Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Menopause
a. Definisi Menopause
Menopause merupakan sebuah kata yang mempunyai banyak arti “Men” dan
“Pauseis” adalah kata yunani yang pertama kali digunakan untuk menggambarkan
berhentinya “haid”. Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary mendefinisikan
menopause sebagai periode berhentinya haid secara alamiah yang biasanya terjadi
antara usia 45 dan 50 tahun (Kasdu, 2004 )
Menopause menurut WHO didefinisikan berhentinya siklus menstruasi untuk
selamanya bagi wanita yang sebelumnya mengalami menstruasi sebagai akibat dari
hilangnya aktivitas folikel ovarium. Menopause diartikan sebagai tidak dijumpainya
menstruasi selama 12 bulan berturut-turut dimana ovarium secara progresif telah
gagal dalam memproduksi estrogen. Jumlah folikel yang mengalami atresia terus
meningkat, hingga pada suatu ketika tidak tersedia lagi folikel yang cukup. Kini
wanita Indonesia rata-rata memasuki masa menopause pada usia 50 tahun. Tetapi
sebagian ada yang mengalami pada usia lebih awal atau lebih lanjut. Umur waktu
terjadinya menopause dipengaruhi oleh keturunan, kesehatan umum, dan pola
kehidupan.
Sutanto (2005) mendefinisikan menopause sebagai proses alami dari penuaan,
yaitu ketika wanita tidak lagi mendapat haid selama 1 tahun. Penyebabnya haid
karena ovarium tidak lagi memproduksi hormon estrogen dan progesteron dan rata-
rata menjadi menopause pada usia 50 tahun.
Shimp & smith (2000) mendefinisikan menopause sebagai akhir periode
menstruasi, tetapi seorang wanita tidak diperhitungkan post menopause sampai
wanita tersebut telah 1 tahun telah mengalami amenorrhea. Menopause membuat
berakhirnya fase reproduksi pada kehidupan wanita.
Menopause adalah penghentian haid atau periode haid terakhir pada kehidupan
seorang perempuan. Periode transisional antara siklus ovulatorik dan menopause,
saat fungsi ovarium menurun secara progresif, dikenal sebagai periode
perimenopause atau klimakterium. Selama waktu ini seorang perempuan biasanya
mengalami berbagai perubahan endokrin, somatik, dan psikologik.Usia rata-rata
terjadinya menopause teampaknya tidak berkaitan dengan usia manarke, kondisi
sosial, kondisi ekonomi, ras, paritas, tinggi, atau berat badan. Namun usia
menopause dapat dipengaruhi oleh kebiasaan merokok.
Menurut organisasi dunia (WHO) mendefinisikan menopause sebagai
berhentinya menstruasi secara permanen akibat tidak bekerjanya folikel ovarium
pada usia 35 – 45 tahun karena hormon esterogen pada wanita sudah mulai
mengalami penurunan.
Menopause dapat menjadi kejadian yang dapat terjadi secara alami atau
perubahan hidup yang timbul akibat intervensi medis, umumnya, sebab menopause
dapat di kategorikan sebagai berikut :
1) Menopause alami
Menopause alami adalah akhir dari tahun reproduksi wanita. Ditandai
dengan tidak hadirnya siklus menstruasi selama satu tahun lebih. Hal ini
dapat terjadi antara usia kurang lebih 51 tahun.
2) Menopause premature
Menopause prematur adalah siklus menstruasi wanita berhenti selama satu
tahun penuh sebelum usia 40 tahun. Ini dapat terjadi akibat berbagai alasan,
termasuk genetik, proses autoimun, intervensi medis, seperti kemotrapi.
Wanita yang menjalani menopause awal memiliki resiko kanker payudara
dan ovarium lebih kecil, tetapi memiliki resiko terkena osteoporosis lebih
besar.
3) Menopause beralasan atau medis
Menopause medis, kadang-kadang disebut menopause berhalangan,
disebabkan pada saat ada kerusakan parah (seperti yang di sebabkan oleh
kemotrapi yang digunakan selama pengobatan kanker) atau pengangkatan
operatif pada ovarium (menopause akibat bedah). Lebih dari 50 persen
wanita pada kemotrapi dilemparkan ke dalam keadaan menopause
sementara, dan kadang-kadang menetap.

b. Tahap-tahap menopause adalah


1) Fase Pramenopause
Pada fase iniseoranng wanita akan mengalami kekacauan pola menstruasi,
terjadi prubahan psikologis/kejiwaan, terjadi prubahan fisik. Hal ini biasanya
berlangsung selama 4-5 tahun. Tejadi pada usia antara 48-55 tahun.
Premenopause atau masa mejelang menopause adalah suatu keadaan dimana
terjadi keadan perubahan segala yang dirasakan oleh wanita, 4-5 tahun sebelum
memasuki usia menopause (Winkjosastro, 2012)
2) Fase menopause
Terhentinya menstruasi. Prubahan dan keluhan psikologis dan fisik makin
menonjol. Berlangsung sekitar 3-4 tahun. Pada usia antara 56-60 tahun.

Diagnosis menopause dibuat setelah terdapat amenorea sekurang kurangnya


1 tahun. Berhentinya haid dapat di dahului oleh siklus haid dapat didahului oleh
siklus haid yang lebih panjang, dengan perubahan yang berkurang. Umur waktu
terjadinya menopause dipengaruhi oleh keturunan, kesehatan umum, dan pola
kehidupan. Ada kecendrungan dewasa ini untuk terjadinya menopause pada umur
yang lebih tua. Menopause juga ada hubungan dengan menarche. Makin dini
menarche terjadi, makin lambat menpause timbul ; sebaliknya, makin lambat
menarche terjadi, makin cepat menopause timbul (Winkjosastro, 2012)

c. Fisiologis Menopause
Sejak lahir bayi wanita sudah mempunyai 770.000 sel telur yang belum
berkembang. Pada fase pubertas, yaitu usia 8-12 tahun, mulai timbul aktifitas tingan
dari fungsi endokrin reproduksi. Selanjutnya, sekitar 12-13 tahun, umumnya seorang
wanita akan mendapatkan menarche (haid pertama kalinya). Masa ini disebut
dengan masa pubertas dimana organ reproduksi wanita mulai berfungsi optimal
sceara bertahap. Pada masa ini ovarium mulai mengeluarkan sel-sel telur yang siap
untuk dibuahi. Masa ini disebut fase reproduksi yang berlangsung sampai usia
sekitar 45 tahun. Pada masa ini wanita menglami kehamilan dan melahirkan fase
terakhir kehidupan wanita atau setelah masa reproduksi berakhir disebut
klimakterium yaitu masa peralihan yang dilalui seorang wanita dari periode
reproduktif ke periode nonproduktif. Peridoe ini berlangsung angara 5-10 tahun
sekitar menopause yaitu 5 tahun dan 5 tahun sesudah menopause (Kasdu,2004).
Masa klimakterium ada tiga tahap pertama dalah tahap premenopause
yaitumasa seblum berlangsungnya premenopause, sejak fungsi reproduksi mulai
menurun, sampai timbulnya keluhan atau tanda-tanda menopause. Kedua adalah
tahap perimenopause yaitu peridoe dengan keluhan memuncak, rentangann 1-2
tahun sebelum 1-2 tahun sesudah menopause. Ketiga adalah tahap postmenopause
yaitu masa perimenopause sampai senilis. Wanita secara universal menyebut fase
klimakterium ini sebagai menopause (Kasdu,2004 )
Pada masa premenopause hormon progesteron dan estrogen masih tinggi tapi
semakin rendah ketika memasuki masa perimenopause dan postmenopause.
Keadaan ini berhubungan dengan fungsi ovarium yang terus menurun. Semangkit
meningkat usia seorang wanita, semakin menurun jumlah sel-sel telur pada kedua
ovarium. Hal ini disebabkan adanya ovulasi pada setiap siklus haid, dimana pada
setiap siklus, anatara 20 hingga 1.000 sel telur tumbuh dan berkembang tetapi hanya
satu atau kadang-kadang lebih yang berkembang sampai matang yang kemudian
mengalami ovulasi, sel-sel telur yang tidak berhasil yumbuh menjadi matang, akan
mati, juga karena proses atresia, yaitu proses awal pertumbuhan sel telur yang
segera berhenti dalam beberapa hari atau tidak berkembang. Proses ini terus
menurun selama kehidupan wanita hingga sekitar 50 tahun karena produksi ovarium
menjadi sangat berkurang dan akhirnya berhenti. (Kasdu 2004)
Penurunan fungsi ovarium menyebabkan berkurangnya kemampuan ovarium
untuk menjawab rangsangan genodotropin, keadaan ini akan mengakibatkan
terganggunya interaksi antara hipotalamus – hipofisis. Pertama terjadi kegagalan
fungsi korpus luteum. Kemudian turunya produksi steroid ovarium menybebabkan
berkurangnya reaksi umpan balik negatif terhadap hipotalamus, keadaan ini
meningkatkan produksi follicle Stimulating Hormon (FSH) dan Luteinizing Hormon
(LH). Dari kedua gonodotropin itu yang paling tinggi peningkatannya adalah FSH.
Kada FSH pada masa menopause adalah 30-40 mlu/ml (Sarwono,2002 Shimp &
Smith, 2000).

d. Perubahan yang terjadi pada wanita menopause


1) Perubahan fisik
a. Siklus haid tidak teratur
Beberapa perubahan siklus haid tanda paling umum adalah fluksasi dalam
siklud haid, kadang kala haid muncul tepat waktu, tetapi tidak pada siklus
berikutnya. Ketidak teraturan ini sering di sertai dengan jumlah darah yang
sangat banyak, tidak seperti volume perdarahan yang normal.
b. Gejolak terasa panas (hot fluses)
Hot fluses adalah rasa panas yang luar biasa pada wajahdan tubuh bagian
bawah (leher dan dada). Hot fluses di tandai oleh sensasi hangat dan panas
yang di ikuti oleh pengeluaran banyk keringat.frekuensi, durasi, dan
intensitas, gejala vasomotor sangat bervariasi, tetapi pada sebagian besar
kasus gejala tersebut berkurang 4-6 tahun setelah menopause. Dengan
demikian, tampak gejala-gejala vasomotor lebih besar kemungkinan nya di
picu oleh pusat-pusat di susunan saraf pusat misalnya hipotalamus.
c. Jantung berdebar-debar
perubahan sistem jantung dan pembuluh darah terjadi karna adanya
perubahan metabolisme, menurun nya estrogen, menurun nya pengeluaran
hormon paratiroid sehingga peluang terkena serangan jantung sekitar 20 kali
lebih sedikit dari pria. Peluang ini dapat berkurang jika berolahraga secara
teratur, tidak merokok, dan mempertahankan berat badan.
d. Keringat berlebihan di malam hari dan sulit tidur
pancaran panas pada tubuh akibat pengaruh hormon yang mengatur
termostrat tubuh pada suhu yang lebih rendah. Akibat nya, suhu udara yang
semula mendadak mmenjadi terlalu panas dan tubuh mulai menjadi panas
dan berkeringat di rasakan di malam hari sehingg menjadi sulit tidur
e. Berkunang-kunang
di masa ini pengelihtn mulai tergnggu terutama pada ke tajaman mata di
karenakan kabur dan berkunang-kunang. Di sebabkan karena otot-otot bola
mata mengalami kekenduran. (Hawari, 2011)
f. Gangguan libido
dengan semakin meningkatnya usia maka sering di jumpai gangguan seksual
pada wanita yang di akibatkan kekurangan hormon estrogensehngg aliran
darah ke vagina berkuran, dan sel-sel epitel vagina menjadi tipis dan mudah
cedera. Sehingga wanita tidak mau lagi melakukan hubungan sex (bazit,
2013)
g. Perubahan kulit
seorang wanita mengalami perubahan warna kulit, lemak bawah kulit
berkuran sehingga kulit menjadi kendur. Kulit mudah terbakar sinar matahari
daan menimbulkan pigmentasi dan menjadi hitam. Pada kulit tumbuh bintik
hitam, otot bawah kulit wajah mengendur sehingga jatuh dan lembek.
Kelenjar kulit.

e. Perubahan Psikologis Wanita Menopause


Selain perubahan fisik perubahan psikologis juga sangat mempengaruhi kualitas
hidup seorang wanita dalam menjalani masa menopause. Perubahan yang terjadi
pada wanita menopause adalah perubahan mood, irritabilitas, kecemasan, labilitas
emosi, merasa tidak berdaya, gangguan daya ingat, konsentrasi berkurang, sulit
mengambil keputusan, dan merasa tidak berharga (Glaiser & Gebbie,2005)
Stress kehidupan setengah baya dapat memperburuk menopause, menghadapi
anak remaja, emptynest syndrome, perpisahan atau ketidak harmonisan perkawinan,
sakit atau kematian teman dan keluarga, kurangnya kepuasan pekerjaan penambahan
berat badan atau kegemukan adalah beberapa bentuk stress yang mengakibatkan
resiko masalah emosional yang serius (Bobak et al,2005)

f. Pengaruh Menopause terhadap seksual wanita.


Kehidupan seksual sesudah Menopause ternyata mengalami perubahaans pada
60% perempuan 20% diantaranya mengalami peningkatan keinginan seksual dan
20% lagi mengalami pengurangan karena tidak ada resiko kehamilan banyak
perempuan mempunyai keinginan seksual yang lebih besar dan bahkan kadang
memperbaiki hubungan antara pasangan. Memang dalam kenyataannya nafsu
seksual tidak hubungannya dengan Produksi Hormon pada saat atau sesudah tidak
ada hubungannya dengan Produksi hormon pada saat atau sesudah Menopause.

B. Konsep Kecemasan
a. Definisi Kecemasan
Kecemasan dapat disebut juga ansietas / anxiety adalah merupakan gangguan
alam perasaan (Affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekawatiran
yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas,
kepribadian masih utuh, perilaku terganggu tapi masih dalam keadaan normal (Hawari,
2011).
Stuart (2007) mendefinisikan kecemasan merupakan kekhawatiran yang tidak
jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.
Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik kecemasan dialami secara
subyektof dan dikomunikasikan secara interpersonal dan berada dalam suatu rentang
yaitu :
Respon adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

b. Kepribadian Cemas
Hawari menyatakan seseorang yang menderita gangguan cemas manakala seseorang
tidak mampu mengatasi stressor psikososial yang dihadapinya dia akan menyerah
atau mepertahakan diri sekuat tenaganya. Seseorang yang tanpa stressor juga dapat
menjadi cemas dapat dinamakan pribadi pencemas. Ciri-ciri dengan kepribadian
cemas :
1) Cemas, khawatir, tidak tenang, ragu dan bimbang
2) Memandang masa depan dengan rasa was-was (Khawatir)
3) Kurang percaya diri, gugup apabila tampil dimuka umum
4) Sering merasa tidak bersalah, menyalahkan orang lain
5) Tidak mudah mengalah atau suka “Ngotot”
6) Gerakan sering serba salah, gelisah
7) Seringkali mengeluh, khawatir yang berlebih terhadap penyakit.
8) Mudah tersinggung, suka membesarkan masalah kecil
9) Dalam mengambil keputusan sering bimbang atau ragu
10) Kalau sedang emosi bertindak histeris.

c. Gejala Klinis Cemas


Keluhan keluahan yang sering diungkapkan oleh orang yang mengalami gangguan
kecemasan antara lain sebagai berikut (Hawari, 2011)
1) Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah
tersinggung
2) Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut
3) Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang
4) Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan
5) Gangguan konsentrasi dan daya ingat
6) Keluhan-keluhan somatik, misalnya sakit pada otot dan tulang,
pendengaran berdenging, berdebar-debar, sesak nafas, gangguan
pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala, dan lain sebagainya.
7) Selain keluhan cemas diatas ada kelompok cemas yang lebih berat dari
gangguan cemas menyeluruh, panik, gangguan Phobik, dan gangguan
obsesif kompulsif.

d. Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan


1) Factor Presdiposisi
Stuart (2001) mengemukakan bahwa penyebab kecemasan dapat dipahami
melalui berbagai teori yaitu teori psikonalitis dimana Sigmund freud
mengidentifikasikan kecemasan sebagai konflik emosional yang terjadi antara
dua elemen kepribadian, yatu ide dan superego. Ide mewakili dorongan insting
dan impuls primitive, sedang superego mencerminkan hati nurani dan
dikendalikan oleh norma budaya. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua
elemen yang bertentangan tersebut dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan
ego bahwa ada bahaya.
Faktor predisposisi yang meliputi :

a. Peristiwa traumatik yang dapat memicu terjadinya kecemasan

berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis

perkembangan atau situasional.

b. Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan

dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan

dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.

c. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu

berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.

d. Frustasi akan menimbulkan ketidakberdayaan untuk mengambil

keputusan yang berdampak terhadap ego.

e. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan

ancaman integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri

individu.

f. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani

kecemasan akan mempengaruhi individu dalam berespons terhadap

konflik yang dialami karena mekanisme koping individu banyak

dipelajari dalam keluarga

g. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi

respon individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi

kecemasannya.

h. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah

pengobatan yang mengandung benzodiazepin, karena benzodiapine

dapat menekan neurotransmitter gamma amino butyric acid (GABA)

yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab

menghasilkan kecemasan.
2) Factor Presipitasi

Stuart (2001) mengelompokan factor presipitasi menjadi dua yaitu :

a. Ancaman terhadap integritas fisik, ketegangan yang mengancam integritas

fisik meliputi :

1. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologi system

imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal. Gejala

fisiologis pada wanita klimakterium meliputi rasa panas tubuh,

munculnya keringat dingin, vagina yang mengering, insomnia dan

sebagainya.

2. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan

bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak

adekuatnya tempat tinggal. Wanita yang mengalami klimakterium

akan merasa takut kehilangan, kehilangan kepercayaan diri dan

sebagainya

b. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.

1. Sumber internal, meliputi kesulitan dalam berhubungan

interpersonal di rumah dan di tempat kerja, penyesuaian terhadap

peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat

mengancam harga diri.

2. Sumber eksternal, meliputi kehilangan orang yang

dicintai,perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok,

sosial budaya.

e. Tingkat Kecemasan

Peplau membagi tingkat kecemasan menjadi empat (Stuart, 2001) yaitu


a. Kecemasan ringan yang berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari- hari. Kecemasan ini menyebabkan individu menjadi
waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat
memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.
b. Kecemasan sedang yang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal
yang penting dan mengesampingkan hal yang lain. Kecemasan ini
mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian individu
mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih
banyak area jika diarahkan untuk melakukannya.
c. . Kecemasan berat yang sangat mengurangi lapang persepsi individu.
Individu cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta
tidak berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk
mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan
untuk berfokus pada area lain.
d. Tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terperangah, ketakutan
dan teror. Hal yang rinci terpecah dari proporsinya. Karena mengalami
kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup
disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas
motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain,
persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional.
Tingkat kecemasan ini sejalan dengan kehidupan, jika berlangsung terus
dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian

f. Respon Terhadap Kecemasan

Menurut Stuart (2001) respon terhadap kecemasan meliputi respon fisiologis,


perilaku, kognitif dan afektif yaitu :
a. Respon fisologis
Respon kecemasan terhadap kardiovaskular adalah palpitasi, jantung
berdebar, tekanan darah meningkat, rasa ingin pingsan, pingsan, tekanan darah
menurun. Respon kecemasan terhadap sistem pernapasan adalah napas cepat,
sesak napas, tekanan pada dada, napas dangkal, pembengkakan pada
tenggorokan, sensasi tercekik, terengah-engah. Respon kecemasan tehadap
sistem neuromuskular adalah reflek meningkat, reaksi terkejut, mata berkedip-
kedip, insomia, tremor, rigiditas, gelisah, mondar-mandir, wajah tegang,
kelemahan umum, tungkai lemah, gerakan yang janggal. Respon kecemasan
terhadap sistem gastrointestinal adalah kehilangan nafsu makan, menolak
makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, nyeri abdomen, mual, nyeri ulu hati,
diare. Respon kecemasan terhadap sistem perkemihan adalah tidak dapat
menahan kencing, sering berkemih. Respon kecemasan terhadap kulit adalah
wajah kemerahan, berkeringat setempat (telapak tangan), gatal, rasa panas dan
dingin pada kulit, wajah pucat, berkeringat seluruh tubuh.
b. Respon perilaku
Respon kecemasan terhadap perilaku adalah gelisah, ketegangan fisik,
tremor, reaksi terkejut, bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung mengalami
cidera, menarik diri dari hubungan interpersonal, inhibisi, melarikan diri dari
masalah, menghindar, hiperventilasi, sangat waspada
i. Respon kognitif
Respon kecemasan pada kognitif adalah perhatian terganggu, konsentrasi
buruk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, preokupasi, hambatan
berfikir, lapang persepsi menurun, kreativitas menurun, produktivitas menurun,
bingung, sangat waspada, kesadaran diri, kehilangan objektivitas, takut
kehilangan kendali, takut pada gambaran visual, takut cedera atau kematian,
kilas balik, mimpi buruk.
j. Respon afektif
Respon kecemasan pada afektif adalah mudah terganggu, tidak sabar,
gelisah, tegang, gugup, ketakutan, waspada, kengerian, kekhawatiran,
kecemasan, mati rasa, rasa bersalah, malu.

C. Konsep Diri
a. Definisi Konsep Diri
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui
individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang
lain (Stuart dan Sudeen, 1991). Menurut Bell (1996) menyatakan bahwa konsep diri
adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, baik fisikal, emosional
intelektual, sosial dan spiritual (Bell, dkk, 1996).
Konsep diri merupakan gambaran yang bersifat individu dan sangat pribadi,
dinamis dan evaluatif yang masing-masing orang mengembangkannya di dalam
transaksi-transaksinya dengan lingkungan kejiwaannya dan yang dia bawa-bawa di
dalam perjalanan hidupnya. Konsep diri adalah satu gambaran campuran dari apa yang
kita pikirkan, pendapat orang-orang mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang
kita inginkan (Burns, 1993 ).
Konsep diri merupakan aspek kritikal dan dasar dari perilaku individu. Individu
dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari
kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan.
Konsep diri yang negative dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang
maladaptive
(Keliat, 1992)
Snygg dan Combs (1994) mengemukakan bahwa tingkah laku seseorang
merupakan hasil dari bagaimana dia mengamati situasi dan dirinya sendiri. Konsep
diri merupakan sebuah organisasi yang stabil dan berkarakter yang disusun dari
persepsi-persepsi yang tampaknya bagi individu yang bersangkutan sebagai hal yang
mendasar baginya (Burns, 1993).

b. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri


Menurut Stuart dan Sundeen (1991) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
perkembangan konsep diri. Faktor-foktor tersebut terdiri dari teori perkembangan,
Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat) dan Self Perception
(persepsi diri sendiri).
1) Teori perkembangan.
Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap sejak
lahir seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain. Dalam
melakukan kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan
berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman
atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pangalaman budaya dan hubungan
interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau
masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata.
2) Significant Other ( orang yang terpenting atau yang terdekat )
Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang
lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri
merupakan interprestasi diri pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat
dipengaruhi orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan
dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup, pengaruh
budaya dan sosialisasi.
3) Self Perception ( persepsi diri sendiri )
Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi
individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk
melalui pandangan diri dan pengalaman yang positif. Sehingga konsep merupakan
aspek yang kritikal dan dasar dari prilaku individu. Individu dengan konsep diri yang
positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat berfungsi lebih efektif yang dapat
dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan
lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu
dan sosial yang terganggu.

c. Komponen Konsep Diri

Konsep diri terbagi menjadi beberapa komponen yang menyusunnya. Komponen


Konsep diri tersebut di kemukakan oleh Stuart and Sundeen (1991), yang terdiri dari :
1) Gambaran diri ( Body Image )
Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar.
Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan
potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan
pengalaman baru setiap individu (Stuart and Sundeen, 1991).
Gambaran diri (Body Image) berhubungan dengan kepribadian. Cara individu
memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologinya.
Pandangan yang realistis terhadap dirinya manarima dan mengukur bagian tubuhnya akan
lebih rasa aman, sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri. Sejak
lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya, menerima stimulus dari orang lain,
kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan mulai sadar dirinya terpisah dari
lingkungan (Keliat, 1992 ).
Individu yang stabil, realistis dan konsisten terhadap gambaran dirinya akan
memperlihatkan kemampuan yang mantap terhadap realisasi yang akan memacu sukses
dalam kehidupan. Beberapa gangguan pada gambaran diri tersebut dapat menunjukan
tanda dan gejala, seperti:
a) Syok Psikologis.
Syok Psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat
terjadi pada saat pertama tindakan.
b) Menarik diri.
Klien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan, tetapi karena tidak
mungkin maka klien lari atau menghindar secara emosional. Klien menjadi pasif,
tergantung, tidak ada motivasi dan keinginan untuk berperan dalam perawatannya.
c) Penerimaan atau pengakuan secara bertahap.
Setelah klien sadar akan kenyataan maka respon kehilangan atau berduka muncul.
Setelah fase ini klien mulai melakukan reintegrasi dengan gambaran diri yang baru
(Stuart and Sundeen, 1991).
Tanda dan gejala dari gangguan gambaran diri di atas adalah proses yang adaptif, jika
tampak gejala dan tanda-tanda berikut secara menetap maka respon klien dianggap
maladaptif sehingga terjadi gangguan gambaran diri yaitu: menolak untuk melihat dan
menyentuh bagian yang berubah, tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi
tubuh, mengurangi kontak sosial sehingga terjadi menarik diri, perasaan atau pandangan
negatif terhadap tubuh, preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang,
mengungkapkan keputusasaan, mengungkapkan ketakutan ditolak, depersonalisasi, dan
menolak penjelasan tentang perubahan tubuh.

2) Ideal Diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku
berdasarkan standart, aspirasi, tujuan atau penilaian personal tertentu. Standar dapat
berhubungan dengan tipe orang yang akan diinginkan atau sejumlah aspirasi, cita-cita,
nilai- nilai yang ingin di capai. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita, nilai- nilai yang
ingin dicapai. Ideal diri akan mewujudkan cita–cita dan harapan pribadi berdasarkan
norma sosial (keluarga budaya) dan kepada siapa ingin dilakukan (Stuart and Sundeen,
1991)
Menurut Keliat (1992) ada beberapa faktor yang mempengaruhi ideal diri yaitu :
kecenderungan individu menetapkan ideal pada batas kemampuannya, faktor budaya
akan mempengaruhi individu menetapkan ideal diri, ambisi dan keinginan untuk
melebihi dan berhasil; kebutuhan yang realistis, keinginan untuk mengklaim diri dari
kegagalan; perasan cemas dan rendah diri, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk
menghindari kegagalan, dan perasaan cemas dan rendah diri.
Agar individu mampu berfungsi dan mendemonstrasikan kecocokan antara
persepsi diri dan ideal diri. Ideal diri ini hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi,
tetapi masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih
dapat dicapai (Keliat, 1992 ).

3) Harga Diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuard dan Sundeen, 1991).
Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri
yang tinggi. Jika individu sering gagal, maka cenderung harga diri rendah. Harga diri
diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah di cintai dan menerima
penghargaan dari orang lain (Keliat, 1992).
Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri
sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri. Harga diri rendah dapat terjadi
secara situasional (trauma) atau kronis (negatif self evaluasi yang telah berlangsung
lama). Dan dapat di ekspresikan secara langsung atau tidak langsung (nyata atau tidak
nyata) (Bell, dkk, 1996).
Menurut Burn (1993) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan harga diri,
seperti :
a. Perkembangan individu.
Faktor predisposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti penolakan orang tua
menyebabkan anak merasa tidak dicintai dan mengkibatkan anak gagal mencintai
dirinya dan akan gagal untuk mencintai orang lain.Pada saat anak berkembang
lebih besar, anak mengalami kurangnya pengakuan dan pujian dari orang tua dan
orang yang dekat atau penting baginya. Ia merasa tidak adekuat karena selalu tidak
dipercaya untuk mandiri, memutuskan sendiri akan bertanggung jawab terhadap
prilakunya. Sikap orang tua yang terlalu mengatur dan mengontrol, membuat anak
merasa tidak berguna.
b. Ideal Diri tidak realistis.
Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak punya hak untuk
gagal dan berbuat kesalahan. Ia membuat standart yang tidak dapat dicapai, seperti
cita –cita yang terlalu tinggi dan tidak realistis. Yang pada kenyataan tidak dapat
dicapai membuat individu menghukum diri sendiri dan akhirnya percaya diri akan
hilang.
c. Gangguan fisik dan mental
Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga merasa rendah diri.
d. Sistim keluarga yang tidak berfungsi.
Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak mampu membangun
harga diri anak dengan baik. Orang tua memberi umpan balik yang negatif dan
berulang-ulang akan merusak harga diri anak. Harga diri anak akan terganggu jika
kemampuan menyelesaikan masalah tidak adekuat. Akhirnya anak memandang
negatif terhadap pengalaman dan kemampuan di lingkungannya.
e. Pengalaman traumatik yang berulang, misalnya akibat aniaya fisik, emosi
dan seksual.
Penganiayaan yang dialami dapat berupa penganiayaan fisik, emosi,
peperangan, bencana alam, kecelakan atau perampokan. Individu merasa
tidak mampu mengontrol lingkungan. Respon atau strategi untuk
menghadapi trauma umumnya mengingkari trauma, mengubah arti trauma,
respon yang biasa efektif terganggu. Akibatnya koping yang biasa
berkembang adalah depresi dan denial pada trauma.
4) Peran
Peran adalah pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari
seseorang berdasarkan posisinya dimasyarakat (Bell, dkk, 1996). Banyak faktor
yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus
dilakukan yaitu: kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran,
konsistensi respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan,
kesesuaian dan keseimbantgan antar peran yang diemban, keselarasan budaya
dan harapan individu terhadap perilaku peran, dan pemisahan situasi yang akan
menciptakan ketidaksesuaian perilaku peran.
Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak punya
pilihan, sedangkan peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih
oleh individu. Posisi dibutuhkan oleh individu sebagai aktualisasi diri. Harga
diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan
cocok dengan ideal diri. Posisi di masyarakat dapat merupakan stresor terhadap
peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan serta posisi
yang tidak mungkin dilaksanakan (Keliat, 1992).

5) Identitas Diri
Identitas adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari
observasi dan penilaian, yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri
sebagai suatu kesatuan yang utuh (Stuard dan Sundeen,1991).
Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan yang
memandang dirinya berbeda dengan orang lain. Kemandirian timbul dari
perasaan berharga (aspek diri sendiri), kemampuan dan penyesuaian diri.
Seseorang yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya. Identitas diri
terus berkembang sejak masa kanak-kanak bersamaan dengan perkembangan
konsep diri. Hal yang penting dalam identitas adalah jenis kelamin
(Keliat,1992).
Identitas jenis kelamin berkembang sejak lahir secara bertahap dimulai
dengan konsep laki-laki dan wanita banyak dipengaruhi oleh pandangan dan
perlakuan masyarakat terhadap masing-masing jenis kelamin tersebut.
Perasaan dan perilaku yang kuat akan indentitas diri individu dapat
ditandai dengan: memandang dirinya secara unik, merasakan dirinya berbeda
dengan orang lain, merasakan otonomi; menghargai diri, percaya diri,
mampu diri, menerima diri dan dapat mengontrol diri. Mempunyai persepsi
tentang gambaran diri, peran dan konsep diri (Keliat,1992).
Karakteristik identitas diri dapat dimunculkan dari prilaku dan perasaan
seseorang, seperti : individu mengenal dirinya sebagai makhluk yang terpisah
dan berbeda dengan orang lain, individu mengakui atau menyadari jenis
seksualnya, individu mengakui dan menghargai berbagai aspek tentang dirinya
yang terdiri dari peran, nilai dan prilaku secara harmonis. Individu mengaku
dan menghargai diri sendiri sesuai dengan penghargaan lingkungan sosialnya,
individu sadar akan hubungan masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang,
individu mempunyai tujuan yang dapat dicapai dan di realisasikan (Stuart and
Sudeen, 1991)

D. Teori dan Peran Keperawatan


1. Teori keperawatan
Peran perawat menurut Roy adalah meningatkan respon adaptif individuan
menurunkan respon inepektif individu, dalam kondisi sakit maupun sehat. Selain
meningkatan kesehatan di semua proses kehidupan. Keperawatan juga bertujuan
untuk menantarkan individu meninggal dengan damai. Untuk mencapai hal tersebut
perawat harus dapat mengantar stimulus fokal. Kontekstual dan residual yang ada
individu, Dengan menitihberatkan pada stimulus fokal, yang merupakan stimulus
tertinggi.

E. Kerangka Teori
Kerangka teori tentang Hubungan Konsep Diri Dengan Tingkat Kecemasan Pada
Wanita Menopause Di RW 04 Desa Batujajar Timur dapat di lihat pada gambar 1
berikut ini :
Faktor yang mempengaruhi
Komponen Konsep Diri
1. Gambaran Diri kecemasan :

2. Ideal Diri 1. Predisposisi


a.
Peristwa traumatic
3. Harga Diri
b.
Konflik emosional
4. Peran c.
Konsep diri
5. Identitas Diri d.
Frustasi
e.
Gangguan fisik
f.
Riwayat gangguan
kecemasan
2. Presitipasi
a. Ancaman terhadap
integritas fisik
b. Ancaman terhadap
harga diri

Kecemasan Pada
Wanita Menopause

Gambar 1 : kerangka teori


(Stuart and Sundeen (1991))
.

Anda mungkin juga menyukai