari 10

CASE REPORT SESSION

Labiopalatoschizis
Oleh
Zahratul Elsa 130112160666
Ivan Jordi 130112160602
Jasmine M.U. 130112160653
Asynanda S.A. Masih proses
Sayang Rahmadani 130112160624
Dashinyaalaksmi P. 130112163501
Mariya Ulfah 130112160692
Laras Pertiwi 130112160577
Radiah B. 130112163528

Preseptor
Hardisiswo Soedjana dr., SpBP-RE (K)

DEPARTMEN BEDAH PLASTIK DAN REKONSTRUKSI ESTETIK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
RS Dr. HASAN SADIKIN
BANDUNG
2017
I. KETERANGAN UMUM

 Nama Lengkap : An.K


 Umur : 19 bulan
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Alamat : Cikutra
 Pekerjaan :-
 Agama : Islam
 Tanggal Pemeriksaan : 3 Oktober 2017

Anamnesis
Keluhan utama : Celah pada bibir dan langit-langit mulut

Anamnesis khusus

Keluhan diketahui oleh ayah pasien sejak lahir. Celah hanya berada disebelah kiri. Nenek
pasien mengeluhkan saat memberi susu, susu keluar lagi dari hidung. Terdapat juga keluhan jika
makan terlalu banyak akan keluar dari hidung. Gigi pasien sudah tumbuh kecuali dibagian yang
bercelah. Nenek pasien mengatakan tidak ada gangguan tumbuh kembang dan bicara. Riwayat
infeksi telinga disangkal. Riwayat imunisasi pasien lengkap.

Pasien dilahirkan di RS Hasan Sadikin pada bulan Maret 2016 dan diberutahu oleh dokter
kalau pasien menderita sumbing bibir dan langit-langit mulut.. Pasien menjalani operasi
perbaikan sumbing bibir pada usia 5,5 bulan, dan diberitahu untuk menunggu hingga pasien
berumur 1,5 tahun untuk operasi kedua. Saat ini pasien dirawat karena diare dan menunggu
operasi, namun sudah perbaikan.

Ibu pasien telah meninggal. Ibu pasien berusia 20 tahun saat mengandung pasien. Ibu
pasien G2P1A1. Ibu pasien memiliki penyakit jantung bocor bawaan. Selama kehamilan, ibu
pasien sering sesak, lesu, dan gampang lelah. Selama kehamilan, nenek pasien mengatakan sang
ibu pasien tidak pernah demam, batuk pilek, nyeri sendi, atau mengonsumsi obat-obatan selama
masa kehamilan. Ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya ke dokter kandungan dan dokter
jantung di Ujung Berung, dan ibu pasien mengonsumsi obat penambah darah untuk ibu hamil.
Setelah melahirkan ibu pasien dirawat di HCU selama 1 minggu kemudian pulang. Di rumah
keadaan ibu pasien memburuk, dan akhirnya meninggal. Konsumsi alkohol dan rokok disangkal.
Pasien lahir cukup bulan, BB 1500 gram, sectio caesarea, langsung menangis.
II. PEMERIKSAAN FISIK

 Keadaan umum : Tampak sakit ringan


 Kesadaran : CM
 Nadi : 100 x/m
 Respirasi : 28 x/m
 Suhu : 38,0 C
 Berat Badan : 8 kg
 Tinggi Badan : 73 cm
 Lingkar kepala: 45 cm
 BB/U : <-2 SD
 PB/U : <-2 SD
 BB/PB : <-1 SD
 LK/U : <-1 SD
 Kepala
o Mata : Sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis
o Mulut : Frenulum lingua ikterik
 Leher
o Pembesaran KGB (-)
 Thorax
o Paru-paru : Bentuk dan gerak simetris, VBS kiri=kanan, Ronkhi -/-
o Jantung : Tidak ada kardiomegali, bunyi jantung 1 2 reguler
 Abdomen
o Datar, lembut, nyeri tekan (-)
o Hepar : Tidak ada hepatomegali,
o Lien : Tidak teraba
 Ekstremitas
o Akral hangat, CRT < 2”

V. DIAGNOSIS

 Palatoschizis incomplete + post labioplasty

VII. TATALAKSANA

 Rencana palatoplasty dalam narkose umum oleh bedah mulut

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : Ad bonam

Ad functionam : Ad bonam

Ad sanationam : Ad bonam

Labiopalatoschizis
Definisi:

