DOSEN PENGAMPU:
ILHAMSYAH, S.Kep.,Ns.,M.Kep
OLEH:
KELOMPOK 5A
NURFADILLAH 70300119018
TAHUN 2022/2023
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas terkait “ Makalah
Penanganan Bencana Konflik Sosial “. Shalawat serta salam tak lupa pula
kita kirimkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari alam yang gelap gulita menuju alam yang terang benderang
seperti yang kita rasakan saat ini.
Kami menyadari makalah yang kami susun ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun, akan kami
nantikan demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap, apa yang kami
kerjakan ini dapat bermanfaat, terutama untuk mahasiswa-mahasiswi
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Kelompok 5A
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL 1
HALAMAN KELOMPOK 2
KATA PENGANTAR 3
DAFTAR ISI 4
BAB I PENDAHULUAN 5
A. Konsep Dasar Bencana 5
BAB II TINJAUAN UMUM BENCANA 7
A. Konsep Dasar Bencana 7
B. Analisis Risiko Bencana 12
C. Pra Bencana 14
D. Intra Bencana 15
E. Pasca Bencana 16
BAB III MANAJEMEN PENANGGULANGAN BENCANA 17
A. Pra Bencana 18
B. Intra Bencana 19
C. Pasca Bencana 20
D. Analisis Dan Rekomendasi 21
BAB IV PENUTUP 24
A. Kesimpulan 24
B. Saran 24
DAFTAR PUSTAKA 25
LAMPIRAN 26
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
sosial di Jakarta 1998, konflik sosial suku Lampung dan suku Jawa, konflik
sosial Nusa Tenggara Barat, konflik sosial Ambon, konflik sosial Situbondo.
Konflik sosial yang pernah terjadi di Sulawesi Selatan yaitu konflik sosial
atau kerusuhan sosial di Kota Makassar dan konflik pada Kawasan taman
nasional Bantimurung. (Wijayanti, 2020)
6
BAB II
TINJAUAN UMUM BENCANA
A. Konsep Dasar Konflik Sosial
1. Defenisi konflik sosial
Soerjono Soekanto mengatakan bahwa konflik sosial itu sendiri
suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk
memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan dengan disertai
ancaman dan kekerasan. (Sugandi, 2019)
Lewis A. Coser mengatakan bahwa konflik sosial adalah
perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan berkenaan dengan
status, kuasa, dan sumber-sumber kekayaan yang persediaannya terbatas.
Pihak-pihak yang sedang berselisih tidak hanya bermaksud untuk
memperoleh sumber-sumber yang diinginkan, tetapi juga memojokkan,
merugikan atau menghancurkan lawan mereka.
Menurut Leopold Von Wiese konflik sosial adalah suatu proses
sosial dimana orang perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk
memenuhi apa yang menjadi tujuannya dengan jalan menentang pihak lain
disertai dengan ancaman dan/atau kekerasan.
Menurut Duane Ruth-Heffelbower konflik sosial adalah kondisi
yang terjadi ketika dua pihak atau lebih menganggap ada perbedaan
„posisi‟ yang tidak selaras, tidak cukup sumber, dan/atau tindakan salah
satu pihak menghalangi, mencampuri atau dalam beberapa hal membuat
tujuan pihak lain kurang berhasil.
Jadi dari pengertian di atas bisa disimpukan bahwa pengertian
konflik adalah sebuah perjuangan untuk memperoleh hal-hal yang langka
seperti: nilai, status, kekuasaan,kekuatan sosial, dan proses sosial dimana
orang perorangan atau kelompok. (Delima et al., 2021)
7
2. Bentuk-bentuk konflik sosial
Secara garis besar berbagai konflik dalam masyarakat
diklasifikasikan kedalam beberapa bentuk konflik yaitu:
a. Berdasarkan sifatnya
Berdasarkan sipatnya konflik dapat dibedakan menjadi konflik
destruktif dan konflik konstruktif
1) Konflik destruktif
Merupakan konflik yang muncul karena adanya perasaan
tidak senang, rasa benci dan dendam dari seseorang ataupun
kelompok terhadap pihak lain. Pada konflik ini terjadi bentrokan-
bentrokan fisik yang mengakibatkan hilangnya nyawa dan harta
benda seperti konflik Poso, Ambon, Kupang, Sambas, dan lain
sebagainya
2) Konflik konstruktif
Merupakan konflik yang bersifat fungsional, konflik ini
muncul karena adanya perbedaan pendapat dari kelompok-
kelompok dalam menghadapi suatu permasalahan. Konflik ini
akan menghasilkan suatu konsensus dari berbagai pendapat
tersebut dan menghasilkan suatu perbaikan. Misalnya perbedaan
pendapat dalam sebuah organisasi.
b. Berdasarkan Posisi Pelaku yang Berkonflik
1) Konflik vertikal
Merupakan konflik antarkomponen masyarakat di dalam
satu struktur yang memiliki hierarki. Contohnya, konflik yang
terjadi antara atasan dengan bawahan dalam sebuah kantor
2) Konflik horizontal
Merupakan konflik yang terjadi antara individu atau
kelompok yang memiliki kedudukan yang relatif sama.
Contohnya konflik yang terjadi antarorganisasi massa
3) Konflik diagonal
8
Merupakan konflik yang terjadi karena adanya
ketidakadilan alokasi sumber daya ke seluruh organisasi sehingga
menimbulkan pertentangan yang ekstrim. Contohnya konflik
yang terjadi di Aceh.
c. Berdasarkan sifat pelaku yang berkonflik
1) Konflik terbuka
Merupakan konflik yang diketahui oleh semua pihak.
Contohnya konflik Palestina dengan Israel
2) Konflik tertutup
Merupakan konflik yang hanya diketahui oleh orang-orang
atau kelompok yang terlibat konflik.
4) Konflik politik
Merupakan konflik yang terjadi karena adanya perbedaan
kepentingan yang berkaitan dengan kekuasaan.
antarpendukung suatu parpol.
5) Konflik ekonomi
Merupakan konflik akibat adanya perebutan sumber daya
ekonomi dari pihak yang berkonflik.
9
6) Konflik budaya.
Merupakan konflik yang terjadi karena adanya perbedaan
kepentingan budaya dari pihak yang berkonflik. Contohnya
adanya perbedaan pendapat antarkelompok dalam menafsirkan
RUU antipornografi dan pornoaksi.
e. Berdasarkan ciri pengelolaannya
1) Konflik interindividu
Merupakan tipe yang paling erat kaitannya dengan emosi
individu hingga tingkat keresahan yang paling tinggi. Konflik
dapat muncul dari dua penyebab, yaitu karena kelebihan beban
atau karena ketidaksesuaian seseorang dalam melaksanakan
peranan. Dalam kondisi pertama seseorang mendapat beban
berlebihan akibat status yang dimiliki, sedang dalam kondisi
yang kedua seseorang memang tidak memiliki kesesuaian yang
cukup untuk melaksanakan peranan sesuai dengan statusnya.
Perspektif konflik interindividu mencakup tiga macam
situasi alternatif berikut :
a) Konflik pendekatan-pendekatan; seseorang harus memilih
diantara dua buah alternatif behavoir yang sama-sama
atraktif.
b) Konflik ,menghindari-menghindari; seseorang dipaksa
untuk memilih antara tujuan-tujuan yang sama-sama tidak
atraktif dan tidak diinginkan.
c) Konflik pendekatan-menghindari multipel; seseorang
menghadapi kemungkinan pilihan kombinasi multipel.
2) Konflik antarindividu
Merupakan konflik yang terjadi anatr seseorang dengan
satu orang atau lebih, sifatnya kadang-kadang substantif,
menyangkut perbedaan gagasan, pendapat, kepentingan, atau
bersifat emosional, menyangkut perbedaan selera, dan perasaan
like/ dislike. Setiap orang pernah mengalami situasi konflik
10
semacam ini, ia bnayak mewarnai tipe-tipe konflik kelompok
maupun konflik organisasi. Karena konflik tipe ini berbentuk
konfrontasi dengan seseorang atau lebih, maka konflik antar
individu ini juga merupakan target yang perlu dikelola secara
baik.
3) Konflik Antarkelompok
Merupakan konflik yang banyak dijumpai dalam kenyataan
hidup manusia sebagai makhluk sosial, karena mereka hidup
dalam kelompok-kelompok. contohnya, konflik antar kampung.
(Wijayanti, 2020)
3. Solusi konflik
Usaha manusia untuk meredakan pertikaian atau konflik dalam
mencapai kestabilan dinamakan akomodasi. Pihak-pihak yang berkonflik
kemudian saling menyesuaikan diri pada keadaan tersebut dengan cara
bekerja sama. Bentukbentuk akomodasi :
a. Gencatansenjata, yaitu penangguhan permusuhan untuk jangka waktu
tertentu, guna melakukan suatu pekerjaan tertentu yang tidak boleh
diganggu. Misalnya : untuk melakukan perawatan bagi yang luka-luka,
mengubur yang tewas, atau mengadakan perundingan perdamaian,
merayakan hari suci keagamaan, dan lain-lain.
b. Abitrasi, yaitu suatu perselisihan yang langsung dihentikan oleh pihak
ketiga yang memberikan keputusan dan diterima serta ditaati oleh
kedua belah pihak. Kejadian seperti ini terlihat setiap hari dan
berulangkali di mana saja dalam masyarakat, bersifat spontan dan
informal. Jika pihak ketiga tidak bisa dipilih maka pemerintah biasanya
menunjuk pengadilan.
c. Mediasi, yaitu penghentian pertikaian oleh pihak ketiga tetapi tidak
diberikan keputusan yang mengikat. Contoh : PBB membantu
menyelesaikan perselisihan antara Indonesia dengan Belanda.
d. Konsiliasi, yaitu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak
yang berselisih sehingga tercapai persetujuan bersama. Misalnya :
11
Panitia tetap penyelesaikan perburuhan yang dibentuk Departemen
Tenaga Kerja. Bertugas menyelesaikan persoalan upah, jam kerja,
kesejahteraan buruh, hari-hari libur, dan lain-lain.
e. Stalemate, yaitu keadaan ketika kedua belah pihak yang bertentangan
memiliki kekuatan yang seimbang, lalu berhenti pada suatu titik tidak
saling menyerang. Keadaan ini terjadi karena kedua belah pihak tidak
mungkin lagi untuk maju atau mundur. Sebagai contoh : adusenjata
antara Amerika Serikat dan Uni Soviet pada masa Perang dingin.
Adapun cara-cara yang lain untuk memecahkan konflik adalah :
12
dan budaya Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 230 juta jiwa, pada
satu sisi merupakan suatu kekayaan bangsa yang secara langsung ataupun
tidak langsung dapat memberikan kontribusi positif bagi upaya menciptakan
kesejahteraan masyarakat. Namun pada sisi lain, kondisi tersebut dapat
membawa dampak buruk bagi kehidupan nasional apabila terdapat
ketimpangan pembangunan, ketidakadilan dan kesenjangan sosial dan
ekonomi, serta ketidakterkendalian dinamika kehidupan politik
Tiga Tahap Penanganan Konflik dalam UU 7 Tahun 2012 tentang
Penanganan Konflik Sosial:
1. Pencegahan konflik terdiri dari
c. Rekonsiliasi
d. Rehabilitasi
13
e. Rekonstruksi.
