Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tidur adalah suatu fenomena biologis yang terkait dengan irama
alam semesta, irama sirkadian yang bersiklus 24 jam, terbit dan
terbenamnya matahari, waktu malam dan siang hari, tidur merupakan
kebutuhan manusia yang teratur dan berulang untuk menghilangkan
kelelahan jasmani dan kelelahan mental (Panteri, 2009). Istirahat tidur
dalam waktu 6 – 7 jam sehari akan memberi kualitas tidur yang baik dan
memberi pengaruh positif terhadap tubuh ketika bangun atau beranjak dari
tidur maka tubuh akan terasa segar dan lebih baik serta membuat tubuh
siap kembali untuk melakukan aktivitas dalam kesehariannya. Tidur
merupakan kebutuhan bukan suatu keadaan istirahat yang tidak
bermanfaat, tidur merupakan proses yang diperlukan oleh manusia untuk
pembentukan sel-sel tubuh yang baru, perbaikan sel-sel tubuh yang rusak
(natural healing mechanism), memberi waktu organ tubuh untuk
beristirahat maupun untuk menjaga keseimbangan metabolisme dan
biokimiawi tubuh. Mass, 2012).
Kesulitan tidur atau insomnia adalah keluhan tentang kurangnya
kualitas tidur yang disebabkan oleh satu dari; sulit memasuki tidur, sering
terbangun malam kemudian kesulitan untuk kembali tidur, bangun terlalu
pagi, dan tidur yang tidak nyenyak. Insomnia tidak disebabkan oleh
sedikitnya seseorang tidur, karena setiap orang memiliki jumlah jam tidur
sendiri sendiri. Tapi yang menjadi penekanan adalah akibat yang
ditimbulkan oleh kurangnya tidur pada malam hari seperti kelelahan,
kurang gairah, dan kesulitan berkonsentrasi ketika beraktivitas. Menurut
National Institute of Health (2000) Insomnia atau gangguan sulit tidur
dibagi menjadi tiga yaitu insomnia sementara (intermittent) terjadi bila
gejala muncul dalam beberapa malam saja. Insomnia jangka pendek
(transient) bila gejala muncul secara mendadak tidak sampai berhari-hari,
kemudian insmonia kronis (Chronic) gejala susah tidur yang parah dan
biasanya disebabkan oleh adanya gangguan kejiwaan. Penyebab.
Penyembuhan terhadap insomnia tergantung dari penyebab yang
menimbulkan insomnia. Bila penyebabnya adalah kebiasaan yang salah
atau lingkungan yang kurang kondusif untuk tidur maka terapi yang
dilakukan adalah merubah kebiasaan dan lingkungannya. Sedangkan untuk
penyebab psikologis maka konseling dan terapi relaksasi dapat digunakan
untuk mengurangi gangguan sulit tidur, terapi ini merupakan bentuk terapi
psikologis yang mendasarkan pada teori-teori behavioris.
Goldfriend dan Trier (2009) melaporkan terapi relaksasi efektif
untuk menurunkan kecemasan, metode yang digunakan sebagai self
control coping skill. Utami (2009) melaporkan keberhasilannya terapi
relaksasi pada pasien dengan kecemasan berbicara di muka umum (phobia
spesifik) dan pasien phobia sosial. Masih banyak penelitian lain yang
menunjukkan efektifitas terapi relaksasi: pasien Insomnia, nyeri kepala,
nyeri leher, dan banyak lagi.
Dasar pikiran relaksasi adalah sebagai berikut : Relakasasi
merupakan pengaktifan dari saraf parasimpatetis yang menstimulasi
turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh sistem saraf simpatetis, dan
menstimulasi naiknya semua fungsi yang diturunkan oleh saraf simpatetis.
Masing-masing saraf parasimpatis dan simpatis saling berpegaruh maka
dengan bertambahnya salah satu aktivitas sistem yang satu akan
menghambat atau menekan fungsi yang lain (Utami, 2009). Ketika
seseorang mengalami gangguan tidur maka ada ketegangan pada otak dan
otot sehingga dengan mengaktifkan saraf parasimpatetis dengan teknik
relaksasi maka secara otomatis ketegangan berkurang sehingga seseorang
akan mudah untuk masuk ke kondisi tidur. Berbagai macam bentuk
relaksasi yang sudah ada adalah relaksasi otot, relaksasi kesadaran indera,
relaksasi meditasi, yoga dan relaksasi hipnosa (utami, 2009).
B. Tujuan Penulisan
1. Memaparkan informasi dengan evidence based di area keperawatan
terkait dengan terapi relaksasi untuk istirahat tidur
2. Mampu mengidentifikasi jurnal yang terkait dengan terapi relaksasi
untuk istirahat tidur
3. Mampu menelaah jurnal yang terkait dengan terapi relaksasi untuk
istirahat tidur

