Jawab:
Kebutuhan manusia terhadap Tuhan itu bersifat permanen dan tidak akan hilang, artinya
kapan pun dan dimana pun manusia hidup pasti membutuhkan Tuhan. Dalam kondisi
tertentu manusia mengabaikan atau menyampingkan kebutuhan ini. Namun hal ini hanya
sementara dikarenakan pada akhrinya kebutuhan akan Tuhan akan tetap muncul pada saat
manusia mengalami persoalan hidup berat atau kehidupannya terancam Kecenderungan
manusia untuk berketuhanan itu dalam ajaran agama islam dikenal dengan istilah fitrah
keagamaan secara psikologis , ada dua dorongan yang menjadi alas an mengapa manusia
percaya pada Tuhan.
Adanya rasa takut yang menyelimuti manusia karena keberadaanya yang kecil dan tak
berarti jika dibandingkan dengan semesta yang maha besar tak terjanhkau garis tepinya
dan tak terpahami kandungna dan perilakunya. Perasaaan takut inilah yang membuat
manusia berdoa dan memohon pertolongan dan perlingan-Nya. Adanya rasa kagum
melihat kebesaran, keberlimpahaan dan keindahan semesta ini sehingga mendorong
manusia mencari pencipta dari pengatur serta melakukan ritual doa.
Tuhan merupakan sebuah gagasan yang telah menjangkiti di dalam pemikiran berjuta-
juta orang di dunia. Dalam setiap kesempatan Tuhan selalu menjadi perdebatan, antara
realitas yang transenden dan imanen. Oleh karena itulah realitas transenden diekspresikan
dalam bentuk yang bervariatif dan berbeda-beda. Tuhan hadir dalam sejarah umat
manusia dari Nabi Ibrahim sampai kepada Nabi Muhammad saw. Sehingga sejarah ide
dan pengalaman tentang Tuhan dalam Yahudi, Kristen, dan Islam saling terkait.
Akan tetapi karena adanya proses sejarah yang terus berlangsung mengakibatkan
perkembangan dalam ketiga agama tersebut menampilkan watak yang berbeda. Proses
sejarah yang berlangsung itu tidak hanya menunjukkan adanya evolusi keagamaan,
melainkan juga berfungsi sebagai korektif, konfirmatif, dan inovatif.
Dalam hal ini percayaan manusia kepada Tuhan berposes secara evolusi hingga mencapai
derajat kesempurnaannya. Berikut prosesnya:
a. Dinamisme berasal dari bahaya Yunani dynamis yang dalam bahasa Indonesia
disebut kekuatan tiap-tiap benda yang berada di sekeliling mereka bisa mempunyai
kekuatan batin yang misterius dalam ilmu sejarah agama dan ilmu perbandingan
agama kekuatan batin ini biasa disebut dengan Mana . Mengumpulkan kekuatan
ghaib atau mana (dalam bahasa ilmiah) sebanyak mungkin diyakini jika mempunyai
mana akan memperoleh keselamatan.
b. Animisme adalah agama yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda, baik yang
beryawa maupun tidak bernyawa mempunyai roh. Tujuan beragama dalam Animisme
adalah mengadakan hubungan baiik dengan roh-roh yang ditakuti dan dihormati itu
dengan senantiasa berusaha menyenangkan hati mereka
c. Politeisme adalah kepercayaan kepada dewa-dewa. Tujuan beragama dalam
politeisme bukan hanya memberi sesajen atau persembahan kepada dewa-dewa itu,
tetapi juga menyembah dan berdoa kepada mereka untuk menjauhkan amarahnya dari
masyarakat yang bersangkutan.
d. Henoteisme adalah paham tuhan nasional. Paham yang serupa terdapat dalam
perkembangan keagamaan masyarakat yahudi
e. Monotheisme adalah faham yang meyakini Tuhan itu tunggal dan personal, yang
sangat ketat menjaga jarak dengan ciptaanNya.
