Anda di halaman 1dari 49

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Menopause

a. Definisi Menopause

Menopause merupakan sebuah kata yang mempunyai banyak

arti “Men” dan “Pauseis” adalah kata yunani yang pertama kali

digunakan untuk menggambarkan berhentinya “haid”. Webster’s

Ninth New Collegiate Dictionary mendefinisikan menopause sebagai

periode berhentinya haid secara alamiah yang biasanya terjadi antara

usia 45 dan 50 tahun (Kasdu, 2004 )

Menopause menurut WHO didefinisikan berhentinya siklus

menstruasi untuk selamanya bagi wanita yang sebelumnya mengalami

menstruasi sebagai akibat dari hilangnya aktivitas folikel ovarium.

Menopause diartikan sebagai tidak dijumpainya menstruasi selama 12

bulan berturut-turut dimana ovarium secara progresif telah gagal dalam

memproduksi estrogen. Jumlah folikel yang mengalami atresia terus

meningkat, hingga pada suatu ketika tidak tersedia lagi folikel yang

cukup. Kini wanita Indonesia rata-rata memasuki masa menopause

pada usia 50 tahun. Tetapi sebagian ada yang mengalami pada usia

lebih awal atau lebih lanjut. Umur waktu terjadinya menopause

dipengaruhi oleh keturunan, kesehatan umum, dan pola kehidupan.

Sutanto (2005) mendefinisikan menopause sebagai proses

alami dari penuaan, yaitu ketika wanita tidak lagi mendapat haid
selama 1 tahun. Penyebabnya haid karena ovarium tidak lagi

memproduksi hormon estrogen dan progesteron dan rata-rata menjadi

menopause pada usia 50 tahun.

Shimp & smith (2000) mendefinisikan menopause sebagai

akhir periode menstruasi, tetapi seorang wanita tidak diperhitungkan

post menopause sampai wanita tersebut telah 1 tahun telah mengalami

amenorrhea. Menopause membuat berakhirnya fase reproduksi pada

kehidupan wanita.

Menopause adalah penghentian haid atau periode haid terakhir

pada kehidupan seorang perempuan. Periode transisional antara siklus

ovulatorik dan menopause, saat fungsi ovarium menurun secara

progresif, dikenal sebagai periode perimenopause atau klimakterium.

Selama waktu ini seorang perempuan biasanya mengalami berbagai

perubahan endokrin, somatik, dan psikologik.Usia rata-rata terjadinya

menopause teampaknya tidak berkaitan dengan usia manarke, kondisi

sosial, kondisi ekonomi, ras, paritas, tinggi, atau berat badan. Namun

usia menopause dapat dipengaruhi oleh kebiasaan merokok.

Menurut organisasi dunia (WHO) mendefinisikan menopause

sebagai berhentinya menstruasi secara permanen akibat tidak

bekerjanya folikel ovarium pada usia 35 – 45 tahun karena hormon

esterogen pada wanita sudah mulai mengalami penurunan.


Menopause dapat menjadi kejadian yang dapat terjadi secara

alami atau perubahan hidup yang timbul akibat intervensi medis,

umumnya, sebab menopause dapat di kategorikan sebagai berikut :

1) Menopause alami

Menopause alami adalah akhir dari tahun reproduksi

wanita. Ditandai dengan tidak hadirnya siklus menstruasi

selama satu tahun lebih. Hal ini dapat terjadi antara usia kurang

lebih 51 tahun.

2) Menopause premature

Menopause prematur adalah siklus menstruasi wanita

berhenti selama satu tahun penuh sebelum usia 40 tahun. Ini

dapat terjadi akibat berbagai alasan, termasuk genetik, proses

autoimun, intervensi medis, seperti kemotrapi. Wanita yang

menjalani menopause awal memiliki resiko kanker payudara

dan ovarium lebih kecil, tetapi memiliki resiko terkena

osteoporosis lebih besar.

3) Menopause beralasan atau medis

Menopause medis, kadang-kadang disebut menopause

berhalangan, disebabkan pada saat ada kerusakan parah (seperti

yang di sebabkan oleh kemotrapi yang digunakan selama

pengobatan kanker) atau pengangkatan operatif pada ovarium

(menopause akibat bedah). Lebih dari 50 persen wanita pada


kemotrapi dilemparkan ke dalam keadaan menopause

sementara, dan kadang-kadang menetap.

b. Tahap-tahap menopause adalah

1) Fase Pramenopause

Pada fase iniseoranng wanita akan mengalami kekacauan

pola menstruasi, terjadi prubahan psikologis/kejiwaan, terjadi

prubahan fisik. Hal ini biasanya berlangsung selama 4-5 tahun.

Tejadi pada usia antara 48-55 tahun.

Premenopause atau masa mejelang menopause adalah suatu

keadaan dimana terjadi keadan perubahan segala yang dirasakan

oleh wanita, 4-5 tahun sebelum memasuki usia menopause

(Winkjosastro, 2012)

2) Fase menopause

Terhentinya menstruasi. Prubahan dan keluhan psikologis

dan fisik makin menonjol. Berlangsung sekitar 3-4 tahun. Pada

usia antara 56-60 tahun.

Diagnosis menopause dibuat setelah terdapat amenorea

sekurang kurangnya 1 tahun. Berhentinya haid dapat di dahului oleh

siklus haid dapat didahului oleh siklus haid yang lebih panjang, dengan

perubahan yang berkurang. Umur waktu terjadinya menopause

dipengaruhi oleh keturunan, kesehatan umum, dan pola kehidupan.

Ada kecendrungan dewasa ini untuk terjadinya menopause pada umur


yang lebih tua. Menopause juga ada hubungan dengan menarche.

Makin dini menarche terjadi, makin lambat menpause timbul ;

sebaliknya, makin lambat menarche terjadi, makin cepat menopause

timbul (Winkjosastro, 2012)

c. Fisiologis Menopause

Sejak lahir bayi wanita sudah mempunyai 770.000 sel telur

yang belum berkembang. Pada fase pubertas, yaitu usia 8-12 tahun,

mulai timbul aktifitas tingan dari fungsi endokrin reproduksi.

Selanjutnya, sekitar 12-13 tahun, umumnya seorang wanita akan

mendapatkan menarche (haid pertama kalinya). Masa ini disebut

dengan masa pubertas dimana organ reproduksi wanita mulai berfungsi

optimal sceara bertahap. Pada masa ini ovarium mulai mengeluarkan

sel-sel telur yang siap untuk dibuahi. Masa ini disebut fase reproduksi

yang berlangsung sampai usia sekitar 45 tahun. Pada masa ini wanita

menglami kehamilan dan melahirkan fase terakhir kehidupan wanita

atau setelah masa reproduksi berakhir disebut klimakterium yaitu masa

peralihan yang dilalui seorang wanita dari periode reproduktif ke

periode nonproduktif. Peridoe ini berlangsung angara 5-10 tahun

sekitar menopause yaitu 5 tahun dan 5 tahun sesudah menopause

(Kasdu,2004).

