Anda di halaman 1dari 35

KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK


PADA AN. N DENGAN DIAGNOSA MEDIS DENGUE HAEMORRHAGIC
FEVER DI RUANG ANAK RS AMELIA PARE

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Profesi Ners Departemen Anak

OLEH :
IRA YUNIARISTI
NIM : 202106109

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Anak pada An. N dengan


diagnosa medis Dengue Haemorrhagic Fever di Ruang Anak RS Amelia. Pada
tanggal 09 – 21 Mei 2022 Oleh Mahasiswa Stikes Karya Husada Kediri :

NAMA : IRA YUNIARISTI

NIM : 202106109

JUDUL : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Anak


pada An. N dengan diagnosa medis Dengue Haemorrhagic
Fever di Ruang Anak RS Amelia Pare

Mengetahui,

Mahasiswa,

Ira Yuniaristi
NIM : 202106109

Pembimbing Akademi, Pembimbing Akademi,

Diana Rachmania, S.Kep. Ns., M.Kep Ns. Eko Arik Susmiatin, M.Kep.,Sp.Kep.J

NIDN : 0725078703 NIDN. 0724067601

Kepala Ruang Anak, Pembimbing Klinik,

Yuli Agustini, Amd.Kep Sulistyowati Ariningsih, S.Kep.Ns


BAB 1

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Konsep Keperawatan Anak


1.1.1 Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan
1.1.1.1 Definisi pertumbuhan
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan
interseluler, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau
keseluruhan, sehingga dapat di ukur dengan satuan panjang dan berat.
Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta
sosialisasi dan kemandirian. Pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan
besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur,
sedangkan perkembangan merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh
yang dapat dicapai melalui kematangan dan belajar. Pertumbuhan (growth)
berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar jumlah, ukuran atau dimensi
tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram,
pound, kilogram), ukuran panjang (cm,meter), umur tulang dan keseimbangan
metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh); sedangkan perkembangan
(development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai
hasil dari proses pematangan
Pembagian usia anak menurut Fida dan Maya (2013) adalah :
a. Bayi : 0 – 12 bulan
b. Usia toodler : 1 – 3 tahun
c. Anak prasekolah : 4 – 6 tahun
d. Anak sekolah : 7 – 12 tahun
e. Anak remaja : 13 – 18 tahun

1.1.1.2 Indikator pertumbuhan


a. Berat badan (usia 5-6 tahun)
Pada masa bermain, terjadi penambahan berat badan sekitar 4 kali lipat dari
berat badan lahir pada usia kurang lebih 2,5 tahun serta penambahan berat badan
setiap tahunnya adalah 2-3 kilogram. Pada masa pra sekolah dan sekolah akan
terjadi penambahan berat badan setiap tahunya kurang lebih 2-3 kilogram.
b. Tinggi badan (usia 5-6 tahun)
Penambahan selama tahun ke 2 kurang lebih 12 cm sedangkan penambahan
tahun ketiga rata-rata 4-6 cm. Pada masa pra sekolah, khususnya diakhir usia 4
tahun, terjadi penambahan rata-rata 2 kali lipat dari tinggi badan waktu lahir dan
mengalami penambahan setiap tahunnya kurang lebih 6-8 cm. Pada masa
sekolah akan mengalami penambahan setiap tahunnya.setelah usia 6 tahun
tinggi badan bertambah rata-rata 5 cm, kemudian pada usia 13 tahun bertambah
lagi menjadi rata-rata 3 kali lipat dari tinggi badan waktu lahir.
c. Lingkar kepala (usia 5-6 tahun)
Pada usia 2 tahun mengalami pertumbuhan kurang lebih 49 cm, kemudian akan
bertambah 1 cm sampai dengan usia tahun ke tiga bertambah lagi kurang lebih 5
cm sampai dengan usia remaja.
d. Gigi
Pertumbuhan gigi pada masa tumbuh kembang banyak mengalami perubahan
mulai dari pertumbuhan sampai penanggalan. Pertumbuhan gigi menjadi 2
bagian yaitu bagaian rahang atas dan bagian rahang bawah.
1) Pertumbuhan gigi bagian rahang atas
a) Gigi insisi sentral pada usia 8-12 bulan
b) Gigi insisi lateral pada usia 9-13 bulan
c) Gigi taring atau kakinus paa usia 16-22 bulan
d) Molar pertama anak laki-laki pada usia 13-19 bulan 5
e) Molar pertama anak perempuan pada usia 14-18 bulan, sedangkan molar
kedua pada usia 25-33 bulan
2) Pertumbuhan gigi bagian rahang bawah
a) Gigi insisi sentral pada usia 6-1 bulan
b) Gigi insisi lateral pada usia 10-16 bulan
c) Gigi taring atau kakinus paa usia 17-23 bulan
d) Molar pertama anak laki-laki pada usia 14-18 bulan
e) Molar pertama anak perempuan pada usia 23-30-18 bulan
f) Molar kedua pada usia 29-31 bulan
e. Organ penglihatan (usia 5-6 tahun)
Pada usia 18-24 bulan mampu berakamodasi dengan baik.
f. Organ pendengaran (usia 5-6 tahun)
Pada usia 18 bulan mulai dapat membedakan bunyi. Pada usia 36 bulan mampu
membedakan bunyi yang halus dalam bicara. Pada usia 48 bulan mulai
membedakan bunyi yang serupa dan mampu mendengarkan yang lebih halus.
1.1.1.3 Perkembangan pada anak
a. Perkembangan motorik halus, masa Anak (1-2 tahun)
Perkembangan motorik halus pada usia ini dapat ditunjukan dengan adanya
kemampuan dalam mencoba, menyusun, atau membuat menara pada kubus.
b. Perkembangan motorik kasar, masa Anak (1-2 tahun)
Dalam perkembangan masa anak terjadi perkembangan motorik kasar secara
signifikan. Pada masa ini anak sudah mampu melangkah dan berjalan dengan
tegak. Sekitar usia 18 bulan anak mampu menaiki tangga dengan cara 1 tangan
dipegang. Pada akhir tahun kedua sudah mampu berlari-lari kecil, menendang
bola, dan mulai mencoba melompat.
c. Perkembangan bahasa, masa Anak (1-2 tahun)
Perkembangan bahasa masa anak ini adalah dicapainya kemampuan bahasa
pada anak yang mulai ditandai dengan anak mampu memiliki sepuluh
perbendaharaan kata; tingginya kemampuan meniru, mengenal, dan responsip
terhadap orang lain; mampu menujukan dua gambar; mampu
mengkombinasikan kata-kata; seta mulai mampu menunjukan lambaian anggota
badan.
d. Perkembangan perilaku atau adaptasi social, masa Anak (1-2 tahun)
Perkembangan adaptasi sosial masa anak dapat ditunjukan dengan adanya
kemampuan membantu kegiatan dirumah, menyuapi boneka, mulai menggosok
gigi serta mencoba mengenakan baju sendiri.
1.1.1.4 Cara mendeteksi pada anak
a. DDST (Denver Development Screnning Test)
DDST adalah satu dari metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak,
test sini bukanlah test diagnostik atau test IQ. DDST memenuhi semua
persyaratan yang diperlukan untuk metode skrining yang baik. Tes ini mudah
dan cepat (15-20 menit), dapat diandalkam dan menunjukan validitas yang
tinggi. Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan ternyata DDST secara
efektif dapat mengidentifikasikan antara 85-100% bayi dan anak-anak
prasekolah yang mengalami keterlambatan perkembangan, dan pada “follow
up” selanjutnya ternyata 89% dari kelompok DDST abnormal mengalami
kegagalan disekolah 5-6 tahun kemudian.
b. KPSP (Kuesioner Pra Skrining Perkembangan)
KPSP merupakan suatu daftar pertanyaan singkat yang ditujukan pada orang tua
dan dipergunakan sebagai alat untuk melakukan skrining pendahuluan untuk
perkembangan anak usia 3 bulan sampai 6 tahun. Daftar pertanyaan tersebut
berjumlah 10 nomor yang harus dijawab oleh orang tua atau pengasuh yang
mengetahui keadaan perkembangan anak. Pertanyaan dalam KPSP
dikelompokan sesuai usia anak saat dilakukan pemeriksaan, mulai kelompok
usia 3 bulan, 3-6 bulan, dst sampai kelompok 5-6 tahun. Untuk usia ditetapkan
menurut tahun dan bulan dengan kelebihan 16 hri dibulatkan menjadi 1 bulan.
1.1.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang
1) Faktor Lingkungan
Lingkungan Prenatal merupakan lingkungan dalam kandungan, mulai dari
konsepsi sampai lahir yang meliputi gizi pada waktu ibu hamil, lingkungan
mekanis, zat kimia atau toksin, dan hormonal
2) Faktor Herediter (genetik)
Faktor Herediter merupakan faktor yang dapat diturunkan sebagai dasar dalam
mencapai tumbuh kembang anak disamping faktor-faktor lain. Faktor Herediter
merupakan bawaan, jenis kelamin, ras, dan suku bangsa. Faktor ini dapat
ditentukan dengan intensitas kecepatan dalam pembelahan sel telur, tingkat
sensitifitas jaringan terhadap rangsangan, usia pubertas, dan berhentinya
pertumbuhan tulang. Pertumbuhan dan perkembangan dengan jenis kelamin
laki-laki setelah lahir akan cenderung lebih cepat dibandingkan dengan anak
perempuan serta akan bertahan sampai usia tertentu. Baik anak laki-laki maupun
anak perempuan akan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat ketika mereka
mencapai masa pubertas. Ras atau suku bangsa memiliki peran dalam
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan, hal ini dapat dilihat pada suku
bangsa tertentu yang memiliki kecenderungan lebih besar seperti orang asia
lebih pedek dan kecil dibandingkan dengan eropa dan yang lainnya.
1.1.2 Konsep Imunisasi
1.1.2.1 Definisi
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa,
tidak terjadi penyakit (Ranuh, 2018, p10). Imunisasi merupakan usaha memberikan
kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh. Agar
tubuh membuat zat anti untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan
kedalam tubuh melalui suntikan (misalnya vaksin BCG, DPT dan campak) dan
melalui mulut (misalnya vaksin polio) (Hidayat, 2018, p54).
Imunisasi merupakan suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan
kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit (Atikah, 2012, p1).
1.1.2.2 Tujuan imunisasi
Secara umun tujuan imunisasi antara lain: (Atikah, 2012, p5)
a. Melalui imunisasi, tubuh tidak mudah terserang penyakit menular
b. Imunisasi sangat efektif mencegah penyakit menular
c. Imunisasi menurunkan angka mordibitas (angka kesakitan) dan mortalitas
(angka kematian) pada balita
Tujuan khusus antara lain:
a. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI), yaitu cakupan
imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa
Kelurahan pada tahun 2010.
b. Tercapainya ERAPO (Eradiksi Polio), yaitu tidak adanya virus polio liar di
Indonesia yang dibuktikan dengan tidak ditemukannya virus polio liar pada
tahun 2008.
c. Tercapainya ETN (Eliminasi Tetanus Neonatorum), artinya menurunkan kasus
TN sampai tingkat 1 per 1000 kelahiran hidup dalam 1 tahun pada tahun 2008.
d. Tercapainya RECAM (Reduksi Campak), artinya angka kesakitan campak turun
pada tahun 2006
1.1.2.3 Manfaat imunisasi
Pemberian imunisasi memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Untuk anak, bermanfaat mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit
menular yang sering berjangkit.
b. Untuk keluarga, bermanfaat menghilangkan kecemasan serta biaya pengobatan
jika anak sakit.
c. Untuk negara, bermanfaat memperbaiki derajat kesehatan, menciptakan bangsa
yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara (Depkes RI,
2012)
1.1.3 Konsep Hospitalisasi
1.1.3.1 Definisi
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di
rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan
lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi
faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun orang tua dan keluarga
(Wong, 2013). Hospitalisasi yaitu suatu proses karena suatu alasan darurat atau
berencana mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan
perawatan sampai pemulangan kembali kerumah. Selama proses tersebut bukan
saja anak tetapi orang tua juga mengalami kebiasaan yang asing, lingkungannya
yang asing, orang tua yang kurang mendapat dukungan emosi akan menunjukkan
rasa cemas. Rasa cemas pada orang tua akan membuat stress anak meningkat.
Dengan demikian asuhan keperawatan tidak hanya terfokus pada anak terapi juga
pada orang tuanya.
1.1.3.2 Stressor umum pada hospitalisasi
a. Perpisahan dengan orang terdekat (teman sebaya, saudara, orang tua, teman
sekolah)
b. Kehilangan kendali
c. Perubahan gambar diri
d. Nyeri dan Rasa takut
1.1.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi hospitalisasi
a. Berpisah dengan orang tua dan sparing.
b. Fantasi-fantasi dan unrealistic anxieties tentang kegelapan, monster,
pembunuhan dan binatang buas diawali dengan yang asing.
c. Gangguan kontak social jika pengunjung tidak diizinkan
d. Nyeri dan komplikasi akibat pembedahan atau penyakit.
e. Prosedur yang menyakitkan dan takut akan cacat dan kematian
1.1.3.4 Resiko orang tua pada hospitalisasi
a. Denial tidak percaya akan penyakit anak
b. Marah/merasa bersalah, merasa bersalah karena tidak bisa merawat anaknya
