Anda di halaman 1dari 15

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA Nn.L DENGAN DIAGNOSA OBS DYSPNEA
DI IGD RS AMELIA PARE

OLEH :

KIKI MAELANI
NIM. 202206104

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
TAHUN 2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Nn. L Dengan Diagnosa Medis
Obs Dyspnea di IGD RS Amelia Pare oleh Mahasiswa Stikes Karya Husada Kediri :

NAMA : KIKI MAELANI


NIM : 202206104
PRODI : Pendidikan Profesi Ners

Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Pendidikan Profesi Ners
Departemen Keperawatan Gawat Darurat, yang dilaksanakan pada tanggal 27-29
Agustus 2022.

Mahasiswa,

Kiki Maelani
NIM. 202206104

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Nian Afrian N, .M.Kep) (………………………………)


BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Definisi
Dyspnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan napas
yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan. Dispnea dapat ditemukan
pada penyakit kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru interstisial atau
alveolar, gangguan dinding dada, penyakit obstruktif paru (emfisema, bronkitis,
asma), kecemasan (Price dan Wilson, 2013).
Sesak nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam
paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan
karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen
kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida
lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2013).
1.2 Klasifikasi Dyspnea
1. Dyspnea akut dengan awal yang tiba-tiba merupakan penyebab umum
kunjungan ke ruang gawat darurat. Penyebab dyspnea akut diantaranya
penyakit pernapasan (paru- paru dan pernapasan), penyakit jantung atau
trauma dada.
2. Dyspnea kronis (menahun) dapat disebabkan oleh asma, Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK), emfisema, inflamasi paru-paru, tumor, kelainan
pita suara.
1.3 Faktor Resiko
Sesak nafas dapat menyerang siapa saja. Akan tetapi, ada beberapa faktor yang
dapat meningkatkan resiko terjadinya sesak nafa yaitu :
1. Memiliki berat badan berlebihan atau obesitas
2. Terlalu kurus
3. Menderita penyakit yang dapat melemahkan otot seperti myastenia grafis
atau distrofi otot
4. Menderita anemia
5. Merokok
6. Bekerja di lingkungan yang penuh polusi atau debu
7. Berada di dataran tinggi
1.4 Etiologi
Hal-hal yang bisa menyebabkan sesak napas antara lain :
1. Faktor psikis.
2. Peningkatan kerja pernapasan.
a. Peningkatan ventilasi (Latihan jasmani, hiperkapnia, hipoksia, asidosis
metabolik).
b. Sifat fisik yang berubah ( Tahanan elastis paru meningkat, tahanan elastis
dinding toraks meningkat, peningkatan tahanan bronkial).
3. Otot pernapasan yang abnormal.
a. Penyakit otot ( Kelemahan otot, kelumpuhan otot, distrofi).
b. Fungsi mekanis otot berkurang.
Semua penyebab sesak napas kembalinya adalah kepada lima hal antara lain :
1. Oksigenasi jaringan menurun.
2. Kebutuhan oksigen meningkat.
3. Kerja pernapasan meningkat.
4. Rangsangan pada sistem saraf pusat.
5. Penyakit neuromuskuler
1.5 Manifestasi Klinis
Menurut (Doengoes, E 2012)
1. Batuk dan produksi skutum
Batuk adalah pengeluaran udara secara paksa yang tiba-tiba dan biasanya
tidak disadari dengan suara yang mudah dikenali.
2. Dada berat
Dada berat umumnya disamakan dengan nyeri pada dada. Biasanya dada berat
diasosiasikan dengan serangan jantung. Akan tetapi, terdapat berbagai alasan
lain untuk dada berat. Dada berat diartikan sevagai perasaan yang berat
dibagian dada. Rata-rata orang juga mendeskripsikannya seperti ada
seseorang yang memegang jantungnya.
3. Mengi
Mengi merupakan sunyi pich yang tinggi saat bernapas. Bunyi ini muncul
ketika udara mengalir melewati saluran yang sempit. Mengi adalah tanda
seseorang mengalami kesulitan bernapas. Bunyi mengi jelas terdengar saat
ekspirasi, namun bisa juga terdengar saat inspirasi. Mengi umumnya muncul
ketika saluran napas menyempit atau adanya hambatan pada saluran napas
yang besar atau pada seseorag yang mengalami gangguan pita suara.
4. Napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan.
1.6 Patofisiologi
Sesak napas merupakan keluhan subjektif dari seorang yang menderita penyakit
paru. Keluhan ini mempunyai jangkauan yanga luas, sesuai dengan interpretasi
seseorang mengenai arti sesak napas tadi. Pada dasarnya, sesak napas baru akan
timbul bila kebutuhan ventilasi dapat meningkat pada beberapa keadaan seperti
aktivitas jasmani yang bertambah atau panas badan yang meningkat.
Kejadian sesak napas tergantung dari tingkat keparahan dan sebabnya. Perasaan
itu sendiri merupakan hasil dari kombinasi impuls ke otak dari saraf yang
berakhir di paru-paru, tulang iga, otot dada atau diafragma, ditambah dengan
persepsi dan interpretasi pasien. Pada bebrapa kasus, sesak napas diperhebat
karena kegelisahan memikirkan penyebabnya. Pasien mendeskripsikan dyspnea
dengan berbagai cara, sesak napas yang tidak menyenangkan, merasa sulit untuk
menggerakkan otot dada, merasa tercekik, atau rasa kejang di otot dada.
1.7 Penatalaksanaan Medik
1. Oksigenasi
a) Penanganan Umum Dispnea
1. Memposisikan pasien pada posisi setengah duduk atau berbaring
dengan bantal yang tinggi
2. Diberikan oksigen sebanyak 2-4 liter permenit tergantung derajat
sesaknya
3. Pengobatan selanjutnya diberikan sesuai dengan penyakit yang
diderita.
b) Terapi Farmako
1. Olahraga teratur
2. Menghindari allergen
3. Terapi emosi
c) Farmako
1. Quick relief medicine
2. Pengobatan yang digunakan untuk merelaksasi otot-otot saluran
pernapasan, memudahkan pasien bernapas dan digunakan saat
serangan datang. Contoh : bronkodilator
3. Long relief medicine
4. Pengobatan yang digunakan untuk menobati inflamasi pada sesak
nafas, mengurangi odem dan mukus berlebih, memberikan kontrol
untuk jangka waktu yang lama. Contoh : Kortikosteroid bentuk
inhalas. (Smeltzer 2015).
1.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan memantau analisa gas darah
arteri dan pemeriksaan diagnostik foto thorak, EKG