C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi mengenai
terapi nonfarmakologi untuk mengatasi masalah pemenuhan istirahat
tidur dengan terapi relaksasi
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Institusi Pendidikan Informasi dari penulisan ini diharapkan
dapat berguna bagi instansi pendidikan sebagai laporan evidence
based mahasiswa Profesi Ners pada pasien dengan permasalahan
istirahat dan tidur serta diharapkan penulisan ini menjadi sumber
referensi institusi sebagai informasi khususnya kepada peserta
didik yang sedang mengikuti mata kuliah keperawatan dasar
manusia.
b. Bagi Mahasiswa Penulisan ini diharapkan bermanfaat bagi
mahasiswa keperawatan sebagai sumber informasi untuk
menambah wawasan dan pengetahuan mengenai terapi
nonfarmakologi untuk mengatasi masalah istirahat tidur dengan
terapi relaksasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori Istirahat Tidur


1. Definisi
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang mutlak harus
dipenuhi oleh semua orang. Istirahat dan tidur yang cukup, akan
membuat tubuh baru dapat berfungsi secara optimal. Istirahat dan tidur
sendiri memiliki makna yang berbeda pada setiap individu. Istirahat
berarti suatu keadaan tenang, relaks, tanpa tekanan emosional, dan
bebas dari perasaan gelisah. Beristirahat bukan berarti tidak melakukan
aktivitas sama sekali. Berjalan-jalan di taman terkadang juga bisa
dikatakan sebagai suatu bentuk istirahat. 20 Tidur adalah status
perubahan kesadaran ketika persepsi dan reaksi individu terhadap
lingkungan menurun. Tidur dikarakteristikkan dengan aktifitas fisik
yang minimal, tingkat kesadaran yang bervariasi, perubahan proses
fisiologis tubuh, dan penurunan respon terhadap stimulus eksternal.
Hampir sepertiga dari waktu individu digunakan untuk tidur. Hal
tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa tidur dapat memulihkan
atau mengistirahatkan fisik setelah seharian beraktivitas, mengurangi
stres dan kecemasan, serta dapat meningkatkan kemampuan dan
konsenterasi saat hendak melakukan aktivitas sehari-hari.
2. Fisiologi Tidur
Aktivitas tidur diatur dan dikontrol oleh dua sistem pada batang
otak, yaitu Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar
Synchronizing Region (BSR). RAS di bagian atas batang otak diyakini
memiliki sel-sel khusus yang dapat mempertahankan kewaspadaan dan
kesadaran, memberi stimulus visual, pendengaran, nyeri, dan sensori
raba, serta emosi dan proses berfikir. RAS melepaskan katekolamin
pada saat sadar, sedangkan pada saat tidur terjadi pelepasan serum
serotonin dari BSR.
3. Ritme Sirkadian

Mahluk hidup memiliki bioritme (jam biologis) yang berbeda.


Bioritme pada manusia dikontrol oleh tubuh dan disesuaikan dengan
faktor lingkungan (misalnya: cahaya, kegelapan, gravitasi dan stimulus
elektromagnetik). Bentuk bioritme yang paling umum adalah ritme
sirkadian yang melengkapi siklus selama 24 jam. Fluktuasi denyut
jantung, tekanan darah, temperatur, sekresi hormon, metabolisme, dan
penampilan serta perasaan individu bergantung pada ritme
sirkadiannya. Tidur adalah salah satu irama biologis tubuh yang sangat
kompleks. Sinkronisasi sirkadian terjadi jika individu memiliki pola
tidur bangun yang mengikuti jam biologisnya: individu akan bangun
pada saat ritme fisiologis paling tinggi atau paling aktif dan akan tidur
pada saat ritme tersebut paling rendah.