(Sugandi, 2019)
C. Pra Bencana
Pada tahap pra bencana ini meliputi dua keadaan yaitu :
Situasi tidak ada potensi bencana yaitu kondisi suatu wilayah yang
berdasarkan analisis kerawanan bencana pada periode waktu tertentu tidak
menghadapi ancaman bencana yang nyata. Penyelenggaraan
penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi :
c. Pencegahan
a. Kesiapsiagaan
14
b. Peringatan dini
c. Mitigasi bencana
D. Intra Bencana
1. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber
daya
15
5. Perlindungan terhadap kelompok rentan
E. Pasca Bencana
1. Rehabilitasi
2. Rekonstruksi.
16
BAB III
MANAJEMEN PENANGGULANGAN BENCANA
Konflik di Papua merupakan salah satu ancaman serius bagi keutuhan suatu
bangsa, termasuk Indonesia. Papua memiliki kekayaan sumber sosial, budaya dan
sumber alam yang berlimpah namun bertolak belakang dengan tingkat keamanan
di kawasan tersebut. Papua terus-menerus mengalami pertikaian yang timbul dari
perbedaan persepsi tentang sejarah integrasinya ke dalam negara Indonesia,
pemiskinan yang terus berlanjut dan kompleks inferioritas yang diwarnai oleh
pelanggaran hak asasi manusia yang merendahkan martabat orang Papua. Selain
itu, ketidakpuasan secara ekonomis juga memunculkan semangat bagi orang-
orang asli Papua untuk berusaha memerdekakan diri yang berujung gerakan
separatisme dan terorisme.
Menilik sejarah, konflik di Papua sudah berlangsung sejak tahun 1945, yakni
pada awal kemerdekaan, perebutan atas wilayah Papua mulai mencuat dengan
melibatkan pemerintah Indonesia yang baru saja merdeka dengan pihak Kerajaan
Belanda. Selanjutnya pada tahun 1965, terbentuklah Organisasi Papua Merdeka
(OPM) atau Free Papua Movement yang merupakan organisasi perlawanan
terhadap pemerintah Indonesia. Menurut Tebay (Hadi, 2016), tujuan organisasi ini
17
adalah untuk memerdekakan Papua dari kekuasaan Indonesia. Hingga kemudian
pada tahun 2002, dilakukan konferensi di Papua yang dipelopori oleh
aktivitasaktivitas kemanusiaan melalui Peace Conference in West Papua guna
membicarakan masalah di Papua. Sejak saat itu, menurut McLeod, proses
perjuangan kemerdekaan Papua beralih dari yang awalnya violent struggle
menjadi nonviolent struggle.
Berangkat dari rentetan panjang konflik yang terjadi di Papua, diperkuat fakta
bahwa konflik Papua adalah konflik vertikal terlama yang terjadi sepanjang
sejarah Indonesia (dan masih berlangsung hingga saat ini), diperlukannya skema
dengan penyesuaian yang baru untuk menyelesaikan konflik ini.
Konflik Papua telah berlangsung selama lebih dari setengah abad, tetapi terus
memanas dalam dua tahun terakhir. Dalam tiga tahun terakhir, beberapa kali
terjadi baku tembak antara aparat keamanan (TNI dan Polri) dan Kelompok
Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB) yang selanjutnya dianggap kelompok
teroris di wilayah Papua. Data Armed Conflict Location and Event Data Project
(ACLED) mencatat bahwa pada 1 Januari2019 - 15 Desember 2021 terdapat 407
peristiwa konflik di Papua dan Papua Barat, yang terdiri atas 107 pertempuran,
206 kerusuhan, dan 88 kekerasan terhadap warga sipil, dengan jumlah korban
jiwa mencapai 123 orang
A. Pra Bencana
Dalam fase ini menjelaskan lebih kepada tahap atau cara yang
dipergunakan untuk mengantisipasi dampak masyarakat akan bahaya dari
konflik papua. Pada konflik ini pra bencana yang dilakukan yaitu mitigasi
dengan cara:
1. Mendorong peran serta seluruh lapisan masyarakat dalam rangka
memelihara stabilitas ketentraman dan ketertiban
2. Mendukung kelangsungan demokratisasi politik dengan keberagaman
aspirasi politik, serta di tanamkan moral dan etika budaya politik
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
18
3. Mengembangkan supremasi hukum dengan menegakkan hukum secara
konsisten, berkeadilan dan kejujuran
4. Meningkatkan pemahaman dan penyadaran serta meningkatnya
perlindungan penghormatan, dan penegakkan HAM
5. Meningkatkan kinerja aparatur negara dalam rangka mewujudkan
aparatur negara yang berfungsi melayani masyarakat, profesional,
berdayaguna, produktif, transparan, bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepositme.