c. Ketakutan, frustasi dan cemas, tingkat keseriusan penyakit, prosedur tindakan
medis, dan ketidaktahuan
d. Depresi, terjadi setelah masa
1.1.3.5 Pendekatan yang digunakan dalam hospitalisasi
a. Pendekatan Empirik
Dalam menanamkan kesadaran diri terhadap para personil yang terlibat dalam
hospitalisasi, metode pendekatan empirik menggunakan strategi, yaitu;
1) Melalui dunia pendidikan yang ditanamkan secara dini kepada peserta didik.
2) Melalui penyuluhan atau sosialisasi yang diharapkan kesadaran diri mereka
sendiri dan peka terhadap lingkungan sekitarnya.
b. Pendekatan melalui metode permainan
Metode permainan merupakan cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan
konflik dalam dirinya yang tidak disadari. Kegiatan yang dilakukan sesuai
keinginan sendiri untuk memperoleh kesenangan.
1) Bermain merupakan kegiatan
a) Menyenangkan / dinikmati
b) Fisik
c) Intelektual
d) Emosi
e) Sosial
f) Untuk belajar
g) Perkembangan mental
h) Bermain dan bekerja
2) Tujuan bermain di rumah sakit
a) Untuk dapat melanjutkan tumbuh kembang yang normal selama di rawat.
b) Untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan dan fantasinya melalui
permainan.
3) Prinsip bermain di rumah sakit
a) Tidak membutuhkan banyak energy
b) Waktunya singkat
c) Mudah dilakukan
d) Aman
e) Kelompok umur
f) Tidak bertentangan dengan terapi
g) Melibatkan keluarga
4) Fungsi bermain
a) Aktifitas sensori motorik
b) Perkembangan kognitif
c) Sosialisasi
d) Kreatifitas
e) Perkembangan moral therapeutic
f) Komunikasi
1.1.3.6 Stressor dan reaksi sesuai tumbuh kembang pada anak
Masa todler (1-2 tahun) Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan. Disini
respon perilaku anak dengan tahapnya:
a. Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain
b. Putus asa menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat
bermain, sedih, apatis\
c. Pengingkaran / denial
d. Mulai menerima perpisahan
e. Membina hubungan secara dangkal
f. Anak mulai menyukai lingkungannya
1.1.3.7 Gangguan peran orang tua dan keluarga
a. Perasaan yang muncul dalam hospitalisasi
1) Takut
2) Cemas
3) Perasaan sedih
4) Frustasi
5) Reaksi keluarga terhadap hospitalisasi
6) Marah
7) Cemburu
8) Benci
9) Rasa bersalah
b. Reaksi lingkungan sosial terhadap hospitalisasi
1) Acuh tak acuh
2) Terkesan menghindar
c. Intevensi perawatan dalam mengatasi dampak hospitalisasi
Fokus intervensi keperawatan adalah;
1) Menimalkan stressor
2) Memaksimalkan manfaat hospitalisasi
3) Memberikan dukungan psikologis pada anggota keluarga
4) Mempersiapkan anak sebelum masuk rumah sakit
5) Upaya meminimalkan stressor atau penyebab stress
Dapat dilakukan dengan cara:
1) Mencegah atau mengurangi dampak perpisahan
2) Mencegah perasaan kehilangan control
3) Mengurangi / menimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan rasa nyeri
d. Upaya mencegah / meminimalkan dampak perpisahan
1) Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak
2) Modifikasi ruang perawatan
3) Mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah, surat menyurat, bertemu
teman sekolah
e. Mencegah perasaan kehilangan control
1) Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif
2) Bila anak diisolasi lakukan modifikasi lingkungan
3) Buat jadwal untuk prosedur terapi, latihan, bermain
f. Meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri
1) Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur yang
menimbulkan rasa nyeri
2) Lakukan permainan sebelum melakukan persiapan fisik anak
3) Menghadirkan orang tua bila mungkin
4) Tunjukkan sikap empati
5) Pada tindakan elektif bila memungkinkan menceritakan tindakan yang
dilakukan melalui cerita dan gambar
6) Perlu dilakukan pengkajian tentang kemampuan psikologis anak menerima
informasi ini dengan terbuka
g. Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak
1) Membantu perkembangan anak dengan memberi kesempatan orang tua untuk
belajar
2) Memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang penyakit anak
3) Meningkatkan kemampuan kontrol diri
4) Memberi kesempatan untuk sosialisasi
5) Memberi support kepada anggota
h. Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit
1) Kenalkan perawat dan dokter yang merawatnya
2) Kenalkan pada pasien yang lain
3) Berikan identitas pada anak
4) Jelaskan aturan rumah sakit
5) Laksanakan pengkajian
6) Lakukan pemeriksaan fisik
1.1.4 Konsep Bermain
1.1.4.1 Pengertian
Bemain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk memperoleh
kesenangan/kepuasan. Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual,
emosional, dan social, dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar
karena dengan bermain, anak-anak akan berkata-kata(berkomunikasi), belajar
menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukan,
mengenal waktu, jarak serta suara serta bermain merupakan aspek penting dalam
kehidupan anak serta merupakan satu cara yang paling efektif untuk menurunkan
stress pada anak, dan penting untuk kesejahteraan mental dan emosional
anak(Wong,2013).
1.1.4.2 Fungsi bermain pada anak
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensorik-motorik,
perkembangan intelektual, perkembangan social, perkembangan kreatifitas,
perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral, dan bermain sebagai terapi.
1) Perkembangan sensorik motorik
Aktivitas sensorik dan motorik merupakan komponen terbesar yang digunakan
anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan fungsi otot.
Misalnya, alat permainan yang digunakan untuk bayi yang mengembangkan
kemampuan sensorik motorik dan alat permainan untuk anak usia toddler dan
prasekolah yang banyak membantu perkembangan aktivitas motorik baik kasar
maupun halus
2) Perkembangan intelektual
Pada saat bermain, anak melakumbedakan eksploitasi dan manipulasi terhadap
segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna,
bentuk, ukuran, tekstur, dan membedakan objek
3) Perkembangan social
Perkembangan social ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan
menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk
mengembangkan hubungan social dan belajar memesahkan masalah dari
hubungan tersebut. Hal ini terjadi terutama pada anak usia sekolah dan remaja.
Meskipun demikian, anak usia toddler dan prasekolah adalah tahapan awal bagi
anak untuk meluaskan aktivitas sosialnya di luar lingkungan keluarga.
4) Perkembangan kreatifitas Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan
sesuatu dan mewujudkannya ke dalam bentuk objek dan/atau kegiatan yang
dilakukannya. Melalui kegiatan bermain anak akan belajar dan mencoba
merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan membongkar dan memasang satu
alat permainan akan merangsang kreativitasnya untuk semakin berkembang
5) Perkembangan kesadaran diri
Melalui bermain, anak akan mengembangkan kemampuannya dalam mengatur
tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dan
membandingkannya dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan
mencoba peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap
orang lain
6) Perkembangan moral
Anak mempelajari nilai dasar dan salah dari lingkungannya, terutama dari
orang tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan mendapat
kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di
lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok
yang ada dalam lingkungannya. Melalui kegiatan bermain anak juga akan
belajar nilai moral dan etika, belajar membedakan mana yang benar dan mana
yang salah, serta belajar bertanggung jawab atas segala tindakan yang telah
dilakukannya
7) Bermain sebagai terapi
Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang
sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri.
Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak
karena menghadapi beberapa stresorr yang ada di lingkungan rumah sakit.
Untuk itu, dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan
dan stress yang dialaminya karena dengan melakukan permaianan anak akan
dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan relaksasi
melalui kesenanganya melakukan permainan. Dengan demkian permainan
adalah media komunikasi antara anak dengan orang lain, termasuk dengan
perawat atau petugas kesehatan di rumah sakit. Perawat dapat mengkaji
perasaan dan pikiran anak melalui ekspresi nonverbal yang ditunjukkan selama
melakukan permainan atau melalui interaksi yang ditunjukan anak dengan
orang tua dan teman kelompok bermainnya.
1.1.4.3 Tujuan bermain
Melalui fungsi yang terurai diatasnya, pada prinsipnya bermain mempunyai tujuan
sebagai berikut:
a.Untuk melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada saat sakit
anak mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Walaupun
demikian, selama anak dirawat di rumah sakit, kegiatan stimulasi pertumbuhan
dan perkembangan masih harus tetap dilanjutkan untuk menjaga
kesinambungannya.
b.Mengekspresikan perasaan, keiginan, dan fantasi serta ide-idenya. Seperti yang
telah di uraikan diatas pada saat sakit dan dirawat di rumah sakit, anak mengalami
berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan. Pada anak yang belum dapat
mengekspresikannya.
c.Mengembangkan kreatifitas dan kemampuan memecahkan masalah. Permainan
akan menstimulasi daya piker, imajinasi, fantasinya untuk menciptakan sesuatu
seperti yang ada dalam pikirannya. Pada saat melakukan permainan, anak juga
akan dihadapkan pada masalah dalam konteks permainannya, semakin lama ia
bermain dan semakin tertantang untuk dapat menyelesaikannya dengan baik.
d.Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit dan dirawat di rumah
sakit. Stress yang dialami anak dirawat di rumah sakit tidak dapat dihindarkan
sebagaimana juga yang dialami orang tua. Untuk itu yang penting adalah
bagaimana menyiapkan anak dan orang tua untuk dapat beradaptasi dengan
stressor yang dialaminya di rumah sakit secara efektif. Permainan adalah media