4. Tahapan Tidur
Penelitian yang dilakukan dengan bantuan alat elektro
ensefalogram (EEG), elektro okulogram (EOG), dan elektrokiogram
13 (EMG), diketahui ada dua tahapan tidur, yaitu non-rapid eye
movement (NREM) dan rapid eye movement (REM).
a. Tidur NREM Tidur NREM disebut juga sebagai tidur gelombang
pendek karena gelombang otak yang ditunjukkan oleh orang yang
tidur lebih pendek dari pada gelombang alfa dan beta yang
ditunjukkan orang yang sadar. Tidur NREM terjadi penurunan
sejumlah fungsi fisiologi tubuh. Semua proses metabolisme
termasuk tanda-tanda vital, metabolisme, dan kerja otot melambat.
Tidur NREM sendiri terbagi atas 4 tahap (I-IV). Tahap I-II disebut
sebagai tidur ringan (light sleep) dan tahap III-IV disebut sebagai
tidur dalam (deep sleep) atau (delta sleep).
1) Tahap 1 NREM
a) Tahap meliputi tingkat paling dangkal dari tidur
b) Tahap berakhir beberapa menit
c) Pengurangan aktivitas fisiologis dimulai dengan penurunan
secara bertahap tanda-tanda vital dan metabolisme
d) Seseorang dengan mudah terbangun oleh stimulus sensori
seperti suara
e) Seseorang ketika terbangun merasa seperti telah melamun
2) Tahap 2 NREM
a) Tahap 2 merupakan periode tidur bersuara
b) Kemajuan relaksasi
c) Terbangun masih relatif mudah
d) Tahap berakhir 10 hingga 20 menit
e) Kelanjutan fungsi tubuh menjadi lamban
3) Tahap 3 NREM
a) Tahap 3 meliputi tahap awal dari tidur yang dalam
b) Orang yang tidur sulit dibangunkan dan jarang bergerak
c) Otot-otot dalam keadaan santai penuh
d) Tanda-tanda vital menurun tapi tetap teratur
e) Tahap berakhir 15 hingga 30 menit
4) Tahap 4 NREM
a) Tahap 4 merupakan tahap tidur terdalam
b) Sangat sulit untuk membangunkan orang yang tidur
c) Orang yang kurang tidur akan menghabiskan porsi malam
yang seimbang pada tahap ini
d) Tanda-tanda vital menurun secara bermakna disbanding
selama jam terjaga
e) Tahap berakhir kurang lebih 15 hingga 30 menit
f) Tidur sambil berjalan dan anuresis dapat terjadi
5. Tidur REM
Tidur REM biasanya terjadi setiap 90 menit dan berlangsung
selama 5-30 menit. Tidur REM tidak senyenyak tidur NREM, dan
sebagian besar mimpi terjadi pada tahap ini. Otak cenderung aktif
selama tidur REM dan metabolismnya meningkat hingga 20%. Tahap
ini individu menjadi sulit untuk dibangunkan atau justru dapat bangun
dengan tiba-tiba, tonus otot terdepresi, sekresi lambung meningkat,
dan frekuensi jantung dan pernapasan sering kali tidak teratur.
Karakteristik tidur REM:
1) Mimpi yang penuh warna dan tampak hidup dapat terjadi pada
REM. Mimpi yang kurang hidup dapat terjadi pada tahap yang
lain.
2) Tahap ini biasanya dimulai sekitar 90 menit setelah mulai tidur
3) Dicirikan dengan respon otonom dari pergerakan mata yang cepat,
fluktuasi jantung dan kecepatan respirasi dan peningkatan atau
fluktuasi tekanan darah
4) Terjadi tonus otot skelet penurunan
5) Peningkatan sekresi lambung
6) Sangat sulit sekali membangunkan orang yang tidur
7) Durasi dari tidur REM meningkat pada tiap siklus dan rata-rata 20
menit.
Siklus Tidur Individu melewati tahap tidur NREM dan
REM selama tidur. Siklus tidur yang komplit normalnya
