Anda di halaman 1dari 24

Laboratorium / SMF Kedokteran Radiologi TUTORIAL KLINIK

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

TRAUMA KEPALA

Oleh
KELOMPOK 74
Amalia R. Putri NIM. 15100150
Christian Bungin NIM. 15100150
Inna Adilah NIM. 15100150
Marina Tandarto NIM. 15100150
Mita Rifqiya NIM. 15100150
Noverita Febriani NIM. 1210015046
Olga Fanny NIM. 15100150

Tutor
dr. Abdul Mu’ti, M. Kes., Sp.Rad

Laboratorium / SMF Ilmu Radiologi


Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Desember 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya kelompok 74 dapat menyelesaikan tutorial klinik tentang “Trauma Kepala”.
Laporan ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Abdul Mu’ti, M. Kes, Sp.Rad
selaku tutor klinik yang telah memberikan banyak bimbingan, perbaikan dan saran sehingga
laporan ini dapat diselesaikan dengan baik. kami menyadari masih terdapat banyak
ketidaksempurnaan dalam laporan ini, sehingga kami mengharapkan kritik dan saran demi
penyempurnaan laporan ini. Akhir kata kami berharap semoga laporan ini menjadi ilmu
bermanfaat bagi para pembaca.

Samarinda, Januari 2020

Penulis,

Kelompok 74
DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I......................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN..................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................. 1
1.2 Tujuan.......................................................................................................... 2
BAB II....................................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................... 3
2.1 Anatomi Tibia.............................................................................................. 3
2.2 Definisi dan Klasisfikasi.............................................................................. 4
2.3 Epidemiologi............................................................................................... 5
2.4 Mekanisme Cedera...................................................................................... 6
2.5 Gambaran Klinis.......................................................................................... 6
2.6 Diagnosis..................................................................................................... 7
2.7 Tatalaksana.................................................................................................. 11
2.8 Komplikasi.................................................................................................. 13
BAB III...................................................................................................................... 14
KESIMPULAN......................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 15
LAMPIRAN.............................................................................................................. 16
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trauma kepala adalah suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai pendarahan interstisial dalam substansi otak. Trauma kepala biasanya
diakibatkan oleh salah satunya karena adanya benturan atau kecelakaan. Akibat yang
paling berbahaya apabila terjadinya trauma kepala adalah kematian.
Trauma kepala dapat menyebabkan perubahan pada fisik dan psikologis. peran
perawatan dalam hal ini merupakan hal paling penting adalah dalam mencegah terjadinya
komplikasi. Komplikasi yang terjadi adalah seperti infeksi, dan pendarahan.
Trauma kepala dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu ringan, sedang,dan berat.
Adapun penilaian klinis untuk menentukan klasifikasi klinis dan tingkat kesadaran pada
pasien trauma kepala menggunakan metode skala koma Glasgow (Glasgow Coma Scale).
Selain itu juga dapat dilakukannya pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu
dalam penegakkan diagnosis yang akan dijabarkan pada laporan ini seperti pemeriksaan
radiologis yaitu CT-Scan dan yang lainnya.

1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan secara umum mengenai trauma kepala. Adapun tujuan secara khususnya
adalah untuk mengetahui pemeriksaan radiologi apa saja yang dapat dilakukan dan melihat
gambaran radiologi yang khas pada trauma kepala sehingga dapat mempermudah menegak
kan diagnosis serta membedakan gambaran radiologi trauma kepala dengan diagnosis
banding lainnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Skenario

Seorang pasien laki-laki usia remaja dibawa ke UGD rumah sakit dengan kesadaran
menurun. Sebelumnya psien mengalami kecelakaan lalu lintas dengan dengan kepala
terbentur aspal jalanan. Pasien disebutkan sesaat setelah kejadian masih sadar meskipun
tidak mengingat kejadian yang menimpanya, tidak dapat bangun karena sakit kepala dan
merasa pusing. Dengan bantuan warga yang memanggilkan ambulans, psien diantar ke
rumah sakit. Di saat perjalanan ke rumah sakit psien muntah2 dan mengeluhkan sesak,
kemudian mengalami kejang, delirium hingga tidak sadar. Di UGD rumah sakit dilakukan
pemeriksaan yang diperlukan.

Step 1 Identifikasi Istilah

Tidak ada istilah ataupun pernyataan yang perlu didiskusikan.

Step 2 Identifikasi Masalah

1. Apa saja pemeriksaan initial/secondary dan tindakan resusitasi yang dilakukan


terhadap pasien?
2. Jenis-jenis pemeriksaan penunjang apa yang perlu dilakukan terhadap pasien? Jika
terdapat pemeriksaan radiologik yang dilakukan, maka jenis-jenis pemeriksaan
radiologik apa saja yang perlu dilakukan terhadap pasien?
3. Jika dilakukan pemeriksaan MSCT scan kepala apa saja indikasi perlunya dilakukan
pemeriksaan tersebut terhadap pasien
4. Dari pemeriksaan MSCT scan kepala kira-kira bagaimana gambaran CT yang dapat
terlihat jika terjadi kelainan contusio cerebri, intracerebral hemorrhage, intraventrikel
hemorrhage, subdural hemorrhage dan subarachnoid hemorrhage, jika perlu coba
berikan gambar yang sesuai.

Step 3 Analisis Masalah

1. Pemeriksaan yang pertama kali perlu dilakukan pada pasien dengan trauma kepala
adalah melakukan pemeriksaan kesadaran. Pemeriksaan kesadaran dapat dilakukan
baik dengan menggunakan AVPU (Alert, Verbal, Pain, Unresponsive) maupun dengan
menggunakan penilaian GCS (Glasgow Coma Scale). Penilaian GCS dinilai dengan
rentang penilaian 3-15 dengan kriteria sebagai berikut
Skor Eye Verbal Motoric

Gerakan mengikuti
6 - -
perintah

Berbicara normal dan


5 - Melokalisasi nyeri
sadar lingkungan

Kebingungan dan tak Fleksi/penarikan


4 Membuka mata spontan
mengerti sekitar terhadap nyeri

Membuka mata dengan Berbicara tapi tidak Fleksi abnormal


3
perintah nyambung terhadap nyeri

Membuka mata dengan Suara erangan tanpa Ekstensi lengan


2
respon nyeri kata-kata terhadap nyeri

1 Tidak membuka mata Tak ada suara Tak ada gerakan

Jika pasien dinyatakan dalam keadaan tidak sadar, maka yang selanjutnya dilakukan
adalah melakukan penilaian dan penanganan airway, breathing, circulation, disability,
dan exposure/environment. Penilaian jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi darah
dilakukan bersamaan dalam waktu maksimal 10 detik dengan menggunakan look, listen,
dan feel untuk menilai apakah terdapat sumbatan jalan napas, apakah ada napas atau
terdapat usaha napas bantu, dan sirkulasi darah ke jaringan. C-spine control juga
dilakukan untuk menilai apakah pasien mengalami cedera tulang leher atau tidak dan
dilakukan pemasangan neck collar.
Sumbatan jalan napas pada pasien tidak sadar paling sering disebabkan karena lidah
yang terjatuh ke belakang. Usaha pertama yang dapat dilakukan adalah dengan
menggunakan manuver head-tilt,chin-lift, dan jaw thrust atau dapat menggunakan big
valve mask. Manajemen definitif untuk jalan napas adalah dengan menggunakan intubasi
endotrakeal atau jika tidak berhasil dapat dilakukan krikotiroidotomi.
Manajemen pada pernapasan jika pernapasan tidak ada atau menggunakan otot bantu
pernapasan adalah dengan menggunakan pemberian napas buatan dan terapi definitifnya
adalah ventilasi tekanan positif. Pada saat dilakukan ventilasi tekanan positif lakukan
pemeriksaan terhadap saturasi oksigen dan analisa gas darah. Sirkulasi dapat ditangani
dengan menggunakan kompresi jantung dan jika pasien mengalami ventrikel takikardi
dapat dilakukan defibrilator pada pasien. Pemasangan infus cairan dilakukan untuk
resusitasi cairan pada pasien, terutama pada pasien yang mengalami perdarahan.
Pemberian cairan dapat dilakukan dengan menggunakan cairan kristaloid dan jika
terdapat perdarahan yang masif, dpaat diberikan transfusi darah berupa packed red blood
cell.
Penilaian disability pada pasien trauma dilakukan untuk menilai tiga hal yaitu tingkat
kesadaran, penilaian pupil, dan penilaian ekstremitas. Penilaian tingkat kesadaran
menggunakan AVPU atau GCS, penilaian pupil melihat apakah pupil isokor maupun
anisokor untuk menilai apakah terdapat herniasi otak dan penilaian ekstremitas dilakukan
untuk menilai cedera tulang servikal. Penilaian exposure dilakukan untuk menilai head-
to-toe secara singkat dan juga dekontaminasi dari kotoran ataupun baju pasien serta
penanganan untuk mencegah hipotermia.
Secondary survey dilakukan pada saat pasien dalam keadaan stabil. Anamnesis yang
diperlukan yaitu mengenai riwayat alergi, riwayat penggunaan obat, riwayat penyakit
terdahulu, riwayat makan sebelum kejadian, dan bagaimana kejadian berlangsung.
Pemeriksaan fisik dari kepala hingga kaki secara lengkap juga diperlukan untuk menilai
cedera ataupun hal lain di tempat lain.
2. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada kasus tersebut adalah pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan
adalah pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan urin, pemeriksaan cairan serebrospinal,
analisa gas darah, pemeriksaan gula darah dan metabolit lainnya, dan pemeriksaan
elektrolit untuk menegakkan diagnosis dan menyingkirkan faktor penyebab lain dari
penurunan kesadaran. Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan pada pasien tersebut
adalah pemeriksaan foto polos kepala untuk mencari tahu apakah terdapat fraktur kepala,
pemeriksaan CT scan yang merupakan pemeriksaan radiologi gold standard untuk pasien
dengan cedera kepala karena dapat mendeteksi lokasi perdarahan jika terdapat perdarahan
selain fraktur kepala. Pemeriksaan MRI jarang dilakukan namun pada pasien cedera
kepala yang mengalmi perdarahan, pemeriksaan MRI berguna untuk menilai umur dari
perdarahan.
3. Indikasi dari CT-scan adalah sebagai berikut.
a. Skor GCS < 15 setelah 2 jam dilakukan pemeriksaan awal
b. Skor GCS < 13 pada saat pemeriksaan awal
c. Cedera kepala ringan dengan fraktur tengkorak terbuka
d. Dicurigai adanya tanda-tanda fraktur basis kranii
e. Terdapat muntah lebih dari 3 kali setelah kejadian
f. Terdapat kejang atau riwayat kejang
g. Terdapat penurunan fokal neurologis
h. Pasien dengan usia > 65 tahun
i. Tidak sadar > 5 menit
j. Amnesia > 30 menit
k. Mekanisme kecelakaan yang berbahaya (tabrakan besar, jatuh dari ketinggian)
4. Hasil MSCT dari cedera kepala dapat memberikan gambaran yang akut maupun kronik
dengan melihat densitas dari perdarahannya. Pada perdarahan akut akan memberikan
gambaran hiperdens dan kronik akan memberikan gambaran hipodens. Kontusio serebri
seringkali tidak memberikan gambaran yang khas dikarenakan yang mengalami
perdarahan hanya pada kapiler darah namun, jika terdapat robekan antara lapisan
duramater dan piamater akan memberikan gambaran brain pulp yang berupa perdarahan
kecil di tepi girus otak.
Intracerebral hemorrhage (ICH) akan memberikan gambaran gumpalan
perdarahan yang berbentuk seperti pulau di jaringan otak dan sering terjadi dikarenakan
stroke dan seringkali terjadi intraventricular hemorrhage (IVH). IVH memberikan
gambaran darah yang berada di ventrikel otak baik di ventrikel ketiga, ventrikel keempat,
maupun ventrikel lateral. Subdural hemorrhage akan memberikan gambaran perdarahan
yang berbentuk seperti bulan sabit (crescent shape) disebabkan karena perdarahan ini
berasal dari bridging vein dan ruang subdural merupakan ruangan yang sempit dan
berbatasan dengan lapisan duramater dan subaraknoid. Subarachnoid hemorrhage akan
memberikan gambaran darah memasuki sulkus-sulkus otak dikarenakan ruang
subaraknoid merupakan ruang yang paling dekat dengan otak. Epidural hemorrhage akan
memberikan gambaran bikonveks yang berasal dari arteri meningen media. Gambaran
tersebut dihasilkan karena perdarahan ini terjadi di antara tulang tengkorak dan lapisan
subdural. Darah tersebut tidak dapat terdorong keluar karena terdapat tulang tengkorak,
oleh karena itu darah tersebut akan menekan ke jaringan di bawahnya yang lebih lunak
sehingga akan menghasilkan gambaran bikonveks dari darah yang cembung dan tulan
tengkorak yang juga cembung.
Step 4 Strukturisasi Konsep

Step 5 Sasaran Pemberlajaran

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan dan tatalaksana


primary survey dan secondary survey pada kasus cedera kepala.
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai pemeriksaan penunjang
yang dilakukan pada pasien dengan cedera kepala.
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai pemeriksaan radiologi
yang diperlukan pada pasien cedera kepala serta hasil dan interpretasi dari
pemeriksaan CT-scan berdasarkan jenis perdarahan.
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai indikasi CT-scan
kepala.
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai komplikasi dan
prognosis dari kasus perdaraahn kepala
Step 6 Belajar Mandiri

Mahasiswa diberikan untuk mencari sumber informasi mengenai sasaran pembelajaran


yang telah ditetapkan sehingga mahasiswa dapat memahami materi dan menjelaskan
mengenai hasil belajar pada sintesis hasil pembelajaran.

Step 7 Sintesis

INITIAL DAN SECONDARY ASSESMENT

1. Triase
Triase atau penapisan bertugas memeriksa tanda vital dan memberi label sesuai kegawatan.
Semua pasien cedera kepala segera dikonsultasikan pada dokter jaga bedah saraf.

Langkah-langkah tatalaksana cedera kepala di instalasi gawat darurat


a. General precaution
b. Stabilisasi system kardiorespirasi (Airway, Breathing, Circulation)
c. Survey sekunder (pemeriksaan status general terdiri dari anamnesa dan
pemeriksaan fisik seluruh organ)
d. Pemeriksaan neurologis
e. Menentukan diagnosis klinis dan pemeriksaan tambahan
f. Menentukan diagnosis pasti
g. Menentukan tatalaksana

A. General Precaution
- Informed consent
- Perlindungan diri, terdiri dari mencuci tangan dengan antiseptic, pemakaian
sarung tangan, pemakaian masker dan goggles, gowns, linen, dll
- persiapan alat dan sarana pelayanan

B. Stabilisasi system kardiorespirasi (ABC) dan disabilitas


- Airway: patensi saluran napas? suara tambahan? obstruksi?
- Breathing: apakah oksigenasi efektif? rate dan depth? gerakan dada? sianosis?
- Circulation: apakah perfusi adekuat? pulse rate dan volume? warna kulit?
capillary return? apakah ada perdarahan? tekanan darah?
- Disability: apakah ada kecacatan neurologis? periksa tingkat kesadaran
menggunakan GCS dan AVPU, perhatikan pupil (besar, bentuk, reflex cahaya,
bandingkan kanan-kiri)
- Exposure: apakah ada cedera organ lain? apakah ada jejas, deformitas, dan
gerakan ekstremitas abnormal? evaluasi respon terhadap perintah atau rangsang
nyeri

C. Survey sekunder
1. Anamnesis
o Identitas pasien: nama, umur, alamat, jenis kelamin, suku, pekerjaan,
agama
o keluhan utama
o mekanisme trauma
o waktu dan perjalanan trauma
o pernah pingsan atau sadar setelah trauma
o amnesia retrograde atau antegrade
o keluhan: nyeri kepala seberapa berat, penurunan kesadaran, kejang,
vertigo
o riwayat mabuk, alcohol, narkotika, pasca operasi kepala
o penyakit penyerta: epilepsy, jantung, asma, riwayat operasi kepala,
hipertensi dan diabetes mellitus, serta gangguan faal pembekuan darah

2. Pemeriksaan fisik umum


Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi, serta pemeriksaan khusus
untuk menentukan kelainan patologi, dengan metode:

- dari ujung rambut sampai dengan ujung kaki (head to toe)


- per organ B1-B6 (breath, blood, brain, bowel, bladder, bone)
Pemeriksaan fisik yang berkaitan erat dengan cedera kepala adalah:

 pemeriksaan kepala, mencari tanda:


o jejas di kepala meliputi; hematoma sub kutan, sub galeal, luka terbuka,
luka tembus dan benda asing
o tanda patah dasar tengkorak, meliputi; ekimosis periorbita, ekimosis
postaurikular (battle sign), rhinorhoe, dan otorhoe serta perdarahan di
membrane timpani atau laserasi kanalis auditorius
o tanda pada tulang wajah meliputi; fraktur maxilla (Lefort), fraktur rima
orbita dan fraktur mandibula
o tanda trauma pada mata meliputi; perdarahan konjungtiva, perdarahan
bilik mata depan, kerusakan pupil dan jejas lain di mata
o auskulasi pada arteri karotis untuk menentukan adanya bruit yang
berhubungan dengan diseksi karotis
 pemeriksaan pada leher dan tulang belakang
o mencari tanda adanya cedera pada tulang servikal dan tulang belakang dan
cedera pada medulla spinalis. Pemeriksaan meliputi jejas, deformitas,
status motorik, sensorik, dan autonomic

3. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan status neurologis terdiri dari:

 tingkat kesadaran: berdasarkan status Glasgow Coma Scale (GCS). Cedera kepala
berdasarkan GCS, yang dinilai setelah stabilisasi ABC diklasifikasikan:
o GCS 12-14: cedera kepala ringan
o GCS 9-11: cedera kepala sedang
o GCS 3-8: cedera kepala berat
 saraf cranial, terutama:
o saraf II-III, yaitu pemeriksaan pupil: besar dan bentuk, reflex cahaya,
reflex konsensuil  bandingkan kanan-kiri
o tanda-tanda lesi saraf VII perifer
 funduskopi dicari tanda-tanda edema pupil, perdarahan pre retina, retinal
detachment
 motoris dan sensoris, bandingkan kanan dan kiri, atas dan bawah mencari tanda-tanda
laserasi
 autonomis: bulbocavernous reflex, cremaster reflex, spingter reflex, reflex tendon, reflex
patologis dan tonis spingter ani

4. Observasi
Menggunakan lembar observasi umum (tanda vital: tensi, nadi, pernapasan, dan suhu) dan
lembar observasi neurologis khusus bedah saraf.

INDIKASI PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

 Pemeriksaan foto polos kepala


o kehilangan kesadaran, amnesia
o nyeri kepala menetap
o gejala neurologis fokal
o jejas pada kulit kepala
o kecurigaan luka tembus
o keluar cairan cerebrospinal atau darah dari hidung atau telinga
o deformitas tulang kepala, yang terlihat atau teraba
o kesulitan dalam penilaian klinis: mabuk, intoksikasi obat, epilepsy, anak
o pasien dengan GCS 15, tanpa keluhan dan gejala tetapi mempunyai risiko:
benturan langsung atau jatuh pada permukaan yang keras, pasien usia > 50
tahun
 Pemeriksaan CT Scan
o GCS ≤13 setelah resusitasi
o deteorisasi neurologis: penurunan GCS 2 poin atau lebih, hemiparesis,
kejang
o nyeri kepala, muntah yang menetap
o terdapat tanda fokal neurologis
o terdapat tanda fraktur, atau kecurigaan fraktur
o trauma tembus, atau kecurigaan trauma tembus
o evaluasi pasca operasi
o pasien multitrauma (trauma signifikan lebih dari 1 organ)
o indikasi sosial
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Polos Kepala
Foto polos kepala hanya menunjukkan ada tidaknya fraktur, dan tidak mampu
menghasilkan visibilitas yang baik pada otak atau adanya darah untuk menunjukkan
cedera intrakranial. Foto polos kepala sangat membantu pada pasien yang patah tulang
tengkorak depresi, cedera kepala akibat penetrasi oleh benda asing, pneumocephalus
( udara masuk ke rongga tengkorak) dan adanya brain shift, terdapatnya kalsifikasi di
kelenjar pineal. Fraktur kranium pada regio temporoparietal pada pasien yang tidak sadar
menunjukkan kemungkinan hematom ekstradural, yang disebabkan oleh robekan arteri
meningea media.
Pemeriksaan foto polos kepala untuk melihat pergeseran (displacement) fraktur tulang
tengkorak, tetapi tidak dapat menentukan ada tidaknya perdarahan intrakranial. Fraktur
pada tengkorak dapat berupa fraktur impresi (depressed fracture), fraktur linear, dan
fraktur diastasis (traumatic suture separation). Fraktur impresi biasanya disertai
kerusakan jaringan otak dan pada foto terlihat sebagai garis atau dua garis sejajar dengan
densitas tinggi pada tulang tengkorak. Fraktur linear harus dibedakan dari gambaran
pembuluh darah normal atau dengan garis sutura interna, yang tidak bergerigi seperti
sutura eksterna. Garis sutura interna bersifat superimposisi pada sutura yang bergerigi,
sedangkan fraktur akan menyimpang dari itu di beberapa titik. Selain itu, pada foto polos
kepala, fraktur ini terlihat sebagai garis radiolusen, paling sering di daerah parietal. Garis
fraktur biasanya lebih radiolusen daripada pembuluh darah dan arahnya tidak teratur.
Fraktur diastasis lebih sering pada anak-anak dan terkihat sebagai
(Gambaran Fraktur Impresi (kiri), Fraktur Linear (tengah), dan Fraktur Diastasis (kanan)
pada Foto Polos Kepala)

2. CT scan kranial

Dengan CT scan isi kepala secara anatomis akan tampak dengan jelas. Pada trauma
kepala, fraktur, perdarahan dan edema akan tampak dengan jelas baik bentuk maupun
ukurannya. Menurut Canadian CT Head Rule (CATCH) indikasi pemeriksaan CT scan
pada kasus trauma kepala adalah seperti berikut:

1. GCS< 13 setelah resusitasi.


2. Deteorisasi neurologis : penurunan GCS 2 poin atau lebih, hemiparesis, kejang.
3. Nyeri kepala, muntah yang menetap
4. Terdapat tanda fokal neurologis
5. Terdapat tanda Fraktur, atau kecurigaan fraktur
6. Trauma tembus, atau kecurigaan trauma tembus
7. Penderita lansia (>65 tahun) dengan adanya amnesia dan penurunan kesadaran
8. Mechanism Dangerous (tertabrak oleh kendaraan, terlempar dari kendaraan atau jatuh
dari ketinggian).
9. Evaluasi pasca operasi
10. pasien multitrauma ( trauma signifikan lebih dari 1 organ )
11. Indikasi sosial
Melalui pemeriksaan ini dapat dilihat seluruh struktur anatomis kepala, dan merupakan
alat yang paling baik untuk mengetahui, menentukan lokasi dan ukuran dari perdarahan
intrakranial. CT Scan kepala merupakan gold standard untuk mendeteksi perdarahan
intrakranial. Semua pasien dengan GCS < 15 sebaiknya menjalani pemeriksaaan CT
Scan.

PERDARAHAN SUB ARAKNOID

Pada CT scan, perdarahan subaraknoid (SAH) terlihat mengisi ruangan


subaraknoid yang biasanya terlihat gelap dan terisi CSF di sekitar otak. Rongga
subaraknoid yang biasanya hitam mungkin tampak putih di perdarahan akut. Temuan ini
paling jelas terlihat dalam rongga subaraknoid yang besar.
1. Luka memar (Kontusio)
Kontusio serebri adalah memar pada jaringan otak yang disebabkan oleh trauma
tumpul maupun cedera akibat akselerasi dan deselerasi yang dapat menyebabkan
kerusakan parenkim otak dan perdarahan mikro di sekitar kapiler pembuluh darah otak.
Pada kontusio serebri terjadi perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya robekan
jaringan yang kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus.
Pada beberapa kasus kontusio serebri dapat berkembang menjadi perdarahan serebral.
Namun pada cedera berat, kontusio serebri sering disertai dengan perdarahan subdural,
perdaraham epidural, perdarahan serebral ataupun perdarahan subaraknoid.
Kontusio serebri terjadi apabila otak menekan pembuluh darah kapiler pecah.
Biasanya terjadi pada tepi otak seperti pada frontal, temporal dan oksipital. Kontusio
yang besar dapat terlihat di CT-Scan atau MRI (Magnetic Resonance Imaging). Pada
kontusio dapat terlihat suatu daerah yang mengalami pembengkakan yang disebut
edema. Jika pembengkakan cukup besar dapat menimbulkan penekanan hingga dapat
mengubah tingkat kesadaran.
Kontusio serebri dapat dibagi berdasarkan mekanisme, lokasi anatomi, atau
cedera yang berdekatan. Misalnya, fraktur kontusio akibat dari cedera kontak langsung
dan terjadi segera disebelahnya dengan fraktur tulang tengkorak. Coup merujuk kepada
trauma yang terjadi di lokasi dampak dengan tidak adanya patah tulang, sedangkan
contrecoup adalah sisi yang berlawanan dengan titik dampak. Gliding adalah
perdarahan fokal melibatkan korteks dan white matter yang berdekatan dari margin
superior dari hemisfer serebri; terjadi karena mekanisme rotasi daripada tenaga kontak.
Intermediary adalah lesi yang mempengaruhi struktur otak dalam, seperti korpus
calosum, ganglia basal, hipotalamus, dan batang otak. Herniasi dapat terjadi di daerah
medial lobus temporal pada tepi tentorial (yaitu, uncal herniasi) atau di mana tonsil
serebelum menghubungi foramen magnum (yaitu, tonsillar herniasi).

Gambar 1 Gambaran CT Scan Kontusio Serebri


Gambar 2 Gambaran CT Scan Kontusio Serebri

2. ICH (IntraCerebral Hematoma)


Intracerebral Hematoma adalah area perdarahan yang homogen dan konfluen
yang terdapat di dalam parenkim otak. ICH bukan disebabkan oleh benturan antara
parenkim otak dengan tulang tengkorak, tetapi disebabkan oleh gaya akselerasi dan
deselerasi akibat trauma yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang terletak
lebih dalam, yaitu di parenkim otak atau pembuluh darah kortikal dan subkortikal.
Perdarahan Intraserebral sendiri diklasifikasikan menjadi dua, yaitu pendarahan
primer dan sekunder. Perdarahan intraserebral primer merupakan perdarahan yang
disebabkan oleh hipertensif kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibat
pecahnya pembuluh darah otak, sedangkan perdarahan intraserebral sekunder terjadi
antara lain akibat anomali vaskuler konginetal, koagulopati, tumor otak, vaskulopati non
hipertensif (amiloid serebral), vaskulitis, moya – moya, post stroke iskemik, obat anti
koagulan (fibrinolitik atau simpatomimetik).

Gambar 3 Gambaran CT Scan Perdarahan Intraserebral pada Ganglia Basalis


Gambar 4 Gambaran CT Scan Perdarahan Intraserebral pada Thalamus

3. IVH (IntraVentricle Hematoma)


Perdarahan intraventrikular dapat terjadi secara primer atau berhubungan dengan
perdarahan intraserebral, perdarahan subarakhnoid maupun cedera otak traumatik.
Definisi perdarahan intraventrikular primer dikemukakan pertama kali oleh Sanders pada
tahun 1881, yaitu terdapatnya darah hanya dalam sistem ventrikular atau yang
berkembang sampai 15mm dari dinding ventrikel, tanpa adanya ruptur atau laserasi pada
dinding ventrikel.
Perdarahan intraventrikular primer disebut juga sebagai perdarahan intraserebral
non-traumatik yang terbatas pada sistem ventrikel, sedangkan perdarahan intraventrikular
sekunder muncul akibat perdarahan yang berasal dari parenkim maupun rongga
subarakhnoid yang meluas ke sistem ventrikel