yang efektif untuk beradaptasi karena telah terbukti dapat menurunkan rasa
cemas, takut, nyeri dan marah.
1.1.4.4 Faktor yang mempengaruhi aktivitas bermain
a. Tahap perkembangan anak
b. Status kesehatan anak
c. Jenis kelamin anak
d. Lingkungan yang mendukung
e. Alat dan jenis permainan yang cocok.
1.1.4.5 Klasifikasi bermain
a.Berdasarkan Isi Permainan
1) Social affective play
Inti permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang menyenangkan
antara anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan mendapatkan kesenagan dan
kepuasan dari hubungan yang menyenangkan dengan orang tuanya dan/atau
orang lain. Permainan yang biasa dilakukan adalah “ciluk ba” berbicara sambil
tersenyum/tertawa, atau sekedar memberikan tangan pada bayi dan
menggenggamnya tetapi dengan diiringi berbicara sambil tersenyum dan
tertawa.
2) Sense of pleasure play
Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang pada
anak dan biasanya mengasyikan. Misalnya, dengan menggunakan pasir, anak
akan membuat gunung-gunung atau benda-benda apasaja yang dapat
dibentuknya dengan pasir. Bias juga dengan menggunakan air anak akan
melakukan macam-macam permainan, misalnya memindahkan air ke botol,
bak atau tempat lain. Ciri khas permainan ini adalah anak akan semakin lama
semakin asyik bersentuhan dengan alat permainan ini dan dengan permainan
yang dilakukan sehingga susah dihentikkan.
3) Skill play
Sesuai dengan sebutannya, permainan ini akan meningkatkan ketrampilan
anak, khususnya motorik kasar dan halus. Misalkan bayi akan trampil
memegang benda-benda kecil, memindahkan benda dari tempat yang satu ke
tempat yang lain, dan anak trampil naik sepeda.
4) Games atau permainan
Games atau permainan adalah jenis permainan yang menggunakan alat tertentu
yang menggunakan perhitungan dan/skor. Permainan ini bias dilakukan oleh
anak sendiri dan/ atau temannya. Banyak sekali jenis permainan ini mulai dari
yang sifatnya tradisional maupun yang modern. Misalnya: ular tangga,
congkla, puzzle, dll.
5) Unoccupied behavior
Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar-mandir, tersenyum, tertawa,
jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja atau apa saja yang ada
disekelilingnya. Jadi, sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan
tertentu, dan situasi atau objek yang ada disekelilingnya yang digunakannnya
sebagai alat permainan. Anak tampak senang, gembira dan asyik dengan
situasi serta lingk ungannya tersebut.
6) Dramatic play Sesuai dengan sebutannya pada permainan ini anak memainkan
peran sebagai orang lain melalui permainan. Anak berceloteh sambil
berpakaian meniru orang dewasa, misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya,
kakanya, dan sebagainya yang ia tiru.
b.Berdsarkan karakter social
1) Onlooker play
Pada jenis permainan ini anak hanya mengamati temannya yang sedang
bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan, jadi,
anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap permainan
yang sedang dilakukan temanya.
2) Solitary play
Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok permainan tetapi
anak bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya, dan alat
permainan tersebut berbeda dengan alat permainan yang digunakan temannya,
tidak ada kerja sama, atau komunikasi dengan teman sepermainan.
3) Parallel play
Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang sama,
tetapi antara satu anak dengan anak yang lain tidak terjadi kontak satu sama
lain sehingga antara anak yang satu dengan anak yang lain tidak ada sosialisasi
satu sama lain. Biasanya permainan ini dilakukan oleh anak usia toddler.
4) Assosiatif play
Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak
yang lain, tetapi tidak terorganisasi tidak ada pemimpin atau yang memimpin
permainan, dan tujuan permainan tidak jelas. Contoh bermain boneka, bermain
hujan-hujanan, bermain masak-masakan.
5) Cooperative play
Aturan permainan dlam kelompok tampak lebih jelas pada permainan jenis ini,
juga tujuan dan pemimpin permainan. Anak yang memimpin permainan
mengatur dan mengarahkan anggotanya, untuk bertindak dalam permainan
sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam permainan tersebut. Misalnya,
pada permainan sepak bola.
c.Berdasarkan kelompok usia anak
Anak usia toddler (>1 tahun-3tahun) Anak usia toddler kegiatan belajar
menunjukan karakteristik yang khas yaitu banyak bergerak, tidak bias diam, dan
mulai mengembangkan otonomi dan kemampuannya untuk dapat mandiri. Jenis
permainan yang tepat dipilih untuk anak usia toddler adalah solitary play dan
parallel play.
1.1.4.6 Prinsip-prinsip dalam aktivitas bermain
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agara aktivitas bermain bisa menjadi
stimulus yang efektif sebagai mana berikut ini:
1) Perlu ekstra energy
Bermain memerlukan energy yang cukup, sehingga anak memerlukan nutrisi yang
memadai. Asupan (intake) yang kurang dapat menurunkan gairah anak. Anak yang
sehat memerlukan aktivitas bermain yang bervariasi, baik bermain aktif maupun
bermain pasif, untuk menghindari rasa bosan atau jenuh. Pada anak yang sakit,
keinginan untuk bermain umumnya menurun karena energy yang digunakan untuk
mengatasi penyakitnya. Aktivitas bermain anak sakit yang bias dilakukan adalah
bermain pasif, misalnya: menonton tv, mendengarkan music dan menggambar
2) Waktu yang cukup
Anak harus mempunyai waktu yang cukup waktu untuk bermain sehingga stimulus
yang diberikan dapat optimal. Selain itu, anak akan mempunyai kesempatan yang
cukup untuk mengenal alat – alat permainanya.
3) Alat permainan
Alat permainan yang digunakan harus disesuaikan dengan usia dan tahap
perkembangan anak. Orang tua hendaknya memperhatikan hal ini, sehingga alat
permainan yang diberikan dapat berfungsi dengan benar. Yang perlu diperhatikan
adalah alat permainan tersebut harus aman dan mempunyai unsure edukatif bagi
anak
4) Ruang untuk bermain
Aktivitas bermain dapat dilakukan dimana saja, diruang tamu, dihalaman bahkan
diruang tidur. Diperlukan suatu ruanganan atau tempat khhusus untuk bermain bila
memungkinkan, dimana ruangan tersebut sekaligus juga dapat menjadi tempat
untuk menyimpan mainanya.
5) Pengetahuan cara bermain
Anak belajar bermain dari mencoba–coba sendiri, meniru teman–temannya atau
diberitahu oleh orang tuanya. Cara yang terakhir adalah yang terbaik karena anak
lebih terarah dan lebih berkembang pengetahuannya dalam menggunakan alat
permainan tersebut. Orang tua yang tidak pernah mengetahui cara bermain dari alat
permainan yang diberikan umumnya membuat hubungannya dengan anak
cenderung menjadi kurang hangat.
6) Teman bermain
Dalam bermain, anak memerlukan bisa teman sebaya, saudara, atau orang tuanya.
Ada saat – saat tertentu dimana anak bermain sendiri agar dapat menemukan
kebutuhannya sendiri. Bermain yang dilakukan bersama dengan orang tuanya akan
mengakrabkan hubungan dan sekaligus memberikan kesempatan kepada orang tua
untuk mengetahui setiap kelainan yang dialami oleh anaknya.
1.1.4.7 Bermain untuk anak yang di rawat di rumah sakit
Aktivitas bermain yang dilakukan perawat pada anak di rumah sakit akan memberikan
keuntungan sebagai berikut:
a.Meningkatkan hubungan antara klien (anak keluarga) dan perawat karena dengan
melaksanakan kegiatan bermain, perawat mempunyai kesempatan untuk membina
hubungan yang baik dan menyenangkan dengan anak dan keluarganya. Bermain
merupakan alat komunikasi yang elektif antara perawat dank klien.
b.Perawatan dirumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk mandiri.
Aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak.
c.Permainan pada anak dirumah sakit tidak hanya akan memberikan rasa senang pada
anak, tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan perasaan dan pikiran
cemas, takut, sedih, tegang, dan nyeri. Pada beberapa anak yang belum dapat
mengekspresikan perasaan dan pikiran secara verbal dan/ atau pada anak yang
kurang dapat mengekspresikannya, permainan menggambar, mewarnai, atau
melukis akan membantunya mengekspresikan perasaan tersebut.
d.Permainan yang terupetik akan dapat meningkatkan kemampuan anak untuk
mempunyai tingkah laku yang positif.
e.Permainan yang memberikan kesempatan pada beberapa anak untuk berkompetisi
secara sehat, akan dapat menurunkan ketegangan pada anak dan keluarganya.
Prinsip – prinsip permainan pada anak di rumah sakit:
1) Permainan tidak boleh bertentangan dengan terapi dan perawatan yang sedang
dijalankan pada anak.
2) Tidak membutuhkan energy yang banyak, singkat dan sederhana.
3) Harus mempertimbangkan keamanan anak.
4) Dilakukan pada kelompok umur yang sama.
5) Melibatkan orang tua.
1.2 KONSEP PENYAKIT
1.2.1 DEFINISI
Demam dengue atau DF dan demam berdarah dengue atau DBD (dengue
hemorrhagic fever disingkat DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik.
Pada DHF terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokosentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan
dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok (Nurarif & Kusuma, 2015).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang menyerang anak dan orang
dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa demam akut,
perdarahan, nyeri otot dan sendi. Dengue adalah suatu infeksi Arbovirus (Artropod
Born Virus) yang akut ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti atau oleh Aedes
Aebopictus (Wijayaningsih, 2017)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) merupakan penyakit infeksi virus akut yang
disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Bornevirus, genus
flavivirus, famili flaviviridae. DHF ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes spp,
aedes aegypti, danaedes albopictusmerupakan vektor utama penyakit DHF. Penyakit
DHF dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerangseluruh kelompok umur.
Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat (Dinkes,
2015)