Masa klimakterium ada tiga tahap pertama dalah tahap

premenopause yaitumasa seblum berlangsungnya premenopause, sejak


fungsi reproduksi mulai menurun, sampai timbulnya keluhan atau

tanda-tanda menopause. Kedua adalah tahap perimenopause yaitu

peridoe dengan keluhan memuncak, rentangann 1-2 tahun sebelum 1-2

tahun sesudah menopause. Ketiga adalah tahap postmenopause yaitu

masa perimenopause sampai senilis. Wanita secara universal menyebut

fase klimakterium ini sebagai menopause (Kasdu,2004 )

Pada masa premenopause hormon progesteron dan estrogen

masih tinggi tapi semakin rendah ketika memasuki masa

perimenopause dan postmenopause. Keadaan ini berhubungan dengan

fungsi ovarium yang terus menurun. Semangkit meningkat usia

seorang wanita, semakin menurun jumlah sel-sel telur pada kedua

ovarium. Hal ini disebabkan adanya ovulasi pada setiap siklus haid,

dimana pada setiap siklus, anatara 20 hingga 1.000 sel telur tumbuh

dan berkembang tetapi hanya satu atau kadang-kadang lebih yang

berkembang sampai matang yang kemudian mengalami ovulasi, sel-sel

telur yang tidak berhasil yumbuh menjadi matang, akan mati, juga

karena proses atresia, yaitu proses awal pertumbuhan sel telur yang

segera berhenti dalam beberapa hari atau tidak berkembang. Proses ini

terus menurun selama kehidupan wanita hingga sekitar 50 tahun

karena produksi ovarium menjadi sangat berkurang dan akhirnya

berhenti. (Kasdu 2004)

Penurunan fungsi ovarium menyebabkan berkurangnya

kemampuan ovarium untuk menjawab rangsangan genodotropin,


keadaan ini akan mengakibatkan terganggunya interaksi antara

hipotalamus – hipofisis. Pertama terjadi kegagalan fungsi korpus

luteum. Kemudian turunya produksi steroid ovarium menybebabkan

berkurangnya reaksi umpan balik negatif terhadap hipotalamus,

keadaan ini meningkatkan produksi follicle Stimulating Hormon

(FSH) dan Luteinizing Hormon (LH). Dari kedua gonodotropin itu

yang paling tinggi peningkatannya adalah FSH. Kada FSH pada masa

menopause adalah 30-40 mlu/ml (Sarwono,2002 Shimp & Smith,

2000).

d. Perubahan yang terjadi pada wanita menopause

1) Perubahan fisik

a. Siklus haid tidak teratur

Beberapa perubahan siklus haid tanda paling umum

adalah fluksasi dalam siklud haid, kadang kala haid muncul

tepat waktu, tetapi tidak pada siklus berikutnya. Ketidak

teraturan ini sering di sertai dengan jumlah darah yang sangat

banyak, tidak seperti volume perdarahan yang normal.

b. Gejolak terasa panas (hot fluses)

Hot fluses adalah rasa panas yang luar biasa pada

wajahdan tubuh bagian bawah (leher dan dada). Hot fluses di

tandai oleh sensasi hangat dan panas yang di ikuti oleh

pengeluaran banyk keringat.frekuensi, durasi, dan intensitas,


gejala vasomotor sangat bervariasi, tetapi pada sebagian besar

kasus gejala tersebut berkurang 4-6 tahun setelah menopause.

Dengan demikian, tampak gejala-gejala vasomotor lebih besar

kemungkinan nya di picu oleh pusat-pusat di susunan saraf

pusat misalnya hipotalamus.

c. Jantung berdebar-debar

perubahan sistem jantung dan pembuluh darah terjadi

karna adanya perubahan metabolisme, menurun nya estrogen,

menurun nya pengeluaran hormon paratiroid sehingga peluang

terkena serangan jantung sekitar 20 kali lebih sedikit dari pria.

Peluang ini dapat berkurang jika berolahraga secara teratur,

tidak merokok, dan mempertahankan berat badan.

d. Keringat berlebihan di malam hari dan sulit tidur

pancaran panas pada tubuh akibat pengaruh hormon

yang mengatur termostrat tubuh pada suhu yang lebih rendah.

Akibat nya, suhu udara yang semula mendadak mmenjadi

terlalu panas dan tubuh mulai menjadi panas dan berkeringat di

rasakan di malam hari sehingg menjadi sulit tidur

e. Berkunang-kunang

di masa ini pengelihtn mulai tergnggu terutama pada ke

tajaman mata di karenakan kabur dan berkunang-kunang. Di

sebabkan karena otot-otot bola mata mengalami kekenduran.

(Hawari, 2011)
f. Gangguan libido

dengan semakin meningkatnya usia maka sering di

jumpai gangguan seksual pada wanita yang di akibatkan

kekurangan hormon estrogensehngg aliran darah ke vagina

berkuran, dan sel-sel epitel vagina menjadi tipis dan mudah

cedera. Sehingga wanita tidak mau lagi melakukan hubungan

sex (bazit, 2013)

g. Perubahan kulit

seorang wanita mengalami perubahan warna kulit,

lemak bawah kulit berkuran sehingga kulit menjadi kendur.

Kulit mudah terbakar sinar matahari daan menimbulkan

pigmentasi dan menjadi hitam. Pada kulit tumbuh bintik hitam,

otot bawah kulit wajah mengendur sehingga jatuh dan lembek.

Kelenjar kulit.

e. Perubahan Psikologis Wanita Menopause

Selain perubahan fisik perubahan psikologis juga sangat

mempengaruhi kualitas hidup seorang wanita dalam menjalani masa

menopause. Perubahan yang terjadi pada wanita menopause adalah

perubahan mood, irritabilitas, kecemasan, labilitas emosi, merasa tidak

berdaya, gangguan daya ingat, konsentrasi berkurang, sulit mengambil

keputusan, dan merasa tidak berharga (Glaiser & Gebbie,2005)


Stress kehidupan setengah baya dapat memperburuk

menopause, menghadapi anak remaja, emptynest syndrome,

perpisahan atau ketidak harmonisan perkawinan, sakit atau kematian

teman dan keluarga, kurangnya kepuasan pekerjaan penambahan berat

badan atau kegemukan adalah beberapa bentuk stress yang

mengakibatkan resiko masalah emosional yang serius (Bobak et

al,2005)

f. Pengaruh Menopause terhadap seksual wanita.

Kehidupan seksual sesudah Menopause ternyata mengalami

perubahaans pada 60% perempuan 20% diantaranya mengalami

peningkatan keinginan seksual dan 20% lagi mengalami pengurangan

karena tidak ada resiko kehamilan banyak perempuan mempunyai

keinginan seksual yang lebih besar dan bahkan kadang memperbaiki

hubungan antara pasangan. Memang dalam kenyataannya nafsu

seksual tidak hubungannya dengan Produksi Hormon pada saat atau

sesudah tidak ada hubungannya dengan Produksi hormon pada saat

atau sesudah Menopause.

B. Konsep Kecemasan

a. Definisi Kecemasan

Kecemasan dapat disebut juga ansietas / anxiety adalah

merupakan gangguan alam perasaan (Affective) yang ditandai dengan

perasaan ketakutan atau kekawatiran yang mendalam dan berkelanjutan,


tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian masih utuh,

perilaku terganggu tapi masih dalam keadaan normal (Hawari, 2011).