Tuhan menurut KBBI dibedakan dalam dua arti yang berbeda. Pertama, sesuatu yang
diyakini, dipujadan dan disembah oleh manusia sebagai yang Mahakuasa, Mahaperkasa,
dan sebagainnya. Kedua, sesuatu yang dianggap sebagai Tuhan.
Dalam konsep Islam, Tuhan disebut Allah dan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi Yang
Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir,
dan Hakim untuk semesta dunia.
Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa
(tauhid). Beliau itu wahid dan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa. Menurut Al-
Quran terdapat 99 Nama Allah (asma'ul husna artinya: "nama-nama yang paling baik")
yang mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda. Semua nama tersebut mengacu
pada Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas. Di selang 99 nama Allah tersebut,
yang paling terkenal dan paling sering dipergunakan adalah "Maha Pengasih" (ar-
rahman) dan "Maha Penyayang" (ar-rahim). Menurut Al-Quran, "Beliau tidak dapat
dicapai oleh penglihatan mata, sedang Beliau dapat melihat segala yang kelihatan; dan
Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui." (QS Al-'An'am[6]:103).
Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Luhur dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan yang
personal: Menurut Al-Quran, Beliau lebih dekat pada manusia daripada urat nadi
manusia. Beliau menjawab untuk yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika
mereka berdoa pada-Nya. Di atas itu semua, Beliau memandu manusia pada perlintasan
yang lurus, “jalan yang diridhai-Nya. Islam mengajarkan bahwa Tuhan dalam konsep
Islam merupakan Tuhan sama yang disembah oleh gugusan agama Abrahamik yang lain
seperti Kristen dan Yahudi (29:46).[9] Namun, hal ini tidak diterima secara universal
oleh kalangan non-Muslim.
Perkembangan pemahaman di atas menjadi bukti konkrit bahwa manusia itu menemukan
Tuhan berangkat dari pola yang sangat sederhana hingga pada pola yang sangat maju,
bahkan ilmu pengetahuan menjadi sandaran dalam mempersepsikan agama dan Tuhan.
Jawab:
Pengaruh kuat negara maju (Barat) dan non Islam terhadap negara-negara yang mayoritas
penduduknya mengaku beragama Islam sudah bukan rahasia umum lagi. Ketergantungan
dunia Islam dari negara adi kuasa hampir tidak dapat dielakkan, apalagi program
globalisasi yang dicanangkan negara-negara maju kepada dunia sebenarnya hanya
melanggengkan pengaruh negara maju terhadap negara berkembang. Alhasil, negara
berkembang semakin sulit melampui negara maju, jangankan melampui negara maju,
mengejar ketertinggalannya saja sudah demikian berat apalagi dapat melampui mereka.
Namun demikian menjadikan umat Islam berjaya terhadap umat lain bukan suatu hal
yang mustahil karena sejarah Islam telah membuktikan hal itu.
Meski jumlah umat Islam kala itu sedikit dibandingkan dengan umat lain tapi dibawah
kepemimpinan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam umat Islam tampak terus
menunjukkan kewibawaan dan menjadi negara (masyarakat) adi kuasa di masa itu.
Melalui kerja-kerja dakwah disertai keteladanan Nabi, para sahabat dan umat Islam telah
membuat agama Islam berkembang pesat menembus batas-batas jazirah Arab. Dalam
sejarah Islam setelah masa Rasulullah yakni pada sekitar tahun 750 M atau abad ke 8
hingga abad ke 13 bisa disebut masa kejayaan Islam kedua setelah zaman Rasulullah.
Pada masa ini peradaban Islam bangkit dan bermartabat ditandai banyaknya muncul para
cendekiawan, saintis atau ilmuwan top jagad raya yang melahirkan peradaban manusia
tingkat tinggi. Kejayaan peradaban Islam ini suka tidak suka telah menyejarah dan
menjadi motivasi para ilmuwan Barat yang mengembangkan keilmuan berikutnya.
Sejarah ilmu pengetahuan ini tercatat dan tersimpan dengan baik dalam khasanah literatur
Barat.