berlangsung selama 1,5 jam, dan setiap orang biasanya melalui
empat hingga lima siklus selama 7-8 jam tidur. Siklus tersebut
dimulai dari tahap NREM yang berlanjut ke tahap REM. Tahap
NREM I-III berlangsung selama 30 menit, kemudian diteruskan
ke tahap IV selama ± 20 menit. Individu kemudian kembali
melalui tahap III dan II selama 20 menit. Tahap I REM muncul
sesudahnya dan berlangsung selama 10 menit.
6. Faktor yang Mempengaruhi Kuantitas dan Kualitas Tidur
Faktor yang mempengaruhi kualitas maupun kuantitas tidur
diantaranya adalah penyakit, lingkungan, kelelahan, gaya hidup, stres
emosional, stimulan dan alkohol, diet, merokok, dan motivasi.
a. Penyakit Penyakit dapat menyebabkan nyeri atau distress fisik
yang dapat menyebabkan gangguan tidur. Individu yang sakit
membutuhkan waktu tidur yang lebih banyak dari pada biasanya.
Siklus bangun-tidur selama sakit juga dapat mengalami gangguan.
b. Lingkungan Faktor lingkungan dapat membantu sekaligus
menghambat proses tidur. Tidak adanya stimulus tertentu atau
adanya stimulus yang asing dapat menghambat upaya tidur.
Contoh, temperatur yang tidak nyaman atau ventilasi yang buruk
dapat mempengaruhi tidur seseorang. Seiring waktu individu bisa
beradaptasi dan tidak lagi terpengaruh dengan kondisi tersebut.
c. Kelelahan Kondisi tubuh yang lelah dapat mempengaruhi pola
tidur seseorang. Semakin lelah seseorang, semakin pendek siklus
tidur REM yang dilaluinya. Setelah beristirahat biasanya siklus
REM akan kembali memanjang.
d. Gaya hidup Individu yang sering berganti jam kerja harus
mengatur aktivitasnya agar bisa tidur pada waktu yang tepat.
e. Stres emosional Ansietas dan depresi sering kali mengganggu
tidur seseorang. Kondisi ansietas dapat meningkatkan kadar
norepinfrin darah melalui stimulasi sistem saraf simpatis. Kondisi
ini menyebabkan berkurangnya siklus tidur NREM tahap IV dan
tidur REM serta seringnya terjaga saat tidur.
f. Stimulan dan alkohol Kafein yang terkandung dalam beberapa
minuman dapat merangsang SSP sehingga dapat mengganggu
pola tidur. Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu
siklus tidur REM. Pengaruh alkohol yang telah hilang dapat
menyebabkan individu sering kali mengalami mimpi buruk.
g. Diet Penurunan berat badan dikaitkan dengan penurunan waktu
tidur dan seringnya terjaga di malam hari. Penambahan berat
badan dikaitkan dengan peningkatan total tidur dan sedikitnya
periode terjaga di malam hari.
h. Merokok Nikotin yang terkandung dalam rokok memiliki efek
stimulasi pada tubuh. Perokok sering kali kesulitan untuk tidur
dan mudah terbangun di malam hari.
i. Medikasi Obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi kualitas tidur
seseorang. Hipnotik dapat mengganggu tahap III dan IV tidur
NREM, betablocker dapat menyebabkan insomnia dan mimpi
buruk, sedangkan narkotik (misalnya: meperidin hidroklorida dan
morfin) diketahui dapat menekan tidur REM dan menyebabkan
seringnya terjaga di malam hari.
j. Motivasi Keinginan untuk tetap terjaga terkadang dapat menutupi
perasaan lelah seseorang. Perasaan bosan atau tidak adanya
motivasi untuk terjaga sering kali dapat mendatangkan kantuk.

7. Gangguan Tidur yang Umum Terjadi


a. Insomnia Insomnia adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan
tidur, baik secara kualitas maupun kuantitas. Gangguan tidur ini
umumnya ditemui pada individu dewasa. Penyebabnya bisa
karena gangguan fisik atau karena faktor mental seperti perasaan
gundah atau gelisah.
b. Parasomnia Parasomnia adalah perilaku yang dapat mengganggu
tidur atau muncul saat seseorang tidur. Gangguan ini umum
terjadi pada anakanak. Beberapa turunan parasomnia antaralain
sering terjaga (misalnya: tidur berjalan, night terror), gangguan
transisi banguntidur (misalnya: mengigau), parasomnia yang
terkait dengan tidur REM (misalnya: mimpi buruk), dan lainnya
(misalnya: bruksisme).
c. Hipersomnia Hipersomnia adalah kebalikan dari insomnia, yaitu
tidur yang berkelebihan terutama pada siang hari. Gangguan ini
dapat disebabkan oleh kondisi tertentu, seperti kerusakan sistem
saraf, gangguan pada hati atau ginjal, atau karena gangguan
metabolisme (misalnya: hipertiroidisme). Hipersomnia pada
kondisi tertentu dapat digunakan sebagai mekanisme koping untuk
menghindari tanggung jawab pada siang hari.
d. Narkolepsi Narkolepsi adalah gelombang kantuk yang tak
tertahankan yang muncul secara tiba-tiba pada siang hari.
Gangguan ini disebut juga sebagai “serangan tidur” atau sleep
attack. Penyebab pastinya belum diketahui. Diduga karena
kerusakan genetik sistem saraf pusat yang menyebabkan tidak
terkendalinya periode tidur REM. Alternatif pencegahannya
adalah dengan obat-obatan, seperti amfetamin atau metilpenidase,
hidroklorida, atau dengan antidepresan seperti imipramin
hidroklorida.
e. Apnea saat tidur Apnea saat tidur atau sleep apnea adalah kondisi
terhentinya nafas secara periodik pada saat tidur. Kondisi ini
diduga terjadi pada orang yang mengorok dengan keras, sering
terjaga di malam hari, insomnia, mengatup berlebihan pada siang
hari, sakit kepala disiang hari, iritabilitas, atau mengalami
perubahan psikologis seperti hipertensi atau aritmia jantung

B. Konsep Teori Relaksasi


1. Definisi Relaksasi
Relaksasi dapat di artikan sebagai teknik yang dilakukan untuk
mengatasi stres dimana akan terjadi peningkatan aliran darah sehingga
perasaan cemas dan khawatir akan berkurang (Abbasi et al,. 2018).
Relaksasi merupakan proses merilekskan otot otot yang mengalami
ketegangan atau mengendorkan otot-otot tubuh dan pikiran agar
tercapai kondisi yang nyaman atau berada pada gelombang otak alfa-
teta (Yunus, 2014).
2. Manfaat Relaksasi
Relaksasi memiliki beberapa manfaat diantaranya adalah
mengurangi tingkat stres pada seseorang yang memiliki masalah
kesehatan (Tsitsi et al., 2017). Manfaat yang sama juga dijelaskan oleh
peneliti lain bahwasannya relaksasi dapat mengurangi tingkat stres,
dimana teknik relaksasi berguna untuk meregulasi emosi dan fisik
individu dari kecemasan, ketegangan, stres dan lainnya, serta secara
fisiologis, pelatihan relaksasi memberikan respons relaks, dimana
dapat diidentifikasikan dengan menurunnya tekanan darah, detak
jantung dan meningkatkan resisten kulit (Sari & Subandi, 2015).
Manfaat relaksasi secara umum menurut (Utami, 2001) meliputi :
1. Relaksasi dapat membuat seseorang lebih mampu
menghindari reaksi berlebih akibat stres.
2. Masalah – masalah yang timbul akibat stres seperti, sakit
kepala, tekanan darah tinggi, insomnia, dan perilaku –
perilaku buruk dapat berkurang.
3. Mengurangi tingkat kecemasan pada seseorang dan
menunjukkan efek fisiologis yang positif.
4. Meningkatkan semangat pada seseorang dalam melakukan
aktifitas.
5. Meningkatkan hubungan interpersonal dan harga diri pada
seseorang.
Jika kita simpulkan dari beberapa penjelasan diatas manfaat
relaksasi sendiri meliputi mengurangi perasaan cemas,
meningkatkan perasaan tenang dan damai, mengurangi
ketegangan otot, serta meningkatkan energi dan
memperbaiki fisiologis tubuh.
3. Jenis-Jenis Relaksasi
Menurut Miltenberger (2004) relakasasi dibedakan menjadi empat
macam yaitu relaksasi otot (progressive muscle relaxation), relaksasi
pernafasan (diaphragmatic breathing), relaksasi dengan cara meditasi
(attention focussing exercises), dan relaksasi perilaku (behavioural
relaxation training) dan lain sebagainya.
BAB III