Stuart (2007) mendefinisikan kecemasan merupakan kekhawatiran

yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti

dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik

kecemasan dialami secara subyektof dan dikomunikasikan secara

interpersonal dan berada dalam suatu rentang yaitu :

Respon adaptif Respon maladaptif

Adaptasi Ringan Sedang Berat Panik

b. Kepribadian Cemas

Hawari menyatakan seseorang yang menderita gangguan cemas

manakala seseorang tidak mampu mengatasi stressor psikososial yang

dihadapinya dia akan menyerah atau mepertahakan diri sekuat

tenaganya. Seseorang yang tanpa stressor juga dapat menjadi cemas

dapat dinamakan pribadi pencemas. Ciri-ciri dengan kepribadian

cemas :

1) Cemas, khawatir, tidak tenang, ragu dan bimbang

2) Memandang masa depan dengan rasa was-was (Khawatir)

3) Kurang percaya diri, gugup apabila tampil dimuka umum

4) Sering merasa tidak bersalah, menyalahkan orang lain

5) Tidak mudah mengalah atau suka “Ngotot”

6) Gerakan sering serba salah, gelisah


7) Seringkali mengeluh, khawatir yang berlebih terhadap

penyakit.

8) Mudah tersinggung, suka membesarkan masalah kecil

9) Dalam mengambil keputusan sering bimbang atau ragu

10) Kalau sedang emosi bertindak histeris.

c. Gejala Klinis Cemas

Keluhan keluahan yang sering diungkapkan oleh orang yang

mengalami gangguan kecemasan antara lain sebagai berikut (Hawari,

2011)

1) Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya

sendiri, mudah tersinggung

2) Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut

3) Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang

4) Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan

5) Gangguan konsentrasi dan daya ingat

6) Keluhan-keluhan somatik, misalnya sakit pada otot dan

tulang, pendengaran berdenging, berdebar-debar, sesak

nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit

kepala, dan lain sebagainya.

7) Selain keluhan cemas diatas ada kelompok cemas yang lebih

berat dari gangguan cemas menyeluruh, panik, gangguan

Phobik, dan gangguan obsesif kompulsif.


d. Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

1) Factor Presdiposisi

Stuart (2001) mengemukakan bahwa penyebab kecemasan

dapat dipahami melalui berbagai teori yaitu teori psikonalitis

dimana Sigmund freud mengidentifikasikan kecemasan sebagai

konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian, yatu

ide dan superego. Ide mewakili dorongan insting dan impuls

primitive, sedang superego mencerminkan hati nurani dan

dikendalikan oleh norma budaya. Ego berfungsi menengahi

tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut dan fungsi

kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

Faktor predisposisi yang meliputi :

a. Peristiwa traumatik yang dapat memicu terjadinya

kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami

individu baik krisis perkembangan atau situasional.

b. Konflik emosional yang dialami individu dan tidak

terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan

superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat

menimbulkan kecemasan pada individu.

c. Konsep diri terganggu akan menimbulkan

ketidakmampuan individu berpikir secara realitas

sehingga akan menimbulkan kecemasan.


d. Frustasi akan menimbulkan ketidakberdayaan untuk

mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego.

e. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena

merupakan ancaman integritas fisik yang dapat

mempengaruhi konsep diri individu.

f. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga

menangani kecemasan akan mempengaruhi individu

dalam berespons terhadap konflik yang dialami karena

mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam

keluarga

g. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan

mempengaruhi respon individu dalam berespon

terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.

h. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan

adalah pengobatan yang mengandung benzodiazepin,

karena benzodiapine dapat menekan neurotransmitter

gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol

aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab

menghasilkan kecemasan.

2) Factor Presipitasi

Stuart (2001) mengelompokan factor presipitasi menjadi

dua yaitu :

a. Ancaman terhadap integritas fisik, ketegangan yang


mengancam integritas fisik meliputi :

1. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme

fisiologi system imun, regulasi suhu tubuh, perubahan

biologis normal. Gejala fisiologis pada wanita

klimakterium meliputi rasa panas tubuh, munculnya

keringat dingin, vagina yang mengering, insomnia dan

sebagainya.

2. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi

virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan,

kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.

Wanita yang mengalami klimakterium akan merasa

takut kehilangan, kehilangan kepercayaan diri dan

sebagainya

b. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan

eskternal

1) Sumber internal, meliputi kesulitan dalam berhubungan

interpersonal di rumah dan di tempat kerja,

penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman

terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga

diri.

2) Sumber eksternal, meliputi kehilangan orang yang

dicintai,perceraian, perubahan status pekerjaan,

tekanan kelompok, sosial budaya.


e. Tingkat Kecemasan

Peplau membagi tingkat kecemasan menjadi empat (Stuart, 2001)yaitu

a. Kecemasan ringan yang berhubungan dengan ketegangan

dalam kehidupan sehari- hari. Kecemasan ini menyebabkan

individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang

persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan

menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

b. Kecemasan sedang yang memungkinkan individu untuk

berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan hal

yang lain. Kecemasan ini mempersempit lapang persepsi

individu. Dengan demikian individu mengalami tidak

perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih

banyak area jika diarahkan untuk melakukannya.

c. . Kecemasan berat yang sangat mengurangi lapang persepsi

individu. Individu cenderung berfokus pada sesuatu yang

rinci dan spesifik serta tidak berfikir tentang hal lain. Semua

perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan. Individu

tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada

area lain.

d. Tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan

terperangah, ketakutan dan teror. Hal yang rinci terpecah dari

proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali, individu


yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu

walaupun dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi

kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas

motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan

dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan

kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini

sejalan dengan kehidupan, jika berlangsung terus dalam

waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian.

f. Skala kecemasan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)

Kecemasan dapat diukur dengan pengukuran tingkat

kecemasan menurut alat ukur kecemasan yang disebut HARS

(Hamilton Anxiety Rating Scale. Skala HARS merupakan pengukuran

kecemasan yang didasarkan pada munculnya symptom pada individu

yang mengalami kecemasan. Menurut skala HARS terdapat 14

symptom yang Nampak, setiap item yang diobservasi diberi 5

tingkatan skor antara 0 (Nol Persent) sampai dengan 4 (Servere)

(Hidayat,2007).

Skala HARS pertama kali digunakan pada tahun 1959, yang

diperkenalkan oleh Max Hamilton dan sekarang telah menjadi standar

dalam pengukuran kecemasan terutama pada penelitian trial clinic.

