Anda di halaman 1dari 43

PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

Oleh:
Putri Umniyah, S.Ked
71 2021 084

Pembimbing Klinik:
IPTU dr. Irma Yanti, Sp.S

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

i
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Judul:
PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

Oleh:
Putri Umniyah, S.Ked
NIM : 71 2021 084

Telah dilaksanakan pada bulan Januari 2023 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Saraf Rumah
Sakit Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.

Palembang, Januari 2023


Pembimbing

IPTU dr. Irma Yanti, Sp.S

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan kasih sayang-Nya,
Alhamdulillah berkat kekuatan dan pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat
yang berjudul ”PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI” sebagai salah satu syarat untuk
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian ilmu saraf Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. beserta para
keluarga, sahabat dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
kepada:
1. IPTU dr. Irma Yanti, Sp.S,. selaku pembimbing yang telah memberikan
masukan, arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian Referat ini.
2. Rekan-rekan co-assistensi dan perawat atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, karena
kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT. Oleh karena itu, kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan di
masa mendatang. Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala
amal yang diberikan dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Aamiin.

Palembang, Januari 2023


Penulis,

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemeriksaan Tingkat Kesadaran ............................................. 2
2.2 Pemeriksaan Tanda Rangsang Meningeal .............................. 5
2.3 Pemeriksaan Saraf Kranialis ................................................... 7
2.4 Pemeriksaan Fungsi Motorik .................................................. 28
2.4.1 Pemeriksaan Respon Refleks .......................................... 32
2.4.2 Pemeriksaan Refleks Patologis ....................................... 34
2.5 Fungsi Koordinasi ................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 39

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemeriksaan fisik neurologi merupakan pemeriksaan yang memerlukan
ketelitian dan sistimatik sehingga dapat menentukan diagnosis klinis dan topik,
dari kemungkinan diagnosis ini maka perencanaan pemeriksaan penunjang dapat
dilaksanakan secara rasional dan objektif.
Dalam rangka menegakkan diagnosis penyakit saraf diperlukan
pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan mental dan laboratorium
(penunjang). Pemeriksaan neurologis meliputi: pemeriksaan kesadaran, rangsang
selaput otak, saraf otak, sistem motorik, sistem sensorik refleks dan pemeriksaan
mental (fungsi luhur).
Selama beberapa dasawarsa ini ilmu serta teknologi kedokteran maju dan
berkembang dengan pesat. Banyak alat dan fasilitas yang tersedia, dan
memberikan bantuan yang sangat penting dalam mendiagnosis penyakit serta
menilai perkembangan atau perjalanan penyakit. Saat ini kita dengan mudah dapat
mendiagnosis perdarahan di otak, atau keganasan di otak melalui pemeriksaan
pencitraan. Kita juga dengan mudah dapat menentukan polineuropati dan
perkembangannya melalui pemeriksaan kelistrikan.
Di samping kemajuan yang pesat ini, pemeriksan fisik dan mental di sisi
ranjang (beside) masih tetap memainkan peranan yang penting. Kita bahkan dapat
meningkatkan kemampuan pemeriksaan di sisi ranjang dengan bantuan teknologi
yang canggih. Kita dapat mempertajam kemampuan pemeriksaan fisik dan mental
dengan bantuan alat-alat canggih yang kita miliki.
Sampai saat ini kita masih tetap dan harus memupuk kemampuan kita
untuk melihat, mendengar dan merasa, serta mengobservasi keadaan pasien.
Dengan pemeriksaan anamnesis, fisik dan mental yang cermat, kita dapat
menentukan diagnosis, dan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan.. Pada
makalah ini akan dibahas pemeriksaan tingkat kesadaran, tanda rangsangan
meningeal, saraf kranial dan fungsi motorik.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemeriksaan Tingkat Kesadaran


Kesadaran adalah produk neurofisiologik dimana seorang individu mampu
berorientasi secara wajar terhadap waktu, tempat dan orang. Kesadaran adalah
keadaan sadar terhadap diri sendiri dan lingkungan. Keadaan sadar adalah
keadaan terjaga dan waspada dimana sipenderita akan bereaksi sepenuhnya dan
adekuat terhadap rangsangan visual, auditoris dan sensibel.
Koma adalah suatu keadaan tidak sadar total terhadap diri sendiri dan
lingkungan meskipun distimulasi dengan kuat. Diantara keadaan sadar dan koma
terdapat berbagai variasi keadaan/status gangguan kesadaran.
a. Cara Pemeriksaan Kualitatif
Tingkat kesadaran kualitatif yaitu :
- Composmentis : Keadaan sisitim sensorik utuh, ada waktu tidur dan
sadar penuh serta aktivitas yang teratur.
- Somnolen :Pasien dapat bangun spontan pada waktunya atau sesudah
dirangsang tapi kembali tidur setelah stimulasi dihilangkan.
- Sopor : Pasien terlihat tertidur tapi dapat dibangunkan dengan
rangsang verbal yang kuat, dapat spontan hanya waktu singkat, sistem
sensorik berkabut, dapat mengikuti beberapa perintah sederhana.
- Soporokoma : Pasien tidak ada respon dengan rangsang verbal, dengan
rangsang nyeri masih ada gerakan, reflek‐reflek (cornea, pupil dll)
masih baik dan nafas masih adekuat.
- Koma : Gerakan spontan negatif, reflek‐reflek negatif, fungsi
nafas terganggu atau negatif.
Tingkat kesadaran kualitatif kurang akurat karena merupakan hasil
pemeriksaan individual.
b. Cara Pemeriksaan Kuantitatif (Metoda Glasgow Coma Scale)
Aspek-aspek kesadaran yang dinilai secara kualitatif kurang seragam,
kriterinya sering kurang tegas sehingga bila digunakan untuk memonitor

2
tingkat kesadaran seseorang seringkali dilakukan oleh beberapa orang dengan
hasil yang tidak konsisten. Untuk mengatasi hal ini Prof. Dr. Bryan Jennet dan
Teasdale, ahli bedah saraf dari universitas Glasgow pada tahun 1974 menilai
tingkat kesadaran secara objektif dari tiga aspek, yaitu kemampuan membuka
mata, kemampuan motorikdankemampuanberkomunikasi.
Pemeriksaan fungsi membuka mata, respon verbal dan respon motorik
terhadap rangsangan yang diberikan. Rangsangan berupa suara atau
rangsangan nyeri. Rangsangan nyeri dapat diberikan pada supra orbita, ujung
kuku, manubrium sternum, prosesus stilomastoideus dan papilla mamae.
c. Penilaian Glasgow Coma Scale (GCS) Eye (Mata)
- Membuka mata spontan = 4
- Membuka mata dengan stimulus suara (panggilan) = 3
- Membuka mata dengan stimulus nyeri = 2
- Tidak membuka mata dengan stimulus apapun = 1

