Anda di halaman 1dari 180

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan aktifitas istirahat dan tidur merupakan suatu kesatuan yang
saling berhubungan dan saling mempengaruhi (Tarwoto dan Wartonah, 2010).
Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Tanpa jumlah tidur dan
istirahat yang cukup, kemampuan untuk berkonsentrasi dan beraktifitas akan
menurunkan serta meningkatkan iritabilitas (Potter & Perry,2005). Tidur
dikarakteristikkan dengan aktifitas metabolisme tubuh menurun, tingkat
kesadaran yang bervariasi, perubahan proses fisiologi tubuh, dan penurunan
respon terhadap stimulus eksternal (Wahid, 2007). Tidur merupakan suatu
proses yang sangat diperlukan oleh manusia untuk pembentukan sel-sel tubuh
yang rusak (natural healing mechanisme), memberi waktu organ-organ tubuh
untuk beristirahat dan menjaga keseimbangan metabolisme dan kimiawi tubuh.
Tidur suatu keadaan yang berulang-ulang, perubahan status kesadaran yang
terjadi selama periode tertentu.
Manusia menggunakan sepertiga waktu dalam hidup untuk tidur,
keadaan tidur yang normal dapat berubah, perubahan keadaan tidur ini
dipengaruhi oleh faktor fisiologis dan non fisiologis. Faktor fisiologis yaitu
penyakit fisik sedangkan faktor non fisiologis yaitu obat-obatan dan substansi,
gaya hidup, pola tidur yang biasa dan mngantuk berlebihan pada siang hari,
stress emosional, lingkungan, latihan fisik dan kelelahan serta asupan makanan
dan kalori ( Potter &Perry, 2005).
Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya
hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan
menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Salah satu aktifitas tidur ini
diatur oleh sistem pengaktifitas retikularis yang merupakan sistem yang
mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk pengaturan
kewaspadaan dan tidur.

1
Pusat pengaturan aktifitas kewaspadaan dan tidur terletak dalam
mesensefalon. Selain itu, reticuler activating system (RAS) dapat memberikan
rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan juga dapat menerima
stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir.
Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin
seperti norepineprin. Demikian juga pada saat tidur, kemungkinan disebabkan
adanya pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan
batang otak tengah, yaitu bulbar synchronizing regional (BSR) sedangkan pada
bangun tergantung dari keseimbangan impuls yang diterima dipusat otak dan
sistem limbik. (Alimul,2006).
Pada lansia kualitas tidur menjadi berubah, yaitu 6 jam perhari. Pada
lansia episode tidur REM cenderung memendek, terdapat penurunan yang
progresif pada tahap tidur NREM 3 dan NREM 4, dan beberapa lansia tidak
memiliki tahap NREM 4 yaitu tahap tidur terdalam (Potter & Perry, 2005).
Keluhan tentang kesulitan tidur waktu malam hari seringkali terjadi
diantara lansia dan kecenderungan untuk tidur siang kelihatan meningkat
secara progresif dengan bertambahnya usia. Peningkatan waktu tidur disiang
hari dapat terjadi karena seringnya terbangun pada malam hari ( Evans &
Rogers, 1994 dalam Potter & Perry, 2005). Sehingga dampak dari pola tidur
dapat menyebabkan penyakit, salah satunya adalah penyakit hipertensi.
Hipertensi dapat mempengaruhi pola tidur dibuktikan dengan
penelitian bahwa 24 persen dari responden berusia antara 32 hingga 59 tahun
yang tidur selama 5 jam atau kurang dalam semalam mengalami
hipertensi.sedangkan yang responden yang tidur 7 hingga 8 jam semalam,
hanya 12 persen yang mengalami hipertensi ( Gangwisch et al, 2006). Orang
dewasa yang lebih tua lebih berpotensi mengalami kenaikan tekanan darah
akibat dari pengurangan durasi tidur. Didapati juga ada peningkatan SBP
(Systolic Blood Pressure) dan DBP (Diastolic Blood Pressure) secara drastic
pada orang lanjut usia setelah kurang tidur. Hal ini disebabkan respon tekanan
darah (BP) pada subyek berusia tua lebih tinggi dari pada subyek yang berusia
muda.

2
Hasil penelitian juga menunjukkan adanya hubungan umur dengan
perubahan respon kardiovaskuler untuk eksitasi simpatik (Robillard et al,
2011).

B. Tujuan Umum
Menggunakan konsep berfikir kritis dalam pengaplikasian asuhan keperawatan
pada kebutuhan istirahat dan tidur.

C. Tujuan Khusus
1. Menjelaskan fungsi berfikir kritis mengacu pada teori anatomi dan
fisiologi untuk menganalisis asuhan keperawatan kebutuhan istirahat dan
tidur.
2. Menjelaskan fungsi berfikir kritis mengacu pada teori kebutuhan dasar
manusia untuk menganalisis asuhan keperawatan kebutuhan istirahat dan
tidur.
3. Menjelaskan fungsi berfikir kritis mengacu pada teori asuhan keperawatan
istirahat dan tidur
4. Menjelaskan teori penyakit kanker payudara
D. Manfaat
1. Bagi Pendidikan Keperawatan
Dapat menjadikan referensi bagi institusi pendidikan keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan dengan prioritas masalah kebutuhan
dasar gangguan pola tidur.
2. Bagi Pelayanan Kesehatan
Memberikan informasi tentang asuhan keperawatan dengan prioritas
masalah kebutuhan dasar gangguan pola tidur.
3. Bagi Klien
Memberikan informasi bagi klien dalam mengatasi permasalahan
kebutuhan dasar gangguan pola tidur.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM SARAF


Tidak ada satupun sistem tubuh yang dapat berfungsi sendirian. Semuanya
saling bergantung dan bekerja sama sebagai satu kesatuan sehingga kondisi
normal (homeostatis) di dalam tubuh dapat dipelihara. Sistem saraf berperan
sebagai badan koordinasi utama. Kondisi di dalam dan di luar tubuh secara
ajeg selalu berubah, maka sistem saraf ini bertugas untuk menanggapi
perubahan-perubahan baik yang internal maupun ekstemal (dikenal sebagai
stimulus) sehingga tubuh dapat beradaptasi dengan kondisi yang baru.
Melalui pengarahan dan instruksi yang dikirim ke berbagai organ oleh sistem
saraf, keharmonisan dan keseimbangan antara seseorang dengan
Iingkungannya dapat dipertahankan. Sistem saraf dapat diibaratkan dengan
jaringan telpon, di mana otak dan sumsum tulang belakang bertindak sebagai
pusat pertukaran (switching), sedangkan serabut-serabut saraf berlaku sebagai
kabel yang menyampaikan pesan yang dikirim dari dan ke pusat tadi.
1. Sistem Saraf Sebagai Satu Kesatuan
Bagian-bagian sistem saraf dapat dikelompokkan berdasarkan struktur
atau fungsinya. Pembagian sistem saraf secara anatomis atau secara
struktural adalah sebagai berikut:
a. Sistem saraf sentral /pusat (SSS), meliputi otak (encephalon) dan
sumsum tulang belakang (medulla spinalis).
b. Sistem saraf perifer / tepi (SSP) terdiri dari seluruh saraf di luar SSS,
yang meliputi saraf kranial (nervus cranialis) dan saraf spinal (nervus
spinalis). Saraf kranial adalah saraf yang membawa impuls dari dan ke
otak; sedangkan saraf spinal adalah saraf yang membawa pesan-pesan
dari dan ke sumsum tulang belakang.
Dilihat dari strukturnya, SSS bersama dengan SSP menyusun sebagian
besar jaringan saraf di dalam tubuh. Namun saraf perifer tertentu
mempunyai fungsi khusus, dan karena alasan inilah saraf ini

4
dikelompokkan bersama dalam Sistem Saraf Otonom. Alasan pemisahan
klasifikasi ini adalah karena sebagian besar sistem saraf otonom berkaitan
dengan aktivitas yang lebih kurang berlangsung secara otomatis. Sistem
ini membawa dorongan (impuls) dari SSS menuju kelenjar, otot-otot polos
(involuntar) yang ditemukan dalam dinding saluran dan organ dalam, serta
jantung. Baik saraf spinal maupun saraf kranial keduanya membawa
impuls sistem saraf otoncm. Sistem ini di bagi lagi menjadi sistem saraf
simpatis (sympathetic) dan parasimpatis (parasympathetic).
Sistem saraf otonom membentuk bagian sistem saraf visceral atau
involuntar yang mengontrol kelenjar, otot jantung, dan otot polos. Sistem
saraf somatik atau voluntar tersusun dari semua saraf yang mengontrol
kreja otot skelet yang ada di bawah kontrol kesadaran.
2. Sel Saraf dan Fungsinya
Sel saraf disebut juga sebagai suatu neuron. Setiap neuron terdiri dari
badan/soma sel yang berisi nukleus dan serat saraf berupa lanjutan
sitoplasma yang seperti benang. Serat saraf ada dua macam: dendrit yang
membawa impuls menuju ke badan sel dan axon / neurit yang membawa
impuls menjauh dari badan sel.
Dendrit sel saraf sensorik (yang membawa impuls menuju ke SSS)
berbeda dengan sel saraf lainnya; bentuknya bisa panjang (terkadang bisa
mencapai 1 m), bisa pula pendek tetapi biasanya mereka tunggal serta
tidak mempunyai penampilan yang menyerupai pohon yang demikian khas
seperti dendrit lainnya. Setiap dendrit mempunyai bangunan tertentu yang
dinamakan dengan receptor di mana suatu stimulus diterima dan dorongan
sensor mulai. Sensasi yang melibatkan sel saraf sensor ini seperti rasa
sakit, meraba, mendengar, dan melihat akan dibahas dalam bab lebih
lanjut.
Beberapa axon di dalam sistem saraf sentral dan perifer ditutup dengan
myelin yaitu bahan selubung berupa lemak. Pembungkus ini dihasilkan
oleh sel khusus yang membungkus sekitar axon dengan membentuk

5
semacam sarung. Ruang kecil yang tersisa di antara sel disebut dengan
nodus berperan penting dalam konduksi dorongan saraf.
Axon yang dibungkus dengan myelin dinamakan serat putih dan
diketemukan di dalam bahan putih (substansia a!ba) otak dan sumsum
tulang belakang maupun pada saraf di seluruh bagian tubuh. Serat dan
badan sel yang membentuk bahan abu-abu (substanisa grisea) tidak
dibungkus dengan myelin.
Axon sistem saraf perifer yang terbungkus myelin dibungkus lagi oleh
suatu pembungkus bagian luar yang tipis yang disebut dengan
neurilemma. Neurilemma membantu memperbaiki serat saraf yang rusak.
a. Dorongan / Impuls Saraf

Membran sel pada neuron (sel saraf) yang tidak distimulasi


membawa muatan listrik. Ion positif dan ion negatif terkonsentrasi pada
kedua sisi membran ini, sisi dalam membran saat 'istirahat' adalah
negatif jika dibandingkan dengan sisi luarnya. Impuls saraf adalah
pembalikan lokal muatan pada membran sel saraf yang menjalar di
sepanjang membran seperti aliran listrik. Perubahan listrik yang
mendadak ini dinamakan potensial aksi. Dengan demikian stimulus
adalah suatu daya yang dapat memancing potensial aksi. Perubahan
listrik ini adalah hasil Sari perpindahan yang cepat antara ion kalium
(potassium) dan natrium (sodium) melintasi membran sel. Pembalikan
terjadi dengan sangat cepat (kurang dari 1/1000 detik) dan diikuti
dengan cepat kembalinya membran pada keadaan semula sehingga
dapat distimulasi kembali. Serat saraf yang bermyelin mengkonduksi
impuls lebih cepat dibanding serat yang tidak ada myelinnya, karena
adanya "lompatan" impuls listrik dari satu nodus ke nodus lain pada

6
selubung myelin. daripada harus berjalan secara kentinvu di sepanjang
serat.
b. Synapsis

Setiap neuron merupakan unit yang terpisah serta tidak ada


hubungan anatomis di antara neuron-neuron itu. Karena itu, bagaimana
mungkin bagi neuron untuk dapat saling berhubungan? Dengan kata
lain, bagaimana akson dari satu sel saraf menjalin kontak fungsional
dengan dendrit dari sel saraf lainnya? Hal ini dapat diatasi oleh synapsis
yang artinya mengapit. Synapsis adalah titik persambungan bagi
transmisi impuls saraf. Neurotransmitter (transmitter substance) dilepas
dari ujung serat saraf guna.

3. Sistem Saraf Sentral


a. Otak (Enchephalon)

7
1) Bagian-bagian Otak yang Utama
Otak menempati rongga kranial dan dibungkus oleh membran,
cairan, serta tulang tengkorak. Meskipun berbagai macam daerah
otak saling berhubungan dan berfungsi bersama, otak dapat dibagi
ke dalam daerah-daerah yang berbeda-beda untuk memudahkan
kajian.
a) Hemispherium Cerebralis merupakan bagian otak yang paling
besar, dibagi menjadi hemispherium cerebralis kiri dan kanan
oleh suatu lekukan dalam yang dikenal sebagai fissura
longitudinalis. Daerah antara hemisferium cerebralis dan batang
otak adalah diencephalon.
b) Truncus Encephali / Brain stem atau batang otak
menghubungkan cerebrum dengan sumsum tulang belakang.
Bagian batang otak sebelah atas adalah mid-brain. Daerah di
bawahnya dan tampak jelas dari arah bawah otak terdapat pons
dan medulla oblongata. Pons menghubungkan midbrain dengan
medulla, sementara medulla oblongata menghubungkan otak
dengan sumsum tulang belakang melalui suatu pembukaan yang
besar di dasar tengkorak (foramen magnum).

8
c) Cerebellum artinya otak kecil terletak persis di bawah bagian
belakang hemisfer cerebralis dan dihubungkan dengan
cerebrum, batang otak, serta sumsum tulang belakang oleh pons.

2) Hemispherium Cerebralis
Jaringan saraf sebelah luar hemisferium cerebralis adalah bahan
abu-abu (substansia grisea) yang disebut dengan cortex cerebralis.
Cortex yang abu-abu ini tersusun sebagai lipatan yang membentuk
bagian yang menonjol dan dikenal sebagai gyrus, yang dipisahkan
oleh celah dangkal yang dinamakan sulcus. Di bagian dalam,
sebagian besar hemisfer otak terbuat dari bahan putih (substansia
alba) dan beberapa kumpulan bahan abu-abu.
Di dalam hemsifer ada dua ruang yang inembentang dan
bentuknya agak tidak beraturan, yaitu ventriculus lateralis yang
berisi cairan encer dan dinamakan liquor cerebrospinal. Cairan ini
terdapat baik di otak maupun sumsum tulang belakang. Meskipun
terdapat banyak sulcus, beberapa di antaranya merupakan patokan
yang sangat penting, seperti:
a) Sulcus centralis yang terletak di antara lobus (belahan) parietal
dan frontal setiap hemisfer membentuk sudut langsung ke
fissura longitudinalis (celah yang dalam).

b) Sulcus lateralis yang melengkung di sepanjang setiap sisi


hemisfer serta yang memisahkan lobus temporal dari lobus
frontal dan perietal.

Cortex cerebralis ialah lapisan bahan abu-abu yang membentuk


permukaan setiap hemisfer otak. Di dalam cortex cerebralis inilah
semua impuls diterima dan dianalisa. Semua itu menyusun dasar
pengetahuani: otak "menyimpan" informasi, banyak di antaranya
yang dapat ditampilkan. kembali sesuai permintaan melalui suatu
fenomena yang dinamakan memory (ingatan). Di dalam cortex

9
cerebralis inilah proses berpikir seperti asosiasi, pertimbangan, dan
diskriminasi terjadi. Dari cortex cerebralis pula pengendalian
kesadaran dan kegiatan yang disengaja berasal.

3) Fungsi Cortex Cerebralis


Setiap hemisfer otak dibagi ke dalam empat belahan yang dapat
terlihat, diberi nama sesuai dengan tulang kranial yang
melingkupinya. Meskipun berbagai daerah otak bekerjasama dalam
kcordinasi untuk dapat menghasilkan perilaku, bagian cortex
tertentu meinpengaruhi kategori fungsi tertentu.
Berikut ini adalah empat belahan (lobus) yang dimaksud.
a) Lobus frontalis relatif iebih besar pada diri manusia
ketimbang organisme lainnya, terletak di depan sulkus
sentralis. Lobus ini berisi cortex motorik yang mengarahkan
tindakan. Sisi kiri otak mengatur sisi kanan tubuh,
sedangkan sisi kanan otak mengatur sisi tubuh sebelah kiri.
Lobus frontalis juga berisi dua daerah yang penting untuk
bicara.
b) Lobus parietalis menempati bagian atas setiap hemisfer dan
terletak di belakang lukus sentralis. Lobus ini berisi area
sensorik di many impuls dari kulit seperti rabaan, rasa sakit,
dan suhu diinterpretasikan. Determinasi jarak, ruang, dan
bentuk juga terjadi di sini.
c) Lobus temporalis terletak di bawah sulkus lateralis dan
melipat di bawah hemisfer pada setiap sisinya. Lobus ini
berisi area pendengaran (auditorik) yang menerima dan
menginterpreiasikan impuls yang berasal dari telinga. Area
pembauan (olfactorik) terletak di bagian medial lobus
temporalis dan distimulasi oleh impuls yang berasal dari
reseptor di dalam hidung.

10
d) Lobus occipitalis terletak di belakang lobus parietal dan
melampaui cerebellum. Lobus ini berisi area visual yang
menginterpretasikan impuls yang muncul dari retina mata.
Sebagai tambahan, sebetulnya ada lobus kelima yang kecil
dalam setiap hemisfer yang tak dapat dilihat dari permukaan
karena letaknya ada di sebelah dalam sulkus lateralis. Lobus ini
dinamakan insula.
Di bawah bahan abu-abu cortex cerebralis terdapat bahan putih
berisi serat saraf bermyelin yang saling menghubungkan satu
daerah cortical dengan lainnya dan bagian-bagian lain dari sistem
saraf. Kumpulan bahan putih yang cukup penting ialah corpus
callosum, terletak di bawah fissura longitudinalis. Kumpulan ini
bertindak sebagai jembatan antara hemisfer kanan dan kiri untuk
mempermudah impuls menyeberang dari satu sisi otak ke sisi
lainnya. Capsula interna ialah jalur bahan putih yang sangat rapat,
tersusun dari cukup banyak serat saraf yang bermyelin (dengan
membentuk tractus). Nucleus basalis ialah massa bahan abu-abu di
bagian dalam setiap hemisfer otak. Kelompok neuron ini
membantu meregulasi gerakan tubuh dan ekspresi wajah yang di
hubungkan dari cortex. Neurotransmitter dopamine disekresikan
oleh neuron-neuron nucleus basalis.

4) Area-area komunikasi
Kemampuan berkomunikasi baik secara verbal maupun tulis
merupakan contoh yang menarik bagaimana daerah-daerah di
cortex cerebralis saling berkaitan. Perkembangan dan penggunaan
daerah ini berkaitan erat dengan proses belajar.
a) Area pendengaran terletak di lobus temporal. Di dalam salah
satu daerah inilah impuls suara yang ditransmisikan dari
lingkungan dideteksi, sementara di daerah sekitarnya (pusat
bicara auditorik) suara diinterpretasi dan dipahami. Bahasa awal

11
dipelajari dengan menggunakan sarana pendengaran, dengan
demikian daerah pendengaran guna memahami suara sangat
dekat dengan daerah cortex yang menerima-suara. Bayi
kelihatannya dapat memahami apa yang dikatakan padanya jauh
sebelum dia dapat berbicara. Dan itu terjadi beberapa tahun
sebelum anakanak belajar membaca atau menuliskan kata-kata.
b) Area motorik untuk berkomunikasi (berbicara dan menulis) ter
letak di depan bagian bawah cortex motorik dalam lobus
frontalis. Karena bagian bawah cortex motorik mengontrol otot
kepala dan leher, adalah wajar jika pusat motorik bicara sebagai
perluasan ke deapan dalam area ini. Kontrol otot bicara (didalam
lidah, iangit-langit lunak, dan larynx) terjadi di sini. Begitu juga
halnya dengan pusat bicara tulis yang terletak di depan daerah
cortical yang mengontrol otot lengan dan tangan. Kemampuan
untuk menuliskan kata-kata biasanya merupakan salah satu case
terakhir dalam perkembangan belajar kata-kata dan artinya.
c) Area visual cortex berperan dalam komunikasi dengan jalan
menerima impuls visual dalam lobus occipital. Gambaran ini
diinterpretasikan sebagai kata-kata di dalam daerah visual yang
terletak di depan lokasi penerimaan. Kemampuan membaca
dengan memahami juga berkembang di daerah ini. Misalnya
saja anda melihat tulisan kanji dalam Bahasa Jepang, hal ini
hanya melibatkan daerah penerimaan visual dalam lobus
occipital karena anda tidak dapat membaca tulisan tadi.Ada
hubungan fungsional di antara daerah-daerah otak. Banyak
neuron harus bekerja sama untuk memudahkan seseorang di
dalam menerima, menginterpratasi, dan merespon pesan-pesan
verbal dan tertulis seperti halnya rabaan (tactile) dengan
stimulus sensoris lainnya.

5) Proses Belajar dan Memory (Ingatan)

12
Memory atau ingatan merupakan kemampuan mental untuk
memanggil kembali ideide. Pada masa awal proses mengingat,
sinyal sensoris (misalnya saja pendengaran, penglihatan) diterima
dalam se-kejap. Meskipun demikian sudah dapat dipergunakan
dalam proses selanjutnya.
Short-term memory mengacu pada penyimpanan informasi yang
sangat sedikit dan mungkin hanya beberapa detik atau menit, yang
jika tidak diperkuat informasi tadi akan menghilang. Long-term
memory mengacu pada simpanan informasi yang dapat diingat
kembali di kemudian hari.
Ada kecenderungan semakin sering seseorang mengulang
kembali pengalaman-pengalaman yang diingat, akan semakin
kuatlah memory tadi. Dengan kata lain, semakin sering memory
diingat, akan semakin tidak mudah untuk dilupakan karena sudah
tertanam kuat di otak sehingga dapat diingat kembali dengan
segera. Kajian anatomis secara seksama telah menunjukkan bahwa
tonjolan halus yang dinamakan fibril dibentuk pada synapsis dalam
cortex cerebralis sehingga impulsimpuls dapat berjalan dari satu
neuron ke neuron lainnya dengan mudah. Jumlah fibril ini
meningkat seiring bertambahnya usia. Kajian psikologis
menunjukkan bahwa pengulangan (repetisi) informasi yang sama
berulang kali akan mempercepat dan memperkuat tingkat transfer
dari short-term menjadi long-term memory. Seseorang dengan
tingkat kesadaran penuh akan lebih mudah mengingat dibanding
orang yang sedang dalam keadaan lelah mental. Dapat pula dicatat
bahwa otak dapat mengatur informasi sedemikian rupa sehingga
ide-ide baru dapat disimpan dalam daerah yang sama dengan yang
dipakai untuk menyimpan sebelumnya.
6) Diencephalon
Diencephalon ( daerah antara hemisfer otak dan batang otak)
atau disebut juga dengan interbrain dapat dilihat dengan jalan

13
memotong di bagian sentral otak. Daerah ini mencakup thalamus
dan hypothalamus. Hampir seluruh impuls sensoris berjalan
melalui massa bahan abu-abu yang membentuk thalamus.
Kerja thalamus ialah memilah-milah impuls dan
mengarahkannya pada area-area tertentu pada cortex cerebralis.
Hypothalamus yang terletak di bagian garis tengah di bawah
thalamus berisi sel yang membantu mengontrol suhu badan,
keseimbangan air, tidur, nafsu makan, serta beberapa emosi seperti
rasa takut dan rasa senang.
Baik bagian simpatetis maupun parasimpatetis sistem saraf
otonom ada di bawah kontrol hipotalamus, seperti halnya kelenjar
pituitari. Dengan demikian hipotalamus mempengaruhi denyut
jantung, kontraksi dan relaksasi dinding pembuluh darah, sekresi
hormon, dan fungsi tubuh yang vital lainnya.

7) Pembagian dan Fungsi Batang Otak


Batang otak terdiri dari midbrain, pons, dan medulla oblongata.
Bangunan tersebut menghubungkan cerebrum dengan sumsum
tulang belakang.
Midbrain yang terletak tepat di bawah pusat cerebrum
membentuk bagian depan batang otak. Empat bulatan massa bahan
abu-abu yang dilingkupi oleh hemisfer otak rnembentuk bagian
midbrain sebelah atas; keempat bodi (corpora quadrigemina) ini
berperan sebagai pusat pemancar bagi gerakan refleks telinga dan
mata tertentu. Bahan putih di depan midbrain mengkonduksi
impuls antara pusat cerebrum di sebelah atas dan pusat-pusat di
pons, medulla, cerebellum, dan sumsum tulang belakang yang
lebih bawah. Saraf cranial III dan IV berasal dari midbrain.
Pons terletak di antara midbrain dan medulla, di depan
cerebellum. Sebagian besar pons terdiri dari serat saraf bermyelin
yang berperan menghubungkan kedua belah cerebellum dengan

14
batang otak, serta dengan cerebrum di sebelah atas dan dengan
sumsum tulang belakang di bawah. Pons yang berisi serat saraf
yang membawa impuls dari dan ke pusat merupakan penghubung
yang sangat penting antara cerebellum dan bagian sistem saraf
sisanya. Beberapa gerakan refleks tertentu seperti bernafas secara
teratur terintegrasi di dalam pons. Saraf cranial berasal dari pons.
Medulla oblongata otak terletak di antara pons dan sumsum
tulang belakang. Medulla ini dari luar terlihat putih karena banyak
berisi serat saraf yang bermyelin seperti halnya pons. Di bagian
dalam, is berisi sejumlah badan sel (bahan abu-abu) yang
dinamakan nuclei atau pusat-pusat.
Di antara ketiganya adalah pusat-pusat yang sangat vital seperti
berikut ini :
a) Pusat respiratori mengontrol otot-otot respirasi dalam
merespon stimulus kimiawi dan yang lainnya.

b) Pusat kardiak membantu mengatur irama dan kekuatan


denyut jantung.

c) Pusat vasomotor mengatur kontraksi otot-otot polos di dalam


dinding pembuluh darah dan karenanya ikut menentukan
tekanan darah.

Empat pasang saraf kranial yang terakhir berhubungan dengan


medulla oblongata. Serat saraf sensorik yang membawa pesan-
pesan lewat sumsum tulang belakang naik ke otak berjalan melalui
medulla, sebagaimana turunnya serat motorik. Kelompok serat
saraf ini membentuk tractus (kumpulan serat) serta dikelompokkan
bersama berdasarkan fungsinya.
Serat motorik yang berasal dari cortex motorik hemisfer otak
membentang ke bawah melalui medulla; ketika berjalan melalui
bagian otak ini, sebagian besar serat ini menyeberang dari satu sisi
ke sisi lainnya membentuk persilangan (decussatio pyramidam). Di

15
dalam medulla inilah penggantian serat saraf terjadi sehingga
menyebabkan hemisfer otak se belah kanan yang mengontrol
otototot di sisi tubuh sebelah kiri dan bagian cortex sebelah atas
dapat mengontrol otot yang ada di bagian bawah tubuh.
Medulla merupakan pusat gerakan reflek yang sangat penting; di
sini neuron tertentu berakhir dan impulsnya dipancarkan pada
neuron lainnya. Saraf kranial IX-XII muncul dari medulla
oblongata.
8) Cerebellum
Cerebellum terdiri dari tiga bagian: bagian tengah dan dua
hemisfer lateral. Seperti halnya hemisfer otak, cerebellum (otak
kecil) mempunyai bahan abu-abu di bagian luar dan sebagian besar
bahan putih di bagian dalamnya. Adapun fungsi cerebellum adalah:
a. Pengkoordinasian otot voluntar sehingga dapat Membantu
berfungsi secara lembut dan dalam pola yang teratur.
Penyakit cerebellum menyebabkan kejang-kejang otot dan
tremors.

b. Membantu dalam menjaga keseimbangan pada waktu berdiri,


berjalan, dan duduk maupun waktu rnelakukan aktivitas yang
lebih giat. Pesan-pesan dari telinga bagian internal dan dari
reseptor sensorik di tendo serta otot membantu cerebellum.

c. Membantu di dalam memlihara tonus otot sehingga seluruh


serat otot cukup kencang dan siap menghasilkan perubahan-
perubahan posisi yang penting secepatnya bila diperlukan.

9) Ventrikel Otak
Di dalam otak terdapat empat ruang yang penuh berisi cairan,
dinamakan ventrikel, yang membentang ke dalam berbagai bagian
otak dengan bentuk yang agak tidak beraturan.
Bagian yang paling besar, telah disebut di atas, yaitu ventrikel di
dalam dua hemisfer otak. Perluasannya ke dalam lobus-lobus

16
cerebrum disebut `tanduk' (horn = cornu). Pasangan ventrikel ini
berhubungan dengan ruang garis tengah, yaitu ventrikel ketiga
(tertius), melalui pintu yang dinamakan foramina. Pada setiap
sisinya ventrikel ketiga dibatasi oleh dua bagian thalamus,
sementara bagian dasarnya ditempati oleh hipothalamus.
Dari ventrikel ketiga terus ke bawah, ada saluran kecil bernama
aqueduct cerebral, memanjang melalui midbrain sampai pada
ventrikel keempat (qadratus). Yang terakhir ini berlanjut dengan
canalis centralis / neuralis pada sumsum tulang belakang. Di dasar
ventrikel keempat ada tiga pintu yang memungkinkan mengalirnya
cairan cerebrospinal menuju ruang sela yang mengitari otak dan
sumsum tulang belakang, yang disebut spatium subarachnoidale.

b. Medula Spinalis

1) Lokasi Sumsum Tulang Belakang


Dalam masa embrio, sumsum tulang belakang menempati
seluruh saluran di tulang belakang dan memanjang ke bawah

17
sampai bagian ekor tulang belakang. Namun selanjutnya jaringan
tulang belakang tumbuh lebih cepat ketimbang jaringan sarafnya
sehingga selanjutnya ujung sumsum tidak lagi mencapai bagian
bawah saluran tulang belakang. Kesenjangan dalam pertumbuhan
ini terus meningkat; pada orang dewasa ujung sumsum tepat
berada di bawah daerah perlekatan tulang rusuk terakhir (antara
vertebra lurnbalis yang pertama dan kedua).
2) Bangunan Tulang Belakang
Sumsum tulang belakang mempunyai bagian dalam yang
bentuknya tak beraturan, kecil yang berisi bahan abu-abu (badan
sel saraf) dan daerah yang lebih besar yang berisi bahan putih
(serat saraf) yang mengelilingi bahan abu-abu ini.
Pada potongan melintang sumsum menunjukkan bahwa bahan
abu-abu disusun sedemikian rupa sehingga ada semacam tiang /
kolom memanjang ke atas - bawah pada bagian dorsal (columna
dorsalis), satu pada setiap sisinya, dan kolom lainnya ditemukan di
daerah ventral (columna ventralis). Kedua pasang columna bahan
abu-abu ini tampak pada potongan melintang seperti dalam bentuk
H. Bahan putih berisi ribuan serat saraf yang tersusun dalam ketiga
daerah eksternal bahan abu-abu, yang disebut funiculus ventralis,
lateralis dan dorsalis, pada setiap sisi medulla spinalis.
3) Fungsi Sumsum Tulang Belakang
Fungsi sumsum tulang belakang dapat dibagi dalam tiga
kelompok, yaitu :
a) Aktifitas refleks, yang melibatkan integrasi dan transfer
pesan-pesan yang memasuki sumsum tulang belakang,
sehingga memungkinkan impuls sensorik (afferent) masuk
dan pesan motorik (efferent) meninggalkan sumsum tulang
belakang tanpa melibatkan otak.

b) Konduksi impuls sensorik dari saraf afferen ke atas melalui


tractus naik menuju otak.

18
c) Konduksi impuls motorik (efferent) dari otak turun melalui
tractus ke saraf-saraf yang menginervasi otot atau kelenjar.

J
a
l
u
r
r
eflek melalui sumsum tulang belakang biasanya melibatkan tiga
neuron atau lebih seperti berikut :
a) Neuron sensoris yang permulaannya pada suatu receptor
dan serat sarafnya dalam nervus yang mengarah ke
sumsum.

b) Satu neuron sentral atau lebih yang keseluruhannya ada di


dalam sumsum.

c) Neuron motoris yang menerima impuls dari neuron sentral,


kemudian membawanya melalui sepanjang axon suatu saraf
menuju otot atau kelenjar yang disebut efektor.

Kejut lutut adalah contoh refleks tulang belakang. Jalur saraf


bagi refleks ini meliputi neuron sensoris yang reseptornya ada di
dalam tendo tepat di bawah lutut, serat saraf sensorisnya ada di
dalam nervus yang memanjang sampai sumsum tulang belakang,
neuron sentral di dalam bagian sumsum bagian bawah, dan neuron
motoris yang mengirim impuls melalui nervus dari sumsum ke
efektor yang berupa m.quadriceps femoris (otot paha yang
menendang).

19
4) Bungkus Otak dan Sumsum Tulang Belakang
Meninges adalah tiga lapis jaringan ikat yang mengitari otak dan
sumsum tulang belakang guna membentuk pembungkusan yang
leng-kap. Membran yang paling besar yaitu dura mater adalah
meninges yang paling tebal dan kasar. Di dalam tengkorak dura
mater membelah dalam tempat-tempat tertentu guna menyiapkan
saluran bergurat bagi darah yang berasal dari jaringan otak.
Lapisan meninges bagi an tengah ialah arachnoid. Membran ini
eampang melekat pada meninges yang paling dalam serat yang
menyerupai jaringan (weblike) yang memungkinkan suatu ruangan
bagi gerakan cairan cerebrospinal (CSF) di antara dua membran.
Lapisan yang paling dalam di sekitar otak yaitu pia mater
dilekatkan pada jaringan saraf otak dan sumsum tulang belakang
serta mencelup (dips) ke dalam seluruh depresi. Ia terbuat dari
jaringan ikat yang sangat halus di mana di dalam-nya banyak
terdapat pembuluh darah. Pasokan darah ke otak dibawa oleh pia
mater.
5) Cairan Cerebrospnal (CSF)
CSF ialah cairan bening yang dibentuk dalam ventrikel otak,
sebagian besar oleh jaringan (network) vascular yang disebut de-
ngan choroid plexuses. Cairan tadi dibentuk oleh filtrasi darah dan
oleh sekresi sellular. Fungsi CSF adalah untuk menggoncang
bantalan yang akan melukai bangunan lunak sistem saraf sentral
(SSS). Cairan ini juga membawa zat makanan pada sel dan
memindahkan limbah dari sel. Normalnya CSF mengalir secara
bebas dari satu ventrikel ke ventrikel lainnya dan pada akhirnya
keluar ke dalam ruangan sub-arachnoid yang mengitari otak dan
sumsum tulang belakang. Sebagian besar cairan ini dikembalikan
pada darah di dalam venous sinuses melalui proyeksi yang
dinamakan dengan arachnoid villi.