Gambar 5 Gambaran CT Scan Perdarahan Intraventrikel


s

Gambar 6 Gambaran CT Scan Perdarahan Intraventrikel

Indikasi pemeriksaan CT-Scan pada kasus trauma kapitis adalah seperti berikut:
 Trauma kapitis sedang dan berat
 Trauma kapitis ringan yang disertai fraktur tengkorak
 Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii
 Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan gangguan kesadaran
 Sakit kepala yang berat
 Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi jaringan otak
 Kesulitan dalam mengeliminasi kemungkinan perdarahan intraserebral

Indikasi Pemeriksaan CT-Scan untuk Pasien Dewasa


1. Skor GCS < 13 sewaktu pihak IGD melakukan pemeriksaan buat pertama kali
2. Skor GCS < 15 selepas 2 jam berlakunya trauma kapitis sewaktu pihak IGD melakukan
pemeriksaan buat pertama kali
3. Suspek trauma kapitis dengan fraktur terbuka & depresi tulang tengkorak
4. Tanda-tanda fraktur basal tengkorak (haemotympanum, racoon eyes, kebocoran cairan
cerebrospinal melalui telinga dan hidung, Battle’s sign)
5. Terjadinya kejang post-trauma
6. Penurunan fokal neurologis
7. Muntah 1 kali atau lebih
8. Amnesia > 30 menit
Indikasi Pemeriksaan CT-Scan untuk Pasien Dewasa dengan penurunan kesadaran
dan amnesia
1. Usia lebih dari 65 tahun
2. Koagulopati (riwayat perdarahan, gangguan pembekuan, saat ini pengobatan dengan
warfarin)
3. Mekanisme KLL yang terlalu berbahaya

Indikasi Pemeriksaan CT-Scan untuk Pasien Anak-anak


1. Hilang kasadaran lebih dari 5 menit
2. Amnesia (antegrade atau retrograde) lebih dari 5 menit
3. Pening yang abnormal
4. Muntah 3 kali atau lebih
5. Suspek klinis mungkin telah terjadi cedera tanpa KLL
6. Kejang post-trauma tanpa ada riwayat epilepsy
7. GCS < 14, anak bayi < 1 tahun GCS (Pediatrik) < 15, sewaktu pihak IGD melakukan
pemeriksaan pertama kali
8. Suspek trauma kapitis dengan trauma terbuka, depresi tulang tengkorak atau
9. Tanda-tanda fraktur basal tengkorak (haemotympanum, racoon eyes, kebocoran cairan
cerebrospinal melalui telinga dan hidung, Battle’s sign)
10. Penurunan fokal neurologis
11. Usia < 1 tahun, adanya memar, bengkak atau laserasi lebih dari 5 cm di kepala.
12. Mekanisme KLL yang terlalu berbahaya

Kepentingan dilakukan pemeriksaan CT-SCan dengan segera


Kepentingan untuk melakukan pemeriksaan CT-Scan (serta pembacaan) dalam masa 1 jam
berdasarkan resiko:
1. GCS < 13 sewaktu pihak IGD melakukan pemeriksaan pertama kali
2. GCS < 15 2 jam setelah trauma kapitis
3. Suspek trauma kapitis dengan fraktur terbuka & depresi tulang tengkorak
4. Tanda-tanda fraktur basal tengkorak (haemotympanum, racoon eyes, kebocoran cairan
cerebrospinal melalui telinga dan hidung, Battle’s sign)
5. Muntah 1 kali atau lebih untuk pasien dewasa, muntah 3 kali atau lebih untuk anak-
anak
6. Kejang post-trauma
7. Koagulopati (riwayat perdarahan, gangguan pembekuan, saat ini pengobatan dengan
warfarin) + penurunan kesadaran dan amnesia. Pasien saat ini dengan pengobatan
antiplatelet mungkin akan mengalami resiko yang lebih tinggi untuk perdarahan
intracranial
8. Penurunan fokal neurologis
DAFTAR PUSTAKA

1. Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. 2013. Balai Penerbit


FKUI
2. Ebell Mark H. Computed Tomograpghy After Minor Injury. Jun 2006. Avaibale from:
http://www.aafp.org/afp/2006/0615/p2205.html
3. Geershen Abner. Imaging in Subarachnoid Haemorrage. Jul 2014. Avaible from:
http://emedicine.medscape.com/article/344342-overview
4. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf. Edisi IV. 2010. Gramedia Pustaka

Anda mungkin juga menyukai