Anda di halaman 1dari 64

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN DASAR

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


KEBUTUHAN DASAR MANUSIA ISTIRAHAT DAN TIDUR
PADA NY. T DENGAN DIAGNOSA MEDIS ASMA DI
DUSUN GENDIS PIKATAN WONODADI BLITAR

OLEH :
IRA YUNIARISTI
NIM. 202106109

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Dasar Manusia Dengan


Kebutuhan Istirahat dan tidur Pada Ny. T dengan diagnosa medis Asma di Dusun
Gendis Pikatan Wonodadi Blitar Oleh Mahasiswa Stikes Karya Husada Kediri :

NAMA : IRA YUNIARISTI

NIM : 202106109

PRODI : Pendidikan Profesi Ners

Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Pendidikan Profesi Ners
Departemen Keperawatan Dasar Profesi (KDP), yang dilaksanakan pada tanggal
21-26 Maret 2022.

Mengetahui,

Pembimbing Akademi, Mahasiswa,

Ira Yuniaristi
Dr. Ns. Moch. Maftuchul Huda, S.Kp., M.Kep., Sp.Kom.
NIM. 202106109
NIDN. 0731068901
BAB 1

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 KONSEP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA


Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia
dalam memperhatahakan keseimbangan fisiologis maupun psikologis, yang bertujuan
untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Dalam memberikan asuhan
keperawatan kita sebagai seorang perawat harus bisa melakukannya dengan mengikuti
langkah-langkah proses keperawatan, mulai dari pengkajian sampai langkah evaluasi
yang penerapannya harus dilaksanakan secara berurutan.
Menurut Abrahan Maslow membagi kebutuhan dasar manusia menjadi lima tingkat
yaitu: kebutuhan fisiologis, rasa aman dan nyaman, kebutuhan kasih saying (dicintai
dan mencintai), kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri. Manusia
memiliki kebutuhan dasar yang bersifat heterogen setiap orang pada dasarnya memilki
kebutuhan dasar yang sama, akan tetapi karena budaya, maka kebutuhan tersebut ikut
berbeda. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan dasar manusia seperti :
Penyakit, hubungan keluarga, konsep diri, tahap perkembangan dan struktur keluarga.
Peran dan kompetensi perawat dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia pada klien
mutlak diperlukan, karena perawat satu-satunya tenaga kesehatan 24 jam
mendampingi klien. Dengan tindakan pemenuhan kebutuhan dasar manusia secara
benar dan tepat, maka resiko akibat gangguan pemenuhan kebutuhan dasar manusia
dapat dicegah atau diatasi secara tepat dan cepat.