1.2.2 KLASIFIKASI
1) Derajat 1 (ringan)
Demam diatas normal 38°C dan satu-satunya uji perdarahan yaitu uji turniket
2) Derajat 2 (sedang)
Di derajat 2 ini sama seperti derajat 1 disertai dengan perdarahan spontan pada
kulit dan atau perdarahan lainnya
3) Derajat 3
Adanya kegagalan kegagalan sirkulasi seperti nadi cepat dan lemah, tekanannadi
menurun
4) Derajat 4
Terdapat Dengue Shock Sindrome (DSS) dengan nadi tidak teraba dan tekanan
darah tidak dapat diukur (Wijaya, 2013)
1.2.3 ETIOLOGI
Penyakit DHF merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan
disebarkan oleh nyamuk terutama spesies nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk penular
dengue tersebut hampir ditemukan di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat
yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut (Rahayu & Budi,
2017).
Penyebab penyakit adalah virus dengue kelompok Arbovirus B, yaitu arthropod-
bornevirus atau virus yang disebabkan oleh artropoda. Virus ini termasuk genus
Flavivirus dan family Flaviviridae. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 serotipe
terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibody terhadap serotipe
yang bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotype lain
sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai
terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue
dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus
dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Nurarif & Kusuma, 2015).
1.2.4 MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis pada penderita DHF antara lain adalah (Nurarif & Kusuma, 2015).
Demam dengue merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan
dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
1) Nyeri kepala
2) Nyeri retro-orbital
3) Myalgia atau arthralgi
4) Ruam kulit
5) Manifestasi perdarahan seperti petekie atau uji bending positif
6) Leukopenia