Skala HARS telah dibuktikan memiliki validitas dan realibitas cukup

tinggi untuk melakukan pengukuran kecemasan pada trial cilinic yaitu

0,93 dan 0,97. Kondisi ini menunjukan bahwa pengukuran kecemasan


dengan menggunakan skala HARS akan diperoleh hasil yang valid dan

reliable. Skala HARS menurut Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)

yang dikutip Hidayat (2007) penelitian kecemasan terdiri dari 14 item,

meliputi :

a. Perasaan cemas (ansietas) yang ditandai dengan cemas, firasat

buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung.

b. Ketegangan yang ditandai dengan merasa tegang, lesu, tidak

dapat istirshst tenang, mudah terkejut, mudah menangis,

gemetar, gelisah.

c. Ketakut ditandai dengan ketakutan pada gelap, ketakutan di

tinggal sendiri, ketakutan pada orang asing, ketakutan pada

binatang besar, ketakutan pada keramaian, ketakutan pada

kerumunan orang banyak.

d. Gangguan tidur ditandai dengan sukar masuk tidur, terbangun

pada malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu,

banyak mimpi-mimpi, mimpi buruk, mimpi yang menakutkan.

e. Gangguan kecerdasan ditandai dengan sukar konsentrasi daya

ingat buruk daya ingat menurun.

f. Perasaan depresi ditandai dengan kehilangan minat, sedih,

bangun diri hari, kurangnya kesenangan pada hobi, perasaan

berubah sepanjang hari.

g. Gejala somatic ditandai dengan nyeri pada otot, kaku, kdutan

otot, gigi gemurutuk, suara tidak stabil.


h. Gejala sensorik ditandai oleh tinnitus, penglihatan kabur, muka

merah, dan pucat, merasa lemah, perasaan ditusuk-tusuk.

i. Gejala kardiovaskuler ditandai oleh takikardi (denyut jantung

cepat), berdebar-debar, nyeri dada, deyut nadi mengeras, rasa

lesu/lemas seperti mau pingsan, detak jantung berhenti sekejap.

j. Gejala pernapasan ditandai dengan rasa tertekan atau sempit di

dada, perasaan tercekik, merasa nafas pendek/sesak. Sering

menarik nafas panjang.

k. Gejala gastrointestinal ditandai dengan sulit menelan, mual,

perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri lambung sebelum

dan setelah makan, rasa panas di perut, peut terasa kembung

atau penuh, muntah, buang air besar lembek, kehilangan berat

badan, sukar buang air besar (Konstipasi).

l. Gejala urogenital ditandai oleh sering buang air kecil, tidak

dapat menahan kencing, tidak datang bulan (tidak haid), darah

haid berlebihan, darah haid aman sedikit, masa haid

berkepanjangan, masa haid amat pendek, haid beberapa kali

dalam sebulan, menjadi dingin (Frigid), ejakulasi dini, ereksi

melemah, ereksi hilang, impoten.

m. Gejala otonom ditandai dengan mulut kering, muka merah,

mudah berkeringat, pusing, sakit kepala, kepala terasa berat,

bulu-bulu berdiri.
n. Perilaku sewaktu wawancara ditandai dengan gelisa, tidak

tenang, jari gemetar, mengerutkan dahi atau kening, muka

tegang, tonus otot meningkat, nafas pendek dan cepat, muka

merah.

Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai

dengan kaegori :

0 = Tidak ada gejala sama sekali

1 = Satu dari gejala yang ada

2 = Sedang/separuh dari gejala yang ada

3 = Berat/lebih dari ½ gejala yang ada

4 = Sangat berat semua gejala ada

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlahkan nilai

skor dan item 1-14 dengan hasil :

1. Skor kurang dari 14 = Tidak ada kecemasan

2. Skor 14-20 = Kecemasan ringan

3. Skor 21-27 = Kecemasan sedang

4. Skor 28-41 = Kecemasan berat

5. Skor 42-56 = Kecemasan berat sekali/panik

g. Respon Terhadap Kecemasan


Menurut Stuart (2001) respon terhadap kecemasan meliputi

respon fisiologis, perilaku, kognitif dan afektif yaitu :

a. Respon fisologis

Respon kecemasan terhadap kardiovaskular adalah

palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, rasa ingin

pingsan, pingsan, tekanan darah menurun. Respon kecemasan

terhadap sistem pernapasan adalah napas cepat, sesak napas,

tekanan pada dada, napas dangkal, pembengkakan pada

tenggorokan, sensasi tercekik, terengah-engah. Respon kecemasan

tehadap sistem neuromuskular adalah reflek meningkat, reaksi

terkejut, mata berkedip-kedip, insomia, tremor, rigiditas, gelisah,

mondar-mandir, wajah tegang, kelemahan umum, tungkai lemah,

gerakan yang janggal. Respon kecemasan terhadap sistem

gastrointestinal adalah kehilangan nafsu makan, menolak makan,

rasa tidak nyaman pada abdomen, nyeri abdomen, mual, nyeri ulu

hati, diare. Respon kecemasan terhadap sistem perkemihan adalah

tidak dapat menahan kencing, sering berkemih. Respon kecemasan

terhadap kulit adalah wajah kemerahan, berkeringat setempat

(telapak tangan), gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah

pucat, berkeringat seluruh tubuh.

b. Respon perilaku

Respon kecemasan terhadap perilaku adalah gelisah,

ketegangan fisik, tremor, reaksi terkejut, bicara cepat, kurang


koordinasi, cenderung mengalami cidera, menarik diri dari

hubungan interpersonal, inhibisi, melarikan diri dari masalah,

menghindar, hiperventilasi, sangat waspada

i. Respon kognitif

Respon kecemasan pada kognitif adalah perhatian

terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan

penilaian, preokupasi, hambatan berfikir, lapang persepsi

menurun, kreativitas menurun, produktivitas menurun, bingung,

sangat waspada, kesadaran diri, kehilangan objektivitas, takut

kehilangan kendali, takut pada gambaran visual, takut cedera atau

kematian, kilas balik, mimpi buruk.

j. Respon afektif

Respon kecemasan pada afektif adalah mudah terganggu,

tidak sabar, gelisah, tegang, gugup, ketakutan, waspada, kengerian,

kekhawatiran, kecemasan, mati rasa, rasa bersalah, malu.

C. Konsep Diri

a. Definisi Konsep Diri

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian

yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sudeen, 1991).

Menurut Bell (1996) menyatakan bahwa konsep diri adalah cara individu

memandang dirinya secara utuh, baik fisikal, emosional intelektual, sosial


dan spiritual (Bell, dkk, 1996).

Konsep diri merupakan gambaran yang bersifat individu dan

sangat pribadi, dinamis dan evaluatif yang masing-masing orang

mengembangkannya di dalam transaksi-transaksinya dengan lingkungan

kejiwaannya dan yang dia bawa-bawa di dalam perjalanan hidupnya.

Konsep diri adalah satu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan,

pendapat orang-orang mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang

kita inginkan (Burns, 1993 ).

Konsep diri merupakan aspek kritikal dan dasar dari perilaku

individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih

efektif yang terlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan

intelektual dan penguasaan lingkungan. Konsep diri yang negative dapat

dilihat dari hubungan individu dan sosial yang maladaptive

(Keliat, 1992)

Snygg dan Combs (1994) mengemukakan bahwa tingkah laku

seseorang merupakan hasil dari bagaimana dia mengamati situasi dan

dirinya sendiri. Konsep diri merupakan sebuah organisasi yang stabil

dan berkarakter yang disusun dari persepsi-persepsi yang tampaknya

bagi individu yang bersangkutan sebagai hal yang mendasar baginya

(Burns, 1993).

b. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri

Menurut Stuart dan Sundeen (1991) ada beberapa faktor yang


mempengaruhi perkembangan konsep diri. Faktor-foktor tersebut terdiri dari

teori perkembangan, Significant Other (orang yang terpenting atau yang

terdekat) dan Self Perception (persepsi diri sendiri).

1) Teori perkembangan.

Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang

secara bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan

dirinya dan orang lain. Dalam melakukan kegiatannya memiliki batasan

diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan

eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau pengenalan

tubuh, nama panggilan, pangalaman budaya dan hubungan

interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri

sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi

yang nyata.

