Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tidur merupakan suatu fenomena fisiologis penting dalam menjaga
keseimbangan regulasi sistem tubuh, juga merupakan suatu proses yang
dibutuhkan oleh seseorang untuk beraktivitas dengan baik. Fisiologis tidur
merupakan

proses

yang

kompleks

dan

melibatkan

berbagai

macam

neurotransmiter. Dengan adanya tidur maka manusia dapat memelihara


kesegarannya, kebutuhan dan metabolisme seluruh tubuhnya. Tidur memiliki
fungsi restorasi yang penting untuk termoregulasi dan cadangan energi tubuh.
Pada saat tidur tenaga dipulihkan dan terjadi pelemasan otot.
Masalah-masalah tidur seperti insomnia kadang membuat kehidupan
sehari-hari

terasa lebih menekan atau membuat seseorang menjadi kurang

produktif.

Kehilangan

ketidakseimbangan

dalam

waktu

tidur

menerima

diketahui

tugas

yang

sebagai

penyebab

melibatkan

memori,

pembelajaran, dan alasan logis. Salah satu cara untuk mengatasi insomnia adalah
degan memberikan obat hipnotik-sedatif.
Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresif susunan saraf
pusat (SSP). Efeknya bergantung pada dosis, mulai dari yang ringan yaitu
menyebabkan tenang dan kantuk, hingga yang berat yaitu kehilangan kesadaran,
keadaan anestesi, koma, dan mati. Pada dosis terapi, obat sedatif mempu
menekan aktivitas mental, menurunkan respon terhadap rangsangan emosi
sehingga akan berefek menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan
mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur
fisiologis.
Golongan obat hipnotik-sedatif terbagi menjadi 3 golongan, yaitu
barbiturat, benzodiazepin dan lainnya. Sebagai calon tenaga kerja farmasi, sangat

penting mengetahui karakteristik masing-masing golongan obat hipnotik-sedatif


agar dapat menentukan obat yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
B. Rumusan masalah
Rumusan masalah dari percobaan ini adalah bagaimana pengaruh obat
terhadap penekanan susunan saraf pusat (SSP) dengan mengamati onset dan
durasi?
C. Tujuan percobaan
Tujuan dilakukannya percobaan ini yaitu untuk mempelajari dan
mengetahui pengaruh obat terhadap penekanan susunan saraf pusat (SSP) dengan
mengamati onset dan durasi.
D. Manfaat percobaan
Manfaat yang dapat diperoleh dari melakukan percobaan ini adalah
mampu mempelajari dan mengetahui pengaruh obat terhadap penekanan susunan
saraf pusat (SSP) dengan mengamati onset dan durasi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori umum
Seluruh kegiatan tubuh manusia diatur oleh pusat susunan saraf yaitu
otak dan sumsum tulang belakang. Otak manusia terbagi menjadi tiga
bagian yaitu otak besar (cerebrum), otak kecil (cerebellum) dan batang otak.
Otak besar berfungsi sebagai pusat kegiatan- kegiatan yang disadari seperti
berpikir, mengingat, berbicara, melihat,

mendengar, dan bergerak. Otak

kecil berfungsi untuk mengatur keseimbangan tubuh dan mengkoordinasi kerja


otot- otot ketika kita bergerak. Sumsum tulang belakang berfungsi sebagai:
pusat pengendali pernapasan,menyempitkan pembuluh darah,mengatur denyut
jantung,mengatur suhu tubuh. Sumsum tulang belakang berfungsi untuk:
menghantarkan impuls dari dan ke otak, memberi kemungkinan jalan terpendek
gerak reflex (Sitorus, 2014).
Tidur adalah suatu keadaan berulang-ulang, perubahan status kesadaran
yang terjadi selama periode tertentu. Tidur yang cukup dapat memulihkan
tenaga. Tidur dapat memberikan waktu untuk perbaikan dan penyembuhan
sistem tubuh untuk periode keterjagaan berikutnya. Kualitas tidur adalah suatu
keadaan tidur yang dijalani seorang individu menghasilkan kesegaran dan
kebugaran saat terbangun. Kualitas tidur mencakup aspek kuantitatif dari tidur,
seperti durasi tidur, latensi tidur serta aspek subjektif dari tidur. Kualitas tidur
adalah kemampuan setiap orang untuk mempertahankan keadaan tidur dan
untuk mendapatkan tahap tidur REM dan NREM yang pantas. Tidur yang
normal terdiri atas komponen gerakan mata cepat REM (Rapid Eye Movement)
dan NREM (Non Rapid Eye Movement). Tidur NREM dibagi menjadi empat
tahap. Tahap I adalah jatuh tertidur, orang tersebut mudah dibangunkan dan
tidak menyadari telah tertidur. Kedutan atau sentakan otot menandakan

relaksasi

selama

tahap

I. Tahap II dan III meliputi tidur dalam yang

progresif. Pada tahap IV, tingkat terdalam, sulit untuk dibangunkan. Tidur
tahap IV sangat penting untuk menjaga kesehatan fisik. Para ahli tentang
tidur mengetahui bahwa tahap IV sangat jelas terlihat menurun pada lansia.
Lansia mengalami penurunan tahap III dan IV waktu NREM, lebih banyak
terbangun selama malam hari dibandingkan tidur, dan lebih banyak tidur
selama siang hari. Setelah memasuki tahap IV, akan berlanjut ke tidur REM.
Tidur REM terjadi beberapa kali dalam siklus tidur di malam hari tetapi lebih
sering terjadi di pagi hari sekali. Tidur REM membantu melepaskan ketegangan
dan membantu metabolisme system saraf pusat. Kekurangan tidur REM telah
terbukti menyebabkan iritasi dan kecemasan (Setyowati, 2015).
Tidur merupakan salah satu komponen penting untuk menjaga kesehatan
individu. Tanpa tidur, manusia akan mengalami gangguan dalam kualitas
hidup. Manusia tidur selama sepertiga dari kehidupan mereka. Bagi sebagian
besar orang, tidur adalah hal yang mudah, namun bagi beberapa orang tidur
merupakan suatu hal yang sangat sulit dilakukan. Kondisi sulit tidur saat ini
disebut sebagai insomnia. Insomnia

merupakan

persepsi

yang

tidak

adekuat dari kualitas dan kuantitas tidur dan merupakan keluhan paling umum
dari gangguan tidur. Insomnia ditegakkan apabila terdapat 1 atau lebih keluhan:
kesulitan memulai tidur, kesulitan untuk mempertahankan tidur sehingga sering
terbangun dari tidur, bangun terlalu dini hari dan sulit untuk tidur kembali, tidur
dengan kualitas yang buruk (Susanti, 2015).
Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan
saraf pusat (SSP). Efeknya bergantung kepada dosis, mulai dari yang ringan
yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu
hilangnya kesadaran, keadaan anastesi, koma dan mati. Pada dosis terapi, obat
sedatif mampu menekan aktivitas mental, menurunkan respons terhadap
rangsangan emosi sehingga akan berefek menenangkan. Obat hipnotik

menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur


yang menyerupai tidur fisiologis. Sedangkan bila obat-obat sedative hipnotik
terlalu sering digunakan, maka terdapat efek akumulasi selain efek samping,
yaitu kerusakan degeneratif hati serta reaksi alergi yang kerap kali muncul pada
pasien (Ningsih dan Nova, 2014).
Senyawa hipnotik yang ideal mempunyai onset kerja yang cepat
ketika diminum pada saat akan tidur, suatu kerja berkesinambungan yang
cukup untuk memudahkan tidur sepanjang malam dan tidak ada sisa efek
keesokan paginya. Benzodiazepin dengan waktu paruh pendek (triazolam dan
zolpidem) merupakan obat pilihan untuk membantu orang-orang yang sulit
masuk tidur. Sebaliknya, obat yang waktu paruhnya panjang (estazolam,
temazepam, dan lorazepam) berguna untuk penderita yang mengalami interupsi
tidur (Sepriani, dkk., 2014).
Obat-obat golongan hipnotik sedatif dapat digunakan untuk mengatasi
insomnia, yaitu merupakan obat depressan SSP yang berguna untuk
menenangkan, membuat kantuk, dan menidurkan pemakainya hingga
menyebabkan hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati,
bergantung pada besar kecilnya dosis obat. Namun demikian, penggunaan obatobatan tersebut perlu diawasi karena efek sampingnya yang cukup berbahaya,
seperti habituasi, toleransi bahkan adiksi (Novindriani, dkk., 2013).
Penanganan insomnia tidak mudah, bila dibiarkan dalam jangka
waktu lama dapat mengganggu performa pekerjaan dan menurunkan kualitas
hidup seseorang. Obat- obatan yang digunakan untuk penanganan insomnia
biasanya berasal dari golongan hypnotic drugs/agent seperti hipnotik
benzodiazepine. Obat ini sangat popular karena murah dan mudah didapat.
Akan tetapi, laporan mengenai intoleransi, ketergantungan dan
efek

samping

menyebabkan

benzodiazepine

banyaknya

tidak nyaman untuk

digunakan. Efek samping benzodiazepine diantaranya : penekanan sistem saraf

pusat termasuk pusat pernafasan, efek sedasi intoleran, amnesia, gangguan


psikomotor, rasa nyeri setelah bangun tidur, pusing, dan hipotensi (Putra,
2013).
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit putih
jantan (Mus musculus) galur Balb C karena lebih peka terhadap obat yang
bekerja pada sistem saraf pusat. Mencit yang digunakan harus naf yang belum
pernah mendapat perlakuan apapun karena mencit yang telah mengenali wadah
atau tempat eksperimen menunjukkan perilaku yang berbeda dengan mencit
yang masih naf (Kirtishanti dan Dini, 2012).

B. Uraian bahan
1. Aquadest ( Ditjen POM, 1979)
Nama resmi : AQUA DESTILATA
Sinonim
: Air suling
Pemerian
: Cairan jernih, tidak

berwarna,

tidak

berbau,

tidak

mempunyai rasa
RM/BM
: H2O/18,02
Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik
2. API ( DitJen POM,1979)
Nama resmi : AQUA PRO INJEKSI
Sinonim
: Air untuk injeksi
Pemerian
: Dalam wadah tertutup kedap, jika disimpan dalam wadah
bertutup kapas berlemak harus digunakan dalam waktu 3
hari sesudah pembuatan
Penggunaan : Untuk pembuatan injeksi
3. Diazepam (DitJen POM, 1979)
Nama resmi : DIAZEPAMUM
Sinonim
: Diazepam
RM/BM
: C16H13ClN2O/284,74
R. struktur :
CH3

Pemerian

: Serbuk hablur, putih atau hampir putih; tidak berbau atau


hamper tidak berbau; rasa, mula-mula tidak mempunyai

Kelarutan

rasa, kemudian pahit.


: Agak sukar larut dalam air, tidak larut dalametanol (95%) P;

mudah larut dalam kloroform P.


Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik, tidak tembus cahaya
Penggunaan : Sedativum
4. Fenobarbital ( Ditjen POM, 1979)
Nama resmi : PHENOBARBITALIUM

Sinonim
RM/BM
R. struktur

: Luminal
: C12H12N2O3/232, 24
:

Kelarutan

: Sangat sukar larut dalam air; larut dalam etanol (95%) P;


dalam eter P; dalam larutan alkali hidroksida; dan dalam

larutan alkali karbonat


Penggunaan : Hipnotikum, sedativum
5. Na-CMC ( DitJen POM, 1979)
Nama resmi : NATRII CARBOMETHYLSELULOSUM
Sinonim
: Natrium karbometilselulosa
Pemerian
: Serbuk atau butiran, putih atau putih kuning gading, tidak
berbau atauhampir tidak berbau
Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat
Penggunaan : zat tambahan
6. CPZ (DitJen POM, 1979)
Nama resmi : CHLORPROMAZINI HYDROCHLORIDUM
Sinonim
: klorpromazina hidroklorida
RM/BM
: C17H19ClN2S.HCL/355,32
R. struktur :

Pemerian

: Serbuk hablur, putih atau agak putih kuning gading, tidak

Kelarutan

berbau.oleh pengaruh cahaya warna menjadi gelap


: Sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol P,
dan dalam kloroform P, praktis tidak larut dalam eter P,dan
dalam benzene P

Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya


Penggunaan : Antemetikum, trankuliser
7. Alprazolam (Ditjen POM, 1995)
Nama resmi : ALPPRAZOLAMUN
Sinonim
: Alprazolam
RM/B
: C17H13ClNa/308,77
R. struktur :

Pemerian

: Serbuk hablur puth, sampai hamper melebur pada kurang

Kelauutan

225C
: Tidak larut dalam air, sukar larut dalam etil asetat, agak
sukar larut dalam aseton, larut dalam methanol, mudah larut

dalam kloroform
Penggunaan : Sedativum

C. Uraian obat
1. Fenobarbital ( Tan, 2012 dan Katung dkk., 2013)
Indikasi
: Antikonvuulsi, terapi kejang dan kejang demam pada
anak.
Efek samping
: Sedasi, sikosis akut, dan agitasi.
Mekanisme kerja : Secara selektif menekan neuron abnormal pada fokusfokus epilepsi. Fenobarbital menekan lepas muatan
repetitif frekuensi tinggi dari konsentrasi tinggi.
Fenobarbital beriktan dengan suatu tempat alosterik di
reseptor GABA, dan obat ini memperkuat arus yang
diperantarai oleh rfeseptor GABA dengan memperlama
terbentuknya saluran Cl-.
Farmakodinamik : Memberikan efek antikonvulsidan efek utama adalah
depresi SSP. Depresi dapat sebanding dengan dosis,
tidak memberikan efeknyata pada kardiovaskuler.
Farmakokinetik : Dimetabolisme hamper semua di hati sebelum
Interaksi obat

dieksresidi ginjal.
: Dengan asam

Dosis

fenobarbital meningkat 40% .


: Dewasa; dua kali sehari 120-250 mg sehari; anak-anak

valpproat

menyebabkan

kadar

30-100 mg sehari, kejang demam 6-8 mg/kg BB untuk


Kemasan

dosis pemeliharaan epilepsi; 10-40mg/mL.


: Tablet; 15,16, 30, 60, 90,100 mg; kapsul 10 mg; eliksir
15 20/5 mL; injeksi 30, 60 65, 150mg/mL.

2. Diazepam ( Sukandar dkk., 2013)


Indikasi
: Pemakaian jangka pendek pada ansietas dan insomnia,
tambahan pada putus alkohol akut, status epileptikus,
kejang, demam,spasme otot.
Kontra indikasi : Depresi perapasan,gangguan hepar berat, miastenia,
grovis, insufisiensi, palmoner akut, kondisi fobia dan
obsesi, psikosis akut, glaucoma sudut sempit akut,
serangan asma akut, trisemester pertama kehamilan,

bayi premature; tiidak boleh digunakan sendiri pada


depresi atau ansietas dengan depresi.
Mekanisme kerja : Memperkuat fungsi hambatan neuron GABA.
Interasksi obat : Kadar plasma sebagian benzodiazepine dinaikkan oleh
Efek samping

fluvoksamin.
: Mengantuk, kelemahan otot, ataksia, reaksi paradoksilat
dalam

agresi,

gangguan

mental,

amnesia,

ketergantungan, depresi pernapasan, kepala terasa


ringan hari berikutnya, bingung, kadang-kadang terjadi;
nyeri kepala, vertigo, hipotensi, perubahan salviar,
gangguan saluran cerna, ruam, ganguan penglihatan,
perubahan libido, retensiurin.
Farmakokinetik : Diazepam bekerja dengan t lebih lama dari 24 jam,
kekuatan ikatannya pada protein plasma berhubungan
erat dengan sifat lipofiliknya sampai 99%.
Farmakodinamik : Interaksinya dengan reseptor penghambat neuron
transmitter yang diaktifkan oleh neuron GABA.
3. Klorpromazin ( Syarif dkk., 2007)
Indikasi
: Pengobatan umum neurosis gangguan SSP yang
memerlukan penenang, pramedikasi anestesi, hipertensi
terkonrol, induksi hipothamina dan antimuntah. Psikiatri
: skizofrania, psikosis akut dan keadaan maniak akut.
Ganguan skizefektif dan sindrome paranoid gangguan
perilaku karena kelambatan mental ( obat tambahan)
Kontra indikasi : Pasien dengan depresi tulang belakang, gagal ginjal dan
lever berat, hipersensitif, fenotiazin, vertigo, dan mabuk
perjalanan,bayi
Efek samping

<6

bulan,

sindrom

rege,

koma

disebabkan barbiturate, alkohol.