1.2 KONSEP ISTIRAHAT DAN TIDUR


1.2.1 Definisi Istirahat dan Tidur
Menurut Hidayat (2009) istirahat merupakan keadaan relaks tanpa adanya tekanan
emosional, bukan hanya dalam keadaan tidak beraktivitas tetapi juga kondisi yang
membutuhkan ketenangan. Istirahat berarti berhenti sebentar untuk melepaskan
lelah, bersantai untuk menyegarkan diri, atau suatu keadaan melepaskan diri dari
segala hal yang membosankan, menyulitkan, bahkan menjengkelkan.
Sedangkan tidur merupakan kondisi tidak sadar dimana individu dapat dibangunkan
oleh stimulus atau sensoris yang sesuai atau juga dapat dikatakan sebagai keadaan
tidak sadarkan diri yang relative, bukan hanya keadaan penuh ketenangan tanpa
kegiatan, tetapi lebih merupakan suatu urutan siklus yang berulang, dengan ciri
adanya aktivitas yang minim, memiliki kesadaran yang bervariasi terdapat
perubahan proses fisiologis, dan terjadi penurunan respons terhadap rangsangan dari
luar (Hidayat, 2009).
Menurut Tarwoto & Wartonah (2011) istirahat adalah suatu keadaan dimana
kegiatan jasmaniah menurun yang berakibat badan menjadi lebih segar. Sedangkan
tidur adalah suatu keadaan relative tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa
kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang dan masing-masing
menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang kedua istirahat dan tidur
merupakan kebutuhan dasar yang mutlak harus dipenuhi oleh semua orang. Istirahat
dan tidur yang cukup, tubuh baru dapat berfungsi secara optimal. Istirahat dan tidur
sendiri memiliki makna yang berbeda pada setiap individu. Secara umum, istirahat
berarti suatu keadaan tenang, relaks, tanpa tekanan emosional dan bebas dari
perasaan gelisah. Beristirahat bukan berarti tidak melakukan aktivitas sama sekali,
terkadang berjalan-jalan di taman juga bisa dikatakan sebagai suatu bentuk istirahat
(Ambarwati, 2014)
Tidur merupakan keadaan yang berulang-ulang, perubahan status kesadaran yang
terjadi selama periode tertentu. Tidur dapat dikarakteristikakan dengan aktivitas
fisik yang minimal, tingkat kesadaran yang bervariasi, perubahan proses fisiologis
tubuh dan penurunan respon terhadap stimulus ekternal. Hampir sepertiga dari
waktu, kita gunakan untuk istirahat dan tidur. Hal tersebut didasarkan pada
keyakinan bahwa tidur dapat memulihkan atau mengistirahatkan fisik setelah
seharian beraktivitas, mengurangi stress dan kecemasan, serta dapat meningkatkan
kemampuan dan konsentrasi saat hendak melakukan aktivitas sehari-hari
(Ambarwati, 2014)
1.2.2 Pengaturan Tidur
Menurut Tarwoto & Wartonah (2011) tidur merupakan aktivitas yang melibatkan
susunan saraf pusat, saraf perifer, endokrin, kardiovaskuler, repirasi, dan
muskuloskeletal (Robinson, 1993: Tarwoto & Wartonah, 2011). Tiap kejadian
terebut dapat diidentifikasi atau direkam dengan elektoensefalogram (EEG) untuk
aktivitas listrik otak, pengukuran tonus otot dengan menggunakan elektromiogram
(EMG), dan elektrookulogram (EOG) untuk mengukur pergerakan mata.
Pengaturan dan kontrol tidur tergantung dari hubungan antara dua mekanisme
serebral yang secara bergantian mengaktifkan dan menekan pusat otak untuk tidur
atas diyakini mempunyai sel-sel khususnya dalam mempertahankan kewaspadaan
dan kesadaran. RAS memberikan stimulus visual, auditori, nyeri, dan sensorik raba.
Juga menerima stimulus dari korteks serebri (emosi dan proses pikir) (Tarwoto &
Wartonah, 2011).
Pada keadaan sadar mengakibatkan neuro-neuro dalam RAS melepaskan
ketekomin, misalnya norepinefrin. Saat tidur mungkin disebabkan oleh pelepasaan
serum serotinin dari sel-sel spesifik di pons dan batang otak tengah yaitu bulbar
synchronizing regional (BSR). Bangun dan tidurnya seseorang tergantung dari
keseimbangan impuls yang diterima dari pusat otak, reseptor sensorik perifer
misalnya bunyi, stimulus cahaya, dan system limbik seperti emosi (Tarwoto &
Wartonah, 2011) Seseorang yang mencoba untuk tidur, mereka menutup matanya
dan berusaha dalam posisi rileks. Jika ruangan gelap dan tenang aktivitas RAS
menurun, pada saat iti BSR mengeluarkan serum serotinin (Tarwoto & Wartonah,
2011).
1.2.3 Fisiologi Tidur
Menurut Saputra (2013) Aktivitas tidur berhubungan dengan mechanism serebral
yang secara bergantian mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan
bangun. Bagian otak yang mengendalikan aktivitas tidur adalah batang otak,
tepatnya pada sistem pengaktifan retikularis atau Reticular Acrivating System
(RAS) dan Bulbar Synchronizing Regional (BSR). RAS terdapat di batang otak
bagian atas dan diyakini memiliki sel-sel khusus yang dapat mempertahankan
kewasapadaan serta kesadaran. RAS juga diyakini dapat memberikan rangsangan
visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan serta dapat menerima stimulus dari korteks
serebri termasuk rangsangan emosi dan proses berpikir. Pada saat sadar, RAS
melepaskan katekolamin untuk mempertahankan kewaspadaan dan agar tetap
terjaga. Pengeluaran serotonin dari BSR menimbulkan rasa kantuk yang selanjutnya
menyebabkan tidur. Terbangun atau terjaganya seseorang tergantung pada
keseimbangan impuls yang diterima di pusat otak dan system limbik.
a. Ritme Sirkadian
Ritme sirkadian merupakan salah satu ritme tubuh yang diatur oleh hipotalamus.
Ritme ini termasuk dalam bioritme atau jam biologis. Ritme sirkadian
memengaruhu perilaku dan pola fungsi biologis utama, misalnya suhu tubuh,
denyut jantung, tekanan darah, sekresi hormon, kemampuan sensorik, dan
suasana hati (Saputra, 2013).
Pada manusia, ritme sirkaian dikendalikan oleh tubuh dan dipengaruhi oleh
faktor lingkungan, misalnya cahaya, kegelapan, gravitasi, dan faktor eksernal
(misalnya aktivitas sosial dan rutinitas pekerjaan). Ritme sirkadian menjadi
sinkron jika individu memiliki pola tidur sampai bangun yang mengikuti jam
biologisnya, yaitu individu akan terjaga pada saat ritme fisiologis dan
psikologisnya paling tinggi atau paling aktif dan akan tidur pada saat ritme
fisiologis dan psikologisnya paling rendah (Saputra,2013)
b. Tahapan Tidur
Tidur dapat dibagi menjadi dua tahapan, yaitu non-rapid eyemovement (NREM)
dan ropid eye movement (REM)
1) Tidur NREM
Tidur NREM disebabkan oleh penurunan kegiatan dalam system
pengaktifan retikularis. Tahap tidur ini disebut juga tidur gelombang lambat
(slow wave sleep), karena gelombang otak bergerak dengan sangat lambat.
Tidur NREM ditandai dengan penurunan sejumlah fungsi fisiologis tubuh
termasuk juga metabolism, kerja otot dan tanda-tanda vital, misalnya
tekanan darah dan frekuensi napas. Hal ini yang juga terjadi pada saat tidur
NREM adalah pergerakan bola mata melambat dan mimpi berkurang. Tidur
NREM terbagi menjadi empat tahap, yaitu sebagai berikut :
a) Tahap I
Tahap I merupakan tahap paling dangkal dari tidur dan merupakan tahap
transisi antara bangun dan tidur. Tahap ini ditandai dengan individu yang
cenderung rileks, masih sadar dengan lingkungannya, merasa
mengantuk, bola mata bergerak dari samping ke samping, frekuensi nadi
dan napas sedikit menurun, seta mudah dibangunkan. Tahap I normalnya
berlangsung sekitar 5 menit atau sekitar 5% dari total tidur
b) Tahap II
Tahap II merupakan tahap ketika individu masuk pada tahap tidur, tetapi
masih dapat bangun dengan mudah. Tahap I dan tahap II ini termasuk
dalam tahap tidur ringan (light sleep). Pada tahap II, otot mulai relaksasi,
mata pada umumnya menetap, dan proses-proses di dalam tubuh terus
menurun yang ditandai dengan penurunan denyut jantung, frekuensi
napas, suhu tubuh, dan metabolism. Tahap II normalnya berlangsung
Selma 10-20 menit dan merupakan 50-55% dari total tidur
c) Tahap III
Tahap III merupakan awal dari tahap tidur dalam atau tidur nyenyak
(deep sleep). Tahap ini dicirikan dengan relaksasi otot menyeluruh serta
pelambatan denyut nadi, frekuensi napas, dan proses tubuh yang lain.
Pelambatan tersebut disebabkan oleh dominasi system saraf
parasimpatetik. Pada tahap III, individu cenderung sulit dibangunkan.
Tahap III berlangsung selama 15-30 menit dan merupakan 10% dari total
tidur
d) Tahap IV
Pada tahap IV, individu tidur semakin dalam atau delta sleep. Tahap IV
ditandai dengan perubahan fisiologis, yaitu EEG gelombang otak
melemah serta penurunan denyut jantung, tekanan darah, tonus otot,
metabolism, dan suhu tubuh. Pada tahap ini, individu jarang bergerak
dan sulit dibangunkan. Tahap ini berlangsung selama 15-30 menit dan
merupakan 10% dari total tidur (Saputra, 2013)
2) Tidur REM
Menurut Saputra (2013) tidur REM juga tidur paradoks. Tahapan ini
biasanya terjadi rata-rata setiap 90 menit dan berlangsung selama 5-20
menit. Tidur REM tidak senyenyak tidur NREM dan biasanya sebagian
besar mimpi terjadi pada tahap ini. Tidur REM penting untuk keseimbangan
mental dan emosi. Selain itu, tahapan tidur ini juga berperan dalam proses
belajar, memori, dan adaptasi
a. Tidur REM ditandai dengan :
1. Lebih sulit dibangunkan atau justru dapat bangun dengan tiba-tiba
2. Tonus otot sangat terdepresi dan menunjukan inhibisi kuat proyeksi
spinal atas system pengaktivasi retikularis
3. Sekresi lambung meningkat
4. Frekuensi denyut jantung dan pernapasan sering kali menjadi tidak
teratur
5. Pada otot perifer terjadi beberapa gerakan otot yang tidak teratur
6. Mata cepat tertutup dan terbuka
7. Metabolisme meningkat
b. Karakteristik Tidur REM
1. Mimpi yang bermacam-macam
2. Otot-otot kendor, gerakan otot tidak teratur
3. Penapasan : ireguler (tidak teratur) kadang dengan apnea
4. Nadi : cepat dan ireguler
5. Tekanan darah : meningkat
6. Gelombang otak EEG aktif
7. Siklus tidur sulit dibangunkan
8. Sekresi lambung meningkat
9. Gerakan mata cepat
3) Siklus Tidur
Selama tidur, individu mengalami siklus tidur yang di dalamnya terdapat
pergantian antara tahap tidur NREM dan REM secara berulang. Siklus tidur
pada individu dapat diringkas sebagai berikut :
a. Pergeseran dari tidur NREM tahap I-III selama 30 menit
b. Pergeseran dari tidur NREM tahap III ke tahap IV. Tahap IV ini
berlangsung selama 20 menit
c. Individu kembali mengalami tidur NREM tahap III dan tahap II yang
berlangsung selama 20 menit
d. Pergeseran dari tidur NREM tahap II ke tidur REM. Tidur REM ini
berlangsung selama 10 menit
e. Pergeseran dari tidur REM ke tidur NREM tahap II
f. Siklus tidur pun dimulai, tidur NREM terjadi bergantian dengan tidur
REM. Siklus ini normalnya berlangsung selama 1,5 jam dan setiap orang
umumnya melalui 4-5 siklus selama 7-8 jam tidur (Saputra, 2013)
1.2.4 Perubahan Fisiologis Selama Tidur
Menurut Atoilah and Kusnadi (2013) perubahan fisiologis selama tidur adalah :
a. Penurunan tekanan darah dan nadi Dilatasi pembuluh darah perifer
b. Kadang-kadang terjadi peningkatan aktivitas traktus gastro intestinal
c. Relaksasi otot-ott rangka
d. Basal Metabolism Rate (BMR) menurun 10-30%
1.2.5 Fungsi dan Tujuan Tidur
Menurut Hidayat (2009) fungsi dan tujuan tidur secara jelas tidak diketahui akan
tetapi diyakini bahwa tidur dapat digunakan untuk menjaga keseimbangan mental,
emosional, kesehatan, mengurangi stress pada paru, kardiovaskuler, endokrin, dan
