Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN KDP

LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR

Oleh:

Syinthia Purnama Asyura

NIM 202311101127

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2021
Laporan Pendahuluan Kebutuhan Istirahat Tidur

A. Definisi Kebutuhan Istirahat Tidur

Kebutuhan tidur merupakan suatu kebutuhan yang dibutuhkan oleh


semua orang sama halnya dengan kebutuhan primer seperti sandang, pangan,
dan papan. Untuk dapat berfungsi secara normal, maka setiap orang
memerlukan keburuhan istirahat tidur yang cukup. Pada kondisi istirahat,
tubuh melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina tubuh
hingga berada pada kondisi yang optimal (Damayanti dkk., 2014)
Tiap individu membutuhkan jumlah yang berbeda dalam memberikan
kebutuhan dasarnya untuk istirahat dan tidur. Istirahat bukan berarti tidak ada
aktivitas yang dilakukan, seperti sedang duduk dikursi dengan membaca
koran atau buku, atau sedang berbaring di tempat tidur, masih dapat dikatakan
sebagai istirahat.Istirahat merupakan keadaan rileks tanpa teknan emosional
bukan hanya dalam keadaan tidak beraktivitas tetapi kondisi yang butuh
ketengangan. Istirahat berarti berhenti sebentar untuk melepaskan lelah
dengan bersantai untuk menyegarkan diri atau melepaskan diri dari segala
yang membosankan, menyulitkan bahkan menjengkelkan (Wolla, 2019).
Istirahat adalah cara untuk menenangkan diri dari kepenatan selama
beraktivitas seharian, tidur juga meupakan fenomena alami yang
dikategorikan sebagai kurangnya atau hilangnya kesadaran, kinerja otot, dan
aktivitas sensori dengan demikian tidur sangat bagus untuk peremajaan
berbagai sistem tubuh kita seperti muskuloskeletal dan saraf (Damayanti dkk.,
2014).
Tidur adalah suatu keadaan yang berulang-ulang, perubahan status
kesadaran yang terjadi selama periode tertentu. Tidur yang cukup seseorang
akan mendapatkan tenaga yang hilang pulih kembali (Potter dan Perry, 2012).
Tidur mrupakan suatu keadaan individu dimana individu merasa relatif tenang
disertai meningkatnya ambang rangsangan yang tinggi terhadap stimulus dari
luar. Kondisi ini bersifat teratur, berganti dengan keadaan terjaga dan mudah
dibangunkan. Tidur juga dapat didefinisikan sebagai keadaan istirahat yang
terjadi dalam suatu waktu tertetu, berkurangnya kesadaran membantu dalam
pemulihan energi. Tidur juga disebut sebagai fenomena dimana terdapat suatu
perode tidak sadar yang disertai perilaku fisik, psikis yang berbeda dengan
keadaan terjaga (Andani, 2017)

B. Anatomi Fisiologi
Otak adalah salah satu organ yang paling penting dari dalam tubuh
manusia yang berfungsi sebagai pengendali semua kegiatan dan aktivitas
tubuh. Otak tersusun dari jaringan dan milyaran sel saraf yang terkoneksi.

a. Otak Besar (Serebrum)


Otak besar mempunyai fungsi dalam pengaturan semua aktivitas
mental, yaitu yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensi),
ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan. Otak besar
merupakan sumber dari semua kegiatan/gerakan sadar atau sesuai
dengan kehendak. Pada bagian korteks serebrum yang berwarna
kelabu terdapat bagian penerima rangsang (area sensor) yang
terletak di sebelah belakang area motor yang berfungsi mengatur
gerakan sadar atau merespon rangsangan. Serebrum terbagi atas
beberapa lobus seperti :
a. Lobus frontalis terletak di depan berdampingan dengan
hipotalamus. Berfungsi sebagai pusat intelektual seperti
kemampuan untuk berfikir nalar, pengontrolan emosi,
pengendalian gerakan otot, kreativitas manusia, mengatur
gerakan sadar, perilaku social dan berbicara.
b. Lobus Parietalis
Lobus parietalis terletak dibelakang antara thalamus dan lobus
frontalis. Lobus ini berfungsi sebagai penerima radar dingin,
panas, tekanan dan sentuhan. Apabila seseorang mereasa
dingin atau panas maka lobus inilah yang akan memberikan
sinyal kepada system saraf dan organ lain untuk segera
memberikan respon dan tindakan.
c. Lobus Oksipitalis
Lobus ini terletak dibelakang dekat dengan thalamus. Lobus ini
berfungsi sebagai pusat inti pengendali penglihatan.
Ketidaknormalan dalam penglihatan bisa jadi salah satu
penyebabnya adalah kerusakan dari lobus oksipitalis ini.
d. Lobus Temporalis
Lobus ini terletak tepat dibawah hipotalamus. Lobus ini
berfungsi sebagai pusat pendengaran. Semua yang berhasil
masuk ke dalam organ pendengaran kemudian akan diproses
melalui lobus temporalis ini.
b. Otak Tengah (
Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Di
depan otak tengah terdapat talamus dan kelenjar hipo sis yang
mengatur kerja kelenjar-kelenjar endokrin. Bagian atas (dorsal)
otak tengah merupakan lobus optikus yang mengatur re eks mata
seperti penyempitan pupil mata, dan juga merupakan pusat
pendengaran.
c. Otak Kecil (Serebelum)
Otak belakang atau cerebellum ini memiliki peran sebagai
coordinator untuk keseimbangan tonus, otot, mengendalikan
kontraksi otot volunteer secara maksimal. Terletak di bagian
belakang kepala dekat dengan ujung leher bagian atas.