(Cleft Lips) Celah bibir dan (cleft palate) celah langit-langit adalah suatu kelainan bawaan yang
terjadi pada bibir bagian atas serta langit-langit lunak dan langit-langit keras mulut. Celah bibir
(biasa disebut secara ‘Bibir sumbing’) adalah suatu ketidaksempurnaan pada penyambungan
bibir bagian atas, yang biasanya berlokasi tepat dibawah hidung. Cleft palate atau palatoschisis
merupakan kelainan kongenital pada wajah dimana atap/langitan dari mulut yaitu palatum tidak
berkembang secara normal selama masa kehamilan, mengakibatkan terbukanya (cleft) palatum
yang tidak menyatu sampai ke daerah cavitas nasalis, sehingga terdapat hubungan antara rongga
hidung dan mulut.

Epidemiologi:

Secara umum dapat dikatakan bahwa insidensi terjadi labio atau palatoschisisadalah 1 dari 1000
kelahiran hidup. Untuk Indonesia belum diperoleh angka insidensi. Kejadian labiopalatoschisis
pada laki-laki adalah 2x lebih sering dari perempuan,manakala kejadian palatoschisis sahaja
lebih sering pada wanita

Klasifikasi:

Klasifikasi labio atau palatoschisis berguna untuk menuliskan diagnosa sertamendeskripsikan


kejadian anatomis yang terdapat pada setiap kasus

 Klasifikasi Veau
Sumbing bibir dapat bervariasi, dari pit atau takik kecil pada tepi merah bibir sampai
sumbing yang meluas ke dasar hidung.
o Kelas I : Takik unilateral pada tepi merah bibir dan meluas sampai bibir
o Kelas II : Bila takik pada merah bibir sudah meluas ke bibir, tetapi tidak
mengenai dasar hidung
o Kelas III : Sumbing unilateral pada merah bibir yang meluas melalui bibir
ke dasar hidung
o Kelas IV : Setiap sumbing bilateral pada bibir yang menunjukkan takik tak
sempurna atau merupakan sumbing yang sempurna
Menurut sistem Veau, sumbing palatum dapat dibagi dalam empat tipe klinis, yaitu :
o Kelas I : Sumbing yang terbatas pada palatum lunak
o Kelas II : Cacat pada palatum keras dan lunak, meluas tidak melampaui
foramen insisivum dan terbatas hanya pada palatum sekunder.
o Kelas III : Sumbing pada palatum sekunder dapat komplet atau tidak
komplet. Sumbing palatum komplet meliputi palatum lunak dan keras sampai
foramen insisivum. Sumbing tidak komplet meliputi palatum lunak dan bagian
palatum keras, tetapi tidak meluas sampai foramen insisivum. Sumbing unilateral
yang komplet dan meluas dari uvula sampai foramen insisivum di garis tengah
dan prosesus alveolaris unilateral juga termasuk kelas III
o Kelas IV : Sumbing bilateral komplet meliputi palatum lunak dan keras serta
prosesus alveolaris pada ke dua sisi premaksila, meninggalkan daerah itu bebas
dan sering kali bergerak.
 Klasifikasi Fogh Anderson
o Kelompok I : labioschisis ( unilateral dan bilateral 0, derajat ringan(inkomplit )
sampai berat ( komplit ) sampai sejauh foramen incisivus.-
o Kelompok II : labio atau palatoschisis ( unilateral atau bilateral )-
o Kelompok III : Palatoschisis keras maupun lunak, dibelakang foramenincisivus-
o Kelompok IV : Celah pada wajah ( facial cleft ).
 Klasifikasi LAHSHAL
o Otto Kriens memperkenalkan suatu pengklasifikasian yang berbeda berdasarkan
akronimnya. Akronim LASHAL menunjukkan anatomi bilateral dari bibir (L),
alveolus (A), langit keras (H), dan langit lunak (S), dengan arah dari kanan ke
kiri. Huruf kecil mewakili struktur celah yang inkomplit dari struktur tersenut.
Saat ini, system ini digunakan untuk pencatatan hasil dari Asosiasi American
Cleft Palate dan Craniofacial. Bila norrnal (tidak ada celah) maka urutannya
dicoret,
 Klasifikasi Anatomis
o Pre-alveolar cleft (labioschisis)
Unilateral (kanan atau kiri)
Bilateral
Adanya notching pada alveolus
o Post-alveolar cleft
Parsial (palatum molle saja)
Komplit ( keduanya)
Submucous cleft
o Alveolar ataupun cleft yang komplit (bibir, langit-langit dan alveolus)
Unilateral
Bilateral

Embriologi:
Untuk dapat memahami terjadinya labio atau palatoschisis, kita harus tahu perkembangan
embriologi normal yang terjadi pada pembentukan wajah, khususnyadisekitar bibir dan langit-
langit.