2) Significant Other ( orang yang terpenting atau yang terdekat )

Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman

dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu

dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri pandangan

orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi orang yang dekat,

remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya,

pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup,

pengaruh budaya dan sosialisasi.

3) Self Perception ( persepsi diri sendiri )

Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan


penilaiannya, serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan

situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan

pengalaman yang positif. Sehingga konsep merupakan aspek yang

kritikal dan dasar dari prilaku individu. Individu dengan konsep diri

yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat berfungsi lebih

efektif yang dapat dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan

intelektual dan penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri yang

negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu.

c.Pengukuran Konsep Diri

William H.Fitts (1971) mengemukakan bahwa konsep diri

merupakan aspek penting dalam diri seseorang. Karena konsep diri

berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorag. Kita akan lebih

mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang tersebut. Pada

umumnya tingkah laku orang tersebut. Pada umunya tingkah laku

individu berkaitan dengan gagasan-gagasan tentang dirinya sendiri.

Fits (1975) membagi aspek-aspek konsep diri individu menjadi dua

dimensi besar, yaitu :

a) Dimensi internal , terdiri atas tigas bagian :

1. Dimensi identitas, yaitu label ataupun symbol yang dikenakan

oleh seseorang untuk menjelaskan dirinya dan membentuk

identitasnya. Label-label ini akan terus bertambah seiring

dengan bertumbuh dan meluasnya kemampuan seseorang dalam

segala bidang.
2. Diri pelaku, yaitu adanya keinginan pada diri seseorang untuk

melakukan sesuatu sesuai. Dengan dorongan rangsang internal

maupun eksternal. Konsekuensi perilaku tersebut akan

berdampak ada lanjut tidaknya perilaku tersebut, sekaligus akan

menentukan apakah suatu perilaku akan diabstrasikan,

disimbolisasikan, dan digabungkan dalam diri identitas.

3. Diri penilai, yang lebih berfungsi sebagai pengamat, penentu

standar, penghayal, pembanding dan terutama sebagai penilai.

Disamping fungsinya sebagai jembatan yang menghubungkan

kedua diri sebelumnya.

a. Dimensi Eksternal (terkait dengan konsep diri postif dan negative) terdiri

dari enam bagian :

1) Konsep diri fisik, yaitu cara seseorang dalam memandang dirinya

dari sudut pandang fisik, kesehatan, penampian keluar dan gerak

motoriknya. Konsep diri seseorang dianggap positif apabila ia

memilki pandangan yangpositif terhadap kondisi fisiknya,

penampilannya, kondisi kesehatannya, kulitnya, tampan atau

cantiknya, serta ukuran tubuh yang ideal. Dianggap sebaga konsep

diri yang negative apabila ia memandag rendah ata memandang

sebelah mata kondisi yang melekat pada fisiknya, penampilannya.

2) Konsep diri pribadi, yaitu cara seseorang dalam menilai

kemampuan yang ada pada dirinya dan menggambarkan identitas

dirinya. Konsep diri seseorang dapat dikatakan positif apabila ia


memandang dirinya sebagai pribadi yang penuh kebahagiaan,

memiliki optimism dalam menjalani hidup, mampu mengontrol

diri sendiri, dan sarat akan potensi. Dapat dianggap sebagai

konsep diri negative apabila ia memandang dirinya sebagai

individu yang tidak pernah (jarang) merasakan kebahagiaan,

pesimis dalam menjalani kehidupan, kurang memiliki control

terhadap dirinya sendiri, dan potensi diri yang tidak ditumbuh

kembangkan secara optimal.

3) Konsep diri sosial,yaitu persepsi, pikiran, perasaan, dan evaluasi

seseorang terhadap kecenderungan sosial yang ada pada dirinya

sendiri, berkaitan dengan kapasitasya dalam berhubungan dengan

dunia di luar dirinya, perasaan mampu dan berharga dalm linkup

interaksi sosialnya. Konsep diri dapat diangap positif apabila ia

merasa sebagai pribadi yang hangat, penuh keramahan, memiliki

minat terhadap orang lain, memiliki sikap empati, supel, merasa

diperhatikan, memiliki sikap tenggang rasa, peduli akan nasib

orang lain, dan aktif dalam berbagai kegiatan sosial di

lingkungannya. Dapat dianggap sebagai konsep diri yang negative

apabila ia merasa tidak berminat dengan keberadaan orang lain,

acuh tak acuh, tidak memiliki empati pada orang lain, tidak

(Kurang) ramah, kurang peduli terhadap perasaan dan nasib orang

lain, dan jarang atau bahkan tidak pernah melibatkan diri dalam

aktivitas-aktivitas sosial.
4) Konsep diri moral etik, berkaitan dengan persepsi, pikiran

perasaan, serta penilaian seseorang terhadap moralitas dirinya

terkait dengan relasi personalnya dengan tuhan, dan segala hal

yang bersifat normatif, baik nilai mupun prinsip yang memberi

arti dan arah bagi kehidupan seseorang. Konsep diri seseorang

dapat dikatakan positif apabila ia mampu memandang untuk

kemudian mengarahkan dirinya untuk menjadi pribadi yang

percaya dan berpegang teguh pada nilai-nilai moral etik, baik

yang dikandung oleh agama yang dianutnya. Maupun oleh tatanan

atau norma sosial tempat dimana dia tinggal. Sebaliknya konsep

diri individu dapat dikategorikan sebagai konsep diri yang

negative bila ia menyimpang dan tidak mengindahkan nilai-nilai

moral etika yang berlaku baik nilai-nilai agama maupun tahanan

sosial yang seharusnya dia pahami.

5) Konsep diri keluarga, berkaitan dengan persepsi, perasaan, pikiran

dan penilaian seseorang terhadap keluarganya sendiri, dan

keberadaan dirinya sendiri sebagai bagian integral dari sebuah

keluarga. Seseorang dianggap memiiki konsep diri yang positif

apabila ia mencintai sekaligus di cintai oleh keluarganya, merasa

bahagia berada di tengah-tengah keluarganya, merasa bangga

dengan keluarga yang dimilikinya, dan mendapat banyak bantuan

seta dukungan dari keluarganya. Dianggap negative apabila ia

merasa tidak mencintai sekaligus tidak dicintai oleh keuarganya,


tidak merasa bahagia berada ditengah-tengah keluarganya, tidak

memiliki kebanggaan pada keluarganya, serta tidak banyak

memperoleh bantuan dari keluarganya.

Alat ukur yang dikembangkan oleh Wiliiam H.Fitts pada tahun

1965 adalah Tennessee Self Concept Scale (TSCS) merupakan alat untuk

mengukur konsep diri secara umum, alat ukur ini dapat diberikan secara

individual maupun kelompok.

Tennessee Self Concept Scale (TSCS) terdiri atas 100 item

mengenai konsep diri, 10 diantaranya merupakan pernyataan yang

bersifat negative, namun dinyatakan sedemikian rupa sehingga oleh

kebanyakan orang akan diterima sebagai suatu kebenaran dan bertujuan

untuk mengukur derajat defensive atau kapasitas keterbukaan dan

pengakuan terhadap kelemahan diri yang meliputi dimensi internal dan

eksternal sekaligus (Burns,1993). Sedangkan 10 item lainya secara

seimbang dibagi antara item-item positif dan negative meliputi suatu

aspek dari dimensi interna dan dimensi eksternal.