lain-lain. Energi disimpan selama tidur sehingga dapat diarahkan kembali pada
fungsi seluler yang penting. Secara umum terdapat dua efek fisiologi dari tidur.
Pertama, efek pada system saraf yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan
normaldan keseimbangan di antara berbagai susunan saraf dan kedua, efek pada
struktur tubuh dengan memulihkan kesegaran dan fungsi dalam organ tubuh karena
selama tidur terjadi penurunan.
Fungsi tidur terbagi dua yaitu, restorative selama tidur seseorang akan mengulang
(review) kembali kejadian-kejadian sehari-hari, memperoses, menyusun kembali,
menyimpan dan menggunakannya untuk masa depan. Sedangkan tingkah laku tidur
juga diyakini dapat menjaga keseimbangan mental dan emosional serta kesehatan
(Atoilah and Kusnadi, 2013)
1.2.6 Pola Tidur Normal
Menurut Tarwoto dan Wartonah, 2011 pola tidur normal adalah :
a. Neonates sampai dengan 3 bulan
1) Kira-kira membutuhkan 16 jam/hari
2) Mudah berespons terhadap stimulus
3) Pada minggu pertama kelahiran 50% adalah tahap REM
b. Bayi
1) Pada malam hari kira-kira tidur 8-10 jam
2) Usia 1 bulan sampai dengan 1tahun kira-kira tidur 14 jam/hari
3) Tahap REM 20-30%
c. Toddler
1) Tidur 10-12 jam/hari
2) Tahap REM 25%
d. Prasekolah
1) Tidur 11 jam pada malam hari
2) tahap REM 20%
e. Usia Sekolah
1) Tidur 10 jam pada malam hari
2) Tahap REM 18,5%
f. Remaja
1) Tidur 8,5 jam pada malam hari
2) Tahap REM 20%
g. Dewasa Muda
1) Tidur 7-9 jam/hari
2) Tahap REM 20%
h. Usia Dewasa Pertengahan
1) Tidur lebih kurang 7 jam/hari
2) Tahap REM 20%
i. Usia Tua
1) Tidur lebih kurang 6 jam/hari
2) Tahap REM 20-25%
3) Tahap NREM IV menurun dan kadang-kadang absen
4) Sering terbangun pada malam hari
1.2.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tidur
a. Penyakit
Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih banyak dari
normal. Namun demikian, keadaan sakit menjadikan pasien kurang tidur atau
tidak dapat tidur. Misalnya pada pasien dengan gangguan pernafasan seperti
asma, bronchitis, penyakit kardiovaskuler, dan penyakit persarafan (Tarwoto
dan Wartonah, 2011)
b. Lingkungan
Pasien yang biasa tidur pada lingkungan yang tenang dan nyaman, kemudian
terjadi perubahan suasana gaduh maka akan menghambat tidurnya (Tarwoto dan
Wartonah, 2011).
c. Motivasi
Motivasi dapat memengaruhi tidur dan dapat menimbulkan keinginan untuk
tetap bangun dan waspada menahan kantuk (Tarwoto dan Wartonah, 2011).
d. Latihan dan Kelelahan
Kelalahan dapat memperpendek periode pertama pertama dari tahap REM
(Tarwoto dan Wartonah, 2011). Kelatihan akibat aktivitas yang tinggi dapat
memerlukan lebih banyak tidur untuk menjaga keseimbangan energy yang telah
dikeluarkan. Hal tersebut terrlihat pada seorang yang telah melakukan aktivitas
dan mencapai kelelaha. Maka, orang tersebut akan lebih cepat untuk dapat tidur
karena tahap tidur gelombang lambatnya diperpendek (Hidayat, 2009).
e. Kecemasan
Pada keadaan cemas seseorang mungkinmeningkatkan saraf simpatis sehingga
mengganggu tidurnya (Tarwoto dan Wartonah, 2011).
f. Alkohol
Alkohol menekan REM secara normal, seseorang yang tahan minum alkohol
dapat mengakibatkan insomnia dan lekas marah (Tarwoto dan Wartonah, 2011).
g. Obat-obatan
Menurut Tarwoto dan Wartonah, 2011, ada beberapa jenis obat yang dapat
menimbulkan gangguan tidur antara lain :
1) Diuretik : menyebabkan insomnia
2) Antidepresan : menyupresi REM
3) Kafein : meningkatkan saraf simpatis
4) Beta-bloker : menimbulkan insomnia
5) Narkotika : menyupresi REM
h. Stress Psikologis
Kondisi psikologis dapat terjadi pada seseorang akibat keteganganjiwa. Hal
tersebut terlihat ketika seseorang yang memiliki masalah psikologis mengalami
kegelisahan sehingga sulit untuk tidur
i. Nutrisi
Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur,
protein yang tinggi dapat mempercepat terjadinya proses tidur karena adanya
tryptophan yang merupakan asam amino dari protein yang dicerna. Demikian
sebaiknya, kebutuhan gizi yang kurang dapat juga memengaruhi proses tidur,
bahkan terkadang sulit untuk tidur
1.2.8 Gangguan Masalah Kebutuhan Tidur
Gangguan tidur menurut Tarwoto dan Wartonah, 2011 ada 9 yang terganggu
tidurnya adalah sebagai berikut :
a. Insomnia
Adalah ketidakamampuan memperoleh secara cukup kualitas dan kuantitas
tidur. Tiga macam insomnia yaitu : insomnia inisial (initial insomnia) adalah
tidak adanya ketidakmampuan untuk tidur, insomnia intermiten (intermittent
insomnia) merupakan ketidakmampuan untuk tetap mempertahankan tidur
karena sering terbangun dan insomnia terminal (terminal insomnia) adalah
bangun lebih awal tetapi tidak pernah tertidur kembali. Penyebab insomnia
adalah ketidakmampuan fisik, kecemasan, dan kebiasaan minum alkohol dalam
jumlah banyak.
b. Hipersomnia
Berlebihan jam tidur pada malam hari, lebih dari 9 jam, biasanya disebabkan
oleh depresi, kerusakan saraf tepi, beberapa penyakit ginjal, liver, dan
metabolism.
c. Parasomnia
sekumpulan penyakit yang menggangu tidur anak seperti samnohebalisme (tidur
sambil berjlan)
d. Enuresa
Enuresa merupakan buang air kecil yang tidak disengaja pada waktu tidur atau
biasa juga disebut dengan istilah mengompol. Enuresa dibagi menjadi dua jenis
yaitu : enuresa nocturnal, merupakan mengompol di waktu tidur dan enuresa
diurnal, mengompol pada saat bangun tidur. Enuresa nikturnal
umumnyamerupakan gangguan pada tidur NREM (Hidayat, 2009).
e. Narkolepsi
Suatu keadaan atau kondisi yang ditandai oleh keinginan yang tidak terkendali
untuk tidur. Gelombang otak penderita pada say tidur sama dengan orang yang
sedang tidur normal, juga tidak terdapat gas darah atau endoktrin
f. Apnea tidur dan mendengkur
Mendengkur bukan dianggap sebagi gangguan tidur, namum bila disertai apnea
maka bisa menjadi masalah. Mendengkur disebabkan oleh adanya rintangan
pengeluaran udara di hidung dan mulut, misalnya amandel, adenoid, otot-otot di
belakang mulut mengendor dan bergetar. Periode apnea berlangsung selama 10
detik sampai 3 menit.
g. Mengigau
Hampir semua orang pernah mengigau, hal itu terjadi sebelum tidur REM
h. Sudden Infant Death Syndrom / SIDS
Gangguan ini dapat terjadi pada bayi 12 bulan pertama. Penyebabnya tidak
diketahui. Berbagai ahli berpendapat bahwa gangguan ini disebabkan oleh
system saraf tidak matang atau apnea saat tidur (Heriana, 2014).
i. Gangguan Pola Tidur Secara Umum
Gangguan pola tidur secara umum merupakan suatu keadaan diman individu
mengalami atau mempunyai risiko perubahan dalam jumlah dan kualitas pola
istirahat yang menyebabkan ketidaknyamanan atau mengganggu gaya hidup
yang diinginkan (Carpenito, LJ, 1995 : Hidayat, 2009)
1.2.9 Penatalaksanaan Gangguan Istirahat dan Tidur
Menurut Potter & Perry, 2012 dan Asmadi, 2008
1. Kontrol lingkungan disekitar rumah atau apabila pasien berada dirumah sakit
caranya yaitu tutup pintu kamar klien jika mungkin, diharapkan pintu area kerja
diunit tersebut ditutup, gunakan sepatu beralas karet, matikan oksigen disamping
tempat tidur apabila pasien memakai oksigen dan peralatan lainnya, matika
alarm, bunyi alat monitor, TV, radio dalam kamar, kecuali jika klien menyukai
musik yang lembut, hindari bunyi yang keras.
2. Minum obat-obatan farmakologi yang disarankan oleh dokter
3. Memakan makanan berprotein tinggi sebelum tidur, seperti keju atau susu
4. Usahakan agar selalu beranjak tidur pada waktu yang sama
5. Hindari tidur di waktu siang atau sore hari.
6. Berusaha untuk tidur hanya apabila merasa benar-benar kantuk dan tidak pada
waktu kesadaran penuh
7. Hindari kegiatan-kegiatan yang membangkitkan minat sebelum tidur
8. Lakukan latihan-latihan gerak badan setiap hari, tetapi tidak menjelang tidur.
9. Gunakan teknik-teknik pelepasan otot-otot serta meditasi sebelum berusaha
untuk tidur
1.3 KONSEP ASMA
1.3.1 Definisi Asma
Asma adalah penyakit pada sistem respirasi yang mengalami penyempitan, akibat
dari hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang mengakibatkan timbulnya
peradangan atau inflamasi (A. H. Nurarif and H. Kusuma, 2015). Siswanti (2019)
menyatakan bahwa asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang
dapat menyebabkan meningkatnya hiperresponsif pada jalan nafas, gejalanya dapat
berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk terutama pada malam
menjelang dini hari.
Asma merupakan suatu penyakit dengan adanya penyempitan saluran pernapasan
yang berhubungan dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus
berupa hiperaktivitas otot polos dan inflamasi, hipersekresi mukus, edema dinding
saluran pernapasan dan inflamasi yang disebabkan berbagai macam rangsangan
(Alsagaff, 2017).
Sedangkan menurut GINA (2017) penyakit asma merupakan proses iNflamasi
kronik saluran pernafasan yang melibatkan banyak sel dan elemennya
1.3.2 Klasifikasi Asma
1. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi
alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap
orang yang sehat. Merupakan suatu jenis asma yang disebabkan oleh allergen
(misalnya bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan dan lain-lain).
Allergen yang palingumum adalah allergen yang perantaraan pemyebarannya
melalui udara (Air bone) dan allergen yang muncul secara musiman (seasonal).
Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi pada
keluarga dan riwayat pengobatan eczema atau rhinitis allergic. Paparan terhadap
alergi akan mencetuskan serangan asma. Gejala asma umumnya dimulai pada
saat kanak-kanak
2. Asma intrinsik/ Idiopatic atau nonallergic astma
Merupakan Jenis asma yang tidak berhubungan secara langsung dengan allergen
spesifik. Faktor-faktor seperti commond cold, infeksi saluran napas atas,
aktifitas, emosi dan polusi lingkungan dapat menimbulkan serangan asma.
Beberapa agen farmakologis, antagonis betaadrenergik, dan agen sulfite
(penyedap makanan) juga dapat berperan sebagai factor pencetus. Asma
intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari
allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi lingkungan yang
buruk seperti kelembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang
berlebihan (Andang, 2017)
3. Asma Campuran
Merupakan bentuk asma yang paling sering ditemukan. Dikarakteristikkan
dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan idiopatik atau nonalergik. Asma
campuran adalah asma yang mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan
non-alergik
1.3.3 Etiologi Asma
Menurut Andra & Yessi (2013) etiologi asma di bagi menjadi 3 yaitu :
1. Asma ekstrinsik
Asma yang di sebabkan oleh alergen yang di ketahui masanya sudah terdapat
semenjak anak-anak seperti alergi terhadap protein, serbuk sari, bulu halus,
binatang dan debu.
2. Asma intrinsik/ Idiopatic atau nonallergic astma
Asma yang tidak di temukan faktor pencetus yang jelas, tetapi adanya faktor-
faktor non spesifik seperti : flu, latihan fisik atau emosi yang sering memicu
serangan asma. Asma ini sering muncul atau timbul sesudah usia 40 tahun
3. Asma campuran
Asma yang terjadi atau timbul karena adanya komponen ekstrinsik dan intrinsic

1.3.4 Manifestasi Klinis Asma


1. Asma Entrinsik
a) Dada merasa sesak karena adanya penyempitan saluran pernafasan akibat
adanya suatu rangsangan tertentu, misalnya bulu binatang. Akibatnya untuk
memompa oksigen ke seluruh tubuh harus extra keras (memaksa) sehingga
dada menjadi sesak
b) Lebih sensitif terhadap pencetus alergi disekitarnya
c) Adanya reaksi alergi yang muncul setelah memakan makanan tertentu
2. Asma Intrinsik
a) Sering batuk, baik disertai dahak atau tidak. Batuk adalah tanda adanya
ketidakbesaran dari sistem pernafasan
b) Susah tidur akibat dada sesak dan batuk
c) Sesak memberat apabila mengalami stress, lingkungan yang buruk, aktivitas
yang berlebihan
d) Kesulitan bernafas dan sering terlihat terengah-engah apabila melakukan
aktivitas yang sedikit berat
3. Asma Campuran
a) Mengi pada suara nafas penderita asma yang terus menerus
e) Perasaan selalu lesu dan lelah akibat dari kurangnya pasokan oksigen ke
seluruh tubuh
f) Tidak mampu menjalankan aktivitas fisik yang lebih berat karena
mengalami masalah pernafasan
g) Mengalami gangguan pola tidur akibat dada sesak dan batuk, umumnya
tidak bias tertidur ketika malam
h) Paru-paru tidak berfungsi secara normal
1.3.5 Faktor Resiko Asma
Menurut Smeltzer & Bare (2013), Ada beberapa yang merupakan factor presdiposisi
dan presipitasi timbulnya serangan asma yaitu :
1. Faktor Presdisposisi
Berupa Genetik dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun
belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga yang menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat penyakit ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asma jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu
hipersensitifitas saluran pernapasan juga bisa diturunkan
2. Faktor Presipitasi
Fakor Pertama Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
a) Inhalan yaitu yang masuk melalui saluran pernapasan misalnya debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri, dan polusi
b) Ingesti yaitu yang masuk melalui mulut misalnya makanan minuman dan
obat-obatan
c) Kontaktan yaitu yang masuk melalui kontak dengan kulit misalnya perhiasan,
logam dan jam tangan
Faktor Kedua Perubahan Cuaca, cuaca lembab dan hawa pegunungan yang
dingin sering mempengaruhi asam. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan
dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini
berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu
Faktor Ketiga Stress, stress atau gangguan emosi menjadi pencetus serangan
asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Di
samping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang
alami stres perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya, jika
stresnya belum diatasi maka gejala asma belum bisa diobati (Smeltzer & Bare,
2013)
Faktor Keempat Lingkungan, lingkungan sekitar misalnya rumah, apakah
rumahnya dekat dengan pabrik, jalan raya, atau dekat dengan pembuangan
limbah itu juga dapat menimbulkan polusi, sehingga lingkungan juga
merupakan pencetus penyebab penyakit asma dapat kambuh. Lingkungan yang
bersih, tidak kumuh, pencahayaan yang cukup, ventilasi yang memadahi dapat
memperlancar untuk pertukaran oksigen sehingga penderita asma dapat
menghirup udara yang bersih
Faktor Kelima olah raga atau aktivitas yang berat, sebagian besar penderita
asma akan mendapat serangan asma jika melakukan aktifitas jasmani atau
olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.
Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas
tersebut
1.3.6 Patofisiologi
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma bronchial
adalah spasme otot polos edema dan inflamasi memakan jalan nafas dan edukasi
muncul intra minimal, sel-sel radang dan deris selular. Obstruksi menyebabkan
pertambahan resistensi jalan udara yang meredahkan volume ekspirasi paksa dan
kecepatan aliran penutupan prematur jalan udara, hiperinflamasi patu.
Bertambahnya kerja pernafasan,
perubahan sifat elastik dan frekuensi pernafasan dapat menyebabkan gangguan
kebutuhan istirahat dan tidur. walaupun, jalan nafas bersifat difusi, obstruksi
menyebabkan perbedaan suatu bagian dengan bagian lain ini berakibat perfusi
bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi yang menyebakan kelainan gas-gas
terutama CO2 akibat hiperventilasi. Pada respon alergi disaluran nafas antibodi
COE berikatan dengan alergi degrenakulasi sel mati, akibat degrenakulasi tersebut
histamin di lepaskan. Histomin menyebabkan kontruksi otot polos bronkiolus.
Apabila respon histamin juga merangsang pembentukuan mulkus dan peningkatan
permiabilitas kapiler maka juga akan terjadi kongesti dan pembangunan ruang
intensium paru. Individu yang mengalami asma mungkin memerlukan respon yang
sensitif berlebihan terhadap sesuatu alergi atau sel-sel mestinya terlalu mudah
mengalami degravitasi dimanapun letak hipersensitivitas respon peradangan
tersebut. Hasil akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan mukus edema dan
obstruksi aliran udara (Amin, 2015).
1.3.7 WOC
1.3.8 Pemeriksaan Penunjang
1) Analisis Gas Darah
hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat hipoksemia,
hiperkapnea, dan asidosis respiratorik
2) Sputum, pewarnaan gram penting utnuk melihat adanya bakteri, cara tersebut
kemudian diikuti dan uji resistensi terhadap antibiotic
3) Sel Eosinofil, sel eosinofil pada klien dengan asmatikus mencapai
1000-1500/mm3 baik asma intrinsik ataupun ekstrinsik, sedangkan hitungan sel
eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai penurunan
hitung jenis sel eosinofil menunjukkan obat telah tepat
4) Pemeriksaan Darah rutin dan kimia, jumlah sel leukosit lebih dari 15.000/mm3
terjadi karena infeksi. SGOT dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati
akibat hipoksia atau hiperkapnea
5) Pemeriksaan Radiologi, hasil pemeriksaan radiologi pada pasien asma biasanya
normal, tetapi terapi ini harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya proses patologi di paru atau komplikasi asma seperti
pneumotoraks, pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain
1.3.9 Penatalaksanaan
a. Pengobatan non farmakologik
1) Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang
penyakit asma
2) Pola hidup sehat
1. Meningkatkan kebugaran fisik.
2. Berhenti atau tidak merokok.
3. Lingkungan kerja yang berpotensi dalam menimbulkan asma
3) Fisioterapi
b. Pengobatan farmakologi
1) Beta, contohnya : Alupent, metrapel
2) Metil Xantin, contohnya : Aminophilin dan Teopilin
3) Kortikosteroid, contohnya : Beclometason Dipropinate dengan dosis
800 empat kali semprot tiap hari
4) Kromolin, Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak –
anak. Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari
5) Ketotifen, Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral
c. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
1) Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
2) Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
3) Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit
dilanjutkan drip Rl atau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20
mg/kg bb/24 jam
4) Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
5) Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
6) Antibiotik spektrum luas

1.3.10 Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan karena penyakit asma menurut (Wahid
& Suprapto, 2013) yaitu:
1) Status Asmatikus: suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang
bersifat refrator terhadap pengobatan yang lazimdipakai.
2) Atelektasis: ketidakmampuan paru berkembang dan mengempis
3) Hipoksemia
4) Pneumothorax
5) Emfisema
6) Deformitas thorax
7) Gagal jantung
BAB 2

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 PENGKAJIAN
a) Anamnesis
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pada pengkajian
semua data dikumpulkan secara sistematis, untuk menentukan status kesehatan
pasien saat ini. Pengkajian harus dilakukan secara komperhensif terkait dengan
aspek biologis, psikologis, sosial maupun spiritual pasien (Asmad, 2018).
Sebelum dilakukan operasi maka klien perlu dipersiapkan secara fisik maupun
psikis, disamping itu klien juga perlu diberikan pengetahuan tentang peristiwa
yang akan dialami setelah dioperasi dan diberikan latihan-latihan fisik
(pernafasan dalam) untuk digunakan dalam periode post operasi. hal tersebut
penting dikarenakan banyak klien merasa cemas bila akan dioperasi dan juga
terhadap pemberian anastesi. Untuk melengkapi hal tersebut maka perawat perlu
melengkapi data subjektif maupun objektif. Pengumpulan data subjektif dan
objektif pada klien dengan apendisitis meliputi anamnesis riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial.
1. Identitas pasien
Penyakit ini sering ditemukan pada semua usia dari bayi di atas satu tahun
hingga dewasa. Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Pada klien penderita Asma keluhan utama yang akan muncul berupa sesak
nafas, batuk, lesu, tidak bergairah, pucat, nyeri pada bagian dada dan jalan
nafas. Keluhan utama yang muncul pada pasien Asma adalah sesak napas.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pada kasus yang khas, Keluhan pasien yaitu sesak nafas, batuk, lesu, tidak
bergairah, pucat, nyeri pada bagian dada dan jalan nafas
c. Riwayat kesehatan lalu
Apakah pasien pernah menderita penyakit asma dan penyakit berat seperti
serangan jantung, dan penyakit lainnya yang berbahaya
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada keluarga yang mengalami sakit yang sama atau keturunan.
e. Riwayat nutrisi, saat sakit biasanya akan mengalami penurunan nafsu
makan
b) Pola Kesehatan Sehari-hari
1. Nutrition
Gejala : Nafsu makan berkurang dan ketidakmampuan untuk makan karena
distress pernapasan
Tanda : Penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat
2. Elimination and Change
Apakah ada perubahan pola berkemih pada pasien (polyuria, nokturia,
anuria), diare
3. Activity/Rest
Gejala : Pada klien dengan asma gejala yang dapat ditimbulkan antara lain
keletihan, kelelahan, malaise, dispnea pada saat melakukan aktivitas yang
berat, tidur dalam posisi semi-fowler/fowler, dispnea pada saat istirahat
atau respon terhadap aktivatas/latihan
Tanda : Keletihan, gelisah, insomnia, kelemahan umum
4. Sirkulasi
Gejala : Adanya peningkatan frekuensi jantung dan berkeringat
Tanda: Tekanan dara bisa naik / turun/ normal, nadi dapat normal, tidak kuat
atau lemah / kuat kualitasnya, apeningakatan frekuensi jantung/takikardi
berat, tidak berhubungan dangan penyakit jantung, warna kulit/membran
mukosa normal/abu-abu (sianosis), kaku tubuh, sianosis perifer, pucat dapat
menunjukkan anemia
5. Respirasi
Gejala : Nafas pendek, dada terasa tertekan dan kesulitan untuk melakukan
bernapas, bunyi nafas mengi, dan batuk di sertai dengan adanya sputum,
terpajan polusi atau debu/asap, faktor keluarga/keturunan
Tanda : Pernafasan cepat/lambat, nafas bibir, gerakan diafragma minimal,
bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi, crackles atau ronchi, hiperesonan
atau pekak pada paru, sianosis pada dasar kuku
6. Keamanan
Gejala :Riwayat reaksi alergi/sensitif terhadap zat
7. Seksualitas
Penurunan libido (Andra & Yessie 2013, h. 194)
c) Pemeriksaan fisik
1. TTV : Tekanan darah pada penderita akan mengalami peningkatan atau tidak
karna pasien asma akan mengalami sesak nafas, nadi akan normal/tidak
2. Pemeriksaan kepala : Inspeksi untuk melihat bentuk simetris, tidak terdapat
lesi. Palpasi untuk mengetahui tidak ada nyeri tekan
3. Pemeriksaan mata : Inspeksi untuk mengetahui konjungtiva anemis, sklera
putih, konjungtiva merah muda, dan reflek pupil mengecil ketika terkena
sinar. Palpasi, tidak ada nyeri tekan
4. Pemeriksaan hidung : Inspeksi, terdapat pernapasan cuping hidung. Palpasi,
tidak ada nyeri tekan
5. Leher : tidak adanya distensi vena jugularis
6. Pemeriksaan Dada/paru
Inspeksi : respirasi rate mengalami peningkatan, terdapat penggunaan otot
bantu pernapasan
Palpasi: tidak adanya nyeri tekan, simetris/tidak saat ekspirasi
Perkusi : paru sonor, hipersonor atau pekak
Auskultasi: suara abnormal (wheezing atau ronchi)
7. Pemeriksaan jantung
Inspeksi: ictus cordis tidak nampak, tidak adanya pembesaran
Palpasi: biasanya ditemukan tekanan darah menurun atau meningkat karna
sesak
Perkusi: suara jantung pekak
Auskultasi: suara jantung BJ 1”LUB” dan BJ 2”DUB” terdengar normal,
tidak terdapat suara tambahan
8. Ektremitas : pergerakan baik antara kiri dan kanan

2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Gangguan Pola Tidur (D.0055)
2. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (D.0001)
3. Pola napas tidak efektif (D.0005)
4. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)
5. Penurunan Curah Jantung (D.0008)
6. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009)
7. Intoleransi Aktivitas (D.0056)
8. Ansietas (D.0080)
9. Defisit Nutrisi (D.0019)
10. Defisit Pengetahuan (D.0111)

2.3 INTERVENSI KEPERAWATAN


Intervensi keperawatan adalah bentuk terapi yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai peningkatan,
pencegahan dan pemulihan kesehatan klien individu, keluarga dan komunitas
(SIKI,PPNI,2018).

Diagnosa SLKI SIKI


Keperawatan
Gangguan Setelah di lakukan perawatan Dukungan tidur (I.05174)
Pola Tidur selama 3x24 jam maka maka Observasi
(D.0055) Gangguan pola tidur membaik 1. Identifikasi pola aktifitas dan
dengan kriteria hasil: tidur
Pola Tidur (L.05045) 2. Identifikasi factor pengganggu
1. Keluhan sulit tidur tidur (fisik dan psikologis)
meningkat (5) 3. Identifikasi makanan dan
2. Keluhan sering terjaga minuman yang mengganggu tidur
meningkat (5) 4. Identifikasi obat yang dikonsumsi
3. Keluhan tidak puas tidur Terapeutik
meningkat (5) 5. Modifikasi lingkungan (mis,
4. Keluhan pola tidur berubah pencahayaan, kebisingan, suhu,
meningkat (5) matras dan tempat tidur)
5. Keluhan istirahat tidak 6. Fasilitasi menghilangkan stress
cukup meningkat (5) sebelum tidur
6. Kemampuan beraktivitas 7. Tetapkan jadwal tidur rutin
menurun (5) 8. Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan (mis,
pijat, pengaturan posisi)
Edukasi
9. Jelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit
10.Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
11.Anjurkan menghindari makanan
dan minuman yang mengganggu
tidur
12.Ajarkan relaksasi otot autogenic
atau cara nonfarmakologis
lainnya
Bersihan Setelah di lakukan perawatan Pemantauan Respirasi (I.01014)
Jalan Napas selama 3x24 jam maka Bersihan Observasi
Tidak Efektif jalan napas tidak efektif 1. Monitor frekuensi, irama,
(D.0001) meningkat dengan kriteria hasil: kedalaman, dan upaya napas
Bersihan Jalan Napas (L.01001) 2. Monitor pola napas
1. Produksi sputum menurun 3. Monitor kemampuan batuk
(5) 4. Monitor adanya sumbatan jalan
2. Mengi menurun (5) napas
3. Wheezing menurun (5) 5. Auskultasi bunyi napas
4. Dispnea menurun (5) 6. Monitor saturasi oksigen
5. Frekuensi napas membaik (5) Terapeuttik
6. Pola napas membaik (5) 7. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Kolaborasi
8. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
9. Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu

Pemberian Obat Inhalasi (I.01015)


Observasi
1. Identifikasi kemungkinan alergi,
interaksi dan kontraindikasi obat
2. Verifikasi order obat sesuai
dengan indikasi
3. Periksa tanggal kadaluwarsa obat
4. Monitor efek samping, toksisitas
dan interaksi obat
Terapeutik
5. Lakukan prinsip enam benar
(pasien, obat, dosis, waktu, rute,
dokumentasi)
6. Lepaskan penutup inhaler dan
pegang terbalik
Edukasi
7. Anjurkan bernapas lambat dan
dalam selama penggunaan
nebulizer
8. Ajarkan pasien dan keluarga
tentang cara pemberian obat
Pola Napas Setelah di lakukan perawatan Pemantauan respirasi I.01014
Tidak Efektif selama 3x24 jam maka Pola Observasi
(D.0005) napas tidak efektif membaik 1. Monitor frekuensi, irama,
dengan kriteria hasil: kedalaman dan upayanapas.
Pola napas L.01004 2. Monitor adanya produksi
1. Dipsnea menurun (5) mukus/sputum
2. Penggunaan otot bantu napas 3. Monitor pola napas
menurun (5) 4. Palpasi kesimetrisan ekspansi
3. Pemanjangan fase ekspirasi paru
menurun (5) 5. Auskultasi bunyi napas
4. Frekuensi napas membaik (5) 6. Monitor adanya sumbatan jalan
5. Kedalaman napas membaik napas
(5) 7. Monitor saturasi oksigen.
Terapeutik
8. Atur pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
9. Dokumentasikan hasil
pemantauan.
Edukasi
10.Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan.
Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
Gangguan Setelah di lakukan perawatan Terapi oksigen I.01026
Pertukaran selama 3x24 jam maka Observasi
Gas Gangguan pertukaran gas 1. Monitor kecepatan aliran
(D.0003) meningkat dengan kriteria hasil: oksigen
Pertukaran gas L.01003 2. Monitor posisi alat terapi
1. Tingkat kesadaran oksigen
meningkat (5) 3. Monitor aliran terapi oksigen
2. Dispnea menurun (5) secara periodik dan pastikan
3. Bunyi napas tambahan fraksi yang diberikan cukup
menurun (5) 4. Monitor efektifitas terapi
4. PCO₂ membaik (5) oksigen (oksimetri, AGD), jika
5. PO₂ membaik (5) perlu
6. pH arteri membaik (5) 5. Monitor tanda-tanda
7. sianonis membaik (5) hipoventilasi
8. pola napas membaik (5) 6. Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen.
Terapeutik
7. Bersihkan sekret/mukus pada
hidung mulut, dan trakea, jika
perlu
8. Pertahankan kepatenan jalan
napas
9. Siapkan dan atur peralatan dan
pemberian oksigen
10.Tetap berikan oksigen saat
pasien ditransportasi.
Edukasi
11.Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen
dirumah.
Kolaborasi
12.Kolaborasi penentuan dosis
oksigen.
Defisit Setelah di lakukan perawatan Menejemen nutrisi (I.03119)
Nutrisi selama 3x24 jam maka defisit Observasi
(D.0019) nutrisi membaik dengan kriteria 1. Identifikasi status nutrisi
hasil: 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
Status Nutrisi (L.03030) aktifitas
1. Porsi makanan yang 3. Identifikasi makanan yang di
dihabiskan meningkat sukai
2. Verbalisasi keinginan untuk 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
meningkatkan nutrisi jenis nutrisi
meningkat 5. Monitor asupan makanan
3. Pengetahuan tentang pilihan 6. Monitor berat badan
makanan dan minuman yang 7. Monitor pemeriksaan
sehat meningkat laboratorium
4. Nyeri abdomen menurun Terapeutik
5. Berat badan membaik 8. Lakukan oral hygiene sebelum
6. Frekuensi makan membaik makan (jika perlu)
7. Nafsu makan membaik 9. Sajikan makanan secara
8. Membran mukosa membaik menarik dan suhu yang sesuai
10. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegan konstipasi
11. Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
12. Berikan suplemen makanan
(jika perlu)
Edukasi
13. Anjurkan posisi duduk
14. Anjurkan diet yang di
programkan
Kolaborasi
15. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis.pereda
nyeri, antimetik)
16. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumblah
kalori dan jenis nutrein yang di
butuhkan (jika perlu)

Perfusi Perawatan Sirkulasi (I.02079)