(Wijayanti, 2020)
B. Intra Bencana
Fase ini lebih mencakup pada kegiatan yang lebih mengarah pada
penyelesaian masalah yang bertujuan untuk mengurangi atau meringankan
beban para masyarakat yang terdampak akibat dari konflik ini. Adapun intra
bencana yang dilakukan yaitu pendekatan medisi humanistic.
Mediasi adalah proses negosiasi kooperatif di mana pihak ketiga,
mediator, membantu para pihak untuk merundingkan masalah yang
disengketakan, untuk mencoba mencapai kesepakatan atau penyelesaian. Para
pihak perlu diorientasikan melalui konsiliasi untuk berkomunikasi satu sama
lain secara objektif dan rasional. Bagaimanapun, mediasi dapat mengurangi
kepahitan dan konflik di antara para pihak, tetapi tujuan mediasi mungkin
berbeda, tergantung pada gaya mediasi yang digunakan. Berbagai gaya atau
model mediasi ditemukan karena lebih menekankan pada proses dalam
mediasi daripada. Namun, sebagian besar gaya ini berfokus pada hubungan
antara para pihak dan tidak melihat komunitas.
Teori humanistik merupakan teori yang memberikan penjelasan tentang
bagaimana memanusiakan manusia dan mengaktualisasikan kemampuan
19
untuk menerapkan dalam lingkungan sekitar. Teori ini memberikan atau
menekankan tentang kognitif dan afektif dalam mempengaruhi sebuah proses
yang ada. Dalam menerapkan teori humanistik harus mempunyai kemampuan
untuk menggali dan merasakan apa yang menjadi masalah dan harus
diselesaikan dalam teori humanistik ini.
Membuka dialog adalah kunci dari pendekatan mediasi humanistik untuk
penyelesaian konflik di Papua. Di dalam dialog penyelesaian konflik internal
antara Pemerintah Indonesia dengan kelompok OPM perlu dicari titik temu
tentang isu-isu apa saja yang bisa diperjualbelikan, tentunya isu yang layak
untuk dicapai kedua belah pihak. Beberapa isu yang berkembang di Papua
yang bereaksi terhadap munculnya ketidakpuasan publik Papua, antara lain
masalah optimalisasi pelayanan publik, masalah pembangunan manusia yang
masih memperhatikan nilai-nilai budayanya, pembangunan infrastruktur,
keadilan politik, masalah rasisme, dan sebagainya masih dalam koridor
wacana nasional dan bukan separatisme. Masyarakat Papua juga perlu
melibatkan berbagai pemangku kepentingan, antara lain pemerintah daerah di
Papua, baik provinsi maupun kabupaten, ormas, masyarakat adat, tokoh
masyarakat, tokoh pemuda, dan sebagainya. Mereka adalah kelompok di luar
gerakan separatis Papua yang dapat melakukan dialog konstruktif dengan
pemerintah pusat untuk menjalin kembali hubungan yang harmonis dengan
pemerintah pusat. (Wijayanti, 2020)
C. Pasca Bencana
Pada fase ini terkait dengan kegiatan-kegiatan yang sifatnya pemulihan
dan memperbaiki kerusakan akibat dari konflik sosial yang terjadi di Papua
baik secara fisik maupun non fisik. Adapun kegiatan dalam fase pasca
bencana yaitu pemberdayaan masyarakat.
Pemerintah Indonesia menggandeng dan memberdayakan masyarakat
Papua di dalam menyelesaikan persoalan pembangunan di tanah Papua, dari
segi pendidikan, ekonomi, politik, hingga kebudayaan asli di wilayah tersebut.