20
Ada empat buah rongga yang saling berhubungan yang disebut
ventrikulus cerebri tempat pembentukan cairan ini yaitu:
a) ventrikulus lateralis , mengikuti hemisfer cerebri,
b) ventrikulus lateralis II,
c) ventrikulus tertius III dtengah-tengah otak, dan
d) ventrikulus quadratus IV, antara ponsvarolli dan
medulaoblongata.
Ventrikulus lateralis berhubungan dengan ventrikulus tertius
melalui foramen monro. Ventrikulus tertius dengan ventrikulus
quadratus melalui foramen aquaductus sylvii yang terdapat di
dalam mesensephalon. Pada atap ventrukulus quadratus bagian
tengah kanan dan kiri terdapat lubang yang disebut foramen
Luscka dan bagian tengah terdapat lubang yang disebut foramen
magendi.
Sirkulasi cairan otak sangat penting dipahami karena bebagai
kondisi patologis dapat terjadi akibat perubahan produksi dan
sirkulasi cairan otak. Cairan otak yang dihasilkan oleh flexus
ventrikulus lateralis kemudian masuk kedalam ventrikulus lateralis,
dari ventrikulus lateralis kanan dan kiri cairan otak mengalir
melalui foramen monroi ke dalam ventrikulus III dan melalui
aquaductus sylvii masuk ke ventrikulus IV. Seterusnya melalui
foramen luscka dan foramen megendie masuk kedalam spastium
sub arachnoidea kemudian masuk ke lakuna venosa dan
selanjutnya masuk kedalam aliran darah.
6) Fungsi Cairan Otak
a) Sebagai bantalan otak agar terhindar dari benturan atau trauma
pada kepala.
b) Mempertahankan tekanan cairan normal otak yaitu 10 – 20
mmHg.
7) Memperlancar metabolisme dan sirkulasi darah diotak.
Komposisi Cairan Otak

21
a) Warna : Jernih , disebut Xanthocrom
b) Osmolaritas pada suhu 30 C : 281 mOSM
c) Keseimbangan asam basa
(1) PH : 7,31
(2) PCO2 : 47,9 mmHg
(3) HCO3 : 22,9 mEq/lt
(4) Ca : 2,32mEq/lt
(5) Cl : 113 –127 mEq/lt
(6) Creatinin : 0,4 –1,5 mg%
(7) Glukosa : 54 – 80 mg%
(8) SGOT : 0 - 19 unit
(9) LDH : 8 – 50 unit
(10) Posfat : 1,2 – 2,1 mg%
(11) Protein : 20 –40 mg% pada cairan Lumbal
15 25 mg% pada cairan Cisterna
5 – 25 mg% pada cairan Ventrikuler
(12) Elektroporesis Protein LCS:

(a) Prealbumin : 4,6 %


(b) Albumin : 49,5%
(c) Alpha 1 Globulin : 6,7%
(d) Alpha 2 Globulin : 8,7%
(e) Beta dan Lamda Globulin : 18,5%
(f) Gamma Globulin : 8,2%
(g) Kalium : 2,33 – 4,59 mEq/lt
(h) Natrium : 117 – 137 mEq/lt
(i) Urea : 8 –28 mg%
(j) Asam urat : 0,07 –2,8 mg

22
4. Sistem Saraf Perifer

a. SARAF KRANIAL
1) Lokasi Saraf Kranial
Ada dua belas pasang saraf kranial yang diberi nomor
sesuai dengan hubungannya dengan otak. Sembilan pasangan yang
pertama dan pasangan kedua belas memasok persarafan
(menginervasi) bangunan di kepala.

23
Saraf otak ada 12 pasang yang terdiri dari:
a) Tiga pasang saraf sensori, yaitu saraf nomor 1, 2, dan 8
b) Lima pasang saraf motor, yaitu saraf nomor 3, 4, 6, 11, dan 12
c) Empat pasang saraf gabungan sensori dan motor, yaitu saraf
nomor 5, 7, 9, dan10.
Dua belas pasang saraf kranial keluar dari batang otak atau
bagian otak lain otak-ditunjukan Nama “kranial” mengindasikan
asal saraf , dan banyak saraf tersebut membawa impuls bai fungsi
yang melibatkan kepala. Namun, beberapa fungsi mempunyai
jangkauan lebih jauh.

Implus untuk indra penghidu, pengecap, penglihatan,


pendengaran dan ekuilibrium semuanya di bawa oleh saraf kranial
menuju area sensorik masing-masing sensasi tersebut di dalam
otak. Beberapa saraf kranial membawa impuls motorik ke otot
wajah dan mata serta kelenjar saliva. Nervus vagus (vagus berarti
“pengembara”) bercabang meluas ke laring, jantung, lambung,
dan usus serta tabung bronkial.

Saraf Kranial, merupakan saraf yang secara letak berada di


dekat otak dan terbagi menjadi 12 pasang saraf. Ke-12 saraf
tersebut melewati tulang kranium sehingga saraf-saraf ini lazim
disebut saraf kranial. Nama dari saraf-saraf tersebut berasal dari
urutan letak mereka mulai dari atas ke bawah. Fungsi utama dari
saraf-saraf ini adalah mengatur segala fungsi organ-organ yang
berada di daerah kepala mulai dari kesadaran, fungsi
berkomunikasi, fungsi mengunyah, hingga fungsi menelan. Saraf
kranial memiliki 3 macam fungsi yakni motorik, sensoris, dan
otonom dan berbeda pada masing-masing saraf. Salah satu fungsi
saraf kranialis adalah fungsinya yang memungkinkan kita untuk
menelan dan berbicara.

24
No Nama Jenis Fungsi
I Olfaktorius Sensori Menerima rangsang dari hidung dan
menghantarkannya ke otak untuk diproses
sebagai sensasi bau
II Optikus Sensori Menerima rangsang dari mata dan
menghantarkannya ke otak untuk diproses
sebagai persepsi visual
III Okulomotor Motorik Menggerakkan sebagian besar otot mata
IV Troklearis Motorik Menggerakkan beberapa otot mata
V Trigeminus Gabungan Sensori: Menerima rangsangan dari wajah
untuk diproses di otak sebagai sentuhan
Motorik: Menggerakkan rahang
VI Abdusen Motorik Abduksi mata

25
VII Fasialis Gabungan Sensorik: Menerima rangsang dari bagian
anterior lidah untuk diproses di otak
sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan otot wajah untuk
menciptakan ekspresi wajah
VIII Vestibulokoklearis Sensori Sensori sistem vestibular: Mengendalikan
keseimbangan
Sensori koklea: Menerima rangsang untuk
diproses di otak sebagai suara
IX Glosofaringeal Gabungan Sensori: Menerima rangsang dari bagian
posterior lidah untuk diproses di otak
sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan organ-organ
dalam
X Vagus Gabungan Sensori: Menerima rangsang dari organ
dalam
Motorik: Mengendalikan organ-organ
dalam
XI Aksesorius Motorik Mengendalikan pergerakan kepala
XII Hipoglossus Motorik Mengendalikan pergerakan lidah

2) Fungsi Motorik

Fungsi somatis motorik dari saraf kranial diperankan oleh


saraf III, IV, VI, XII: Otot ekstrinsik okular yang menggerakkan
bola mata dan kelopak mata bagian ataas disarafi oleh saraf
oculomotor (III), trochlear (IV) and abducens (VI). – Otot lidah
dipersarafi oleh saraf hipoglosus (XII). Branchiomotor: V, VII,
IX, X , XI. Lima lengkungan brakialis terdiri atas tonjolan
meesoderm yang melewati bagian ventral–dorsal pada kedua sisi
embrio. Perlu diperhatikan, penomeran saraf tersebut berasal dari

26
urutan letak dilihat dari atas ke bawah. Masing-masing lekungan
brakialis membentuk struktur tulang, otot, saraf, dan arteri.
Sehingga otot pada setiap lengkungan brakialis disarafi oleh saraf
yang berada pada lengkungan yang sama. Baik saraf somatis
maupun branchiomotor, memilik akson dibagian sistem saraf tepi
yang berjalan dari badan sel di nukleus motorik batang otak
menunju otot yang dituju tanpa adanya gangguan yang berarti.

3) Fungsi Sensoris

Saraf kranialis yang mengirimkan serat sensorik (selain


saraf I, II, VIII) adalah saraf trigeminus (V), fasialis (VII),
glosofaringeal (IX) dan vagus (X). Serat sensoris saraf kranialis
secara umum terbagi menjadi 2 jenis yakni somatis dan visceral.

a) Saraf sensoris somatik (somatosensori):

Saraf somatosensori di saraf kranial menyampaikan


impuls rasa sakit, suhu, sentuhan dan sensasi proprioseptif dari
kulit kulit kepala, wajah, pipi, rongga mulut, gigi dan gusi,
rongga hidung dan sinus, serta sendi temporomandibular dan
ototnya. Saraf kranialis trigeminus sejatinya merupakan saraf
kranialis somatosensoris. Karena semua saraf kranialis lainnya
yang bersifat somatosensori harus melalui inti sensorik dari
saraf trigeminus, terlepas dari serat mana yang dilalui saraf
tersebut untuk masuk ke batang otak.

b) Saraf sensoris viseral

Serabut saraf sensoris visceral terdiri atas saraf perasa,


saraf dari saluran pencernaan kecuali gigi, rongga mulut, dan
gusi, dan serat dari kemoreseptor dan thoracoabdominal
viseral. Semua serabut saraf kranial sensoris viseral melewati

27
inti dari saluran soliter, terlepas dari serat mana yang dilalui
saraf tersebut untuk masuk ke batang otak.

b. SARAF TULANG BELAKANG

1) Lokasi dan Bangunan Saraf Tulang Belakang


Ada 31 pasang saraf tulang belakang, setiap pasang
dinomori berdasarkan tingkatan mana sumsum tulang belakang
berasal. Setiap saraf dilekatkan pada sumsum tulang belakang oleh
dua akar: yaitu dorsal dan ventral. Pada setiap akar dorsal ditandai
dengan mem-bengkaknya bahan abu-abu yang dinamakan dorsal
root ganglion yang berisi tubuh sel neuron sensoris. Ganglion
adalah kumpulan tubuh sel saraf yang terletak di luar sistem saraf
sertral/ SSS.Serat saraf yang berasai dan reseptor sensoris berbagai
ma-cam daerah tubuh mengarah pada ganglion ini. Reseptor
sensoris ialah ujung saraf yang merespon pada suatu stimulus. Ada
dua ka-tegori reseptor. Pertama, untuk sensasi umum yang terletak
di kulit dan dinding tubule.
Mereka merespon pada stimulus yang mem-bangkitkan sensasi
rasa sakit, meraba. dan suha serta lokasi dan posisi bagian-bagian
tubuh. Kategori kedua termasuk reseptor un-tuk merasa secara
khusus, misalnya mencicipi, membau, visi, dan pendengaran.
Dorongan yang berasal dari reseptor ini dibawa oleh saraf kranial
dari organ merasa khusus menuju otak.Oleh karena serat sensoris
membentuk akar dorsal, akar frontal saraf tulang belakang
merupakan kombinasi serat saraf motorik (efferent) yang memasok
otot-otot voluntary dan involuntary serta kelenjar. Tubuh sel bagi
serat voluntary terletak di dalam bagian ventral sumsum bahan
abu-abu (anterior/ ventral gray horns). Tubuh sel bagi serat
involuntary ditemukan dalam small, lateral, gray horns. Akar

28
dorsal (sensoris) dan ventral (motorik) dikombinasikan di dalam
saraf tulang beiakang, making all spinal nerve mixed nerves.

2) Cabang-cabang Saraf Tulang Belakang


Setiap saraf tulang belakang jaraknya dekat sekali dengan
sumsum tulang belakang, kemudian cabang-cabang masuk ke
dalam divisi posterior yang kecil. Cabang anterior yang lebih besar
ber jalin (interlace) untuk membentuk jaringan yang dinamakan
plexuses yang kemudian mendistribusikan cabang-cabang tadi ke
bagian-bagian tubuh. Ada tiga pleksus yang utama, yaitu:
a) Cervical plexus memasok dorongan motorik pada otot-otot
leher dan menerima dorongan sensoris dari leher dan belakang
kepala. Sa raf phrenic yang mengaktifkan diafragma muncul
dari pleksus ini.
b) Brachial plexus mengirimkan sejumlah cabang pada pundak,
le-ngan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, dan tangan.
Saraf radial timbul dari brachial pleksus ini.
c) Lumbosacral plexus memasok saraf pada ekstrimitis bagian
bawah. Bagian yang terbesar dari cabang ini ialah sciatic nerve
yang meninggalkan bagian dorsal panggul lewat di bawah otot
gluteus maksimus dan memanjang ke bawah belakang paha.
Pada permulaan- nya, tebalnya hampir 1 inci tetapi segera ia
bercabang-cabang paaa otot paha, di dekat lutut ia membentuk
dua sub divisi yang memasok tungkai dan kaki.

5. Sistem Saraf Otonom

29
a. Bagian-bagian Sistem Saraf otonom
Meskipun organ internal seperti jantung, paru-paru, dan pe-rut
berisi ujung dan serat saraf untuk mengkonduksi pesan-pesan sensoris
pada otak dan sumsum tulang belakang, tetapi sebagian be sar
dorongar ini tidak mencapai kesadaran.
Dorongan afferent ini dari viscera diterjemahkan ke dalam respon
reflek tanpa mencapai bagian otak sebelah atas: neuron sensoris dari
organ dikelompokkan dengan organ yang datang dari kulit dan otot
voluntary. Seba-laiknya neuron efferent yang memasok kelenjar dan
otot involuntary disusun sangat berbeda dari those yang memasok otot
voluntary. Variasi di dalam lokasi dan penyusunan neuron visceral
efferent telah mengarahkan klasifikasi tadi sebagai bagian dari divisi
yang terpisah yang disebut autonomic nervous system.Sistem saraf
otonom mempunyai banyak ganglion (ganglia) yang berperan sebagai
stasiun pemancar. Di dalam ganglia ini setiap pesan ditransfer pada
synapse dari neuron pertama ke neuron ke dua dan dari sana menuju
sel kelenjar atau otot. Ini berbeda de-ngan yang berasal dari sistern
saraf voluntary (somatik) di mana setiap serat saraf motorik extends
seluruh jalan dari sumsum tulang beiakang ke otot skelet tanpa
intervening synapse.

30
Secara garis besar lokasi bagian sistem saraf otonom adalah sebagai
berikut:
1) Jalur simpatetik mulai di dalam sumsum tulang belakang dengan
tubuh sel di dalam daerah lumbar dan dada, daerah
thoracolumbar.Saraf simpatetik timbul dari sumsum tulang
belakang pada tingkat perama saraf thoracic turun pada tingkat
kedua saraf tulang bela-kang lumbar. Dari bagian sumsum ini serat
saraf memanjang sampai pada ganglia sympathetic chains
(kerangka badan), dua untai gang lia yang menyerupai sumsum
yang memanjang di separjang sisi tu-lang belakang dari leher
bagian bawah sampai daerah abdominal sebelah atas. Ganglia
kerangka badan yang menyerupai merjan ini dinamakan lateral
ganglia berisi tubuh sel dari sekelompok neuron yang kedua,
seratnya memanjang sampai kelenjar dan jaringan otot involuntary.
Neuron kedua ini melepaskan sebagian besar neurotransmitter
norepinehrine (noradrenalin) pada jaringan effector.
2) Jalur parasimpatetik mulai di dalam daerah craniosacral dengan
munculnya serat dari tubuh sel midbrain, medulla, dan bagian ba-
wah sumsum tulang belakang (sacral). Dari pusat-pusat inilah seke
lompok serat yang pertama memanjang sampai ganglia otonom
yang bi asanya berlokasi di dalam atau di dekat dinding organ
effector. Kemudian jalurnya terus sepanjang sekelompok neuron
kedua yang menstimulasi jaringan visceral. Neuron ini melepaskan
neurotrnasmitter acetylcholine.
b. Fungsi Sistem Saraf Otonom
Sistem saraf otonom mengatur tindakan kelenjar, otot organ
lekuk yang lembut, dan jantung. Tindakan ini semuanya dibawa seca
ra ototmatis; kapan saja setiap perubahan terjac'i yang meminta su atu
penyesuaian pengaturan, penyesuaian dibuat tanpa seseorang me
nyadarinya.

31
Bagian simpatetik sistem saraf otonom cenderung untuk bertindak
sebagai akselerator bagi organ-organ yang diperlukan un tuk menemui
situasi yang penuh tekanan. Ia memperhatikan apa yang dinamakan
fight-or-flight response. Kalau anda membayangkan apa yang terjadi
pada orang yang takut atau marah, anda akan dengan mudah sekali
ingat akan efek/ akibat dorongan dari sistem saraf simpatetik:
1) Stimulasi kelenjar adrenal. Ini menghasilkan hormon termasuk
epinephrine yang mempersiapkan tubuh guna menemui situasi
darurat. dalam banyak cara. Saraf simpatetik dan hormon dari
adrenal akan sating memperkuat satu sama lain.

2) Pembesaran biji mata dan penuruiian kemampuan dalam melihat


pada satu titik fokus bagi obyek yang dekat.

3) Bertambahnya tingkat kecepatan dan penuh tekanan kontraksi


jantung.

4) Bertambahnya tekanan darah sebagian karena lebih efektifnya


detak jantung dan sebagian lagi karena pembatasan uteri kecil di
dalam kuiit dan organ dalam.

5) Feinbesaran pips bronkial yang memungkinkan lebih banyak


cksigen yang dapat masuk.

6) Bertambahnya metabolisme.Sistem simpatetik juga berperan


sebagai brake/ rem pada those system secara tidak langsung
dilibatkan dalani respon pada tekanan seperti sistem digestif dan
uriner. Perhatikan saja kalau anda sedang marah lalu anda mencoba
makan, maka anda lihat bahwa air ludah anda menjadi sedikit
sekali dan lebih kental sehingga anda akan kesulitan dalam
menelan makanan (Jw. seret)., Dalam kon-disi seperti iri ketika
makanan sudah mencapai perut, is akan tinggal lebih lama
dibanding biasanya.

32
Bagian parasimpatetik dari sistem saraf otonom normalnya
ber peran sebagai penyeimbang bagi sistem simpatetik ketika krisis
telah berlalu. Sistem parasimpatetik bring about pembatasan bola
mata, memperlambat detak jantung, dan pembatasan saluran (tube)
bronkial. Ia juga menstimulasi pembentukan dan pelepaskan urin
dan aktifitas digestive tract. Ludah misalnya mengalir lebih mudah
dan profusely serta jumlah dan keencerannya bertambah.Dengan
demikian,sebagian besar organ tubuh menerima kedua sistem
simpatetik dan parasimpatetik; efek dari kedua sistem tadi pada
organ yang ada umumnya berlawanan.

c. Peran saraf parasimpatik dan simpatik


1) Parasimpatik
a) mengecilkan pupil.
b) menstimulasi aliran ludah.
c) memperlambat denyut jantung.
d) membesarkan bronkus.
e) menstimulasi sekresi kelenjar pencernaan.
f) mengerutkan kantung kemih.

2) Simpatik
a) memperbesar pupil.
b) menghambat aliran ludah.
c) mempercepat denyut jantung.
d) mengecilkan bronkus menghambat sekresi kelenjar pencernaan.
e) menghambat kontraksi kandung kemih .

3) Mekanisme Penghantaran Impuls


Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel
penyokong (neuroglia dan Sel Schwann). Kedua sel tersebut
demikian erat berikatan dan terintegrasi satu sama lain sehingga

33
bersama-sama berfungsi sebagai satu unit. Sistem saraf dibagi
menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi. Sistem saraf
pusat terdiri dari otak dan medula spinalis. Sistem saraf tepi terdiri
dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron
sistem saraf autonom (viseral). Otak dibagi menjadi telensefalon,
diensefalon, mesensefalon, metensefalon, dan mielensefalon.
Medula spinalis merupakan suatu struktur lanjutan tunggal yang
memanjang dari medula oblongata melalui foramen magnum dan
terus ke bawah melalui kolumna vertebralis sampai setinggi
vertebra lumbal 1-2. Secara anatomis sistem saraf tepi dibagi
menjadi 31 pasang saraf spinal dan 12 pasang saraf kranial. Suplai
darah pada sistem saraf pusat dijamin oleh dua pasang arteria yaitu
arteria vertebralis dan arteria karotis interna, yang cabang-
cabangnya akan beranastomose membentuk sirkulus arteriosus
serebri Wilisi.
Aliran venanya melalui sinus dura matris dan kembali ke sirkulasi
umum melalui vena jugularis interna. (Wilson. 2005, Budianto.
2005, Guyton.1997).
Membran plasma dan selubung sel membentuk membran
semipermeabel yang memungkinkan difusi ion-ion tertentu melalui
membran ini, tetapi menghambat ion lainnya. Dalam keadaan
istirahat (keadaan tidak terstimulasi), ion-ion K+ berdifusi dari
sitoplasma menuju cairan jaringan melalui membran plasma.
Permeabilitas membran terhadap ion K+ jauh lebih besar daripada
permeabilitas terhadap Na+ sehingga aliran keluar (efluks) pasif
ion K+ jauh lebih besar daripada aliran masuk (influks) Na+.
Keadaan ini memngakibatkan perbedaan potensial tetap sekitar -
80mV yang dapat diukur di sepanjang membran plasma karena
bagian dalam membran lebih negatif daripada bagian luar.
Potensial ini dikenal sebagai potensial istirahat (resting potential).
(Snell.2007). Bila sel saraf dirangsang oleh listrik, mekanik, atau

34
zat kimia, terjadi perubahan yang cepat pada permeabilitas
membran terhadap ion Na+ dan ion Na+ berdifusi melalui
membran plasma dari jaringan ke sitoplasma. Keadaan tersebut
menyebabkan membran mengalami depolarisasi. Influks cepat ion
Na+ yang diikuti oleh perubahan polaritas disebut potensial aksi,
besarnya sekitar +40mV. Potensial aksi ini sangat singkat karena
hanya berlangsung selama sekitar 5msec.
Peningkatan permeabilitas membran terhadap ion Na+ segera
menghilang dan diikuti oleh peningkatan permeabilitas terhadap
ion K+ sehingga ion K+ mulai mengalir dari sitoplasma sel dan
mengmbalikan potensial area sel setempat ke potensial istirahat.
Potensial aksi akan menyebar dan dihantarkan sebagai impuls
saraf. Begitu impuls menyebar di daerah plasma membran tertentu
potensial aksi lain tidak dapat segera dibangkitkan. Durasi keadaan
yang tidak dapat dirangsang ini disebut periode refrakter. Stimulus
inhibisi diperkirakan menimbulkan efek dengan menyebabkan
influks ion Cl- melalui membran plasma ke dalam neuron sehingga
menimbulkan hiperpolarisasi dan mengurangi eksitasi sel (Snell.
2007).

Kemampuan khusus seperti iritabilitas, sensitivitas terhadap stimulus,


konduktivitas, dan kemampuan mentransmisi suatu respons terhadap stimulus
diatur oleh sistem saraf dengan tiga cara:

1. Input sensoris: menrima sensasi atau stimulus melalui reseptor yang


terletak di tubuh,baik eksternal (reseptor somatik) maupun
internal (reseptor viseral).
2. Aktivitas integratif: respon mengubah stimulus menjadi implus
listrik yang menjalar di sepanjang saraf sampai ke otak dan
medula spinalis ,dan menginterpretasikan sti,ulus sehungga
responterhadap informasi dapat terjadi.

35
3. Out put motorik: implus dari otak dan medula spinalis memperoleh
respon yng sesuai dari otot dan kelejar tubuh yang di sebut
sebagai efektor (respon saraf).

Sistem saraf mengatur kegiatan tubuh yang cepat sepeti kontraksi otot
atau peristiwa viseral yang berubah dengan cepat . menerima ribuan
informasi dari berbagai organ sensoris dan kemudian mengintegrasikannya
untuk menetukan reaksi yang harus di lakukan tubuh.

Sebagian sistem saraf berasal dari reseptor sensoris baik berupa sensor
visual,reseptor auditorius,dan reseptor raba pada permukaan tubuh.
pengalaman sensoris dapat menyebabkan suatu reaksi segera atau kenangan
yang dapat di simpan di dalam otak dalam waktu yang cukup lama dan dapat
menentukan reaksi tubuh dimasa yang akan datang. Dapat
mengantarkaninformasi sensoris dan reseptor pada seluruh permukaan tubuh
dan struktur dalam tubuh. Informasi ini masuk kedalam sistem saraf melalui
nerves spinalis dan di sampaikan ke semua segmen susunan saraf pusat.

Tugas pokok sistem saraf :

1. Kontraksi otot rangka seluruh tubuh


2. Kontraksi otot polos dalam organ internal
3. Sekresi kelenjar eksorin dan endokrin dalam tubuh.

Masing-masing area saraf mempuyai peranan khusus dalam mengatur


gerakan tubuh, untuk melakukan gerakan di atur oleh proses berpikir dari
serebrum.

Sistem saraf manusia mewarisi tiga sifat khusus dari setiap


perkembangan evolusi , terdapat tingkat utama sistem saraf mempunyai
makna fungsi yang khusus.

1. Tingkat medula spinalis, isyarat-isyarat sensori yang di hantarkan


melalui saraf spinalis dalam tiap segmen medula spinalis dapat
menimbulkan reaksi motorik setempat di dalam segmen tubuh. Informasi

36
di terima dari segmen-segmen yang berdekatan. Pada dasarnya semua
reaksi motorik medula spinalis bersifat otomatis sebagai reaksi terhadap
isyarat sensoris,di samping itu terjadi pula reaksi khusus yang di sebut
refleks. Motorik neuron mengirim implus kembali ke otot menyebabkan
otot efektor berkontraksi. proses ini di sebut refleks penarika diri.
2. Tingkat otak lebih rendah, hampir semua kegiatan bawah sadar tubuh
diatur dalam daerah otak yang lebih rendah yaitu medula oblongata,
pons, mesensefalon, hipotalamus, talamus, sereblum, dan ganglia basalis.
Pengaturan bawah sadar untuk tekanan darah arteri dan pernapasan
dilakukan dalam substansi retikulasi medula oblongata, pons, dan
mesenfalon. Refleks makan mengeluarkan air liur sebagai reaksi
terhadap pengecapan makanan di atur oleh medula oblongata, pons,
mesensefalon, amigdala, dan hipotalamus. Banyak pola emosianal seperti
marah,rangsangan seksual,reaksi terhadap nyeri,atau kesenangan di atur
oleh tingkat otak yang lebih rendah.
3. Tingkat otak lebih tinggi (tingkat korteks), korteks serebri merupakan
suatu daerah penyimpana informasi yang luas kira-kira ¾ dari semua
badan sel saraf terletak dalam korteks serebri,tempat penyimpana
sebagian ingatan masa lalu. penyimpanan pola reaksi motorik yang
informasi nya dapat di bangkitkan sewaktu-waktu untuk mengatur fungsi
motorik tubuh. Korteks serebri merupakan suatu pertumbuhan daerah
otak lebih rendah terutama talamus,tiap daerah korteks serebri,ada suatu
daerah talamus yang berhubungan dengan pengikatan sbagian kecil
talamus.

1. PENGOLAHAN INFORMASI

Informasi masuk sedemikian rupa sehingga terjadi reaksi motorik yang


tepat. Sinaps sebagai tempat hubungan satu neuron dengan neuron berikutnya
untuk mengatur pengantaran isyarat,menentuka arah penyebaran isyarat saraf
di dalam sistem saraf. Beberapa neuron bereaksi terhadap perangsangan

37
dengan sejumlah besar implus sedangkan yang lain bereaksi terhadap
beberapa implus saja. Penyimpana informasi merupaka proses daya ingat dan
fungsi sinaps yaitu setiap kali suatu isyarat sensoris tertentu melalui
serangkaian sinaps.

2. SINAPS

Sinaps merupakan suatu daerah kontak khusus antara satu neuron dengan
neuron yang lain,antara satu neuron dan alat-alat efektor atau antara atau dua
serat otot, implus yang terdapat di suatu neuron akan di teruskan ke neuron
yang lain. Tempat terjadinya penghantaran implus di sebut sinaps. Daerah-
daerah sinaps memungkinkan adanya fungsional fungsional dan interaksi
yang erat antara satu neuron dan neuron yang lain. Celah sinaps adalah
hubungan antara satu sel saraf dengan sel yang lain tempat terjadinya
pemindahan implus.

Jenis hubungan sinaps:

a. Sinaps interneuronal: hubungan kontak fungsional antara dua


neuron.
b. Sinaps neuromuskular:hubungan kontak fungsional antar satu
neuron dengan satu sel otot atau satu serat otot.
c. Sinap neuroglandular: hubungan kontak antara satu neuron dan
satu kelenjar.

3. REFLEKS

Kegiatan sistem saraf pusat ditampilkan dalam bentuk kegiaan refleks.


Kegiatan refleks dimungkinkan terjadinya hubungan kerja yang baik dan
tepat antara berbagai organ yang terdapat dalam tubuh dan hubungan dengan
keadaan sekelilingnya.

38
Reflek adalah respons yang tidak berubah terhadap perangsangan yang
terjadi diluar kehendak. Rangsangan ini merupakan reaksi organisme
terhadap perubahan lingkungan baik dalam maupun luar organisme yang
melibatkan sistem saraf pusat dalam memberikan jembatan (respon) terhadap
rangsangan.

Reflek dapat berupa peningkatan maupun penurunan kegiatan, misalnya


kontraksi atau relaksasi otot, kontraksi atau dilatasi pembuluh darah. Dengan
adanya kegiatan refleks, tubuh mampu mengadakan reaksi yang cepat
terhadap berbagai perubahan diluar dan didalam tubuh disertai adaptasi
terhadap perubahan tersebut. Dengan demikian seberapa besar peran sistem
saraf pusat dapat mengatur kehidupan organisme.

4. LENGKUNG RELEKS

Proses yang terjadi pada refleks melalui jalan tersebut disebut lengkung
refleks. Komponen-komponen yang dilaui refleks.

a. Reseptor rangsangan sensoris, peka terhadap suatu rangsangan


Imisalnya, kulit)
b. Neuron aferen (sensoris) dapat menghantarkan impuls menuju ke
susunan saraf pusat (medula spinalis/batang otak)
c. Pusat saraf (pusat sinaps), tempat integrasi masuknya sensoris dan di
analisis kembali ke neuron eferen
d. Neuron eferen (motorik), menghantarkan impuls ke perifer
e. Alat efektor, merupakan tempat terjadinya reaksi yang diwakili oleh
suatu serat oto kelenjar
Reseptor adalah suatu struktur khusus yang peka terhadap suatu bentuk
energi tertentu dan dapat mengubah bentuk energi itu menjadi aksi-aksi
potensial listrik atau impuls-impuls saraf. Efektor adalah percabangan akhir
serat-serat eferen (motorik) di dalam otot serat lintang, otot polos, dan
kelenjar (alat efektor)

39
5. JENIS REFLEK

Reflek dapat dikelompokkan dalam berbagai tujuan. Reflek


dikelompokkan berdasarkan:

a. Letak resptor yang menerima rangsangan


1) Refleks eksteroseptif, timbul karena rangsangan pada reseptor
permukaan tubuh.
2) Refleks intoreseptif (viseroreseptif), timbul karena rangsangan
pada alat dalam atau pembuluh darah (mis, dinding kandung
kemih dan lambung)
3) Refleks proreseptif, timbul karena rangsangan pada reseptor
otot rangka, tendon dan sendi untuk keseimbangan sikap.
b. Bagian saraf pusat yang terlibat:
1) Refleks spinal, melibatkan neuron di medula spinalis
2) Refleks bulbar, melibatkan neuron di medula oblongata
3) Reflek kortikal, melibatkan neuron korteks serebri
Sering terjadinya reflek yang melibatkan berbagai bagian pada
saraf pusat dengan demikian pembagian di atas tidak dapat
digunakan

c. Jenis atau Ciri Jawaban


1) Refleks motorik, efektornya berupa otot dengan jawaban berupa
relaksasi/kontraksi otot
2) Refleks sekretorik, efektornya berupa kelenjar dengan jawaban
berupa peningkatan atau penurunan sekresi kelenjar
3) Reflek vasomotor, efektornya berupa pembuluh darah dengan
jawabannya berupa vasodilatasi/vasokontriksi
d. Timbulnya refleks. Refleks telah timbul sejak lahir. Ada juga dapat
diperlihatkan setelah memenuhi persyaratan yang diperlukan dan
refleks yag terakhir didapat selama makhluk berkembang berupa

40
pengalaman hidup.
Berdasarkan hal tersebut refleks dibagi dalam:

a) Reflek tak-besyarat, reflek yang dibawa sejak lahir, bersifat


mantap tidak pernah berubah, dan dapat ditimbulkan bila ada
rangsangan yang cocok (mis, bayi menghisap jari)
b) Reflek bersayarat, didapat selama pertumbuhan berdasarkan
pengalaman hidup dan memerlukan proses belajar, mempunyai
ciri-ciri bersifat individual (seseorang memiliki tetapi orang lain
belum tentu), tidak menetap, dapat diperkuat dan dapat hilang,
dapat timbul oleh berbagai jenis rangsangan. Pada berdasarkan
jenis reseptor asal disusul oleh rangsangan bersayarat.
e. Jumlah neuron yang terlibat:
a) Reflek monosinaps, melalui satu sinaps dan dua neuron (satu
neuron aferen, satu neuron eferen) yang langsung berhubungan
pada saraf pusat. Contohnya, reflek regang
b) Reflek polisinaps, mealui beberapa sinaps, terdapat beberapa
interneuron yang menghubungkan neuron aferen dengan neuron
eferen. Semua refleks lebih dari satu sinaps kecuali refleks
regang.

6. FISIOLOGI REFLEK

Bila kita melihat kegiatan biolistis di masing-masing bagian pada suatu


lengkung refleks, akan didapati:

a. Potensial generator yang timbul karena pemberian rangsanga.


Besar/kecilnya potensial ini bergantung pada kuat/ringannya
rangsangan. Pada reseptor tidak timbul potensial aksi tetapi
potensial generator berupa polarisasi
b. Potensial aksi pertama timbul baru terlihat pada neuron eferen,
dihantarkan sepanjang neuron eferen dengan kecepatan bergantung

41
pada sifat serat aferen
c. Pada pusat saraf impuls dari serat aferen akan dihantarkan ke neuron
lainnya melalui sinaps diteruskan ke neuron lain, akan mengalami
perlambatan pusat (sentral delay)
d. Impuls yang sampai dipusat eferen akan diteruskan dalam bentuk
potensial aksi. Kegiatan listrik ini diteruskan hingga sampai pada
hubungan serat eferen dan afektor
e. Bila efektor berupa otot, selanjutnya di sel otot akan timbul
potensial aksi yang dapat menyebabkan kontraksi otot

Dengan penjelasan ini dapat diketahui bahwa berbagai bentuk kegiatan


biolistrik dapat ditemukan sepanjang lengkung refleks,

Hantaran impuls dibedakan menjadi

1. Hantaran orthodromik. Penghantaran kegiatan mulai dari reseptor


hingga efektor yang melalui aferen, saraf pusat dan eferen. Hantaran
impuls dapat pula berlangsung dari reseptor ke efektor tnpa melalui
saraf pusat, karena saraf aferen mempunyai cabang, langsung
berhubungan dengan orang lain yang dapat dipengaruhi.
2. Hantaran antidromik. Penghantaran impuls yang membalik tidak
melalui sraf pusat. Refleks ini tdak melalui sistem saraf pusat dan
disebut refleks akson karena hanya melalui akson saja.

Waktu reflek adalah penghantaran kegiatan sejak pemberian


rangsangan pada reseptor sampai timbul jawaban di efektor, atau masa
pemberianrangsangan hingga timbul jawaban. Waktu reflek in dibentuk
oleh perlambatan pusat yang dialami terutama bila melaui sinaps.
Gangguan pada masing-masing bagian lengkung refleks dapat
mempengaruhi waktu refleks.

42
Kekuatan refleks ditentukan oleh kekuatan rangsangan serta lama
pemberian rangsang. Bila diberikan dengan kekuatan yang lebih besar
maka lebih banyak reseptor yang terlihat. Bila lebih banyak serta aferen
yang meneruskan ke saraf pusat akan lebih banyak serat eferen yng
terlihat meneruskan kegiatan ke efektor akan mengakibatkan
peningkatan jawaban efektor

Sering terjadi jawaban reflek terus berlangsung meskipun rangsang


sudah lama dihentikan hal ini disebut lama refleks atau aksi ikutan
refleks. Hal ini karena adanya susunan hubungan neuron berupa rantai
tertutup atau rantai terbuka impuls yang berputar-putar antar-neuron
tersebut meskipun rangsangan sudha dihentikan serat aferen terus
mendapat rangsangan dari interneuron yang menyebabkan jawbaan
refleks akan tetap terjadi.

7. RESEPTOR SENSORIS

Input ke sistem saraf diberikan oleh reseptor sensoris yang mendeteksi


rangsangan sensoris seperti sentuhan, suara, cahaya, dingin, dan hangat.
Mekanisme dasar reseptor ini mengubah rangsangan sensoris menjadi isyarat
saraf sebagaimana rangsangan sensoris dan kekuatan dideteksi oleh otak.
Reseptor merupakan sel atau jaringan dengan kekhususan tinggi. Dengan alat
ini sistem saraf mendeteksi perubahan berbagai bentuk energi di lingkungan
dalam danlingkungan luar.

Jenis reseptor sensoris:

1. Mekano reseptor: Reseptor mekanik dari berbagai kelompok


reseptor sensoris yang mendeteksi perubahan bentuk reseptor atau
sel didekat reseptor (mis., kulit, otot rangka, persendian, dan organ
viseral).

43
2. Termoreseptor: Mendeteksi perubahan suhu. Beberapa reseptor
mendeteksi suhu dingin dan panas yang merupakan aliran saraf
bebas dalam kulit dan sensitif akan berubahan suhu dalam darah.
3. Noiseptor: mendeteksi nyeri, biasanya disebabkan kerusakan fisik
maupun kerusakan kimia, terdapat dalam hipotalamus otak.
4. Reseptor elektromagnetik: mendeteksi perubahan cahaya pada retina
mata. Perubahan cahaya akan membuat perubahan gelombang
spektrum elektromagnetik`
5. Kemoreseptor: mendeteksi pengecapan dalam mulut, bau dalam
hidung, kadar oksigen dalam darah arteri, osmolitas cairan tubuh,
konsentrasi karbon dioksida, dan faktor bahan kimia tubuh.

Tiap jenis reseptor sangat peka terhadap satu jenis rangsangan, dirancang
tidak bereaksi atau hampir tidak bereaksi terhadap intensitas normal dari
rangsang sensoris lainnya. Tiap jaras saraf berakhir pada suatu tempat
spesifik dalam susunan saraf pusat. Jenis sensasi yang dirasakan, bila suatu
serabut saraf dirangsang, ditentukan oleh daerah khusus di dalam sistem saraf
ini yang ditujukan oleh serabut tersebut. Misalnya, jika suatu serabut nyeri di
rangsang, orang akan merasa nyeri tanpa memperhatikan jenis rangsang apa
yang merangsang serabut itu. Kekhususan serabut saraf untuk mengirim
hanya satu modalitas sensasi saja yang disebut prinsip jalur.
Pada umumnya perjalanan impuls dari perifer sampai ke pusat melalui
tiga neuron. Pasangan reseptor menimbulkan potensi aksi pada neuron I,
kemudian bersinaps dengan neuron II di medula spinalis, medula oblongata,
atau daerah otak. Jalur kedua bersinaps dengan neuron III di nuklei talamus
dan neuron III berakhir di korteks serebri.
Jalur somatosensoris (rasa somatik) dihantarkan oleh dua sistem.
1. Spinotalmikus, menyalurkan impuls sensorik dari kulit (superfisial).
a. Jaras spinotalmikus ventralis, menyalurkan rasa raba dan tekan.
Neuron I bersinaps ke kornu posterior, menyeberang ke
kontralateral, masuk ke traktus spinotalmakus ventralis. Neuron

44
II bersinaps dengan neuron III di nukleus ventraposterolateral
talamus berakhir di daerah 1, 2, 3 Brodmann.
b. Jaras spinotalmikus lateralis, menyalurkan rasa sakit dan suhu.
Neuron I bersinaps di substansia gelatinosa, neuron II
menyeberang ke sisi kontralateral dan masuk ke traktus
spinotalmikus lateralis bersinaps dengan neuron III di nuklei
ventoposterolateral talamus berakhir di daerah 1, 2, 3
Brodmann.
2. Sistem kolumna dorsalis, menyalurkan impuls sensorik motorik
bagian dalam dari otot dan tendon, menyalurkan rasa somatik
berupa rasa gerak, sikap, diskriminasi 2 titik dan getaran. Terdiri
dari dua sistem yaitu:
a. Fasikulus grasilis: Aferen masuk melalui segmen sakral dan
lumbal membawa impuls dari tubuh dan ekstremitas begian
bawah. Neuron I bersinaps dengan neuron II di daerah medula
oblongata kemudian neuron II menyeberang ke sisi kontralateral
dan berjalan ke dalam lemnikus medialis. Neuron II di nukleus
ventrolateral talamus bersinaps dengan neuron III berakhir pada
area 3, 2, 1 Brodmann.
b. Fasikulus guneatus: Aferen masuk melalui segmen torakal dan
servikal neuron I bersinaps dengan neuron II di medula
oblongata. Neuron II menyeberang ke sisi kontralateral berjalan
dalam lemnikus medialis selanjutnya sama dengan fasikulus
grasilis.

Jenis rangsang yang merangsang ujung sensoris akan menyebabkan


suatu potensial setempat, yang disebut potensial reseptor di sekitar ujungnya
ada aliran arus listrik setempat yang disebabkan potensial aksi di dalam
serabut saraf. Potensial reseptor dapat dibangkitkan dengan mengubah bentuk
atau mengubah secara kimia ujung terminal saraf itu sendiri yang
menyebabkan ion-ion berdifusi melalui membran saraf tersebut. Bila suara

45
memasuki koklea telinga, sel reseptor khusus (sel rambut) yang terletak pada
membran basilaris menimbulkan potensial reseptor merangsang fibril saraf
terminal yang melilit serabut tersebut.

Suatu sifat khusus dari semua reseptor sensoris dapat beradaptasi


sebagian/keseluruhan terhadap rangsang. Bila suatu rangsang sensoris
kontinu bekerja, pertama reseptor beraksi pada suatu kecepatan impuls yang
sangat tinggi, kemudian secara progresif makin lambat sampai tidak bereaksi
sama sekali. Adaptasi disebabkan oleh penyesuaian kembali di dalam struktur
reseptor sendiri dan sebagian akibat penyesuaian diri dalam serabut saraf
terminal.

Reseptor beradaptasi buruk (perlahan) bila terus menerus mengirim


implus ke otak selama beberapa jam, disebut reseptor tonik. Jika intensitas
rangsangan tetap kostan, keadaan tubuh selalu berubah dan tidak pernah
mencapai suatu keadaan adaptasi Yng sempurna.

Reseptor yang beradaptasi cepat tidak dapat digunakan untuk mengirim


suatu isyarat kontinu karena reseptor hanya terangsang untuk waktu singkat
setelah kekuatan rangsang berubah. Tekanan tiba-tiba yang bekerja pada kulit
merangsang reseptor beberpa milidetik kemudian eksitasi berakhir meskipun
tekanan tersebut terus bekerja.

Tujuan akhir perangsangan sensoris adalah untuk menafsirkan jiwa,


keadaan tubuh dan sekitarnya. , Misalnya sistem auditorius dapat mendeteksi
bisikan paling lemah tetapi dapat membedakan arti suatu bunyi meskipun
intensitas bunyi dapat berbeda dengan jarak yang jauh. Mata dapat melihat
bayangan visual dengan intensitas cahaya yang bervariasi dan mendeteksi
perbedaan tekanan.

Talamus dan reigo basalis otak berhubungan dengan peranan dominan


dalam diskriminasi sensibilitas. Sensibilitas ini timbul paling dini sedangkan
sensibilitas taktil kritis timbul pada perkembangan lanjutan. Otak yang sadar
sanggup mengarahkan perhatian keberbagai segmen sistem sesorik.

46
Pengaturan kortiko atas input sensoris dapat memungkinkan korteks serebri
mengubah ambang berbagai isyarat sensoris, membantu otak untuk
memusatkan perhatian pada jenis informasi khusus, merupakan sifat fungsi
sistem saraf yang penting dan diperlukan.

8. PENGATURAN MOTORIK

Kegiatan motorik bawah sadar yang diintegrasikan dalam medula


spinalis dan batang otak terutama bertanggung jawab untuk daya gerakan.
Gerakan volunter sederhana atau kompleks dapat dilaksanakan oleh struktur
motor di otak besar, terutama area korteks didepan sulkus sentralis. Jika
seseorang menderita kecelakaan terauma berat pada korda spinalis maka
terlihat gangguan kendali motorik otot yang diinervasi oleh segmen saraf
ditempat yang mengalami kerusakan. Ia aka kehilangan kemampuan
menggerakan anggota tubuh atas dan bawah secara volunter meskipun
gerakan kepala lidah dan mata masih dikendalikan oleh saraf kranial dan
batang otak.
Puncak peranan dari sistem saraf adalah pengendalian berbagai aktivitas
tubuh. Kemampuan ini dapat dicapai melalui pengendalian:
a) Kontraksi otot rangka seluruh tubuh
b) Kontraksi otot polos viseral
c) Sekresi kelenjar eksokrin dan endokrin

Seluruh aktivitas pengendalian ini disebut fungsi motorik sistem saraf.


Sedangkan otot dan kelenjar adalah efektor karena ia melakukan fungsi yang
ditetapkan oleh isyarat saraf.
Korteks motorik primer menyebabkan kontraksi otot didalam berbagai
bagian tubuh bila dirangsang. Rangsangan korteks motorik paling lateral
menyebabkan kontraksi otot yang berhubungan dengan gerakan menelan,
mengunyah, dan gerakan wajah. Perngsangan bagian tengah garis korteks

47
motorik membengkok kedalam fisura longitudinal menyebabkan kontraksi
tungkai, kaki, dan jari jemari.
Korteks motorik asosiasi (premotorik) terletak langsung didepan korteks
motorik primer yang bertugas membuat program gerakan volunter kompleks
dan mengaktifkan otot-otot yang diperlukan untuk gerakan. Rangsangan
listrik pada korteks serebri didepan kortks motorik primer menimbulkan
kontraksi kompleks kelompok otot atau gerakan berirama seperti mengayun
tungkai ke depan dan ke belakang, koordinasi gerakan mata, gerakan
mengunyah, menelan, dan posisi sikap.
Korteks premotorik melukiskan kemampuan khusus mengatur gerakan
terkoordinasi yang meliputi banyak otot secara serentak. Hal ini terjadi
karena:
a) Mempunyai hubungan neuron subkortikal yang panjang dengan
daerah asosiasi sensori lobus parietal.
b) Mempunyai hubungan subkortikal langsung dengan korteks motorik
primer.
c) Berhubungan dengan daerah-daerah dalam talamus yang
bersebelahan dengan daerah talamikus dan korteks motorik primer.
d) Daerah premotorik mempunyai banyak hubungan langsung dengan
ganglia basalis.

Tepat pada bagian depan korteks motorik primer bagian atas fisura silvii
ada suatu daerah pembentukan kata yang dinamakan Borca. Kerusakan
daerah ini menyebabkan penderita tidak dapat mengucapkan seluruh kata.
Daerah ini berhubungan erat dengan fungsi pernapasan sehingga pita suara
digiatkan secara tidak serentak dengan mulut dan lidah selama berbicara.
Kegiatan yang berhubungan dengan Borca:

a) Gerakan mata volunter. Tepat diatas daerah Borca adalah yang


mengatur gerakan mata.

48
b) Sistem pengeluaran memberikan informasi sama yang cepat ke
dalam sistem motorik untuk memberikan koreksi pada isyarat
motorik.
c) Daerah rotasi kepala: Dalam daerah premotorik. Rangsangan
motorik menimbulkan rotasi kepala, berhubungan dengan gerakan
mata, pengarahan kepala ke berbagai benda.
d) Daerah keterampilan tangan: Dalam daerah frontalis anterior
korteks, untuk pergerakan tangan dan jari.

Daerah anterior korteks motorik primer dapat menimbulkan gerakan-


gerakan terkoordinasi yang komples seperti bicara, gerakan mata, gerakan
kepala, dan keterampilan tangan. Semua daerah ini berhubungan erat dalam
korteks motorik primer, talamus, dan ganglia basalis. Gerakan terkoordinasi
yang kompleks disebabkan oleh suatu usaha kerja sama semua struktur ini.

Korteks motorik sering rusak akibat kelalaian umum yang disebut stroke,
hilangnya suplai darah ke korteks. Korteks motorik memberikan jaras-jaras
yang turun ke medula spinalis melalui traktus piramidalis dan traktus ekstra
piramidalis. Kedua traktus ini mempunyai efek yang berlawanan atas tonus
otot tubuh. Traktus piramidalis menyebabkan fasilitasi kontinu meningkatkan
tonus otot diseluruh tubuh dan sistem ekstapiramidalis mengirim isyarat
inhibisi melalui ganglia basalis dan formasiretikularis batang otak dengan
akibat inhibisi kegiatan otot.

Bila korteks motorik rusak keseimbangan di antara kedua efek yang


bertentangan ini dapat berubah. Hilangnya inhibisi ekstrapiramidalis
menimbulkan spasme otot (kejang otot). Jika lesi (gangguan fungsi)
mengenai ganglia basalis, korteks motorik spasme lebih hebat karena ganglia
basalis dapat memberi inhibisi tambahan yang sangat kuat pada sistem
pengaturan sikap formasioretikulasis sehingga spasme sangat kuat terjadi
pada otot-otot sisi tubuh yang berlawanan.

49
Ganglia basalis merupakan bagian yang terpisah dari sistem motorik
yang bertugas untuk mengendalikan gerakan motorik kasar dan tidak
terampil. Peran ganglia basalis akan lebih jelas jika ada kerusakan atau
gangguan. Kendali motorik gerakan volunter kasar , (mis., gerakan selama
berdiri, berjalan, lambaian tangan dan kaki), dilakukan dengan mengubah
tegangan otot dan aktivitas umpan balik kinestik. Fungsi lainnya memulai
gerakan motorik volunter bila dikomando.

Serebeleum sangat penting untuk mengatur kegiatan otot yang yang


sangat cepat seperti berlari, mengetik, bermain piano, dan berbicara.
Serebelum membandingkan status fisik sebenarnya dari tubuh yang
dilukiskan oleh informasi sensoris dengan status yang dimaksud oleh sistem
motorik. Serebelum membuat koreksi motorik utama dengan sangat cepat
selama rangkaian gerakan motorik. Sistem masukan ke serebelum bekerja
dengan cepat dan sistem pengeluaran memberikan informasi sama yang cepat
ke dalam sistem motorik untuk memberikan koreksi pada isyarat motorik.

50
9. SENSASI SOMATIK

Kemampuan seseorang untuk menDiagnosa berbagai penyakit bergantung


pada pengetahuan mengenai berbagai sifat rasa nyeri, dan bagaimana nyeri
dapat dialihkan dari suatu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain. Nyeri
adalah suatu mekanisme protektif bagi tubuh yang timbul bila jaringan

51
sedang rusak yang menyebabkan individu beraksi untuk menghilangkan rasa
nyeri tersebut.

Sifat nyeri:

a) Nyeri tertusuk: bila suatu jarum ditusukkan ke dalam kulit dirasakan


daerah kuit mengalami iritasi kuat.
b) Nyeri terbakar: nyeri yang dirasakan bila kulit terbakar merupakan
jenis nyeri yang paling kuat menyebabkan penderitaan`
c) Pegal: suatu nyeri dalam dengan berbagai tingkat gangguan dan
intensitas rendah didaerah tubuh yang tersebar luas dapat bersatu
menjadi suatu sensasi yang sangat tidak enak.

Reseptor nyeri didalam kulit dan jaringan merupakan ujung saraf bebas
yang tersebar luas dalam lapisan superfisial kulit. Jaringan dalam tertentu
tidak dipersarafi secara luas oleh ujung nyeri tetapi mendapatkan persarafan
yang lemah. Setiap kerusakan jaringan yang tersebar luas menyebabkan pegal
pada daerah ini.

Perangsangan sangat ringan pada ujung saraf nyeri bila dihambat dengan
anastesi atau dengan menekan saraf fenomena geli atau gatal akan lenyap.
Sensasi gatal dapat dibangkitkan melalui refleks menggaruk dan
berkurangnya gatal dapat terjadi dengan menggaruk, garukan yang kuat
menimbulkan rasa nyeri.

Nyeri dari berbagai visera perut dan dada merupakan salah satu dari
beberapa kriteria yang digunakan untuk menDiagnosa penyakit, peradangan,
dan gangguan visera lain. Pada umumnya visera tidak mempunyai reseptor
sensori untuk modalitas sensasi selain nyeri. Nyeri viseral berbeda dengan
nyeri permukaan. Jenis kerusakan sangat teralokasi, pada visera jarang
menyebabkan nyeri hebat.

52
Pada permukaan visera, spasme otot polos dalam suatu visera jarang
berongga menyebabkan peregangan ligamentum. Isyarat nyeri berasal dari
rongga dada atau rongga perut dihantarkan melalui serabut saraf sensoris
yang berjalan dalam saraf simpatis nyeri spastik dalam bentuk kejang dan
terjadi secara ritmis, tiap beberapa menit menyebabkan nyeri otot iskemik.

Nyeri kepala merupakan nyeri alihan ke permukaan kepala dari stuktur-


struktur dalam otot kepala. Sebagai besar nyeri kepala bukan karena
kerusakan didalam otak, sebaliknya tarikan pada sinus venosus dan kerusakan
membran yang menutupi otak dapat menyebabkan nyeri hebat yang dikenal
sebagai nyeri kepala.

Macam-macam nyeri kepala:

a) Nyeri keala pada meningitis: salah satu nyeri kepala terhebat yang
disebabkan oleh penyakit meningitis (peradangan selaput otak).
b) Nyeri kepala migren: nyeri kepala jenis khusus yang disebabkan
fenomena vaskuler, hilangnya lapangan penglihatan, aura viseral,
atau halusinasi sensoris lain.
c) Nyeri kepala alkholik: Terjadi setelah minum minuman keras
alkohol, menimbulkan toksik terhadap jaringan langsung mengiritasi
dan menyebabkan nyeri serebral.
d) Nyeri kepala konstipasi: Akibat dari produksi toksik diabsorbsi yang
menimbulkan perubahan dalam sistem sirkulasi, kehilangan plasma
untuk sementara waktu dalam dinding usus, dan buruknya aliran
darah kekepala menimbulkan nyeri kepala.
e) Nyeri kepala karena iritasi struktur hidung: Membran mukosa
hidung dan sinus nasal iritasi menyebabkan nyeri alih ke belakang
mata, permukaan frontal dahi, dan kulit kepala.
f) Nyeri kepala gangguan mata: Kesulitan dalam memfokuskan mata
menyebabkan kontraksi berlebihan otot siliaris berusaha

53
mendapatkan penglihatan yang lebih jelas meskipun otot ini sangat
kecil kontraksi tonik menjadi penyebab nyeri kepala retro-orbital.

10. SENSASI SUHU

Manusia dapat merasaakan berbagai gradasi dingin dan gradasi panas,


progresif dingin dari sejuk ke dingin sampai membekukan, progresif panas
dari hangat ke panas sampai panas membakar. Tingkatan suhu dibedakan
oleh tiga jenis organ akhir yaitu reseptor dingin, reseptor panas, dan dua
subtipe reseptor nyeri (reseptor nyeri dingin dan reseptor nyeri panas).

Reseptor dingin dan reseptor hangat terletak tepat di bawah kulit. Pada
titik yang terpisah masing-masing mempunyai diameter stimulasi sekitar 1
mm. Pada bagian terbesar tubuh jumlah reseptor hangat tiga kali jumlah
reseptor dingin.

Bila suatu reseptor suhu mengalami perubahan tiba-tiba ia menjadi


terangsang dengan kuat tetapi perangsangan ini menghilang dengan cepat.
Pada menit pertama secara progresif lebih lambat selama setengah jam
berikutnya beradaptasi tetapi tidak seluruhnya. Bila suhu kulit turun secara
aktif, orang merasa jauh lebih dingin, jika suhu meningkat secara aktif ia
merasa jauh lebih hangat daripada yang dirasakan pada suhu yang sama.

Reseptor suhu terangsang oleh perubahan kecepatan metabolic, karena


suhu mengubah kecepatan reaksi kimia intrasel 2 kali untuk tiap perubahan
suhu 10°C. Deteksi mungkin tidak disebabkan oleh rangsanga tidak langsung,
tetapi perangsang kimia dari ujung saraf tersebut karena diubah oleh suhu.

Isyarat suhu ditransmisikan dalam lintasan yang hampir sama dengan


nyeri, dengan memasuki medulla spinalis. Isyarat dihantarkan oleh beberapa
segmen ke atas atau ke bawah, kemudian diproses oleh medulla spinalis,
akhirnya memasuki serat suhu yang panjang menyeberang ke traktus
spinotalamikus ke antekolateralis. Beberapa isyarat suhu dihantarkan ke

54
kortekssomestik dari kompleks ventrobasal suatu neuron dalam daerah
sensoris somestik yang bereaksi terhadap rangsangan dingin dan hangat
dalam daerah kulit tertentu.

11. FUNGSI LUHUR

Korteks limbik merupakan korteks serebri sekitar hilus hemister serebral


dari lobus frontalis ke struktur limbic yang berdekatan. Fungsi sistem limbik
berperan sebagai jawaban sistem saraf somatik.

a) Fungsi penghidu : komponen emosional dari fungsi penghidu


merasa senang bila mencium bau wangi tertentu.
b) Perilaku makan: pusat makan dan kenyang terdapat pada
hipotalamus, merasa puas setelah makan enak
c) Perilaku seksual: dipengaruhi oleh faktor psikis dan sosial,
ditentukan oleh hormon testosterone pada laki-laki dan hormon
esterogen pada wanita. Pada laki-laki, kerusakan bilateral amigdala
atau daerah sekitarnya menimbulkan hiperseksualitas. Kerusakan
hipotalamus anterior pada wanitamengakibatkan hiposeksual.
Perilaku keibuan (maternal behavior) terletak pada girus singuli
bagian retrosplienial korteks limbik.
d) Takut, lari, atau menghindar. Ekpresi somatikmelihat ke kanan atau
ke kiri, ekpresi otonom pupil dilatasi, frekwensi jantung naik,
tekanan darah naik. Perangsang amigdala dan hipotalamus
menyebabkan rasa takut.bila amigdala rusak, hilanglah rasa takut
dan dapat terjadi pada penyakit jiwa yang agresif.
e) Marah, berkelahi, dan menyerang. Perangsangan amigdala dan
hipotalamus akan menimbulkan rasa marah. Kerusakan neokorteks
timbulkan marah meskipun rangsangan ringan.
f) Motivasi, berupa rangsangan tak-bersyarat. Motivasi hilang jika
dirangsang bagian lateral hipotalamus posterior dan midbrain dorsal.

55
g) Ingatan (jangka pendek dan pnjang[amnesia,Alzheimer])
h) Fungsi belajar. Daerah Wernicke bagian ujung posterior girus
temporalis superior penting untuk pengerian informasi,
pendengaran, dan penglihatan. Daerah Broka (area 44 brodmann)
menerima informasi dari daerah Wernicke melalui fasikulus
arquarta, membuat pola kegiatan yang terperinci diteruskan ke
korteks motoric sehingga menyebabkan gerakan yang terkoordinasi
dari bibir, lidah, dan laring yang disebut bicara.

Girus angularis dibelakang Wernicke memproses informasi dari kata-


kata yang dibaca dalam bentuk kata-kata yang didengar. Gangguan fungsi
bahasa yang disebabkan gangguan penglihatan dan pendengaran(paralisis
motorik) disebut afasia. Kerusakan daerah Broka menyebabkan afasia
motoric, bicara tidak lancar atau lambat. Kerusakan daerah Wernicke
menyebabkan penderita banyak bicara, gramatika kacau, dan gangguan pada
pengertian kata-kata yang diucapkan (afasia sensorik).

12. PENGATURAN GERAK DAN SIKAP

Neuron ini dipengaruhi oleh impuls-impuls dari berbagai tingkat susunan


saraf pusat. Susunan saraf pusat dari segmen medulla spinalis yang sama
maupun yang lebih tinggi melalui interneuron atau sistem eferen ke muscle
spindle kembali ke medulla spinalis melalui eferen.

Semua masukan impuls dari berbagai tingkat susunan saraf pusat


(medula spinalis, medula oblongata, korteks serebri) akan mengatur sikap
tubuh dan memungkinkan terjadinya gerak yang terkoordinasi. Berbagai
masukan motoric neuron menghasilkan tiga aktivitas dasar motorik:

56
a) Gerak terampil atas kemampuan
b) Penyesuaian sikap tubuhyang mendasari gerakan.
c) Koordinasi gerak otot menghasilkan gerak halus dan tepat

Perintah untuk gerakan volunter berasal dari area asosiasi korteks


serebri. Gerakan direncanakan berasal dari korteks motorik dengan basal
gganglia dan lateral serebrum. Perintah motoric dari korteks motorik berupa
pola gerakan bukan perintah pada oto tertentu secara individual. Gerakan ini
mempengaruhi masukan sensorik dari otot, tendo, sendi, dan kulit. Masukan
sensorik merupakan informasi umpan balik mengatuur penghalusan gerakan
selama gerakan berlangsung dan sikap tetap dipertahankan melalui jalur
ekstrapiramidal. Sistem pyramidal merupakan jalur utama untuk gerakan
volunter.

Mekanisme ektrapiramidal berhubungan dengan sikap integrasi pada


berbagai tingkat susunan saraf pusat. Respons motoric yang rumit akan
diintegrasikan pada tinkat susunan saraf pusat yang tinggi dengan persarafan
yang rumit. Sikap dan keseimbangan tubuh dapat dipertahankan karena
adanya interaksi antara berbagai reflex yang kompleks meliputi tiga proses:

1. Sikap statik/sikap tonik. Sikap berdiri di atas kedua kaki dicapai


melaluidua fiksasi persendian olehkontraksi stimultan oto ekstensor
dan otot fleksor. Untuk mempertahankan sikap statis yang optimal
diperlukan keutuhan korteks serebri dan basal ganglia. Refleks
medula spinal saja tidak cukup untuk membuat sikap berdiri yang
baik. Peran neuron motorik dan neuron erefen sama pada tonus otot
serta pengaturan refleks regang oleh pusat supraspinal. Untuk
membentuk sikap dengan tonus otot yang normal minimal
dibutuhkan bagian depan midbrain. Untuk reaksi yang kuat positif
dan negatif membutuhkan keutuhan basal ganglia dan korteks
serebri.

57
2. Koreksi terhadap perubahan kecil pada posisi tubuh yang disebut
refleks righting. Refleks yang integrasinya terjadi pada midbrain
berguna untuk mempertahankan posisi berdiri yang benar dengan
kepala yang tetap tegak.
Reseptor yang mendeteksi perubahan tubuh ialah:
a. Alat Vestibular, terdapat pada telinga dalam, penting untuk
mempertahankan sikap, terhadat dua jenis organ dengan fungsi
yang berbeda-urtikulus dan sakulus untuk mendeteksi posisi
kepala terhadap tarikan gravitasi, kanalis semisirkulasi untuk
mendeteksi percepatan yang mempengaruhi posisi kepala.
Kanalis semisirkulasi juga membantu mengontrol gerakan bola
mata. Nukleus vestibularis berhubungan dengan nekleus nervus
III, mengontrol gerakan bola mata dengan sereblum dengan
motorik spinal.
b. Propsioseptor pada otot, tendo, dan sendi leher, bekerja
membantu perubahan yang terdapat pada otot dan sendi leher.
Pada waktu posisi kepala berubah tubuh dapat menyesuaian diri
dengan posisi kepala.
c. Propsioseptor pada oto, tendo, ligamentum, dan sendi seluruh
tubuh, terutama sekitar kolumna vertebralis dan tungkai, serta
reseptor raba dan tekan pada telapak kaki. Reseptor inipenting
untuk mengenal posisi berbagai bagian tubuh, perbaikan posisi
tubuh diawali rangsangan pada reseptor regang pada otot,
ligamentum dan sendi berupa perubahan panjang serta tegang
otot ekstensor maupun fleksor.

Refleks statokinetik berfungsi untuk mempertahankan sikap tubuh pada


waktu melakukan gerakan sehingga distirbusi beban merata dan otot-otot
berada dalam keadaan seimbang sesuai dengan gerakan yang bersangkutan.
Reseptor pada alat vestibular yang berfngsi untuk mempertahankan sikap
statis terhadap tarikan gravitasi ialah organ otot pada urtikulus dan sakulus,

58
yang mempertahankan posisi tegak pada waktu bergerak. Kanalis
semisirkularis menjadi lebih berperan, demikian juga refleks mata. Reseptor
penglhatan dan reseptor proprioseptif pada otot dan sendi terutama pada
kepala dan leher penting dalam mempertahankan sikap pada waktu bergerak.

B. KONSEP DASAR KEBUTUHAN ISTIRAHAT TIDUR

1. Pengertian Istirahat

Istirahat merupakan keadaan relaks tanpa adanya tekanan


emosional, bukan hanya dalam keadaan tidak beraktivitas tetapi juga
kondisi yang membutuhkan ketenangan. Kata istirahat berarti berhenti
sebentar untuk melepaskan lelah, bersantai untuk menyegarkan diri, atau
suatu keadaan melepaskan diri dari segala hal yang membosankan,
menyulitkan, bahkan menjengkelkan.

2. Karakteristik Istirahat

Terdapat beberapa karakteristik dari istirahat. Misalnya Narrow


(1967) yang dikutip oleh Perry dan Potter (1993) mengemukakan 6
karakteristik yang berhubungan dengan istirahat, antara lain:

a. Merasakan bahwa segala sesuatu dapat diatasi


b. Merasa diterima
c. Mengetahui apa yang sedang terjadi
d. Bebas dari gangguan ketidaknyamanan
e. Mempunyai sejumlah kepuasan terhadap aktivitas yang
mempunyai tujuan
f. Mengetahui adanya bantuan sewaktu memerlukan
3. Pengertian Tidur

59
Tidur merupakan kondisi tidak sadar dimana individu dapat
dibangunkan oleh stimulus atau sensoris yang sesuai (Guyton, 1986),
atau juga dapat dikatakan sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang
relatif, bukan hanya keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan, tetapi
lebih merupakan suatu urutan siklus yang berulang, dengan ciri adanya
aktivitas yang minim, memiliki kesadaran yang bervariasi, terdapat
perubahan proses fisiologis, dan terjadi penurunan respons terhadap
rangsangan dari luar,

4. Fisiologis Tidur

Fisiologis tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya


hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian untuk
mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun.
Salah satu aktivitas tidur ini diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis
yang merupakan sistem yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan
susunan saraf pusat termasuk pengaturan kewaspadaan dan tidur. Pusat
pengaturan kegiatan kewaspadaan dan tidur terletak dalam mesensefalon
dan bagian atas pons. Selain itu, reticular activating system (RAS) dapat
memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan juga
dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan
emosi dan proses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan
melepaskan katekolamin seperti norepineprin. Demikian juga saat tidur,
kemungkinan disebabkan adanya pelepasan serum serotonin dari sel
khusus yang berada dipons dan batang otak tengah, yaitu bulbar
synchronizing regional (BSR), sedangkan bangun tergantung dari
keseimbangan impuls yang diterima dipusat otak dan sistem limbic.
Dengan demikian, sistem pada batang otak yang mengatur siklus atau
poerubahan dalam tidur adalah RAS dan SBR.

Kunci dari peralihan antara sadar ke tidur adalah salah satu molekul
terpenting pada tubuh, yakni Adenosine triphosphate (ATP). ‘Tombol
tidur’ ini merupakan senyawa yang menyimpan energi yang akan

60
digunakan dalam metabolisme. Menemukan bahwa penembakan neuron
terus menerus di otak saat kita terjaga menyebabkan mereka melepas
ATP ke ruang di antara sel. Saat molekul itu terakumulasi, ia
mengikatkan diri ke neuron di sekelilingnya dan mendukung sel. Ini
memungkinkan sel menyerap senyawa kimia lain, seperti tumor necrosis
factor dan interleukin 1, yang kemungkinan besar membuat sel itu
tertidur

Sel-sel ini kemudian aktif saat elemen lain di otak mulai


menurunkan aktivitasnya dan membuat manusia tertidur. Tidur bukanlah
fenomena yang terjadi di seluruh bagian otak. Tidur hanya terjadi pada
sejumlah sirkuit syaraf yang paling aktfi di siang hari dan melepaskan
sebagian besar ATP.

Ini berarti, sebagian lain dari otak tetap terjaga meskipun kita
tertidur pulas. Ini merupakan temuan yang sangat penting. Pakar
pengamat tidur di University if Minnesota yang tidak terlibat dalam
penelitian itu. “Temuan bahwa hanya sebagian dari otak saja yang
tertidur sangat sesuai dengan pemahaman kami seputar fenomena
sleepwalking,” ucapnya.

Seperti diketahui, saat sleepwalking terjadi, orang tidur sambil


berjalan, sambil matanya terbuka dan dapat menghindari obyek yang ada
di hadapannya agar tidak menabrak. Meski demikian, orang itu tidak
memiliki kesadaran saat melakukan sleepwalking.

Peran ATP yang semakin jelas ini juga dapat berperan penting
dalam proses pembuatan obat-obatan baru untuk membantu mengatasi
insomnia ataupun masalah gangguan tidur lainnya

Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya


hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian untuk
mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Salah
satu aktvitas tidur ini diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis yang

61
merupakan sistem yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan
saraf pusat termasuk pengaturan kewaspadaan dan tidur.

Pusat pengaturan kewaspadaan dan tidur terletak dalam


mesensefalon dan bagian atas pons. Selain itu, reticular activating system
(RAS) dapat memberi Universitas Sumatera Utara rangsangan visual,
pendengaran, nyeri dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari
korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam
keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti
norepineprin. \

Demikian juga pada saat tidur, disebabkan adanya pelepasan serum


serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah,
yaitu bulbar synchronizing regional (BSR), sedangkan bangun tergantung
dari keseimbangan impuls yang diterima di pusat otak dan system limbik.
Dengan demikian, system pada batang otak yang mengatur siklus atau
perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR.

Tidur merupalan bagian dari ritme biologi yang bekerja selama 24


jam dengan tujuan untuk mengembalikan stamina. Pengaturan tidur dan
terbangun diatur oleh batang otak (Reticular Achtivating System and
Bulbar Synchronizing Region), thalamus dan berbagai hormon yang
diproduksi oleh hipotalamus.

Beberapa neurohormon dan neurotrasnmitter juga dihubungkan


dengan tidur. Produksi yang dihasilkan oleh 2 mekanisme serebral dalam
batang otak ini menghasilkan serotonin. Serotonin merupakan
neurotransmitter yang bertanggung jawab terhadap impuls-impuls syaraf
ke otak. Serotonin berperan sangat spesifik dalam menginduksi rasa
kantuk, juga sebagai modulator kapasitas kerja otak.

Dalam tubuh serotonin diubah menjadi melatonin. Melatonin


merupakan katekolamin yang diproduksi secara alami dalam tubuh tanpa
bantuan cahaya. Pada lansia hormon melatonin ini akan menruun seiring

62
dengan bertambahnya usia, tetapi kaitan dari penurunan ini belum
diketahui terhadap lansia yang sulit tidur.

Namun adajuga yang mencoba meningkatkan melatonin dengan


sinar matahari pagi agar ritme circadian (siklus tidur-bangun) menjadi
lebih kuat dan seimbang. Adanya lesi pada pusat pengatur tidur dan
terbangun dibagian hipotalamus anterior juga dapat menyebabkan
keadaan siaga dalam tidur. Kemudian itu katekolamin yang dilepaskan
dari neuron-neuron (Reticular Activating System). Akan menghasilkan
hormon noneprineprin, yang umumnya hormon ini akan merangsang otak
aktivitas.

Pada orang dalam keadaan stress atau cemas kadar hormon ini akan
meningkat dalam darah yang akan merangsang sistem saraf simpatetik
sehingga seseorang akan terus terjaga.

Hal lain menyatakan bahwa pelepasan prostaglandin hipotalamus


menyebabkan peningkatan gelombang lambat tidur dan kesadaran.
Prostgalandin adalah mediator kmiawi yang berperan pada patogoenesis
nyeri, yang akan memicu pusat saraf nyeri pada daerah korteks parentalis
tepatnya girus posterior sentralis. Rangsang nyeri ini akan diteruskan
pada derajat tertentu dan berpengaruh pada pusat tidur yang terletak di
substansia retikularis sehingga akan mengacaukan proses sinkronisasi
neuron-neuron pada batang otak yang sebenarnya bentuk terjadinya tidur,
kemudian merangsang proses deskronisasi neuron-neuron substansi
retikularis tersebut sehingga proses tidur terganggu yang berlanjut
munculnya sinyal dalam benuk waspada dan pada akhirnya akan
bermanifestasi sebagai insomnia.

5. Jenis-jenis Tidur

Dalam prosesnya, tidur dibagi ke dalam 2 jenis.

63
Pertama, jenis tidur yang disebabkan oleh menurunnya kegiatan
dalam sistem pengaktivasi reticularis, disebut dengan tidur gelombang
lambat, atau disebut juga tidur non rapid eye movement (NREM).

Kedua, jenis tidur yang disebabkan oleh penyaluran abnormal dari


isyarat-isyarat dalam otak meskipun kegiatan otak mungkin tidak
tertekan secara berarti, disebut dengan tidur paradox, atau disebut juga
dengan tidur rapid eye movement (REM).

a. Tidur Gelombang Lambat (NREM)

Jenis tidur ini dikenal dengan tidur yang dalam, istirahat


penuh, atau juga dikenal dengan tidur nyenyak. Pada tidur
jenis ini, gelombang otak bergerak lebih lambat, sehingga
menyebabkan tidur tanpa mimpi. Tidur gelombang lambat bisa
juga disebut dengan tidur gelombang delta, dengan ciri-ciri:
betul-betul istirahat penuh, tekanan darah menurun, frekuensi
napas menurun, pergerakan bola mata melambat, mimpi
berkurang, dan metabolisme turun.

Perubahan selama proses tidur gelombang lambat adalah


melalui elektroensefalograf dengan memperlihatkan
gelombang otak berada pada setiap tahap tidur, yaitu:

1) Kewaspadaan penuh dengan gelombang beta yang


berfrekuensi tinggi dan bervoltase rendah
2) Istirahat tenang yang diperlihatkan pada gelombang alfa
3) Tidur ringan karena terjadi perlambatan gelombang alfa
ke jenis teta atau delta yang bervoltase rendah
4) Tidur nyenyak karena gelombang lambat dengan
gelombang delta bervoltase tinggi dengan kecepatan 1-2
per detik.

b. Tahapan Tidur Jenis Gelombang Lambat (REM)

64
1) Tahap I
Tahap I merupakan tahap transisi antara bangun dan
tidur dengan ciri sebagai berikut: rileks, masih sadar dengan
lingkungan, merasa mengantuk, bola mata bergerak dari
samping ke samping, frekuensi nadi dan napas sedikit
menurun, dapat bangun segera selama tahap ini berlangsung
selama 5 menit.
2) Tahap II
Tahap II merupakam tahap tidur ringan dan proses
tubuh terus menerus dengan ciri sebagai berikut: mata pada
umumnya menetap, denyut jantung dan frekuensi napas
menurun, temperatur tubuh menurun, metabolisme
menurun, berlangsung pendek dan berakhir 10-15 menit.
3) Tahap III
Tahap III merupakan tahap tidur dengan ciri denyut
nadi dan frekuensi napas dan proses tubuh lainnya lambat,
disebabkan oleh adanya dominasi sistem saraf
parasimpatisme dan sulit untuk bangun.
4) Tahap IV
Tahap IV merupakan tahap tidur dalam dengan ciri
kecepatan jantung dan pernapasan turun, jarang bergerak
dan sulit dibangunkan, gerak bola mata cepat, sekresi
lambung menurun, dan tonus otot menurun.

c. Tidur Paradoks

Tidur jenis ini dapat berlangsung pada tidur malam yang


terjadi selama 5-20 menit, rata-rata timbul 90 menit. Periode
pertana terjadi selama 80-100 menit, akan tetapi apabila kondisi
orang sangat lelah, maka awal tidur sangat cepat bahkan jenis
tidur ini tidak ada.

Ciri tidur paradoks adalah sebagai berikut:

65
1) Biasanya disertai dengan mimpi aktif
2) Lebih sulit dibangunkan daripada selama tidur nyenyak
gelombang lambat
3) Tonus otot selama tidur nyenyak sangat tertekan,
menunjukkan inhibisi kuat proyeksi spinal atas sistem
pengaktivasi retikularis
4) Frekuensi jantung dan pernapasan menjadin tidak teratur
5) Pada oto perifer terjadi beberapa gerakan otot yang tidak
teratur
6) Mata cepat tertutup dan terbuka, nadi cepat dan irregular,
tekanan darah meningkat atau berfluktuasi, sekresi gaster
meningkat, dan metabolisme meningkat
7) Tidur ini penting untuk keseimbangan mental, emosi,
juga berperan dalam belajar, memori, dan adaptasi

Secara umum, siklus tidur normal adalah sebagai berikut:

Bangun NREM I NREM II NREM III NREM IV

NREM III

NREM II REM NREM II

6. Fungsi dan Tujuan Tidur

Fungsi dan tujuan tidur secara jelas tidak diketahui, akan tetapi
diyakini bahwa tidur dapat digunakan untuk menjaga keseimbangan
mental, emosional, kesehatan, mengurangi stress pada paru,
kardiovaskuler, endokrin, dan lain-lain. Energi disimpan selama tidur,
sehingga dapat diarahkan kembali pada fungsi seluler yang penting.

66
Secara umum terdapat dua efek fisiologis dari tidur: 1) efek pada sistem
saraf yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal dan
keseimbangan diantara berbagai susunan saraf; 2) efek pada struktur
tubuh dengan memulihkan kesegaran dan fungsi dalam organ tubuh
karena selama tidur terjadi penurunan.

7. Kebutuhan Tidur

Usia Tingkat Perkembangan Jenis Kebutuhan Tidur

0 – 1 bulan Masa Neonatus 14 – 18 jam/hari

1 bulan – 18 bulan Masa Bayi 12 – 14 jam/hari

18 bulan – 3 tahun Masa Anak 11 – 12 jam/hari

3 tahun – 6 tahhun Masa Prasekolah 11 jam/hari

6 tahun – 12 tahun Masa Sekolah 10 jam/hari

12 tahun – 18 tahun Masa Remaja 8,5 jam/hari

18 tahun – 40 tahun Masa Dewasa Muda 7 – 8 jam/hari

40 tahun – 60 tahun Masa Paruh Baya 7 jam/hari

60 tahun ke atas Masa Dewasa Tua 6 jam/hari

8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Tidur

Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor.


Kualitas tersebut dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk

67
tidur dan memperoleh jumlah istirahat yang sesuai dengan
kebutuhannya, di antara faktor yang dapat mempengaruhi adalah:

a. Penyakit
Sakit dapat memengaruhi kebutuhan tidur seseorang.
Banyak penyakit yang memperbesar kebutuhan tidur, misalnya
penyakit yang disebabkan oleh infeksi (infeksi limpa) akan
memerlukan lebih banyak waktu tidur untuk mengatasi
keletihan. Banyak juga keadaan sakit menjadikan pasien kurang
tidur, bahkan tidak bisa tidur.
b. Latihan dan kelelahan
Keletihan akibat aktivitas yang tinggi dapat memerlukan
lebih banyak tidur untuk menjaga keseimbangan energi yang
telah dikeluarkan. Hal tersebut terlihat pada seorang yang telah
melakukan aktivitas dan mencapai kelelahan. Maka, orang
tersebut akan lebih cepat untuk dapat tidur karena tahap tidur
gelombang lambatnya diperpendek.
c. Stres Psikologi
Kondisi psikologi dapat terjadi padaseseorang akibat
ketegangan jiwa. Hal tersebut terlihat ketika seseorang yang
memiliki masalah psikologis mengalami kegelisahan sehingga
sulit untuk tidur.
d. Obat
Obat dapat juga memengaruhi proses tidur. Beberapa jenis
obat yang dapat memengaruhi proses tidur adalah jenis
golongan obat diuretik menyebabkan seseorang insomnia, anti
depresan dapat menekan REM, kafein dapat meningkatkan
saraf simpatis yang menyebabkan kesulitan untuk tidur,
golongan beta bloker dapat berefek pada timbulnya insomnia,
dan golongan narkotika dapat menekan REM sehingga mudah
mengantuk.

68
e. Nutrisi
Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat
mempercepat proses tidur. Protein yang tinggi dapat
mempercepat terjadinya proses tidur, karena adanya tryptophan
yang merupakan asam amino dari protein yang dicerna.
Demikian sebaliknya, kebutuhan gizi yang kurang dapat juga
memengaruhi proses tidur, bahkan terkadang sulit untuk tidur.
f. Lingkungan
Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseoang
dapat mempercepat terjadinnya proses tidur.
g. Motivasi
Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan
seseorang untuk tidur, yang dapat memengaruhi proses tidur.
Selain itu adanya keinginan untuk menahan tidak tidur dapat
menimbulkan gangguan proses tidur.

9. Masalah Kebutuhan Tidur

a. Insomnia
Insomnia merupakan suatu keadaan ketidakmampuan
mendapatkan tidur yang adekuat, baik kualitas maupun
kuantitas, dengan keadaan tidur yang hanya sebentar atau susah
tidur. Insomnia terbagi menjadi 3 jenis, yaitu: initial insomnia,
merupakan ketidakmampuan untuk jatuh tidur atau mengawali
tidur; intermiten insomnia, merupakan ketidakmampuan tetap
tidur karena selalu terbangun pada malam hari; dan terminal
insomnia, merupakan ketidakmampuan untuk tidur kembali
setelah bangun pada malam hari. Proses gangguan tidur ini
kemungkinan basar disebabkan oleh adanya rasa khawatir,
tekana jiwa, ataupun stress.

b. Hipersomia

69
Hipersomia merupakan gangguan tidur dengan kriteria tidur
berlebihan, pada umumnya lebih dari Sembilan jam pada malam
hari, disebabkan oleh kemungkinan adanya masalah psikologis,
depresi, kecemasan, gangguan susunan saraf pusat, ginjal, hati,
dan gangguan metabolisme.

c. Parasomnia
Parasomnia merupakan kumpulan beberapa penyakit yang
dapat mengganggu pola tidur, seperti somnambulisme (berjalan-
jalan dalam tidur) yang banyak terjadi pada anak-anak, yaitu
pada tahap III dan IV dari tidur NREM. Somnambulisme ini
dapat menyebabkan cidera.
d. Enuresa
Enuresa merupakan buang air kecil yang tidak disengaja
pada waktu tidur, atau biasa disebut dengan istilah mengompol.
Enuresa dibagi menjadi dua jenis, yaitu: enuresa nokturnal,
merupakan mengompol di waktu tidur; dan enuresa diural,
mengompol saat bangun tidur. Enuresa nokturnal umumnya
merupakan gangguan pada tidur NREM
e. Apnea Tidur dan Mendengkur
Mendengkur pada umumnya tidak termasuk dalam gangguan
tidur, tetapi mendengkur yang disertai dengan keadaan
apneadapat menjadi masalah. Mendengkur sendiri disebabkan
oleh adanya rintangan dalam pengaliran udara di hidung dan
mulut pada waktu tidur, biasanya disebabkan oleh adanya
adenoid, amandel, dan mengendurnya otot dibelakang mulut.
Terjadinya apnea dapat mengacaukan jalannya pernapasan
sehingga dapat menyebabkan henti napas. Bila kondisi ini
berlangsung lama, maka dapat menyebabkan kadar oksigen dalam
darah menurun dan denyut nadi menjadi tidak teratur.
f. Narcolepsi

70
Narcolepsi merupakan keadaan tidak dapat mengendalikan
diri untuk tidur, misalnya tertidur dalam keadaan berdiri,
mengemudi kendaraan, atau di saat sedang membicarak sesuatu.
Hal ini merupakan suatu gangguan neurologis.
g. Mengigau
Mengigau dikategoorikan dalam ganguan tifur bila terlalu
nsering dan di luar kebiasaan. Dari hasil pengamatan, ditemukan
bahwa hampir semua orang pernah mengigau dan terjadi sebelum
tidur REM.
h. Gangguan Pola Tidur secara Umum
Gangguan pola tidur secara umum merupakan suatu keadaan
di mana individu mengalami atau mempunyai risiko perubahan
dalam jumlah dan kualitas pola istirahat yang menyebabkan
ketidaknyamanan atau mengganggu gaya hidup yang diinginkan
(Carpenito, LJ, 1995). Gangguan ini terlihat pada pasien dengan
kondisi yang memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang
dan geisha, lesu dan apatis, kehitaman disekitar mata, kelopak
mata bengkak, konjungtifa merah, mata perih, perhatian terpecah-
pecah, sakit kepala, dan sering menguap atau mengantuk.
Penyebab dari gangguan pola tidur ini antara lain kerusakan
transport oksigen, gangguan metabolisme, kerusakan eliminasi,
pengaruh obat, immobilitas, nyeri pada kaki, takut operasi, faktor
lingkungan yang menganggu dan lain-lain.

C. Asuhan Keperawatan pada Masalah Istirahat dan Tidur


1. Pengkajian Keperawatan

71
Pengkajian keperawatan pada masalah kebutuhan istirahat dan tidur
ini, antara lain: riwayat tidur, gejala klinis dan penyimpangan dari tidur.

a. Riwayat tidur
Pengkajian riwayat tidur antara lain: kuantitas (lama tidur) dan
kualitas tidur di siang maupun malam hari, aktivitas dan rekreasi yang
dilakukan sebelumnya, kebiasaan sebelum ataupun pada saat tidur,
lingkungan tidur, dengan siapa pasien tidur, obat yang dikonsumsi
sebelum tidur, asupan dan stimulan, perasaan pasien mengenai
tidurnya, apakah ada kesulitan tidur, dan apakah ada perubahan pola
tidur.

b. Gejala klinis
Gejala klinis ditandai dengan perasaan lelah, gelisah, emosi,
adanya kehitaman di daerah sekitar mata, kelopak mata bengkak,
konjungtiva merah dan mata perih, perhatian tidak fokus, serta sakit
kepala.

c. Penyimpangan tidur
Penyimpangan tidur meliputi perubahan tingkah laku dan
auditorik, meningkatnya kegelisahan, gangguan persepsi, halusinasi
visual dan auditorik, bingung dan disorientasi tempat dan waktu,
gangguan koordinasi, serta bicara rancu, tidak sesuai, dan intonasinya
tidak teratur.

2. Diagnosia Keperawatan
Diagnosa Keperawatan pada masalah istirahat dan tidur adalah
sebagai berikut:
a. Gangguan pola tidur berhubungan dengan:
b. Kerusakan transpor oksigen.
1) Gangguan metabolisme.

72
2) Kerusakan eliminasi.
3) Immobilitas.
4) Nyeri pada kaki.
5) Takut operasi.
6) Lingkungan yang mengganggu.
c. Cemas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk tidur,henti
napas saat tidur, (sleep apnea), dan ketidakmampuan mengawasi
perilaku.
d. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan insomnia.
e. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan henti napas saat
tidur.
f. Potensial cidera berhubungan dengan somnambulisme.
g. Gangguan konsep diri berhubungan dengan penyimpangan tidur
hipersomia.

3. Perencanaan Keperawatan
Tujuan:
Perencanaan keperawatan berhubungan dengan cara untuk
mempertahankan kebutuhan istirahat dan tidur dalam batas normal.
Rencana Tindakan:
a. Lakukan identifikasi faktor yang mempengaruhi masalah tidur.
b. Lalukan pengurangan distraksi lingkungan dan hal-hal yang dapat
mengganggu tidur.
c. Tingkatkan aktivitas pada siang hari.
d. Coba untuk memicu tidur (induce sleep).
e. Kurangi potensial cidera selama tidur.
f. Berikan pendidikan kesehatan dan lakukan rujukan jika diperlukan.

4. Pelaksanaan (Tindakan) Keperawatan


Tindakan Keperawatan pada Orang Dewasa
a. Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi masalah tidur.

73
Faktor yang menyebabkan gangguan tidur bermacam-macam.
Biasanya, pasien dapat mengidentifikasi penyebab masalah-masalah
gangguan tidur, seperti nyeri, takut, kecemasan, dan lain-lain. Perawat
dan pasien dapat mengidentifikasi penyebab atau mengkaji riwayat
tidur pasien.
1) Apabila terjadi pada pasien rawat inap, maslah tidur dihubungkan
dengan lingkungan rumah sakit dan penyakitnya, maka tindakan
yang dapat diberikan adalah:
a) Libatkan pasien dalam membuat jadwal aktvitas.
b) Berikan obat analgesik sesuai dengan program terapi.
c) Berikan lingkungan yang suportif.
d) Jelaskan dan berikan dukungan kepada pasien agar tidak takut
dan cemas.
2) Apabila faktor insomnia, maka hal yang dapat dilakukan untuk
mengatasinya adalah:
a) Anjurkan pasien untuk makan makanan yang berprotein tinggi
sebelum tidur, seperti keju dan susu.
b) Anjurkan pasien untuk tidur di waktu yang sama dan hindari
tidur siang atau sore hari.
c) Anjurkan pasien untuk tidur hanya saat mengantuk dan tidak
waktu kesadaran masih penuh.
d) Anjurkan pasien untuk menghindari kegiatan yang
membangkitkan minat sebelum tidur.
e) Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik pelepasan otot
serta meditasi sebelum tidur.
3) Apabila terjadi somnambulisme, maka tindakan yang dilakukan
untuk mengatasinya adalah:
a) Berikan keamanan pada diri pasien dengan melindunginya dari
lingkungan yang tidak aman, misalnya memasang kunci pintu
yang baik.
b) Lakukan kolaborasi dalam tindakan pengobatan dan diazepam.

74
c) Cegah timbulnya cedera.
4) Apabila terjadi enuresa, maka tindakan yang dilakukan untuk
mengatasinya adalah:
a) Anjurkan pasien untuk mengurangi minum beberapa jam
sebelum tidur.
b) Anjurkan pasien untuk melakukan pengosongan kandung
kencing sebelum tidur.
c) Bangunkan pasien pada malam hari untuk buang air kecil.
5) Apabila terjadi narkolepsi, maka tindakan yang dilakukan untuk
mengatasinya adalah:
Berikan obat seperti kelompok amfetamin atau kelompok
metilfenidat hidroklorida (ritalin) yang digunakan untuk
mengendalikan narkolepsi sebagai tindakan kolaboratif.

b. Mengurangi distraksi lingkungan dan hal-hal yang mengganggu tidur.


Distraksi lingkungan adalah masalah utama untuk pasien rawat inap.
Cara mengurangi distraksi lingkungan antara lain:
1) Tutup pintu kamar pasien.
2) Pasang kelambu / gorden tempat tidur.
3) Matikan pesawat telepon.
4) Bunyikan musik yang lembut.
5) Redupkan atau matikan lampu.
6) Berikan lampu tidur (malam).
7) Kurangi jumlah stimulus.
8) Tempatkan pasien dengan kawan sekamar yang cocok.

c. Meningkatkan aktivitas pada siang hari.


1) Buat jadwal aktivitas yang dapat menolong pasien. Jadwal harus di
sesuaikan dengan status kesehatan pasien atau sesuai dengan
kebutuhan istirahat dan tidur.

75
2) Usahakan pasien tidak banyak tidur pada siang hari karena jika
banyak tidur pada siang hari, malamnya tidak bisa tidur.

d. Membuat pasien untuk memicu tidur


1) Anjurkan pasien untuk mandi sebelum tidur.
2) Anjurkan pasien untuk minum susu hangat.
3) Anjurkan pasien untuk membaca buku.
4) Anjurkan pasien untuk menonton televisi.
5) Anjurkan pasien untuk menggosok gigi sebelum tidur.
6) Anjurkan pasien untuk membersihkan muka sebelum tidur.
7) Anjurkan pasien untuk membersihkan tempat tidurnya terlebih
dahulu sebelum tidur.

e. Mengurangi potensial cidera sebelum tidur.


Banyak pasien takut untuk pergi tidur karena takut jatuh dari tempat
tidur, takut untuk jalan ke kamar mandi, atau tersandung furnitur.
Cara penanganan yang spesifik mengenai masalah ini adalah:
1) Gunakan cahaya lampu malam.
2) Posisikan tempat tidur yang rendah.
3) Letakkan bel dekat pasien.
4) Ajarkan pasien bagaimana cara meminta bantuan.
5) Jika pasien menggunakan selang drainase, gantungkan di tempat
tidur dan ajarkan bagaimana cara memindahkannya.

f. Memberikan pendidikan kesehatan dan rujukan.


1) Ajarkan rutinitas jadwal tidur di rumah dengan cara mengatur
jadwal bekerja, istirahat, tidur, dan bangun pada waktunya.
2) Ajarkan pentingnya latihan regular kurang lebih ½ jam tiap tiga
kali seminggu untuk menurunkan stres dan meningkatkan tidur.

76
3) Jelaskan bahwa obat hipnotik tidak boleh digunakan untuk jangka
waktu yang lama karena beresiko terhadap terjadinya toleransi
obat.
4) Apabila gangguan tidur kronis, lakukan rujukan segera.
5) Untuk wanita hamil, ajarkan untuk tidak berdiri jika mampu duduk,
tinggikan kaki ketika duduk, jangan duduk jika bisa tidur,
sesuaikan jadwal untuk bisa tidur siang, dan lain-lain.

5. Evalusai Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah kebutuhan tidur dan istirahat dapat dinilai
dari adanya kemampuan dalam memenuhi:
a. Jumlah tidur, apakah sesuai dengan kebutuhan.
b. Faktor-faktor yg mencegah gangguan tidur.
c. Teknik-teknik yang dapat digunakan untuk mengatasi gangguan
tidur.
d. Mendemonstrasikan adanya keseimbangan istirahat dan tidur sesuai
dengan status kesehatan pasien.
e. Hilangnya tanda klinis gangguan tidur dan penyimpangan pada
pasien, seperti timbulnya perasaan segar, tidak gelisah, lesu, dan
apatis, hilangnya kehitaman di daerah sekitar mata, mulai
menghilangnya kelopak mata yang bengkak, tidak adanya
konjungtiva merah dan mata perih, pasien sudah dapat
berkonsentrasi penuh, serta tidak ditemukan gangguan proses
berpikir, bicara, dan lain-lain.

A. Perawatan Paliatif Pasien Kanker

Menurut WHO dalam Rasjidi, 2010 adalah pendekatan yang


meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga mereka dalam menghadapi

77
masalah terkait dengan penyakit yang mengancam nyawa, melalui
pencegahan dan pengurangan penderitaan denmgan cara identifikasi dini,
pemeriksaan yang baik dan terapi rasa sakit dan masalah lainnya, fisik,
psikososial, dan spiritual.

1. Perawatan paliatif menyangkut :

a. Mengurangi atau menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang


mengganggu
b. Membuat pasien mengerti bahwa proses hidup dan mati adalah
sesuatu yang wajar
c. Tidak bermaksud untuk mempercepat ataupun menunda kematian
d. Mengintergasikan aspek psikologi dan spiritual dari perawatan
pasien
e. Menawarkan sistem pendukung untuk membantu pasien hidup
seaktif mungkin sampai saat kematian
f. Menawarkan sistem pendukung untuk membantu keluarga agar
dapat menerima kenyataan dan menyikapi penyakit pasien dengan
baik
g. Menggunakan pendekatan kelompok untuk mengetahui kebutuhan
pasien dan keluarganya, termasuk konseling
h. Meningkatkan kualitasa hidup dan dapat juga mempengaruhi
perjalanan penyakit secara positif
i. Dapat diterapkan dini saat perjalanan penyakit, digabung dengan
terapi lainnya yang berusaha untuk memperpanjang hidup, seperti
kemoterapi dan radioterapi, termasuk usaha untuk mengetahui dan
mengatasi komplikasi klinin yang mengganggu.
j.

2. Kualitas Hidup

78
Tujuan utama dari terapi paliatif adalah peningkatan kualitas
hidup pasien, bagaimana kualitas hidup yang diinginkan oleh penderita
dan bagaimana cara meraih dan mencapainya. Jennifer J. Clinch dan
Harvey Schipper dalam Rasjidi, 2010 memberikan 10 dimensi kualitas
hidup yang mendekati parameter untuk pengukuran objektif sebagai
pedoman. 10 dimensi kualitas hidup tersebut antara lain:

a. Kondisi fisik (gejala dan nyeri)


b. Kemampuan fungsional (aktivitas)
c. Kesejahteraan keluarga
d. Kesejahteraan emosi
e. Spiritual
f. Fungsi sosial
g. Kepuasan pada layanan terapi (termasuk pendanaan)
h. Orientasi masa depan (rencana dan harapan)
i. Seksualitas (termasuk body image)
j. Fungsi okupasi

3. Faktor-faktor yang perlu dikaji pada pasien kanker yang


memerlukan perawatan paliatif :
a. Faktor Fisik
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada
berbagai masalah pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain
perubahan pada penglihatan, pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi,
kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, nyeri.
Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada
klien, klien mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan-
bulan sebelum terjadi kematian. Perawat harus respek terhadap
perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal karena hal tersebut
menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan klien
dalam pemeliharaan diri.
b. Faktor Psikologis

79
Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal.
Perawat harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada
pasien terminal, harus bisa mengenali ekspresi wajah yang
ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah. Problem psikologis
lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan,
kehilangan harga diri dan harapan. Perawat harus mengenali tahap-
tahap menjelang ajal yang terjadi pada klien terminal.
c. Faktor Sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi
terminal, karena pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri,
mudah tersinggung, tidak ingin berkomunikasi, dan sering bertanya
tentang kondisi penyakitnya. Ketidakyakinan dan keputusasaan
sering membawa pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali
tanda klien mengisolasi diri, sehingga klien dapat memberikan
dukungan social bisa dari teman dekat, kerabat/keluarga terdekat
untuk selalu menemani klien.
d. Faktor Spiritual
Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses
kematian, bagaimana sikap pasien menghadapi saat-saat terakhirnya.
Apakah semakin mendekatkan diri pada Tuhan ataukah semakin
berontak akan keadaannya. Perawat juga harus mengetahui disaat-
saat seperti ini apakah pasien mengharapkan kehadiran tokoh agama
untuk menemani disaat-saat terakhirnya.

4. Peranan perawatan paliatif pada penyakit kanker

Pelayanan Stadium awal Stadium tengah Stadium akhir


perawatan
paliatif
Tujuan Diskusikan Meninjau Menilai pemahaman
perawatan diagnosis, kembali pasien akan diagnosis,

80
prognosis, pemahaman perjalanan penyakit, dan
perjalanan pasien tentang prognosis; meninjau
penyakit, dan prognosis, kembali tujuan perawatan
terapi penyakit, meninjau kembali dan merekomondasikan
bicarakan tentang keberhasilan dan perubahan yang sesuai;
tujuan perawatan keuntungan bagi pasien membantu secara
pasien, harapan, rasio beban untuk eksplisit rencana untuk
dan harapan akan pengobatan kematian yang baik;
terapi yang penyakit, mendorong penyelesaian
diberikan. meninjau kembali tugas-tugas penting dan
tujuan perawatan meningkatkan perhatian
dan harapan; pada hubungan keluarga
mempersiapkan dan urusan keuangan.
pasien dan
keluarga pasien
untuk pergeseran
tujuan;
mendorong
memperhatikan
tugas-tugas
penting,
hubungan, dan
perihal keuangan.
Progam Menyarankan Menyarankan Menyarankan pasien
dukungan pasien untuk pasien untuk untuk mengikuti progam
mendaftar melakukan perawatan paliatif dirumah
progam kunjungan sakit atau dirumah, kasus
perawatan paliatif perawatan paliatif manajemen jasa, rumah
dan menyediakan teratur; perawatan, atau PACE;
perawatan rumah mempertimbangk mempertimbangkan
dan layanan an progam penempatan panti jompo

81
manajemen kasus perawatan paliatif dengan rumah perawatan
(jika ada) dirumah sakit atau perawatan paliatif
atau dirumah, jika perawat rumah pasien
rumah perawatan, kewalahan.
rehabilitasi sub
akut, jasa
manajemen kasus
dan PACE.
Perencanaa Menyerankan Menyarankan Menyarankan pasien
n keuangan pasien untuk pasien untuk untuk meninjau semua
mencari bantuan menilai kembali sumber daya keuangan
dalam kecukupan dan
merencanakan perencanaan kebutuhan;menginformasi
keuangan, keuangan, kan pasien dan keluarga
perawatan jangka perawatan medis, tentang pilihan keuangan
panjang, perawatan rumah, untuk perawatan pribadi
kebutuhan obat-obatan, dan jangka panjang (
asuransi dan perawatan jangka misalnya hospis dan
memulai panjang dan bantuan medis) jika
pengalihan aset mendukung sumber daya tidak
jika pasien kebutuhan memadai untuk memenuhi
sedang keluarga; kebutuhan; secara eksplisit
mempertimbangk mempertimbangk merekomondasikan
an aplikasi medis an perawatan perawatan hospis dan
masa depan; hospis dan meninjau kembali
merujuk pasien kelayakan keuntungannya;
ke pengacara medicaid. mempertimbangkan
yang kelayakan pertolongan
berpengalaman medis.
dalam isu-isu
kesehatan.

82
Dukungan Menginformasika Mendorong Mendorong keluarga dari
keluarga n pasien dan dukungan atau luar kota untuk
keluarga tentang konseling bagi mengunjungi; mengirim
kelompok perawat keluarga; pengasuh kepada
dukungan/untuk memastikan kelompok-kelompok
membentuk tim bahwa para dukungan penyakit
paliatif; bertanya pengasuh tertentu atau konseling;
mengenai memiliki menanyakan secara rutin
kebutuhan, informasi tentang tentang kesehatan,
dukungan praktif sumber daya kesejahteraan, dan
(misalnya praktis, stres, kebutuhan praktis
transportasi, obat, depresi, dan pengasuh; menawarkan
dan perawatan kecukupan sumber daya untuk
pribadi); perawatan medis; perawat pengganti, setelah
mendengarkan mengidentifikasi kematian, mengirim kartu
kekhawatiran. sumber daya bela sungkawa, dan
dukungan praktis; menghubungi setelah satu
merekomendasik sampai dua minggu;
an bantuan dari mempertahankan kontak
keluarga dan sesekali setelah kematian
teman; pasien; mendengarkan
meningkatkan kekhawatiran.
kemungkinan
rumah perawatan
dan
mendiskusikan
manfaatnya;
mendengarkan
kekhawatiran.

83
5. Peran Perawatan Paliatif dalam Pencegahan Penyakit Kanker:
a. Pendidikan masyarakat
b. Pencegahan penyakit stadium lanjut melalui program deteksi dini
c. Penurunan angka kematian dengan terapi kanker
d. Pencegahan penderita dengan perawatan paliatif

6. Penderitaan Penyakit Kanker


Yang menjadi fokus perawatan paliatif pada pasien kanker diantaranya
sebagai berikut ;
a. Penderitaan Pasien Kanker (Psikologis) Gangguan psikologis dapat
juga muncul akibat gejala fisik, progresifitas penyakit, kecacatan
yang timbul, perubahan bentuk tubuh, ketergantungan fisik,
kelelahan fisik, kegagalan pengobatan, biaya yang harus
dikeluarkan, komunikasi yang buruk dengan petugas kesehatan, dll
b. Penderitaan Pasien Kanker (Fisik) Gejala fisik juga dapat muncul
karena pengobatan yang sedang dilakukan. Kemoterapi atau radiasi
di bagian tertentu dapat memberikan efek samping mual, muntah,
tidak nafsu makan, cepat lelah dan sebagainya. Nyeri atau gangguan
fungsi bagian tubuh yang dioperasi dapat terjadi akibat operasi.
Kondisi tirah baring dalam waktu lama dapat menimbulkan pasien
merasa semakin lemah, gangguan buang air besar, luka di bagian
tubuh yang tertindih dan sebagainya. Kondisi lain yang menyertai
yang telah ada sebelumnya juga dapat menambah gejala yang
muncul
c. Penderitaan Pasien Kanker (Fisik) Gejala fisik juga dapat muncul
karena pengobatan yang sedang dilakukan. Kemoterapi atau radiasi
di bagian tertentu dapat memberikan efek samping mual, muntah,
tidak nafsu makan, cepat lelah dan sebagainya. Nyeri atau gangguan
fungsi bagian tubuh yang dioperasi dapat terjadi akibat operasi.
Kondisi tirah baring dalam waktu lama dapat menimbulkan pasien
merasa semakin lemah, gangguan buang air besar, luka di bagian

84
tubuh yang tertindih dan sebagainya. Kondisi lain yang menyertai
yang telah ada sebelumnya juga dapat menambah gejala yang
muncul
d. Penderitaan Pasien Kanker (Sosial) Kesulitan social pada pasien
kanker dapat menimbulkan penderitaan, misalnya masalah hubungan
interpersonal yang muncul akibat reaksi pasien, reaksi keluarga atau
orang lain terhadap penyakitnya, masalah perkawinan, tidak adanya
persamaan pendapat tentang pengobatan yang dijalani, perubahan
peran dalam keluarga, kesulitan keuangan, penyakit yang
dirahasiakan dsb
e. Penderitaan Pasien Kanker (Spiritual dan Agama) Masalah spiritual
dan agama seperti menganggap penyakit akibat hukuman,
menyalahkan diri sendiri, hidup tidak berguna dsb dapat menjadi
sumber penderitaan.

7. Penderitaan Layanan Keluarga


Selain pasien kanker, keluarga juga menjadi fokus perawatan
paliatif karena keluarga menjadi support sistem keberhasilan perawatan
pasien kanker. Penderitaan keluarga mungkin mengalami kelelahan
akibat perubahan peran dalam keluarga, nutrisi yang tidak terpenuhi,
kurangnya waktu tidur dan waktu olahraga dan mengerjakan hobinya dan
melakukan kegiatan sehari-harinya. Keluarga berpotensi untu mengalami
stress psikologi.

8. Jenis Layanan Paliatif yang dapat Diberikan pada Pasien Kanker


Jenis layanan paliatif yang dapat diberikan pada pasien kanker antara
lain:
a. Konsultasi layanan paliatif

85
b. penanggulangan nyeri
c. Penanggulangan keluhan lain penyerta penyakit primer
d. Bimbingan psikologis, social dan spiritual
e. Persiapan kemampuan keluarga untuk perawatan pasien di rumah
f. Kunjungan rumah berkala, sesuai kebutuhan pasien dan keluarga
g. Bimbingan perawatan untuk pasien dan keluarga
h. Bimbingan perawatan untuk pasien dan keluarga
i. Asuhan keperawatan terhadap pasien dengan luka, gastrostomi,
colostomy, selang makanan (NGT), kateter dll
j. Membantu penyediaan tenaga perawat home care
k. membantu penyediaan pelaku rawat (caregiver)
l. Membantu kesiapan menghadapi akhir hayat dengan tenang dan
dalam iman
m. Memberi dukungan masa dukacita
n. Konsultasi melalui telepon

E. KONSEP DASAR KANKER PAYUDARA


1. Anatomi Payudara
Payudara dewasa normalnya terletak di hemithoraks kanan dan kiri
dengan dasarnya terletak dari kira-kira iga kedua sampai iga keenam.
Bagian medial payudara mencapai pinggir sternum dan di lateral sejajar
garis aksilaris anterior. Payudara meluas ke atas melalui suatu ekor aksila
berbentuk piramid. Payudara terletak di atas lapisan fascia otot pektoralis
mayor pada dua pertiga superomedial dan otot seratus anterior pada
sepertiga lateral bawah. Pada 15% kasus jaringan payudara meluas ke
bawah garis tepi iga dan 2% melewati pinggir anterior otot latissimus dorsi.
Payudara yang asimetri sering dijumpai diantara wanita normal dan
penderita tidak begitu menyadarinya atau mungkin menerimanya sebagai
variasi normal. Setengah wanita mempunyai perbedaan volume 10% antara
payudara kiri dan kanan dan seperempatnya dengan perbedaan 20%.
Payudara kiri selalu lebih besar dibanding yang sebelah kanan.4

86
Payudara terdiri dari berbagai struktur yaitu parenkim epitelial, jaringan
lemak, pembuluh darah, saraf, dan saluran getah bening serta otot dan
fascia. Parenkim epitelial dibentuk oleh kurang lebih 15-20 lobus. Masing –
masing lobus dialiri oleh sistem duktus dari sinus laktiferous (bila distensi
mempunyai diameter 5 – 8 mm) terbuka pada nipel, dan masing-masing
sinus menerima suatu duktus lobulus dengan diameter 2 mm atau kurang. Di
dalam lobus terdapat 20 – 40 lobulus. Satu lobulus mempunyai diameter 2–
3 mm dan dapat terlihat dengan mata telanjang. Masing-masing lobulus
mengandung 10 sampai 100 alveoli (acini) yang merupakan unit dasar
sekretori. Payudara dibungkus oleh fascia pektoralis superfisialis yang
bagian anterior dan posteriornya dihubungkan oleh ligamentum Cooper
sebagai penyangga.2,4,

A Ductus
B Lobulus
C Sinus lactiferous
D Puting susu (nipple)
E Jaringan lemak
F Otot pectoralis mayor
G Tulang Iga

Pembesaran:
A sel normal
B membrane basal
C lumen (saluran tengah)

87
Vaskularisasi Payudara

Gb.2. Blood supply of the breast; drawing from a dissection photograph. The arterial
supply is here derived chiefly from (A) direct mammary branches of the axillary artery;
(B) branches of the lateral thoracic artery; (C) perforating branches of the internal
thoracic artery. The venous drainage is comparable, and is illustrated on the right side of
the drawing. The rib levels are indicated by numbers. (Modified from Colborn GL,
Skandalakis JE. Clinical Gross Anatomy. Pearl River NY: Parthenon, 1993; with
permission.)

88
a. Arteri
Payudara mendapat perdarahan dari:

1) Cabang-cabang perforantes a. mammaria interna yang memperdarahi tepi


medial glandula mammae
2) Rami pektoralis a. thorakoakromialis yang memperdarahi glandula
mammae bagian dalam (deep surface)
3) A. thorakalis lateralis (a. mammaria eksterna) yang memperdarahi bagian
lateral payudara
Pembuluh darah lain yang juga penting artinya meskipun tidak
memperdarahi glandula mammae adalah a. thorakodorsalis.

Pada tindakan radikal mastektomi perdarahan yang terjadi akibat


putusnya arteri ini sulit dikontrol sehingga daerah ini dinamakan “the bloody
angle”.

b. Vena
Pada daerah payudara terdapat tiga grup vena yaitu:

1) Cabang cabang perforantes v. mammaria interna


2) Cabang-cabang v. aksilaris
a) v. thorako-akromialis
b) v. thorako-dorsalis
c) v. thorako lateralis
3) Vena-vena kecil yang bermuara pada v.interkostalis
Vena interkostalis bermuara pada v. vertebralis kemudian bermuara pada
v. azygos (melalui vena-vena ini metastase dapat langsung terjadi di paru).

Persarafan Payudara2,4,5

Kulit payudara dipersarafi oleh cabang pleksus servikalis dan n.


interkostalis sedangkan jaringan glandula mammae sendiri dipersarafi oleh
sistem simpatis. Persarafan sensoris di bagian superior dan lateral berasal
dari nervus supraklavikular (C3 dan C4) dari cabang lateral nervus
interkostal torasik (3–4 ). Bagian medial payudara dipersarafi oleh cabang

89
anterior nervus interkostal torasik. Kuadran lateral atas payudara
dipersarafi terutama oleh nervus interkostobrakialis ( C8 dan T1 ).
Pada mastektomi dengan diseksi aksila n. interkostobrakialis dan n.
kutaneus brakius madialis yang mengurus sensibilitas daerah aksila dan bagian
medial lengan atas sedapat mungkin dipertahankan agar tidak terjadi mati rasa di
daerah tersebut.

Sistem Limfatik Payudara

a. Pembuluh getah bening


1) Pembuluh getah bening aksila
2) Pembuluh getah bening mamaria intena
3) Pembuluh getah bening di daerah tepi medial kuadran medial bawah
payudara
b. Kelenjar getah bening aksila
Terdapat beberapa grup kelenjar getah bening aksila:

1) Kelenjar getah bening mammaria eksterna


Grup ini dibagi dalam dua kelompok:

(a) Kelompok superior setinggi interkostal II-III


(b) Kelompok inferior setinggi interkostal IV-VI
2) Kelenjar getah bening skapula
3) Kelenjar getah bening sentral (central nodes)
Kelenjar getah bening ini merupakan kelenjar aksila yang
terbesar dan terbanyak jumlahnya, terletak di dalam jaringan lemak di
pusat ketiak. Beberapa di antaranya terletak sangat superfisial di
bawah kulit dan fascia kira-kira pada pertengahan lipat ketiak
sehingga relatif paling mudah diraba.

4) Kelenjar getah bening interpektoral (Rotter’s nodes)


5) Kelenjar getah bening v. aksilaris
6) Kelenjar getah bening subklavikula
7) Kelenjar getah bening prepektoral

90
8) Kelenjar getah bening mammaria eksterna

Metastasis Kanker Payudara

Metastasis kanker payudara dapat terjadi melalui dua jalan:

a. Metastasis melalui sistem vena


Melalui sistem vena kanker payudara dapat bermetastasis ke paru-paru,
vertebra, dan organ-organ lain. V. mammaria interna merupakan jalan
utama metastasis kanker payudara ke paru-paru melalui sistem vena
sedangkan metastasis ke vertebra terjadi melalui vena-vena kecil yang
bermuara ke v.interkostalis yang selanjutnya bermuara ke dalam v.
vertebralis.

b. Metastasis melalui sistem limfe


Metastasis melalui sistem limfe pertama kali akan mengenai KGB
regional terutama KGB aksila. KGB sentral (central nodes) merupakan
KGB aksila yang paling sering (90%) terkena metastasis sedangkan KGB
mammaria eksterna adalah yang paling jarang terkena. Kanker payudara
juga dapat bermetastasis ke KGB aksila kontralateral tapi jalannya masih
belum jelas, diduga melalui deep lymphatic fascial plexus di bawah
payudara kontralateral melalui kolateral limfatik. Jalur ini menjelaskan

91
mengapa bisa terjadi metastasis ke kelenjar aksila kontralateral tanpa
metastasis ke payudara kontralateral.

Metastasis ke KGB supraklavikula dapat terjadi secara langsung maupun


tidak langsung. Penyebaran langsung yaitu melalui kelenjar subklavikula
tanpa melalui sentinel nodes. Penyebaran tidak langsung melalui sentinel
nodes yang terletak di sekitar grand central limfatik terminus yang
menyebabkan stasis aliran limfe sehingga terjadi aliran balik menuju ke
KGB supraklavikula. Metastasis ke hepar selain melalui sistem vena dapat
juga terjadi melalui sistem limfe. Keadaan ini dapat terjadi bila tumor
primer terletak di tepi medial bagian bawah payudara dan terjadi metastasis
ke kelenjar preperikardial. Selanjutnya terjadi stasis aliran limfe yang
berakibat adanya aliran balik limfe ke hepar.

2. Kanker Payudara

a. Definisi
Kanker payudara adalah suatu keganasan pada payudara yang dapat
terjadi pada sistem duktal, sistem lobular dan jaringan stroma payudara, serta
dapat menyebar secara infiltratif, melalui aliran limfe maupun melalui aliran
darah.(Desen, 2011) Gambaran histopatologis dari kanker payudara
dibedakan menjadi 21 type dengan beberapa subtype (WHO, 2003).
Kebanyakan kanker payudara adalah adenokarsinoma, diantara yang paling
sering adalah type Invasif ductal (80%), Invasif lobuler (5-10%), Tubuler
(2%), Meduller (5-7%) dan Musinosum (3%). Sifat dan perkembangannya
dibedakan menjadi karsinoma insitu dan invasif.(S.C. Lester, 2010; Sukardja
& Gede, 2000)

b. Epidemiologi
Kanker payudara merupakan masalah yang dihadapi oleh negara
berkembang dan negara maju. Di Amerika Serikat kanker payudara
merupakan merupakan kanker yang sering dialami oleh wanita dan

92
merupakan penyebab kematian nomor dua, di Indonesia merupakan kanker
nomor dua tertinggi pada wanita.(Masdalina, 2007; Ramli, 1995)

Pada tahun 2007 diperkirakan 178.480 wanita diDiagnosa menderita


kanker payudara invasif, 62.030 dengan kanker payudara in situ, dan lebih
dari 40.000 wanita meninggal karena penyakit tersebut.(S.C. Lester, 2010)
Setelah beberapa tahun konstan, insiden kanker payudara kembali meningkat
seiring diperkenalkannya skrining dengan mammografi. Keuntungan utama
skrining dengan mammografi adalah ditemukannya kanker payudara pada
stadium I, bahkan yang masih in situ, dan berkurangnya insiden kanker
payudara stadium II sampai IV, terutama di negara-negara maju. Sejak tahun
1994 angka kematian akibat kanker payudara secara perlahan mulai
menurun, meskipun angka kejadiannya tetap konstan. Penurunan angka
kematian ini disebabkan oleh ditemukannya kanker payudara dalam stadium
yang curable karena manfaat skrining, demikian pula karena modalitas
terapi yang semakin baik dan efektif.(Ellis et al., 2003; S.C. Lester et al.,
2010; Manuaba, 2005).

Kanker payudara lebih sering terjadi pada wanita dengan usia yang lebih
dengan puncak insiden pada usia 75-80 tahun. Umur rata-rata saat diagnosa
adalah 61 tahun pada wanita kulit putih, 56 tahun pada Hispanik, dan 46
tahun pada wanita Afrika-Amerika. Kanker payudara sangat jarang terjadi
sebelum 25 tahun.(S.C. Lester et al., 2010).

Di Indonesia penderita kanker payudara yang dilaporkan dari beberapa


rumah sakit pada umumnya datang berobat pada stadium lanjut (stadium III
dan IV). Siregar KB dari RS Pringadi Medan melaporkan kanker payudara
stadium III dan IV sebanyak 76,9% dengan puncak frekuensi umur 31-50
tahun sebanyak 58.5%. Azamris di RS M. Jamil Padang menemukan 57.9%
pada stadium III dan IV. Tjindarbumi dari RS Cipto Mangunkusumo Jakarta
melaporkan stadium III dan IV sebesar 70%, Sedangkan Manuaba TW dari
RS Sanglah Denpasar melaporkan kanker payudara stadium III dan IV
sebanyak 71% dengan frekuensi 35-50 tahun sebanyak 68%. Kanker
payudara di RS Dharmais Jakarta dilaporkan terus meningkat dari 221 kasus

93
tahun 2003 dan menjadi 657 kasus pada tahun 2008 dimana 70% datang
pada stadium III dan IV.(Sampepajung, 2010).

Di Indonesia diperkirakan terdapat 100 penderita kanker baru untuk


setiap 100.000 penduduk per tahunnya. Prevalensi penderita kanker
meningkat dari tahun ke tahun akibat peningkatan angka harapan hidup,
sosial ekonomi, serta perubahan pola penyakit (Desen Wan,2011). Menurut
profil kesehatan Indonesia tahun 2005, KPD menduduki peringkat pertama
penyakit keganasan berdasarkan data statistik rumah sakit Indonesia (Pane,
2007).

Data di Sulawesi Selatan dalam periode 2008-2012, kanker payudara


menempati urutan pertama angka kejadian kanker. Data dari RS Wahidin
Sudirohusodo Makassar, penderita kanker payudara yang datang berobat dari
tahun 2008-2012 adalah 798 pasien, dengan rata-rata 158 pasien per
tahunnya, dengan frekuensi usia 40-49 tahun sebesar 39,4%.(Yulianto, 2010)

c. Etiologi
Etiologi kanker payudara sampai saat ini masih belum jelas, tapi data
menunjukkan adanya hubungan yang erat antara lingkungan, agen penyebab,
dan penderita itu sendiri, yang mungkin merupakan satu atau beberapa faktor
resiko sekaligus. Kurang lebih 5% kasus kanker payudara diturunkan secara
herediter.(Kresno, 2011; Neal & Hoskin, 2009) 10-20% kanker payudara
mempunyai riwayat keluarga yang menderita kanker payudara, dan pada
wanita Yahudi suku Askhenazi terdapat mutasi genetik sebesar 25%.(Sihto
et al., 2011), ada sekitar 50% penderita kanker payudara tidak diketahui
faktor resikonya. (Hamdani, 2004)

Kanker disebabkan adanya genom abnormal, yang terjadi karena adanya


kerusakan gen yang mengatur pertumbuhan dan deferensiasi sel. Gen
pengatur ini disebut protoonkogen dan suppresor gen. Terdapat pada semua
kromosom dan banyak jumlahnya, protoonkogen yang telah berubah dan
menyebabkan kanker disebut onkogen. Banyak faktor yang dapat
menyebabkan perubahan gen ini. Sehingga kanker dapat disebabkan oleh

94
kelainan konginetal atau konstitusi genetika. (Kresno, 2011; Sukardja &
Gede, 2000)

1) Karsinogen
2) Lingkungan hidup
Kelainan genetik telah diketahui merupakan predisposisi terjadinya
kanker payudara, dalam beberapa dekade terakhir ini telah banyak menarik
perhatian para ahli, terbukti dengan banyaknya penelitian yang mengarah ke
biologi sel dan genetik. Secara makroskopis, kebanyakan kanker payudara
terjadi pada kuadran lateral atas dari payudara dan biasanya tunggal, tapi
dapat juga timbul kanker multifokal pada salah satu payudara atau
keduanya.(Neal, A.J., 2003).

Kanker payudara dapat saja terbatas atau infiltrasi secara difus,


permukaan dan teksturnya dapat sangat bervariasi bergantung pada jenis
kankernya, misalnya kanker jenis Scirrhous mempunyai tekstur yang
berpasir dengan permukaan yang berwarna abu-abu atau putih, sedangkan
kanker jenis Colloid mempunyai tekstur yang lebih gelatinous. Kanker tipe
Lobular dengan infiltrasi yang difus, tidak dapat dibedakan secara
makroskopis.(Neal,A.J., 2003)

d. Karsinogenesis dan Antikarsinogenesis


Kanker adalah salah satu kondisi patologis seluler dengan karakteristik
adanya pembelahan sel yang tidak terkontrol. Pembelahan sel diatur melalui
proses daur sel secara terprogram.

Dalam satu siklus daur sel terdapat 4 (empat) fase yang dilalui, yakni fase
G-1 (Gap pertama), fase S (sintesis DNA), fase G-2 (Gap kedua), dan fase M
(mitosis). Pada sel normal, peristiwa pada setiap fase tersebut diatur oleh
seperangkat protein regulator yang diaktivasi dan disediakan (diekspresi)
secara ketat. Adanya perubahan dalam sistem aktivasi atau ekspresi protein
pengatur akan mengakibatkan gangguan dalam perjalanan daur sel. Sel yang
demikian inilah yang dinamakan sel yang telah mengalami perubahan

95
(transformasi) fisiologi dan dapat mengakibatkan rusaknya kontrol secara
normal. Sel ini akan dapat berkembang dengan lebih cepat daripada sel
normal dan membentuk komunitas sel dengan diferensiasi yang rendah.
Dengan dasar adanya ketidaknormalan dalam sistem regulasi daur sel, maka
banyak obat antikanker dikembangkan dengan sasaran (target) pada
modulasi daur sel. Obat-obat antikanker tersebut memiliki sejarah yang unik
dalam penemuan dan pengembangannya.(Chung & Bland, 2001; Kresno,
2011; Meiyanto, 2011)

Untuk memahami kanker juga diperlukan pemahaman mengenai proses


terjadinya penyakit ini, yang disebut dengan karsinogenesis. Kanker adalah
penyakit yang memiliki masa laten yang relatif panjang. Kanker terjadi
karena ada kerusakan atau transformasi protoonkogen dan supressor gen
sehingga terjadi perubahan dalam cetakan protein dari yang telah
diprogramkan semula yang mengakibatkan timbulnya sel kanker.(Sukardja
& Gede, 2000)

Karsinogenesis diawali dengan proses inisiasi pada sel oleh agen


karsinogenik yang menyebabkan mutasi genetik pada gen yang berperan
pada proses pertumbuhan sel. Dengan adanya agen pemacu pertumbuhan
(promoter), baik intra maupun ekstra seluler, sel akan berkembang dan
membentuk massa tumor.

Fase ini disebut fase promosi yang dapat berjalan selama puluhan tahun.
Pada akhir fase promosi dapat terjadi perubahan genetik yang semakin
banyak pada beberapa sel yang mendorong sel untuk berkembang semakin
tidak terkontrol. Apabila ini terjadi maka sel akan mengalami percepatan
pertumbuhan dengan disertai perubahan genetik yang semakin banyak. Fase
ini disebut fase progresi yang ditandai dengan cepatnya ekspansi, terjadinya
invasi, dan penyebaran sel kanker ke jaringan/organ lain melalui pembuluh
darah. Perubahan-perubahan genetik dan ekspresi protein yang semakin
banyak pada proses karsinogenesis menjadi dasar penting untuk
pengembangan agen kemoprevensi kanker. Agen ini diharapkan dapat

96
menghambat karsinogenesis dan juga dapat memacu kematian sel
kanker.(Kresno, 2011; Meiyanto, 2011)

e. Gambaran Klinik
Kanker payudara terjadi sedikit lebih sering pada payudara kiri
dibandingkan payudara kanan dengan perbandingan 1,07:1. Lokasi tersering
adalah pada kuadran lateral atas (40-50%), kemudian secara berturut-turut
diikuti oleh area sentral, kuadran medial atas, kuadran lateral bawah, dan
kuadran medial bawah (Ellis et al, 2003(Sjamsuhidajat & De Jong, 2005)

Gejala dan tanda klinik yang paling sering ditemukan adalah adanya
massa padat, berbatas tidak tegas, terfiksir, dengan atau tanpa nyeri. Tanda
lain yang bisa ditemukan, antara lain gambaran peaud’ orange pada kulit,
ulkus, keluar cairan dari puting susu dan retraksi puting susu.(Ellis et al,
2003; Rosen, 2009)

Kelainan pada payudara harus dievaluasi dengan triple assessment, yaitu


pemeriksaan fisik, radiologi (mammografi dan ultrasonografi) dan sampel
jaringan (baik dengan biopsi aspirasi jarum halus, needle core biopsy
maupun biopsi terbuka). Pemeriksaan radiologi harus menggunakan
mammografi, kecuali pada wanita kurang dari 35 tahun. Gambaran
mammografinya sangat bervariasi, seperti ditemukannya massa berbatas
tegas, massa berbatas tidak tegas, spiculate mass, deformitas parenkim dan
kalsifikasi. Sebagian besar gambaran kanker payudara pada mammografi
berupa massa tumor tanpa kalsifikasi (Ellis et al, 2003; Lester, 2010).

f. Klasifikasi Kanker Payudara


Lebih dari 95% keganasan payudara adalah suatu adenokarsinoma, yang
dibagi menjadi karsinoma in situ dan karsinoma invasif. Karsinoma in situ
adalah proliferasi sel-sel anaplastik yang terbatas pada duktus dan lobulus,
dibatasi oleh membran basal. Pada karsinoma invasif (disebut juga
karsinoma infiltratif ), sel-sel anaplastik mempenetrasi membran basal dan
invasif ke stroma jaringan ikat sekitarnya. Sel-sel invasif tersebut memiliki

97
potensi untuk mencapai pembuluh limfe dan pembuluh darah yang kemudian
bermetastasis ke kelenjar getah bening regional dan bermetastasis jauh.(S.C.
Lester, 2010; Sihto et al., 2011)

1) KLASIFIKASI HISTOLOGI WHO / JAPANESE BREAST


CANCER SOCIETY.(Albar et al., 2004)
Untuk kanker payudara dipakai klasifikasi histologi berdasarkan :

a) WHO Histological classification of breast tumors.


b) Japanese Breast Cancer Society (1984) Histological
classification of breast tumors.
Malignant ( Carcinoma )

1. Non invasive carcinoma


a) Non invasive ductal carcinoma
b) Lobular carcinoma in situ
2. Invasive carcinoma

a) Invasive ductal carcinoma


a.1 Papillobular carcinoma

a.2 Solid-tubular carcinoma

a.3 Scirrhous carcinoma

b) Special types

b.1 Mucinous carcinoma

b2. Medullary carcinoma

b3. Invasive lobular carcinoma

b4. Adenoid cystic carcinoma

b5. Squamous ceel carcinoma

b6. Spindel cell carcinoma

b7. Apocrine carcinoma

98
b8.Carcinoma with cartilaginous and or osseous metaplasia

b9. Tubular carcinoma

b10. Secretory carcinoma

b11. Others

c). Paget’s disease.

a) Tipe Histopatologi
In situ carcinoma

NOS ( no otherwise specified )

Intraductal

Paget’s disease and intraductal

Invasive Carcinomas

NOS

Ductal

Inflammatory

Medulary , NOS

Medullary with lymphoid stroma

Mucinous

Papillary ( predominantly micropapillary pattern )

Tubular

Lobular

Paget’s disease and infiltrating

Undifferentiated

Squamous cell

99
Adenoid cystic

Secretory

Cribriform

b) Gradasi histologis
Seluruh Kanker payudara kecuali tipe medulare harus dibuat
gradasi histologisnya. Sistem gradasi histologis yang
direkomendasikan adalah menurut ‘the nottingham combined histologic
grade’ yang merupakan modifikasi dari Scarff-Bloom-Richardson.

Gradasinya adalah sebagai berikut (Albar et al., 2004):

Gx : Grading tidak dapat di nilai

G1 : Low grade

G2 : Intermediate grade

G3 : High grade

Kanker payudara dengan diferensiasi baik mempunyai prognosis


yang lebih baik dibandingkan yang berdiferensiasi buruk. Gradasi
histologi ini penting untuk menentukan prognosis dan optimalisasi
pengobatan.(Albar et al., 2004)

Secara mikroskopis, Kanker payudara diklasifikasikan menjadi


tipe lobular dan tipe duktal. Tipe lobular jika kanker tumbuh didalam
lobulus payudara, tipe duktal jika kanker tumbuh dari sistem duktus
payudara. Carsinoma In Situ di diagnosa jika, semua sel-sel ganas
terletak pada lumen dari duktus atau lobulus dan tidak merusak
membrana basalis. Sedangkan pada kanker yang invasif, sel-sel kanker
telah merusak membrana basalis. Kebanyakan tipe Kanker payudara
secara mikroskopis adalah tipe Duktal carsinoma.(Neal & Hoskin,
2009)

100
Umumnya Kanker payudara yang invasif secara histologis adalah
heterogen, dan kebanyakan adalah Adenocarsinoma, dan terdapat 5 tipe
yang paling sering secara histologis. (Zager Jonathan S, 2006) :

1) Infiltrasi Duktal Carsinoma, ± 75% dari semua kasus Kanker


payudara.
2) Infiltrasi Lobular Carsinoma, ± 5-10% dari semua kasus Kanker
payudara.
3) Tubular Carsinoma, ± 2% dari semua kasus Kanker payudara.
4) Medulare Carsinoma, ± 5-7% dari semua kasus Kanker
payudara.
5) Mucinous atau Colloid Carsinoma, ± 3% dari semua kasus
Kanker payudara.

Tabel 1. Grading Ductal Carcinoma In Situ

Morfologi Nukleus
Grade Diameter
Cromatin/ nukleus Mitotik index Nekrosis

High 2+ Vesikular / ≥1 2+ +++

Intermediate 1-2 Coarse / infrequent 1-2 +

Low 1-1,5 Diffuse / none 1 0

Tabel 2. Grading Histologi untuk Invasive Ductal Carcinoma

Histologi Parameter Score

Tubule Formation

>75% 1

10%-75% 2

101
<10% 3

Nuklear Pleomorphism

Minimal 1

Moderate 2

Severe 3

Mitotic Rate

0-9/10 High Power fields 1

10-19/10 High Power fields 2

>20/10 High Power fields 3

Pembagian Grading:

3-5 total poin: Grade I- well differentiated

6-7 total poin: Grade II- moderately differentiated

8-9 total poin: Grade III- poorly differentiated

g. Stadium Kanker Payudara


Faktor prognostik terpenting kanker payudara adalah ukuran tumor
primer, metastasis ke kelenjar getah bening dan adanya metastasis ke tempat
jauh. Faktor prognostik lokal yang buruk adalah invasif ke dinding dada,
ulserasi kulit dan gambaran klinis kanker payudara dengan peradangan.
Gambaran ini digunakan untuk mengklasifikasikan perempuan penderita
kanker payudara kedalam kelompok prognostik demi kepentingan
pengobatan, konseling dan uji klinis. Harapan hidup 5 tahun bagi penderita
kanker payudara berkisar dari 92% untuk stadium 0 hingga 13% untuk

102
stadium IV. Stadium kanker payudara penting ditentukan setelah Diagnosa
ditegakkan. Stadium akan mempengaruhi prognosis dan modalitas
pengobatan yang digunakan. Sistem penentuan stadium tersering dalam
klasifikasi stadium TNM yang digunakan adalah sistem dirancang oleh
American Joint Committee on Cancer Staging (AJCC) dan International
Union Contra Le Cancer (IUCC), sebagai berikut. (S.C. Lester et al., 2010;
Manuaba, 2005, 2010; Sihto et al., 2011; T.W.Manuaba, 2005, 2010)

2) KLASIFIKASI STADIUM TNM ( UICC / AJCC ) 2010


Staging kanker payudara ditentukan berdasarkan TNM system dari
UICC/AJCC (Union Internationale Contra Le Cancer)/(American Joint
Committee on Cancer) tahun 2010.(Purwanto, Handojo, Haryono, &
Harahap, 2014):

a) T : ukuran tumor primer


Ukuran T dibuat berdasarkan ukuran klinis diameter tumor
terpanjang dalam “cm”, ataupun radiologis (MRI) yang lebih akurat
dalam menilai volume tumor. Nilai T dalam cm, nilai paling kecil
dibulatkan ke angka 0,1 cm.

_______________________________________________________________

Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai.

T0 : Tidak terdapat tumor primer.

Tis : Karsinoma in situ

Tis (DCIS) : Ductal carcinoma in situ

Tis (LCIS) : Lobular carcinoma in situ

Tis (Paget’s) : Penyakit Paget pada puting tanpa adanya tumor.

103
Catatan :

Penyakit Paget dengan adanya tumor dikelompokkan dengan

ukuran tumornya

T1 : Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya 2 cm atau kurang

T1mic : Adanya mikroinvasi ukuran 0,1cm atau kurang.

T1a : Tumor dengan ukuran > 0,1 cm sampai 0,5 cm.

T1b : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,5 sampai 1cm

T1c : Tumor dengan ukuran lebih dari 1 cm samapi 2 cm

T2 : Tumor dengan ukuran terbesarnya lebih dari 2 cm sampai 5 cm

T3 : Tumor dengan ukuran diameter terbesar lebih dari 5 cm

T4 : Ukuran tumor berapapun dengan eksistensi langsung ke dinding

dada atau kuli

Catatan :

Dinding dada adalah termasuk iga, otot interkostalis, dan

serratus anterior tapi tidak termasuk otot pektoralis

T4a : Eksistensi ke dinding dada tidak termasuk otot pektoralis

T4b : Edema ( termasuk peau d’orange ), ulserasi, nodul satelit pada

kulit yang terbatas pada satu payudara

T4c : Mencakup kedua hal di atas

T4d : Mastitis karsinomatous

______________________________________________________________

104
b) N = Kelenjar getah bening regional
_______________________________________________________________

Nx : KGB regional tidak bisa dinilai ( telah diangkat sebelumnya )

N0 : Tidak terdapat metastasis KGB

N1 : Metastasis ke KGB aksila ipsilateral yang mobil

N2 : Metastasis ke KGB aksila ipsilateral terfiksir, berkonglomerasi, atau

Adanya pembesaran KGB mamaria interna ipsilateral ( klinis* ) tanpa

adanya metastasis ke KGB aksila

N2a : Metastasis pada KGB aksila terfiksir atau berkolomerasi atau melekat

Ke struktur lainnya

N2b : Metastasis hanya pada KGB mamaria interna ipsilateral secara klinis *

dan tidak terdapat metastasis pada kgb aksila

N3 : Metastasis pada kgb infrakalavikular ipsilateral dengan atau tanpa

Metastasis kgb aksila atau klinis terdapat metastasis pada kgb mamaria

interna ipsilateral dan metastasis pada kgb aksila ; atau metastasis

pada kgb supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa metastasis pada

kgb aksila/mamaria interna

N3a : Metastasis ke kgb infraklavikular ipsilateral

N3b : Metastasis ke kgb mamaria interna dan kgb aksila

N3c : metastasis ke kgb supraklavikula

Catatan :

* Terdeteksi secara klinis : terdeteksi dengan pemeriksaan fisik atau secara

imaging (di luar limfocintigrafi).

105
c) M : Metastasis jauh
Mx : Metastasis jauh belum dapat dinilai

M0 : Tidak terdapat metastasis jauh

M1 : Terdapat metastasis jauh

Group stadium :

Stadium 0 : Tis N0 M0

Stadium I : T1* N0 M0

Stadium IIA : T0 N1 M0

T1* N1 M0

T2 N0 M0

Stadium IIB : T2 N1 M0

T3 N0 M0

Stadium IIIA : T0 N2 M0

T1 N2 M0

T2 N2 M0

T3 N1 M0

T3 N2 M0

Stadium IIIB : T4 N0 M0

T4 N1 M0

T4 N2 M0

Stadium IIIC : tiap T N3 M0

106
Stadium IV : tiap T tiap N M1

Catatan : T1 : termasuk T1 mic

h. Prognosis
Outcome pada wanita penderita kanker payudara sangat bervariasi.

Banyak wanita penderita kanker payudara dengan perkiraan harapan


hidup yang normal, dimana yang lainya hanya mempunyai harapan hidup 5
tahun sebesar 10%. Pengecualian pada wanita penderita kanker payudara
dengan metastasis jauh (<10%) atau dengan inflammatory carcinoma
(<5%) ( dimana prognosisnya jelek, tanpa memperhatikan temuan klinis
lainya), prognosis ditentukan oleh pemeriksaan patologi dari kanker primer
dan kelenjar getah bening axilla. Informasi prognostik penting dalam
konseling pasien berkaitan dengan outcome penyakit, penentuan pilihan
terapi dan design of clinical trials.(S.C. Lester et al., 2010)

Pasien dengan karsinoma duktal invasif memiliki prognosis yang sedikit


lebih buruk dengan 10-years-overall survival sebesar 30 - 50%
dibandingkan dengan kanker payudara secara keseluruhan dimana memiliki
10- years - overall survival sebesar 55%.(Ellis et al., 2003) Sedangkan
pasien- pasien dengan metastasis jauh memiliki prognosis yang lebih buruk
lagi, dimana memiliki 5-years-overall survival <10%. (S.C. Lester, 2010)

Terdapat berbagai faktor prognostik pada kanker payudara, terdiri dari


faktor prognostik mayor dan faktor prognostik minor. Faktor prognostik
mayor merupakan prediktor paling kuat untuk memprediksi kematian
penderita kanker payudara, dimasukkan kedalam sistem AJCC dibagi dalam
5 stadium yang berhubungan dengan harapan hidup pasien. Prognosis
mayor tersebut adalah sebagai berikut: adanya tidaknya kanker payudara
invasif; metastasis jauh; metastass ke kelenjar getah bening; ukuran tumor;
locally advances disease; dan ada tidaknya inflammatory carcinoma.
Sementara itu faktor prognostik minor atau faktor prediktif, yaitu faktor-
faktor yang dinilai dalam memprediksi respon terapi, diantaranya: subtipe
histologi, derajat histologi, status ER, PR, HER-2, COX-2, invasi limfatik

107
dan vaskuler, tingkat proliferasi, kandungan DNA, respon terhadap terapi
neoadjuvant dan profil ekspresi gen. (S.C. Lester et al., 2010; Roses et al.,
2009)

3. METASTASE
Dikenal sebagai stadium IV : didefinisikan sebagai kanker yang menyebar
melebihi payudara, dinding dada dan kelenjar getah bening regional (ketiak dan
mamari interna). (Kurnia, 2010)

Metastasis adalah menyebarnya sel kanker dari tumor primer ke organ-organ


vital atau tempat yang jauh pada tubuh pasien. Proses tersebut merupakan hasil
rangkaian perubahan genetic, kejadian-kejadian epigenetic dan reaksi tubuh
terhadap tumor.(DeVita, 2005) Metastasis merupakan ciri utama pada tumor
ganas atau yang kita kenal dengan kanker. Metastasis suatu kanker memerlukan
aktifasi gen-gen efektor metastasis tambahan atau inaktifasi gen-gen supresor
metastasis yang merupakan jalur kaskade yang berbeda dan lebih komplek
daripada kaskade tumorigenesis. Konsep ini sesuai dengan penemuan Kang dkk.
yang menyatakan bahwa untuk metastasis ke organ tertentu suatu kanker
memerlukan sarat ekspresi dari gen tertentu yang berdampingan dengan profil
buruk tumor primernya.(DeVita, 2005) Penyebaran sel bergantung kepada
kwantitas komponen molekul-molekul seperti reseptor adhesi, ligan metrik
ekstraseluler, afinitas antara reseptor membran dan kemoatraktan, enzim-enzim
protease, protein-protein tertentu yang terikat pada kerangka sel dan molekul
tertentu.(Wen G. Jiang, 2004 )

Tempat tersering dari metastasis kanker payudara yaitu paru, tulang, otak atau
ada organ tubuh lainnya walaupun jarang. Gejala yang ditimbulkan tentunya
tergantung dari tempat yang terkena bila tulang belakang atau penyangga tubuh
dapat menyebabkan kecacatatan permanen berupa kelumpuhan bila tidak di atasi
dengan segera. Bila mengenai paru akan menyebabkan sesak / batuk darah, bila
ke hati dapat menyebabkan gangguan atau kegagalan fungsi hati.

Bila mengenai otak tentunya dapat menimbulkan gangguan sesuai dengan


lokasi (Muntah, Parkinson, gangguan keseimbangan, bahkan kelumpuhan satu

108
sisi). Angka kejadian metastasis payudara ke setiap organ tersebut dapat terjadi
pada umur muda hingga lanjut, terutama yang datang terlambat karena beberapa
alasan diantaranya karena ketidaktahuan, social ekonomi karena atau karena
ketakutan akibat kehilangan payudara sebagai body image atau pengobatan
kemoterapi dengan segala efek sampingnya yang dapat berkelanjutan, mencoba
terapi herbal dengan segala janji tidak masuk akal, lokasi yang jauh dari pusat
kesehatan. Keadaan metastasis dapat juga terjadi setelah terapi pada kanker
primer kemudian kekambuhannya kanker tersebut pada lokasi jauh (Tulang, otak,
paru, hati) sedangkan lokasi primernya tidak kambuh. Kejadian metastasis
tersebut tertinggi terutama pada daerah yang tidak mempunyai program
screening.(Kurnia, 2010)

Dari berbagai organ, metastasis otak merupakan yang terburuk dalam


prognosis dan manifestasi klinisnya 3). Kejadian metastasis otak untuk berbagai
tumor adalah 6% sampai 24% pada orang dewasa sedangkan pada anak-anak 6%
sampai 10% tersering dari tumor padat.(DeVita, 2005)

a. Metastase Paru
Metastasis paru biasa terjadi pada parenkim paru dengan segala
akibatnya, biasa dalam bentuk efusi pleura. Penyebaran keparenkim paru
dapat terjadi melalui aliran limpatik dan memeberikan gambaran
lymphangitis carcinomatosis atau dalam bentuk satu nodul. Jika tumor
tersebut menutup hilus akan menyebabkan batuk, nafas pendek, batuk darah.
Jika metastasis pada endobronchial dapat menyumbat saluran nafas, stridor,
atelektasis, dan pneumonia. Efusi pleura dapat timbul dari kanker paru
sendiri (35%), kanker payudara (23%), lymphoma (10%), kanker yang tidak
diketahui asalnya (10%).(Alexander HR et al., 2008)

Efusi dapat ipsilateral, kontralateral atau bilateral dari lokasi tersebut


dapat diperkirakan kemungkinan metastasis. Pada sisi kontralateral
kemungkinan penyebaran hematogensedangkan pada sisi ipsilateral bisa
hematogena, infiltrasi langsung dinding dada atau dari kelenjar yang
kambuh. Bila bilateral bisa hematogen, kedua parenkim payudara terkena
atau akibat lymphadenektomi mediastinal masiv dengan obstruksi lymphatic.

109
Beberapa patofisiologi terjadi pengumpulan cairan pada rongga pleura
diantaranya akibat infiltrasi aliran lymphatic pada mediastinal dan subpleura
sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas, peningkatan tekanan
hidrostatik, penurunan tekanan onkatik, gangguan drainase lympatik yang
semua dapat menyebabkan kemampuan penyerapan cairan dari rongga
pleura berkurang sehingga terjadi penumpukan cairan didalam rongga
pleura.(Alexander HR et al., 2008; Kurnia, 2010)

Diagnosa kelainan paru akibat metastasis dapat ditegakkan bila


didapatkan riwayat batuk atau batuk darah dengan sesak yang tidak sembuh
dengan pengobatan biasa dan didapatkan riwayat sebelumnya pernah
menderita kanker. Pemeriksaan tambahan lain yang lain dipakai untuk
melihat kelainan pada paru diantaranya dengan foto thorak, MRI, CT scan
dan PET scan. dari semua tersebut dapat diperkirakan lokasi, ukuran nodul
dan banyaknya nodul, sehingga dapat dilakukan biopsi dalam bentuk trans
thoracal biopsi atau bronscopic transbroncial biopsy.(Alexander HR et al.,
2008; Kurnia, 2010)

b. Metastase Tulang
Tulang merupakan lokasi metastasis yang paling sering ditemukan
pada penderita kanker payudara. Di Amerika Serikat, setiap tahun
diperkirakan ada 350.000 kematian akibat metastasis tulang. Insidens
metastasis ke sumsum tulang diperkirakan sekitar 13% sampai 45% dan
hanya sebagian kecil penderita yang metastasis ke sumsum tulang tidak
mengalami metastasis ke tulang. (Kmietowicz, 1998; Sampepajung D et
al., 2005)

Enam sampai 10% penderita kanker payudara telah terjadi metastasis


saat Diagnosa pertama kali ditegakkan. Satu sampai 2% penderita kanker
payudra pada saat Diagnosa ditegakkan telah terjadi metastasis tulang dan
pada penderita kanker payudara yang mengalami rekuren sepertiganya
akan mengalami metastasis tulang dan 26% metastasis yang pertama kali
terjadi adalah metastasis tulang. (Sampepajung D et al., 2005)

Coleman dan Rubens, hampir 70% penderita kanker payudara yang


telah meninggal ternyata mengalami metastasis ke tulang. Metastasis

110
kanker ke tulang adalah kejadian yang umum terjadi pada kebanyakan
keganasan.

Narcopsy dalam penelitiannya melaporkan insiden metastasis tulang


yang tinggi pada beberapa jenis keganasan yang sering ditemukan seperti
Kanker Payudara 73%, Prostat 68%, mulut Rahim 50%. Thyroid 42%,
Buli-buli 40% dan Paru-paru 36%.(Sampepajung D et al., 2005)

Koizumi dkk dalam penelitiannya terhadap 5538 kasus kanker


payudara mendapatkan insiden metastasis tulang sebesar 2,13% dan
insiden metastasis tulang ada korelasinya dengan ukuran tumor, status
kelenjar dan tipe histologik. Penderita kanker payudara dengan ukuran
tumor yang besar memilki resiko yang lebih tinggi untuk terjadi
metastasis ke tulang. Insiden metastasis tulang paling sering ditemukan
pada penderita KP dengan N (+) 4 atau lebih namun beberapa peneliti
menemukan bahwa metastasis pertama pada tulang dengan N (+).
Metastasis tulang juga bisa terjadi pada penderita N (-) yang resiko
tinggi. (Sampepajung D et al., 2005)

Colleoni dkk pada penelitiannya mendapatkan bahwa insiden


kumulaif metastasis tulang yang merupakan metastasis pertama adalah
12,2% dalam 2 tahun dan 26,8% dalam 10 tahun. Insiden metastasis
tulang pada kanker payudara stage I: 0,08%, stage II : 1,09%, stage III :
9,96% dan stage IV : 34,04%.(Sampepajung D et al., 2005)

Selain ukuran tumor dan status kelenjar faktor lain seperti status ER
(Estrogen Receptor) dan umur penderita juga merupakan faktor prediktif
terjadinya metastasis tulang yang lebih tinggi dibandingkan dengan
penderita yang ER nya (+) sedang penderita kanker payudara umur < 35
tahun mempunyai resiko metastasis tulang yang lebih tinggi.
(Sampepajung D et al., 2005)
Seperti jenis kanker lainnya, kanker payudara dapat menyebar ke be
rbagai organ tubuh lain. Hati merupakan tempat metastasis kedua ter
banyak pada pasien dengan kankerpayudara.Ditemukannya metastasis p
ada pasien dengan kanker payudara menunjukkan prognosis yang buruk,

111
bila tidak mendapat terapi median kesintasan pasien berkisar 4
sampai 8 bulan.(Adam R, 2006)

Metastase pada tulang, sering memyebabkan rasa nyeri.(Aaron AD,


Jennings CJ, & DS., 1996; Bandaso, 2006; Kmietowicz, 1998; McGraw-
Hill’s. & Skandalakis’; Wittig JC & JG., 2005) Yang sering terjadi pada
metastase tulang adalah pada tulang belakang, kemudian pada tulang
pelvis, pinggang, paha, tulang rusuk dan tulang tengkorak. Nyeri terjadi
pada 80% penderita dengan metastasis tulang.(Sampepajung D et al.,
2005) Selain nyeri, metastasis tulang juga sering menyebabkan
komplikasi seperti fraktur patologis, hiperkalsemi dan penekanan medulla
spinalis seperti paresthesia, paraplegi dan penurunan level sensoris
(Aaron AD et al., 1996; RP.Warrell, 1996).

Tulang belakang (spinal) adalah tempat yang paling sering untuk


metastasis kanker payudara, 70% pasien meninggal dari perilaku kanker
yang bermtastase ke tulang belakang.(Aaron AD et al., 1996; Wittig JC &
JG., 2005) Gejala neurologis dari metastase ke tulang belakang seperti
paraplegi, paraparesis atau penurunan level sensoris.(Aaron AD et al.,
1996) Nyeri punggung merupakan keluhan yang paling sering ditemukan
pada metastasis tulang di tulang belakang / vertebra, nyeri timbul karena
invasi sel kanker payudara ke periosteum yang kaya dengan innervasi
dengan atau tanpa lesi yang terdeteksi, sel kanker payudara dapat
mencapai periosteum melalui Haversian canals (Sampepajung D et al.,
2005) dimana saat invasi sel tumor masuk ke periosteum dapat merusak
atau meresorbsi tulang (osteoclast) sehingga lama-lama akan menjadikan
ketidakstabilan tulang belakang, fraktur kompresi vertebra, kompresi
pada epidural atau bahkan melibatkan system saraf. (Wittig JC & JG.,
2005)

HIP (pinggul) juga merupakan tempat yang paling sering untuk


metastase kanker payudara ke tulang selain tulang belakang (spinal). Hal
tersebut dikarenakan kekuatan atau beban yang paling besar dipusatkan di
area pinggul (HIP). (Wittig JC & JG., 2005) Metastase tulang area
pinggul dapat termasuk di pelvis, acetabulum dan proksimal femur yang

112
mungkin bisa terjadi di bagian head femur atau neck femur, region
intertrochanter, subtrochanter atau kombinasi di kedua-duanya.(Wittig JC
& JG., 2005)

c. Metastase Hati
Metastasis kanker payudara yang tersering salah satunya pada hati dan
dapat menyebabkan beberapa gejala dari yang tidak ada gejala hingga
timbulnya gagal hati yang menyebabkan kematian pada 20% kanker
payudara. Sebenarnya bila ditemukan awal dan masih terlokalisir masih
dapat dilakukan reseksi hepar kuratip dengan hasil yang cukup
memuaskan. Keberhasilan tersebut dapat tercapai disebabkan masing –
masing pembuluh darahnya yang bila dilakukan reseksi akan aman
dengan sedikit perdarahan.

Kemajuan pemeriksaan imaging dan teknik operasi dapat meramalkan


beberapa banyak hati yang masih bisa disisakan dengan aman. Pembuluh
darah hati yang unik tersebut memungkinkan untuk memeberikan terapi
regional tanpa menyebabkan efek toksik sistemik (chemoembolization,
isolated hepatic perfusion, selective internal radiation).(Kurnia, 2010)

Metastase hati pada KPD sering dilaporkan menempati urutan ketiga


setelah tulang dan paru oleh beberapa studi. Angka kejadiannya berkisar
10 % kasus KPD stadium 4. Taylor dkk, melaporkan incidens metastasis
hati adalah 5,2% dan jarak antara terDiagnosa kanker dan metastasis
hepar berkisar 4-192 bulan, dengan gejala klinis hepatomegali (70%) dan
nyeri perut (30%).(Hoe AL, 1991)

Raab dkk melaporkan hasil operasi reseksi hepar akibat metastasis


kanker payudara dengan median umur 47 tahun, median interval operasi
primer dengan reseksi hepar 27,3 bulan. Reseksi kuratip pada meta soliter
pada 60% kasus dari semuanya didapatkan mortalitas sebanyak 3%,
survival 5 tahun didapatkan 18,4% dengan median 27 bulan.26 faktor
prognosis lain yang menentukan survival diantaranya komplit reseksi
dengan tipe reseksi negatip, ukuran tumor primer dan kontrol terhadap

113
tumor primer, respon terhadap kemoterapi. (Alexander HR et al., 2008;
Raab, Nussbaum, & Behren, 1998)

d. Metastase Otak
Insidens metastase otak pada penderita Kanker Payudara
berkisar 10-16%.(Lin NU, 2004). Hasil CT-scan Otak, metastase
dapat berupa multiple brain metastase(78%), solitary brain
metastase (14%), dan leptomeningeal metastase (8%). Tham dkk;
meneliti populasi KPD dengan metastase otak meningkat pada
pasien KPD usia muda, premenopause, dengan ER (-) dan PR (-),
P-53 (+), aneuploidi. Peztalozii dkk ; menemukan korelasi
peningkatan angka rekurensi yang sebanding dengan status N (+),
high grade, ukuran tumor, dan Her 2.(Pestalozzi BC, 2006)
Penemuan klinis pasien dengan metastasis otak berupa sakit
kepala (24%-53%), kelemahan yang bersifat fokal (16%-40%),
perubahan kondisi mental (24%-31%), kejang (15%- 16%), and
ataxia (9%-20%). Bila terjadi perdarahan akan timbul gejala dan
tanda neurologis akut. Berdasar data yang dikumpulkan sejak tahun
1973 hanya 10% pada pasien metastasis otak yang terdeteksi
dengan CT atau MRI menampakkan gejala 1). Papil edema bisa
ditemukan pada 15% pasien.(Winchester, 2000)
Otak adalah salah satu tempat metastase dari kanker payudara.
Metastase otak didapatkan 10%-15% pada pasien-pasien dengan
kanker payudara dan berhubungan dengan prognosis yang jelek.
Metastase otak dari kanker payudara menyebabkan angka kematian
yang tinggi dan menjadi penyebab utama menurunnya angka
kelangsungan hidup. Dengan kemajuan teknik diagnostik dan
aplikasi pengobatan-pengobatan terbaru seperti target terapi HER-2
amplikasi, tingkat kontrol sistemik meningkat dan tingkat
kelangsungan hidup memanjang, namun insidens metastase otak

114
tetap meningkat lebih dari biasanya. Dan dengan pemeriksaan
autopsi pada pasien dengan metastase otak didapatkan insidens
30%.(Barnholtz-Sloan JS, 2004)
Terdapat subtipe yang berbeda dari kanker payudara, dan
penelitian menunjukkan bahwa ekspresi negatif reseptor estrogen
(ER) simultan, reseptor progesteron (PR) dan Human epidermal
growth factor receptor 2 (HER-2) dan overekpresi HER-2 adalah
faktor-faktor resiko metastase otak pada pasien-pasien kanker
payudara.(Dawood S. Broglio K, 2009)
Pada tahun 2000, Perou et all membagi kanker payudara melalui
teknologi microarray cDNA dalam 5 subtipe : Luminal A (ER-
positif atau PR-positif dan HER-2-negatif), luminal B (ER-positif
atau PR-positif dan HER-2-positif), HER-2 overekspresi, basal-like
dan normal basal like, dimana subtipe yang berbeda memiliki
perbedaan yang signifikan dalam prognosis. Sebuah penelitian
yang besar menunjukkan bahwa HER-2 overekspresi meningkatkan
proliferasi, survival, anti-apoptosis, migrasi dan kemampuan
invasif dari sel tumor dan ini merupakan faktor resiko metastase
dari kanker payudara. Triple Negatif (TN) dari kanker payudara
ditandai dengan tingkat tingginya rekurensi, progresif yang cepat,
tingginya tingkat metastase ke visceral dan metastase yang mudah
pada sistem saraf pusat.(Perou CM 2000)
Meskipun pelacakan metastasis otak bukan merupakan prosedur
rutin dalam pengelolaan kasus KPD baru, perlu diwaspadai pada
pasien dengan keluhan neurologis yang bertahan berhari-hari atau
berminggu-minggu. Pemeriksaan radiologis berupa CT scan
maupun MRI perlu dilakukan. Disarankan untuk pemeriksaan
imaging metastasis otak dengan menggunakan MRI yang diperkuat
kontras gadolinium sehingga metastase meningeal bisa terdeteksi.
Pemeriksaan CT scan dilakukan bila tidak tersedia
MRI.(Winchester, 2000)

115
Penelitian Rosenthal, dkk 1998 untuk mencari faktor yang
berhubungan dengan kejadian pada KPD metastasis otak
mendapatkan 3 parameter laboratoris berupa peningkatan serum
LDH diatas 250 U/dl, angka trombosit lebih dari 350.000/dl dan
angka limfosit 10% atau kurang akan ditemukan pada pasien
dengan metastasis otak sebelum ditemukan manifestasi
neurologis.(CJ Rosenthal, 1998)

Metastase ke parenkim otak diperkirakan secara hematogen


yang mana menyebar ke leptomenings melalui beberapa cara
termasuk secara hematogen, ekstensi secara langsung, aliran vena
dan ektensi melalui saraf atau sistem limpatik perineural.(27)
Kadang juga ditemukan sel tumor pada leptomenings menyebar
melalui cairan cerebrospinalis.(Tabassum Wadasadawala, 2007 )
Dasar molekular untuk metastasis kanker payudara ke otak
sebagian besar belum diketahui. Adanya kasus relaps pada otak
yang biasanya pada tahun pertama setelah pengangkatan tumor
payudara, menunjukkan bahwa sel-sel kanker menyebar karena
adanya fungsi khusus metastase ke otak. Metastasis ke otak
melibatkan mediator-mediator ekstravasasi melalui kapiler non
penetrasi yang secara khusus meningkatkan kemampuan sel kanker
untuk menembus sawar darah otak dan kolonisasi pada otak. Bos,
PD et al telah mengisolasi biologikal mediator yang sering infiltrasi
ke sawar darah otak pada pasien-pasien dengan penyakit lanjut.
Analisis ekspresi gen dari sel-sel dan sampel klinis, ditambah
dengan analisis fungsional, mengidentifikasi cyclooksigenase
COX2 (dikenal juga PTGS2), epidermal growth factor receptor
(EGFR), ligand HBEGF dan α2,6-sialytransferase ST6GALNAC5
sebagai mediator sel-sel kanker melewati sawar darah otak.
ST6GALNAC5 merupakan mediator khusus pada metastasis otak.
Ekspresi dari ST6GALNAC5 pada sel kanker payudara

116
meningkatkan adhesi pada endothelial dan memudahkan penetrasi
sel-sel kanker pada sawar darah otak.(Bos PD, 2009)
Beberapa penelitian melaporkan faktor-faktor yang
mempengaruhi prognosis seperti usia muda, reseptor negatif tumor,
peningkatan LDH, besarnya ukuran tumor, grading tumor,
penyebaran secara limpovaskular, jumlah keterlibatan kelenjar
limpanodus, metastase ke organ lain khusus pada paru, karsinoma
mammae dengan HER-2 overexpressi, status penampilan
Karnofsky yang buruk dll. Semuanya berhubungan dengan
tingginya insidens metastase ke sistem saraf pusat.(Gonzalez-
Angulo AM, 2004)
Tham et al melaporkan studi analisa yang lebih komprehensif
tentang metastase sistem saraf pusat pada metastase kanker
payudara yang dikaitkan dengan gambaran biologis tumor, terapi
sistemik dan luaran secara klinis. Meningkatnya resiko metastase
sistem saraf pusat dikaitkan dengan usia muda dan ER negatif,
proliferasi tumor yang tinggi, kelainan gen p53 dan ketidakstabilan
genetik pada tumor primer.(Gabos Z, 2006,) Hal yang menarik
walaupun tidak ada HER-2 overekspressi pada terapi trastuzumab
ataupun pada terapi kemoterapi adjuvant, resiko metastasis sistem
saraf pusat tetap meningkat. Hubungan antara HER-2 overekspresi
dan resiko metastase ke otak pada pasien karsinoma mammae yang
baru diDiagnosa sudah diteliti oleh Gabos et al bahwa HER-2
overekpressi merupakan faktor prognosis yang paling penting
terhadap metastase ke sistem saraf pusat,(Gabos Z, 2006,)yang
mana bertentangan dengan hasil penelitian Tham et al. Pada
penelitian ini, metastase otak berkembang 9% pada pasien dengan
HER-2 overekpresi dibandingkan dengan hanya 1,9% pada pasien
dengan HER-2 negatif.(Gabos Z, 2006,)

4. Penanganan

117
Penanganan bersifat paliatif tergantung lokasi dan kondisi metastasis. Terapi
utama adalah sistemik (kemoterapi, hormonal terapi, targeting terapi dan
bisphosphonate), pada kondisi tertentu terapi lokal (radiasi dan pembedahan) juga
diperlukan.(Suyatno & Pasaribu, 2014)

a. Kemoterapi
Tidak ada gold standard regimen kemoterapi untuk kanker payudara
dengan metastasis jauh. Pada pasien dengan tripel negatif (ER-, PR-
,HER2/Neu -) belum ada penelitian random (randomized trial) yang
menunjukkan adanya keuntungan survival dari kombinasi kemoterapi
dibanding sequensial singel kemoterapi dari obat yang sama. Kemoterapi
tunggal yang dianjurkan adalah anthracycline, taxane, capecitabine,
vinoralbine, gemcitabine atau vinblastine. Hormonal dan trastuzumab
tidak dianjurkan. Pada penderita dengan Her-2/Neu (+3)
direkomendasikan untuk diberikan singel trastuzumab atau kombinasi
trastuzumab dengan singel kemoterapi(Suyatno & Pasaribu, 2014)

b. Terapi Hormonal
Untuk penderita yang non life threatening dengan ER dan atau PR
positif singel agent hormonal terapi direkomendasikan. Kemoterapi
ditambahkan pada penderita dengan life threatening metastases seperti
lymphangitic pulmonary metastases atau progressive liver metastases.
Untuk pasca menopause, terapi hormonal yang bisa diberikan adalah
aromatase inhibitor (anastrozole, letrozole, exemestan), tamoxifen,
fulfestrant, megestrol asetate, fluoxymesterone atau diethylstilbestrol.
Pada premenopause pilihannya adalah tamoxifen, LHRH agonist atau
oophorectomy (operasi/radiasi), megestrol acetate, fluoxymesterone atau
diethylstilbestrol.(Suyatno & Pasaribu, 2014)

c. Bisphosphonate
Direkomendasikan untuk penderita dengan metastasis ke tulang.

118
Pada keadaaan meta tulang belakang dengan ancaman fraktur dan
kelumpuhan dapat dilakukan terapi stabilisasi tulang, radiasi kemudian
dilanjutkan terapi sistemik apakah hormonal atau kemoterapi ini semua
tergantung dari status ER/PR, CrB2 dan pemberian biposponate. (Kurnia,
2010)

d. Terapi Lokal

1) Metastasis Tulang(Kurnia, 2010)


Perinsip terapi pada meta tulang sama dengan yang lain bagaimana
kontrol lokal dan mencegah pelepasan mediator kimia yang berpengaruh
terhadap lokal dan sistemik. Dengan tujuan tersebut diharapkan dapat
menghilangkan rasa sakit, memperbaiki fungsi, stabilitas tulang dan kontrol
lokal tumor.

Beberapa modalitas terapi diantaranya :

a) Operasi
b) Radiasi
c) Bipospanat, zelodronic acid, cathespin K, Rank-L (denosumab).
d) Kemoterapi / hormonal untuk sistemik terapi.
Pada kasus meta tulang yang ringan dan tidak ada ancaman akan terjadi
fraktur dapat diterapi dengan radiasi dan bipsoponat. Pada yang akan di
lakukan operasi harus dipertimbangkan kemungkinan harapan hidup yang
dicapai terutama pada kasus yang akan terjadi ancaman fraktur dengan
kemungkinan terjadinya kelumpuhan. Pada keadaan tersebut harus cepat
dilakukan tindakan. Ada beberapa klasifikasi yang dapat meramalkan
kemungkinan terjadinya ancaman fraktur diantaranya klasifikasi
Mirelsbeliau membuat score dan menganjurkan untuk operasi dengan
internal fiksasi dan radiasi post operasi bila score > 7 dan radiasi bila score <
7.

119
SKOR Mirel,s untuk meramalkan kemungkinan ancaman fraktur.8

Jenis pemeriksaan Score 1 Score 2 Score 3

Lokasi Ekstremitas atas Ekstremitas bawah Pertrochanteric

Sakit Ringan Sedang Mekanik/ berat

Gambaran radiologis Balstic Campuran Lytik

Ukuran (%dari
tulang)
0 – 33 34 - 67 68 -100

Score Jumlah pasien Resiko fraktur

0–6 11 0

7 19 5

8 12 33

9 7 57

10 -12 18 100

2) Metastasis Otak
Penanganan KPD metastasis otak meliputi pembedahan, radioterapi atau
pembedahan stereotaktik dengan gamma-knife. Sebagai terapi
medikomentosa insial pada pasien dengan manifestasi klinis yang dicurigai
adalah dengan pemberian deksametason 4 mg setiap 6 jam akan
memperbaiki klinis meskipun durasi kerjanya pendek. Pemberian

120
antikonvulsan dianjurkan meskipun belum ada manifestasi klinisnya
mengingat 20%-30% pasien mengalami kejang.(Winchester, 2000)

Radiasi seluruh otak merupakan terapi paliatif inisial untuk semua KPD
metastasis otak tidak terkecuali bila ditemukan lesi yang multipel. Dosis 30
Gy (grays) dalam 10 fraksi. Radioterapi akan memperbaiki gejala neurologis
yang timbul. Efek samping radioterapi untuk pasien yang bertahan lebih dari
1 tahun berupa dimensia yang disertai ataksia. Untuk mengurangi efek
samping tersebut dikembangkan teknik stereotactic radiosurgery. Tumor
dengan diameter 3 cm atau kurang diberikan dosis 15-22 Gy fraksi tunggal,
sedangkan tumor lebih dari 3 cm dengan dosis 36 Gy dalam 6 fraksi, 5 kali
setiap minggu.(Winchester, 2000)

Pembedahan pada pasien yang layak akan memperbaiki klinis maupun


ketahanan hidupnya. Pasien yang terpilih untuk menjalani reseksi
metastasektomi adalah berupa lesi tunggal, letak tumor bisa di-acces, dengan
masa tumor yang bulky dan respon tidak komplet terhadap radioterapi. Sarat
lain adalah tidak adanya metastasis ditempat lain ataupun kalau ada telah
berespon lengkap terhadap terapi sistemik.(Winchester, 2000)

Terapi sistemik dengan menggunakan obat-obat kemoterapi maupun


dengan tamoksifen belum pernah diteliti apakah mempunyai efek yang
menguntungkan dalam menangani metastasis otak, tetapi tidak ada salahnya
bila dicoba.(Winchester, 2000)Teknik untuk membawa obat sistemik dapat
menembus sawar darah-otak dengan cara osmotik perusak sawar darah-otak.
Agen yang digunakan adalah mannitol dan bradikinin.(Wadasadawala T,
2007)

Pemberian trastuzumab sebelum dilakukan radioterapi otak juga telah


dilakukan dan memberikan keuntungan pada tumor dengan HER2 (2+)7).
Uji farmakokinetik memberikan kesimpulan pemberian trastuzumab 8 mg/kg
BB sebagai loading dose dan dilanjutkan dengan dosis 6 mg setiap 3
minggu.(Abraham, 2005 ) Bila lesi soliter dapat dilakukan pembedahan
(eksisi) atau radiasi dengan modalitas baru seperti cyber knife atau gamma
knife. Lesi miltiple harus di berikan radiasi pada seluruh otak (whole brain
external-beam radiation). Terapi sistemik yang mempunyai aktifitas pada

121
metastasis otak adalah kemoterapi (capecitabine, temozolamide, kombinasi
CMF dengan atau tanpa prednison, CAF, CF plus prednison, kombinasi
metotrexate vincristine dan prednison), terapi target (traztuzumab, lapatinib)
dan terapi hormonal (tomoxifen, anastrozole, megestrol acetat).(Kurnia,
2010)

3) Metastasis Pleura
Pilihan terapi untuk metastasis efusi pleura ditentukan oleh gejala, status
performas pasien, respon terhadap kemoterapi, dan pengembangan (re-
expansion) paru setelah evakuasi cairan pleura. Observasi di
rekomendasikan pada pasien yang asimptomatis atau tidak ada rekurensi
setelah torakocentensis.Torakocentensis(tapping, aspirasi pleura)
diindikasikan untuk paliasi pada pasien yang sesak nafas dengan harapan
hidup pendek atau status performans jejak (karnofsky score <60) juga pada
pasien yang gagal dengan pleurodesis. Jumlah cairan yang dievaluasi
dituntun berdasarkan simtom pasien (batuk, chest discomfort) dan terbatas 1-
1,5 liter. Aspirasi pleura dan tube drainage tanpa instilasi seclrosant sering
rekuren dan beresiko untuk terjadi pneumotoraks dan empiema.
Pleurodesisterutama diindikasikan pada MPE kambuh setelah aspirasi
pleura. Dapat dilakukan dengan kemikal(tetracycline, Doxicycline,
Bleomycin), talc dan pembedahan. Chemical sclerosant berperan dalam
membentuk reaksi inflamasi difus (chemical pleuritis) dan deposisi fibrin
sehingga permukaan pleura melekat, disamping itu pada sclerosant
kemoterapi terdapat efek lokal dan sistemik terhadap sel kanker.(Kurnia,
2010)

4) Metastasis Hepar.
Metastasektomi adalah pengangkatan tumor metastasis pada kanker
payudara. Tindakan ini memang masih kontroversial diantara para ahli,
namun dibeberapa study memberikan angka harapan hidup yang lebih
panjang. Menurut Ehrl D tindakan pembedahan tumor metastasis di hepar
akan memberikan harapan hidup yang lebih baik bila dikombinasikan

122
dengan terapi sistemik. Secara umum indikasi tindakan metastasektomi
adalah.(Purwanto et al., 2014) :

a) Tumor metastasis tunggal pada suatu organ.


b) Terdapat gejala dan tanda akibat desakan terhadap organ sekitar.
c) Sesuai dengan kriteria setiap organ.
Syarat:

a) Keadaan umum cukup baik (status performa baik+skor karnofsky >


60%.
b) Estimasi kesintasan lebih dari 6 bulan.
c) Masa bebas penyakit > 36 bulan.

5. Prognosis
Pada umumnya metastases kanker payudara yang ke tulang mempunyai
prognose yang lebih baik daripada metastases ke organ seperti : hepar, paru-paru
dan ke otak. (Kmietowicz, 1998),Kmietowicz angka ketahanan hidup 5 tahun
pada penderita metastases tulang sekitar 50% bila dibandingkan keadaan
metastases ke hepar 20%, 20% pada paru-paru dan ke otak hanya
10%.(Kmietowicz, 1998).

6. Pemeriksaan Diagnostik Kanker Payudara


Terdapat berbagai macam cara untuk mendiagnosa kanker payudara
dan untuk menentukan apakah suda ada metastasis ke organ lain. Beberapa
tes juga berguna untuk menentukan pengobatan yang paling efektif untuk
pasien. Kebanyakan pada tipe kanker, biopsi (mengambil sedikit jaringan
untuk diteliti dibawah mikroskop, dilakukan oleh ahli patologi) adalah
jalan satu-satunya untuk menentukan secara pasti Diagnosa kanker.
Apabila biopsy tidak mungkin dilakukan, dokter akan mengusulkan tes
lain untuk membantu diagnosa. Test Imaging bisa digunakan untuk
menemukan apakah telah terjadi metastasis. Dokter akan

123
mempertimbangkan faktor-faktor di bawah ini, ketika memutuskan tes
diagnostik:
a. Usia dan kondisi medis pasien
b. Tipe kanker
c. Beratnya gejala
d. Hasil tes sebelumnya

Tes diagnosa kanker payudara biasanya dimulai apabila wanita atau dokter
menemukan suatu massa atau pengerasan yang tidak normal (suatu titik kecil dari
kalsium, biasanya dilihat pada saat X-ray), pada screening mammogram. Atau
bisa juga suatu yang tidak normal di payudara wanita ditemukan pada
pemeriksaan klinis atau pemeriksaan sendiri. Beberapa tes mungkin dilakukan
untuk memastikan diagnosa dari kanker payudara. Tidak pada semua orang akan
dilakukan seluruh test dibawah ini:

1) IMAGING TEST :
a) Diagnostic mammography
Sama dengan screening mammography hanya pada test ini lebih
banyak gambar yang bisa diambil. Biasanya digunakan pada wanita
dengan tanda-tanda, diantaranya puting mengeluarkan cairan atau ada
banjo;an baru. Diagnostic mammography bisa juga digunakan apabila
sesuatu yang mencurigakan ditemukan pada saat screening
mammogram.

b) Ultrasound (USG)
Suatu pemeriksaan ultrasound adalah menggunakan
gelombang bunyi dengan frekuensi tinggi untuk mendapatkan
gambaran jaringan pada payudara. Gelombang bunyi yang tinggi
ini bisa membedakan suatu masa yang padat, yang kemungkinan
kanker, dan kista yang berisi cairan, yang kemungkinannya bukan
kanker.

124
c) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI merupakan magnetic, bukan X-ray, untuk memproduksi
gambaran detail dari tubuh. Apabila seorang wanita telah
didiagnosa mempunyai kanker maka untuk memeriksa payudara
lainnya dapat digunakan MRI. Tetapi ini tidaklah mutlak karena
dapat digunakan untuk screening saja. Menurut American Cancer
Society (ACS), wanita yang mempunyai resiko tinggi terkena
kanker payudara, seperti pada wanita dengan mutasi gen BRCA
atau banyak anggota keluarganya terkena kanker payudara,
sebaliknya juga mendapatkan MRI, bersamaan dengan
mammografi. MRI biasanya lebih baik dalam melihat suatu
kumpulan masa yang kecil pada payudara yang mungkin tidak
terlihbat pada saat USG atau mammogram. Khususnya pada
wanita yang mempunyai jaringan payudara yang padat.
Kelemahan MRI juga ada, kadang jaringan pada yang terlihat
pada saat MRI bukan kanker, atau bahkan MRI tidak dapat
menunjukkan suatu jaringan yang padat itu sebagai in situ breast
cancer maka untuk memastikan lagi harus dilakukan biopsi.

2) TES DENGAN BEDAH


a) Biopsi
Suatu tes bisa saja menunjukkan kemungkinan adanya kanker tapi
hanya biopsi yang bisa memberikan Diagnosa secara pasti. Sampel
yang diambil dari biopsy, dianalisa oleh ahli patologi (dokter spesialis
yang ahli dalam menterjemahkan tes-tes laboratorium dan
mengevaluasi sel, jaringan, dan organ untuk menentukan penyakit).
(1) Image guided biopsy digunakan ketika suatu benjolan yang
mencurigkan tidak teraba. Itu dapat dilakukan dengan Fine
Needle Aspiration Biopsy (FNAB, menggunakan jarum
kecil untuk mengambil sampel jaringan). Stereotactic Core
Biopsy (menggunakan X-ray untuk menentukan jaringan

125
yang akan diambil) atau Vacuum – Assisted Biopsy
(menggunakan jarum yang tebal untuk mengambil beberapa
macam jaringan inti yang luas). Dalam melakukan prosedur
ini, jarum biopsy untuk menuju area yang dimaksud,
dibantu oleh mammografi. USG atau MRI. Metal klip kecil
dapat diletakkan pada bagian dari payudara yang akan
dilakukan biopsy. Dalam kasus ini apabila jaringan itu
membuktikan adanya kanker, maka segera diadakan operasi
tambahan. Keuntungan teknik ini adalah bahwa pasien
hanya butuh sekali operasi untuk menentukkan pengobatan
dan menentukkan stadium.
(2) Core Biopsy dapat menentukkan jaringan FNAB dapat
menentukkan sel dari suatu masa yang berada dan ini semua
kemudian dapat dianalisa untuk menentukkan adanya sel
kanker.
(3) Surgical Biopsy (biopsi dengan cara operasi) mengambil
sejumlah besar jaringan. Biopsy ini biasa incisional
(mengambil sebagain dari benjolan) atau excisional
(mengambil seluruh benjolan) Apabila didiagnosa kanker,
operasi lanjutan mungkin diperlukan untuk mendapatkan
clear margin area (area jaringan disekitar tumor dimana
dipastikan sudah bersih dari sel kanker) kemungkinan,
sekalian mengambil jaringan kelenjar getah bening.
Jaringan yang didapat dari biopsy juga akan dites oleh
dokter untuk menentukan pengobatan.
Tes itu untuk melihat :
(a) Ciri-ciri tumor. Apakah tumor itu invasif (biasanya
menyebar) atau in situ (biasanya tidak menyebar).
Ductal (dalam saluran susu) atau lobular (dalam
kelenjar susu) Grade (seberapa besar perbedaan
kanker itu dari sel sehat) dan apakah sel kanker telah

126
menjalar ke pembuluh darah atau pembulu getah
bening. Margin dari tumor juga diamati.
(b) Receptor Estrogen (ER) dan Receptor Progestron
(PR) tes. Apabila diketahui positif mengandung
receptor ini [ER (+) dan PR (+)], kanker ini
berkembangnya karena hormon-hormon tersebut.
Biasanya diadakan terapi hormon.
(c) Tes HER2 neu. (C-erb2). Adanya protein HER2
yang berlebihan. Rata-rata pada 25% penderita
kanker. Dengan mengetahui status HER2 (positif
atau negatif), maka dapat ditentukan apakah pasien
akan diterapi dengan menggunakan obat yang
disebut trastuzumab (HERCEPTIN) atau tidak.
(d) Genetic Desription of the Tumor. Tes dengan
melihat unsur biologi dari tumor, untuk memahami
lebih dalam mengenai kanker payudara. Oncotype
DX adalah tes untuk mengukur resiko seberapa jauh
kekambuhannya.

3) TES DARAH
Tes darah juga diperlukan untuk lebih mendalami kondisi kanker. Tes-
tes itu antara lain :
a. Level Hemoglobin (HB) : untuk mengtahui jumlah oksigen yang
ada di dalam sel darah merah
b. Level Hematokrit : untuk mengetahui persentase dari darah merah
didalam seluruh badan
c. Jumlah dari sel dari putih : untuk membantu melawan infeksi
d. Jumlah trombosit : untuk membantu pembekuan darah
e. Differential : persentase dari beberapa sel darah putih.

4) JUMLAH ALKALINE PHOSPHATASE

127
Jumlah enzim yang tinggi bisa mengindikasikan penyebaran kanker ke
hati, saluran empedu dan tulang.

5) SGOT DAN SGPT


Tes ini untuk mengevaluasi fungsi hati. Angka yang tinggi dari salah
satu tes ini mengindikasikan adanya kerusakan pada hati, bisa jadi suatu
sinyal adanya penyebaran ke hati.
6) TUMOR MARKER TEST
Untuk melihat apakah ada suatu jenis zat kimia yang ditemukan pada
darah, urin atau jaringan tubuh. Dengan adanya jumlah tumor marker yang
terlalu tinggi atau terlalu rendah dari nilai normalnya, mengindikasikan
adanya suatu proses yang tidak normal di dalam tubuh akibat kanker. Pada
kanker payudara tumor marker yang biasanya dilakukan adalah CA 15.3
dengan mengambil sampel darah. Pada standar PRODIA tumor marker
tidak boleh melebihi angka 30.

7) TES-TES LAIN
Tes-tes lain yang biasa dilakukan untuk kanker payudara adalah :
Photo Thorax untuk mengetahui apakah sudah ada penyebaran ke paru-
paru
a. Bonescan untuk mengetahui apakah kanker sudah menyebar ke
tulang. Pasien disuntikan radioactive tracer pada pembuluh vena
yang akan berkumpul di tulang yang menujukkan kelainan karena
kanker. Jarang antara suntikan dan pelaksanaan bonescan kira-kira
3-4 jam. Selama itu pasien dianjurkan minum sebanyak-banyak.
Hasil yang terlihat adalah gambar penampang tulang lengkap dari
depan dan belakang. Tulang yang menunjukkan kelainan akan
melihat warnya lebih gelap dari tulang normal.
b. Computed Tomography (CT atau CAT) Scan. Untuk melihat
secara detail letak tumor. Pasien juga disuntik radioactive tracer
pada pembuluh vena, tetapi volumenya lebih banyak sehingga

128
sebenarnya sama benar dengan infus. Setelah disuntik CT-Scan
dapat segera dilakukan.CT-scan akan membuat gambar tiga
dimensi bagian dalam tubuh yang diambil dari berbagai sudut.
Hasilnya akan terlihat gambar potongan melintang bagian dari
tubuh yang di scan 3 dimensi.
c. Positron Emission Tomograpy (PET) Scan. Untuk melihat apakah
kanker sudah menyebar. Dalam PET scan, cairan glukosa yang
mengandung radioaktif disuntikan pada pasien. Sel kanker akan
menyerap lebih cepat cairan glukosa tersebut dibandingkan sel
normal. Sehingga akan terlihat warna kontras pada PET scan. PET
scan biasanya digunakan sebagai pelengkap data dari hasil CT –
scan, MRI, dan pemeriksaan secara fisik.

7. Penatalaksanaan Kanker Payudara


Penatalaksanaan kanker payudara dilakukan dengan serangkain
pengobatan meliputi pembedahaan, kemoterapi, terapi radiasi, dan yang
terbaru adalah terapi imunologi (antibodi). Pengobatan ini ditujukan untuk
memusnahkan kanker atau membatasi perkembangan penyakit serta
menghilangkan gejala-gejalanya.
Keberagaman jenis terapi ini mengharuskan terapi dilakukan secara
individual.
a. Pembedahaan
Tumor primer biasanya dihilangkan dengan pembedahan.
Prosedur pembedahan yang dilakukan pada pasien kanker payudara
tergantung pada tahapan penyakit, jenis tumor, umur dan kondisi
kesehatan pasien secara umum. Ahli bedah dapat mengangkat tumor
(lumpectomy), mengangkat sebagaian payudara yang mengandung sel
kanker atau pengangkatan seluruh payudara (mastectomy). Untuk
meningkatan harapan hidup, pembedahan biasanya diikuti dengan
terapi tambahan seperti radiasi, hormone, atau kemoterapi.
b. Terapi Radiasi

129
Terapi radiasi dilakukan dengan sinar-X dengan intensitas tinggi
untuk membunuh sel kanker yang tidak terangkat saat pembedahan.
c. Terapi Hormon
Terapi hormonal dapat menghambat pertumbuhan tumor yang
peka horman dan dapat dipakai sebagai terapi pendamping setelah
pembedahan atau pada stadium akhir.
d. Kemoterapi
Obat kemoterapi digunakan baik pada tahap awal ataupun tahap
lanjut penyakit (tidak dapat lagi dilakukan pembedahan). Obat
kemoterapi dapat digunakan secara tunggal atau dikombinasikan.
Salah satu diantaranya Capecitabine dari Roche, obat anti kanker oral
yang diaktivasi oleh enzim yang ada pada sel kanker, sehingga hanya
menyerang sel kanker saja.
e. Terapi Imunologi
Sekitar 15-25% tumor payudara menunjukkan adanya protein
pemicu pertumbuhan atau HER2 secara berlebihan dan untuk pasien
seperti ini, trastuzumab, antibodi yang secara khusus dirancang untuk
menyerang HER2 dan menghambat pertumbuhan tumor, dapat
menjadi pilihan terapi. Pasien sebaiknya juga menjalani tes HER2
untuk menentukan kelayakan terapi dengan trastuzumab.
f. Mengobati Pasien Pada Tahap Akhir Penyakit
Banyak obat anti kanker yang telah diteliti untuk membantu 50%
pasien yang mengalami kanker tahap akhir dengan tujuan
memperbaiki harapan. Meskipun demikian, hanya sedikit yang
terbukti mampu memperpanjang hidup pada pasien, diantaranya
adalah kombinasi trastuzumab dengan capecitabine. Fokus terapi pada
kanker tahap akhir bersifat paliatif (mengurangi rasa sakit). Dokter
berupaya untuk memperpanjang serta memperbaiki kualitas hidup
pasien melalui terapi hormon, terapi radiasi, dan kemoterapi. Pada
pasien kanker payudara dengan HER2 positif, trastuzumab

130
memberikan harapan untuk pengobatan kanker payudara yang dipicu
oleh HER2.

131
BAB III

TINJAUAN KASUS

Nama Mahasiswa : Fatimah

Ruangan : Flamboyan

Nim : 72.20.001.D15.014

Hari/Tanggal Pengakajian : Senin, 13 Juni 2016

Tingkat :IA

A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama : Ny. S
Usia : 51 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT / Pedagang Sayur
Pendidikan : SD
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Fl. Tobing, Rempanga, Kab. Kutai Kartanegara
Agama / Suku : Islam / Kutai
No. Register : 0770
Tanggak Masuk RS : Rabu, 08 Juni 2016 pukul 10.25 wita
Diagnosis Medis : Ca Mamae + metastase otak + paru
Penanggung Jawab : Tn. S
Hubungan dgn Pasien : Suami
Usia : 61 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Fl. Tobing, Rempanga, Kab. Kutai Kartanegara

132
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
1) Saat Masuk RS (Rabu, 08 Juni 2016)
Pasien kejang-kejang
2) Saat Mengkaji (Senin, 13 Juni 2016)
Nyeri pada ekstremitas bawah, kepala terasa pusing dan hanyut serta
nafsu makan menurun dan mual (sebutkan ekstremitas sebelah mana
nyeri dirasakan)

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengidap Ca Mamae dibagian kanan, sebelumnya kurang lebih 6
tahun yang lalu pasien operasi tumor mamae di RS Parikesit Kutai
Kartanegara, namun dalam keadaan hamil. Sehingga setelah melahirkan anak
ke-6, payudara bagian yang dioperasi yaitu: payudara kiri terasa mengeras,
kemudian kembali dioperasi dan kemoterapi kurang lebih satu tahun yang
lalu di RS AWS Samarinda, dan sekarang Ca mamae berada dipayudara
kanan dan akan dioperasi.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengatakan pernah Operasi Fam pada payudara kiri 6 tahun yang lalu
dan kembali Operasi pengangkatan payudara sebelah kiri satu tahun yang
lalu, pasien sering keluar masuk rumah sakit untuk kemoterapi

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit, dari orang tua dan 7
saudaranya

133
GENOGRAM

Genogram seharusnya diambil dari 3 generasi sebelum pasien: kakek dan nenek,
ayah dan ibu, dan pasien.

Keterangan: X : Meninggal

O : Pasien

: Keterbatasan mental

: Perempuan

:Laki-laki

3. Data Psikologis/Sosial/Ekonomi/Budaya/Spiritual
a. Psikologis
Pasien mengatakan tidak cemas dan tidak gelisah (cantumkan skala Hars).
Pasien pasrah dengan keadannya sekarang, pasien bersemangat untuk
sembuh.
b. Sosial
Hubungan sosial pasien pada sesama pasien diruangan perawatan terlihat
akrab dan mengobrol. Pasien dan keluarga terbuka dan mudah mudah diajak
berbicara.

134
c. Ekonomi
Ekonomi pasien sekarang mengandalkan dari penghasilan anak, karena suami
tidak lagi bekerja dan pasien tidak lagi berdagang sayur. Jika suami bekerja
biasanya pendapatan perhari ± Rp. 50.000,- dan penghasilan anak ± Rp.
3.000.000,- perbulan. Pasien menggunakan jaminan BPJS dalam pembayaran
Rumah Sakit.

d. Budaya
Pasien bersuku kutai, kebudayan pasien tidak menghambat dan
mempengaruhi kesehatan pasien tidak ada larangan-larangan yang
menyangkut penyakit pasien.

e. Sipritual
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien terkadang shalat, namun saat sakit,
untuk melaksanakan shalat terhambat, sehingga pasien hanya berzikir dan
beristighfar. (ada tidak persepsi mengenai penyakitnya dalam
kepercayaannya)

4. Pola Kebiasaan Sehari-hari


a. Nutrisi
1) Makan
Sebelum sakit :Frekuensi : 3x/hari, pasien sangat kuat makan
kurang lebih satu piring. (tambahkan jumlah
kalori)
Jenis makanannya :pasien sangat menyukai makanan bertumis
dengan lauk ikan sungai
Selama sakit :Frekuensi : 3x/hari, nafsu makan menurun
kurang lebih ¼ porsi yang telah disediakan.
(tambahkan jumlah kalori)
Jenis makannya :bubur nasi sesuai diet yang diberikan Rumah
Sakit (sebutkan jenis diet dari rumah sakit)

2) Minum
Sebelum sakit : Frekuensi ± 2ltr/hari
Jenis minumannya : air putih, pasien juga
menyukai teh hangat.

135
Selama sakit : Frekuensi : ± 2ltr/hari
Jenis minumannya : air putih dan susu yang
diberikan Rumah Sakit. Tidak ada perubahan
asupan cairan pada pasien

b. Eliminasi (Fekal & Urine)


1) Fekal
Sebelum sakit : Frekuensi : 1x/hari dipagi hari
Warna dan tekstur: coklat kekuningan dengan
tekstur lembek

Selama sakit : Frekuensi : 1x/2hari dipagi hari


Warna dan tekstur : coklat kekuningan dan
tekstur lembek
2) Urine
Sebelum sakit : Frekuensi : ± 5-8x/hari
Warna : kuning jernih
Selama sakit : Pampers pasien terisi penuh saat setiap diganti.
(berapa kali diganti pampers dalam sehari dan berapa cc jumlah urin yang
ditampung pada pampers yang penuh)

c. Istirahat dan Tidur


1) Sebelum sakit
Tidur tenang dan nyaman, tidak terbiasa tidur siang. Tidur dimalam hari
dimulai sekitar pukul 22.00 – 05.00 WITA. Jam tidur kurang lebih 7-8
jam (bagi total jam tidur siang dan malam )
2) Selama sakit
Pasien gelisah saat tidur, kurang nyenyak dan mudah terbangun
(Cantumkan frekuensi dan jam tidur)

d. Aktivitas dan Gerak


1) Sebelum sakit
Berktivitas dan bergerak secara mandiri tanpa bantuan orang lain.

136
2) Selama sakit
Beraktivitas dan bergerak secara pasrial dengan bantuan orang lain

e. Personal Hygene
1) Sebelum sakit
Dapat membersihkan diri sendiri.
Mandi 2x sehari
Sikat gigi 3x sehari setiap mandi dan sebelum tidur
2) Selama sakit
Pasien tidak dibantu dalam membersihkan diri sendiri, namun hrus
dituntun menuju kamar mandi.
Mandi 1x sehari
Sikat gigi 2x sehari
Pasien rutin berganti popok dan pakaian

5. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran Umum
1) Kesadaran : Compos Mentis

E4, V5, M5

2) Tinggi Badan : (cantumkan tinggi badan)


3) Berat Badan : Sebelum sakit : 60 kg

Selama sakit : 50 kg

b. Tanda-tanda vital
TD : 110/70 mmHg RR : 20x/i
Nadi : 75x/i Temp : 36⁰C

c. Kepala
1) Rambut : Tipis, pendek, penyebaran merata, terdapat uban
2) Kulit Kepla : Simetris, tidak ada benjolan, tidak ada bekas luka
3) Wajah : Lemas dan pucat
4) Mata
a) Konjungtiva : Anemis +/+

137
b) Sklera : Tidak ikterik
c) Palpebra : Tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan

5) Mulut
a) Keadaan : Tidak ada bau mulut, tidak ada sariawan,
mulut simetris
b) Caries : Tidak ada caries

6) Bibir
a) Sianosis : Bibir tidak pucat, tidak ada lesi
b) Kelembapan : Bibir kering, namun tidak pecah-pecah
c) Sudut Bibir : Sudut bibir simetris tidak ada lesi

7) Hidung
a) Inspeksi : Hidung simetris, tidak ada edema dan secret,
Septum simetris di bagian tengah
b) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada sinus paranalisis

8) Leher
a) Kelenjar Tiroid : Tidak ada pembesaran kelenjr tiroid
b) Pembesaran Vena Jugularis : Tidak ada pembesaran vena
Jugularis (tambahkan nilai normal)
d. Dada
1) Pernapasan : Pernapasan Vesikuler, Frekuensi nafas 20x/i
2) Pengembangan Dada : Simetris
3) Suara Napas : Sonor

Permukaan dada terdapat bekas luka pasca operasi pengangkatan Ca


Mamae Dextra (inspeksi sebaiknya letakkan di awal hasil pemeriksaan)

e. Abdomen

138
1) Inspeksi : Bentuk Abdomen datar dan simetris, tidak ada lesi, tidak
distensi
2) Auskultasi : Bising usus 8x/i
3) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa
(tambahkan pemeriksaan perkusi)

f. Genetalia
1) Inspeksi : Tidak ada keputihan, pasien memakai popok, tidak ada
ruam merah di sekitar lipatan paha
(tambahkan pemeriksaan palpasi)

g. Ekstremitas

EAS 5 5 5 5 5 5 5 5 EAD

EBS 5 5 5 5 5 5 5 5 EBD

Keterangan :
0 : Tidak dapat kontraksi otot
1 : Hanya terdapat kontraksi otot
2 : Rentang gerak ( RoM ) pasif
3 : Gerakan aktif, dapat menahan gravitasi
4 : Gerakan aktif, namun dalam menahan sebagai tahanan
5 : Gerakan aktif, dapat melawan tahanan

1) Atas : Dapat menggerakan bebas,tanpa kesulitan,


pada tangan kanan terpasang infuse (tambahkan jenis
cairan dan jumlah tetesan permenit)
2) Bawah : Dapat menggerakan bebas tanpa kesulitan pada bagian
kanan, pada bagian kiri terasa nyeri dengan skala

139
f. Punggung

Inspeksi : punggung simetris,punggung tidak ada bekas luka,tidak


ada warna kemerahan

Palpasi : tidak teraba kulit yang kasar,tidak ada nyeri tekan.

6. Pemeriksaan penunjang

No Para Rosolt Kef. Rugo Nilai Normal

1 WBC 9,8 10³/uL 4,0-10,0

2 RBC 4,44 106/uL 3,50-5,50

3 HBG 11,9 9/dl 4,0-16,0

4 HCT 37,1 % 37,0-54,0

5 MCH l 26,8 Pg 27,0-33,0

6 MCH c 32,1 9/dl 32,0-36,0

7 Limph # 2,4 103/uL 0,8-4,0

8 Mid # 0,7 103/uL 0,1-1,5

9 Gran # 6,7 103/uL 2,0-7,0

7. Penatalaksaan / terapi / diet

Ceftriaxon 2x1 vial

Ranitidin 2x1 ampul

Antrain 3x1 ampul

Kutoni (kutoin) 3x1

Kal methazon 3x1

140
RL 20 tpm

(tambahkan terapi suplemen dan diet pasien)

B. Diagnosa keperawatan
1. Data fokus
a. Data subjektif
1) Pasien mengatakan nafsu makan berkurang, merasa lemas, dan mual.
2) Pasien mengatakan nyeri di bagian kaki sebelah kiri.
3) Pasien mengatakan tidur kurang nyenyak dan terganggu oleh rasa
nyeri
4) Keluarga pasien mengatakan pasien tidur gelisah dan mudah
terbangun.

b. Data objektif
1) Adanya nyeri pada bagian ekstremitas bawah
P :
Q : Terasa seperti di tusuk-tusuk
R : Pada bagian ekstremitas bawah sebelah kiri dari paha sampai
kiri
S :6
T : 15 menit sekali
2) Pasien hanya menghabiskan ¼ porsi makan yang diberikan
3) BB sebelum sakit 60 kg
BB selama sakit 50 kg
Terjadi penurunan BB 10 kg
4) Pasien terlihat tertidur sebentar sebentar dan terbangun kembali jika
mendengar suara dan mengeluh nyeri
5) Wajah pasien terlihat lemas dan pucat

141
2. Analisa data
No Pengelompokan data Problem Etiologi

Ds : pasien mengatakan Nyeri Akut Proses penyakit


1
nyeri di bagian (kompresi atau
ekstremitas bawah destruksi jaringan
sebelah kiri saraf, ada nya penekan
tumor)
Do : Adanya nyeri pada
ekstremitas bawah kiri
P:
Q : Ditusuk-tusuk
R : Bagian ektremitas
bawah kiri dari
paha sampai lutut
S:6
T : 15 menit sekali
Ds : Pasien mengatakan Ketidak Mual dan nafsu makan
2
nafsu makan seimbangan nutrisi menurun,akibat efek
berkurang,lemas dan kurang dari kemoterapi
mual. kebutuhan tubuh

Do : Pasien hanya
menghabiskan ¼ porsi
makan yang di berikan
wajah terlihat lemas,dan
pucat.
BB sebelum sakit 60 kg
BB selama sakit 50 kg

142
Ds : Pasien mengatakan tidur Gangguan pola Nyeri akut dan
3 tidur
kurang nyenyak dan lingkungan,kegelisahan
terganggu oleh rasa saat tidur
nyeri ,keluarga juga
mengatakan pasien tidur
gelisah dan mudah
terbangun.

Do : Pasien terlihat tertidur


sebentar dan terbangun
kembali jika mendengar
suara dan mengeluh
nyeri

HASIL ANALISA DARI ANALISA DATA:


1. Masalah Nyeri Akut
a. Berdasarkan Teori Anatomi & Fisiologi
1) Pada penderita Ca mamae kanker payudara ditandai dengan
nyeri. Hal ini disebabkan oleh metastase. Metastase adalah
menyebarnya sel kanker dari tumor primer ke organ-organ vital
atau tempat yang jauh pada tubuh pasien. Proses tersebut
merupakan hasil rangkaian perubahan genetic, kejadian-kejadian
epigenetic dan reaksi tubuh terhadap tumor.
2) Metastasis merupakan ciri utama pada tumor ganas atau yang
kita kenal dengan kanker. Metastasis suatu kanker memerlukan
aktifasi gen-gen efektor metastasis tambahan atau inaktifasi gen-
gen supresor metastasis yang merupakan jalur kaskade yang
berbeda dan lebih komplek daripada kaskade tumorigenesis.
Konsep ini sesuai dengan penemuan Kang dkk. yang
menyatakan bahwa untuk metastasis ke organ tertentu suatu

143
kanker memerlukan sarat ekspresi dari gen tertentu yang
berdampingan dengan profil buruk tumor primernya.
Penyebaran sel bergantung kepada kwantitas komponen
molekul-molekul seperti reseptor adhesi, ligan metrik
ekstraseluler, afinitas antara reseptor membran dan
kemoatraktan, enzim-enzim protease, protein-protein tertentu
yang terikat pada kerangka sel dan molekul tertentu
3) Tempat tersering dari metastasis kanker payudara yaitu paru,
tulang, otak atau ada organ tubuh lainnya walaupun jarang.
Gejala yang ditimbulkan tentunya tergantung dari tempat yang
terkena bila tulang belakang atau penyangga tubuh dapat
menyebabkan kecacatatan permanen berupa kelumpuhan bila
tidak di atasi dengan segera. Bila mengenai paru akan
menyebabkan sesak / batuk darah, bila ke hati dapat
menyebabkan gangguan atau kegagalan fungsi hati.
4) Bila mengenai otak tentunya dapat menimbulkan gangguan
sesuai dengan lokasi (Muntah, Parkinson, gangguan
keseimbangan, bahkan kelumpuhan satu sisi). Angka kejadian
metastasis payudara ke setiap organ tersebut dapat terjadi pada
umur muda hingga lanjut, terutama yang datang terlambat
karena beberapa alasan diantaranya karena ketidaktahuan, social
ekonomi karena atau karena ketakutan akibat kehilangan
payudara sebagai body image atau pengobatan kemoterapi
dengan segala efek sampingnya yang dapat berkelanjutan,
mencoba terapi herbal dengan segala janji tidak masuk akal,
lokasi yang jauh dari pusat kesehatan. Keadaan metastasis dapat
juga terjadi setelah terapi pada kanker primer kemudian
kekambuhannya kanker tersebut pada lokasi jauh (Tulang, otak,
paru, hati) sedangkan lokasi primernya tidak kambuh.

144
5) Dari metastase tersebut perjalanan proses penyakit
mengakibatkan pasien nyeri dibagian ekstremitas bawah sebelah
kiri, pada ektermetitas bawah tepatnya di paha terdapat saraf
nervus femoralis, perjalanan nyeri dari otak karena metastase
pada ca mammae merambat melalui medulla spinalis sampai
akhirnya mengenai saraf femoralis di bagian paha sebelah kiri.
6) Nyeri dapat digambarkan sebagai suatu pengalaman sensorik
dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi, atau
dijelaskan berdasarkan kerusakkan tersebut. ( international
association for the study of Pain ( IASP) Task Force, 1994,
p.210-211).

145
7) Nyeri akut mungkin dapat diperkirakan dan rekuren apabila
terjadi cidera jaringan yang berulang atau progresif. Contoh-
contoh situasi semacam ini adalah nyeri pada penyakit seperti
anemia sel sabit, dan kanker.
8) Rasa nyeri terutama merupakan mekanisme pertahanan tubuh,
rasa nyeri timbul bila ada jaringan yang rusak.
9) Tanda-tanda nyeri :
a) Tekanan darah meningkat
b) Frekuensi pernafasan meningkat
c) Gelisah
d) Raut wajah tampak kesakitan
e) Gangguan tidur
f) Perubahan napsu
10) Nyeri Ny. S skalanya menjelaskan bahwa nyeri yang dirasakan
dalam rentang sedang dan tipe nyeri dirasa seperti ditusuk-
tusuk.
Pengelompokan nyeri sendiri terdiri dari :
a) Skala nyeri 1-3 berarti Nyeri Ringan (masih bisa
ditahan, aktifitas tak terganggu)
b) Skala nyeri 4-6 berarti Nyeri Sedang (menganggu
aktifitas fisik)
c) Skala nyeri 7-10 berarti Nyeri Berat (tidak dapat
melakukan aktifitas secara mandiri)

11) Nyeri bagian pada ekstremitas bawah sebelah kiri terjadi arena
penekanan saraf

146
b. Berdasarkan Teori Kebutuhan Dasar Manusia
1) Pasien dengan nyeri aku dapat dibantu dengan teknik relaksasi
nafas dalam, distraksi massase dan posisi
2) Nyeri pada Ca Mamae merupakan suatu keadaan yang
menggambarkan suatu pengalaman sensorik dan emosional
yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi, atau dijelaskan
berdasarkan kerusakkan tersebut.sehingga menimbulkan
nyeri,maka tujuan dilakukannya pemberian teknik ;
a) Relaksasi nafas dalam
b) Distraksi
c) Posisi
Untuk membuat pasien lebih rileks dan tidak terfokus pada
nyeri.
1) Pada kondisi nyeri dengan skala 6 (sedang) perlu dilakukan
pemberian teknik nafas dalam dan posisi untuk membantu agar
pasien rileks dan pembeian teknik ditraksi dilakukan agar
pasien tidak terfokus pada nyeri.
2) Pada pasien Ny. S mengeluh nyeri dibagian ekstremitas bawah
kiri dengan sakala 6 dan pasien tidak mengetahui penyebab
nyeri muncul sebaiknya beritahu pasien tentang nyeri,
mengapa nyeri timbul dan sampaikan pada dokter agar
memberikan obat analgesik yang lebih kuat karena kanker
pasien sudah bermetastase ke otak dan paru.
3) Fungsi distraksi adalah untuk mengalihkan atau menjuahkan
perhatian pasien terdapat sesuatu yang sedang dihadapi.
Contohnya, nyeri dan juga untuk memusatkan perhatian agar
teralihkan dari rasa nyeri.
4) Distraksi yang berfungsi untuk mengalihkan perhatian pasien
dapat menimbulkan stimulus yang menyenangkan dari luar

147
juga dapat merangsang sekresi endorfin, sehingga stimulus
nyeri yang dirasakan oleh klien menjadi berkurang.
5) Banyaknya modalitas sensori yang digunakan dan minat
individu dalam stimulus dan berhubungan langsung dengan
distraksi, oleh karena itu stimulisasi penglihatan, pendengaran
dan sentuhan mungkin lebih efektif dalam menurunkan nyeri.
Massase termasuk kedalam distraksi.
c. Berdasarkan Teori Asuhan Keperawatan
1) Pada analisa data terdiri atas pengelompokan data,
pengelompokan data adalah mengelompokkan data-data klien
atau keadaan tertentu dimana klien mengalami permasalahan
kesehatan atau keperawatanberdasarkan kriteria
permasalahannya.Setelah data di kelompokkan maka perawat
dapat mengidentifikasi masalah keperawatan klien dan
merumuskannya.
2) Berdasarkan asuhan keperawatan ini, pengelompokan data
sudah dilakukan dengan mengelompokan data sesuai dengan
masalah klien.
3) Masalah pertama yaitu gangguan rasa nyaman yang
disebabkan oleh gejala terkait penyakit.
Menurut NANDA, gangguan rasa nyaman merupakan rasa
kurang nyaman, lega dan sempurna dalam dimensi fisik, prik-
spiritual, lingkungan, budaya dan/atau social. Menurut
analisa yang kami lakukan dari data yang diperoleh, klien
mengatakan nyeri di ekstremitas bawah sebelah kiri , dengan
skala nyeri 6, berlangsunng ±15 menit. Pada data tersebut
didapatkan data subjektif dan obyektif dan dari data tersebut
dijadikan sebagai bukti atau acuan dalam penentuan
masalah. Dimana masalah yang dialami klien adalah perasaan
tidak nyaman yang disebabkan karena nyeri,dimana nyeri
yang dialami nya merupakan gejala dari penyakit / diagnose

148
medis dari klien yaitu Ca Mamae metastase ke otak +
paru .Maka dapat dikatakan bahwa penyebab yang
mengakibatkan gangguan rasa nyaman pada klien adalah
nyerinya.
Gangguan rasa nyaman (domain 12) terdiri dari 3 kelas yaitu
kelas 1 (kenyamanan fisik), kelas 2 (kenyamanan
lingkungan ) dan kelas 3 (kenyamanan social). Faktor yang
berhubungn dengan gangguan rasa nyaman antara lain:
3. Gejala terkait penyakit
4. Kurang kontrol situasi
5. Kurang pengendalian lingkungan
6. Kurang prifasi
7. Program pengobatan
8. Stimulasi ingkungan yang mengganggu
9. Sumber daya tidk adekuat (misal finansial,
pengetahuan dan social)
4) Menurut data dari analisa data penulis, tidak terdapat data
yang menunjukkan mengenai bagaimana nyeri itu muncul
apakah nyeri itu hilang timbul atau secara terus menerus.

2. Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari Kebutuhan Tubuh


a. Berdasarkan Teori Anatomi dan Fisiologi
1) Pada pasien Ca mamae ditandai dengan ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Hal ini disebabkan oleh
terjadinya peningkatan asam lambung atau HCL dilambung. Mual
disebabkan oleh impuls iritasi yang datang dari otak bawah yang
berhubungan dengan motion sickness / impuls dari korteks serebri
untuk memulai muntah.
2) Peningkatan asam lambung / HCL, karena asam yang kuat yang
berdisosiasi dengan cepat terutama melepaskan sejumlah besar

ion H+ didalam larutan.

149
3) Efek kemoterapi mengakibatkan nafsu makan menurun karena
obat-obatan kemoterapi dapat meningkatkan asam lambung.
4) Pengaruh kemoterapi juga dapat menyebabkan mual muntah.
Karena pengaruh kemoterapi tersebut pasien semakin
menghindari jenis makanan tertentu yang menyebabkan pasien
mual. Dengan seiring berjalan nya waktu pasien yang semakin
menghindari jenis makanan yang membuat nya mual akan
semakin kehilangan nafsu makan dan nutrisinya semakin
berkurang sehingga mengalami penurunan berat badan pula.
5) Penurunan nafsu makan pada pasien juga karena efek kemoterapi
yang dapat mengubah sensasi rasa, seperti rasa logam, terlalu
asin, dan manis. Pasien yang mual karena kemoterapi juga karena
terkikisnya mukosa usus halus sehingga merangsang saraf
tertentu untuk mengaktivkan vomiting center & chemoroseptor
trigger zone di otak. Kedua area diotak ini juga diaktivasi oleh
obstruksi saluran cerna.
b. Berdasarkan Teori Kebutuhan Dasar Nutrisi Manusia
Nurisi di sebut juga zat Gizi. Nutrisi adalah zat dalam makanan
yang dibutuhkan organisme untuk dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik sesuai dengan fungsinya. Nutrisi di peroleh dari hasil
pemecahan makanan oleh sistem pencernaan. dan seringkali di
sebut dengan istilah sari-sari makanan. Nutrisi terbagi dalam 2
golongan, yaitu makronutrisi dan mikronutrisi.

a. Makronutrisi adalah adalah nutrisi yang di butuhkan tubuh


dalam jumlah yang besar dan biasanya berfungsi sebagai
sumber energi. Yang termasuk makronutrisi adalah:
1. Karbohidrat. contoh makanan sumber karbohidrat:
beras, gandum, singkong, kentang, dll
2. Protein. Contoh makanan sumber protein: susu, telur,
daging, ikan, kacang-kacangan, dll

150
3. Lemak. Contoh makanan sumber lemak: susu, telur,
kacang-kacangan, kelapa, dl
b. Mikronutrisi adalah nutrisi yang dibutuhkan tubuh dalam
jumlah sedikit dan berfungsi untuk mendukung proses
metabolisme tubuh. yang termasuk kedalam mikronutrisi
adalah:
1. Vitamin. Contoh makanan sumber vitamin: Buah-
buahan, sayur-sayuran, dan lain-lain
2. Mineral. Contoh makanan sumber minderal: buah-
buahan, sayur-sayuran,dan lain-lain
3. Air. Air di temukan dalam bentuk sejatinya atau
dalam semua jenis bahan pangan meski dalam
kosentrasi yang sedikit.
c. Berdasarkan teori konsep asuhan keperawatan
1) Pada analisa data terdiri atas pengelompokkan data adalah
mengelompokkan data-data klien tertentu dimana klien
mengalami permasalahan kesehatan atau keperawatan
berdasarkan kriteria permasalahannya. Setelah data
dikelompokkan maka dapat mengidentifikasi masalah
keperawatan klien dan merumuskannya.
2) Berdasarkan asuhan keperawatan pasien ini,
pengelompokkan data sudah dilakukan dengan
pengelompokkan data sesuai dengan masalah klien.
3) Masalah kedua, adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolik. (NANDA 2015-2017).

Dari data subyektif dan obyektif didapatkan bahwa nafsu


makan klien berkurang, lemas. Karena klien adanya al ini

151
disebabkan oleh terjadinya peningkatan asam lambung atau HCL
dilambung. Mual disebabkan oleh impuls iritasi yang datang dari
otak bawah yang berhubungan dengan motion sickness / impuls
dari korteks serebri untuk memulai muntah. Pada data tersebut
didapatkan data subyektif dan obyektif dan dari data tersebut
dijadikan sebagai bukti atau acuan dalam penentuan masalah.
Dimana masalah yang dialami klien adalah kurangnya nafsu
makan yang disebabkan oleh mual.

Faktor yang berhubungan dengan ketidakseimbangan nutrisi


kurang dari kebutuhantubuh antara lain:

a) Faktor biologis
b) Faktor ekonomi
c) Gangguan psikososial
d) Ketidakmampuan makan
e) Ketidakmampuan mencerna makanan
f) Ketidamampuan absorbsi nutrien
g) Kurang asupan makan

3. Gangguan Pola Tidur


a. Berdasarkan Teori Anatomi Fisiologi
1) Pada pasien Ca Mamae ditandai dengan nyeri. Hal ini
disebebkan adanya metastase ke otak sehingga mengakibatkan
suatu persilangan ke ekstremitas sebelah kiri pada lobus
oksipital. Sehingga mengakibatkan nyeri terjadi.
2) Tidur adalah bagian dari ritme biologi yang bekerja selama 24
jam dengan tujuan untuk mengembalikan stamina. Pengatur
tidur dan terbangun diatur oleh batang otak (Reticular
Achtivating System and Bulbar Synchoronizing Region),

152
talamud dan berbagai hormon yang diproduksi oleh
hipotalamus.
3) Secara teori gangguan tidur dapat disebabkan aurosal sehingga
pasien akan sulit masuk kedalam fase tidur atau mudah
terbangun pada saat tertidur. Terdapat 2 neurotrasmitter penting
pada manusia yang mengatur tidur – bangun yaitu histamin dan
GABA (Gamma-Aminobutyrich Acid) pola tidur dapat
terganggu ketika pada malam hari terlalu banyak memproduksi
histamin dan tidak cukup memproduksi GABA sehingga
insomnia. Namun, pada siang hari tubuh terlalu banyak
memproduksi GABA dan tidak cukup memproduksi histamin
sehingga dapat menyebabkan kantuk berlebihan di siang hari.
4) Produksi yang dihasilkan oleh 2 mekanisme pada serebral dalam
batang otak ini menghasilkan serotonin. Serotonin merupakan
neurotransmitter yang dibertanggubjawab terhadap transfer
impuls-impuls syaraf ke otak. Serotoni berperan sangat spesifik
dalam menginduksi rasa kantuk dan juga sebagai modulator
kapasitas kerja otak.
5) Dalam tubuh serotonin dibuah menjadi melatonin. Melatonin
merupakan hormon katekolamin yang diproduksi secara alami
didalam tubuh tanpa bantuan cahaya.
6) Pada lansia hormon katekolamin ini akan menurun seiring
dengan bertambahnya usia, tetapi kaitan dari penurunan ini
belum diketahui terhadap lansia yang sulit tidur. Namun ada
juga yang mencoba menaikkan melatonin dengan matahari di
pagi hari agar ritme circadian (siklus tidur-bangun) menjadi
lebih kuat dan seimbang.
7) Adanya lesi pada pusat pengatur tidur dan terbangun dibagian
hipotalamus anterior juga dapat menyebabkan keadaan siaga
dalam tidur. Kemudian itu katekolamin yang dilepaskan dari
neuron-neuron (Reticular Activating System). Akan

153
menghasilkan hormon noneprineprin, yang umumnya hormon
ini akan merangsang otak aktivitas.
8) Pada orang dalam keadaan stress atau cemas kadar hormon ini
akan meningkat dalam darah yang akan merangsang sistem saraf
simpatetik sehingga seseorang akan terus terjaga. Hal lain
menyatakan bahwa pelepasan prostaglandin hipotalamus
menyebabkan peningkatan gelombang lambat tidur dan
kesadaran. Prostgalandin adalah mediator kmiawi yang berperan
pada patogoenesis nyeri, yang akan memicu pusat saraf nyeri
pada daerah korteks parentalis tepatnya girus posterior sentralis.
9) Pasien dengan Ca Mamae kebanyakan gangguan tidurnya
diakibatkan oleh nyeri. Hal tersebut dapat dibuktikan pada
penelitian Darmiatus in Darmais Cancer Hospital. Penelitan
Fortner et.al. yang memperkuat yang pertanyaan tersebut
menemukan gangguan tidur yang dialami berkaitan dengan
menurunnya waktu tidur dan nokturia.

b. Berdasarkan Teori Kebutuhan Dasar Manusia


1) Kebanyakan pasien dengan ca. Mammae mengeluhkan
gangguan tidur.
2) Penyebabnya mulai dari nyeri, prawatan medis hingga gangguan
psikososial.
3) Pada pengkajian tidak dituliskan frekuensi dengan jumlah jam
tidur pasien selama sakit. Sehingga sulit untuk menentukan
jumlah tidur pasien.

154
4) Batas normal kebutuhan tidur adalah sebagai berikut :

Usia Tingkat Perkembangan Jenis Kebutuhan Tidur

0 – 1 bulan Masa Neonatus 14 – 18 jam/hari

1 bulan – 18 bulan Masa Bayi 12 – 14 jam/hari

8 bulan – 3 tahun Masa Anak 11 – 12 jam/hari

3 tahun – 6 tahhun Masa Prasekolah 11 jam/hari

6 tahun – 12 tahun Masa Sekolah 10 jam/hari

12 tahun – 18 tahun Masa Remaja 8,5 jam/hari

18 tahun – 40 tahun Masa Dewasa Muda 7 – 8 jam/hari

40 tahun – 60 tahun Masa Paruh Baya 7 jam/hari

60 tahun ke atas Masa Dewasa Tua 6 jam/hari

5) Pada kondisi ini dapat diberikan perawatan melalui :


a) Teknik relaksasi napas dalam
b) Memberikan kenyamanan lingkungan pada pasien
6) Pemberian perawatan itu untuk membantu pasien merasa rileks
sebelum tidur dan saat tidur merasa nyaman, dan kegelisahan
pasien menjadi berkurang
c. Berdasarkan Teori Asuhan Keperawatan
1) Pasien dengan ca. Mammae metastase ke otak dan paru sudah
masuk ke fase terminal.
2) Pada pasien terminal askep yang digunakan yaitu askep paliative
care.

155
3) Menurut WHO dalam Rasjidi, 2010 adalah pendekatan yang
meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga mereka dalam
menghadapi masalah terkait dengan penyakit yang mengancam
nyawa, melalui pencegahan dan pengurangan penderitaan
denmgan cara identifikasi dini, pemeriksaan yang baik dan
terapi rasa sakit dan masalah lainnya, fisik, psikososial, dan
spiritual.
4) Penderitaan Pasien Kanker (Fisik) Gejala fisik juga dapat
muncul karena pengobatan yang sedang dilakukan. Kemoterapi
atau radiasi di bagian tertentu dapat memberikan efek samping
mual, muntah, tidak nafsu makan, cepat lelah dan sebagainya.
Nyeri atau gangguan fungsi bagian tubuh yang dioperasi dapat
terjadi akibat operasi. Kondisi tirah baring dalam waktu lama
dapat menimbulkan pasien merasa semakin lemah.

3. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut b.d proses penyakit (kompressi atau dostruksi jaringan saraf
infiltrasi saraf adanya penekanan saraf)
b. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d rasa mual dan
penurunan nafsu makan akibat efek kemoterapi
c. Gangguan pola tidur berhubungan b.d rasa nyeri,lingkungan dan
kegelisahan saat tidur.

Hasil Analisa :

Menurut teori kebutuhan dasar manusia dan konsep dasar asuhan


keperawatan dalam memprioritaskan kebutuhan klien, Hirarki Abraham
Maslow menjadi rujukan perawatan dalam menentukan pemenuhan kebutuhan
klien. Kebutuhan fisiologis menjadi kebutuhan utama manusia selanjutnya rasa
aman dan nyaman, rasa cinta memiliki dan dimiliki, harga diri dan aktualisasi

156
diri. Berpatokan dengan teori tersebut maka dari itu kami mangangkat diagnosa
prioritas pertama adalah :

1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit menjadi prioritas


pertama, menurut teori A. Maslow nyeri termasuk tingkat kedua karena
masuk dalam kategori aman nyaman, tetapi pada kasus kami nyeri
menjadi prioritas pertama karena nyeri sudah mengganggu kebutuhan
dasar yang lain, maka dari itu kami mengatasi nyeri terlebih dahulu.
2. Diagnosa prioritas kedua adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan rasa mual dan penurunan nafsu
makan akibat efek kemoterapi menjadi prioritas kedua, berdasarkan teori
A.Maslow nutrisi termasuk ke tingkat pertama karena masuk kategori
fisiologis. Tetapi kami mengangkat diagnosa ini menjadi prioritas kedua
karena yang pertama adalah nyeri, dan nyeri tersebut lebih darurat dan
harus lebih dahulu ditangani.
3. Diagnosa prioritas yang ketiga adalah gangguan pola tidur berhubungan
dengan rasa nyeri, menurut teori A.Maslow sesuai dengan teorinya pola
tidur termasuk di kebutuhan fisiologis, (tingkat 1), tetapi pada kasus ini
kami mengatasi nyerinya terlebih dahulu lalu diikuti dengan nutrisi dan
selanjutnya pola tidur.

157
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

N hari/ Dx. Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


o tanggal
1. Kaji dan tentukan 1. Untuk
1 selasa, Nyeri akut b.d Tujuan : Setelah
lokasi nyeri, mengetahui
14/06/1 proses penyakit dilakukan tindakan
frekuensi, durasi, perkemban
6 10:00 (kompresi atau keperawatan 2x24
dan intensitas nyeri gan
dostruksi jaringan jam, masalah nyeri
2. Berikan tindakan keefektifan
saraf,infiltrasi saraf akut teratasi atau
kenyamanan dasar intrvensi
dan adanya berkurang dari
 Posisi SIM 2. Meningkatk
penekanan tumor) awalnya skala 6
 Relaksasi an relaksasi
menjadi skala 4 atau 3,
napas dalam dan
dengan kriteria hasil :
3. Ajarkan klien dan membantu

a. Klien mengatakan keluarga mengenai memfokusk

nyeri berkurang nyeri. an kembali

Vas 3-4  Penyebab perhatian.

b. Ekspresi wajah  Penanganan 3. Memungkin

tenang 4. Berikan analgesik kan

c. TTV normal sesuai dengan keluarga

TD : 120-100 indikasi dan klien

RR : 18-20X/mnt untuk

N : 60-80x/mnt berpartisipa

T : 36,5-37,5oc si cara
efektif dan
meningkatk
an rasa
kontrol
nyeri
4. Mengurangi

158
rasa nyeri
secara
optimal
1. kaji pola dan 1. untuk
2 Selasa, Ketidakseimbangan Tujuan : setelah
pemenuhan nutrisi mengetahui
14/06/1 nutrisi kurang dari dilakukan tindakan
pasien pemenuhan
6 11:00 kebutuhan tubuh keperawatan selama
2. berikan pasien nutrisi
b.d rasa mual dan 2x24 jam,masalah
dukungan penuh pasien
penurunan nafsu kesimbangan nutrisi
(membantu dan 2. agar pasien
makan akibat efek teratasi.dengan kriteria
anjurkan) termotivasi
kemoterapi hasil:
3. berikan untuk

a. Asupan serat pengetahuan kepada memenughi

tercukupi pasien tentang kebutuhan

b. Asupan mineral nutrisi nutrisinya

tercukupi 4. berikan suplemen untuk

c. Nafsu makan makanan sembuh.

pasien meningakat 3. Agar pasien

d. Pasien mengerti mengetahui

pentingnya nutrisi peran

bagi tubuh. nutrisi bagi


tubuhnya.
4. Untuk
meingkatka
n
pemenuhan
nutrisi yang
adekuat.
1. Pantau keadaan 1. Mengetahui
3 selasa,1 Gangguan pola Tujuan: setelah
umum pasien dan kesadaran
4/06/16 tidur b.d rasa dilakaukan tindakan
TTV. dan kondisi
11:30 nyeri,lingkungan keperawatan 2x24

159
dan kegelisahan jam,masalah pola tidur 2. Ciptakan suasana tubuh
teratasi dengan kriteria nyaman bagi pasien dalam
hasil: 3. Anjurkan tekhnik keadaan
relaksasi distraksi normal/tida
1. Tidur pasien
4. Kaji faktor k
optimal
gangguan tidur 2. Membantu
2. Tidak menunjukan
relaksasi
prilaku gelisah
saat tidur
3. Konjungtiva tidak
3. Menenangk
anemis
an pikiran
4. Mempertahankan
dari gelisa
pola tidur yang
dan
memberikan energi
mengurangi
untuk aktivitas
ketegangga
sehari-hari
n otot
4. Mengidenti
fikasi
penyebab
aktual
gangguan
tidur.

HASIL ANALISIS :

dx.1 Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit jaringan saraf

tujuan: setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2 x 24 jam masalah nyeri


akut teratasi atau berkurang

Dalam menentukan tujuan dan kriteria hasil harus berdasarkan dengan SMART
yaitu:

160
S : nyeri berkurang dari 6 menjadi Vas 3-4

M :

A : Ekspresi wajah tenang

R : dalam 2 x 24 jam dapat tercapai kriteria hasil: Klien


mengatakan nyeri berkurang Vas 3-4, Ekspresi wajah tenang ,
TTV normal yaitu TD : 120/80 mmHg – 100/60mmHg RR : 18-
20X/i N : 60-80x/i T : 36,5-37,5oc

T : 2 x 24 jam

1.1 Kaji dan tentukan lokasi nyeri, frekuensi, durasi, dan intensitas nyeri
Nyeri akan terasa bila seseorang menerima panas dengan suhu diatas
45ºC. Ini merupakan suhu dimana jaringan mulai mengalami kerusakan akibat
panas: sebenarnya jaringan akan rusak jika suhu menetap pada suhu 45ºC.
Oleh karena itu, jelaslah sekarang bahwa rasa nyeri sangat erat hubungan
dengan kemampuan panas merusak jaringan.
Nyeri yang berasal dari berbagai bermacam-macam visera sukar
dilokalisasikan. Pertama otak tidak tahu organ internal mana yang terangsang
karena baru pertama kali mengalami, karena itu rasa nyeri yang berasal dari
bagian dalam akan dilokalisasi secara umum.
Frekuensi nyeri itu menentukan batas nyeriyang dirasakan, misalnya
mengunakan skala vas 1-10
Durasi nyeri itu dibagi menjadi dua rasa nyeri utama: rasa nyeri lambat
dan rasa nyeri cepat. Bila diberikan stimulus nyeri, maka rasa nyeri cepat
timbul dalam waktu kira-kira 0,1 detik, sedangkan rasa nyeri lambat timbul
setelah 1 detik atau lebih lalu kemudian secara perlahan bertambah selama
beberapa detik dan kadang kala bertambah beberapa menit.
Intensitas nyeri berhubungan dengan kecepatan kerusakan jaringan
yang disebabkan oleh pengaruh lain selain panas, infeksi bakteri, iskemia
jaringan, kontussio jaringan, atau penyebab lainnya.

161
Berdasarkan anatomi fisiologi fase persepsi menyadarkan
individu dan mengartikan nyeri itu sehingga kemudian individu dapat
bereaksi terhadap nyeri
Stimulus nyeri Medula spinalis Talamus Otak (area limbik). Reaksi
emosi Pusat otak PersepsiStimulus nyeri ditransmisikan ke medula
spinalis, naik ke talamus, selanjutnya serabut mentrasmisikan nyeri ke
seluruh bagian otak, termasuk area limbik.
Area ini mengandung sel-sel yang yang bisa mengontrol emosi
(khususnya ansietas). Area limbik yang akan berperan dalam
memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setelah transmisi syaraf
berakhir di pusat otak, maka individu akan mempersepsikan nyeri.

1.2 Berikan tindakan kenyamanan dasar


 Posisi SIM
 Relaksasi napas dalam

(Menurut buku NANDA NIC-NOC Ajarkan menejemen nyeri: distraksi,


massase, relaksasi, guidet imageri)

Teknik manajemen nyeri itu dapat menekan penjalaran sinyal nyeri.


Efek ini diduga merupakan akibat dari jenis inhibisi lateral setempat. Hal ini
dapat menjelaskan mengapa gerakan-gerakan yang sederhana saja, seperti
tindakan menggaruk kulit dekat daerah yang nyeri sering kali efektif untuk
mengurangi rasa nyeri.

Mekanisme nyeri alih: tampak cabang-cabang serabut nyeri bersinaps


dengan neuron kedua dalam medulla spinalis, neuron kedua ini menerima
serabut nyeri yang berasal dari kulit. Bila serabut nyeri viseral terangsang,
maka sinyal nyeri yang berasal dari visera selanjutnya akan dijalarkan
melalui dengan neuron yang sama yang juga menjalarkan sinyal nyeri yang
berasal dari kulit, dan akibatnya orang akan merasakan sensari yang benar-
benar berasal dari kulit.

162
Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi
terletak pada fisiologi sistem syaraf otonom yang merupakan bagian
dari sistem syaraf perifer yang mempertahankan homeostatis
lingkungan internal individu. Pada saat terjadi pelepasan mediator
kimia seperti bradikinin, prostaglandin dan substansi, akan merangsang
syaraf simpatis sehingga menyebabkan vasokostriksi yang akhirnya
meningkatkan tonus otot yang menimbulkan berbagai efek seperti
spasme otot yang akhirnya menekan pembuluh darah, mengurangi
aliran darah dan meningkatkan kecepatan metabolisme otot yang
menimbulkan pengiriman impuls nyeri dari medulla spinalis ke otak
dan dipersepsikan sebagai nyeri.

1.3 Ajarkan klien dan keluarga mengenai nyeri.


 Penyebab
 Penanganan

Menurut NANDA NIC-NOC : anjurkan manajemen nyeri (distraksi,


massase, relaksasi, guidet imageri)

Agar penderita dapat mengatur seberapa besar rangsangan yang


diberikan. Tindakan ini juga dapat menurunkan rasa nyeri secara perlahan
ataupun membuat penderita beradaptasi dengan rasa nyeri yang dialami. Rasa
nyeri itu dapat hilang setelah 24 jam sejak pemberian rangsangan selama
beberapa menit.

1.4 Berikan analgesik sesuai dengan indikasi


Untuk menurunkan derajat nyeri itu disebabkan oleh kemampuan otak
menekan besar sinyal nyeri yang masuk kedalam sistem sara, yaitu dengan
mengaktifkan sistem pengatur rasa nyeri yang disebut sistem analgesia
Kolaborasi dalam pemberian obat bila ada obat yang diberikan
kepada pasien, hal itu harus menjadi bagian integral dari rencana

163
keperawatan. Perawat yang paling tahu tentang kebutuhan dan respon
pasien terhadap pengobatan.Misalnya, pasien yang sukar menelan,
muntah atau tidak dapat minum obat tertentu (dalam bentuk
kapsul).Perawat betanggung jawab mengecek dosis obat sebelum
memberikannya seta mengajari klien tentang dosis yang
diprogramkan.Sistem perhitungan metric, apothecary, dan rumah
tangga digunakan dalam terapi obat.“Enam benar” pemberian obat yaitu
benar obat, benar dosis, benar klien, benar rute pemberian, benar waktu,
benar dokumentasi.

Dx.2 ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan rasa mual

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam masalah


kesimbangan nutrisi teratasi

Dalam menentukan tujuan dan kriteria hasil harus berdasarkan dengan SMART
yaitu:

S :

M :

A :

R : dalam 2x24 jam dapat tercapai kriteria hasil: Asupan serat


tercukupi, Asupan mineral tercukupi, Nafsu makan pasien
meningkat, serta pasien mengerti pentingnya nutrisi bagi tubuh

T : 2x24 jam

2.1 kaji pola dan pemenuhan nutrisi pasien


Mual adalah pengenalan secara sadar terhadap eksitasi bawah sadar pada
daerah medula yang secara erat berhubungan dengan atau merupakan bagian
dari pusat muntah, dan mualdapat disebabkan oleh impuls iritasi yang datang

164
dari traktus gastrointestinal, impuls yang berasal dari otak bawah yang
berhubungan dengan motion sickness, atau impuls dari korteks serebri untuk
memulai muntah. Muntah kadang terjadi tanpa didahului perangsang
prodormalmual, yang menunjukkan bahwa hanya bagian-bagian tertentu dari
pusat muntah yang berhubungan dengan perangsang mual.
Dengan mengkaji pola dan pemenuhan nutrisi pasien kita dapat mengetahui
pola makan, kebiasaan makan dan keteraturan makan.

2.2 berikan pasien dukungan penuh (membantu dan anjurkan)


berikan dukungan penuh agar membantu memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
dengan membangkitkan selera pasien.
2.3 berikan pengetahuan kepada pasien tentang nutrisi
dengan memberikan pendidikan kesehatan mengenai nutrisi dapat termotivasi
untuk menghabiskan diit yang diberikan atau mempengaruhi pola konsumsi
pasien baik dari segi prasangka (biasanya seseorang menghindari beberapa
jenis makanan karena mitos, dll), kebiasaan ( kebiasaan yang merugikan atau
pantangan terhadap makanan tertentu), kesukaan (terlalu berlebihan terhadap
suatu makanan), dan ekonomi (penyediaan makanan bergizi membutuhkan
dana yang tidak sedikit).
2.4 berikan suplemen makanan
dengan memberikan suplemen makanan kita dapat meningkatkan nafsu
makan pasien. Suplemen makanan terdiri dari vitamin, mineral, dan asam
amino yang merupakan bagian dari penyusun protein yang digunakan untuk
keseimbangan metabolisme dalam tubuh dan pembentuk serta regenerasi sel
tubuh.

Dx.3 Gangguan pola tidur b.d rasa nyeri,lingkungan dan kegelisahan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama 2 x 24 jam pola tidur pasien kembali
teratur

165
Dalam menentukan tujuan dan kriteria hasil harus berdasarkan dengan SMART
yaitu:

S : pola tidur pasien kembali teratur

M : tidur pasien optimal (kebutuhan tidur pasien tercukupi 3 – 6 jam


untuk usia >50 tahun) (dapat diukur)

A : konjungtiva tidak anemis (dapat diukur)

R : dalam 2x24 jam dapat tercapai kriteria hasil: tidur pasien


optimal (kebutuhan tidur pasien tercukupi 3 – 6 jam untuk usia
>50 tahun), tidak menunjukan prilaku gelisah, konjungtiva tidak
anemis, mempertahankan pola tidur yang memberikan energi
untuk aktivitas sehari-hari

T : 2 X 24 jam

3.1 Pantau keadaan umum pasien dan TTV


Untuk mengetahui keadaan umum klien ,mengukur TTV juga dilakukan untuk
menilai bagaimana peningkatan / perubahan tanda-tanda vital.
Pemeriksaan tekanan darah dan pemeriksaan nadi merupakan indikator
penting dalam menilai fungsi kardiovaskular karena apabila tekanan darah
klien mengalami peningkatan maka kerja jantung juga akan semakin berat.
Pemeriksaan suhu merupakan salah satu pemeriksaan yang digunakan untuk
menilai kondisi metabolisme dalam tubuh.Setiap peningkatan suhu tubuh 1°C
terjadi peningkatan frekuensi nadi sekitar 20 kali denyut per menit.
Pemeriksaan denyut nadi adalah getaran/ denyut darah didalam pembuluh
darah arteri akibat kontraksi ventrikel kiri jantung. Perlunya dilakukan
pemeriksaan denyut nadi karena apabila terdapat peningkatan pada denyut
nadi maka akan mempengaruhi proses oksigenasi dimana tekanan jantung

166
meningkat ( takipnue ) dan proses pernafasan pasien menjadi cepat dan
menandakan pasien mengalami sesak nafas.

3.2 Ciptakan suasana nyaman bagi pasien


Dengan menciptakan suasana nyaman bagi pasien seperti: memasang skerem
untuk menciptakan privasi bagi pasien yang malu, mematikan lampu sebagian
agar dapat membuat pasien dapat tidur dengan tenang, dll. Tindakan ini dapat
mengurangi distraksi lingkungan dan hal-hal yang mengganggu tidur,
mengurangi potensial cidera sebelum tidur karena banyak pasien takut untuk
pergi tidur karena takut jatuh dari tempat tidur

3.3 Anjurkan tekhnik relaksasi distraksi


Teknik relaksasi distraksi bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan
nyeri, menurunkan ketegangan otot, serta dapat menimbulkan perasaan aman
dan damai
3.4 Kaji faktor gangguan tidur
Permasalahan yang terjadi umumnya diakibatkan oleh cahaya dan suara.
Suara : tingkat suara yang diperlukan untuk membangunkan
seseorang itu tergantung pada tahap tidurnya (Webster &
Thomson, 1986).
Cahaya : salah satu bagian mata yaitu renita memiliki banyak sel
sensitif terhadap cahaya dan mengirimkan sinyal ke otak untuk memberikan
informasi itu siang hari atau malam hari. Lampu yang memancarkan sinar,
yang dengan cepat akan diserap oleh sel-sel retina yang sensitif terhadap
cahaya. Sel-sel tersebut kemudian akan mengirimkan sinyal ke otak dan sinyal
itu akan menganggu ritme sirkadian.

167
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No. Hari/tgl/jam No. Intervensi/implementasi Evaluasi (Struktur & Proses)


S: Pasien mengatakan nyeri
pada bagian kaki kiri dari
paha hingga lutut, nyeri
terkadang muncul ± 15
menit sekali
Senin,
1.1 mengkaji dan menentukan lokasi nyeri, frekuensi,
1 13-06-16
durasi dan intensitas nyeri O: bagian ekstremitas bawah
11:00 wita
terasa nyeri seperti
tertusuk dengan skala 6

Struktur: menggunakan skala


VAS
S: Pasien mengatakan nafsu
makan menurun dan mual
setiap kalo sesudah
kemoterapi
12:00 2.1 mengkaji pola dan pemenuhan nutrisi pasien
O: pasien hanya
1
menghabiskan 4 porsi yang
diberikan rumah sakit
S: pasien mengatakan rasa
nyeri dan lingkungan yang
kurang nyaman membuat
12:15 3.4 mengkaji faktor penyebab gangguan tidur tidur kurang nyenyak

O: pasien mudah terbangun


jika mendengar suara
S: pasien mengatakan nyeri
saat awal pemijatan

1.2 memberikan tindakan kenyamanan dasar O: wajah pasien meringis


 Memposisikan pasien sesuai kenyamanannya saat awal pemijatan,
12:30
 Memijat lembut bagian ekstremitas bawah dan namun tak lama wajah
atas pasien tenang dan rileks

Struktur: minyak kayu putih


tersedia dari pasien

168
S: pasien mengatakan pijatan
sangat nyaman
Selasa, 1.2 memberikan tindakan kenyamanan dasar
O: pasien rileks dan sesekali
2 14-06-16  Memijat lembut bagian yang nyeri (ekstremitas
15:00 wita memejamkan mata
bawah bagian kiri)
Struktur: minyak kayu putih
tersedia dari pasien
S: pasien dan keluarga
mengatakan baru
1.3 mengajarkan klien dan keluarga mengenai nyeri mengetahui penyebab
 Mengajarkan dan memberitahu pasien serta nyeri dan ada cara lain
keluarga penyebab munculnya nyeri menghilangkan nyeri
17:00
 Mengajarkan penanganan nyeri selain dipijat
- Napas dalan
- Distraksi O: pasien dapat
mempraktekkan relaksasi
napas dalam
S: pasien merasa senang dan
2.2 memberikan pasien dukungan penuh terbantu
 Menemani pasien saat makan
O: pasien tersenyum dan
18:00  Menyuapi pasien saat makan
terlihat senang saat makan
 Menganjurkan keluara untuk menemani pasien
saat makan Struktur: alat makan dari
rumah sakit
S: pasien mengatakan
mengerti dan akan
mencoba untuk makan
2.3 memberikan pengetahuan kepada pasien tentang
lebih banyak
nutrisi
18:10
 Pentingnya nutrisi bagi tubuh
O: pasien mempaerhatikan
 Manfaat nutrisi dan mendengarkan saat
diberikan informasi

S: -
O: pasien terlihat meminum
2.4 Memberikan suplemen dan vitamin yang suplemen setelah makan
18:25
dikolaborasikan dengan dokter
Struktur: 1 tablet suplemen
dan baki

169
S :pasien mengeluhkan kepala
terasa hanyut

O :TD: 110/70, RR: 18,N: 63


T: 36,3⁰C
18:40 3.1 mengukur keadaan umum pasien dan TTV
Skala nyeri : 5

Struktur :spignomanometer,
stetoskop, jam
analog, termometer
S: pasien mengatakan mulai
mengantuk

3.2 menciptakan suasana nyaman bagi pasien O: wajah pasien rileks dan
pasien terlihat
 Menjaga / memberikan suhu ruangan yang sejuk
20:30 memejamkan mata saat
 Memposisikan pasien lateral kanan
dipijat
 Memijat lembut pasien
Struktur: AC menyala,
minyak kayu putih
tersedia dari pasien
S: pasien mengatakan
mengerti dan ingat tentang
relaksasi
3.3 menganjurkan kepada pasien untuk mengaplikasikan
20:40
relaksasi napas dalam dan distraksi
O: pasien terlihat
mempraktekkan relaksasi
napas dalam
S: pasien mengatkan nyeri
selang waktu nyeri muncul
Rabu, lebih lama ±20 menit
15-06-16 1.1 mengkaji durasi, frekuensi dan intensitas nyeri sekali
15:00
O: skala nyeri 4, wajah
pasien terlihat lebih rileks
S: keluarga pasien
mengatakan porsi makan
yang dihabiskan mulai
meningkat
17:40 2.1 kaji pola dan pemenuhan nutrisi
O: pasien menghabiskan
1
porsi makanan yang telah
2
disediakan, pasien terlihat
banyak minum

170
S: pasien mengatakan
2.2 memberikan dukungan penuh pada pasien makanan hari ini lebih
 Menemani pasien saat makan enak
18:00
 Memotivasi pasien agar lebih semangat untuk 1
mencukupi kebutuhan nutrisinya O: Pasien menghabiskan > 2
porsi yang disediakan
S: pasien mengatakan
mengerti dan paham
2.3 mengulang kembali informasi tentang nutrisi kepada
18:10
pasien
O: pasien tampak segar dan
rileks
S: pasien mengatakan
sepertinya obat bekerja
dengan baik

18:20 2.4 memberikan suplemen dan vitamin makan O: pasien meminum


suplemen setelah makan

Struktur: 1 tablet suplemen


dan baki
S: pasien mengatakan rasa
hanyut dibagian kepala
berkurang

O: TD: 120/80 RR: 20


N: 75 T:
18:25 3.1 mengukur kesadaran umum dan TTV
36,5⁰C
Skala nyeri : 5

Struktur: spignomanometer,
stetoskop, jam
analog, termometer
S: keluarga pasien
mengatakan frekuensi
terbangun pasien sudah
20:30 3.4 mengkaji faktor penyebab gangguan tidur berkurang

O: pasien terlihat lebih segar,


jam tidur ±5 jam
S: pasien mengatakan lebih
nyaman
3.3 menganjurkan pasien untuk melakukan teknik
20:40
relaksasi napas dalam dan distraksi
O: pasien terlihat melakukan
teknik relaksasi

171
S: pasien merasa nyaman
O: pasien rileks dan
3.2 menciptakan suasana nyaman bagi pasien
memejamkan mata
20:50 - mempertahankan suhu ruangan yang sejuk
- memijat lembut pasien
Struktur: minyak kayu putih
tersedia dari pasien

HASIL ANALISA DATA :

1) Menurut kelompok kami seharusnya pada implementasi hari pertama


ditambahkan kolaborasi pemberian obat untuk mengurangi nyeri. Pada
saat mengkaji dan menentukan lokasi nyeri, frekuensi, durasi dan
intensitas nyeri ditambahkan teknik apa yang digunakan dalam mengkaji
nyeri.
Bagaimana kebiasaan makan pasien saat pagi, siang, dan malam kemudian
faktor apa saja yang menyebabkan gangguan pola tidur dan menambahkan
lokasi mana yang harus dilakukan pemijatan.
2) Menurut kelompok kami pada imlementasi hari kedua seharusnya terlebih
dahulu memberikan pengetahuan kepada pasien tentang nutrisi, setelah itu
membantu pasien untuk makan dan menganjurkan keluarga untuk
menemani dan membantu pasien untuk makan. Dan juga disebutkan nama
obat, suplemen dan vitamin apa yang diberikan kepada pasien sesuai
instruksi dokter.
Dan juga seharusnya dijelaskan pula bagaimana suhu ruangan yang sejuk
dan berapa frekuensi suhu yang dibutuhkan pasien untuk kenyamanan
lingkungan dalam ruangan pasien.
3) Menurut kelompok kami pada imlementasi hari ketiga seharusnya tidak
dilakukan lagi pengkajian durasi, frekuensi, dan intensitas nyeri karna
sudah dilakukan pengkajian pada hari pertama dilakukannya
implementasi dan tidak melakukan pengkajian pola dan pemenuhan
nutrisi serta pengkajian faktor penyebab gangguan tidur tetapi melakukan
pengecekan setelah diberikan tindakan keperawatan.

172
E. EVALUASI KEPERAWATAN

No Hari/Tgl/Jam No.Dx. S.O.A.P


Kep
1 Kamis,16/06/16 1 S: Pasien mengatakan nyeri berkurang dan merasa lebih nyaman
17:00 O: Skala nyeri 4, wajah pasien terlihat tenang
TTV: TD : 110/80
N : 75x/mnt
T: 37oc
RR: 18x/mnt
Skala nyeri : 4
A: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24
jam,masalah nyeri akut berkurang dari skala 6 menjadi skala 4
atau 3, dan kroteria hasil tercapai.
P: Lanjutka intervensi :
1.4. memberikan analgesik sesuai dengan indikasi dan program
1.1. kaji frekuensi nyeri,durasi,dan intensitas hingga nyeri
benar-benar hilang

2 Kamis,16/06/16 2 S: Pasien mengatakan nafsu makan meningkat, pasien mengatakan


18:00 sudah mengerti pentingnnya nutrisi bagi tubuh
O: Pasien menghabiskan makanan secara bertahap,hari ke 1 ¼
porsi, di hari setelahnya ½ porsi hingga > ½ porsi.
A: Setelah dilakukan tindakan selama 2x24 jam,masalah
keseimbangan nutrisi sebagian teratasi.
P: Lanjutkan intervensi
2.2. berikan pasien dukungan penuh (bantu dan anjurkan)
2.4. berikan suplemen makan.
3 Kamis,16/06/16 3 S: Pasien mengatakan tidur cukup rileks, dan keluarga pasien
19:00 mengatakan frekuensi bangun saat tidur berkurang 2 jam sekali.

173
O: Pasien tidur (lebih kurang) 5 ½ jam, konjungtiva tidak anemis.
TD : 110/80
N : 75x/mnt
T : 37oc
RR : 18x/mnt
pasien tampak segar
A: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam,malah
teratasi.
P: Hentikan intervensi

HASIL ANALISIS :

1. S: Pasien mengatakan nyeri berkurang dan merasa lebih nyaman


Dilihat dari pasien yang mengalami Ca mamae metastase otak dan paru,
nyeri pada pasien tidak dimungkinkan berkurang dalam waktu singkat, jadi
pasien dimungkinkan untuk beradaptasi terhadap nyeri. Pasien dapat
beradaptasi dan mengontrol nyeri efek dari dilakukannya teknik distraksi
dan napas dalam yang membuat pasien rileks dan teralihkan terhadap
nyeri. Menurut teori “gate control” pada spina cord, sel-sel reseptor yang
menerima stimuli nyeri peripheral dihambat oleh stimuli dari serabut-
serabut saraf lain karena pesan nyeri menjadi lebih lambat dari pada pesan
diversional. Maka pintu spinal cord yang mengontrol jumlah input ke otak
menutup rasa nyeri dan pmberian analgesik pada pasien berfungsi untuk
menghambat pelepasan mediator sehingga aktifitas enzim siklooksigenesis
terhambat dan sintesa prostaglandin tidak terjadi, analgesik juga dapat
menghambat pelepasan transmitter dan perangsang saraf spinal tidak
terjadi.

O: Skala nyeri 4, wajah pasien terlihat tenang

TTV: TD : 110/80

174
N : 75x/mnt

T: 37oc

RR: 18x/mnt

Skala nyeri : 4

Skala nyeri menurun karena pasien sudah dapat beradaptasi dengan nyeri,
pada evaluasi yang dituliskan oleh penulis tidak mencantumkan skala
nyeri dikaji melalui vas/face

A: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, masalah nyeri


akut berkurang dari skala 6 menjadi skala 4 atau 3, dan kriteria hasil
tercapai.

Untuk menentukan evaluasi hasil berhasil atau tidak, maka kita harus
melihat kembali pada kriteria hasil, penulis menuliskan pada assesment
nyeri akut berkurang dari skala 6 menjadi 4 dan perlu ditambahkan
ekspresi wajah tenang dan nilai TTV normal yang dituliskan penulis pada
data objektif.

Dilihat dari kriteria hasil maka kami simpulkan masalah teratasi

P: Lanjutkan intervensi :

1.4. memberikan analgesik sesuai dengan indikasi dan program

1.1. kaji frekuensi nyeri,durasi,dan intensitas hingga nyeri benar-benar


hilang

Dari diskusi kami selama pasien masih berada dirumah sakit, maka
pemberian obat akan terus diberikan untuk penyakitnya. Sedangkan
assesment pada pasien dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
perkembangan nyeri dan bagaimana perubahan nyeri pada pasien. Namun
penulis juga menuliskan “hingga nyeri benar-benar hilang” menurut

175
kelompok kami jika dilihat dari penyakit pasien, tidak memungkinkan
nyeri menghilang

S: Pasien mengatakan nafsu makan meningkat, pasien mengatakan sudah


mengerti pentingnnya nutrisi bagi tubuh

Pasien mengatakan nafsu makan meningkat karena pemberian


suplemen pada pasien dan karena diberikan pengetahuan mengenai
pentingnya nutrisi bagi tubuh pasien, sehingga pasien termotivasi untuk
meningkatkan porsi makannya

O: Pasien menghabiskan makanan secara bertahap,hari ke 1 ¼ porsi, di


hari setelahnya ½ porsi hingga > ½ porsi.

Menurut kelompok kami sebaiknya tambahkan juga apa saja makanan


yang dikonsumsi pasien untuk mengetahui kandungan gizi yang
dikonsumsi pasien

A : Setelah dilakukan tindakan selama 2x24 jam,masalah keseimbangan


nutrisi sebagian teratasi.

Penulis menuliskan bahwa sebagian masalah teratasi, jika dilihat


kembali dari 4 kriteria hasil yang ditulis hanya 2 yang sudah tercapai
yaitu:

 Nafsu makan pasien meningkat


 Pasien mengerti pentingnya nutrisi bagi tubuh

Perlu tambahkan juga peningkatan berat badan pasien. Agar mudah


untuk mengetahui bagaimana perkembangan nutrisi dan berat badan
pasien

P: Lanjutkan intervensi

2.2. berikan pasien dukungan penuh (bantu dan anjurkan)

2.4. berikan suplemen makan.

176
Menurut kelompok kami, ganti kata berikan menjadi anjurkan keluarga
pasien untuk memberi pasien dukungan penuh.

2. S: Pasien mengatakan tidur cukup rileks, dan keluarga pasien mengatakan


frekuensi bangun saat tidur berkurang 2 jam sekali.
Setelah dilakukan implementasi pasien mengatakan tidur rileks dan
keluarga pasien mengatakan frekuensi tidur berkurang.
Ada kemajuan dalam pola tidur pasien, tidur pasien menjadi lebih rileks
karena sebelum tidur pasien selalu dianjurkan untuk melakukan napas
dalam dan menciptakan lingkungan yang sejuk bagi pasien.
Napas dalam dapat membuat pasien rileks karena relaksasi napas dalam
dapat mengendalikan nyeri dengan menimimalkan aktifitas simpatik
dalam sistem saraf otonom dan meningkatkan aktivitas komponen saraf
parasimpatik vegetatif secara stimulan dapat mengurangi sensasi nyeri dan
mengontrol intensitas reaksi terhadap rasa nyeri

O: Pasien tidur (lebih kurang) 5 ½ jam, konjungtiva tidak anemis.

TD : 110/80

N : 75x/mnt

T : 37oc

RR : 18x/mnt

pasien tampak segar

untuk hasil TTV tambahkan juga skala nyeri

A: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam,masalah teratasi.

Peulis tidak menuliskan menuliskan hasil analisisnya dan kembali lihat


kriteria hasil jika ingin menentukan apakah masalah teratasi atau tidak.
Kriteria hasil:

1. Tidur pasien optimal

177
2. Tidak menunjukkan perilaku gelisah
3. Konjungtiva tidak anemis
4. Mempertahankan pola tidur yang memberikan energi untuk aktifitas
sehari-sehari

Pada evaluasi hasil tidak menunjukkan bahwa pasien dapat


mempertahankan pola tidurnya. Dari 4 kriteria hasil diatas hanya 1, 2, dan
3 yang jelas maka kami menyimpulkan massalah sebagian teratasi.

P: Hentikan intervensi

Karena masalah sebagian teratasi maka intervensi dilanjutkan, dan


lanjutkan

intervensiyang benar-benar mendukung tidur pasien

178
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah menganalisa asuhan keperawatan Ny.S dengan analisa medis

Ca. Mammae metastase Otak+Paru kami mampu menganalisa gangguan

kebutuhan istirahat dan tidur secara kritis. Dalam menganalisa secara kritis

kami menerapkan 3 komponen yaitu : menurut teori asuhan keperawatan,

kebutuhan dasar manusia menurut A. Maslow dan Gordon serta anatomi

dan fisiologi. Dalam mengkritisi asuhan keperawatan pada gangguan

istirahat dan tidur kami mendapatkan bahwa penyebab gangguan istirahat

dan tidur pada asuhan keperawatan dengan analisa medis Ca. Mammae

metastase Otak+Paru terjadi akibat adanya penekanan saraf yang

menyebabkan pasien merasa nyeri di bagian ekstremitas bawah sebelah

kiri, hal itu disebabkan karena adanya metastase penyakit pasien ke otak,

dan otak merespon adanya rasa sakit tersebut tepatnya di lobus parietalis

daerah hipotalamus. Dan nyeri tersebut terjadi karena adanya respon di

hipotalamus, kemudian melalui lobus occipitalis sampai ke medulla

spinalis dan mengenai saraf di paha yaitu Nervus Femoralis dan itulah

yang menyebabkan pasien nyeri.

B. Saran

1. Seluruh mahasiswa agar meningkatkan pemahamannya terhadap cara

berfikir kritis dalam menganalisa asuhan keperawatan gangguan

kebutuhan istirahat dan tidur serta meningkatkan pemahamannya

tentang gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien

179
dengan Ca. Mammae metastase Otak+Paru yang mengalami gangguan

kebutuhan istirahat dan tidur.

2. Diharapkan mahasiswa mampu menganalisa dan mengkritisi asuhan

keperawatan pada gangguan kebutuhan istirahat dan tidur berdasarkan

anatomi fisiologi, berdasarkan kebutuhan dasar oksigenasi manusia

dan berdasarkan teori asuhan keperawatan kebutuhan istirahat dan

tidur.

180

Anda mungkin juga menyukai