Setelah di lakukan perawatan
Perifer Tidak Observasi
selama 3x24 jam maka perfusi
Efektif 1. Periksa sirkulasi perifer (mis.
perifer meningkat dengan
(D.0009) Nadi perifer, edema, pengisian
kriteria hasil:
kapiler,warna, suhu)
Perfusi Perifer (L.02011)
2. Identifikasi faktor resiko
1. Denyut nadi perifer
gangguan sirkulasi (mis.
meningkat
Diabetes, perokok, orang tua,
2. Warna kulit pucat menurun
hipertensi dan kadar kolesterol
3. Nyeri ekstremitas menurun
tinggi)
4. Pengisian kapiler membaik
3. Monitor panas, kemerahan, nyeri,
5. Akral membaik
atau bengkak pada ekstremitas
6. Turgor kulit membaik
Terapeutik
4. Hindari pemasangan infus atau
pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
5. Hindari pengukuran tekanan
darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
6. Lakukan pencegahan infeksi
7. Lakukan Hidrasi
Edukasi
8. Anjurkan berolahraga rutin
9. Anjurkan melakukan perawatan
kulit yang tepat
10.Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan
Penurunan Setelah dilakukan tindakan Perawatan jantung (I.02075)
Curah keperawatan selama 3x24 jam Observasi
Jantung maka diharapkan penurunan 1. Identifikasi tanda/gejala primer
(D.0008) curah jantung meningkat penurunan curah jantung
Kriteria hasil: (meliputi dyspnea, kelelahan,
Curah Jantung (L.02008) edema)
1. Kekuatan nadi perifer 2. Identifikasi tanda/gejala
meningkat (5) sekunder penurunan curah
2. Takikardia menurun (5) jantung (meliputi hepatomegaly,
3. Lelah menurun (5) ronkhi basah, batuk, kulit pucat)
4. Edema menurun (5) 3. Monitor tekanan darah
5. Dyspnea menurun (5) 4. Monitor saturasi oksigen
6. Pucat/sianosis menurun (5) 5. Monitor keluhan nyeri dada
7. Tekanan darah membaik (5) 6. Monitor EKG 12 sadapan
7. Monitor nilai laboratorium
jantung
Terapeutik
8. Posisikan semi fowler atau
fowler
9. Berikan diet jantung yang sesuai
10.Fasilitasi pasien dan keluarga
untuk modifikasi gaya hidup
sehat
11.Berikan dukungan emosional
dan spiritual
12.Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
Edukasi
13.Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi
Kolaborasi
14.Rujuk ke program rehabilitasi
jantung
Intoleransi Setelah di lakukan perawatan Menejemen Energi (I.05178)
Aktivitas 3x24 jam maka Intoleransi Observasi
(D.0056) aktivitas meningkat dengan 1. Identifikasi gangguan fungsi
kriteria hasil: tubuh yang mengakibatkan
Toleransi Aktivitas (L.05047) kelelahan
1. Frekuensi nadi meningkat 2. Monitor kelelahan fisik dan
2. Keluhan lelah menurun emosional
3. Dyspnea saat aktivitas 3. Monitor pola dan jam tidur
menurun 4. Monitor lokasi dan ketidak
4. Dyspnea setelah aktivitas nyamanan selama melakukan
menurun aktifitas
5. Perasaan lemah menurun Terapeutik
6. Sianosis menurun 5. Sediakan lingkungan yang
7. Warna kulit membaik nyaman dan rendah stimulus
8. Frekuensi napas membaik 6. Lakuakan latihan rentan gerak
pasif/aktif
7. Berikan aktifitas distraksi yang
menenangkan
8. Fasilitas duduk di sisi tempat
tidur
Edukasi
9. Anjurkan tirah baring
10. Anjurkan melakukan aktifitas
secara bertahap
11. Anjurkan strategi koping dan
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
12. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
Ansietas Setelah di lakukan perawatan Terapi relaksasi (I.09326)
(D.0080) selama 3x24 jam maka Observasi
diharapkan ansietas menurun 1. Identifikasi penurunan tingkat
dengan kriteria hasil: energy, ketidakmampuan
Tingkat Ansietas (L.09093) berkonsentrasi, atau gejala kain
1. Verbalisasi kebingungan yang mengganggu kemampuan
menurun (5) kognitif
2. Perilaku gelisah menurun (5) 2. Identifikasi teknik relaksasi yang
3. Perilaku tegang menurun (5) pernah efektif digunakan
4. Frekuensi pernapasan 3. Periksa ketegangan otot,
menurun (5) frekuensi nadi, tekanan darah,
5. Frekuensi nadi menurun (5) dan suhu sebelum dan sesudah
6. Tekanan darah menurun (5) latihan
7. Pucat menurun (5) 4. Monitor respons terhadap terapi
8. Konsentrasi membaik (5) relaksasi
9. Pola tidur membaik (5) Terapeutik
5. Ciptakan lingkungan tenang dan
tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
6. Gunakan pakaian longgar
7. Gunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan
berirama
8. Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang analgesic atau
tindakan medis lain, jika sesuai
Edukasi
9. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan
dan jenis relaksasi yang tersedia
(mis, music, meditasi, napas
dalam, relaksasi otot progresif
10.Anjurkan mengambil posisi
nyaman
11.Anjurkan rileks dan merasakan
sensasi relaksasi
12.Anjurkan sering mengulangi
atau melatih teknik yang dipilih
13.Demonstrasikan dan latih tehnik
relaksasi (mis, napas dalam,
peregangan)

Defisit Setelah di lakukan perawatan Edukasi Kesehatan (I.12383)


Pengetahuan selama 3x24 jam maka Observasi
(D.0111) diharapkan defisit pengetahuan 1. Identifikasi kesiapan dan
membaik dengan kriteria hasil: kemampuan menerima informasi
Tingkat Pengetahuan (L.12111) 2. Identifikasi factor-faktor yang
1. Perilaku sesuai anjuran dapat meningkatkan dan
meningkat (5) menurunkan motivasi perilaku
2. Kemampuan menjelaskan hidup bersih dan sehat
pengetahuan tentang suatu Terapeutik
topic meningkat (5) 3. Sediakan materi dan media
3. Perilaku sesuai dengan pendidikan kesehatan
pengetahuan meningkat (5) 4. Jadwalkan pendidikan kesehatan
4. Pertanyaan tentang masalah sesuai kesepakatan
yang dihadapi menurun (5) 5. Berikan kesempatan untuk
5. Persepsi yang keliru bertanya
terhadap masalah menurun Edukasi
(5) 6. Jelaskan faktor risiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
7. Ajarkan perilaku hidup bersih
dan sehat
8. Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat

2.4 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
dan pasien. Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2013)
Pelaksanaan atau implementasi adalah serangkaian tindakan perawat pada keluarga
berdasarkan perencanaan sebelumnya.
Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun. Perawat membentuk
pasien mencapai tujuan yang diharapkan, oleh karena itu rencana tindakan yang
spesifik ini dilaksanakan untuk memodifikasi faktofaktor yang memengaruhi
maslah kesehatan pasien. Tujuan dari pelaksanaan ini adalah membantu pasien
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping.
Selama tahap pelaksanaan, perawat harus melakukan pengumpulan data dan
memilih tindakan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien.
Semua tindakan keperawatan dicatat kedalam format yang telah ditetapkan oleh
institusi.

2.5 EVALUASI KEPERAWATAN


Evaluasi merupakan sebagai penilaian status klien dari efektivitas tindakan dan
pencapaian hasil yang diidentifikasi terus pada setiap langkah dalam proses
keperawatan, serta rencana perawatan yang telah dilaksanakan (NANDA, 2015)
Evaluasi merupakan tahap integral pada proses keperawatan. Apa yang kurang
dapat ditambahkan, dan apabila mendapatkan kasus baru mampu diselesaikan
dengan baik, maka hal itu disebut sebagai keberhasilan atau temuan sebuah
penelitian. Evaluasi bisa dimulai dari pengumpulan data, apakah masih perlu
direvisi untuk menentukan, apakah informasi yang telah dikumpulkan sudah
mencukupi, dan apakah perilaku yang diobservasi susah sesuai. Diagnosa juga
perlu di evaluasi dalam hal keakuratan dan kelengkapannya
Tahap ini dilakukan sesuai dengan formatif dan sumatif. Evaluasi formatif adalah
evaluasi yang dilakukan selama proses asahun keperawatan, sedangkan evaluasi
sumatif adalah evaluasi akhir
Untuk dilakukam evaluasi, ada baiknya disusun dengan menggunakan SOAP
secara operasional :
S : adalah berbagai persoalan yang disampaikan oleh keluarga setelah dilakukan
tindakan keperawatan. Misalnya yang tadinya dirasakan sakit, kini tidak sakit lagi
O : adalah berbagai pesoalan yang ditemukan oleh perawat setelah dilakukan
tindakan keperawatan. Misalnya, berat badan naik 1 kg dalam 1 bulan
A : adalah analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada tujuan yang
terkait dengan diagnosis
P : adalah perencanaan direncanakan kembali setelah mendapatkan hasil dari
respons keluarga pada tahap evaluasi
DAFTAR PUSTAKA

Andra, S. W & Yessie, M. P. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan


Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.

Ambarwati, Fitri Respati. 2014. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta: Dua Satria
Offset.

Amumpuni, R. S. 2013. The Effectiveness of Mood, Undertanding, Recalling, Detecting,


Elaborating, and Reviewing (MURDER) in Teaching Reading Viewed from Student’s
Motivation. English Teaching Journal: A Journal of English Literature, Language and
Education, 1 (2).

Atoilah, Elang M. Kusnadi, Engkus. 2013. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Kebutuhan Dasar Manusia. Garut : In Media.

Djojodibroto, Darmanto 2014. Respirologi. Jakarta : EGC, hal. 151.

Global Initiatif for Asthma (GINA). 2017. Global strategy for asthma management and
Prevention.

Heriana, P. 2014. Buku ajar kebutuhan dasar manusia. Tangerang : Binarupa Aksara.

Nanda. 2015. Buku Diagnosa Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi. Jakarta : EGC

Nurarif, A & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA. Yogyakarta: Mediaction.

Potter, A & Perry, A 2012, Buku ajar fundamental keperawatan; konsep, proses, dan praktik,
vol.2, edisi keempat. EGC, Jakarta.

Saputra, Lyndon. 2013. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Binarupa Aksara

Setiadi. 2013. Konsep Dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC.
Tarwoto dan Wartonah. 2011. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta.
Salemba Medika.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Edisi
1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SIKI). Edisi 1.
Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SLKI). Edisi
1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Standar Operasional Prosedur (SOP)
Tehnik Relaksasi Otot Progresif
Pengertian Teknik relaksasi otot progresif adalah teknik relaksasi otot dalam
yang tidak memerlukan imajinasi, ketekunan atau sugesti. Terapi
relaksasi progresif yaitu terapi dengan cara peregangan otot
kemudian dilakukan relaksasi otot
Tujuan 1. Teknik ini untuk mengurangi ketegangan otot didasarkan pada
kontraksi otot
2. Efek dari teknik relaksasi progresif yang berkaitan dengan
manajemen stres mempunyai peran penting dalam menurunkan
denyut nadi dan tekanan darah sehingga bisa rileks dan mengatasi
kesulitan tidur
3. Terapi otot progresif efektif dalam meningkatkan kualitas tidur
pasien penderita asma bronchial
Manfaat Relaksasi otot progresif memberikan hasil yang memuaskan dalam
program terapi terhadap ketegangan otot, menurunkan ansietas,
memfasilitasi tidur, depresi, mengurangi kelelahan, kram otot, nyeri
pada leher dan punggung, menurunkan tekanan darah tinggi, fobia
ringan serta meningkatkan konsentrasi
Hal-hal yang perlu 1. Selalu latihan di tempat yang tenang, sendirian, tanpa atau
diperhatikan menggunakan audio untuk membantu konsentrasi pada kelompok
2. Melepaskan sepatu dan pakaian yang tebal
3. Hindari makanan, merokok dan minum yang terbaik melakukan
latihan sebelum makan
4. Tidak boleh latihan setelah minum minuman keras
5. Latihan dilakukan dengan posisi duduk, tetapi dapat juga
dilakukan dalam posisi tidur
6. Jangan terlalu menegangkan otot berlebihan karena dapat melukai
diri sendiri
7. Latihan membutuhkan waktu 15-20 menit.
Pelaksanaan Persiapan
1. Posisikan tubuh secara nyaman yaitu berbaring dengan mata
tertutup menggunakan bantal di bawah kepala dan lutut atau
duduk di kursi dengan kepala ditopang, hindari posisi berdiri
2. Lepaskan aksesoris yang digunakan seperti kaca mata, jam, dan
sepatu
3. Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain sifatnya
mengikat

Prosedur
Gerakan 1 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan
1) Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan
2) Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi ketegangan
yang terjadi
3) Pada saat kepalan dilepaskan, rasakan relaksasi selama 10 detik
4) Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga dapat
membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan
relaks yang di alami
5) Lakukan gerakan yang sama pada tangan kanan

Gerakan 2 : Ditujukan untuk melatih otot tangan bagian belakang


1) Tekuk kedua lengan kebelakang pada pergelangan tangan
sehingga otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah
menegang
2) Jari-jari menghadap ke langit

Gerakan 3 : Ditujukan untuk melatih otot biseps (otot besar pada


bagian atas pangkal lengan)
1) Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan
2) Kemudian membawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot
bisep akan menjadi tegang

Gerakan 4 : Ditujukan untuk melatih otot bahu supaya mengendur


1) Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan hingga
menyentuh kedua telinga
2) Fokuskan perhatian gerakan pada kontrak ketegangan yang
terjadi di bahu punggung atas, dan leher

Gerakan 5 & 6 : Ditujukan untuk melemaskan otot-otot wajah


(seperti dahi, mata, rahang dan mulut)
1) Gerakan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai
otot terasa kulitnya keriput
2) Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di
sekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata

Gerakan 7 : Ditujukan untuk mengendurkan ketegangan yang


dialami oleh otot rahang
Katupkan rahang, di ikuti dengan menggigit-gigit sehingga terjadi
ketegangan disekitar otot rahang

Gerakan 8 : Ditujukan untuk mengendurkan otot-otot disekitar mulut


Bibir di moncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan
ketegangan disekitar mulut

Gerakan 9 : Ditujukan untuk merilekskan otot leher bagian depan


maupun belakang
1) Gerakan di awali dengan otot leher bagian belakang baru
kemudian otot leher bagian depan
2) Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat
3) Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa
sehingga dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher
dan punggung atas

Gerakan 10 : Ditujukan untuk melatih otot leher bagian depan


1) Gerakan membawa kepala ke muka
2) Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan ketegangan
di daerah leher bagian muka
Gerakan 11 : Ditujukan untuk melatih otot punggung
1) Angkat tubuh dari sandaran kursi
2) Punggung di lengkungkan
3) Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik,
kemudian relaks
4) Saat relaks letakkan tubuh kembali ke kursi sambil membiarkan
otot menjadi lurus

Gerakan 12 : Ditujukan untuk melemaskan otot dada


1) Tarik nafas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara
sebanyak-banyaknya
2) Di tahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di
bagian dada sampai turun ke perut, kemudian di lepaskan
3) Saat ketegangan dilepas, lakukan nafas normal dengan lega.
Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan antara
kondisi tegang dan relaks

Gerakan 13 : Ditujukan untuk melatih otot perut


1) Tarik dengan kuat perut ke dalam
2) Tahan sampai menjadi kencang dan keras selama 10 detik, lalu
dilepaskan bebas. Ulangi kembali seperti gerakan awal untuk
perut

Gerakan 14-15 : Ditujukan untuk melatih otot-otot kaki (seperti paha


dan betis)
1) Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang
2) Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa sehingga
ketegangan pindah ke otot betis
3) Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas
4) Ulangi setiap gerakan masing-masing 2 kali.

Lampiran Kuesioner Kualitas Tidur


“PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index)”
1. Pukul berapa biasanya anda mulai tidur malam?
2. Berapa lama anda biasanya baru bisa tertidur tiap malam?
3. Pukul berapa anda biasanya bangun pagi?
4. Berapa lama anda tidur dimalam hari?

5. Seberapa sering masalah Tidak dalam 1x Seminggu 2x Seminggu


masalah dibawah ini pernah sebulan (1) (2)
mengganggu tidur anda? terakhir (0)
a. Tidak mampu tertidur
selama 30 menit sejak
berbaring
b. Terbangun ditengah
malam atau dini hari
c. Terbangun untuk ke
kamar mandi
d. Sulit bernafas dengan
baik
e. Batuk atau mengorok
f. Kedinginan di malam hari
g. Kepanasan di malam hari
h. Mimpi buruk
i. Terasa Nyeri
j. Alasan lain…
6. Selama sebulan terakhir,
seberapa sering anda anda
menggunakan obat tidur
7. Selama sebulan
terakhir,seberapa sering
anda mengantuk ketika
melakukan aktivitas di
siang hari
Tidak Kecil Sedang Besar
Antusias
8. Selama satu bulan terakhir,
berapa banyak masalah
yang anda dapatkan dan
seberapa antusias anda
selesaikan permasalahan
tersebut?
Sangat Cukup baik Cukup buruk Sangat buruk
baik (0) (1) (2) (3)
9. Selama bulan terakhir,
bagaiman anda menilai
kepuasan tidur anda?

Lampiran kisi-kisi kuesioner PSQI


No. Komponen No.Item Sistem Penilaian
1. Kualitas Tidur Subyektif 9 Sangat baik (0)
Baik (1)
Kurang (2)
Sangat kurang (3)
2. Latensi Tidur 2 <15 menit (0)
16-30 menit (1)
31-60 menit (2)
>60 menit (3)

5a Tidak pernah (0)


1x seminggu (1)
2x seminggu (2)
>3x seminggu (3)
Skor Latensi Tidur 2+5a 0 skor (0)
1-2 skor (1)
3-4 skor (2)
5-6 skor (3)
3. Durasi Tidur >7 jam (0)
6-7 jam (1)
5-6 jam (2)
<5 jam (3)
4. Efisiensi Tidur 1,3,4 >85% (0)
Rumus : 75-84% (1)
Durasi Tidur : (lama di tempat 65-74% (2)
tidur) x 100% <65% (3)
*Durasi tidur (no.4)
*Lama tidur (kalkulasi respon
no.1 dan 3)
5. Gangguan Tidur 5b, 5c, 0 (0)
5d, 5e, 1-9 (1)
5f, 5g, 10-18 (2)
5h, 5i, 5j 19-27 (3)
6. Penggunaan Obat 6 Tidak pernah (0)
1x seminggu (1)
2x Seminggu (2)
>3x Seminggu (3)
7. Disfungsi di siang hari 7 Tidak Pernah (0)
1x Seminggu (1)
2x Seminggu (2)
>3x Seminggu (3)

8 Tidak antusias (0)


Kecil (1)
Sedang (2)
Besar (3)

7+8 0 skor (0)


1-2 skor (1)
3-4 skor (2)
5-6 skor (3)

Anda mungkin juga menyukai