Lokasi memberikan rangsangan nyeri.1

3
d. Motor (Reaksi Motorik)
- Mengikuti perintah, dapat melakukan gerak sesuai perintah = 6
- Reaksi setempat, ada gerakan menghindar terhadap rangsangan
yang diberikan di beberapa tempat = 5
- Menghindari nyeri, reaksi fleksi cepat disertai abduksi bahu = 4
- Reaksi fleksi abnormal, fleksi lengan disertai adduksi bahu = 3
- Reaksi ekstensi terhadap nyeri, ekstensi lengan disertai adduksi,
endorotasi bahu dan pronasi lengan bawah = 2
e. Verbal
- Orientasi baik, berorientasi baik terhadap tempat, waktu dan orang = 5
- Gelisah (confused), jawaban yang kacau terhadap pertanyaan = 4
- Kata tak jelas (inappropriate), seperti berteriak dan tidak menanggapi
pembicaraan orang lain = 3
- Suara yang tidak jelas artinya (unintelligible‐sounds), selalu ada suara
rintihan dan erangan = 2
- Tak ada suara = 1
Cara kwantitatif dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
dipandang lebih baik karena beberapa hal, yaitu :1
- Dapat dipercaya
- Sangat teliti dan dapat membedakan kelainannya hingga tidak
terdapat banyak perbedaan antara dua penilai (obyektif)
- Dengan sedikit latihan dapat juga digunakan oleh perawat sehingga
observasi mereka lebih cermat
Hal-hal yang perlu diingat :
- Nilai maksimum E4M6V5 = 15, nilai minimum E1MV1 = 3
- Hati- hati bila ada disfasia (untuk menilai verbal) dan kelumpuhan
motorik (untuk menilai motorik)
- Penilaian GCS untuk anak-anak berumur < 5 tahun berbeda nilainya
dari dewasa, terutama untuk penilaian verbal dan motorik, mengingat
fungsi otak belum maksimum.

4
2.2 Pemeriksaan Tanda Rangsang Meningeal
Mekanisme perangsangan selaput otak disebabkan oleh pergeseran
struktur- struktur intrakranial atau oleh ketegangan saraf spinal yang hipersensitif
dan meradang. Tanda-tanda perangsangan selaput otak dan gejalanya ini
bervariasi bergantung pada berat ringan proses yang terjadi.
a. Kaku Kuduk
Jangan dikerjakan pada pasien dengan cervical tidak stabil seperti pada
trauma.
Cara : Pasien tidur telentang tanpa bantal.
Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang
sedang berbaring, kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan
diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama penekukan
diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita
dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku
kuduk dapat bersifat ringan atau berat.
Hasil pemeriksaan:
Leher dapat bergerak dengan mudah, dagu dapat menyentuh
sternum, atau fleksi leher  normal
Adanya rigiditas leher dan keterbatasan gerakan fleksi leher 
kaku kuduk
Arti klinis: Meningitis, meningoensefalitis, SAH, Karsinoma meningeal

A. Sewaktu mengangkat
kepala, badan ikut terangkat.
B. Gerakan leher ke kanan atau
kiri tidak ada gangguan.
C. Gerakan dorsofleksi tidak
ada tahanan

5
b. Kernig Sign
Pada pemeriksaan ini, pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya
pada persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat. Setelah itu
tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk
sudut lebih dari 135 derajat terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa
nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135 derajat, maka dikatakan kernig
sign positif.

c. Brudzinski I (Tanda Leher menurut Brudzinski)


Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan
dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, tangan pemeriksa yang satu
lagi sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya
badan kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada.
Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan
fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.

d. Brudzinski II (Tanda tungkai kontra lateral menurut Brudzinski)


Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan
pada sendi lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi

6
panggul. Bila timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi tungkai
kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini menandakan test ini
postif.

2.3 Pemeriksaan Saraf Kranial


Pemeriksaan saraf otak dapat membantu kita menentukan lokasi lesi dan
jenis penyakit. Tiap saraf otak harus diperiksa dengan teliti, karena itu perlu
pemahaman anatomi,fungsi dan hubungannya dengan struktur lainnya. Lesi dapat
terjadi pada serabut atau bagian perifer (infranuklir, pada inti (nuklir) atau
hubungan ke sentral (supranuklir). Bila inti rusak hal ini diikuti oleh degerasi
saraf perifernya. Saraf perifer dapat pula terganggu tersendiri.
Saraf otak terbagi atas saraf otak I-XII (Nervus cranialis I-XII). Saraf otak
I & II merupakan jaras-jaras berupa tonjolan otak. Saraf otak XI berasal dari
segmen servical atas medula spinalis. Saraf otak III-X dan XII berhubungan
dengan batang otak. Nervus cranial yang mempunyai fungsi motorik berasal dari
kelompok-kelompok sel yang terbenam di batang otak yang analog dengan sel-sel
pada cornu anterior medula spinalis, sedangkan saraf cranial sensorik berasal dari
kumpulan sel di batang otak, biasanya dalam ganglion-ganglion yang dianggap
aanalog dengan ganglion radiks dorsals saraf spinalis.

7
a. Saraf Otak I (Nervus Olfaktorius)
Anatomi:
Istilah umumnya ditujukan pada traktus olfaktorius, yang muncul dari
bulbus olfaktorius pada bagian ventral lobus frontalis dan dilanjutkan ke
posterior untuk berakhir tepat di sebelah lateral kiasma optikum, tempat
dimana jaras tersebut menembus cerebrum.