1.9 Komplikasi
Sementara itu, kondisi sesak napas yang semakin parah karena tidak ditangani,
dapat menimbulkan komplikasi seperti:

1. Hipoksia atau hipoksemia, yang menyebabkan kadar oksigen dalam darah


menjadi rendah. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan tingkat kesadaran
dan gejala parah lainnya.
2. Jika dispnea berlanjut selama beberapa waktu, ada risiko gangguan kognitif
sementara atau permanen. Hal ini juga bisa menjadi tanda timbulnya atau
memburuknya masalah medis lainnya.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT DYSPNEA

A. PENGKAJIAN
1. Primary Survey
1) Airway
a. pantikan kepatenan jalan napas
b. siapkan alat bantu untuk menolong jalan napas jika perlu
c. jika terjadi perburukan jalan napas segera hubungi ahli anestesi dan
bawa ke ICU
2) Breathing
a. kaji respiratory rate
b. kaji saturasi oksigen
c. berikan oksigen jika ada hypoksia untuk mempertahankan saturasi >
92%
d. auskultasi dada
e. lakukan pemeriksaan rontgent
3) Circulation
a. kaji denyut jantung
b. monitor tekanan darah
c. kaji lama pengisian kapiller
d. pasang infuse, berikan ciaran jika pasien dehidrasi
e. periksakan dara lengkap, urin dan elektrolit
f. catat temperature
g. lakukan kultur jika pyreksia
h. lakukan monitoring ketat
i. berikan cairan per oral
j. jika ada mual muntah, berikan antiemetic iv
4) Disability
Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU atau GCS
Pengkajian kesadaran menggunakan AVPU :
A : Alert
V : Verbal
P : Pain
U : Unresponsive
Pemeriksaan GCS
Eye (respon membuka mata)
(4) : spontan membuka mata
(3) : membuka mata dengan perintah (suara, sentuhan)
(2) : membuka mata dengan rangsang nyeri
(1) : tidak membuka mata dengan rangsang apa pun
Verbal (respon verbal)
(5) : berorientasi baik
(4) : bingung, disorientasi tempat dan waktu
(3) : berbicara tidak jelas
(2) : bisa mengeluarkan suara mengerang
(1) : tidak bersuara
Motor (respon motorik)
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkanstimulus saat
diberi rangsang nyeri)
(4) : (menghindar/menarik extremitas atau tubuhmenjauhi stimulus
saat diberi rangsang nyeri)
(3) : menjauhi rangsang nyeri
(2) : Extensi spontan
(1) : Tidak ada Gerakan
Derajat kesadaran
- 14-15 Composmenti
- 12-13 Apatis
- 10-11 Somnolen
- 9-7 Delirium
- 4-6 Stupor
- 3 Koma
5) Expossure
1. kaji riwayat sedetail mungkin
2. kaji stress dan pola makan, serta gaya hidup pasien
3. kaji tentang waktu sampai adanya gejala
4. kaji apakah ada anggota keluarga atau teman yangterkena
5. apakah sebelumnya baru mengadakan perjalanan
6. Lakukan pemeriksaan abdomen
7. Lakukan pemeriksaan rontgen abdominal
2. Secondary Survey
A. Identitas
Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan diagnosa medis.
B. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama: klien mengeluh sesak nafas, nyeri dada.
b. Riwayat penyakit sekarang: asma, CHF, AMI, ISPA.
c. Riwayat penyakit dahulu: pernah menderita asma, CHF, AMI, ISPA,
batuk.
d. Riwayat penyakit keluarga: mendapatkan data riwayat kesehatan
keluarga pasien
C. Pola kesehatan fungsional
Hal-hal yang dapat dikaji pada gangguan oksigenasi adalah :
a. Pola manajemen kesehatan-persepsi Kesehatan
Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah kesehatan,
adanya faktor risiko sehubungan dengan kesehatan yang berkaitan
dengan oksigen.
b. Pola metabolik-nutrisi
Kebiasaan diit buruk seperti obesitas akan mempengaruhi oksigenasi
karena ekspansi paru menjadi pendek. Klien yang kurang gizi,
mengalami kelemahan otot pernafasan.
c. Pola eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat devekasi),
perubahan berkemih (perubahan warna, jumlah, ferkuensi)
d. Aktivitas-latihan
Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas yang mempengaruhi
kebutuhan oksigenasi seseorang. Aktivitas berlebih dibutuhkan
oksigen yang banyak. Orang yang biasa olahraga, memiliki
peningkatan aktivitas metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen.
e. Pola istirahat-tidur
Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola istirahat.
f. Pola persepsi-kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien
terganggu atau tidak, penggunaaan alat bantu dalam penginderaan
pasien.
g. Pola konsep diri-persepsi diri
Keadaan social yang mempengaruhi oksigenasi seseorang (pekerjaan,
situasi keluarga, kelompok sosial), penilaian terhadap diri sendiri
(gemuk/ kurus).
h. Pola hubungan dan peran
Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang terdekat yang memiliki
kebiasaan merokok sehingga mengganggu oksigenasi seseorang.
i. Pola reproduksi-seksual
Perilaku seksual setelah terjadi gangguan oksigenasi dikaji
j. Pola toleransi koping-stress
Adanya stress yang memengaruhi status oksigenasi pasien.
k. Keyakinan dan nilai
Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi, adanya
pantangan atau larangan minuman tertentu dalam agama pasien.
D. Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran: kesadaran menurun
b. TTV: peningkatan frekuensi pernafasan, suhu tinggi
c. Head to toe
1. Mata: Konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva sianosis
(karena hipoksemia), konjungtiva terdapat petechie ( karena emboli
atau endokarditis)
2. Mulut dan bibir: Membran mukosa sianosis, bernafas dengan
mengerutkan mulut
3. Hidung : Pernafasan dengan cuping hidung
4. Dada: Retraksi otot bantu nafas, pergerakan tidak simetris antara
dada kanan dan kiri, suara nafas tidak normal.
5. Pola pernafasan: pernafasan normal (apneu), pernafasan cepat
(tacypnea), pernafasan lambat (bradypnea)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (D.0001)
2. Pola Napas Tidak Efektif (D.0005)
3. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)
4. Intoleransi aktivitas (D.0056)
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA SLKI SIKI
KEPERAWATAN
Bersihan jalan Setelah dilakukanManajemen Jalan Napas
intervensi keperawatan(I.01011)
nafas tidak efektif
selama 3x24 jam maka Tindakan:
(D.0001) diharapkan bersihan jalan Observasi:
napas membaik dengan 1. Monitor pola napas
kriteria hasil: (frekuensi, kedalaman,
1. Batuk efektif usaha napas)
meningkat (5) 2. Monitor bunyi napas
2. Produksi tambahan (mis. gurgling,
sputum menurum (5) mengi, wheezing, ronchi
3. Gelisah menurun (5) kering)
4. Frekuensi napas 3. Monitor sputum (jumlah,
membaik (5) warna, aroma)
Terapeutik:
5. Pola napas membaik
(5) 4. Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan head-
tilt dan chin-lift (jaw-
thrust jika curiga trauma
servical)
5. Posisikan semi-fowler atau
fowler
6. Berikan minum hangat
7. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi:
9. Ajarkan tehnik batuk
efektif
Kolaborasi:
10. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Pola nafas tidak Setelah dilakukan Pemantauan respirasi I.01014
efektif (D.0005) perawatan selama 3x24 Observasi
jam maka Pola napas tidak 1. Monitor frekuensi, irama,
efektif membaik dengan kedalaman dan upayanapas.
kriteria hasil: 2. Monitor adanya produksi
Pola napas L.01004 mukus/sputum
1. Dipsnea menurun (5) 3. Monitor pola napas
2. Penggunaan otot bantu 4. Palpasi kesimetrisan ekspansi
napas menurun (5) paru
3. Pemanjangan fase 5. Auskultasi bunyi napas
ekspirasi menurun (5) 6. Monitor adanya sumbatan
4. Frekuensi napas jalan napas
membaik (5) 7. Monitor saturasi oksigen.
5. Kedalaman napas Terapeutik
membaik (5) 8. Atur pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
9. Dokumentasikan hasil
pemantauan.
Edukasi
10.Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan. Informasikan
hasil pemantauan, jika perlu
Intoleransi setelah di lakukan Menejemen Energi (I.05178)
Aktivitas (D.0056) perawatan maka maka observasi
Intoleransi aktivitas 1. Identifikasi gangguan fungsi
meningkat dengan kriteria tubuh yang mengakibatkan
hasil: Intoleransi Aktivitas kelelahan
(L.05047) 2. Monitor kelelahan fisik dan
1. Frekuensi nadi emosional
meningkat 3. Monitor pola dan jam tidur
2. Keluhan lelah menurun 4. Monitor lokasi dan ketidak
3. Dyspnea saat aktivitas nyamanan selama melakukan
menurun aktifitas
4. Dyspnea setelah Terapeutik
aktivitas menurun 5. Sediakan lingkungan yang
5. Perasaan lemah nyaman dan rendah stimulus
menurun 6. Lakuakan latihan rentan gerak
6. Sianosis menurun pasif/aktif
7. Warna kulit membaik 7. Berikan aktifitas distraksi
8. Frekuensi napas yang menenangkan
membaik 8. Fasilitas duduk di sisi tempat
tidur
Edukasi
9. Anjurkan tirah baring
10. Anjurkan melakukan
aktifitas secara bertahap
11. Anjurkan strategi koping
dan mengurangi kelelahan
Kolaborasi
12. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh
perawat dan pasien. Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan (Setiadi, 2013). Pelaksanaan atau implementasi adalah
serangkaian tindakan perawat pada keluarga berdasarkan perencanaan
sebelumnya. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun.
Perawat membentuk pasien mencapai tujuan yang diharapkan, oleh karena itu
rencana tindakan yang spesifik ini dilaksanakan untuk memodifikasi
faktofaktor yang memengaruhi maslah kesehatan pasien. Tujuan dari
pelaksanaan ini adalah membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Selama tahap pelaksanaan,
perawat harus melakukan pengumpulan data dan memilih tindakan
keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien. Semua tindakan
keperawatan dicatat kedalam format yang telah ditetapkan oleh institusi.
E. EVALUASI
Evaluasi merupakan sebagai penilaian status klien dari efektivitas tindakan
dan pencapaian hasil yang diidentifikasi terus pada setiap langkah dalam
proses keperawatan, serta rencana perawatan yang telah dilaksanakan
(NANDA, 2015). Evaluasi merupakan tahap integral pada proses
keperawatan. Apa yang kurang dapat ditambahkan, dan apabila mendapatkan
kasus baru mampu diselesaikan dengan baik, maka hal itu disebut sebagai
keberhasilan atau temuan sebuah penelitian. Evaluasi bisa dimulai dari
pengumpulan data, apakah masih perlu direvisi untuk menentukan, apakah
informasi yang telah dikumpulkan sudah mencukupi, dan apakah perilaku
yang diobservasi susah sesuai. Diagnosa juga perlu di evaluasi dalam hal
keakuratan dan kelengkapannya. Tahap ini dilakukan sesuai dengan formatif
dan sumatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama proses
asahun keperawatan, sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir. Untuk
dilakukam evaluasi, ada baiknya disusun dengan menggunakan SOAP secara
operasional :
S : adalah berbagai persoalan yang disampaikan oleh keluarga setelah
dilakukan tindakan keperawatan. Misalnya yang tadinya dirasakan sakit,
kini tidak sakit lagi.
O : adalah berbagai pesoalan yang ditemukan oleh perawat setelah
dilakukan tindakan keperawatan. Misalnya, berat badan naik 1 kg dalam 1
bulan.
A : adalah analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada
tujuan yang terkait dengan diagnosis.
P : adalah perencanaan direncanakan kembali setelah mendapatkan hasil
dari respons keluarga pada tahap evaluasi
Ada 3 jenis evaluasi keperawatan mengenai berhasil/tidaknya suatu tindakan,
antara lain:
1. Teratasi: apabila perilaku pasien sesuai dengan pernyataan tujuan dan
waktuyang sebelumnya sudah ditetapkan.
2. Teratasi sebagian: pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak memenuhi
semuakriteria dan tujuan serta waktu yang telah ditetapkan.
3. Belum taratasi: pasien belum menunjukkan perilaku yang dituliskan dalam
tujuan, kriteria hasil dan waktu yang telah ditentukan.
F. DISCHARGE PLANNING
Discharge planning merupakan bagian dari proses keperawatan dan fungsi
utama dari perawatan. Discharge planning harus dilaksanakan oleh perawat
secara terstruktur dimulai dari pengkajian saat pasien masuk ke rumah sakit
sampai pasien pulang (Potter & Perry, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. III. Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius
Asikin Z. (1991). Simposium Keperawatan Penderita Cidera kepala Penatalaksanaan
Penderita dengan Alat Bantu Napas. (Jakarta).
Brunner & suddarth. (2002). Keperawatan medikal bedah .jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Doengoes, E. Marylinn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.III. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Beare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Ed. 8. Vol. 3. Jakarta : EGC
Wartonah & tarwoto. 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan.jakarta:
salemba medika

PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1 Jakarta : DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1 Jakarta : DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Ihuldan indonesia: Definisi dan


tindakan Keperawatan, Edisi 1 Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai