Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

GANGGUAN TIDUR

Oleh :
Rahmi Nurbadriyah N, S.Ked
712021076

Pembimbing :
dr. Hj. Isma Yulianti, Sp.S.

SMF ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2022

i
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

Judul:
Gangguan Tidur

Oleh:
Rahmi Nurbadriyah N, S.Ked

712021076

Telah dilaksanakan pada bulan Januari 2023 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Saraf di RSUD
Palembang BARI

Palembang, Januari 2023

Dokter Pendidik Klinik

dr. Hj. Isma Yulianti, Sp.S.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Gangguan Tidur”, sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada
Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya
sampai akhir zaman.
Dalam penyelesaian refferat ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan, dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :
1. dr. Hj. Isma Yulianti, Sp.S selaku pembimbing yang telah memberikan
masukan serta bimbingan dalam penyelesaian laporan kasus ini
2. Rekan sejawat seperjuangan serta semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
telah diberikan dan semoga refferat ini dapat bermanfaat bagi semua.

Palembang, Januari 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 2
2.1 Fisiologi ..................................................................................... 3
2.2.1 Fisiologi Tidur ...................................................................... 6
2.2.2 Fisiologi Melatonin ................................................................ 6
2.2.3 Irama Sirkandian..................................................................... 7
2.2 Gangguan Tidur ......................................................................... 6
2.2.1 Definisi Stroke ...................................................................... 6
2.2.2 Etiologi ................................................................................... 6
2.2.3 Gangguan Tidur Primer .......................................................... 8
2.2.4 Gangguan Tidur Akibat Gangguan Mental ............................. 8
2.2.5 Gangguan Tidur Akibat Gangguan Mental ............................. 8
2.3 Tatalaksana ................................................................................ 6
2.4 Komplikasi ................................................................................ 6
BAB III KESIMPULAN ............................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 30

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tidur merupakan suatu aktivitas yang dilakukan setiap hari dan menjadi
kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Tidur merupakan keadaan
aktif dan berulang yang terjadi pada setiap individu.1 Individu memerlukan
tidur yang cukup untuk dapat berfungsi secara optimal. Pola tidur yang cukup
pada orang dewasa adalah 7-8 jam per malam, tidak terkecuali pada orang
yang sakit.2 Tidur sangat bermanfaat untuk kesehatan tubuh sehingga mereka
yang mempunyai jam tidur terbatas dan sering terbangun mempunyai risiko
empat kali lebih banyak mengalami serangan jantung. Hal ini disebabkan
karena jantung bekerja lebih berat jika individu kekurangan waktu tidurnya.3
Seseorang yang mengalami gangguan sulit tidur (insomnia) akan
berkurang kuantitas dan kualitas tidurnya. Insomnia adalah gangguan tidur
yang sering dikeluhkan. Gangguan tidur ini dapat mempengaruhi pekerjaan,
aktivitas sosial dan status kesehatan bagi penderita. Seseorang dapat
mengalami insomnia akibat stress situasional seperti masalah keluarga,
masalah di tempat kerja atau kampus, penyakit atau kehilangan orang yang
dicintai. Kesulitan tidur, sering terbangun di malam hari, sulit untuk tidur
kembali, dan bangun dini hari serta merasa tidak segar saat bangun pagi
adalah bentuj keluhan insomnia yang biasa dialami oleh penderita.4
Menurut DSM-V definisi insomnia adalah kesulitan untuk memulai tidur,
mempertahankan tidur atau kualitas tidur yang buruk selama 1 bulan atau
lebih. Diagnosis sebagai insomnia kronik ditegakkan jika keluhan tersebut
dirasakan lebih dari 1 bulan.5
National Sleep Foundation (2011), melaporkan bahwa di Amerika pada
tahun 2006 lebih dari 36% dewasa muda usia 18-29 tahun mengalami
gangguan tidur.6 Di Indonesia sendiri, prevalensi penderita insomnia
diperkirakan mencapai 10 %, yang artinya dari total 238 juta penduduk
Indonesia sekitar 23 juta jiwa diantaranya menderita insomnia.7

1
Penanganan insomnia yang dapat dilakukan dari segi farmakologi dapat
berupa pemberian benzodiazepin, "z-drugs", agonis reseptor melatonin,
antagonis selektif histamin H1, antagonis orexin, antidepresan, antipsikotik,
antihistamin non-selektif, dan antikonvulsan. Penanganan non-farmakologi
dapat berupa Cognitive Behavioral Therapy for Insomnia (CBT-I). Insomnia
dengan kesulitan memulai dan mempertahankan tidur, kantuk berlebihan di
siang hari, gangguan motorik selama tidur dan parasomnia, bangun dini dan
gangguan kualitas tidur sering menyertai penyakit neurologis sebagai
penyakit sekunder atau kondisi komorbid. Penyebab yang mendasari banyak
insomnia belum sepenuhnya dijelaskan. Insomnia sekunder mungkin berasal
dari neurodegeneratif, inflamasi, traumatis atau kerusakan iskemik batang
otak dalam mengatur tidur, dan inti hipotalamus dengan perubahan
berturut-turut neurotransmiter. Gejala gangguan neurologis (misalnya defisit
motorik), komorbiditas (yaitu nyeri, depresi, kecemasan) dan beberapa obat
tertentu menyebabkan insomnia dan/atau masalah tidur lainnya. Insomnia
memiliki dampak yang kuat pada kualitas hidup, kognisi dan kesejahteraan
fisik dan oleh karena itu perlu pertimbangan khusus untuk diagnosis dan
terapinya.8

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiologi
2.1.1 Fisiologi Tidur
Tidur merupakan salah satu cara untuk melepaskan kelelahan jasmani
dan kelelahan mental. Dengan tidur semua keluhan hilang atau berkurang dan
akan kembali mendapatkan tenaga serta semangat untuk menyelesaikan
persoalan yang dihadapi. Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur
oleh adanya hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian untuk
mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Salah
satu aktvitas tidur ini diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis yang
merupakan sistem yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf
pusat termasuk pengaturan kewaspadaan dan tidur. Pusat pengaturan
kewaspadaan dan tidur terletak dalam mesensefalon dan bagian atas pons.
Selain itu, reticular activating system (RAS) dapat memberi rangsangan
visual, pendengaran, nyeri dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari
korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam keadaan
sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin.
Demikian juga pada saat tidur, disebabkan adanya pelepasan serum serotonin
dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu bulbar
synchronizing regional (BSR), sedangkan bangun tergantung dari
keseimbangan impuls yang diterima di pusat otak dan system limbik.9
Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu Tipe Rapid Eye Movement (REM) dam
Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM). Fase awal tidur didahului oleh fase
NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur
normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian antara 4-7 kali
siklus semalam. Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu:
1. Tidur stadium Satu. Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal
tidur. Fase ini didapatkan kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan
tampak gerakan bola mata kekanan dan kekiri. Fase ini hanya
berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali dibangunkan.