C. Epidemiologi
Penelitian yang dilakukan (Damayanti dkk., 2014) menyebutkan
bahwa sebanyak 20 orang yang mengaku terganggu tidur dan sebanyak 6
orang mengaku tidak terganggu tidurnya. Sementara pada penelitian yang
dilakukan oleh (Andani, 2017) terdapat 41 orang yang tidak terpenuhi
kebutuhan tidurnya sebanyak 27 orang, yang terpenuhi kebutuhan tidurnyaa
dari total 68 responden. Penelitian lain menyebutkan bahwa sebanyak 50
orang mengaku kurang tidur dan mengalami insomnia. Keluhan gangguan
tidur sebenarnya dapat terjadi pada berbagai usia tetapi, seperti halnya
prevalensi insomnia sendiri cenderung makin meningkat pada lansia, hal ini
juga berhubungan dengan bertambahnya usia dan adanya berbagai penyebab
lainnya. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan pada 5886 lansia berusia 65
tahun ke atas, didapatkan bahwa lebih dari 70% lansia diantaranya mengalami
insomnia (Bestari, 2013). Penelitian Ohida dkk terhadap siswa SLTP dan
SMU menunjukkan prevalensi gangguan tidur yang bervariasi mulai dari
15,3% hingga 39,2%, bergantung pada jenis gangguan tidur yang dialami
(Haryono dkk., 2016)
D. Etiologi
Menurut buku Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia Indonesia
(SDKI dkk., 2017) penyebab yang dapat menggangu kebutuhan istirahat dan
tidur yaitu terdapat di dalam diagnosa keperawatan gangguan pola tidur
diantaranya :
a. Hambatan lingkungan (mis. Kelembapan lingkungan sekitar, suhu
lingkungan, pencahayaan, kebisingan, bau tidak sedap, jadwal
pemantauan/pemeriksaan/tindakan)
b. Kurang kontrol tidur
c. Kurang privasi
d. Restraint fisik
e. Ketiadaan teman tidur
f. Tidak familiar dengan peralatan tidur

E. Tanda dan Gejala


Tanda dan Gejala(Wolla, 2019)
1. Keletihan saat bangun atau letih sepanjang hari
2. Perubahan mood
3. Mengantuk sepanjang hari
4. Mata merah, cekung dan terdapat lingkaran hitam

F. Patofisiologi
Terdapat beberapa macam gangguan tidur seperti insomnia, parasomnia
dan hypersomnia. Insomnia merupakan suatu keadaan dimana seseorang sulit
untuk memulai atau mempertahankan keadaan tidurnya. Salah satu
penyebabnya adalah stress yang dialami, setelah terjangkit stress tubuh akan
menerima radar akan stress terbut dan melaporkan kepada hipotalamus
pitituary asksis (HPA). Hipotalamus akan memproses dan mengaktifkan
hormone corticotropin releasing (CRH) yang dapat merangsang hipofisis dan
menghasilkan hormone adrenocorticotropic (ACTH). Kemudian ACTH
dilepas dan membaur Bersama aliran darah yang menyebabkan korteks
kelenjar adrenal melepas hormone kortisol, kadar kortisol yang meninggi dan
meningkat akan membuat melatonin meningkat dan kemudian merangsang
system saraf simpatis sehingga menyebabkan kondisi tubuh terus terjaga.

G. Penalaksanaan Medis
a. Terapi Farmakologis

Penggunaan obat-obatan untuk penatalaksanaan gangguan tidur sangat


banyak digunakan. Ada banyak jenis obat yang dapat digunakan yang
berhubungan dengan insomnia. Stimulan sistem saraf pusat seperti amfetamin,
nikotin, terbutalin, teofilin, dan pemolin, yang harus digunakan secara terpisah
dibawah pengawaasan medis. Selain itu obat antidepresan seperti alkohol,
barbiturat, antidepresan trisiklik (amitripitilin, imipramin, doksepin, dan
triazolam) dapat menyebabkan insomnia dan harus diatur dengan cermat
(Potter dan Perry, 2012)

b. Terapi Non Farmakologis


1. Terapi Sleep hygiene
Terapi ini digunakan dengan membina kebiasaan yang konsisten
mencakup aktivitas waktu tenang sebelum tidur sebagai pendekatan
awal untuk mengatasi insomnia dan kesulitan tidur lainnya dan secara
umum dapat digambarkan sebagai promosi perilaku untuk
meningkatkan kuantitas dan kualitas tidur yang diperoleh seorang
individu setiap malam. Sleep hygiene mengacu pada sekumpulan
daftar hal-hal yang dapat dilakukan untuk memfasilitasi mulainya tidur
dan mempertahankannya. Daftar ini berisi beberapa komponen yang
meningkatkan kecenderungan alami untuk tidur dan mengurangi hal
yang mengganggu tidur (Ahsan dkk., 2015)
2. Cognitive Behavior Therapy (CBT)
CBT adalah metode terapi yang dikembangkan oleh Aaron
Beck yang bertujuan untuk mengubah distorsi kognitif untuk
menghasilkan satu perilaku baru yang lebih adaptif. CBT dianggap
efektif menangani insomnia karena dalam intervensinya CBT
merupakan gabungan dari terapi secara kognitif dan perilaku yang
mana penanganan insomnia kronis memerlukan intervensi secara
langsung untuk memperbaiki perilaku, pola pikir yang salah, dan
hubungan antarkeduanya yang memperparah kondisi penderita
(Hapsari dan Kurniawan, 2019)
3. Terapi tawa (laughter therapy)
Dapat menurunkan sekresi ACTH dan kadar kortisol dalam
darah. Sekresi ACTH yang menurun akan merangsang peningkatan
produksi serotonin dan endorfin otak yang mengakibatkan perasaan
yang nyaman, rileks, dan senang (Erfrandau dan Widayati, 2017)
4. Stimulus Control
Tujuan utama pengendalian stimulus adalah untuk mengurangi
waktu terjaga di tempat tidur serta mengobati insomnia saat hendak
tidur. Pedoman yang dibahas bersama Pasien termasuk sebagai
berikut: hanya pergi tidur ketika ngantuk, menggunakan tempat tidur
dan kamar tidur hanya untuk tidur dan aktivitas seksual, meninggalkan
tempat tidur dan kamar tidur jika tidak mampu tertidur selama lebih
dari 15 hingga 20 menit, dan kembali saja saat mengantuk; dan,
menjaga waktu bangun tetap di pagi setiap hari, yang akan membantu
pasien memperoleh ritme tidur dan bangun yang konsisten.
H. Pentalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan untuk mengumpulkan informasi serta data dasar
klien. Pengkajian dilakukan saat klien masuk instansi layanan kesehatan.
Data yang diperoleh dapat berguna untuk proses keperawatan selanjutnya.
Identitas klien yang perlu dikaji seperti tabel berikut:
a) Identitas Klien

Nama : Tanggal MRS :


No. RM : Pendidikan :
Umur : Tanggal Pengkajian:
Pekerjaan : Alamat :
Jenis Kelamin : Sumber Informasi :
Status Perkawinan: Agama :