Pemberdayaan merupakan upaya untuk meningkatkan harkat-martabat
masyarakat. Pemberdayaan masyarakat bisa dilakukan dengan berfokus pada
20
pembenahan dan peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan. Hal ini
dikarenakan kondisi pendidikan dan kesehatan di tanah Papua yang masih
sangat memprihatinkan. Pemberdayaan masyarakat sebenarnya merupakan
langkah untuk mempersiapkan masyarakat untuk menghadapi pembangunan.
Selain itu, pemerintah Indonesia juga harus menekankan hasil yang ingin
dicapai. Pemerintah sebaiknya tidak hanya fokus pada pembangunan di Papua
namun juga upaya pemulihan situasi di Papua. Pemerintah harus
mempertimbangkan aspek lain seperti kekerasan, diskriminasi dan bentuk-
bentuk ketimpangan lainnya. Jadi, bisa dikatakan bahwa pendekatan mediasi
humanistic ini harus berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia,
termasuk penghapusan segala bentuk kekerasan dan ketidakadilan di Papua.
(Biridlo’i Robby & Akhiruddin, 2021)
21
Berdasarkan kerumitan konflik di Papua, strategi intervensi harus
mendukung kesinambungan melalui program partisipatif yang berfokus
pada masyarakat. Intervensi ini tidak dapat dilakukan dengan cara “tabrak
lari” dan/atau melakukan program jangka pendek. Program harus
ditujukan untuk memperbaiki akar permasalahan dari konflik dengan
membuka akses terhadap keadilan atau memperbesar pemerataan keadilan
bagi penduduk asli Papua dan kelompok marginal lainnya, mengelola
konflik dengan mendukung pembentukan kebijakan yang selaras dengan
kebudayaan, harus dilaksanakan di tingkat masyarakat. Oleh karena Papua
kaya budaya, maka strategi intervensi harus disesuaikan dengan pemetaan
kebudayaan di Papua. Secara terperinci ini berarti adanya persyaratan
dalam menyelidiki dan mengerti secara benar struktur dan karakteristik
(sistem nilainilai dan kebudayaan) yang ada di dalam masyarakat
bersangkutan. Fokus yang lebih ditekankan pada tingkat masyarakat
mungkin dapat dilakukan dengan jalan mengadopsi kearifan, kebudayaan
dan kebutuhan lokal dalam proses perencanaan partisipatif, manajemen
dan pengawasan. Investasi pada peningkatan kapasitas yang memerlukan
program jangka panjang akan berharga guna membangun kesinambungan
dan melaksanakan program secara bermartabat dengan memberikan ruang
bagi penduduk setempat untuk menyelesaikan permasalahan mereka
secara mandiri.
Pendekatan partisipatif ini juga akan memperkecil atau bahkan
menghapus kompleksitas perasaan rendah diri penduduk asli Papua.
Pertukaran pengetahuan, keterampilan dan pengalaman melalui
penghormatan terhadap nilainilai dan kebudayaan lokal antara orang-orang
yang dipekerjakan oleh badan-badan internasional dengan para anggota
masyarakat lokal yang mendorong transformasi kewenangan kepada
penduduk lokal, lebih bagus dibandingkan hanya “mengekspor” atau
menerbangkan dan mendatangan “para ahli” dari luar masyarakat tersebut.
3. Perlindungan terhadap kelompok rentan
22
Penjajakan yang dapat dimengerti diikuti dengan intervensi
program strategis terhadap kelompokkelompok yang rentan di Papua harus
dikembangkan. Badan-badan internasional dapat memberikan kontribusi
dalam memberikan kesempatan yang setara bagi para pemain lokal
termasuk kelompok-kelompok rentan untuk ikut serta secara aktif dalam
menyelesaikan konflik di antara mereka sendiri. Beberapa kelompok
rentan dalam kalangan penduduk asli papua memerlukan perhatian lebih
termasuk kelompok yang secara geografis terasing karena tinggal di
pelbagai daerah terpencil dan/atau yang distigmakan secara politik,
sehingga menyebabkan tingkat akses yang rendah terhadap hak-hak dasar
mereka serta menempatkan mereka pada posisi rentan terhadap
kemungkinan adanya kekerasan atau pelanggaran hak asasi manusia.
Rendahnya akses (kurangnya alat transportasi) untuk mencapai dan/atau
larangan dari pemerintah lokal atau aparat keamanan untuk memasuki
daerah-daerah tempat tinggl kelompok rentan ini membuat mereka “tidak
terlihat”. adi, strategi intervensi yang memungkinkan seperti pemulihan
masyarakat dan perbaikan keadilan harus diberikan. Di sisi lain, strategi
makro lainnya harus dilakukan dengan mendorong pembentukan
kebijakan publik yang memihak pada kelompok rentan termasuk para
korban kekerasan, kelompok yang terlantar: dari obyek perubahan sosial
menjadi subyek atau pemain aktif dari perubahan sosial.
4. Meluruskan penyimpangan
Merujuk kembali pada penjelasan sebelumnya mengenai akar
penyebab kekecewaan, ada beberapa penyimpangan di dalam konteks
Papua yang memerlukan pendekatan yang sensitif terhadap konflik;
kebijakan publik ganda (pendekatan keamanan dan peningkatan
penghidupan), politik perwakilan, polarisasi dan masyarakat yang anomik.
Strategi intervensi yang mengadaptasi pendekatan yang sensitif terhadap
konflik dalam meluruskan penyimpangan-penyimpangan ini sifatnya
mengandung strategi pencegahan krisis, promosi hakhak asasi manusia
dan usaha terpadu dalam koordinasi dalam tingkat elit (termasuk
23
koordinasi antar lembaga) serta memperkuat masyarakat madani di tingkat
akar rumput. Strategi intervensi harus mempertimbangkan and
memaparkan penyimpangan-penyimpangan di atas karena mereka
memebentuk karakter dalam proses perubahan sosial serta menentukan
tingkat keamanan manusia di Papua. Kesadaran kritis mengenai konteks
Papua secara menyeluruh akan meningkatkan sensitivitas mengenai
keamanan manusia; mendukung pembangunan kebijakan yang sesuai
dengan kebudayaan setempat dan ramah lingkungan, serta menghindarkan
badan-badan internasional dalam membawa dampak yang merugikan.
(Sugandi, 2019)
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konflik sosial adalah suatu proses sosial dimana orang perorangan atau
kelompok manusia berusaha untuk memenuhi apa yang menjadi tujuannya
dengan jalan menentang pihak lain disertai dengan ancaman dan/atau
kekerasan.
Dalam penjelasan UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik
Sosial menjelasakan secara umum bahwa Keanekaragaman suku, agama, ras,
dan budaya Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 230 juta jiwa, pada
satu sisi merupakan suatu kekayaan bangsa yang secara langsung ataupun
tidak langsung dapat memberikan kontribusi positif bagi upaya menciptakan
24
kesejahteraan masyarakat. Terdapat tiga manajemen bencana dari konflik
sosial yaitu pra bencana, intra bencana, dan pasca bencana.
B. Saran
Bencana bisa terjadi dimana saja dan kapan saja, namun harus diketahui
jenis-jenis bencana, sebab-sebab yang menimbulkan bencana, dan akibat yang
ditimbulkan bencana.
Saran-saran yang kami sampaikan untuk semua pihak agar dapat
mengantisipasi dan menanggulangi bencana sehingga tidak menimbulkan
kerusakan lingkungan hidup, korban meninggal, dan kerugian harta benda
yang besar.
1. Mengusulkan agar pemerintah memberikan sosialisasi dan simulasi
kepada masyarakat yang tinggal didaerah rawan bencana
2. Peran serta masyarakat sangat dibutuhkan dalam penyelamatan dan
pelestarian lingkungan karena Sebagian bencana diakibatkan oleh
kerusakan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Delima, A., Sarwono, & Sarlito. (2021). Keperawatan Bencana. Yayasan Kita
Menulis.
25
Higeia Journal of Public Health Research and Development, 1(3), 84–94.
LAMPIRAN
26
“PERDAMAIAN BUKANLAH TANPA
CARA DAMAI”
27