: Lesu, mengantuk, pusing, sakit kepala, mulut kering,
agitasi, gangguan tidur, fotosensitif dan ruam kulit.
Gangguan hati atau sakit kuning kronis. Gangguan

hematologic, agranulositosis, eosinofilia, leucopenia,


anemia hemolotik, anemia aplastik, trambositopenia,
parpara dan pensitopenia. Efek hipotensi, perubahan
pola

EEG,

reaksi

SSP,

reaksi

neuramuskullar

ekstrapiramidol, diatania, motor resthesshess, pseudo


Parkinson, tardive dyskinesia.
Farmakodinamik : Antisipasi menghambat berbagai reseptor. CPZ selain
memiliki afinitas terhadap respon dari dopamine yang
memiliki aktifitas yang tinggi terhadap reseptor Xadrenergius.
Farmakokinetik : Bioavabilitas CPZ berkisar antara 25-35C, bersifat
larut dan terikat kuat dengan protein plasma (92-99%).
Melbolit CPZ ditemukan di urin sampai bebebbrapa
minggu setelah pemberian obat terakhir.
Bentuk sediaan : Tablet 25 mg dan 100 mg.
4. Alprazolam ( ISO, 2014, dan Tanu, 2007)
Indikasi
: Ansietas yang berhubungan dengan depesi gangguan
paru dengan atau tanpa agoraphobia.
Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap benzodiazepine,

penderita

glaulioma, sudut sempit akut, penderita neuresensi


Efek samping

pulmonori akut.
: Mengantuk, kelemahan

otot,

amnesia,

bingung,

halusinasi.
Farmakokinetik : Kadar darah puncak 1-2 jam, waktu paruh eliminasi 1215 jam, penyerapan oral cepat.
Farmakodinamik : Berikatan dengan reseptor GABA benzodiazepine pada
Dosis

sarafpost sinaps GABA pada beberapa tempat di SSP.


: Dosis awal 0,75 1,5 mg dalam dosis tinggi; dosis

Kemasan

lazim sehari 0,5-4 mg dalam dosis terbagi.


: Dus 2x 20 tablet 0,25 mg.

D. Uraian hewan coba


1. Klasifikasi Mencit (Akbar, 2010)
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Sub phylum
: Vertebrata
Class
: Mammalia
Ordo
: Rodentia
Family
: Muridae
Genus
: Mus
Species

: Mus musculus

2. Karakteristik Mencit (Akbar, 2010)


Lama hidup (tahun)
: 1-3
Lama bunting (hari)
: 19-21
Umur dewasa tubuh (hari) : 36
Umur dewasa (hari)
: 35
Bobot lahir (gram/ekor) : 0,5-1,5
Jumlah anak per kelahiran : 6-19
Pernapasan per menit
: 600-806
O
Suhu tubuh ( C)
: 35-36
Suhu rektal (OC)
: 37-43
Aktivitas

: Nokturnal

3. Morfologi Mencit (Akbar, 2010)


Berat badan
: 10-21 gram
Kepala dan badan
: Hidung runcing, badan kecil 6-10 cm
Mata
: Berwarna hitam
Kulit
: Berpigmen
Ekor
: Sedikit lebih panjang dari kepala dan badan
Bulu
: Berwarna abu-abu
BAB III
METODEOLOGI KERJA
A. Waktu dan tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 26 September 2016, pukul
13.00 WITA sampai selesai. Bertempat di Laboratorium Farmasi, Fakultas
Farmasi, Universitas Halu Oleo.

B. Alat dan bahan


1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini, yaitu :
a. Batang pengaduk
b. Gelas kimia 100 mL
c. Gelas ukur 50 mL
d. Kanula
e. Lap kasar dan lap halus
f. Sendok tanduk
g. Spoit 1 cc
h. Stopwatch
i. Timbangan analitik
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini, yaitu :
a. Alkohol 70%
b. Alprazolam 0,5 mg
c. CPZ 12,5 mg dan 25 mg
d. Diazepam 5 mg
e. Fenobarbital 15 mg dan 30 mg
f. Na-CMC 0,5 %
g. Tisu
h. Valisanbe 5 mg
C. Prosedur kerja
1. Pembuatan Na CMC 0,5 %
a. Disiapkan alat dan bahan
b. Ditimbang Na-CMC sebanyak 5 gram
c. Dipanaskan akuades dalam gelas kimia sebanyak 1000 ml hingga
mendidih menggunakan hotplate

d. Dimasukkan Na-CMC ke dalam akuades sambil terus dipanaskan


e. Diaduk menggunakan batang pengaduk atau dengan menggunakan stirer
hingga Na-CMC larut sempurna
f. Didiamkan beberapa menit setelah terbentuk larutan Na-CMC, lalu
masukkan atau simpan ke dalam lemari pendingin jika belum akan
digunakan
2. Pengujian Hewan Coba Mencit
a. Mencit dipuasakan selama 3-4 jam
b. Ditimbang berat badan mencit
c. Diberi obat golongan sedatif-hipnotik secara oral
d. Dihitung onset dan durasinya
e. Dimasukkan hasil pengamatan ke dalam tabel

BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil pengamatan
1. Tabel pengamatan
No
.
1.

Obat

BB
( gram )
25

Vol Pemerian
(ml)
0,83

Onset

Durasi

Fenobarbital 30 mg

32:00

14:29

2.

Diazepam 5 mg

21

0,7

12:50

39:26

3.

Alpeazolom 0,5 mg

21

0,7

62:50

21:39

4.

CP2 25 mg

30

12:53

36:55

5.

Fenobarbital 15 mg

23

0,76

77:36

05:09

6.

Valisanbe 5 mg

27

0,9

38:50

19:35

7.

CP2 12,3 mg

28

0,93

12:22

90:82

2. Perhitungan
Dosis pemberian = B.HC
X Dosis konfersi
B.HC ( min )
= 23 g X 15 mg X 0,0026
20 g
= 0,044 mg/ml
= 0,44 mg/10 ml
Sediaan ditimbang = 0,44 mg X 0,12805
15 mg
= 0,0037 gram
Volume pemberian = B.HC
X Volume pemberian
B.HC (ma2)
= 23 g
X I Ml
30 g
= 0,76 ml

B. Pembasan

Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat


(ssp) yang relative tidak selektif, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan
tenang atau katuk, menidurkan, hingga yang berat (kecuali benzodiozepin) yaitu
hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati, bergantung pada dosis.
Pada dosis terapi obat setiap menekan aktifitas, menurunkan respons terhadap
perangsangan emosi dan menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan
mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur
fisiologis.
Secara klinis obat-obatan sedative hipnotik digunakan sebagai obatobatan yang berhubungan dengan system saraf pusat seperti tatalaksana nyeri
akut dan kronik, tindakan anestitesia, penatalaksanaa kejang, serta insomnia.
Obat-obatan

sedatif

benzodiazepine,

hipnotik

berbibucat,

digolongkan
dan

golongan

menjadi
lain-lain

yaitu

golongan

(golonngan

non

benzoadiazepin,nonbarbibucat). Efek farmokologi benzodiazepine merupakan


akibat aksi gamma. Aminabutiric acid (GABA) sebagai neurotronsmitles
penghambat sehingga karal klorida terbuka dan terjadi hiperpolansasi post
sinaptik membrane sel tidak dapat dieksitasi, contoh obat golongan ini yaitu
alprazolom, nitazepan, diazepam, lora epam, midazolom. Efek utama golongan
barbiturate ialah depresi spp. Semua tinggat depresi dapat dicapai, mulai dari
sedasi, hypnosis, koma, sampai dengan kematian.efek hipnotik barbitural dpat
dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik contoh obat golongan
barbiturate yaitu fenobarbital, amobarbital, thiopental, dan lain-lain. Golongan
nonbarbitrat. Nonbenzodiazepin contoh obatnya adlah propofol dengan
mekanisme kerja relative selektif dalam mengatur resptor GABA dan tampanya
tida mangatur ligang-gate ion cahnnel lainnya.
Obat-obat sedativ juga dapat digolongkan berdasarkan lama kerjanya
yaitu ultra, shot.acting adalah hipnotika yang cepat pula hialngnya dan serimg
pula digunakan sebagai anestetika umum, shot-acting adalah hipnotika yang

kecepatan timbulnya efek sedang (sekitar 15 menit) dan bertahan agak singkat
(2-2 jam) sehinnga digunakan sebagai obat tidur. Intomedieate-actingadalah
hipnotika yang mulai efeknya setelah 30 menit dan dapat bertahan selama 5 jam.
Long-acting adalah hipnotika yang bekerja setelah 8 jam dan bertahan sekitar610 jam, digunakan sebagai obat tidur lama.
Percobaan sedative hipnotik berguna untuk mengetahui bagaimana
pengarug obat-obat sedative hipnotik yang digunakan dalam percobaan ini yaitu
fenobarbital 30 mg, drazepam 5 mg, al;prozolom 0,5 mg, cp2 25 mg, fenobarbital
15 mg, valisanbe 5 mg, dan cp2 12,5 mg, terhadap penekanan susunan saraf
pusat (ssp) pada hewan coba mencit menggunakan para meter onset dan durasi.
Bahan-bahan yang dalam percobaab ini selai n bahan obat uji yang telah
disebutkan antara lain yaitu akuades yang digunakan pada pembuatan larutan nacmc, larutan na-cmc tersevut dengan konsentrasi 0,5% digunakan sebagai
pelengkap yaitu alcohol serta tisu. Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini
adalah batang pengaduk, gelas kimia, lap kasar dan lap halus, timbangan digital
untuk menhitung betat badan mencit, timbangan analitik untuk menimbang
masing-masing bahan uji coba obat dan bahan lain yang digunakan untuk
misalnya na-cmc spoit 1 CC dan konula digunakan untuk pemberian sediaan
obat uji kepada hewan coba mencit secara oral.pengijian pada hewan coba
pertama-tama dilakukan yaitu mencit dipuasakan (tidak diberi makan) selama
kurang lebih 3-4 jam, lalu ditimbang berat badan mencit, selanjutnya sediaan
obat yang telah disuspesikan dengan Na-CMC 0,5% diberikan pada mencit
secara oral, dilakukan pengamatan terhadap onset dan durasinya dan dicatat
hasilnya untuk dapat dibandingkan antara obat-obat yang di ujikan
Bahan obat uji sedative hipnotik yang digunakan yaitu fenobarbital
dengan dosis etiket 15 mg, sementara itu hewan coba mencit yang kami gunakan
memeiliki bobot 23 gram sehingga di dapatkan hasil perhitungan untuk dosis
pemberian yaitu 0,44 mg/10 ml atau 0,044 mg/ml, sediaan yang ditimbang yaitu

0,0037 garam, dan volume pemberian obat secara oral pada mencit yaitu
sebanyak 0,76 ml.
Hasil pengamatan berdasarkan parameter onset dan durasi pada
percobaan ini, yang memiliki efek sedate hipnotik lebih baik dan optimal secara
berturut-turut yaitu klorpomazim (cp2), diazepam, valisanbe, alprozolom, dan
terakhir penebarbutal . pengamatan onsrt dan durasi ini yaitu berdasarkan teori
dimana obat sedative hipnotik dikatakan optimak apabila memilikiwaktu onset
yang di capai dan durasi yang dimilikinya berlangsung lama. Onset dihitung
sejak pemberian sediaan obat pada mencit atau ketika seluruh obat sudah masuk
kedalam tubuh mencit. Sedangkan durasi dihituk sejak obat memberikan efek
(batas onset) hingga hialngnyya efek dari obat-obat tersebut yaitu mencit
beraktifitas normal kembali setelah menunjukka efek dari obat yaitu tenang atau
tidur.
Hasil percobaan yang didapatkan ternyata sesuai dengan teori yang ada.
Menurut teori, deasepan merupakan obat sedative hiplotik yang paling optimal,
memiliki plasma t 1

2 dari 20-54 jam sedangan t 1 2 derivat desmetilnya

sampai 120 jam, sehingga efeknya sangat diperpanjang. Oleh karena itu zat ini
lebih layak digunakan dan trmasuk obat golongan bensodiasepan dengan efek
long-action. Menurut kalsong (2002), penyerapan oleh intestinum terjadi secara
cepat karna diasepan mempunyai tingkat kelarutan yang tinggi dalam lipid.
Berdasarkan golonga hiprotik sedative, golongan benzodiasepin lebih unggul dri
barbiturate karena tingkat toleransi obat, potensi penyalagunaan yang rendah,
maegin dosis aman yang lebar, rendah toleransi obat dan mengindulesi enzim
mikrosom di hati. Benzodiasepin telah banyak digunakan sebagai pengganti
barbiturat sebahai pramedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam
monitoring anestesi.jika diurutkan berdasarkan golongan obat, pada percobaan
ini efek sedative hipnotik sari golongan obat benzodiasepin seperti diazepam,
valisanbe, alprazolom, dan klorpamozin (cp2) lebih optimal dibandingkan efek