Perkembangan wajah

Pada minggu ke-4, dimana panjang embrio 3,5mm, terbentuk 5 buah primordiasekeliling
mulut primitif atau stomadeum. Pada akhir minggu ke-8 muka telah terbentuk lengkap.Lima
buah prosessus yang terbentuk pada wajah adalah :

a) Prosessus frontalis, yang tumbuh dari arah kepala ke bawah. Prosessus inimerupakan
batas atas stomadeum. Pada perkembangan selanjutnya dalam mingguke-5 dan 6 pada
prosessus ini terbentuk dua buah nasal placoda berbentuk tapak kuda terbuka kearah
stomadeum. Kedua plakoda ini dinamakan prosessusnasomedialis dan lateralis yang
kemudian akan membentuk bagian-bagianhidung, bibir atas, gusi dan bagian anterior
palatum, sebelah depan foramenincisivus.
b) Sepasang prosessus maksilaris, yang merupakan batas superolateral stomadeum.
c) Sepasang prosessus mandibularis, yang merupakan batas bawah
stomadeum.Keduanya berfusi digaris tengah pada minggu ke-4 dan selanjutnya
berkembangmenjadi pipi bagian bawah, bibir bawah, mandibula, gusi dan gigi geligi.
Teori perkembangan bibir atas adalah seperti berikut :
1. Teori fusi prosessus : Prosessus maksilaris berkembang kearah depan dangaris
tengah, dibawah prosessus nasolateralis menuju dan mendekati prosessus
nasomedialis yang tumbuh lebih cepat kebawah. Prosessus nasomedialis kiri dan
kanan akan bertemu di garis tengah. Pada saat bertemu, penonjolan yang mirip jari-
jari tangan akan berfusi masing-masing lapisan epitelnya yang kemudian akan pecah
sehingga lapisan mesoderm dibawahnya akan berfusi membentuk bibir atas yang
normal. Fusi ini akan terjadi pada akhir minggu ke-6 sampai awal minggu ke-
7.Berdasarkan teori klasik ini, mengemukakan suatu hipotesa terjadinya sumbing
yaitu karena kegagalan fusi antara prosessus maksilaris dengan prosessus
nasomedialis yang lebih lanjut dijelaskansecara skematis oleh Patten :
a. Pertama terjadi pendekatan masing-masing prosessus
b. Setelah prosessus bertemu terjadi regresi lapisan epitel
c. Mesoderm saling bertemu dan mengadakan fusi.
Teori terjadinya labio atau palatoschisis adalah seperti berikut :
a. Labioschisis : Perkembangan abnormal dari prosessus nasomedialis dan
maksilaris
b. Palatoschisis : Kegagalan fusi antara 2 prosessus palatina

Etiologi:
Pada tahun 1963, Falconer mengemukakan suatu teori bahwa etiologi palatoschisis bersifat
multifaktorial dimana pembentukan celah pada palatum berhubungan dengan faktor herediter
dan faktor lingkungan yang terlibat dalam pertumbuhan dan perkembangan processus.

1.Faktor herediter

Sekitar 25% pasien yang menderita palatoschisis memiliki riwayat keluarga yang menderita
penyakit yang sama. Orang tua dengan palatoschisis mempunyai resiko lebih tinggi untuk
memiliki anak dengan palatoschisis. Jika hanya salah satu orang tua yang menderita
palatoschisis, maka kemungkinan anaknya menderita palatoschisis adalah sekitar 4%. Jika kedua
orangtuanya tidak menderita palatoschisis, tetapi memiliki anak tunggal dengan palatoschisis
maka resiko generasi berikutnya menderita penyakit yang sama juga sekitar 4%. Dugaan
mengenai hal ini ditunjang kenyataan, telah berhasil diisolasi suatu X-linked gen, yaitu Xq13-21
pada lokus 6p24.3 pada pasien sumbing bibir dan langitan. Kenyataan lain yang menunjang,
bahwa demikian banyak kelainan / sindrom disertai celah bibir dan langitan (khususnya jenis
bilateral), melibatkan anomali skeletal, maupun defek lahir lainnya.