b) Pengkajian Riwayat Kesehatan


Pengkajian Riwayat Keperawatan meliputi beberapa pengkajian antara
lain :
1) Diagnosa Medik:
2) Keluhan Utama
Kaji keluhan utama pasien yang dikeluhkan saat ini, kemungkinan
keluhan yang muncul gangguan istirahat dan tidur, seperti halnya
mengeluh sulit untuk memulai tidur, sering terjaga, perasaan kurang
dalam tidur, sakit kepala atau pusing.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian pada penyakit sekarang yaitu pasien dikaji mengenai apa
yang dikeluhkan dan bagaimana keadaan pasien saat ini. Keluhan yang
diderita pasien dari mulai timbul keluhan sampai saat dikaji.
4) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian pada riwayat penyakit dahulu yaitu pengkajian mengenai
penyakit yang pernah diderita pasien pada masa sebelumnya. Riwayat
kesehatan dahulu perlu dikaji untuk mengetahui apakah pasien pernah
mengalami penyakit yang serupa dengan sekarang, atau untuk penyakit
lain yang pernah diderita.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pengkajian riwayat kesehatan keluarga diperlukan untuk mengetahui
apakah dari keluarga pasien pernah menderita penyakit yang serupa
atau penyakit yang lainnya.
c) Pengkajian Pola Kesehatan
Pengkajian pola kesehatan meliputi :
1) Presepsi dan pemeliharaan kesehatan
Mendeskripsikan pola kesehatan dan kesejahteraan klien dan
bagaimana kesehatan dikelola. Termasuk persepsi individu tentang
status kesehatan dan relevansinya dengan kegiatan saat ini dan
perencanaan masa depan. Juga termasuk manajemen risiko
kesehatan individu dan kesehatan umum perawatan perilaku,
seperti praktek-praktek keselamatan dan kepatuhan terhadap
promosi kegiatan kesehatan mental dan fisik, resep medis atau
perawat, dan tindak lanjut perawatan.
2) Pola Nutrisi atau Metabolik
Antropometri: BB, TB/PB, BB Ideal, Body Mass Index, Triceps
skinfold, mid-arm circumference, mid-arm muscle area.
Clinical Sign: tanda yang didapatkan dari keadaan fisik klien
seperti halnya, lemah,letih lesu.
Diet Pattern (intake makanan dan cairan): Asupan makanan 24
jam terakhir, frekuensi makan, kebiasaan makan (waktu, jenis,
jumlah), makanan yang disukai dan tidak disukai, intake cairan.
3) Pola Eliminasi
BAK: Frekuensi, jumlah, warna, bau, karakter, berat jenis, alat
bantu, kemandirian, keluhan, gangguan BAK.
BAB: Frekuensi, jumlah, warna, bau, karakter, alat bantu,
kemandirian, keluhan, gangguan BAB Balance cairan: Input –
Output (dalam 24 jam)
4) Pola Aktivitas dan Latian
Pada klien dengan gangguan pola tidur biasanya menimbulkan
efek negatif dalam aktvitas sehari hari, Kaji seberapa jauh, hal ini
mempengaruhi aktivitas klien.
Pengkajian kemampuan ADL (Activity Daily Living)

Aktivitas Harian (Activity Daily Living)


Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / minum
Tolieting
Berpakaian
Mobilitas di tempat tidur
Berpindah
Ambulasi / ROM

5) Pola Tidur
Kaji apakah karena gangguan nyaman, mempengaruhi istirahat dan
tidur klien.lebih ditekankan kepada kualitas dan kuantitas tidur
klien
6) Pola Kognitif dan Perseptual
Kaji apakah terdapat gangguan dalam fungsi kognitif dan memori,
fungsi dan keaadaan indra.
7) Pola Persepsi Diri
Kaji presepsi diri klien
8) Pola Seksualitas Dan Reproduksi
Kaji apakah karena gangguan istirahat dan tidur mempengaruhi
pola seksualitas dan reproduksi
9) Pola Peran dan Hubungan
Kaji apakah karena gangguan istirahat dan tidur, mempengaruhi
pola peran dan hubungan
10) Pola Manajemen Koping-Stress
Kaji apakah karena gangguan istirahat dan tidur, mempengaruhi
pola manajemen koping-stress
11) Sistem Nilai dan Keyakinan
Kaji apakah karena gangguan istirahat dan tidur, mempengaruhi
sistem nilai dan keyakinan
d) Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
a) Inspeksi : bagaimana keadaan persebaran rambut dan keadaan
wajah
b) Palpasi : diraba apakah ada benjolan di kepala dan apakah ada
nyeri tekan
2) Leher
a) Inspeksi : apakah ada distensi vena jugularis
b) Palpasi : apakah terdapat distensi vena jugularis
3) Mulut dan Faring
a) Inspeksi : keadaan mukosa bibir kering atau lembab, bau nafas
4) Thorax/dada
Jantung
a. Inspeksi : lihat adanya iktus kordis
b. Palpasi : raba iktus kordis
c. Perkusi : untuk menentukan ukuran jantung
d. Auskultasi : suara S1 dan S2, adakah suara tambahan S3
Paru – paru
a. Inspeksi : adakah gangguan pola napas dan ada sesak
b. Palpasi : fremitus vokal bergantung pada letak cairan di paru
c. Perkusi : bunyi paru ada yang pekak karena adanya cairan
d. Auskultasi : terdapat suara tambahan paru, dan bunyi napas
tambahan
5) Abdomen
a. Inspeksi: simetris atau tidak bentuk abdomen, ada jejas/tidak.
b. Auskultasi : berapa jumlah bising usus
c. Palpasi : periksa adanya asites, nyeri tekan, luka
d. Perkusi : suara timpani pada perut noormal
6) Ekstermitas
a. Inspeksi : apakah ada edema
b. Palpasi : apakah terdapat edema pada ekstremitas klien

2. Diagnosa yang sering muncul


Menurut buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI)
diagnosa yang sering muncul pada gangguan istirahat tidur adalah :
1) D.0055 Gangguan Pola Tidur
Definisi : gangguan kualitas dan kuantitas tidur waktu tidur akibat
faktor eksternal
2) D.0057 Keletihan
Definisi : penurunan kapasitas kerja fisik dan mental yang tidak pulih
dengan istirahat
3) D.0058 Kesiapan Peningkatan Tidur
Definisi : pola penurunan kesadaran alamiah dan periodic yang
memungkinkan istirahat adekuat, mempertahankan gaya hidup yang
diinginkan dan dapat ditingkatkan.
3. Perencanaan (Nursing Care Plan)
Penatalaksanaan keperawatan berdasarkan Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (SIKI) meliputi:
a. Gangguan pola tidur
1) Identifikasi faktor pengganggu tidur
2) Modifikasi lingkungan (misalnya. Pencahayaan, kebsisingan, suhu,
matras, dan tempat tidur) batasi waktu tidur siang jika perlu.
3) Jadwalkan pemberian pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
4) Lakukan pemijatan dengan teknik yang tepat atau terapi relaksasi
lainnya
5) Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola tidur
(psikologis, gaya hidup, sering berubah sift kerja)
b. Keletihan
1) Jadwalkan pemberian pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
2) Berikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk bertanya
3) Identifikasi pola aktivitas dan tidur
4) Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (misalnya. Pijat,
pengaturan posisi, terapi akupresur)
5) Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara nonfarmakologi lainnya
c. Kesiapan peningkatan tidur
1) Identifikasi pola aktivitas dan tidur
2) Tetapkan jadwal tidur rutin
3) Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
4) Sediakan tempat tidur dan lingkungan yang bersih dan nyaman
5) Jelaskan cara membuat lingkungan rumah yang nyaman
Penatalaksanaan Berdasarkan EBN

Pengaruh Terapi Musik Terhadap Kualitas Tidur pada Lansia di BPSTW Yogyakarta Unit
Abiyoso

DAFTAR PUSTAKA

Ahsan, R. E. Kapti, dan S. A. Putri. 2015. Pengaruh terapi sleep hygiene terhadap
gangguan tidur pada anak usia sekolah yang menjalani hospitalisasi. 6:1–5.
Andani, Y. 2017. Hubungan kebutuhan istirahat tidur dengan efektifitas belajar siswa
kelas vii dan viii
Bestari, W. A. 2013. Penerimaan masa lalu terhadap insomnia pada lansia. Jurnal
Online Psikologi. 1(1):618–628.
Damayanti, A., E. Kadrianti, dan H. Ismail. 2014. Faktor-faktor yang berhubungan
dengan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien yang dirawat di ruang baji
kamase rsud labuang baji makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis. 5:535–
542.
Erfrandau, A. dan N. Widayati. 2017. Pengaruh terapi tawa terhadap kualitas tidur
pada lansia di unit pelayanan teknis panti sosial lanjut usia ( upt pslu ) kabupaten
jember ( the effect of laughter therapy on sleep quality of elderly in. 5(2):276–
283.
Hapsari, A. dan A. Kurniawan. 2019. EFEKTIVITAS cognitive behavior therapy
( cbt ) untuk meningkatkan kualitas tidur penderita gejala insomnia effectiveness
of cognitive behavioral therapy to increase sleep quality in young adults
insomnia patients abstract. Jurnal Ilmu Kel. & Kons. 12(3):223–235
Haryono, A., A. Rindiarti, A. Arianti, A. Pawitri, A. Ushuluddin, A. Setiawati, A.
Reza, C. W. Wawolumaja, dan R. Sekartini. 2016. Prevalensi gangguan tidur
pada remaja usia 12-15 tahun di sekolah lanjutan tingkat pertama. Sari Pediatri.
11(3):149.
Potter, P. A. dan A. G. Perry. 2012. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep,
Proses, Dan Praktik. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
SDKI, PPNI, dan DPP. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
tim pokja SDKI DPP PPNI.
Wolla, E. M. 2019. Pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada ny. c. l yang menderita
tumor paru di ruang teratai rsud. prof. dr. w. z. johannes kupang mei 2019.
Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur. 91(5):1–224.

Anda mungkin juga menyukai