Persiapan : Pasien harus sadar dan kooperatif


Bahan kopi, teh, tembakau, jeruk,
pepperminth, kamper, aq. rosarum
Pemeriksaan :

8
1. Subyektif : Keluhan pasien
2. Obyektif
Tujuan pemeriksaan : untuk mendeteksi adanya gangguan menghidu
selain itu untuk mengetahui apakah gangguan tersebut disebabkan oleh
gangguan saraf atau penyakit hidung lokal.
Cara pemeriksaan:
Salah satu hidung pasien ditutup, dan pasien diminta untuk mencium
bau-bauan tertentu yang tidak merangsang .Tiap lubang hidung
diperiksa satu persatu dengan jalan menutup lubang hidung yang
lainnya dengan tangan. Sebelumnya periksa lubang hidung apakah ada
sumbatan atau kelainan setempat, misalnya ingus atau polip.
Interpretasi :
• Anosmia adalah hilangnya daya penghiduan
• Hiposmia adalah bila daya ini kurang tajam
• Hiperosmia adalah daya penghiduan yang terlalu peka
• Parosmia adalah gangguan penghiduan bilamana tercium bau yang
tidak sesuai misalnya minyak kayu putih tercium sebagai bau
bawang goreng.
• Jika parosmia dicirikan oleh modalitas olfaktorik yang tidak
menyenangkan atau yang memuakan seperti bacin, pesing dsb,
maka digunakan istilah lain yaitu kakosmia.
• Baik dalam hal parosmia maupun kakosmia adanya perangsangan
olfaktorik merupakan suatu kenyataan, hanya pengenalan nya saja
tidak sesuai, tetapi bila tercium suatu modalitas olfaktorik tanpa
adanya perangsangan maka kesadaran akan suatu jenis bau ini
adalah halusinasi, yaitu halusinasi olfaktorik.
b. Saraf Otak II (Nervus Optikus}
Anatomi :
Nervus optikum berisi serabut-serabut saraf yang timbul dari permukaan
dalam retina dan diteruskan ke posterior memasuki rongga cranium
melalui foramen optikum. Sebagian serabutnya menyilang ke sisi yang

9
lain melalui kiasma optikum.

Tujuan pemeriksaan : untuk mengukur tajam penglihatan (visus),


pengenalan warna, lapangan pandang dan pemeriksaan fundus
(funduskopi) serta untuk menentukan apakah kelainan pada penglihatan
disebabkan oleh kelainan okuler lokal atau oleh kelainan saraf.
1. Pemeriksaan Tajam Penglihatan (Visus)
Persiapan : Yakinkan tidak ada gangguan visus oleh karena penyakit
mata.

a) Tabel Snellen
Pasien berdiri 6 m dari kartu snellen.
Mata kiri ditutup dengan tangan kiri
dan visus mata kanan diperiksa.
Dengan mata kanannya membaca
huruf-huruf dalam tabel snellen.
Begitu juga sebaliknya untuk mata
kiri. Interpretasi
Visus normal : 6/6
x : Jarak penderita dengan snellen
y : Jarak dimana orang normal dapat
melihat tulisan dalam snellen

10
b) Jari-jari Tangan
• Visus pasien menurun →< 6/60,visus diperiksa dengan
menghitung jari-jari.
• Pasien memberitahukan berapa jari dokter yang diperlihatkan
kepadanya.
• Jika sejauh 6 m,tidak dilihat, jarak diperpendek sampai dapat
dilihat.
Interpretasi
• Normal : menghitung jari tangan jarak 60 m,
• Jika hanya dapat menghitung jari-jari tangan dari jarak 5 m→
visus: 5/60
c) Gerakan Tangan
- Pasien menentukan arah gerakan tangan pemeriksaan.
- Jarak berapa pasien dengan jelas dapat menentukan arah
gerakan tangan pemeriksa.
Interpretasi
Normal : Gerakan tangan dari jarak 300 m
Hanya melihat arah gerakan tangan dari 3 m→visus 3/300

d) Lampu / Cahaya
Memakai rangsangan cahaya.
Mata pasien disinari dengan cahaya lampu lalu pasien disuruh
menentukan gelap atau terang.
Interpretasi
Normal : Jarak tak terhingga
Jika dpt melihat cahaya dr jarak 1 m→ visus 1/~. Cahaya
tidak dilihat→visus: nol (nol light perseption)
2. Pemeriksaan & Interpretasi Pengenalan Warna
Pemeriksaan :
• Menggunakan kartu test istihara dan stiling / benang wol berwarna.
• Pasien membaca angka berwarna dlm kartu istihara atau stiling.

11
• Mengambil wol yang berwarna sesuai perintah. Interpretasi:
Normal atau Buta Warna
3. Pemeriksaan Lapang Pandang
Metode test :
Tanpa alat : Test konfrontasi.
Dengan alat : Test kampimeter dan Test perimeter Persiapan :
- Pasien kooperatif.
- Pasien diberi penjelasan test yang akan dilakukan
Test konfrontasi
Interpretasi: Normal atau menyempit

Test Kampimeter & Test Perimeter


• Papan hitam diletakan di depan pasien jarak 1 atau 2 m.
• Benda penguji (test objek) berupa bundaran kecil berdiameter 1-3
mm.
• Mata pasien difiksasi di tengah & benda penguji digerakan dari
perifer ke tengah dari segala jurusan
• Ada bagian bagian visual field yang buta dimana pasien tidak
dapat melihatnya, ini disebut dengan SKOTOMA.
• Skotoma positif : tanpa diperiksa pasien sudah merasa adanya
skotoma.
• Skotoma negatif: dengan diperiksa pasien baru merasa adanya
skotoma.
• Macam macam gangguan ”visual field” antara lain :
- Hemianopsia (temporal; nasal ; bitemporalis ; binasal)
- Homonymous hemianopsia
- Homonymous quadrantanopsia

12
- Total blindness dsb
4. Pemeriksaan Funduskopi
a) Pemeriksa memegang oftalmaskop dengan tangan kanan.
b) Tangan kiri pemeriksa memfiksasi dahi pasien.
c) Pemeriksa menyandarkan dahinya pd darsum manus tangan kiri
yang memegang dahi pasien.
d) Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa, begitu
sebaliknya.
e) Pemeriksa menilai retina & papil nervi optisi.
Interpretasi Funduskopi:
5. Gambaran retina
Normal :
- Latar belakang :merah jingga
- Papil nervus optikus : lebih muda
- Pembuluh darah berpangkal pada pusat papil memancarkan
cabang- cabangnya ke seluruh retina
- Arteri berwarna jernih dan vena berwarna merah tua
- Reflek sinar hanya tampak pada arteri
- Vena berukuran lebih besar & tampak berkelak-kelokdibandingkan
arteri
- Tampak pulsasi pada pangkal vena besar (di papil) dan
penekanan bola mata → pulsasi lebih jelas
6. Gambaran Nervus Optikus
Normal : Bentuk lonjong, warna jingga muda, bagian temporal sedikit
pucat, batas tegas, bagian nasal agak kabur, fisiologik
cupping, vena:arteri 3 : 2

13
Papil edema : papil hiperemis, batas papil kabur, cupping menghilang
Papil Atropi Primer : papil pucat, batas tegas, cupping (+)
Papil Atropi Sekunder : papil pucat,batas tidak tegas cupping (-)
c. Saraf Otak III, IV, VI (Okulomotorius, Troklearis, Abdusens)
Anatomi :
Nervus III (okulomotorius) meninggalkan otak pada sisi medial
pedunkulus serebri dimana serabut saraf ini terletak di sebelah posterior
arteri serebri posterior, di sebelah anterior arteri cerebelaris superior
dan di sebelah lateral arteeri basilaris. Kemudian nervus okulomotorius
berjalan ke anterior, disebelah lateral arteri carotis intern dalam sinus
kavernosus, dan meninggalkan rongga tengkorak melalui fisura orbitalis
superior.
Nervus IV (trokhlearis) mempunyai tempat asal superfisial pada
dorsal batang otak, lalu melengkung ke ventral diantara arteri cerebri
posterior dan arteri cerebelaris superior (disebelah lateral nervus
okulomotorius). Nervus ini terus berjalan ke anterior di dalam dinding
lateral sinus kavernosus, diantara nervus okulomotorius dan cabang
opthalmika nervus trigeminus, dan memasuki orbita melalui fisura orbitalis
superior.
Nervus VI (abdusen) keluar dari permukaan ventral batang otak di
dalam alur antara piramis medulla dan ujung caudal pons, serta kemudian
berjalan sepanjang sinus kavernosus untuk keluar dari rongga cranium
melalui fisura orbitalis superior.

14
Fungsi N III,IV,VI saling berkaitan dan diperiksa bersama-sama.
Fungsinya ialah menggerakkan otot mata ekstraokuler dan mengangkat
kelopak mata. Serabut otonom N III mengatur otot pupil.
Pemeriksaan nervi III, IV, VI:
1. Inspeksi saat istirahat :
 Kedudukan bola mata
 Observasi celah kelopak mata
2. Inspeksi saat bergerak :
Observasi gerakan mata sesuai perintah
3. Pemeriksaan fungsi & reaksi pupil
1. Inspeksi saat istirahat
a. Kedudukan bola mata Pemeriksaan
- Kedudukan mata kiri dan kanan semetris/tidak
- Strabismus, deviasio conjugee, krisis akulogirik
- Eksoptalmus / endoftalmus Interpretasi
Normal : Kedudukan bola mata simetris
Kelainan : Stabismus, deviatio conjugee, krisis okulogirik,
eksoptalmus/endoftalmus.
b. Observasi celah kelopak mata
Pemeriksaan :
- Penderita memandang lurus kedepan
- Perhatikan kedudukan kelopak mata thd pupil & iris.
Interpretasi
Normal : simetris kanan-kiri
Kelainan : 1.Celah kelopak mata menyempit : Ptosis, Enoftalmus
dan blefarospasmus
c. Celah kelopak mata melebar : Eksoftalmus & proptosis
2. Pemeriksaan gerakan bola mata
 Penilaian gerakan monokular

15
 Penilaian gerakan kedua bola mata atas perintah
 Penilaian gerakan bola mata mengikuti obyek bergerak
 Pemeriksaan gerakan konjungat reflektorik (doll’s eye movement)

Interpretasi gerakan bola mata :


 Normal :
o Gerakan konjungat
o Gerakan diskonjungat/gerakan konversion
o Dolls eye movement (+)
 Kelainan :
o Stabismus
o Gerakan okulogirik
o Diplopia
o Gangguan gerakan bola mata kesamping
o Gangguan gerakan bola mata adduksi, kebawah
3. Pemeriksaan & Interpretasi Pupil-Reaksi pupil
Pemeriksaan :
 Observasi bentuk, ukuran pupil & posisi pupil
 Perbandingan pupil kanan dan kiri
 Pemeriksaan reflek pupil :
Reflek cahaya langsung
Reflek cahaya tidak langsung atau konsensuil
Reflek pupil akomodatif /reflek pupil konvergensi
Interpretasi :
Normal :

16
 Bentuk pupil : bulat reguler
 Ukuran pupil : 2 mm – 5 mm
 Posisi pupil : ditengah-tengah
 Isokor
 Reflek cahaya langsung (+)
 Reflek cahaya konsensuil (+)
 Reflek akomodasi/konvergensi (+)
Kelainan :
- Pintpoin pupil
- Bentuk ireguler
- Anisokor dengan kelainan reflek cahaya
- Pupil marcus gunn
- Pupil argyll robertson
- Pupil adie

d. Saraf Otak V (Nervus Trigeminus)


Anatomi :
Nervu V (trigeminus) berisi radiks sensoris yang besar dan radiks
motorik yang lebih kecil. Bagian sensorik berasal dari sel-sel pada
ganglion semilunaris (gasseri) yang besar di bagian lateral sinus
kavernosus, berjalan ke posterior di antara sinus petrosus superior
dan tentorium, serta menembus pedunkulus cerebelaris medius untuk
memasuki pons. Serabut-serabut bagian opthalmika masuk ke dalam
tengkorak melalui fisura orbitalis superior. Serabut-serabut sensorik
bagian mndibularis, bersatu dengan bagian motorik atau masticator yang
meninggalkan pons di bagian ventromedial sensory rootlets dan
meninggalkan rongga cranium melalui foramen ovale.

Pemeriksaan:

17
1. Fungsi motorik N. Trigeminus
2. Fungsi sensorik N.Trigeminus

3. Reflek Trigeminal
1. Fungsi Motorik N. Trigeminus
 Pasien menggigit giginya sekuat-kuatnya, palpasi m. maseter &
temporalis
 Pasien membuka mulutnya,perhatikan deviasi rahang bawah
(m. pterigoideus lateralis)
 Kayu tong spatel digigit bergantian, bandingkan bekas gigitan
(M. Pterigoideus Medialis)
Interpretasi
Normal:
- Kontraksi m. masseter & m. temporalis simetris
- Rahang bawah berada ditengah tengah
- Kekuatan gigitan kayu tong spatel, sama dalam pada gigitan
kanan dan kiri Kelainan :
- Kontraksi m. masseter & m. temporalis kanan dan kiri (-) /
melemah.
- Deviasi rahang bawah saat membuka mulut ke sisi
m.pterigoideus lateralis yg lumpuh.
- Bekas gigitan pada sisi m.pterigoideus medialis yang
lumpuh lebih dangkal.
2. Fungsi Sensorik N. Trigeminus
Cara pemeriksaan :
Dengan kapas dan jarum dapat diperiksa rasa nyeri dan suhu,
kemudian lakukan pemeriksaan pada dahi, pipi dan rahang bawah.
Interpretasi :
Normal : gangguan sensibilitas (-) Kelainan :
 Analgesi : Tidak merasakan rangsang
nyeri

18
 Termanestesi : Tidak merasakan
rangsangan suhu
 Anestesi : tidak merasakan rangsangan raba

3. Reflek Trigeminal
a. Refleks kornea (berasal dari sensorik Nervus V)
Kornea disentuh dengan kapas, bila normal pasien akan menutup
matanya atau Lalu menanyakan apakah pasien dapat merasakan.

b. Refleks masseter / Jaw reflex (berasal dari motorik Nervus V)


Dengan menempatkan satu jari pemeriksa melintang pada
bagian tengah dagu, lalu pasien dalam keadaan mulut setengah
membuka dipukul dengan ”hammer refleks”. Normalnya
didapatkan sedikit saja gerakan, malah kadang kadang tidak ada.
Bila ada gerakan nya hebat yaitu kontraksi m.masseter, m.
temporalis, m. pterygoideus medialis yang menyebabkan mulut
menutup ini disebut reflex meninggi
c. Refleks supraorbital
Dengan mengetuk jari pada daerah supraorbital, normalnya akan
menyebabkan mata menutup homolateral (tetapi sering diikuti
dengan menutupnya mata yang lain).

e. Saraf Otak VII (Nervus Fasialis)


Anatomi :
Radiks motorik nervus fasialis muncul dari batas posterior pons tepat di
sebelah lateral olive inferior sepanjang sisi medial sudut serebelopontin
dan meninggalkan cranium melalui meatus akustikus internus. Radiks

19
sensorik berasal dari sel-sel pada ganglion genikulatum dan berjalan
sepanjang meatus akustikus intrnus untuk menembus medulla oblongata
melalui bagian yang berada disebelah dorsal (nervus dari wrisberg).

Pemeriksaan:
a. Fungsi motorik N.Fasialis
b. Fungsi sensorik N.Fasialis
c. Parasimpatis N.Fasialis

1. Pemeriksaan dan Interpretasi fungsi Motorik


a. Observasi otot wajah dalam keadaan istirahat Pemeriksaan :
Pasien diperiksa dalam keadaan istirahat. Perhatikan wajah pasien
kiri dan kanan apakah simetris atau tidak. Perhatikan juga lipatan
dahi, tinggi alis, lebarnya celah mata, lipatan kulit nasolabial dan
sudut mulut.

b. Observasi otot wajah saat digerakkan


- Mengerutkan dahi, dibagian yang lumpuh lipatannya tidak
dalam.
- Mengangkat alis
- Menutup mata dengan rapat dan coba buka dengan tangan
pemeriksa.
- Moncongkan bibir atau menyengir.

20
- Suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi mengembung tekan
kiri dan kanan apakah sama kuat . Bila ada kelumpuhan maka
angin akan keluar kebagian sisi yang lumpuh.
2. Pemeriksaan fungsi Pengecapan
Persiapan :
Bahan : Larutan garam (rasa asin), gula (rasa manis), kinine (rasa
pahit) cuka (rasa asam)
Pemeriksaan:
1. Mintalah pasien untuk menjulurkan
lidahnya
2. Bersihkan lidah sebelum pemeriksaan
3. Berilah rangsangan pada indera pengecapnya 2/3 bagian depan
4. Pasien cukup menuliskan apa yang terasa diatas secarik kertas
Interpretasi : Ageusia, Pargeusia, Hipoageusia dan Hemiageusia

3. Pemeriksaan fungsi parasimpatis


Pemeriksaan :
1. Inspeksi lakrimasi dan sekresi kelenjar ludah
2. Gunakan kertas lakmus untuk memeriksa sekresi glandula
lakrimasi, glandula submaxilaris dan glandula sublingualis
Bahannya adalah: Glukosa 5 %, Nacl 2,5 %, Asam sitrat 1 %, Kinine
0,075 %. Cara :
• Sekresi air mata.
• Dengan menggunakan Schirmer test ( lakmus merah )
• Ukuran : 0,5 cm x 1,5 cm
• Warna berubah menjadi Biru : Normal: 10 – 15 mm ( lama 5
menit ). Interpretasi :
Normal : Lakrimasi dan sekresi glandula submasilaris dan

21
sublingualis baik Kelainan : Hiperlakrimasi dan Hiposekresi gl.
submaxilaris dan sublingualis

f. Saraf Otak VIII (Nervus Kokhlearis, Nervus Vestibularis)


Antomi :
Nervus akustikus atau statoakustikus memasuki rongga cranium
melalui meatus akustikus internus dan masuk kedalam batang otak di
belakang tepi posterior pedunkulus serebelaris medius. Bagian vestibuler
timbul dari sel-sel dalam ganglion vestibularis (ganglion dari scarpa) yang
terletak di dalam bagian dorsal meatus auditori inteernus. Bagian koklear
timbul dari ganglion spiralis.

1. Pemeriksaan N. Kokhlearis
Fungsi N. Kokhlearis adalah untuk pendengaran.

a. Pemeriksaan Weber.
Maksudnya membandingkan transportasi melalui tulang
ditelinga kanan dan kiri pasien. Garpu tala ditempatkan didahi pasien,
pada keadaan normal kiri dan kanan sama keras (pasien tidak dapat

22
menentukan dimana yang lebih keras).
Pendengaran tulang mengeras bila pendengaran udara
terganggu, misal: otitis media kiri, pada test weber terdengar kiri lebih
keras. Bila terdapat ” nerve deafness ” disebelah kiri , pada test weber
dikanan terdengar lebih keras .
b. Pemeriksaan Rinne.
Maksudnya membandingakn pendengaran melalui tulang dan
udara dari pasien. Pada telinga yang sehat, pendengaran melalui udara
didengar lebih lama dari pada melalui tulang. Garpu tala
ditempatkan pada planum mastoid sampai pasien tidak dapat
mendengarnya lagi. Kemudian garpu tala dipindahkan kedepan meatus
eksternus. Jika pada posisi yang kedua ini masih terdengar dikatakan
test positip. Pada orang normal test Rinne ini positif. Pada
“Conduction deafness” test Rinne negatif.

c. Pemesiksaan Schwabach
Pada test ini pendengaran pasien dibandingkan dengan
pendengaran pemeriksa dibandingkan dengan pendengaran pemeriksa
yang dianggap normal. Garpu tala dibunyikan dan kemudian
ditempatkan didekat telinga pasien. Setelah pasien tidak mendengarkan
bunyi lagi, garpu tala ditempatkan didekat telinga pemeriksa. Bila
masih terdengar bunyi
oleh pemeriksa, maka dikatakan bahwa Schwabach lebih pendek
(untuk konduksi udara). Kemudian garpu tala dibunyikan lagi dan

23
pangkalnya ditekankan pada tulang mastoid pasien. Dirusuh ia
mendengarkan bunyinya. Bila sudah tidak mendengar lagi maka garpu
tala diletakkan ditulang mastoid pemeriksa. Bila pemeriksa masih
mendengarkan bunyinya maka dikatakan Schwabach (untuk konduksi
tulang) lebih pendek.

2. Pemeriksaan N. Vestibularis
a. Pemeriksaan dengan test kalori
Bila telinga kiri didinginkan (diberi air dingin) timbul
nystagmus kekanan. Bila telinga kiri dipanaskan (diberi air panas)
timbul nystagmus kekiri. Nystagmus ini disebut sesuai dengan fasenya
yaitu : fase cepat dan fase pelan, misalnya nystagmus kekiri berarti
fase cepat kekiri. Bila ada gangguan keseimbangan maka perubahan
temperatur dingin dan panas memberikan reaksi.
b. Pemeriksaan “past pointing test”
Pasien diminta menyentuh ujung jari pemeriksa dengan jari
telunjuknya, kemudian dengan mata tertutup pasien diminta untuk
mengulangi. Normalnya pasien harus dapat melakukannya.
c. Test Romberg
Pada pemeriksaan ini pasien berdiri dengan kaki yang satu
didepan kaki yang lainnya. Tumit kaki yang satu berada didepan jari
kaki yang lainnya, lengan dilipat pada dada dan mata kemudian
ditutup. Orang yang normal mampu berdiri dalam sikap Romberg yang
dipertajam selama 30 detik atau lebih.
d. Test melangkah ditempat (Stepping test)
Pasien disuruh berjalan ditempat, dengan mata tertutup,
sebanyak 50 langkah dengan kecepatan seperti jalan biasa.Selama test
ini pasien diminta untuk berusaha agar tetap ditempat dan tidak
beranjak dari tempatnya selama test berlangsung. Dikatakan abnormal
bila kedudukan akhir pasien beranjak lebih dari 1 meter dari tempatnya

24
semula, atau badan terputar lebih dari 30 derajat.
g. Saraf Otak IX & X (Nervus Glosofaringeus & Nervus Vagus0)
Anatomi :
Nervus glosofaringeus berisi serabut-serabut sensorik yang berasal
dari sel-sel dalam ganglion superior dan petrosus, lalu berjalan melewati
foramen jugulare dan memasuli medulla oblongata pada sisi lateral oliva
inferior tepat di belakang nervus fasialis. Bagian motorik muncul pada
nucleus ambigus dan meninggalkan lateral medulla oblongata untuk bersatu
dengan bagian sensorik.
Nervus vagus berisi serabut-serabut aferen yang berasal dari sel-sel
dalam ganglion jugularis dan ganglion nodosum tepat di bawah foramen
jugulare, dan berjalan memalui foramen jugulare untuk memasuki medulla
tepat di belakang nervus glosofaringeus. Serabut-serabut motoriknya
meninggalkan medulla oblongata dan bersatu dengan bagian sensorik saraf
tersebut.

Nervus IX Nervus X

1. Pemeriksaan Fungsi Motorik


A. Inspeksi Lengkung Langit-langit
Minta penderita membuka mulut dan suruh ucapkan “Ah,Ah”.

25
Perhatikan lengkung langit-langit dan posisi uvula.

Interpretasi :
Normal : Simetris lengkung langit-langit
Kelainan : Lengkung langit-langit yg sehat bergerak keatas.
Lengkung langit-langit yg lumpuh tertinggal.

B. Pemeriksaan fungsi menelan


Minta penderita minum air, lalu perhatikan apakah pasien
mampu minum air atau air masuk ke hidung.
Interpretasi:
Normal : Mampu minum air dg baik.
Kelainan : Air akan masuk ke hidung pd lesi n.IX bilateral
C. Pemeriksaan Fonasi suara
Minta penderita mengucapkan “ a.a.a.a.a.” Interpretasi :
Normal : Tidak ada kelainan
Kelainan : Gangguan fonasi suara “sengau”
2. Pemeriksaan fungsi parasimpatis
Inspeksi sekresi kelenjar ludah Interpretasi :
Normal : Sekresi kelenjar ludah ada
Kelainan : Sekresi kelenjar ludah (-)
3. Pemeriksaan Fungsi Sensorik
a. Reflek muntah
Sentuh bagian atas faring/palatum molle Interpretasi : Reflek muntah
+/ -
b. Pemeriksaan Fungsi pengecapan Minta pasien
menjulurkan lidahnya.

26
Bersihkan lidah penderita pada 1/3 bagian belakang. Berilah
rangsangan pengecapan pada lidah 1/3 belakang.
Interpretasi : Ageusia, Hipoageusia, Parageusia dan Hemiageusia

a. Saraf Otak XI (Nervus Aksesorius)


Anatomi :
Nervus aksesorius timbul superficial dari suatu rangkaian filamen yang
berada di belakang filamen-filamen radiks nervus vagus, dari permukaan
lateral medulla oblongata dan medulla spinalis servikal atas serta
meninggalkan cranium melalui foramen jugulare.
1. Pemeriksaan Fungsi M. Sterno Kleidomastodius
Pasien diminta untuk menoleh kekanan dan kekiri dan ditahan
oleh pemeriksa, kemudian dilihat dan diraba tonus dari m.
Sternocleidomastoideus.
Interpretasi :
Normal : Kontraksi +
Kelainan : Kontkaksi -
2. Pemeriksaan Fungsi M.Trapezius
Memeriksa tonus dari m. Trapezius. Dengan menekan pundak
pasien dan pasien diminta untuk mengangkat pundaknya.
A. Saat Istirahat
B. Saat bahu digerakkan Interpretasi :
Normal : simetris
Kelainan : Asimetris : kelemahan pada bahu yg sakit

27
b. Saraf Otak XII (Nervus Hipoglosus)
Anatomi :
Nervus hipoglosus berjalan dari tempat asal superficial melalui filament di
dalam sulkus ventrolateralis medulla oblongata diantara oliva inferior dan
piramis, filament-filamen ini kemudian menyatu dan meninggalkan fossa
posterior tulang tengkorak melalui canalis hipoglosus.

Cara pemeriksaan.
• Dengan adanya gangguan pergerakan lidah, maka perkataan
perkataan tidak dapat diucapkan dengan baik hal demikian disebut:
dysarthri.
• Dalam keadaan diam lidah tidak simetris, biasanya tergeser ke
daerah lumpuh karena tonus disini menurun.
• Bila lidah dijulurkan maka lidah akan membelok kesisi yang sakit.
• Melihat apakah ada atrofi atau fasikulasi pada otot lidah .
• Kekuatan otot lidah dapat diperiksa dengan menekan lidah ke samping
pada pipi dan dibandingkan kekuatannya pada kedua sisi pipi.

28
2.4 Pemeriksaan Sistim Motorik
Pemeriksaan sistim motorik sebaiknya dilakukan dengan urutan urutan
tertentu untuk menjamin kelengkapan dan ketelitian pemeriksaan.3
1. Pengamatan
• Gaya berjalan dan tingkah laku.
• Simetri tubuh dan ektremitas.
• Kelumpuhan badan dan anggota gerak dan lain-lain.
2. Gerakan Volunter
Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa,
misalnya:
- Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu.
- Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti.
- Mengepal dan membuka jari-jari tangan.
- Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul.
- Fleksi dan ekstensi artikulus genu.
- Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki.
- Gerakan jari- jari kaki.
3. Palpasi otot
• Pengukuran besar otot
• Nyeri tekan
• Kontraktur
• Konsistensi (kekenyalan)
• Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada :
- Spasmus otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal: meningitis,
HNP.
- Kelumpuhan jenis UMN ( spastisitas ).
- Gangguan UMN ekstrapiramidal ( rigiditas ).
- Kontraktur otot.
• Konsistensi otot yang menurun terdapat pada:

29
– Kelumpuhan jenis LMN akibat denervasi otot.
– Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di ”motor end plate”.
4. Perkusi otot
• Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi yang bersifat
setempat dan berlangsung hanya 1 atau 2 detik saja.
• Miodema : penimbunan sejenak tempat yang telah diperkusi
(biasanya terdapat pada pasien mixedema, pasien dengan gizi buruk).
• Miotonik : tempat yang diperkusi menjadi cekung untuk beberapa
detik oleh karena kontraksi otot yang bersangkutan lebih lama dari
pada biasa.
5. Tonus otot.
• Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa
kemudian ekstremitas tersebut kita gerak-gerakkan fleksi dan ekstensi
pada sendi siku dan lutut . Pada orang normal terdapat tahanan yang
wajar.
• Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali (dijumpai pada kelumpuhan
LMN).
• Hipotoni : tahanan berkurang.
• Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan, ini
dijumpai pada kelumpuhan UMN.
• Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada
Parkinson.
6. Kekuatan Otot
• Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot
ada dua cara:
- Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya
dan pemeriksa menahan gerakan ini.
- Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan
ia disuruh menahan.
Untuk memeriksa kekuatan otot maka sebaiknya dilakukan satu arah
gerakan pada satu sendi saja dan otot atau kelompok otot tersebut langsung

30
dinilai. Gerakan dapat pula dilakukan dengan menyuruh pasien membuat
gerakan tersebut.5
Cara menilai kekuatan otot dengan menggunakan angka dari 0-5,
yaitu:
 Derajat 5 : kekuatan normal. Seluruh gerakan dapat dilakukan otot
tersebut dengan tahanan maksimal dari pemeriksa yang dilakukan
berulang-ulang tanpa terlihat adanya kelelahan.
 Derajat 4 : seluruh gerakan otot dapat dilakukan melawan gaya berat
dan juga melawan tahanan ringan dan sedang dari pemeriksa.
 Derajat 3 : seluruh gerakan otot dapat dilakukan melawan gaya berat,
tetapi tidak dapat melawan tahanan dari pemeriksa.
 Derajat 2 : otot hanya dapat bergerak bila gaya berat dihilangkan.
 Derajat 1 : kontraksi otot minimal dapat terasa pada otot bersangkutan
tanpa mengakibatkan gerakan.
 Derajat 0 : tidak ada kontraksi sama sekali, paralisis total. Cara
pemeriksaan otot :
Pasien disuruh menggerakkan otot menurut fungsinya dan pemeriksa
memberikan perlawanan terhadap gerakan tersebut, atau sebaliknya pemeriksa
melakukan gerakan pasif pada anggota gerak pasien dan pasien disuruh
melawan gerakan tersebut.
Anggota gerak atas, yaitu :
• Pemeriksaan otot oponens digiti kuinti (C7,C8,T1,saraf ulnaris)
• Pemeriksaan otot aduktor policis (C8,T1 , saraf ulnaris ).
• Pemeriksaan otot interosei palmaris (C8,T1,saraf ulnaris ).
• Pemeriksaan otot interosei dorsalis (C8,T1, saraf ulnaris ).
• Pemeriksaan abduksi ibu jari.
• Pemeriksaan otot ekstensor digitorum (C7,8,saraf radialis ).
• Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian atas ( C5-C8).
• Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian bawah ( C5-C8).
• Pemeriksaan otot latisimus dorsi (C5-C8, saraf subskapularis).
• Pemeriksaan otot seratus aterior (C5-C7,saraf torakalis ).

31
• Pemeriksaan otot deltoid (C5,C5, saraf aksilaris).
• Pemeriksaan otot biseps (C5,C6, saraf muskulokutaneus).
• Pemeriksaan otot triseps (C6-C8, saraf radialis). Anggota gerak
bawah, yaitu ;
• Pemeriksaan otot kuadriseps femoris (L2-L4,saraf femoralis).
• Pemeriksaan otot aduktor (L2-L4, saraf obturatorius).
• Pemeriksaan otot kelompok ” hamstring ” (L4,L5,S1,S2,saraf siatika).
• Pemeriksaan otot gastroknemius (L5,S1, S2,saraf tibialis).
• Pemeriksaan otot fleksor digitorum longus (S1, S2, saraf tibialis

2.4.1 Pemeriksaan Respon Refleks
Refleks adalah jawaban terhadap suatu rangsangan
- Eknik pemeriksaan refleks dalam
• Refleks Biseps
Didapat melalui peregangan tendon biseps pada saat siku dalam
keadaan fleksi. Orang yang menguji menyokong lengan bawah
dengan satu lengan sambil menempatkan jari telunjuk
menggunakan palu refleks.

• Refleks Triseps
Lengan klien difleksikan pada siku dan diposisikan di depan dada.
Pemeriksa menyokong lengan klien dan mengindentifikasi tendon
triseps dengan memalpasi 2,5-5 cm di atas siku. Pemukulan
langsung pada tendon normalnya menyebabkan kontraksi otot
triseps dan ekstensi siku.

32
• Refleks Pektoralis
Posisi klien berbaring telentang dengan kedua lengan lurus di
samping badan. Stimulus diberikan dengan ketukan pada jari
pemeriksa yang ditempatkan pada tepi lateral otot pektoralis.
• Refleks Patella
Dengan cara mengetuk tendon patella tepat di bawah patella. Klien
dalam keadaan duduk atau tidur telentang.Jika klien telentang,
pengaji menyokong kaki untuk memudahkan relaksasi otot.
Kontraksi quadriceps dan ekstensi lutut adalah respons normal.

• Refleks Tendon Achilles


Pemeriksaan dengan posisi tungkai klien ditekukkan di sendi lutut
dan kaki didorsofleksikan.

– Teknik pemeriksaan refleks superficial

33
Refleks superfisial adalah gerakan reflektorik yang timbul
sebagai respon atas stimulasi terjadap kulit atau mukosa.
• Refleks kontraksi abdominal
Ditimbulkan oleh goresan pada kulit didnding abdomen.Hasil yang
didapat adalah kontraksi yang tidak disadari otot abdomen dan
selanjutnya menyebabkan skrotum tertarik.
• Refleks kremaster dan refleks skrotal
Gerakan reflektorik pada refleks scrotal terdiri atas gerakan yang
tidak menentu di dalam skrotum yang dapat terlihat dari luar atas
penggoresan kulit paha di sekitar daerah skrotum.
• Refleks gluteal
Terdiri atas gerakan reflektorik otot gluteus ipsilateral bilamana
bokong digores atau ditusuk dengan jarum atau ujung gagang palu
refleks gluteal menghilang jika terdapat lesi di segmen L4-S1.
• Refleks plantar
Penggoresan terhadap kulit telapak kaki akan menimbulkan plantar
fleksi kaki dan jari kaki.
2.4.2 Pemeriksaan Refleks Patologis
Refleks patologis adalah refleks-refleks yang tidak dapat dibangkitkan
pada orang-orang yang sehat kecuali pada bayi dan anak kecil.
• Ekstensor plantar respons/tanda babinski
Reaksi yang terdiri dari ekstensi jari-jari kakerta elevasi ibu jari
kaki atas penggoresan telapak kaki bagian lateral.

• Refleks chaddock

34
Metode memberikan perangsangan dengan penggoresan terhadap kulit
dorsum pedis bagian lateralnya atau penggoresan terhadap kulit di
sekitar maleolus eksterna.

• Refleks Oppenheim
Perangsangannya dengan memberikan pengurutan dari proksimal
ke distal secara keras dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan
terhadap kulit yang menutupi os tibia.

• Refleks Gordon
Membangkitkan ekstensor plantar response dengan cara memencet
betis secara keras.

• Refleks schaeffer

35
Dengan memencet tendon Achilles secara keras.

• Refleks bing
Dengan memberikan rangsang tusuk pada kulit yang menutupi
metatarsal kelima.
• Refleks gonda
Menekan (memfleksikan) jari kaki ke-4, lalu melepaskannya
dengan cepat. Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari
kaki, disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.

2.5 Fungsi Koordinasi


Tujuan pemeriksaan ini untuk menilai aktivitas serebelum.
Serebelum adalah pusat yang paling penting untuk mengintegrasikan
aktivitas motorik dari kortex, basal ganglia, vertibular apparatus dan korda
spinalis. Lesi organ akhir sensorik dan lintasan – lintasan yang mengirimkan
informasi ke serebelum serta lesi pada serebelum dapat mengakibatkan
gangguan fungsi koordinasi atau sering disebut “ Cerebellar sign “.
Macam-macam pemeriksaan “ Cerebellar sign”
- Test telunjuk hidung.
- Test jari – jari tangan.

36
- Test tumit – lutut.
- Test diadokinesia berupa: pronasi – supinasi, tapping jari tangan.
- Test fenomena rebound.
- Test mempertahankan sikap.
- Test nistagmus.
- Test disgrafia.
- Test romberg.
• Test romberg positif: baik dengan mata terbuka maupun dengan
mata tertutup, pasien akan jatuh kesisi lesi setelah beberapa saat
kehilangan kestabilan (bergoyang – goyang).
• Pasien sulit berjalan pada garis lurus pada tandem walking, dan
menunjukkan gejala jalan yang khas yang disebut “celebellar gait”
• Pasien tidak dapat melakukan gerakan volunteer dengan
tangan,lengan atau tungkai dengan halus. Gerakan nya kaku dan
terpatah-patah. Gait dan Station.
• Pemeriksaan ini hanya dilakukan bila keadaan pasein
memungkinkan untuk itu. Harus diperhitungkan adanya
kemungkinan kesalahan interpretasi hasil pemeriksaan pada orang
orang tua atau penyandang cacat non neurologis. Pada saat pasien
berdiri dan berjalan perhatikan posture, keseimbangan , ayunan
tangan dan gerakan kaki dan mintalah pasien untuk melakukan.
• Jalan diatas tumit.
• Jalan diatas jari kaki.
• Tandem walking.
• Jalan lurus lalu putar.
• Jalan mundur.
• Hopping.
• Berdiri dengan satu kaki.
Macam macam Gait:
• Hemiplegik gait: gaya jalan dengan kaki yang lumpuh digerakkan
secara sirkumduksi.

37
• Spastik ( scissors gait ): gaya jalan dengan sirkumduksi kedua tungkai,
misalnya spastik paraparese.
• Tabetic gait: gaya jalan pada pasien tabes dorsalis.
• Steppage gait: gaya jalan seperti ayam jago, pada paraparese flaccid
atau paralisis n. Peroneus.
• Waddling gait: gaya berjalan dengan pantat dan pinggang bergoyang
berlebihan, khas untuk kelemahan otot tungkai proksimal, misalnya
otot gluteus.
• Parkinsonian gait: gaya berjalan dengan sikap tubuh agak
membungkuk, kedua tungkai berfleksi sedikit pada sendi lutut dan
panggul. Langkah dilakukan setengah diseret dengan jangkauan yang
pendek-pendek.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Cambell W, DeJong’s The Neurologic Examination Sixth edition, Lippincott


Williams and Wilkins, Philadelpia, 2005;19-20,37-40,97-277
2. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, FKUI,
Jakarta, 2004; 7-111
3. Juwono T, Pemeriksaan Klinik Neurologi dalam Praktek. EGC, Jakarta; 5- 53
4. Posner JB, Schiff ND, Saper CB, Plum F, Plum and Posner Diagnosis of
Stupor and Coma fourth edition, Oxford University Press, Oxford, 2007; 38-
42
5. Markam S, Penuntun Neurologi, Binarupa Aksara, Jakarta; 18-50
6. Chusid JG, Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional Bagian Satu,
Gajah Mada University Press, Jogjakarta, 1990; 150-190
7. Duus Peter, Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda dan Gejala
edisi II, EGC, Jakarta; 78-127
8. Fitzgerald MJ, Gruener G, Mtui E, Clinical Neuroanatomy and Neuroscience
Fifth edition International edition, Saunders Elsevier, British, 2007; 225-257

39

Anda mungkin juga menyukai