Bagian-bagian internal dan eskternal tersebut saling berinteraksi

satu sama lain, sehingga dari 3 dimensi internal dan 5 dimensi eskternal

akan diperoleh 15 kombinasi yaitu identitas fisik, identitas moral etik,

identitas pribadi, identitas keluarga, identitas sosial, tingkah laku fisik,

tingkah laku pribadi, tingkah laku keluarga, tingkah laku sosial,

penerimaan fisik, penerimaan moral eti, penerimaan pribadi,

penerimaan keluarga, dan penerimaan sosial (Agustiani,2006)


Dari 15 kombinasi, masing-masing terdiri dari 6 item yaitu 3 item

positif dan 3 item negative, jadi keseluruhanya berjumlah 90 item, dan

sisanya 10 item merupakan item-item untuk menjaring kritik diri

individu. Berikut adalah kisi-kisi instrument konsep diri yang tersaji

pada tabel Gambar 1 :

Gambar 1
Kisi-Kisi Instrumen Konsep Diri
(Tennesse Self Concept Scale)
Variabel Dimensi internal
Konsep Identitas peneriman Tingkah
Diri laku

Fisik (+): (+): (+):


1,2,18 35,36,52 69,70,85
(-): (-): (-):
3,19,20 37,53,54 71,86,87
Moral- (+): (+): (+):
etik 4,5,21 38,39,55 72,73,88
(-): (-): (-):
6,22,23 40,56,57 74,89,90
Personal (+): (+): (+):
Dimensi 7,8,24 41,42,58 75,76,91
Eksternal (-): (-): (-):
9,25,26 43,59,60 77,92,93
Keluarga (+): (+): (+):
10,11,27 44,45,61 78,79,94
(-): (-): (-):
12,28,29 46,62,63 80,95,96
Sosial (+): (+): (+):
13,14,30 47,48,64 81,82,97
(-): (-): (-):
15,31,32 49,65,66 83,98,99
Kritik (-):16,17,33,34,50,51,67,68,84,100
diri

Skala konsep Diri TSCS ini disusun dengan menggunakan Skala

Likert, dimana responden diminta untuk menyatakan sikapnya terhadap


pernyataan yang diberikan dalam lima kategori jawaban, yaitu :

SS = Sangat Sesuai
S = Sesuai
R = Ragu-Ragu
TS = Tidak Sesuai
STS = Sangat Tidak Sesuai
Jawaban setiap instrument yang menggunakan Skala Likert
diberi bobot skor dalam rentang 1-5 dan terdapat item yang bernilai
favorable (+) dan Unfavorable (-) yang diuraikan pada Tabel Gambar 2 :

Gambar 2
Sistem Penilaian Alternative Jawaban Berdasarkan Skala Likert
Bentuk Item Pola Skor

SS S R TS STS
Favorable (+) 5 4 3 2 1
Unfavorable (-) 1 2 3 4 5

d. Komponen Konsep Diri

Konsep diri terbagi menjadi beberapa komponen yang

menyusunnya. Komponen Konsep diri tersebut di kemukakan oleh

Stuart and Sundeen (1991), yang terdiri dari :

1. Gambaran diri ( Body Image )

Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya

secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan

perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi

tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan

dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap individu (Stuart and

Sundeen, 1991).
Gambaran diri (Body Image) berhubungan dengan

kepribadian. Cara individu memandang dirinya mempunyai

dampak yang penting pada aspek psikologinya. Pandangan yang

realistis terhadap dirinya manarima dan mengukur bagian tubuhnya

akan lebih rasa aman, sehingga terhindar dari rasa cemas dan

meningkatkan harga diri. Sejak lahir individu mengeksplorasi

bagian tubuhnya, menerima stimulus dari orang lain, kemudian

mulai memanipulasi lingkungan dan mulai sadar dirinya terpisah

dari lingkungan (Keliat, 1992 ).

Individu yang stabil, realistis dan konsisten terhadap

gambaran dirinya akan memperlihatkan kemampuan yang mantap

terhadap realisasi yang akan memacu sukses dalam kehidupan.

Beberapa gangguan pada gambaran diri tersebut dapat menunjukan

tanda dan gejala, seperti:

a) Syok Psikologis.

Syok Psikologis merupakan reaksi emosional terhadap

dampak perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan.

b) Menarik diri.

Klien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari

kenyataan, tetapi karena tidak mungkin maka klien lari atau

menghindar secara emosional. Klien menjadi pasif, tergantung,

tidak ada motivasi dan keinginan untuk berperan dalam

perawatannya.
c) Penerimaan atau pengakuan secara bertahap.

Setelah klien sadar akan kenyataan maka respon kehilangan

atau berduka muncul. Setelah fase ini klien mulai melakukan

reintegrasi dengan gambaran diri yang baru (Stuart and Sundeen,

1991).

Tanda dan gejala dari gangguan gambaran diri di atas adalah

proses yang adaptif, jika tampak gejala dan tanda-tanda berikut secara

menetap maka respon klien dianggap maladaptif sehingga terjadi

gangguan gambaran diri yaitu: menolak untuk melihat dan menyentuh

bagian yang berubah, tidak dapat menerima perubahan struktur dan

fungsi tubuh, mengurangi kontak sosial sehingga terjadi menarik diri,

perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh, preokupasi dengan

bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang, mengungkapkan

keputusasaan, mengungkapkan ketakutan ditolak, depersonalisasi, dan

menolak penjelasan tentang perubahan tubuh.

2. Ideal Diri

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus

berperilaku berdasarkan standart, aspirasi, tujuan atau penilaian

personal tertentu. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang

akan diinginkan atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai- nilai yang

ingin di capai. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita, nilai- nilai yang

ingin dicapai. Ideal diri akan mewujudkan cita–cita dan harapan

pribadi berdasarkan norma sosial (keluarga budaya) dan kepada siapa


ingin dilakukan (Stuart and Sundeen, 1991)

Menurut Keliat (1992) ada beberapa faktor yang

mempengaruhi ideal diri yaitu : kecenderungan individu menetapkan

ideal pada batas kemampuannya, faktor budaya akan mempengaruhi

individu menetapkan ideal diri, ambisi dan keinginan untuk melebihi

dan berhasil; kebutuhan yang realistis, keinginan untuk mengklaim

diri dari kegagalan; perasan cemas dan rendah diri, kebutuhan yang

realistis, keinginan untuk menghindari kegagalan, dan perasaan cemas

dan rendah diri.

Agar individu mampu berfungsi dan mendemonstrasikan

kecocokan antara persepsi diri dan ideal diri. Ideal diri ini hendaknya

ditetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi dari

kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai

(Keliat, 1992 ).

3. Harga Diri

Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai

dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri

(Stuard dan Sundeen, 1991). Frekuensi pencapaian tujuan akan

menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi. Jika

individu sering gagal, maka cenderung harga diri rendah. Harga diri

diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah di

cintai dan menerima penghargaan dari orang lain (Keliat, 1992).

Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan


negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan

harga diri. Harga diri rendah dapat terjadi secara situasional (trauma)

atau kronis (negatif self evaluasi yang telah berlangsung lama). Dan

dapat di ekspresikan secara langsung atau tidak langsung (nyata atau

tidak nyata) (Bell, dkk, 1996).

Menurut Burn (1993) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi

gangguan harga diri, seperti :

a. Perkembangan individu.

Faktor predisposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti

penolakan orang tua menyebabkan anak merasa tidak dicintai dan

mengkibatkan anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal untuk

mencintai orang lain.Pada saat anak berkembang lebih besar, anak

mengalami kurangnya pengakuan dan pujian dari orang tua dan orang

yang dekat atau penting baginya. Ia merasa tidak adekuat karena

selalu tidak dipercaya untuk mandiri, memutuskan sendiri akan

bertanggung jawab terhadap prilakunya. Sikap orang tua yang terlalu

mengatur dan mengontrol, membuat anak merasa tidak berguna.

b. Ideal Diri tidak realistis.

Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak

punya hak untuk gagal dan berbuat kesalahan. Ia membuat standart

yang tidak dapat dicapai, seperti cita –cita yang terlalu tinggi dan

tidak realistis. Yang pada kenyataan tidak dapat dicapai membuat

individu menghukum diri sendiri dan akhirnya percaya diri akan


hilang.

c. Gangguan fisik dan mental

Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga merasa

rendah diri.

d. Sistim keluarga yang tidak berfungsi.

Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak

mampu membangun harga diri anak dengan baik. Orang tua memberi

umpan balik yang negatif dan berulang-ulang akan merusak harga diri

anak. Harga diri anak akan terganggu jika kemampuan menyelesaikan

masalah tidak adekuat. Akhirnya anak memandang negatif terhadap

pengalaman dan kemampuan di lingkungannya.

e. Pengalaman traumatik yang berulang, misalnya akibat aniaya

fisik, emosi dan seksual.

Penganiayaan yang dialami dapat berupa penganiayaan fisik,

emosi, peperangan, bencana alam, kecelakan atau perampokan.

Individu merasa tidak mampu mengontrol lingkungan. Respon atau

strategi untuk menghadapi trauma umumnya mengingkari trauma,

mengubah arti trauma, respon yang biasa efektif terganggu.

Akibatnya koping yang biasa berkembang adalah depresi dan denial

pada trauma.

4. Peran

Peran adalah pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang

diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya dimasyarakat (Bell,


dkk, 1996). Banyak faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan

diri dengan peran yang harus dilakukan yaitu: kejelasan perilaku dan

pengetahuan yang sesuai dengan peran, konsistensi respon orang yang

berarti terhadap peran yang dilakukan, kesesuaian dan keseimbantgan

antar peran yang diemban, keselarasan budaya dan harapan individu

terhadap perilaku peran, dan pemisahan situasi yang akan

menciptakan ketidaksesuaian perilaku peran.

Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak

punya pilihan, sedangkan peran yang diterima adalah peran yang

terpilih atau dipilih oleh individu. Posisi dibutuhkan oleh individu

sebagai aktualisasi diri. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari

peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri. Posisi

di masyarakat dapat merupakan stresor terhadap peran karena struktur

sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan serta posisi yang tidak

mungkin dilaksanakan (Keliat, 1992).

5. Identitas Diri

Identitas adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber

dari observasi dan penilaian, yang merupakan sintesa dari semua

aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh (Stuard dan

Sundeen,1991).

Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat

akan yang memandang dirinya berbeda dengan orang lain.

Kemandirian timbul dari perasaan berharga (aspek diri sendiri),


kemampuan dan penyesuaian diri. Seseorang yang mandiri dapat

mengatur dan menerima dirinya. Identitas diri terus berkembang sejak

masa kanak-kanak bersamaan dengan perkembangan konsep diri. Hal

yang penting dalam identitas adalah jenis kelamin (Keliat,1992).

Identitas jenis kelamin berkembang sejak lahir secara bertahap

dimulai dengan konsep laki-laki dan wanita banyak dipengaruhi oleh

pandangan dan perlakuan masyarakat terhadap masing-masing jenis

kelamin tersebut. Perasaan dan perilaku yang kuat akan

indentitas diri individu dapat ditandai dengan: memandang

dirinya secara unik, merasakan dirinya berbeda dengan orang lain,

merasakan otonomi; menghargai diri, percaya diri, mampu diri,

menerima diri dan dapat mengontrol diri. Mempunyai persepsi

tentang gambaran diri, peran dan konsep diri (Keliat,1992)

Karakteristik identitas diri dapat dimunculkan dari prilaku dan

perasaan seseorang, seperti : individu mengenal dirinya sebagai

makhluk yang terpisah dan berbeda dengan orang lain, individu

mengakui atau menyadari jenis seksualnya, individu mengakui dan

menghargai berbagai aspek tentang dirinya yang terdiri dari peran,

nilai dan prilaku secara harmonis. Individu mengaku dan menghargai

diri sendiri sesuai dengan penghargaan lingkungan sosialnya, individu

sadar akan hubungan masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang,

individu mempunyai tujuan yang dapat dicapai dan di realisasikan

(Stuart and Sudeen, 1991)


D. Teori dan Peran Keperawatan

1. Teori keperawatan

Dikutip dari jurnal dan buku Peran perawat menurut Roy

adalah meningatkan respon adaptif individuan menurunkan respon

inepektif individu, dalam kondisi sakit maupun sehat. Selain

meningkatan kesehatan di semua proses kehidupan. Keperawatan juga

bertujuan untuk menantarkan individu meninggal dengan damai.

Untuk mencapai hal tersebut perawat harus dapat mengantar stimulus

fokal. Kontekstual dan residual yang ada individu, Dengan

menitihberatkan pada stimulus fokal, yang merupakan stimulus

tertinggi.

a. Teori adaptasi Callista Roy merupakan suatu teori yang di

turunkan dari teori sebelumnya, di antara teori Harry Helson

mengenai psikofisika yang diperrluas menjadi ilmu sosial dan

perilaku (Hamid dan Kusman,2017). Proses adaptasi menurut

teori adaptasi Helson, adaptasi merupakan fungsi dari stimulus

yang datang dan tingkat adaptif . stimulus menurut Roy adalah

factor pencetus respon, stimulus dapat muncul dari lingkungan

internal maupun eksternal.

Roy (Hamid dan Kusman,2017) menyatakan bahwa

tujuan dari keperawatan adalah meningkatkan adaptasi

individu dan kelompok pada keempat mode adaptif , sehingga


dapat berkontribusi pada kesehatan, kualitas hidup dan

meninggal dengan terhormat.

Roy (Hamid dan Kusman,2017) menyatakan bahwa

manusia merupakan sistiem Holistik dan adaptif . sistem

manusia meliputi manusia sebagai individu atau kelompok,

termasuk keluarga, organisasi, komunitas, dan masyarakat

sebagai satu keseluruhan. Sistem manusia memiliki

kemampuan berfikir dan merasakan, yang berawal dari

kesadaran dan makna, dimana keduanya menyesuaikan diri

secara efektif terhadap perubahan lingkungan dan akhirnya

juga akan mempengaruhi lingkungan tersebut.

Kesehatan merupakan status dan proses ada atau

menjadi seseorang yang utuh dan menyeluruh. Andrew dan

Roy menyatakan bahwa kesehatan mencerminkan adatapsi,

yaitu interaksi antara orang dan lingkungannya. Kesehatan dan

penyakit merupakan satu dimensi yang tidak dapat dihindari,

dapat saling berdampingan dan dari pengalaman hidup

seseorang.

Lingkungan adalah semua kondisi, keadaan, dan

berdampak pada perkembangan dan perilaku seseorang atau

kelompok, dengan pertimbangan khusus pada hubugan timbal

antara manusia dan sumber-sumber bumi yang meliputi

stimulus fokal, kontekstual dan residual. Manusia mengalami


stimulus lingkungan secara terus menerus, kemudian manusia

memberikan respond dan terjadi proses adaptasi. Respon ini

dapat berupa adaptif dan infektif . respon adaptif ini

meningkatkan integritas seseorang yang akan membawanya

menuju sehat, sedangkan respon infektif akan mengarahpada

gangguan integritas seseorang.

b. Input

Menurut Hamid dan Kusman (2017) input yaitu tingkat

adaptasi merupakan gabungan dari tiga kelas stimulus berikut

ini :

1. Stimulus Fokal

Stimulus internal atau eksternal bagi sistem manusia

yang muncul dengan tiba-tiba.

2. Stimulus konstektual

stimulus yang muncul pada situasi yang turut

menjadi akibat dari stimulus fokal. Stimulus

konstektual merupakan semua factor lingkungan

yang muncul bagi seseorag dari dalam atau dari

sesuatu yang bukan pusat perhatian atau energy

orang tersebut

3. Stimulus Residual
Stimulus residual merupakan factor lingkungan dari

dalam maupun luar sistem manusia yang memiliki

dampak tidak jelas pada situasi saat ini.

c. Proses control

a)Mekanisme Koping

Mekanisme koping dalam individu dibagi menjadi dua

yaitu mekanisme koping intrinsic dan mekanisme

koping yang didapat. Mekanisme koping intrinsic

merupakan mekanisme yang didapat secara genetic

atau dalam bentuk tubuh individu, otomatis dan

individu tidak perlu berfikir untuk menggunakan cara-

cara tersebut. Sedangkan mekanisme koping yang

didapatkan dikembangkan melalui strategi-strategi

tertentu misalnya belajar. Roy memandang regulator

dan kognator sebagai metode koping.

1. Subsistem regulator

Subsistem regulator merupakan proses koping utama

yang melibatkan sistem saraf, kimiawi, dan

hormonal.

2. Subsistem kognator

Proses koping yang melibatkan empat saluran

kognitif-emosi : proses persepsi dan informasi,

belajar, menilai, dan emosi


d. Efektor

1. Mode fisiologis-fisik

Mode ini berhubungan dengan proses fisk dan kimia

yan terlibat daam fungsi dan aktifitas organisme

hidup. Lima kebutuhan yang diidentifikasi dalam

mode fisologis-fisik berhubungan dengna kebutuhan

dasar integritas fisiologis-fisik yaitu oksigen, nutrisi,

eliminasi, aktivitas dan istirahat perlindungan. Mode

fisik merupakan cara dimana sistem adaptif manusia

secara kolektif terwujud dalam hubungan adaptas

dengan sumber-sumber operasional dasar, peserta.

2. Model identitas konsep diri-kelompok

Mode ini merupakansatu dari tiga mode psikososial

yang berfokus pada aspek pskologis dan spiritual

sistem manusia. Konsep diri merupakan sekumpulan

kepercayaan dan perasaaan tentang diri sendiri pada

waktu tertentu yang terbentuk dari persepsi internal

dan persepsi dari reaksi orang lain. Komponen

konsep diri terdiri dari : fisik diri yaitu citra tubuh,

personal diri yaitu konsistensi diri, ideal diri, atau

harapan diri dan moral etik spiritual diri.


Mode identitas kelompok terbentuk dari hubungan

interpersonal, citra diri kelompok, lingkungan sosial

dan buday.

e. Mode fungsi peran

Mode ini satu atau dua mode sosial yang fokus pada peran

seseorang di masyarakat. Kebutuhan dasar yang mendasari

mode fugsi peran yaitu integrasi sosial. Hal ini untuk

mengetahui bahwa seseorang memiliki suatu hubungan

dengan orang lain sehingga orang itu bertindak berdasarkan

hubungan tersebut.

f. Mode interdependasi

Mede ini berfokus pada hubungan yang erat dari orang-orang,

tujuan, struktur serta perkembangan mereka. Hubungan

interdepensi melibatkan keinginan dan kemauan untuk

memberi dan menerima satu sama lain aspek semacam rasa

cinta, rasa hormat, merawat, pengetahuan, keterampilan,

komitmen, kepemilikan barang waktu dan bakat. Kebutuhan

dasar dari mode ini diistilahkan sebagai integritas hubungan.

Hubungan yang pertama dengan orang terdekat, yaitu

seseorang yang di anggap paling penting bagi invidu tersebut.

Hubungan yang kedua yaitu dengan sistem pendukung, sistem

pendukungnya yaitu orang lain yang berkontribusi terhadap

pemenuhan kebutuhan independensi.


g. Output

Menurut Hamid dan Kusman (2017) output terdiri dari dua

yaitu:

1. Respon adaptif

Respon ini merupakan respon yang meningkatkan

integritas dalammencapai tujuan sistem manusia

( Roy dan Andrews)

2. Respon inefektif

Respon yang tida turut menigkatkan integritas dalam

mencapai tujuan sistem manusia.

h. Bagan Konsep Teori Callista Roy

Gambar 3
Bagan Konsep Teori Callista Roy
(Model Roy Berfous Pada Konsep Adaptasi Manusia)

Input proses control efektor output

Tingkat Meknisme Fungsi fisiologis Respon


adaptasi koping Konsep diri Adaptif
stimulus Regulator Fungsi peran Inefektif
Kogntor interdepensi

Umpan Balik
Gambar 3 Manusia Sebagai sistem adaptif Hamid dan
Kusman (2017)

Integrasi model keperawatan Callista Roy pada wanita menopause

menitik beratkan pada kemampuan wanita menopause dalam melakukan

adaptasi terhadap stimulus fokal, stimulus konstektual, dan stimulus


residual melalui proses control dalam bentuk mekanisme koping yang

digunakan. Mekanisme control ini dibagi atas subsistem regulator dan

kognator. Respon subsistem tersebut dapat terlihat pada perubahan yang

ada pada perempuan menopause yaitu fungsi fisiologis berupa perubahan

fisik dan seksual. Output dari suatu sistem adalah perilaku yangdapat

diamati , diukur, dapat dilaporkan baik berasal dari dalam maupun luar

( Tomey and Aligood, 2011).

E. Kerangka Teori

Factor yang mempengaruhi Teori Model Keperawatan Model


konsep diri menopause Adaptasi ( Sister Callista Roy )
1. perubahan fisik
2. Psikologis
3. Spiritual
Kecemasan Pada Wanita
Menopause
Factor yang mempengaruhi
kecemasan pada menpause
1. Predisposisi
a.Peristiwa traumatic
b.Konflik emosional
c.Konsep diri
d.Frustasi
e.Gangguan fisik
f.Riwayat gangguan
kecemasan
2. Presitipasi
a. Ancaman terhadap
integritas fisik
b. Ancaman terhadap
harga diri

Keterangan :

: diteliti

: tidak diteliti

Gambar 4 : kerangka teori


Sumber :Potter and Perry(2002), Stuart and Sundeen (1991), Hawari (2011),
Sister Callista Roy
.

Anda mungkin juga menyukai