Demam berdarah menurut (WHO, 2015) adalah penyakit seperti flu berat yang
mempengaruhi bayi, anak-anak dan orang dewasa, tapi jarang menyebabkan
kematian. Dengue harus dicurigai bila demam tinggi (40°C) disertai dengan 2 dari
gejala berikut: sakit kepala parah, nyeri dibelakang mata, nyeri otot dan sendi, mual,
muntah, pembengkakan kelenjar atau ruam. Gejala biasanya berlangsung selama 2-7
hari setelah masa inkubasi 4-10 hari setelah gigitan dari nyamuk yang terinfeksi.
Dengue yang parah adalah komplikasi yang berpotensi mematikan karena plasma
bocor, akumulasi cairan, gangguan pernapasan, pendarahan parah, atau gangguan
organ. Tanda- tanda peringatan terjadi 3-7 hari setelah gejala pertama dalam
hubungannya dengan penurunan suhu (di bawah 38°C) dengan tanda gejala : sakit
parah perut, muntah terus menerus, napas cepat, gusi berdarah, kelelahan,
kegelisahan dan keluar darah saat muntah. berikutnya dari tahap kritis dapat
mematikan perawatan medis yang tepat diperlukan untuk menghindari komplikasi
dan risiko kematian.

1.2.5 PATOFISIOLOGI
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan viremia. Hal
tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di hipotalamus sehingga
menyebabkan (pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin, histamin) terjadinya:
peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan pelebaran pada dinding
pembuluh darah yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma dari
intravascular ke intersisiel yang menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat
terjadi akibat dari penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi
melawan virus (Murwani, 2018)
Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit seperti
petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan adanya kehilangan
kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis secara normal. Hal
tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak tertangani maka akan
menimbulkan syok. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus
akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Pertama tama
yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit
kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik bintik merah
pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi pembesaran
kelenjar getah bening, pembesaran hati atau hepatomegali (Murwani, 2018)
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan ditemukan
cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium, pleura, dan
perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukan
kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus di
kurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru dan gagal
jantung, sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita akan
mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan
bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan
timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi
dengan baik (Murwani, 2018).
1.2.6 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita DHF antara lain
adalah (Wijayaningsih, 2017) :
a. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai
pada DHF merupakan indikator terjadinya perembesan plasma
1) Pada demam dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau hari ketiga
Leukosit mengalami penurunan dibawah normal Nilai normal: 9.000-12.000/
mm3
2) Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan hemokonsentrasi
Trombositnya biasa nya menurun akan mengakibat trombositopenia kurang dari
100.000/ml, Nilai normal: 200.000-400.000/ml
3) Pada pemeriksaan kimia darah: Hipoproteinemia, hipokloremia, SGPT, SGOT,
ureum dan Ph darah mungkin meningkat
b. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test)
Uji serologi didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita yang terjadi
setelah infeksi. Untuk menentukan kadar antibody atau antigen didasarkan pada
manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada tiga kategori, yaitu primer, sekunder,
dan tersier. Reaksi primer merupakan reaksi tahap awal yang dapat berlanjut
menjadi reaksi sekunder atau tersier.
c. Uji hambatan hemaglutinasi
Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG berdasarkan
pada kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat reaksi hemaglutinasi
darah angsa oleh virus dengue yang disebut reaksi hemaglutinasi inhibitor (HI).
d. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue.
Menggunakan metode plague reduction neutralization test (PRNT). Plaque
adalah daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas yang jelas akan dilihat
terhadap sel di sekitar yang tidak terkena infeksi.
e. Uji ELISA anti dengue
Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination Inhibition (HI).
Dan bahkan lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip dari metode ini adalah
mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di dalam serum penderita.
f. Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan sebagian besar
grade II) di dapatkan efusi pleura
1.2.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan DHF yaitu :
a. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok
Penatalaksanaan disesuaikan dengan gambaran klinis maupun fase, dan untuk
diagnosis DHF pada derajat I dan II menunjukkan bahwa anak mengalami DHF
tanpa syok sedangkan pada derajat III dan derajat IV maka anak mengalami DHF
disertai dengan syok.
Tatalaksana untuk anak yang dirawat di rumah sakit meliputi:
1) Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air sirup, susu untuk
mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam, muntah, dan
diare.
2) Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal atau ibuprofen
karena dapat merangsang terjadinya perdarahan.
3) Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
a) Berikan hanya larutan isotonik seperti ringer laktat atau asetat.
b) Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam.
c) Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan
jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena
biasanya hanya memerlukan waktu 24-48 jam sejak kebocoran pembuluh
kapiler spontan setelah pemberian cairan.
4) Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana sesuai dengan
tatalaksana syok terkompensasi.
b. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever Dengan Syok
Penatalaksanaan DHF menurut WHO (2016) meliputi:
1) Perlakukan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara nasal.
2) Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/asetan secepatnya.
3) Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian
koloid 10-20 ml/kg BB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
4) Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi: berikan transfusi darah
atau komponen.
5) Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10 ml/kgBB
dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi
klinis laboratorium.
6) Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 3648 jam.
Perlu diingat banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu
banyak dari pada pemberian yang terlalu sedikit.
1.2.8 KOMPLIKASI
1) Perdarahan
Disebabkan oleh perubahan vaskuler, penurunan jumlah trombosit dan
koagulopati, dan trombositopeni dihubungkan meningkatnya megakoriosit muda
dalam sel-sel tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan
dapat dilihat pada uji torniquet positif, ptekie, ekimosis, dan perdarahan saluran
cerna, hematemesis, dan melena
2) Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syock Syndrom) terjadi pada hari ke 2-7 yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi
cairan serosa ke ronnga pleura dan peritoneum, hiponatremia, hemokonsentrasi,
dan hipovolemi yang mngekaibatkan berkurangnya alran balik vena, penurunan
volume sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi disfungsi atau penurunan
perfusi organ. DSS juga disertai kegagalan hemeostasis yang mengakibatkan
aktivitas dan integritas sistem kardiovaskular, perfusi miokard dan curah jantung
menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemi jaringan dan kerusakan
fungsi sel secara progresif dan irreversible, terjadi kerusakan sel dan organ
sehingga pasien akan meninggal dalam wakti 12-24 jam
3) Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang dihubungkan dengan nekrosis
karena perdarahan yang terjadi pada lobulus hati dan sel-sel kapiler. Terkadang
tampak sel metrofil dan limphosit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan
adanya reaksi atau komplek virus antibody
4) Efusi Pleura
Terjadi karena kebocoran plasma yang mngekibatkan ekstrasi cairan intravaskuler
sel, hal tersebut dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga pleura dan adanya
dipsnea
BAB 2

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DHF

2.1 PENGKAJIAN
Pengkajian dengan Penyakit infeksi Demam Berdarah Dengue menurut (Nurarif &
Hardhi, 2015) adalah :
a) Anamnesis
1. Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia
kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang
kerumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah
b. Riwayat kesehatan sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan
saat demam kesadaran composmetis. Turunnya panas terjadi antara hari
ke-3 dan ke-7 dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan
batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi,
sakit kepala, nyeri otot, dan persendian, nyeri ulu hati, dan pergerakan bola
mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi
(grade III. IV), melena atau hematemesis
c. Riwayat kesehatan lalu
Untuk mengetahui lebih lanjut riwayat dahulu penyakit apa saja yang
pernah diderita. Pada DHF anak biasanya mengalami serangan ulangan
DHF dengan tipe virus lain.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Pada saat pengkajian perlu ditanyakan pada pasien maupun anggota
keluarga apakah sebelumnya ada keluarga yang menderita DHF
e. Riwayat Imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya koplikasi dapat dihindarkan
f. Status gizi
Status gizi anak DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi baik
maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat factor predisposisinya.
Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah dan
tidak nafsu makan. Apabila kondisi berlanjut dan tidak disertai dengan
pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami
penurunan berat badan sehingga status gizinya berkurang.
g. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih (seperti air yang menggenang atau gantungan baju dikamar)
b) Pola Kesehatan Sehari-hari
1. Nutrition and Metabolism
Frekuensi, jenis, nafsu makan berkurang dan menurun
2. Elimination and Change
Kadang-kadang anak yang mengalami diare atau konstipasi. Sementara DHF
pada grade IV sering terjadi hematuria
3. Activity/Rest
Anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit atau nyeri otot
dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas tidur maupun istirahatnya
berkurang.
4. Personal Hygiene
Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan cenderung
kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk Aedes aegypty
c) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi: inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dari ujung
rambut sampai ujung kaki.
1) Berdasarkan tingkatan DHF, keadaan anak adalah sebagai berikut :
a. Grade I yaitu kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-
tanda vital dan nadi lemah
b. Grade II yaitu kesadaran composmetis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan petechie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi
lemah, kecil, dan tidak teratur
c. Grade III yaitu kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi
lemah, kecil dan tidak teratur, serta takanan darah menurun
d. Grade IV yaitu kesadaran coma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba,
tekanan darah tidak teratur, pernafasan tidak teratur, ekstremitas dingin,
berkeringat, dan kulit tampak biru
2) Kepala dan leher : kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena
demam, mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan atau epitaksis
pada grade II,III,IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering ,
terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami
hyperemia pharing dan terjadi perdarahan ditelinga (pada grade II,III,IV)
3) Mata : Konjungtiva anemis
4) Hidung : Hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade
II,III, IV
5) Telinga : tidak ada perdarahan pada telinga, simetris, bersih tidak ada
serumen, tidak ada gangguan pendengaran
6) Dada : bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada poto thorak
terdapat cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura), rales
+, ronchi +, yang biasanya terdapat pada grade III dan IV
7) Abdomen mengalami nyeri tekan, pembesaran hati atau hepatomegaly dan
asites
8) Ekstremitas : dingin serta terjadi nyeri otot sendi dan tulang
d) Sistem Integumen
Adanya ptechiae pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin,
dan lembab, kuku sianosis atau tidak

2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Hipertermia (D.0130)
2. Nyeri Akut (D.077)
3. Nausea (D.0076)
4. Defisit Nutrisi (D.0019)
5. Hipovolemia (D.0023)
6. Intoleransi Aktivitas (D.0056)
7. Risiko Perdarahan (D.0012)
8. Pola Napas Tidak Efektif (D.0005)
2.3 INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi keperawatan adalah bentuk terapi yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai peningkatan,
pencegahan dan pemulihan kesehatan klien individu, keluarga dan komunitas
(SIKI,PPNI,2018).

Diagnosa SLKI SIKI


Keperawatan
Hipertermia Manajemen Hipertermi (I.15506)
Setelah di lakukan perawatan
(D.0130) Observasi
selama 3x24 jam maka
1. Identifikasi penyebab hipertermia
Hipertermia membaik dengan
(mis. Dehidrasi, terpapar
kriteria hasil:
lingkungan yang panas,
Termoregulasi (L.14134)
penggunaan inkubator)
1. Menggigil menurun (5)
2. Monitor suhu tubuh
2. Kejang menurun (5)
3. Monitor komplikasi akibat
3. Pucat menurun (5)
hipertermia
4. Takikardi menurun (5)
Terapeutik
5. Takipnea menurun (5)
4. Sediakan lingkungan yang dingin
6. Bradikardi menurun (5)
5. Longgarkan atau lepaskan
7. Hipoksia menurun (5)
pakaian
8. Suhu tubuh membaik (5)
6. Basahi dan kipasi permukaan
9. Suhu kulit membaik (5)
tubuh
7. Berikan cairan oral
8. Lakukan pendinginan eksternal
(mis. Selimut hipotermia atau
kompres dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
Edukasi
9. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
10.Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
11.Kolaborasi pemberian antipiretik
Nyeri Akut Manajemen Nyeri (I.08238)
Setelah di lakukan perawatan
(D.0077) Observasi
selama 3x24 jam maka nyeri
1. Identifikasi lokasi,karakteristik,
akut membaik dengan kriteria
durasi, frekuensi, kualitas,
hasil:
intensitas nyeri
Tingkat Nyeri (L.08066)
2. Identifikasi skala nyeri
1.
3. Respon nyeri non verbal
2.
4. Identifikasi faktor yang
3.
memperberat dan memperingan
4.
nyeri
5.
Terapeutik
6.
5. Berikan teknik nonfarmakologi
Nafsu makan membaik (5)
(terapi pijat, relaksasi tarik napas
dalam, kompres hangat)
6. Fasilitasi istirahat / tidur
7. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (suhu,
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
Edukasi
8. Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
9. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
10.Ajarkan teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
11.Kolaborasi pemberian analgetic
Defisit Setelah di lakukan perawatan Menejemen nutrisi (I.03119)
Nutrisi selama 3x24 jam maka defisit Observasi
(D.0019) nutrisi membaik dengan kriteria 1. Identifikasi status nutrisi
hasil: 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
Status Nutrisi (L.03030) aktifitas
1. Porsi makanan yang 3. Identifikasi makanan yang di
dihabiskan meningkat (5) sukai
2. Verbalisasi keinginan untuk 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
meningkatkan nutrisi jenis nutrisi
meningkat (5) 5. Monitor asupan makanan
3. Pengetahuan tentang pilihan 6. Monitor berat badan
makanan dan minuman yang 7. Monitor pemeriksaan
sehat meningkat (5) laboratorium
4. Nyeri abdomen menurun (5) Terapeutik
5. Berat badan membaik (5) 8. Lakukan oral hygiene sebelum
6. Frekuensi makan membaik makan (jika perlu)
(5) 9. Sajikan makanan secara
7. Nafsu makan membaik (5) menarik dan suhu yang sesuai
8. Membran mukosa membaik 10. Berikan makanan tinggi serat
(5) untuk mencegan konstipasi
11. Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
12. Berikan suplemen makanan
(jika perlu)
Edukasi
13. Anjurkan posisi duduk
14. Anjurkan diet yang di
programkan
Kolaborasi
15. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis.pereda
nyeri, antimetik)
16. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumblah
kalori dan jenis nutrein yang di
butuhkan (jika perlu)
Hipovolemia Setelah di lakukan perawatan Manajemen Hipovolemi I.03116
(D.0023) selama 3x24 jam maka Observasi
Hipovolemia membaik dengan 1. Periksa tanda dan gejala
kriteria hasil: hypovolemia (mis. Frekuensi
Status Cairan L.03028 nadi meningkat, turgor kulit
1. Kekuatan nadi meningkat (5) menurun, membran mukosa
2. Turgor kulit meningkat (5) kering, volume urin menuurn,
3. Output urine meningkat (5) hematokrit meningkat, haus,
4. Dispnea menurun (5) lemah)
5. Suara napas tambahan 2. Monitor intake dan output cairan
menurun (5) Terapeutik
6. Perasaan lemah menurun (5) 3. Berikan asupan cairan oral
7. Frekuensi nadi membaik (5) Edukasi
8. Membran mukosa membaik 4. Anjurkan memperbanyak cairan
(5) oral
9. Kadar Hb meningkat (5) 5. Anjurkan menghindari
10. Kadar Ht meningkat (5) perubahan posisi mendadak
11. Intake cairan membaik (5) Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian cairan IV
isotonis (mis. NaCl, RL)

Nausea Setelah di lakukan perawatan Manajemen mual (I.03117)