2. Faktor lingkungan

Obat-obatan yang dikonsumsi selama kehamilan, seperti fenitoin, retinoid (golongan vitamin A),
dan steroid beresiko menimbulkan palatoschisis pada bayi. Infeksi selama kehamilan semester
pertama seperti infeksi rubella dan cytomegalovirus, dihubungkan dengan terbentuknya celah.
Alkohol, keadaan yang menyebabkan hipoksia, merokok, dan defisiensi makanan (seperti
defisiensi asam folat) dapat menyebabkan palatoschisis.

Patofisiologi:

Pasien dengan palatoschisis mengalami gangguan perkembangan wajah, inkompetensi


velopharyngeal, perkembangan bicara yang abnormal, dan gangguan fungsi tuba eustachi.
Semuanya memberikan gejala patologis mencakup kesulitan dalam intake makanan dan nutrisi,
infeksi telinga tengah yang rekuren, ketulian, perkembangan bicara yang abnormal, dan
gangguan pada pertumbuhan wajah. Adanya hubungan antara rongga mulut dan hidung
menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk mengisap pada bayi.

Insersi yang abnormal dari m.tensor veli palatine menyebabkan tidak sempurnanya
pengosongan pada telinga tengah. Infeksi telinga yang rekuren telah dihubungkan dengan
timbulnya ketulian yang memperburuk cara bicara pada pasien dengan palatoschisis. Mekanisme
velopharyngeal yang utuh penting dalam menghasilkan suara non nasal dan sebagai modulator
aliran udara dalam pembentukan fonem lainnya yang membutuhkan nasal coupling. (Manipulasi
anatomi yang kompleks dan sulit dari mekanisme ini, jika tidak sukses dilakukan pada awal
perkembangan bicara, dapat menyebabkan berkurangnya pengucapan normal).

Efek Terhadap Fungsi:


1. Mengisap dan makan : adanya lubang pada palatum bisa menyebabkan masuk ke hidung
ataupun laring.

2. Bicara : Pasien dengan palatoschisis sukar dalam penyebutan b,d, k, p, t, g.

3. Pertumbuhan gigi

4. Hidung : Membrana mukosa dari saluran pernafasan atas bisa dikontaminasidengan


mikroorganisme dari mulut.

5. Pendengaran : akibat kegagalan dari drainase dan ventilasi dari tuba Eustachia terganggu

Tatalaksana Umum

Palatoschisis merupakan suatu masalah pembedahan, sehingga tidak ada terapi medis
khusus untuk keadaan ini. Akan tetapi, komplikasi dari palatoschisis yakni permasalahan dari
intake makanan, obstruksi jalan nafas, dan otitis media membutuhkan penanganan medis terlebih
dahulu sebelum diperbaiki.

a. Intake makanan

Intake makanan pada anak-anak dengan cleft palate biasanya mengalami kesulitan karena
ketidakmampuan untuk menghisap, meskipun bayi tersebut dapat melakukan gerakan
menghisap. Kemampuan menelan seharusnya tidak berpengaruh, nutrisi yang adekuat mungkin
bisa diberikan bila susu dan makanan lunak jika lewat bagian posterior dari cavum oris. pada
bayi yang masih disusui, sebaiknya susu diberikan melalui alat lain/ dot khusus yang tidak perlu
dihisap oleh bayi, dimana ketika dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang
optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat pasien menjadi tersedak atau terlalu kecil
sehingga membuat asupan nutrisi menjadi tidak cukup. Botol susu dibuatkan lubang yang besar
sehingga susu dapat mengalir ke dalam bagian belakang mulut dan mencegah regurgitasi ke
hidung. Pada usia 1-2 minggu dapat dipasangkan obturator untuk menutup celah pada palatum,
agar dapat menghisap susu, atau dengan sendok dengan posisi setengah duduk untuk mencegah
susu melewati langit-langit yang terbelah atau memakai dot lubang kearah bawah ataupun
dengan memakai dot yang memiliki selang yang panjang untuk mencegah aspirasi.

b. Pemeliharaan jalan nafas

Pernafasan dapat menjadi masalah anak dengan cleft, terutama jika dagu dengan retroposisi
(dagu pendek, mikrognatik, rahang rendah (undershot jaw), fungsi muskulus genioglossus hilang
dan lidah jatuh kebelakang, sehingga menyebabkan obstruksi parsial atau total saat inspirasi (The
Pierre Robin Sindrom)

c. Gangguan telinga tengah


Otitis media merupakan komplikasi yang biasa terjadi pada cleft palate dan sering terjadi pada
anak-anak yang tidak dioperasi, sehingga otitis supuratif rekuren sering menjadi masalah.
Komplikasi primer dari efusi telinga tengah yang menetap adalah hilangnya pendengaran.
Masalah ini harus mendapat perhatian yang serius sehingga komplikasi hilangnya pendengaran
tidak terjadi, terutama pada anak yang mempunyai resiko mengalami gangguan bicara karena
cleft palatum. Pengobatan yang paling utama adalah insisi untuk ventilasi dari telinga tengah
sehingga masalah gangguan bicara karena tuli konduktif dapat dicegah.

Tatalaksana Khusus

Operasi untuk memperbaiki bentuk bibir cepat dilakukan pada kasus-kasusdengan usia yang
manapun, tetapi pada bayi-bayi semuanya dilakukan pada usia yang dini, umumnya sekitar usia
3 bulan dengan memperhatikan “ Rumus Sepuluh ”. RumusSepuluh atau Rule of Ten adalah :

1. Berat badan sekurang-kurangnya 10 pon (4,5 kg)


2. Umur sekurang-kurangnya 10 minggu
3. Kadar Hb > 10 gr%
4. Jumlah leukosit < 10.000/mm3

Operasi untuk labioplasti bertujuan untuk penampilan bentuk anatomik sertafungsi bibir yang
mendekati normal. Untuk mencapai tujuan tadi perlu diperhatikan beberapa patokan yaitu

1. Memperbaiki cuping hidung (ala nasi) agar bentuk dan letaknya simetris.
2. Memberi bentuk dasar hidung yang baik.
3. Memperbaiki bentuk dan posisi columella
4. Memperbaiki bentuk dan fungsi bibir atas
5. Membentuk vermillon.

Selain itu tujuan umum operasi adalah untuk mencapai

1. Penampilan yang normal


2. Mengisap dan makan tanpa terjadi regurgitasi nasal.
3. Pertumbuhan gigi yang baik
4. Perbicaraan yang normal
5. Pendengaran yang normal.

Berbagai teknik penutupan labio atau palatoschisis telah dikembangkan dalam beberapa puluh
tahun yang terakhir ini . Beberapa teknik operasi yang dipakai untuk labio atau palatoschisis
yang unilateral adalah :

1. Operasi Millard.
2. Operasi Onizuka ( modifikasi dari millard)
3. Operasi Le Mesurier
4. Operasi Mirauld Brown
5. Operasi Tennison-Randal

Berdasarkan Standard of Procedure sub Bagian Bedah Plastik FK Unpad/RSHS,terapi/tindakan


pada labiopalatoschizis:

1. Operasi pertama : Labioplasty usia > 3 bulan (syarat rule of ten terpenuhi)
2. Operasi kedua : palatoplasty pada usia 1-2 tahun
3. Operasi revisi labio/palato/rhino setelah 6 bulan
4. Operasi ketiga : alveolar bone graft pada usia 6-8 tahun, donor bone chips paritulang
panggul, approach dalam
5. Speech therapy

dapat dimulai setelah operasi pertama dan berlanjut sampai anak lancar berbicara dengan baik

PERAWATAN PASCA BEDAH

Perawatan pasca bedah berperan sangat besar dalam memberikan penampilanakhir bibir yang
telah mengalami reperasi. jaringan parut yang halus akan diperoleh bilaselama perawatan pasca
bedah dilakukan dengan baik. Perawatan terdiri dari :

 Pemasangan pembidaian pada kedua siku tangan untuk mencegah tangan bayi memegang
bibir
 Bibir dirawat secara terbuka mulai hari pertama pasca bedah.
 Luka operasi dibersihkan dari sisa-sisa bekuan darah dan kotoran denganlarutan H2O2
setiap hari.
 Setelah dibersihkan, luka operasi dibubuhi salep antibiotik.
 Jahitan diangkat pada hari kelima sampai hari ketujuh.

Anda mungkin juga menyukai