TELUSURAN EVIDANCE BASE LEARNING

A. Analisa Jurnal

Tabel 3.1 Analisa PICO

Journal Biography Population Intervention Comperator Outcome


PENGARUH TEHNIK Pupulasi dalam Intervensi Keperawatan Pada penelitian ini tidak Berdasarkan hasil uji statistik
RELAKSASI penelitian ini terdiri dari yang diberikan adalah menggunakan grup control yang telah dilakukan peneliti,
PROGRESIF 20 orang pasien rawat responden latihan karena One Group Pra Test hasil tersebut menunjukan
TERHADAP inap di ruangan VIP-B bernapas dengan – Post Test Design. bahwa thitung > t-tabel
PEMENUHAN RSUD Bima, mayoritas perlahan dan Penelitian ini (11,481>1,729) dengan p
KEBUTUHAN responden berumur 26- menggunakan diafragma, menggunakan metode value = 0,000. Dengan
ISTIRAHAT – TIDUR 39 tahun (11 orang / sehingga memungkinkan purposive sampling demikian, ada pengaruh
KLIEN DI RUANGAN 55%), berjenis kelamin abdomen terangkat berdasarkan kriteria inklusi teknik
VIP-B RUMAH SAKIT laki-laki (12 perlahan dan dada dan eksklusi dari klien relaksasi progresif terhadap
UMUM DAERAH orang/60%). Tetapi mengembang penuh. Saat rawat inap yang mengalami pemenuhan kebutuhan
BIMA tidak semua responden responden melakukan gangguan pemenuhan istirahat-tidur klien di ruangan
yang rawat inap di pola pernapasan yang kebutuhan istirahat-tidur di VIP-B RSUD Bima
Author : ruangan VIP-B RSUD teratur, peneliti ruangan VIPB RSUD
A. Haris AB., Muhtar Bima mengalami mengarahkan responden Bima.
gangguan pemenuhan untuk melokalisasi setiap
kebutuhan istirahat- daerah yang mengalami
tidur. Klien yang ketegangan otot, berpikir
teridentifikasi tidak bagaimana rasanya,
mengalami gangguan menegangkan otot
istirahat-tidur sepenuhnya, dan
berdasarkan instrumen kemudian
penelitian tidak merelaksasikan otot-otot
dilibatkan dalam tersebut.
penelitian ini karena
tidak sesuai dengan
kriteria inklusi.
LATIHAN RELAKSASI pupulasi penelitian Intervesi yang diberikan Penelitian ini tidak Berdasarkan hasil penelitian
UNTUK berjumlah 1 orang yang dalam penelitian ini menggunakan kelompok dapat diketahui bahawa
MENGURANGI merupakan mahasiswa 4. Tahap praterapi control karena dapat penerapan latihan relaksasi
GEJALA INSOMNIA Universitas Tahap pra-terapi ini digolongkan dalam yang selama 8 kali pertemuan
Muhammadiyah dibagi menjadi 1 kali penelitian Single-case dapat gejala insomnia. Teknik
Author : Esty Aryani Palangkaraya Alasan pertemuan, kegiatanya designs (Kazdin, 2009) yang digunakan adalah latihan
Safithry dipilihnya mahasiswa adalah memberikan atau Small N- designs relaksasi otot progresif.
UMP sebagai subyek pengetahuan mengenai (Barker, Pistrang ,& Elliot, Adapun perubahan-perubahan
penelitian adalah karena insomnia kepada subjek 2006). Single case designs yang dialami subjek setelah
berdasarkan Survey dari dan mengisi skala terdiri dari: Manipulasi mengikuti proses terapi
Bimbingan dan insomnia. eksperimental suatu adalah sebagai berikut :
Konseling UMP tahun 5. Saat terapi treatmen yang lazim 1. Frekuensi gangguan tidur
2014 di lingkungan Latihan relaksasi yang disebut single-case mengalami penurunan selama
mahasiswanya dipakai dalam penelitian experimental designs menjalani proses terapi.
ini adalah relaksasi Pedagogik Jurnal Penerapan latihan relaksasi
progresif yang telah Pendidikan, Maret 2014, sangat membantu dalam
disusun oleh Soewondo Volume 9 Nomor 1, ( 70 mengurangi tingkat
(2003). Inti dari latihan – 79 ) kecemasan.
relaksasi progresif ini yang bersifat non- 2. Munculnya tingkahlaku
adalah: eksperimental dari suatu positif dimana subjek sudah
(1) Belajar untuk treatmen yang lazim tidak lagi mengalami gejala
menegangkan dan disebut case study, insomnia dan mampu
mengendurkan meskipun garis yang tegas menerapkan latihan relaksasi
bermacam-macam diantara kedua pendekatan secara mandiri
kelompok otot dan itu tidaklah selalu jelas
(2) Belajar untuk (Barker, Psitrang, & Elliot,
memperhatikan 2006). Elemen desain yang
perbedaan antara rasa digunakan dalam penelitian
tegang dan rileks. ini adalah ABA design; di
Kumpulan otot yang mana A adalah fase
akan ditegangkan nanti sebelum terapi, B adalah
adalah: fase terapi atau intervensi
a) Tangan dan lengan yang kemudian dilanjutkan
kanan dengan fase tindak lanjut A
b) Tangan dan lengan kiri (Kazdin, 2009).
c) Kaki, paha, jari-jari
kaki kanan
d) Kaki, paha, jari-jari
kaki kiri
e) Dahi
f) Mata
g) Bibir, gigi, lidah,
rahang
h) Dada
i) Leher Latihan relaksasi
ini sudah mulai diajarkan
kepada klien sejak
pertemuan pertama
dengan peneliti (sesi
perkenalan). Alasannya
adalah bahwa latihan
relaksasi adalah suatu
keterampilan ; yang
berarti akan memberikan
hasil yang lebih optimal
apabila banyak dilatihkan
dan dipraktekkan. Oleh
karena itu semakin cepat
subyek diperkenalkan
latihan relaksasi, maka
subyek memiliki
kesempatan untuk dapat
segera berlatih dan
mempraktekkannya di
berbagai kesempatan dan
juga di rumah.
Selanjutnya, latihan
relaksasi ini akan selalu
diberikan pada awal
setiap sesi pertemuan
dengan peneliti. Dengan
“mengajak” subyek
berlatih relaksasi terlebih
dahulu sebelum suatu
sesi terapi dimulai,
subyek akan merasa lebih
rileks dan nyaman,
dengan harapan subyek
akan dapat mengikuti
sesi treatmen dengan
lebih baik. Hal ini sejalan
dengan apa yang
disampaikan oleh
Goldfried dan Davison
(2006) yaitu membuat
klien merasa rileks
dan nyaman dengan
memberikan latihan
relaksasi sebelum
konseling/terapi dimulai
dan sebelum melakukan
restrukturisasi kognitif
akan sangat membantu
klien. (Nevid, 2005).
6. Tahap pascaterapi
Kegiatan paska terapi
ini kegiatanya adalah
mengidentifikasi
tingkat insomnia, serta
pemberian lembar
evaluasi yang berisi apa
saja perubahan yang
telah mereka rasakan.
Tahap follow up Tahap
ini dilakukan untuk
melihat apakah hasil
dari proses terapi bisa
bertahan permanen,
meskipun sudah tidak
ada lagi penaganan.
Tahap ini akan
dilakukan 2 minggu
setelah proses terapi
berakhir. Metode
Penilaian dan
Pengukuran Penilaian
dan pengukuran
dilakukan sebelum
treatmen (pra terapi),
selama terapi
berlangsung, segera
setelah keseluruhan
terapi selesai diberikan
(pasca terapi), dan
terakhir pada tahap
tindak lanjut (setelah
terapi dihentikan).
Penilaian selama terapi
dilakukan terus
menerus pada setiap
sesi selama terapi
berlangsung dimulai
setelah teknik relaksasi
diberikan. Penilaian
setelah terapi (pasca
terapi) dilakukan segera
setelah keseluruhan
terapi selesai diberikan.
Sedangkan penilaian
dan pengukuran pada
tahap tindak lanjut
dilakukan dua minggu
setelah pasca terapi
(tindak lanjut ke-1) dan
satu bulan setelah pasca
terapi (tindak lanjut ke-
2). Penilaian dan
pengukuran pada tahap
tindak lanjut dilakukan
untuk mengetahui
apakah ada
pengurangan gejala
subyek yang terjadi
selama terapi
berlangsung relatif
menetap setelah terapi
dihentikan

Anda mungkin juga menyukai