3
2. Tidur stadium dua Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak,
tonus otot masih berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase pertama.
3. Tidur stadium tiga Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya.
4. Tidur stadium empat Merupakan tidur yang dalam serta sukar
dibangunkan. Fase tidur NREM, ini biasanya berlangsung antara 70
menit sampai 100 menit, setelah itu akan masuk ke fase REM.

Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih cepat dan
menjadi lebih insten dan panjang saat menjelang pagi atau bangun. Pola tidur
REM ditandai adanya gerakan bola mata yang cepat, tonus otot yang sangat
rendah, apabila dibangunkan hampir semua organ akan dapat menceritakan
mimpinya, denyut nadi bertambah dan pada laki-laki terjadi eraksi penis,
tonus otot menunjukkan relaksasi yang dalam. Pola tidur REM berubah
sepanjang kehidupan seseorang seperti periode neonatal bahwa tidur REM
mewakili 50% dari waktu total tidur.9

2.1.2 Fisiologi Melatonin


Melatonin merupakan hormon yang disintesis dan disekresikan oleh
kelenjar pineal, sebuah kelenjar yang berukuran sekitar 1 cm, terletak pada
midline, melekat pada ujung posterior dari third ventricle di otak. Secara
histologis, kelenjar pineal tersusun oleh pinealocytes dan sel-sel glial.
Melatonin disintesis dari tryptophan melalui 5-hidoksilasi oleh
tryptophan-5-hydroxylase menjadi 5-hydroxytryptophan, kemudian
mengalami dekarboksilasi oleh aromatic aminoacid decarboxylase menjadi
5-hydroxy tryptamine 5 (serotonin). Di kelenjar pineal, serotonin mengalami
N-asetilasi oleh N-acetyl transferase (NAT) menjadi N acetylserotonin,
kemudian mengalami O-metilasi oleh hydoxyindole-O methyl transferase
(HIOMT) menjadi melatonin (N-acetyl-5- methoxytryptamine). Melatonin
disekresikan langsung ke dalam sirkulasi dan didistribusikan ke seluruh
tubuh. Melatonin juga disekresikan ke dalam cairan cerebrospinal melalui
pineal recess, mencapai konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan melatonin
pada serum.10

4
Sleep-wake cycle pada manusia mengikuti ritme sirkadian yang diatur
oleh suprachiasmatic nucleus (SCN) yang terletak di hipotalamus anterior
pada otak. SCN sering disebut sebagai master circadian clock of the body
karena perannya dalam mengatur semua fungsi tubuh yang berhubungan
dengan ritme sirkadian termasuk core body temperature, sekresi hormon,
fungsi kardio-pulmoner, ginjal, gastrointestinal, dan fungsi neurobehavioral.
Mekanisme molekuler dasar dimana neuron pada SCN mengatur dan
mempertahankan ritmenya adalah melalui autoregulatory feedback loop yang
mengatur produk gen sirkadian melalui proses transkripsi, translasi, dan
posttranslasi yang kompleks. Penyesuaian antara ritme sirkadian internal 24
jam dengan kondisi lingkungan dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama
cahaya, aktivitas fisik, dan sekresi hormon melatonin oleh kelenjar pineal.10
Fotoreseptor pada retina yang terlibat dalam ritme sirkadian berbeda
dengan fotoreseptor yang berfungsi dalam pengelihatan (rod dan cone).
Secara spesifik, suprachiasmatic nucleus (SCN) menerima input dari sel
ganglion pada retina yang mengandung fotopigmen yang disebut melanopsin
melalaui retino-hypothalamic pathway (RH tract) dan beberapa melalui lateral
geniculate nucleus. Sinyal tersebut kemudian melewati paraventricular
nucleus (PVN), hindbrain, spinal cord, dan superior cervical ganglion (SCG)
menuju ke reseptor noradrenergic (NA)ada kelenjar pineal. Aktivitas yang
dipengaruhi oleh sinyal ini adalah N acetyltransferase (NAT) yang
merupakan enzim yang mengatur sintesis melatonin dari serotonin, dimana
aktivitas NAT akan meningkat 30-70 kali dalam keadaan tidak adanya
cahaya. Sekresi melatonin mulai meningkat pada malam hari, sekitar 2 jam
sebelum jam tidur normal, kemudian terus meningkat selama malam hari dan
mencapai puncak antara pukul 02.00-04.00 pagi. Setelah itu, sekresi
melatonin akan menurun secara gradual pada pagi hari dan mencapai level
yang sangat rendah pada siang hari.10

5
Gambar 2.1 Diagram Mekanisme Sekresi Melatonin10

Sepanjang hari, suprachiasmatic nucleus (SCN) secara aktif


memproduksi arousal signal yang mempertahankan kesadaran dan
menghambat dorongan untuk tidur. Pada malam hari, sebagai respon pada
keadaan gelap, terjadi feedback loop pada SCN yang diawali dengan
pengiriman sinyal untuk memicu produksi hormon melatonin yang
menghambat aktivitas SCN. Melatonin dapat memicu tidur dengan cara
menekan wake-promoting signal atau neuronal firing pada SCN. Di samping
itu, melatonin dapat mengatur wake-sleep cycle melalui mekanisme
termoregulator dengan menurunkan core body temperature.10
Efek yang paling dapat dijelaskan dari peranan melatonin dalam
mengatur mekasnisme tidur adalah menurunkan sleep onset latency melalui
sleep-switch model. Secara anatomi dan fisiologis ditemukan adanya inhibisi
mutual pada aktivitas pemicu tidur pada hypothalamic ventrolateral preoptic
nucleus dan aktivitas pemicu terjaga pada locus coeruleus, dorsal raphe, dan
tuberomammillary nuclei, sistem yang dapat mengatur sleep switching.10

6
SCN dapat mempengaruhi kedua subsistem ini melalui ventral
subparaventricular zone menuju ke hypothalamic dorsomedial nucleus,
dimana berbagai fungsi sirkadian diregulasi. Proyeksi dari dorsomedial
nucleus menuju ventrolateral preoptic nucleus dapat memicu tidur, sedangkan
proyeksi menuju lateral hypothalamus berhubungan dengan aktivitas yang
terjadi dalam keadaan terjaga. Melatonin dapat mempengaruhi switching
mechanism ini dan mempercepat sleep onset melalui reseptor-reseptor yang
banyak terdapat pada SCN. Sedangkan peranan melatonin dalam sleep
maintenance tergantung pada durasi dan tingkat desensitisasi reseptor serta
ketersediaan melatonin dalam sirkulasi selama sleep period.10

2.1.3 Irama Sirkadian


Irama sirkadian adalah jam alami dalam tubuh manusia. Dalam 24 jam
tubuh akan mengalami fluktuasi berupa temperatur, kemampuan untuk
bangun, aktivitas lambung, denyut jantung, tekanan darah dan kadar
hormon, dikenal sebagai irama sirkadian.9
Circardian rhythm berasal dari bahasa Latin. Circa yang berarti
kira kira dan Dies berarti hari (circardies = kira-kira satu hari). Circardian
rhythm adalah irama dan pengenalan waktu yang sesuai dengan perputaran
bumi dalam siklus 24 jam. Hampir seluruh makhluk hidup di dunia ini
mempunyai irama yang secara teratur mengalami perubahan fungsi tubuh
dan fisiologik dalam siklus 24 jam, tetapi ada pula beberapa perubahan
yang sesuai dengan bulan atau tahun.9
Irama sirkadian berfungsi mengatur berbagai irama tubuh antara lain
irama bangun tidur, temperatur tubuh, tekanan darah, dan pola sekresi
hormon. Peraturan sirkadian tidur dan mekanisme terjaga (wakefulness)
diregulasi oleh alat pacu yang terletak di suprachiasmatic nuclei (SCN)
yang berfungsi sebagai master clock. nucleus suprachiasmatic paling aktif
di siang hari dan diatur setiap hari berdasarkan masukan cahaya dari retina
dan selama siklus gelap oleh sekresi melatonin dari kelenjar pineal, serta
pada liver, ginjal dan jantung.9

7
Irama sirkadian sangat dipengaruhi oleh lingkungan, khususnya
rangsangan cahaya. Cahaya yang diterima oleh retina oleh retina mata akan
diteruskan menuju suatu sistem osilasi SCN pada hipothalamus melalui
suatu jalur saraf khusus yaitu Retinohypothalamic Trac (RHT). Serabut
eferen dari suprachiasmatic nuclei SCN akan memicu sinyal saraf dan
humoral yang akan menyeleraskan berbagai irama sirkadian penting.9
Contoh pengaruh cahaya terhadap irama sirkadian ditunjukan pada
produksi melatonin. Pada kondisi cahaya gelap, produksi melatonin akan
meningkat. Oleh karena itu akan banyak terjadi konversi dari serotonin
menjadi melatonin jumlah serotonin yang menekan tidur akan berkurang, oleh
karena itu dalam kondisi cahaya gelap akan terjadi peningkatan tidur.9

2.2 Gangguan Tidur


2.2.1 Definisi
Gangguan tidur merupakan suatu kumpulan kondisi yang dicirikan
dengan adanya gangguan dalam jumlah, kualitas, atau waktu tidur pada
seorang individu. Kuantitas tidur inadekuat adalah durasi tidur yang
inadekuat berdasarkan kebutuhan tidur sesuai usia akibat kesulitan memulai
(awitan tidur yang terlambat) dan/atau mempertahankan tidur (periode
panjang terjaga di malam hari). Kualitas tidur inadekuat adalah fragmentasi
dan terputusnya tidur akibat periode singkat terjaga di malam hari yang sering
dan berulang.11

2.2.2 Etiologi
Ada berbagai penyebab berbeda untuk gangguan tidur yang berbeda.
Terkadang penyebabnya tidak diketahui. Penyebab utama secara garis besar
dapat dibagi menjadi kondisi medis, kondisi psikologis, dan faktor lainnya:
1. Kondisi medis:
a) Jantung: gagal jantung (pasien mungkin terbangun pada malam hari
dan merasa sesak
b) Neurologis: stroke, central sleep apnea, hypnic jerk, gangguan
degenerative serebral, sindrom kaki gelisah, sakit kepala

8
c) Endokrin: hipertiroidisme, kehamilan, menopause, diabetes melitus,
defisiensi vitamin D lainnya

2. Kondisi Kejiwaan: 16
a) Depresi: Insomnia sangat umum terjadi pada pasien depresi. pasien
ini mengalami kesulitan tidur, terbangun di malam hari, penuruna
tidur gelombang lambat, pengurangan latensi REM, dan peningkatan
intensitas REM. Beberapa pasien dengan depresi atipikal mungkin
menunjukkan hipersomnia.
b) Kecemasan: Gangguan kecemasan mempengaruhi insomnia.
Penderita kecemasan mengalami kesulitan tidur, tetap tertidur, dan
tidak merasa istirahat setelah tidur.
c) Fobia dan serangan panik: Serangan panik yang berhubungan dengan
tidur tidak terjadi selama bermimpi, melainkan pada tahap N2 (tidur
ringan) dan tahap N3 (tidur nyenyak). Gangguan stres pascatrauma
(PTSD) dapat menimbulkan mimpi buruk yang nyata dan
menakutkan.
d) Pengobatan psikotropika: Anti-depresan dapat mengganggu pola
tidur REM normal. Benzodiazepin dapat menyebabkan insomnia
berulang, terutama pada orang tua.

3. Faktor lain:
a) Masalah lingkungan: Kerja shift dapat mengganggu siklus tidur, seperti
jet lag. Selain itu, kebisingan lingkungan yang keras, suhu tinggi, atau
gangguan lingkungan yang sering terjadi dapat menyebabkan kurang
tidur.
b) Pengobatan: Berbagai obat menyebabkan masalah tidur. Kortikosteroid
menyebabkan kegugupan di siang hari, insomnia, penurunan tidur REM.
Diuretik menyebabkan peningkatan buang air kecil saat tidur dan kram
betis yang menyakitkan saat tidur. Demikian pula, penggunaan zat seperti
kafein, opioid, alkohol, atau penghentiannya dapat menyebabkan
insomnia.

9
c) Penuaan: Hampir setengah dari populasi lansia memiliki masalah tidur.
Perubahan tidur pada lansia meliputi kesulitan untuk tertidur yaitu
peningkatan latensi tidur, banyak terbangun di malam hari, dan bangun
pagi. Para lansia menghabiskan sedikit waktu untuk tidur nyenyak tanpa
mimpi
d) Trauma masa kanak-kanak: Beberapa pengalaman masa kecil yang
traumatis (konflik keluarga atau serangan seksual) meningkatkan risiko
gangguan tidur di masa dewasa seperti narkolepsi, insomnia, dan apnea
tidur.
e) Neurologis: stroke, central sleep apnea, hypnic jerk, sindrom kaki
gelisah, sakit kepala, • Endokrin: hipertiroidisme, kehamilan, menopause,
diabetes mellitus, defisiensi vitamin D
f) Paru: apnea tidur obstruktif, asma, penyakit paru obstruktif kronik
Gastrointestinal: GERD • Muskuloskeletal: nyeri akibat artritis,
fibromyalgia, atau nyeri kronis lainnya

2.2.3 Gangguan Tidur Primer


Disomnia, merupakan suatu kondisi psikogenik primer dengan keadaan
dimana seseorang mengalami kesukaran tidur (filling as sleep), mengalami
gangguan selama tidur (difficulty in staying as sleep), bangun terlalu dini atau
kombinasi diantaranya. Termasuk dalam golongan ini antara lain adalah
insomnia primer, hypersomnia primer, gangguan tidur yang berhubungan
dengan pernafasan, dan gangguan tidur irama sirkardian.13
1) Insomnia Primer
Didefiniskan sebagai gangguan berupa keluhan kurangnya tidur atau tidak
adanya keinginan untuk tidur. Menurut ICSD 3 definisi gangguan tidur
adalah kesulitan yang berulang dengan inisiasi tidur, durasi, konsolidasi,
atau kualitas, yang terjadi meskipun ada kesempatan dan keadaan yang
memadai untuk tidur, dan berakibat pada beberapa bentuk gangguan pada
siang hari. Pengertian Insomnia lainnya adalah ketidakmampuan untuk
mencukupi kebutuhan tidur baik kualitas maupun kuantitas. Jenis insomnia
dada 3 macam yaitu insomnia inisial atau tidak dapat memulai tidur,

10
insomnia intermitten atau tidak bisa mempertahankan tidur atau sering
terjaga dan insomnia terminal atau bangun secara dini dan tidak dapat tidur
kembali. Untuk menyembuhkan insomnia, maka terlebih dahulu harus
dikenali penyebabnya. Artinya, kalau disebabkan penyakit tertentu, maka
untuk mengobatinya maka penyakitnya yang harus disembuhkan terlebih
dahulu. Ditandai dengan keluhan sulit tidur atau mempertahankan tidur
atau tetap tidak segar meskipun sudah tidur. Keadaan ini berlangsung
paling sedikit 1 bulan. Menyebabkan penderitaan yang bermakna secara
klinik atau impairment sosial, okupasional atau fungsi penting lainnya.
Gangguan tidur tidak terjadi secara eksklusif selama ada gangguan mental
lainnya. Tidak disebabkan oleh pengaruh fisiologik langsung kondisi medik
umum atau zat. Seorang dengan insomnia primer sering mengeluhkan sulit
masuk tidur dan terbangun berkali-kali. Bentuk keluhan tidur bervariasi
dari waktu ke waktu. Misalnya, seseorang yang saat ini mengeuluh sulit
masuk tidur mungkin suatu saat mengeluh sulit mempertahankan tidur.
Meskipun jarang, kadang-kadang seseorang mengeluh tetap tidak segar
meskipun sudah tertidur.
Insomnia terdiri atas tiga tipe :
a) Tidak bisa masuk atau sulit masuk tidur yang disebut juga insomnia
inisial dimana keadaan ini sering dijumpai pada orang-orang muda.
Berlangsung selama 1-3 jam dan kemudian karena kelelahan ia bisa
tertidur juga. Tipe insomnia ini bisa diartikan ketidakmampuan
seseorang untuk tidur.
b) Terbangun tengah malam beberapa kali, tipe insomnia ini dapat masuk
tidur dengan mudah, tetapi setelah 2-3 jam akan terbangun dan tertidur
kembali, kejadian ini dapat terjadi berulang kali. Tipe insomnia ini
disebut jaga intermitent insomnia.
c) Terbangun pada waktu pagi yang sangat dini disebut juga insomnia
terminal, dimana pada tipe ini dapat tidur dengan mudah dan cukup
nyenyak, tetapi pada saat dini hari sudah terbangun dan tidak dapat
tidur lagi.

11
Adapun Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan Pedoman
Penggoongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi ke III
(PPDGJ-III), hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis
pasti:
a) Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau
kualitas tidur yang buruk.
b) Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1
bulan.
c) Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan
terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari.
d) Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan
penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan
pekerjaan. Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas
tidak menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan.
e) Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak digunakan untuk menentukan
adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan
yang tidak memenuhi kriteria di atas (seperti pada “transient insomnia”)
tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut
(F43.0) atau gangguan penyesuaian (F43.2)

2) Hipersomnia
Hipersomnia primer merupakan rasa kantuk yang berlebihan sepanjang
hari yang berlangsung sampai sebulan atau lebih. Rasa kantuk yang
berlebihan terkadang disebut “mabuk tidur” dapat berbentuk kesulitan
untuk bangun setelah periode tidur yang panjang (biasanya 8-12 jam
tidur).
3) Narkolepsi
Ditandai oleh serangan mendadak tidur yang tidak dapat dihindari pada
siang hari, biasanya hanya berlangsung 10-20 menit atau selalu kurang
dari 1 jam, setelah itu pasien akan segar kembali dan terulang kembali
2-3 jam berikutnya. Gambaran tidurnya menunjukkan penurunan fase

12
REM 30-70%. Pada serangan tidur dimulai dengan fase REM.
Berbagai bentuk nerkolepsi :
⚫ Narkolepsi kataplesia adalah kehilangan tonus otot yang sementara
baik sebagian atau seluruh otot tubuh.
⚫ Hypnogogic halusinasi auditorik/visual adalah halusinasi pada saat
jatuh tidur sehingga pasien dalam keadaan terjaga, kemudian ke
kerangka pikiran normal atau persepsi sensorik keliru yang terjadi
ketika mulai jatuh tertidur.
⚫ Halusinasi hipnapompik adalah persempi sensorik keliru yang terjadi
ketika seseorang mulai terbangun, secara umum bukan tergolong
fenomena patologis
⚫ Sleep paralis adalah otot volunter mengalami paralisis pada saat
masuk tidur sehingga pasien sadar ia tidak mampu menggerakkan
ototnya. Ketika otak mendadak terbangun dari tahap REM tapi tubuh
belum, disinilah sleep paralysis terjadi.

4. Gangguan Tidur Berhubungan dengan Pernapasan (Sleeping Apnea)


Terdapat tiga jenis sleep apnea yaitu central sleep apnea, upper airway
obstructive apnea dan bentuk campuran keduanya. Apnea tidur adalah
gangguan pernapasan yang terjadi saat tidur, yang berlangsung selama lebih
dari 10 detik. Dikatakan apnea tidur patologis jika penderita mengalami
episode apnea sekurang kurangnya lima kali dalam 1 jam atau 30 episode
apnea selama semalam. Selama periodik ini gerakan dada dan dinding perut
sangat dominan. Apnea central sering terjadi pada usia lanjut, yang ditandai
dengan intermiten penurunan kemampuan respirasi akibat penurunan saturasi
oksigen. Apnea sentral ditandai oleh terhentinya aliran udara dan usaha
pernafasan secara periodik selama tidur, sehingga pergerakan dada dan
dinding perut menghilang. Hal ini kemungkinan dirasakan pada batang otak
atau hiperkapnia. Gangguan saluran nafas (upper airway obstructive) pada
saat tidur ditandai dengan peningkatan pernafasan selama apnea, peningkatan
usaha otot dada dan dinding perut dengan tujuan mamaksakan udara masuk
melalui obstruksi. Gangguan ini semakin berat bila memasuki fase REM.

13
Gangguan saluran nafas ini ditandai dengan nafas mengap-mengap atau
mendengkur pada saat tidur. Mendengkur ini berlangsung 3-6 kali bersuara
kemudian menghilang dan berulang setiap 20-50 detik. Serangan apnea pada
saat pasien tidak mndengkur. Akibat hipoksia atau hiperkapnea, menyebabkan
respirasi lebih aktif yang diaktifkan oleh formasi retikularis dan pusat
respirasi medula, dengan akibat pasien terjaga dan respirasi kembali normal
secara refleks. Baik pada sentral atau obstruksi apnea, pasien sering terbangun
berulang kali dimalam hari yang kadang-kadang sulit kembali untuk jatuh
tidur. Gangguan ini sering ditandai dengan nyeri kepala atau tidak enak
perasaan pada pagi hari. Pada anak-anak sering berhubungan dengan
gangguan kongenital saluran nafas, dystonomi syndrom, adenotonsilar
hypertropi atau bradikardi, gangguan jantung, PPOK, hipertensi, stroke, GBS,
arnord chiari malformation.

5. Gangguan Tidur Irama Sirkadian


Sleep wake schedule disorder (gangguan jadawal tidur) yaitu gangguan
dimana penderita tidak dapat tidur dan bangun pada waktu yang dikehendaki,
walaupun jumlah tidurnya tetap. Gangguan ini sangat berhubungan dengan
irama tidur sirkadian normal. Bagian-bagian yang berfungsi dalam
pengaturan sirkadian antara lain temperatur badan, plasma darah, urine,
fungsi ginjal, dan psikologi. Dalam keadaan normal fungsi irama sirkadian
mengatur siklus biologi irama tidur bangun, dimana sepertiga waktu untuk
tidur dan dua pertiga untuk bangun/aktivitas. Siklus irama sirkadian ini dapat
mengalami gangguan, apabila irama tersebut mengalami pergeseran.
Perubahan yang jelas secara organik yang mengalami gangguan irama
sirkadian adalah tumor pineal. Gangguan irama sirkadian dapat dikategorikan
dua bagian yaitu sementara (acute work shift, Jet lag), dan menetap (shift
worker). Keduanya dapat menggangu irama tidur sirkardian sehingga terjadi
perubahan pemendekan waktu onset tidur dan perubahan pada fase REM.
Berbagai macam gangguan tidur gangguan irama sirkadian adalah sebagi
berikut:13,14

14
a) Tipe fase tidur terlambat (delayed sleep phase type) yaitu ditandai oleh
waktu tidur dan terjaga lebih lambat yang diinginkan. Gangguan ini
sering ditemukan dewasa muda, anak sekolah atau pekerja sosial.
Orang-orang tersebut sering tertidur (kesulitan jatuh tidur) dan
mengantuk pada siang hari (insomnia sekunder).
b) Tipe Jet lag ialah mengantuk dan terjaga pada waktu yang tidak tepat
menurut jam setempat, hal ini terjadi setelah berpergian melewati lebih
dari satu zona waktu. Gambaran tidur menunjukkan sleep latensya
panjang dengan tidur yang terputus-putus.
c) Tipe pergeseran kerja (shift work type), terjadi pada orang yang secara
teratur dan cepat mengubah jadwal kerja sehingga akan mempengaruhi
jadwal tidur. Gejala ini sering timbul bersama-sama dengan gangguan
somatik seperti ulkus peptikum. Gambarannya berupa pola irreguler atau
mungkin pola tidur normal dengan onset tidur fase REM.
d) Tipe fase terlalu cepat tidur (advanced sleep phase syndrome), tipe yang
sangat jarang, lebih sering ditemukan pada pasien usia lanjut, dimana
onset tidur pada pukul 6-8 malam dan terbangun antara pukul 1-3 pagi.
Walaupun pasien ini merasa cukup untuk waktu tidurnya. Gambaran tidur
tampak normal tetapi penempatan jadwal irama tidur sirkadian tidak
sesuai.
e) Tipe bangun-tidur beraturan
f) Tipe tidak tidur-bangun dalam 24 jam

Gangguan tidur primer lainnya, parasomnia merupakan gerakan tidak


diinginkan selama tidur, dan kelompok heterogen yang terdiri dari
kejadian kejadian episode yang berlangsung pada malam hari pada saat tidur
atau pada waktu antara bangun dan tidur. Kasus ini sering berhubungan dengan
gangguan perubahan tingkah laku dan aksi motorik potensial, sehingga sangat
potensial menimbulkan angka kesakitan dan kematian.
Ada 3 faktor utama presipitasi terjadinya parasomnia yaitu peminum alcohol,
kurang tidur (sleep deprivation), dan stress psikososial. Kelainan ini terletak
pada aurosal yang sering terjadi pada stadium transmisi antara bangun dan tidur.

15
Gambaran berupa aktivitas otot skeletal dan perubahan sistem otonom. Gejala
khasnya berupa penurunan kesadaran (konfusious), dan diikuti aurosal dan
amnesia episode tersebut. Seringkali terjadi pada stadium 3 dan 4.
Diklasifikasikan berdasarkan gangguan arousal dari tidur NREM, yang
berkaitan dengan tidur REM, dan parasomnia lain.
a. Disorders of Arousal from NREM Sleep
⚫ Confusional Arousals terjadi ketika seseorang terbangun pada keadaan ketika
bangun dari gelombang tidur lambat selama sepertiga malam, tapi dapat
terjadi pada saat bangun pada berbagai tahap. Saat bangun, seseorang akan
bingung dengan siapa dia, dimana dia dan apa yang sedang terjadi di sekitar
mereka. Cara bicara mereka dapat samar dan proses mental mereka dapat
lambat.
⚫ Gangguan tidur berjalan (sleep walking)/somnabulisme merupakan gangguan
tingkah laku yang sangat komplek termasuk adanya automatis dan semi
purposeful aksi motorik, seperti membuk apintu, menutup pintu, duduk
ditempat tidur, menabrak kursi, berjalan kaki, berbicara. Tingkah laku
berjalan dalam beberapa menit dan kembali tidur. Gambaran tipikal gangguan
tingkah laku ini didapat dengan gelombang tidur yang rendah, berlangsung
1/3 bagian pertama malam selama tidur NREM pada stadium 3 dan 4. Selama
serangan, relatif tidak memberikan respon terhadap usaha orang lain untuk
berkomunikasi dengannya dan dapat dibangunkan susah payah. Pada
gambaran EEG menunjukkan irama campuran terutama dengan gelombang
rendah. Bahkan tidak didapatkan adanya gelombang alpha.
⚫ Gangguan teror tidur (sleep terror) ditandai dengan pasien mendadak
berteriak, suara tangisan dan berdiri ditempat tidur yang tampak seperti
ketakutan dan bergerak-gerak. Serangan ini terjadi sepertiga malam yang
berlangsung selama tidur NREM pada stadium 3 dan 4. Kadang-kadang
penderita tetap terjaga dalam keadaan terdisorientasi, atau sering diikuti tidur
berjalan. Gambaran teror tidur mirip dengan teror berjalan baik secara klinis
maupun dalam pemeriksaan polisomnografy.

16
b. Gangguan tidur berhubungan dengan fase REM
Meliputi gangguan tingkah laku, mimpi buruk dan gangguan sinus arrest.
Gangguan tingkah laku ini ditandai dengan atonia selama tidur (EMG) dan
selanjutnya terjadi aktifitas motorik yang keras, episode ini sering terjadi pada
larut malam (1/2 dari larut malam) yang disertai dengan ingat mimpi yang
jelas. Paling banyak ditemukan pada laki-laki usia lanjut, gangguan psikiatri
atau dengan jenis penyakit-penyakit degenerasi, peminum alkohol.
Kemungkinan lesinya terletak pada daerah pons atau juga didapatkan pada
kasus seperti perdarahan subarakhnoid. Gambaran menunjukkan adanya REM
burst dan mioklonik potensial pada rekaman EMG.
a) Recurrent Isolated Sleep Paralysis, gejalanya kadang dihubungkan
dengan narcolepsy, berdasarkan ketidakmampuan bergerak saat onset
tidur (Hypnagogic) atau saat bangun (hypnopompic). Periode sleep
paralysis dapat terjadi beberapa detik sampai beberapa menit. Karena
sleep paralysis gejala tersering pada narcolepsy, kriteria diagnosis untuk
reccurent isolated sleeparalysis disebut sebagai diagnosis negatif dari
narcolepsy. Sleep paralysis sering disebabkan oleh periode kehilangan
tidur atau perubahan waktu tidur atau kebiasaan.
b) Nightmare Disorder mimpi buruk atau nightmare adalah kejadian yang
sering dimana seseorang memunyai mimpi yang intense dan seram yang
mengakibatkan terbangun dari tidur. Seringnya saat terbangun, orang
tersebut masih merasa takut karena intensitas dari mimpi buruk tersebut.
mimpi buruk sangat sering pada anak-anak dan dianggap normal pada
kelompok usia tersebut.
c) Parasomnia lainnya Antara lain exploding head syndrome, sleep-related
hallucination, sleep enuresis, parasomnia karena obat-obatan, insomnia
karena keadaan medis.
d) Gejala terisolasi dan varian normal Sleep Talking atau berbicara saat
tertidur dapat terjadi pada berbagai usia, selama fase tidur dan pada
orang-orang yang normal dan sehat.

17
2.2.4 Gangguan Tidur Akibat Gangguan Mental/Psikiatrik Lain
Pada depresi berat dapat dijumpai letensi REM yang pendek, menurut
tidur stadium 4 dan kehlangan waktu tidur total. Onset tidur relatif normal,
tapi sering terbangun lebih awal di pagi hari dan sulit tidur kembali. Pada
anxietas terjadi perpanjangan letensi tidur, tidur gelisah disertai mimpi yang
menakutkan dan serangan panik muncul selama tidur itu sendiri. Pada
psikosis dapat dijumpai insomnia atau mengantuk yang berlebihan. Poasien
mungkin menunjukkan perpanjangan letensi tidur, pengurangan tidur delta,
letensi REM yang pendek. Kondisi demensia dan delirium ditandai oleh
peningkatan durasi dan frekuensi terjaga malam hari, peningkatan tidur
stadium 1, berkurangnya gelombang lambat (stadium 3 dan 4) dan tidur
REM, mengantuk berlebihan di luar masa tidur dan sering serangan tidur
sejenak.11

2.2.5 Gangguan Tidur Berhubungan Dengan Kondisi Medis Umum


Tiap jenis gangguan tidur dapat disebabkan oleh kondisi medik umum seperti
gangguan gastrointestinal, asma, bronkitis, nyeri kepala, nyeri karena artritis,
neoplasma, infeksi, kelainan degeneratif, kelainan endokrin (Diabetes
melitus, hipertiroid), kelainan jantung (gagal jantung), arteriosklerosis dan
kelainan neurologis. Kelainan medik umum ini sering didapat pada usia tua.
Keluhan tidur yang dapat timbul berupa kesulitan untuk tertidur, sering
terbaangun malam hari dan keluhan lainnya.1

2.3 Tatalaksana
Secara umum, tatalaksana umum dari gangguan tidur tentu saja bergantung
pada jenis gangguan tidur. Terapi tanpa obat-obatan medis bisa diterapkan
pada insomnia tipe primer maupun sekunder. Banyak peneliti menyarankan
terapi tanpa medikamentosa pada penderita insomnia karena tidak
memberikan efek samping dan juga memberi kebebasan kepada dokter dan
penderita untuk menerapkan terapi sesuai keadaan penderita. Terapi tipe ini
sangat memerlukan kepatuhan dan kerjasama penderita dalam mengikuti

18
segala nasehat yang diberikan oleh dokter. Terdapat beberapa pilihan yang bisa
diterapkan seperti yang dibahas di bawah ini :14,15
1. Stimulus Control
Tujuan dari terapi ini adalah membantu penderita menyesuaikan onset
tidur dengan tempat tidur. Dengan metode ini, onset tidur dapat dapat
dipercepat. Malah dalam suatu studi menyatakan bahwa jumlah tidur
pada penderita insomnia dapat meningkat 30-40 menit. Metode ini sangat
tergantung kepada kepatuhan dan motivasi penderita itu sendiri dalam
menjalankan metode ini, seperti : Hanya berada ditempat tidur apabila
penderita benar-benar kelelahan atau tiba waktu tidur Hanya gunakan
tempat tidur untuk tidur atau berhungan sexual. Membaca, menonton TV,
membuat kerja tidak boleh dilakukan di tempat tidur Tinggalkan tempat
tidur jika penderita tidak bisa tidur, dan masuk kembali jika penderita
sudah merasa ingin tidur kembali Bangun pada waktu yang telah
ditetapkan setiap pagi Hindari tidur di siang hari
2. Sleep Restriction
Dengan metode ini, diharapkan penderita menggunakan tempat tidur
hanya waktu tidur dan dapat memperpanjang waktu tidur, sehingga
diharapkan dapat meningkatkan kualitas tidur penderita. Pendekatan ini
dilakukan dengan alasan, berada di tempat tidur terlalu lama bisa
menyebabkan kualitas tidur terganggu dan terbangun saat tidur. Metode
ini memerlukan waktu yang lebih pendek untuk diterapkan pada
penderita berbanding metode lain, namun sangat susah untuk memastikan
penderita patuh terhadap instruksi yang diberikan. Protocol.Batasi jam
tidur berdasarkan perhitungan jumlah waktu tidur Estimasi tidur yang
efisien setiap minggu dengan menggunakan rumus (jumlah jam
tidur/jumlah waktu di tempat tidur x 100) Tingkatkan jam tidur 15-20
menit jika efisiensi tidurr > 90%, sebaliknya kurangi 15-20 menit jika <
80%, atau pertahankan jumlah jam tidur jika efisiensi tidur 80-90%
Setiap minggu sesuaikan jumlah tidur berdasarkan perhitungan yang
dilakukan Jangan tidur kurang dari 5 jam Tidur di siang hari

19
diperbolehkan, tetapi tidak melebihi 1 jam Pada usia lanjut, jumlah jam
tidur dikurangi hanya apabila efisiensi tidur kurang dari 75%
3. Sleep Hygiene
Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan dan merubah cara hidup
dan lingkungan penderita dalam rangka meningkatakan kualitas tidur
penderita itu sendiri. Sleep hygiene yang tidak baik sering menyebabkan
insomnia tipe primer. Pada suatu studi mendapatkan, seseorang dengan
kualitas buruk biasanya mempunyai kebiasan sleep hygiene yang buruk.
Terkadang, penderita sering memikirkan dan membawa masalah-masalah
ditempat kerja, ekonomi, hubungan kekeluargaan dan lain-lain ke tempat
tidur, sehingga mengganggu tidur mereka. Terdapat beberapa hal yang
perlu dihindari dan dilakukan penderita untuk menerapkan sleep hygiene
yang baik, seperti dibawah : Hindari mengkonsumsi alkohol, kafein dan
produk nikotin sebelum tidur Meminimumkan suasana bising,
pencahayaan yang terlalu terang, suhu ruangan yang terlalu dingin atau
panas Pastikan kamar tidur mempunyai ventilasi yang baik.
4. Cognitive Therapy
Pendekatan dengan cognitive therapy adalah suatu metode untuk
mengubah pola pikir, pemahaman penderita yang salah tentang sebab
dan akibat insomnia.

Terapi farmakologis :
a. Penghambat reseptor histamin tipe 1: karena efek sedatifnya, obat ini
dapat membantu pasien dengan gangguan tidur. Namun, karena efek
antikolinergiknya, obat ini harus dihindari pada manula. Contohnya
termasuk chlorpheniramine dan diphenhydramine.
b. Benzodiazepin (BZD): obat ini andalan dalam pengobatan insomnia.
Obat mengikat situs benzodiazepin khusus di kompleks reseptor
gamma-aminobutyric acid (GABA), meningkatkan aktivitas
neurotransmiter. Obat ini menekan tidur REM, mengurangi tidur tahap 3
& 4 sekaligus meningkatkan tidur tahap
c. Hipnotik non-benzodiazepine: agen ini digunakan untuk pengobatan

20
insomnia akut dan 11/ 8 jangka pendek. Obat-obatan ini memiliki
struktur kimia seperti non-BZD tetapi berinteraksi dengan reseptor
GABA-BZD, menyebabkan sedasi. Contohnya termasuk zolpidem dan
zaleplon.
d. Agonis reseptor melatonin: reseptor melatonin MT1 dan MT2 terlibat
dalam pengaturan kantuk dan siklus tidur-bangun. Agonis reseptor
melatonin bekerja pada reseptor ini dan karenanya meningkatkan
kualitas tidur melalui sistem pengatur endogen. Obat-obatan ini
digunakan dalam gangguan tidur ritme sirkadian, jet lag, gangguan fase
tidur-bangun tertunda (insomnia dengan kesulitan saat onset tidur).[12] [13]
[14]

e. Antagonis reseptor orexin: orexin meningkatkan kesadaran. Dengan


demikian, antagonisme reseptor ini membantu dalam tidur

2.4 Komplikasi
Gangguan tidur yang tidak diobati dapat menyebabkan perkembangan
berbagai komplikasi serius. Gangguan mood dan kecemasan bisa
berkembang. Kurang tidur dapat menyebabkan pembentukan memori palsu
dan penurunan fungsi kognitif. Pasien dengan gangguan gerakan tungkai
periodik saat tidur memiliki risiko lebih tinggi mengalami kecelakaan
serebrovaskular. Apnea tidur obstruktif, selain kurang tidur, dapat merusak
otak, dan memengaruhi sistem kardiovaskular. Apnea tidur obstruktif juga
dapat mengurangi ketebalan lapisan serat saraf retinal.20

21
BAB III
KESIMPULAN

Tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubungan


mekanisme serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekan
pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Tiga kategori utama gangguan tidur dalam
DSM-IV adalah gangguan tidur primer, gangguan tidur yang berhubungan dengan
gangguan mental lain, dan gangguan tidur lain, khususnya gangguan tidur akibat
kondisi medis umum atau yang disebabkan oleh zat.
Gangguan tidur primer terdiri atas disomnia dan parasomnia. Disomnia
adalah suatu gangguan tidur heterogen termasuk insomnia primer, hipersomnia
primer, narkolepsi, gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan, dan
gangguan tidur irama sirkadian. Parasomnia adalah suatu kelompok gangguan
tidur termasuk gangguan mimpi menakutkan (nightmare disorder), gangguan teror
tidur, dan ganggian tidur berjalan.
Pendekatan secara sistematik terhadap gangguan tidur lebih ditekankan pada
pendekatan komprehensif terhdap seluruh kondisi kesehatan fisik dan mentalnya
dan lebih bersifat konservatif. Upaya meningkatkan higiene tidur perlu
dilaksanakan di rumah maupun di panti wreda. Terapi obat-obatan psikotropika
perlu diberikan dengan dimulai dosis efektif paling kecil sehingga tidak
menimbulkan efek kumulatif.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Siraj, HH., Salam, A., Roslan, R., et al. 2014. Sleep Pattern and Academic
Performance of Undergraduate Medical Students at Universiti Kebangsaan
Malaysia. Journal Applied Pharmaceutical Science: Volume 4 Nomor 12, p.
052-055.
2. National Institutes of Health. 2011. You’re Guide to Healthy Sleep. Southern
Medical Association.
3. Triyanta & Haryati, DS. 2013. Hubungan antara Kualitas Tidur dengan Denyut
Jantung Dilihat dari Gambaran EKG pada Pasien Infark Miokard di Ruang
ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Jurnal Kesehatan Kusuma Husada:
Volume 4 Nomor 2, p. 123-131.
4. Saputra, L. 2013. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Binarupa
Aksara.
5. American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder Edition “DSM-5”. Washinton DC: American Psychiatric
Publishing.
6. National Sleep Foundation. 2011. Annual Sleep in America Poll Exploring
Connections with Communications Technology Use and Sleep. Available
in:.https://sleepfoundation.org/media-center/pressrelease/annual-sleep-americ
a poll-exploring-connectionscommunications-technology-use5.
7. Olii, N., Kepel, BJ, & Silolonga, W. 2018. Hubungan Kejadian Insomnia
Dengan Konsentrasi Belajar Pada Mahasiswa Semester V Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. e-journal
Keperawatan (e-Kp): Volume 6 Nomor 1, p. 1-7.
8. Mayer, G., Happe, S., Evers, S., et al. 2021. Insomnia in Neurological Diseases.
Neurological Research and Practice: Volume 3 Nomor 15, p. 1-12.
9. Ambarwati, R. 2017. Tidur, Irama Sirkardian dan Metabolisme Tubuh. Jurnal
Keperawatan Soetomo Poltekkes Kemenkes Surabaya: Volume 10 Nomor 1,
p. 42-46

23
10. Iswari, NLPAM & Wahyuni, AAS. 2015. Melatonin dan Melatonin Receptor
Agonist Sebagai Penanganan Insomnia Primer Kronis. Psikiatri Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana, p. 1-14.
11. Van der Touw T, Andronicos NM, Smart N. Apakah protein C-reaktif
meningkat pada apnea tidur obstruktif? tinjauan sistematis dan meta analisis.
Biomarker. Juli 2019; 24 (5): 429-4
12. Geoffroy PA, Micoulaud Franchi JA, Maruani J, Philip P, Boudebesse C,
Benizri C, Yeim S, Benard V, Brochard H, Leboyer M, Bellivier F, Etain B.
Karakteristik klinis apnea tidur obstruktif pada gangguan bipolar. J
Mempengaruhi Disord. 2019 Feb 15; 245: 1-7.
13. Taylor DJ, Wilkerson AK, Pruiksma KE, Williams JM, Ruggero CJ, Hale W,
Mintz J, Organek KM, Nicholson KL, Litz BT, Young-McCaughan S,
Dondanville KA, Borah EV, Brundige A, Peterson AL., STRONG STAR
Consortium. Keandalan Wawancara Klinis Terstruktur untuk Modul
Gangguan Tidur DSM-5. J Clin Tidur Med. 2018 15 Maret; 14 (3): 459-464.

24

Anda mungkin juga menyukai