yang dihasilkan dari fenobarbital yang merupakan salah satu dari golongan
obatbarbiturat.
Faktor-faktor yang menyababkan adanya kesalahan dari percobaan
sedative hipnotik ini antara lain disebabkan oleh pemberian dosis yang tidak
tepat yaitu fenobarbital 15 mg dapat dikatakan underdoses sehingga onset yang
dicapai sangat lama yaitu 77 menit 36 detik sedangkang durasinya sangat cepat
yaitu 5 menit 9 detik. Selain itu, factor kesalahan yang lain juga dapat disebabkan
oleh kondisi fisiologi mencit.
Manfaat percobaan sedative hipnotik dalam bidang farmasi yaitu sesuai
agar seorang farmatis mengetahui bagaimana pengaruh bobat-obat yang bekerja
pada system saraf pusat, juga dapat menentukan obat-obat yang memilii efek
yang optimal dalam hal ini adalah golongan sedative hipnotik dan cocok serta
aman untuk diberikan kepada pasien misalnya pada penyakit atau ganguan tidur
yang disebut insomnia bila teraoi nonfarmakologi yang dilakukan tidak berhasil.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan percobaan yang telah
dilakukan bahwa obat yang memiliki efek sedatif palling baik berturut-turut
klorpromazin, diazepam, valisanbe, fenobarbital, dan alprazolam. Akan tetapi,
berdasarkan teori urutan yang benar adalah diazepam, valisanbe, fenobarbital,
klorpromazin, dan alprazolam. Kesalahan terjadi pada obat fenobarbital karena
hanya sedikit menimbulkan efek sedatif, sedangkan obat lainnya sudah cukup
menimbulkan efek sedatif.
B. Saran
Saran untuk praktikan sebaknya lebih berhati-hati pada saat
penimbangan bahan, perhitungan dosis dan pemberian obat karena kesalahan
tersebut dapat menimbulkan kesalahan pula terhadap efek sedatif pada hewan
coba serta ketidak sesuaian data yang diperoleh.

DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Budhi. 2010. Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif Yang Berpotensi
Sebagai Bahan Antifertilitas. Jakarta: Adabia Press.
Astana, Widh, Danang Ardianto, Agus Triyono. 2015. Studi Klinik Efek Ramuan
Jamu Untuk Insomnia Terhadap Fungsi Hati Pasien Klinik Hortis Medicus.
Jurnal Farmasi Sains Dan Terapan. Vol. 2, No. 1
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Depkes RI.
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Depkes RI.
Kirtishanti, Aguslina, Dan Dini Kesuma. 2012. Identifikasi Efek Depressan SSP
(Susunan Sistem Saraf Pusat), Anti Kejang, Dan Neurotoksisitas Senyawa 4Klorobenzoitilurea Pada Mencit Putih Jantan. Jurnal Teknosains. Vol. 2, No.
1
Ningsih, Septa, Nova Rahmah W. 2014. Kemampuan Efek Sedasi Infusa Umbi
Rumput Teki (Cyperus rotendus L.) Pada Mencit Jantan Ras Swiss. Jurnal
Medical Sience. Vol. 1, No. 2
Noviadiani, Dini, Bambang Wijyanto, Muhammad Andrie. 2013. Uji Efek Sedatif
Infusa Daun Kratum (Mitragyna spetrosa) Pada Mencit Jantan Galur Balb/C.
Jurnal Mahasiswa Farmasi Fakultas Kedokteran UNY. Vol. 3, No. 1
Putra, Dalem Dwi. 2013. Kombinasi ES20 Pixlone Dan Mind Body Therpay Sebagai
Strategi Baru Dalam Penatalaksanaan Insomnia. Jurnal Medika Udayana.
Vol. 2, No.1
Sepriani, Rika, Fatma Sriwahyuni, Almahdy A., Khairil Armal, 2014. Kajian
Ketepatan Indikasi Penggunaan Alprazolam Pada Pasien Stroke Di Bangsal

Rawat Inap Neurollogi Rumah Sakit Stroke Nasional Bukit Tinggi.Jurnal


Sains Farmasi Dan Klinis.Vol.1, No.1
Setyowati, Sri. The Effect Of Organomic Gymnastics Toward Ederlysleep Quality In
Bantul Yogyakarta. Jurnal Peneliitian Cloquium. Vol.1, No. 1
Sitoros, Erlina Rosmaida. 2014. Peningkatan Hasil Pelajar IPA Kompetensi Dasar
Sistem Koordinasi Dan Alat Indera Manusia Melalui Metode Pembelajaran
Resitasi Pada Peserta Didik. Jurnal Ilmiah Kependidikan. Vol. 1, No. 2
Susanti, Lidya. 2015. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Insomnia Di
Poliklinik Saraf RS Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol.
4, No. 3
Tanu, Ian. 2012. Farmakologi Dan Terapi. Jakarta: Departemen Farmakologi dann
Terapeutik FKUI.

Anda mungkin juga menyukai