MAKALAH
DOSEN PENGAMPU:
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2A
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas terkait “ Makalah
Sindrom Geriatrik Insomnia (Gangguan Tidur) “. Shalawat serta salam tak
lupa pula kita kirimkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW
yang telah membawa kita dari alam yang gelap gulita menuju alam yang terang
benderang seperti yang kita rasakan saat ini.
Kami menyadari makalah yang kami susun ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun, akan kami
nantikan demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap, apa yang kami
kerjakan ini dapat bermanfaat, terutama untuk mahasiswa-mahasiswi
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Kelompok 2A
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh
semua orang. Tidur yang normal melibatkan dua fase yaitu gerakan bola mata
cepat atau rapid eye movement (REM) dan tidur dengan gerakan bola mata
lambat atau non-rapid eye movement (NREM). Selama NREM seseorang
mengalami 4 tahapan selama siklus tidur Tahap 1 dan 2 merupakan
karateristik dari tidur dangkal dan seseorang lebih mudah bangun. Tahap 3
dan 4 merupakan tidur dalam dan sulit untuk dibangunkan. (Nugroho, 2020)
Setelah orang memasuki masa lanjut usia (lansia) umumnya mulai
dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple
pathology), misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput,
gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dan sebagainya. Secara umum
kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami
penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan
gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang
selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada
oranglain. (Fauziah, 2017)
Terdapat perbedaan pola tidur pada usia lanjut dibandingkan dengan usia
muda. Kebutuhan tidur akan berkurang dengan semakin berlanjutnya usia
seseorang. Pada usia 12 tahun kebutuhan untuk tidur adalah sembilanjam,
berkurang menjadi delapan jam pada usia 20 tahun, tujuh jam pada usia 40
tahun, enam setengah jam pada usia 60 tahun, dan enam jam pada usia 80
tahun. Sebagian besar kelompok lansia mempunyai risiko mengalami
gangguan pola tidur sebagai akibat pensiun, perubahan lingkungan sosial,
penggunaan obat-obatan yang meningkat, penyakit-penyakit dan perubahan
irama sirkadian. (Sumirta & Laraswati, 2015)
Menurut WHO, di kawasan Asia Tenggara populasi lansia sebesar 8%
atau sekitar 142 juta jiwa. Ada tahun 2050 diperkirakan populasi lansia
meningkat 3 kali lipat. Pada tahun 2000 jumlah lansia sekitar 5.300.000
(7,4%) dari total populasi, sedangkan pada tahun 2010 jumlah lansia
24.000.000 (9,77%) dari total populasi dan tahun 2020 diperkirakanjumlah
lansia mencapai 28.800.000 (11,34%) dari total populasi. Di Indonesia
sendiri pada tahun 2020 diperkirakan jumlah lansia sekitar 80.000.000.
(Nugroho, 2020)
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep perubahan fisiologis istirahat tidur yang terjadi
pada lansia
2. Untuk mengetahui tanda dan gejala yang di alami oleh lansia sesuai
dengan sistem terkait serta mengarah pada sindrom geriatrik
3. Untuk mengetahui konsep umum sindrom geriatrik terkait.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Perubahan Fisiologis Istirahat Dan Tidur Pada Lansia
1. Defenisi
Istirahat merupakan suatu keadaan relaks dan tenang secara fisik
maupun mental. Aktivitas selama periode istirahat bisa merupakan sebuah
rentang mulai dari berbaring di tempat tidur lalu membaca buku sampai
jalan-jalan ringan.
Tidur adalah keadaan perilaku ritmik dan siklik yang terjadi dalam
lima tahap. Tidur adalah keadaan saat terjadinya proses pemulihan bagi
tubuh dan otak serta sangat penting terhadap pencapaian kesehatan yang
optimal. (Nugroho, 2020)
2. Fungsi tidur
Menurut Hosgon, 1991 yang dikutip dari Perry dan Potter, 2017
menyatakan bahwa fungsi tidur adalah
a. Pemulihan fisiologis
Pada sistem saraf diperkirakan dapat memulihkan kepekaaan
normal dankeseimbangan diantara berbagai susunan. Selama tidur
gelombang yang rendah dan dalam (NREM tahap 4), tubuh melepas
hormon pertumbuhan manusia untuk memperbaiki dan memperbaharui
sel epitel dan khususnya sel. Selama tidur laju denyut jantung turun
sampai 60 denyut jantung 10 hingga 20 kali lebih sedikit dalam setiap
menit selama tidur atau 60 hingga 120 kali lebih sedikit setiap jam.
Secara jelas, tidur yang nyenyak bermanfaat dalam memelihara fungsi
jantung.
Sintesis protein dan pembagian sel untuk pembaruan jaringan
seperti padakulit, sumsum tulang, mukosa lambung terjadi selama
istirahat dan tidur. Tubuh menyimpan energi selama tidur. Otot skelet
berelaksasi secaraprogresif dan tidak adanya kontraksi otot
menyimpan energy kimia untukproses seluler. Penunurunan laju
metabolik basal lebih jauh menyimpanpersediaan energi tubuh.
b. Pemulihan psikologis
Tidur diyakini dapat digunakan untuk menjaga keseimbangan
mental dan emosional. Tidur REM dihubungkan dengan perubahan
dalam aliran darah serebral, peningkatan kortikal, peningkatan
konsumsioksigen dan pelepasana epineprin, ini dapat membantu
penyimpananmemori dan menyaring informasi yang disimpan tentang
aktifitas hari tersebut.
(Potter, 2017)
b. Terapi farmakologi
Seperti pada terapi nonfarmakologi, tujuan terapi
farmakologi adalah untuk menghilangkan keluhan pasien sehingga
dapat meningkatkan kualitas hidup pada usia lanjut.1 Ada lima
prinsip dalam terapi farmakologi yaitu: 2 menggunakan dosis yang
rendah tetapi efektif, dosis yang diberikan bersifat intermiten (3-4
kali dalam seminggu), pengobatan jangka pendek (3-4 mimggu),
penghentian terapi tidak menimbulkan kekambuhan pada gejala
insomnia, memiliki efek sedasi yang rendah sehingga tidak
mengganggu aktivitas sehari-hari pasien. Selain kelima prinsip
diatas, dalam memberikan obat harus memperhatikan perubahan
farmakokinetik dan farmokodinamik pada usia lanjut. (Prasetyo &
Hasyim, 2022)
Dengan pertambahan umur akan terjadi perubahan dalam
distribusi, metabolisme dan eliminasi obat yang berkaitan erat
dengan timbulnya efek samping obat. Terapi farmakologi yang
paling efektif untuk insomnia adalah golongan Benzodiazepine
(BZDs) atau non-Benzodiazepine. Obat golongan lain yang
digunakan dalam terapi insomnia adalah golongan sedating
antidepressant, antihistamin, antipsikotik.1 Menurut The NIH
state-of-the-Science Conference obat hipnotik baru seperti
eszopiclone, ramelteon, zaleplon, zolpidem dan zolpidem MR lebih
efektif dan aman untuk usia lanjut. (Juniati Sahar &, 2021)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh
semua orang. Tidur yang normal melibatkan dua fase yaitu gerakan bola mata
cepat atau rapid eye movement (REM) dan tidur dengan gerakan bola mata
lambat atau non-rapid eye movement (NREM). Selama NREM seseorang
mengalami 4 tahapan selama siklus tidur Tahap 1 dan 2 merupakan
karateristik dari tidur dangkal dan seseorang lebih mudah bangun. Tahap 3
dan 4 merupakan tidur dalam dan sulit untuk dibangunkan.
Terdapat perbedaan pola tidur pada usia lanjut dibandingkan dengan usia
muda. Kebutuhan tidur akan berkurang dengan semakin berlanjutnya usia
seseorang. Pada usia 12 tahun kebutuhan untuk tidur adalah sembilanjam,
berkurang menjadi delapan jam pada usia 20 tahun, tujuh jam pada usia 40
tahun, enam setengah jam pada usia 60 tahun, dan enam jam pada usia 80
tahun. Sebagian besar kelompok lansia mempunyai risiko mengalami
gangguan pola tidur sebagai akibat pensiun, perubahan lingkungan sosial,
penggunaan obat-obatan yang meningkat, penyakit-penyakit dan perubahan
irama sirkadian.
Lansia yang mengalami gangguan instrahat tidur menandakan bahwa
lansia terkena sindrom geriatric insomnia. Insomnia pada lansia merupakan
keadaan dimana individu mengalami suatu perubahan dalam kuantitas dan
kualitas pola istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau
mengganggu gaya hidup yang di inginkan.Gangguan tidur pada lansia jika
tidak segera ditangani akan berdampak serius dan akan menjadi gangguan
tidur yang kronis.
DAFTAR PUSTAKA
Fauziah. (2017). Gambaran Kualitas Tidur Pada Wanita Lanjut Usia (Lansia) di
Panti Sosial Tresna Werha Budi Pertiwi Bandung.
Juniati Sahar &, R. H. K. (2021). Terapi Musik Pada Gangguan Tidur Insomnia.
Journal Of Telenursing, 3(2), 797–809.
Kamagi, R. H., & Junaiti, S. (2021). Terapi Musik Pada Gangguan Tidur
Insomnia. 3, 797–809.
Leni, N. &. (2022). Tingkat Kemandirian Lansia Dalam Activities Daily Life
Pada Masa Pandemi Di Wilayah Posyandu Lansia Melati Arum Kentingan
Surakarta. Physio Journal, 1(2), 10–14.
National & Pillars. (2020). Upaya Keluarga dalam Mengatasi Insomnia pada
Lansia. 60, 5–23. https://eprints.umm.ac.id/63450/1/Pendahuluan.pdf
Prasetyo, M. H., & Hasyim. (2022). Hubungan Antara Sleep Hygiene Dengan
Tingkat Insomnia Pada Lansia Di Kecamatanjebres Kelurahan Gandekan Rw
05 Surakarta. Nusantara Hasana Journal, 1(11), 22–32.
http://nusantarahasanajournal.com/index.php/nhj/article/view/279