Terkait kejayaan peradaban Islam masa lalu, jika ditelisik dan dipelajari lebih jauh
ternyata para peneliti dan penemu (inventor) pada masa itu umumnya juga merupakan
seorang ulama yang memahami al Quran dan Hadist. Bahkan tidak sedikit dari mereka
yang hafal al Quran. Ditangan para saintis yang sekaligus juga ulama Islam itulah Ilmu
pengetahuan dan teknologi (Iptek) ditemu-kenali yang kemudian kita ketahui menyebar
ke seantero dunia dirasakan manfaatnya hingga kini.
Dalam rangka menyusun kesadaran pola pikir masyarakat muslim, Fakultas Ilmu Agama
Islam (FIAI) Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI) UII mengadakan acara yang
bertemakan “Imajinasi Membingkai Peradaban Islam”. Acara pada Kamis (15/07)
tersebut menghadirkan Prof. Fathul Wahid, S.T., M,Sc., Ph.D. selaku Rektor UII dan Drs.
Imam Mudjiono, M.Ag., sebagai pembicara melalui platform daring.
Prof. Fathul Wahid mengungkap beberapa hal yang membuat umat Islam saat ini sedikit
mengalami kemunduran. Ia menyebut masyarakat kurang mengapresiasi bakat di dalam
dirinya, kurang mampu mengikuti perkembangan zaman, dan lamban dalam menelaah
realita sosial.
Di samping itu, Imam Mudjiono berpendapat, kemunduran kaum muslim saat ini tak lain
karena banyak masyarakat yang telah meninggalkan kitab suci, yakni Al-Qur’an.
Sehingga saat ini kitab suci yang merupakan pedoman kehidupan bagi umat muslim itu
hanya sebagai ajang perlombaan, hanya sedikit orang yang mampu mengamalkan isi
kandungan dari kitab suci tersebut.
“Orang Islam mundur karena meninggalkan kitab suci mereka. Al-Qur’an hanya
dijadikan ajang perlombaan dan ayat-Nya hanya dijadikan tulisan di atas kertas putih
kecil,” imbuhnya.
Permasalahan ini sangat penting dan urgent yang harus segera dituntaskan, solusi cerdas
dalam meningkatkan paradigma berpikir hebat adalah dengan cara mengevaluasi diri
sendiri dan mengajak lingkungan sekitar untuk berpikir progresif
4. Bagaimana Sunan Kudus melakukan kompromi budaya islam dan kearifan lokal?
Jawab:
Salah satu cara penyebaran agama Islam di Jawa Tengah adalah melalui perpaduan
budaya Islam dengan budaya agama lain seperti Hindu dan Buddha. Hal itu bisa dilihat
dari sisa peninggalan Islam seperti Masjid Sunan Kudus yang memiliki ciri khas dalam
bentuk arsitekturnya. Berdirinya masjid berbarengan dengan saat Sunan Kudus
membangun Kota Kudus di abad ke-15 Masehi. Ketika itu Sunan Kudus yang bernama
asli Djafar Shadiq mengubah sebuah bangunan berbentuk candi menjadi menara masjid.
Selain tempat mengumandangkan azan, di menara tersebut Sunan Kudus sebagai
pendakwah biasanya duduk memberikan pelajaran agama Islam. Sunan Kudus juga
berusaha melakukan kompromi dengan pemeluk agama lain dengan memasukkan
simbol-simbol agama mereka di masjid ini. Misalnya tempat wudu yang menyediakan
delapan pancuran kecil. Hal ini dimaksudkan sebagai perlambang dari Delapan Jalan
Buddha. Kemudian di bagian depan masjid bisa dilihat pula empat gapura yang berujung
di bagian mihrab. Dalam kepercayaan Hindu, setiap kali memasuki pura mereka akan
melewati gapura yang diakhiri dengan arca. Sementara di masjid ini gapura berakhir di
tempat imam memberikan khotbah.
Dengan demikian jalan kompromi yang ditempuh Sunan Kudus terbukti ampuh dengan
banyaknya pemeluk agama Islam pasca berdirinya Kota Kudus.space space
Jawab: