Anda di halaman 1dari 7

VULNUS

Vulnus atau luka adalah cedera atau kerusakan yang biasanya terbatas pada cedera
yang disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu
struktur (Dorland, 2010). Luka adalah keadaan hilang atau terputusnya kontinuitas jaringan
yang disebabkan banyak hal atau berbagai faktor (Bakkara, 2012).

Jenis-jenis luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan menunjukan
derajat luka (Taylor,1997).
1. Berdasarkan derajat kontaminasi
a. Luka bersih
Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi, yang
merupakan luka sayat elektif dan steril dimana luka tersebut berpotensi untuk
terinfeksi. Luka tidak ada kontak dengan orofaring,traktus respiratorius
maupun traktus genitourinarius. Dengan demikian kondisi luka tetap dalam
keadaan bersih. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
b. Luka bersih terkontaminasi
Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi
terkontrol. Proses penyembuhan luka akan lebih lama namun luka tidak
menunjukkan tanda infeksi. Kemungkinan timbulnya infeksi luka sekitar 3% -
11%.
c. Luka terkontaminasi
Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi spillage saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka menunjukan tanda
infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada luka terbuka karena trauma atau
kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka maupun luka penetrasi.
Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d. Luka kotor
Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan mati
dan luka dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka ini bisa sebagai
akibat pembedahan yang sangat terkontaminasi. Bentuk luka seperti perforasi
visera, abses dan trauma lama.
2. Berdasarkan Penyebab
a. Vulnus ekskoriasi atau luka lecet/gores adalah cedera pada permukaan
epidermis akibat bersentuhan dengan benda berpermukaan kasar atau runcing.
Luka ini banyak dijumpai pada kejadian traumatik seperti kecelakaan lalu
lintas, terjatuh maupun benturan benda tajam ataupun tumpul.
b. Vulnus scissum adalah luka sayat atau iris yang di tandai dengan tepi luka
berupa garis lurus dan beraturan. Vulnus scissum biasanya dijumpai pada
aktifitas sehari-hari seperti terkena pisau dapur, sayatan benda tajam ( seng,
kaca ), dimana bentuk luka teratur .
c. Vulnus laseratum atau luka robek adalah luka dengan tepi yang tidak
beraturan atau compang camping biasanya karena tarikan atau goresan benda
tumpul. Luka ini dapat kita jumpai pada kejadian kecelakaan lalu lintas
dimana bentuk luka tidak beraturan dan kotor, kedalaman luka bisa menembus
lapisan mukosa hingga lapisan otot.
d. Vulnus punctum atau luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing
yang biasanya kedalaman luka lebih dari pada lebarnya. Misalnya tusukan
pisau yang menembus lapisan otot, tusukan paku dan benda-benda tajam
lainnya. Kesemuanya menimbulkan efek tusukan yang dalam dengan
permukaan luka tidak begitu lebar.
e. Vulnus morsum adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan hewan
memiliki bentuk permukaan luka yang mengikuti gigi hewan yang menggigit.
Dengan kedalaman luka juga menyesuaikan gigitan hewan tersebut.
f. Vulnus combutio adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan panas
maupun sengatan arus listrik. Vulnus combutio memiliki bentuk luka yang
tidak beraturan dengan permukaan luka yang lebar dan warna kulit yang
menghitam. Biasanya juga disertai bula karena kerusakan epitel kulit dan
mukosa.

Fase Penyembuhan Luka
Menurut Taylor (1997):
1. Fase Inflamatory
Fase inflammatory dimulai setelah pembedahan dan berakhir hari ke 3 4 pasca
operasi. Dua tahap dalam fase ini adalah Hemostasis dan Pagositosis. Sebagai tekanan
yang besar, luka menimbulkan lokal adaptasi sindrom. Sebagai hasil adanya suatu
konstriksi pembuluh darah, berakibat pembekuan darah untuk menutupi luka. Diikuti
vasodilatasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke daerah luka yang dibatasi oleh
sel darah putih untuk menyerang luka dan menghancurkan bakteri dan debris. Lebih
kurang 24 jam setelah luka sebagian besar sel fagosit ( makrofag) masuk ke daerah
luka dan mengeluarkan faktor angiogenesis yang merangsang pembentukan anak
epitel pada akhir pembuluh luka sehingga pembentukan kembali dapat terjadi.
2. Fase Proliferative
Dimulai pada hari ke 3 atau 4 dan berakhir pada hari ke-21. Fibroblast secara cepat
mensintesis kolagen dan substansi dasar. Dua substansi ini membentuk lapislapis
perbaikan luka. Sebuah lapisan tipis dari sel epitel terbentuk melintasi luka dan aliran
darah ada didalamnya, sekarang pembuluh kapiler melintasi luka (kapilarisasi
tumbuh). Jaringan baru ini disebut granulasi jaringan, adanya pembuluh darah,
kemerahan dan mudah berdarah.
3. Fase Maturasi
Fase akhir dari penyembuhan, dimulai hari ke-21 dan dapat berlanjut selama 1 2
tahun setelah luka. Kollagen yang ditimbun dalam luka diubah, membuat
penyembuhan luka lebih kuat dan lebih mirip jaringan. Kollagen baru menyatu,
menekan pembuluh darah dalam penyembuhan luka, sehingga bekas luka menjadi
rata, tipis dan garis putih.

Manajemen Luka
Tujuan manajemen luka adalah mendapatkan penyembuhan yang cepat dengan fungsi dan
hasil estetik yang optimal. Hal tersebut dapat dicapai dengan cara:
1. Pencegahan infeksi dan trauma lebih lanjut
2. Memberikan lingkungan yang optimal bagi penyembuhan luka
3. Menciptakan kondisi lingkungan yang optimal untuk penyembuhan luka
4. Membersihkan luka dari eksudat dan jaringan nekrotik
5. Melindungi luka dari infeksi
6. Mengeliminasi faktor-faktor yang mengganggu penyembuhan luka
7. Menstimulasi pertumbuhan jaringan baru
8. Mengembalikan fungsi
9. Memperbaiki kerusakan jaringan dengan gangguan kosmetik seminimal mungkin

Penatalaksanaan Luka
1. Anestesi luka
a. Lakukan tindakan aseptik dan antiseptik
b. Lakukan injeksi menggunakan jarum ukuran kecil (ukuran 25-30).
c. Injeksikan secara perlahan ke dalam atau ke bawah kulit di sekeliling luka untuk
mencegah material kontaminan terdorong ke area yang bersih.
d. Jika anestetikum telah masuk secara benar, akan terlihat edema kulit sesaat setelah
disuntikkan.
e. Jika laserasi terjadi di area di mana dapat dilakukan blockade syaraf (misalnya di
ujung-ujung jari), lakukan anestesi blok, karena efek anestesi lebih baik.
f. Tunggu 5-10 menit sampai anestesi bekerja.
g. Sebelum dan selama melakukan tindakan eksplorasi luka dan pencucian, cek
apakah anestesi masih efektif. Sensasi tekan tidak ditumpulkan oleh anestesi lokal.
Dengan anestesi yang adekuat pasien masih merasakan tekanan, tapi tidak
menyakitkan. Jepit ujung kulit dengan pinset atau sentuh menggunakan ujung
jarum. Bila pasien masih merasakan nyeri, tambahkan anestesi.
2. Mencuci luka
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah pemilihan
cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan pencuci yang tidak tepat
akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu rawat dan
meningkatkan biaya perawatan. Pemilihan cairan dalam pencucian luka harus cairan
yang efektif dan aman terhadap luka. Cairan yang biasa digunakan adalah saline.
Irigasi luka tidak boleh dilakukan pada:
a. Luka berukuran sangat luas.
b. Luka sangat kotor (memerlukan debridement tajam. Lakukan debridement
dulu, baru kemudian irigasi luka).
c. Luka dengan perdarahan arteri atau vena.
d. Luka yang mengancam jiwa (melibatkan struktur penting di bawahnya).
e. Luka yang berada pada area mengandung jaringan areolar longgar
bervaskularisasi tinggi, misalnya daerah alis mata.
3. Debridement luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki dan
mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang
jaringan nekrosis dan debris. Beberapa cara debridement:
a. Surgical debridement (sharp debridement)
b. Mechanical debridement
c. Chemical debridement
d. Biological debridement
4. Menutup luka
Penutupan luka primer akan merapatkan jaringan yang terputus dengan bantuan
benang, klip, dan perban perekat. Pada penutupan luka sekunder batas-batas luka
dibiarkan terbuka dan akhirnya akan saling mendekat oleh proses biologis kotraksi
luka (Schwarts et al, 2000)
Perawatan harian luka yang ditutup secara primer:
a. Aplikasi salep antibiotika atau vaselin tipis-tipis
b. Tutup luka dengan kassa steril dan diplester.
c. Kassa diganti setelah 24 jam.
d. Luka dijaga tetap bersih dan kering. Pasien boleh mandi, luka dibersihkan
dengan air dan sabun dengan seksama, kemudian segera dikeringkan dengan
handuk bersih dan kering. Aplikasikan salep antibiotika tipis-tipis pada garis
jahitan, kemudian luka kembali ditutup dengan kassa steril.
e. Luka ditutup selama 3-5 hari kemudian dibiarkan terbuka sampai jahitan
diangkat.
f. Pada luka di ujung-ujung ekstremitas, mintalah pasien untuk melakukan
elevasi kaki dan tangan secara berkala untuk mengurangi oedema jaringan.
g. Mengenali tanda-tanda infeksi
Kontraindikasi Penutupan Luka Secara Primer:
a. Infeksi.
b. Luka dg jaringan nekrotik.
c. Waktu terjadinya luka >6 jam sebelumnya, kecuali luka di area wajah.
d. Masih terdapat benda asing dalam luka.
e. Perdarahan dari luka
f. Diperkirakan terdapat dead space setelah dilakukan jahitan.
g. Tegangan dalam luka atau kulit di sekitar luka terlalu tinggi sehingga perfusi
jaringan buruk.
Indikasi Penutupan Luka Secara Sekunder:
a. Luka kecil (<1.5 cm)
b. Struktur penting di bawah kulit tidak terpapar
c. Luka tidak terletak di area persendian & area yang penting secara kosmetik
d. Luka bakar derajat 2.
e. Waktu terjadinya luka >6 jam sebelumnya, kecuali bila luka di area wajah.
f. Luka terkontaminasi (highly contaminated wounds)
g. Diperkirakan terdapatdead space setelah dilakukan jahitan sehingga darah
terkumpul dalam dead space.
h. Kulit yang hilang cukup luas
i. Oedema jaringan yang hebat.
5. Membalut luka (wound dressing)
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada penilaian
kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi,
mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai
fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang
menyebabkan hematom.
Mengganti Balutan:
a. Langkah 1: Melepas balutan
Melembabkan balutan menggunakan saline
b. Langkah 2 : Membersihkan luka
Luka dicuci menggunakan saline. Setelah luka bersih, keringkan hati-hati
dengan handuk bersih dan kering.
c. Langkah 3 : Mengaplikasikan obat-obat topikal
Obat diaplikasikan menggunakan lidi kapas secara merata ke seluruh dasar
luka.
d. Langkah 4: Memasang perban baru
Dipasang 2 lapis perban. Perban lapis pertama dipilih yang dapat
mempertahankan kelembaban luka dan menjaga dasar luka tetap bersih.
Perban lapis kedua dipilih yang dapat menempel dengan erat sehingga
melindungi luka dari trauma.
6. Rumatan luka (re-assessment)
a. Menilai status kesehatan pasien secara umum & memastikan status kesehatan
tetap optimal untuk penyembuhan luka.
b. Memastikan vaskularisasi ke area luka tetap baik.
c. Menilai efektifitas penatalaksanaan: perubahan ukuran luka, keadaan dasar
luka, tepi luka, jaringan sekitar luka, produksi discharge
d. Mendokumentasikan perubahan yang terjadi tiap kali penggantian balutan.



Daftar Pustaka:
Bakkara CJ (2012). Pengaruh perawatan luka bersih menggunakan sodium klorida 0,9%
dengan povidine iodine 10% terhadap penyembuhan luka post apppendiktomi di rsu
kota tanjung pinang. Medan, Universitas Sumatera Utara. Skripsi.
Dorland WAN (2010). Kamus kedokteran dorland. Edisi 31. Jakarta: EGC.
Subandono J (2012). Manajemen luka. Surakarta: Laboratorium Keterampilan Klinis FK
UNS
Schwarts SI, Shires GT, Spencer FC, Husser WC (2000). Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah.
Edisi 6. Jakarta: EGC
Taylor C et al (1997). Fundemental of nursing the art and science of nursing care. Edisi 4.
Philadelpia: JB Lippincoff, pp: 699-705.

Anda mungkin juga menyukai