(D.0076) selama 3x24 jam maka maka Observasi
Nausea menurun dengan kriteria 1. Identifikasi pengalaman mual
hasil: 2. Identifikasi factor penyebab
Tingkat Nausea (L.08065) mual (mis.pengobatan dan
1. Nafsu makan meningkat (5) prosedur)
2. Keluhan mual menurun (5) 3. Identifikasi antiemetic untuk
3. Perasaan ingin muntah mencegah mual
menurun (5) 4. Monitor mual
4. Sensasi panas menurun (5) Terapeutik
5. Pucat membaik (5) 5. Kendalikan factor lingkungan
penyebab mual
6. Kurangi atau hilangkan keadaan
penyebab mual
7. Berikan makanan dalam jumlah
kecil dan menarik
Edukasi
8. Anjurkan istirahat dan tidur yang
cukup
9. Anjurkan sering membersihkan
mulut
10.Ajarkan penggunaan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengatasi mual
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
antiemetic
Intoleransi Setelah di lakukan perawatan Menejemen Energi (I.05178)
Aktivitas selama 3x24 jam maka maka Observasi
(D.0056) Intoleransi aktivitas meningkat 1. Identifikasi gangguan fungsi
dengan kriteria hasil: tubuh yang mengakibatkan
Toleransi Aktivitas (L.05047) kelelahan
1. Frekuensi nadi meningkat (5) 2. Monitor kelelahan fisik dan
2. Keluhan lelah menurun (5) emosional
3. Dyspnea saat aktivitas 3. Monitor pola dan jam tidur
menurun (5) 4. Monitor lokasi dan ketidak
4. Dyspnea setelah aktivitas nyamanan selama melakukan
menurun (5) aktifitas
5. Perasaan lemah menurun (5) Terapeutik
6. Sianosis menurun (5) 5. Sediakan lingkungan yang
7. Warna kulit membaik (5) nyaman dan rendah stimulus
8. Frekuensi napas membaik (5) 6. Lakuakan latihan rentan gerak
9. Pucat membaik (5) pasif/aktif
7. Berikan aktifitas distraksi yang
menenangkan
8. Fasilitas duduk di sisi tempat
tidur
Edukasi
9. Anjurkan tirah baring
10.Anjurkan melakukan aktifitas
secara bertahap
11.Anjurkan strategi koping dan
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
12.Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
Risiko Setelah di lakukan perawatan Pencegahan Perdarahan (I.02067)
Perdarahan selama 3x24 jam maka tingkat Observasi
(D.0012) perdarahan menurun dengan 1. Monitor tanda gejala perdarahan
kriteria hasil: 2. Monitor nilai
Tingkat Perdarahan (L.02017) hematocrit/hemoglobin sebelum
1. Kelembapan membrane dan setelah kehilangan darah
mukosa meningkat (5) Terapeutik
2. Kelembapan kulit 3. Pertahanakan bedrest selama
meningkat(5) perdarahan
3. Hematemesis menurun (5) 4. Batasi tindakan invasive
4. Hematuria menurun (5) Edukasi
5. Hemoglobin membaik (5) 5. Jelaskan tanda dan gejala
6. Hematokrit membaik (5) perdarahan
6. Anjrukan meningkatkan asupan
cairan untuk menghindari
konstipasi
7. Anjurkan meningkatkan asupan
makanan dan vitamin K
Kolaborasi
8. Kolaborasi obat pengontrol
perdarahan
Pola Napas Setelah di lakukan perawatan Pemantauan respirasi I.01014
Tidak Efektif selama 3x24 jam maka Pola Observasi
(D.0005) napas tidak efektif membaik 1. Monitor frekuensi, irama,
dengan kriteria hasil: kedalaman dan upayanapas.
Pola napas L.01004 2. Monitor adanya produksi
1. Dipsnea menurun (5) mukus/sputum
2. Penggunaan otot bantu 3. Monitor pola napas
napas menurun (5) 4. Palpasi kesimetrisan ekspansi
3. Pemanjangan fase ekspirasi paru
menurun (5) 5. Auskultasi bunyi napas
4. Frekuensi napas membaik 6. Monitor adanya sumbatan jalan
(5) napas
5. Kedalaman napas membaik 7. Monitor saturasi oksigen.
(5) Terapeutik
8. Atur pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
9. Dokumentasikan hasil
pemantauan.
Edukasi
10.Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan.
11.Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu

2.4 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
dan pasien. Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2013)
Pelaksanaan atau implementasi adalah serangkaian tindakan perawat pada keluarga
berdasarkan perencanaan sebelumnya.
Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun. Perawat membentuk
pasien mencapai tujuan yang diharapkan, oleh karena itu rencana tindakan yang
spesifik ini dilaksanakan untuk memodifikasi faktofaktor yang memengaruhi
maslah kesehatan pasien. Tujuan dari pelaksanaan ini adalah membantu pasien
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping.
Selama tahap pelaksanaan, perawat harus melakukan pengumpulan data dan
memilih tindakan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien.
Semua tindakan keperawatan dicatat kedalam format yang telah ditetapkan oleh
institusi.
2.5 EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi merupakan sebagai penilaian status klien dari efektivitas tindakan dan
pencapaian hasil yang diidentifikasi terus pada setiap langkah dalam proses
keperawatan, serta rencana perawatan yang telah dilaksanakan (NANDA, 2015)
Evaluasi merupakan tahap integral pada proses keperawatan. Apa yang kurang
dapat ditambahkan, dan apabila mendapatkan kasus baru mampu diselesaikan
dengan baik, maka hal itu disebut sebagai keberhasilan atau temuan sebuah
penelitian. Evaluasi bisa dimulai dari pengumpulan data, apakah masih perlu
direvisi untuk menentukan, apakah informasi yang telah dikumpulkan sudah
mencukupi, dan apakah perilaku yang diobservasi susah sesuai. Diagnosa juga
perlu di evaluasi dalam hal keakuratan dan kelengkapannya
Tahap ini dilakukan sesuai dengan formatif dan sumatif. Evaluasi formatif adalah
evaluasi yang dilakukan selama proses asahun keperawatan, sedangkan evaluasi
sumatif adalah evaluasi akhir
Untuk dilakukam evaluasi, ada baiknya disusun dengan menggunakan SOAP
secara operasional :
S : adalah berbagai persoalan yang disampaikan oleh keluarga setelah dilakukan
tindakan keperawatan. Misalnya yang tadinya dirasakan sakit, kini tidak sakit lagi
O : adalah berbagai pesoalan yang ditemukan oleh perawat setelah dilakukan
tindakan keperawatan. Misalnya, berat badan naik 1 kg dalam 1 bulan
A : adalah analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada tujuan yang
terkait dengan diagnosis
P : adalah perencanaan direncanakan kembali setelah mendapatkan hasil dari
respons keluarga pada tahap evaluasi

DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes RI. 2018. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : TIM.

Murwani. 2018. Patofisiologi Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.

Nanda. 2015. Buku Diagnosa Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi. Jakarta : EGC

Nurarif H.D dan Kusuma Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Medication Yogya.

Setiadi. 2013. Konsep Dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Edisi
1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SIKI). Edisi 1.
Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SLKI). Edisi
1. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia

WHO. 2016. Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever.

Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa
Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika

Wijayaningsih, Kartika Sari. 2017. Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: TIM.

Yuliastati Nining. 2016. Keperawatan Anak. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai