Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

HENTI JANTUNG

Disusun Oleh
Nama : NURFADHILLAH
Stambuk : 144220190022
Kelompok : 1 (satu)
Preceptor

Preceptor Institusi Preceptor Lahan

( Sintawati, S.Kep., Ns., M.Kep ) (Eva Arna Abrar, S.Kep.Ns. M.Kep. CWCC )

PROGRAM PENDIDIKAN S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2022
A. Definisi

Henti jantung terjadi ketika jantung mendadak berhenti berdenyut,


mengakibatkan penurunan sirkulasi efektif. Semua kerja jantung dapat terhenti,
atau dapat terjadi kedutan otot jantung yang tidak sinkron (fibrilasi ventrikel).
(Hackley, Baughman, 2020)

Henti jantung adalah istilah yang digunakan untuk kegagalan jantung


dalam mencapai curah jantung yang adekuat akibat terjadinya asistole atau
disritmia (biasanya fibrilasi ventrikel). (Blogg Boulton, 2019)

Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan


mendadak, bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit
jantung ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi
dengan sangat cepat begitu tanda dan gejala tampak (American Heart
Association, 2018).

B. Etiologi

Penyebab utama terjadinya Cardiac arrest karena aritmia, Menurut American


HeartAssociation (2018), seseorang dikatakan mempunyai risiko tinggi
untuk terkena cardiac arrest dengan kondisi :

a. Adanya jejas di jantung karena serangan jantung terdahulu atau oleh sebab
lain; jantung yang terjejas atau mengalami pembesaran karena sebab
tertentu cenderung untuk mengalami aritmia ventrikel yang mengancam
jiwa. Enam bulan pertama setelah seseorang mengalami serangan jantung
adalah periode risiko tinggi untuk terjadinya cardiac arrest pada pasien
dengan penyakit jantung atherosclerotic.

b. Penebalan otot jantung (cardiomyopathy) karena berbagai sebab


(umumnya karena tekanan darah tinggi, kelainan katub jantung)
membuat seseorang cenderung untuk terkena cardiac arrest.

c. Seseorang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung; karena


beberapa kondisi tertentu, beberapa obat-obatan untuk jantung (anti
aritmia) justru merangsang timbulnya aritmia ventrikel dan berakibat
cardiac arrest. Kondisi seperti ini disebut proarrythmic effect.
Pemakaian obat-obatan yang bisa mempengaruhi perubahan kadar

1
potasium dan magnesium dalam darah (misalnya penggunaan diuretik)
juga dapat menyebabkan aritmia yang mengancam jiwa dan cardiac arrest.

d. Kelistrikan yang tidak normal; beberapa kelistrikan jantung yang tidak


normal seperti Wolff-Parkinson-White-Syndrome dan sindroma
gelombang QT yang memanjang bisa menyebabkan cardiac arrest pada
anak dan dewasa muda.

e. Pembuluh darah yang tidak normal, jarang dijumpai (khususnya di arteri


koronari dan aorta) sering menyebabkan kematian mendadak pada dewasa
muda. Pelepasan adrenalin ketika berolah raga atau melakukan aktifitas
fisik yang berat, bisa menjadi pemicu terjadinya cardiac arrest apabila
dijumpai kelainan tadi.

f. Penyalahgunaan obat; penyalahgunaan obat adalah faktor utama


terjadinya cardiac arrest pada penderita yang sebenarnya tidak
mempunyai kelainan pada organ jantung

C. Manifestasi klinis cardiac arrest

Tanda- tanda cardiac arrest menurut Diklat Ambulans Gawat Darurat 118

(2018) yaitu:

a. Ketiadaan respon; pasien tidak berespon terhadap rangsangan suara,

tepukan di pundak ataupun cubitan.

b. Ketiadaan pernafasan normal; tidak terdapat pernafasan normal

ketika jalan pernafasan dibuka.

c. Tidak teraba denyut nadi di arteri besar (karotis, femoralis, radialis).

Gejala yang paling umum adalah munculnya rasa tidak nyaman atau nyeri
dada yang mempunyai karakteristik seperti perasaan tertindih yang tidak nyaman,
diremas, berat, sesak atau nyeri. Lokasinya ditengah dada di belakang sternum.
Menyebar ke bahu, leher, rahang bawah atau kedua lengan dan jarang menjalar ke
perut bagian atas. Bertahan selama lebih dari 20 menit. Gejala yang mungkin ada
atau mengikuti adalah berkeringat, nausea atau mual, sesak nafas (nafas pendek-
pendek), kelemahan, tidak sadar (Suharsono & Ningsih, 2021).

2
D. Patofisiologi cardiac arrest

Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya aritmia yaitu


fibrilasi ventrikel (VF), takhikardi ventrikel (VT), aktifitas listrik tanpa nadi
(PEA), dan asistol (Kasron, 2021).

1. Fibrilasi ventrikel

Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian mendadak, pada


keadaan ini jantung tidak dapat melakukan fungsi kontraksinya, jantung hanya
mampu bergetar saja. Pada kasus ini tindakan yang harus segera dilakukan adalah
CPR dan DC shock atau defibrilasi.

2. Takhikardi ventrikel

Mekanisme penyebab terjadinya takhikardi ventrikel biasanya karena adanya


gangguan otomatisasi (pembentukan impuls) ataupaun akibat adanya gangguan
konduksi. Frekuensi nadi yang cepat akan menyebabkan fase pengisian ventrikel
kiri akan memendek, akibatnya pengisian darah ke ventrikel juga berkurang
sehingga curah jantung akan menurun. VT dengan keadaan hemodinamik stabil,
pemilihan terapi dengan medika mentosa lebih diutamakan. Pada kasus VT
dengan gangguan hemodinamik sampai terjadi henti jantung (VT tanpa nadi),
pemberian terapi defibrilasi dengan menggunakan DC shock dan CPR adalah
pilihan utama.

3. Pulseless Electrical Activity (PEA)

Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak menghasilkan


kontraktilitas atau menghasilkan kontraktilitas tetapi tidak adekuat sehingga
tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba.

4. Asistole

Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada jantung, dan
pada monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus. Pada kondisi ini
tindakan yang harus segera diambil adalah CPR.

E. Komplikasi

Komplikasi Cardiac Arrest adalah :


3
1. Hipoksia jaringan ferifer

2. Hipoksia Cerebral

3. Kematian

F. Prognosis

Kematian otak dan kematian permanen dapat terjadi hanya dalam


jangka waktu 8 sampai 10 menit ketika terjadi henti jantung. Kondisi
tersebut dapat dicegah dengan pemberian resusitasi jantung paru dan
defibrilasi segera (sebelum melebihi batas maksimal waktu untuk
terjadinya kerusakan otak), untuk secepat mungkin mengembalikan fungsi
jantung normal. Resusitasi jantung paru dan defibrilasi yang diberikan
antara 5 sampai 7 menit dari sesorang yang mengalami henti jantung,
akan memberikan kesempatan korban untuk hidup rata-rata sebesar 30%
sampai 45 %. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa dengan penyediaan
defibrillator yang mudah diakses di tempat-tempat umum seperti
pelabuhan udara, dalam arti meningkatkan kemampuan untuk bisa
memberikan pertolongan (defibrilasi) sesegera mungkin, akan
meningkatkan kesempatan hidup rata-rata bagi korban cardiac arrest
sebesar 64%. (American Heart Asociation, 2018).

Pathway

Multi faktor

Perubahan Status
Suplai O2 Ke Paru Plak pada Kesehatan
Menurun dinding arteri

Kelemahan otot
Dipsnea Suplai oksigen ke tubuh
jantung menurun

Pola napas tidak Resiko cidera


efektif Hipoksia dan
asidosis
Kerusakan otot
respiratorik
jantung Resiko Perfusi
Serebral Tidak
Efektif
Henti jantung Penurunan
Curah Jantung
4

Gangguan
sirkulasi spontan
G. Penatalaksanaan

Henti jantung dapat terjadi setiap saat di dalam atau di luar rumah sakit,
sehingga pengobatan dan tindakan yang cepat serta tepat akan menentukan
prognosis; 30-45 detik. Sesudah henti jantung terjadi, akan terlihat dilatasi
pupil dan pada saat ini harus di ambil tindakan berupa (Ulfah AR, 2018) :

1. Sirkulasi artifisial yang menjamin peredaran darah yang mengandung


oksigen dngan melakukan:

a. Masase jantung.

Dengan ditidurkan pada tempat tidur yang datar dan keras, kemudian dengan
telapak tangan di tekan secara kuat dan keras sehingga jantung yang terdapat
di antara sternum dan tulang belakang tertekan dan darah mengalir ke arteria
pumonalis dan aorta. Masase jantung yang baik terlihat hasilnya dari
terabanya kembali nadi arteri-atreri besar. Sedangkan pulihnya sirkulasi ke
otak dapat terlihat pada pupil yang menjadi normal kembali.

b. Pernapasan buatan.

Mula-mula bersihkan saluran pernapasan,kemudian ventilasi di perbaiki


dengan pernapan mulut ke mulut/inflating bags atau secara endotrakheal.
Ventilasi yang baik dapat diketahui bila kemudian tampak ekspansi dinding
thoraks pada setiap kali inflasi di lakukan dan kemudian juga warna kulit
akan menjadi normal kembali.

2. Memperbaiki irama jantung

a. Defibrilasi, bila kelainan dasar henti jantung ialah fibrilasi ventrikel

b. Obat-obatan:infus norepinefrin 4 mg/1000ml larutan atau vasopresor dan


epinefrin 3 ml 1:1000 atau kalsium klorida secara intra kardial (pada bayi di
sela iga IV kiri dan pada anak dibagian yang lebih bawah) untuk meninggikan
tonus jantung,sedangkan asidosis metabolik diatasi dengan pemberian
sodium bikarbonat.bila di takutkan fibrilasi ventrikel kambuh,makapemberian
lignokain 1% dan kalium klorida dapat menekan miokard yang mudah
terangsang.Bila nadi menjadi lambat dan abnormal,maka perlu di berikan
isoproterenol.

5
3. Perawatan dan pengobatan komplikasi

a. Perawatan:Pengawasan tekanan darah, nadi, jantung : menghindari


terjadinya aspirasi (dipasang pipa lambung); mengetahui adanya anuri
yang dini (di pasang kateter kandung kemih).

b. Pengobatan komplikasi yang terjadi seperti gagal ginjal (yang di sebabkan


nekrosis kortikal akut) dan anuri dapat di atasi dengan pemberian ion
exchange resins, dialisis peritoneal serta pemberian cairan yang di
batasi.kerusakan otak di atasi dngan pemberian obat hiportemik dan obat
untuk mengurangi edema otak serta pemberian oksigen yang adekuat.

Langkah – langkah Resusitasi Jantung Paru menurut AHA (2018) :

1. Periksa Kesadaran

Panggil korban dengan suara keras dan jelas atau panggil nama korban, lihat
apakah korban bergerak atau memberikan respon, jika tidak berikan stimulasi
dengan menggerakkan bahu korban. Pada korban yang sadar, dia akan
menjawab dan bergerak. Setelah tindakan identifikasi kesadaran, lakukan
pemeriksaan untuk mencari kemungkinan adanya cedera dan pengobatan
yang diperlukan, namun jika tidak ada respon, artinya korban tidak sadar,
maka segera panggil bantuan.

2. Posisi Korban

Pada penderita yang tidak sadar, tempatkan korban pada tempat yang datar
dan keras dengan posisi terlentang pada tanah, lantai atau meja yang keras.
Jika harus membalikkan posisi, maka lakukan seminial mungkin gerakan
pada leher dan kepala (posisi stabil miring).

3. Evaluasi jalan nafas

Pada penderita yang tidak sadar sering terjadi obstruksi akibat lidah jatuh ke
belakang. Oleh karena itu penolong harus segera membebaskan jalan nafas
dengan beberapa teknik berikut :

a. Bila korban tidak sadar dan tidak dicurigai adanya trauma, buka jalan nafas
dengan teknik Head Tilt-chin lift Maneuver akan tetapi jangan menekan
jaringan lunak dibawah dagu karena akan menyebabkan sumbatan.

6
Caranya adalah satu tangan diletakkan pada bagian dahi untuk
menengadahkan kepala, dan secara simultan jari-jari tangan lainnya
diletakkan pada tulang dagu sehingga jalan nafas terbuka.

b. Korban yang dicurigai mengalami trauma leher gunakan teknik jaw-thrust


Maneuver untuk membuka jalan nafas, yaitu dengan cara meletakkan 2 atau 3
jari di bawah angulus mandibula kemudian angkat dan arahkan keluar, jika
terdapat dua penolong maka yang satu harus melakukan imobilisasi tulang
servikal

4. Mengeluarkan benda asing

Obstruksi karena aspirasi benda asing dapat menyebabkan sumbatan ringan


atau berat, jika sumbatannya ringan maka korban masih dapat bersuara dan
batuk, sedangkan jika sumbatannya sangat berat maka korban tidak dapat
bersuara ataupun batuk. Jika terdapat sumbatan karena benda asing maka
pada bayi < 1 tahun dapat dilakukan teknik 5 kali back blows (back slaps) di
interskapula, namun jika tidak berhasil dengan teknik tersebut dapat
dilakukan teknik 5 kali chest thrust di sternum, 1 jari di bawah garis imajiner
intermamae (seperti melakukan kompresi jantung luar untuk bayi usia< 1
tahun).

Jika terdapat sumbatan karena benda asing maka, dapat dilakukan teknik
Heimlich maneuver yaitu korban di depan penolong kemudian lakukan
hentakan sebanyak 5 kali dengan menggunakan 2 kepalan tangan di antara
prosesus xifoideus dan umbilikus hingga benda yang menyumbat dapat
dikeluarkan,

5. Periksa nafas

Jika obstruksi telah dikeluarkan maka periksa apakah korban bernafas atau
tidak, lakukan dalam waktu < 10 detik, dengan cara:

a. Lihat gerakan dinding dada dan perut ( look )

b. Dengarkan suara nafas pada hidung dan mulut korban ( listen )

c. Rasakan hembusan udara pada pipi ( feel )

Korban yang mengalami gasping (megap-megap/nafas yang agonal atau nafas


yang tidak efektif) , maka korban tersebut dinyatakan tidak bernafas.

6. Berikan bantuan nafas

7
Lakukan 5 kali bantuan nafas untuk mendapatkan 2 kali nafas efektif. Hal itu
dapat dilihat dengan adanya pengembangan dinding dada. Bila dada tidak
mengembang reposisikan kepala korban agar jalan nafas dalam keadaan
terbuka. Teknik bantuan nafas pada bayi dan anak berbeda, hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan bag valve mask ventilation atau tanpa alat,
yaitu pada bayi dilakukan teknikmouth-to-mouth-and-nose, sedangkan pada
anak menggunakan teknik mouth-to-mouth.

7. Periksa Nadi

Selanjutnya periksa nadi, pada bayi pemeriksaan dilakukan pada arteri


brakialis sedangkan pada anak dapat dilakukan pada arteri karotis ataupun
femoralis. Pemeriksaan nadi ini dilakukan dalam waktu ≤ 10 detik. Jika nadi
> 60 kali/menit namun tidak ada nafas spontan atau nafas tidak efektif, maka
lakukan pemberian nafas sebanyak 12-20 kali nafas/menit, sekali nafas
buatan 3-5 detik hingga korban bernafas dengan spontan, nafas yang efektif
akan tampak dada korban akan mengembang.

8. Kompresi Jantung luar

Jika nadi < 60 kali/menit dan tidak ada nafas atau nafas tidak adekuat maka
lakukan kompresi jantung luar. Pada bayi dan anak terdapat perbedaan teknik
yaitu pada bayi dapat dilakukan teknik kompresi di sternum dengan dua jari
(two finger chest compression technique ). Selain itu, dapat juga dilakukan
dengan menggunakan kedua tangan pada posisi satu jari di bawah garis
imajiner intermamae (two thumb-encircling hands) jika didapatkan dua
penolong.

9. Defibrilasi / AED (Automated External Defibrillator)

Langkah - langkah penggunaan AED, (AHA, 2015) :

1. Pastikan anda dan korban tidak berada dalam situasi yang bisa
membahayakan hidup anda berdua seperti misalnya pada korban yang
tersengat listrik, pastikan aliran listrik yang masih menempel pada korban
telah diputuskan terlebih dahulu. Korban kecelakaan yang berada di tengah
keramaian lalu lintas harus dipinggirkan ke tempat yang aman sebelum mulai
diberikan pertolongan pertama.

2. Cek respon dengan menepuk-nepuk bahu korban sambil berteriak apakah


korban baik-baik saja.

3. Mintalah bantuan dengan meminta tolong dan perintahkan pada seeorang


untuk menghubungi ambulan maupun paramedik serta mengambil AED.
8
4. Bila korban tidak memberikan respon periksa apakah korban yang tidak
sadarkan diri ini bernafas; dengan cara melihat pergerakan dada dan
mendengarkan suara-suara yang keluar dari mulut korban.

5. Aktifkan AED dengan menekan tombol ON.

6. Ambil stiker pad, tempelkan pada dada korban dan pastikan pad menempel
kuat dengan kulit dada korban (alat pencukur jenggot tersedia dalam paket
plastik kecil di kotak AED, termasuk handuk kecil untuk mengeringkan dada
korban apabila basah).

7. Ikuti perintah yang diberikan AED yaitu lakukan Resusitasi Jantung Paru
atau CPR sampai selama kurang lebih 2 menit. AED kemudian akan
memeriksa kondisi detak jantung korban dan memerintahkan semua orang
yang terlibat untuk tidak menyentuh korban: “Don’t Touch Patient
Analyzing.”

8. AED akan memutuskan bila korban membutuhkan shock atau tidak dengan
menganalisa detak jantung korban. Apabila AED menemukan salah satu dari
dua jenis detak jantung ini yaitu Ventricular Febrillation (tidak teratur),
Ventricular Tachycardia (sangat cepat), AED akan memerintahkan penolong
untuk menekan tombol Shock dengan perintah: “Shocking Advised”.

9. Saat penolong menekan tombol Shock, AED akan memberikan sengatan


listrik ke jantung korban dan penolong tidak boleh menyentuh korban saat
pemberian sengatan berlangsung.

10. Bil belum berhasil membuat korban bernafas/sadarkan diri (biasanya


ditandai dengan pergerakan pada tangan dan mata korban, AED akan
memerintahkan penolong untuk kembali melanjutkan RJP/CPR dengan
perintah: “Continue CPR”.

11. Penolong harus terus melanjutkan set yang sama sesuai perintah AED
sampai paramedik datang memberikan bantuan tambahan dan mengambil alih
proses pertolongan pertama.

12. AED tidak akan memberikan perintah berhenti RPJ atau “Stop CPR” atau
memberitahu penolong bahwa korban sudah meninggal. AED akan terus
memerintahkan penolong untuk tetap melakukan RJP/CPR sampai korban
sadarkan diri.

9
H. Asuhan Keperawatan pada cardiac arrest1.

1. Pengkajian

A. Identitas klien

Nama, umur, suku/bangsa, agama, pendidikan, alamat, lingkungan tempat


tinggal.

B. Keluhan utama

C. Riwayat Penyakit

1. Riwayat penyakit sekarang

a) Alasan masuk rumah sakit

b) Waktu kejadian hingga masuk rumah sakit

c) Mekanisme atau biomekanik

d) Lingkungan keluarga, kerja, masyarakat sekitar

2. Riwayat penyakit dahulu

a. Perawatan yang pernah dialami

b. Penyakit lainnya antara lain DM, Hipertensi, PJK

3. Riwayat penyakit keluarga

Penyakit yang diderita oleh anggota keluarga dari anak yang mengalami
penyakit jantung.

D. Pengkajian Primer

1. Airway/Jalan Napas

Pemeriksaaan/pengkajian menggunakan metode look, listen, feel :

10
a) Look : lihat status mental,pergerakan/pengembangan dada, terdapa
sumbatan jalan napas/tidak,sianosis,ada tidaknya retraksi pada dinding
dada,ada/tidaknya penggunaan otot-otot tambahan.

b) Listen : mendengar aliran udara pernapasan,suara pernapasan,ada bunyi


napas tambahan seperti snoring,gurgling,atau stidor.

c) Feel : merasakan ada aliran udara pernapasan,apakah ada krepitasi,adanya


pergeseran/deviasi trakhea,ada hematoma pada leher,teraba nadi karotis
atau tidak.

Tindakan yang harus di lakukan perawat adalah :

a. Penilaian untuk memastikan tingkat kesadaran adalah dengan


menyentuh,menggoyang dan di beri rangsangan atau respon nyeri.

b. periksa dan atur jalan napas untuk memastikan kepatenan.

c. Periksa apakah anak/bayi tersebut mengalami kesulitan bernapas.

d. Buka mulut bayi/anak dengan ibu jari dan jari-jari anda untuk memegang
lidah dan rahang bawah dan tengadah dengan perlahan.

e. identifikasi dan keluarkan benda asing (darah,muntahan,sekret,ataupun


benda asing) yang menyebabkan obstruksi jalan napas baik parsial maupun
total dengan cara memiringkan kepala pasien ke satu sisi (bukan pada
trauma kepala).

f.Pasang orofaringeal airway/nasofaringeal airway untuk mempertahankan


kepatenan jalan napas.

g. Pertahankan dan lindungi tulang servikal.

2. Breathing/Pernapasan

Pemeriksaan/pengkajian menggunakan metode look, listen, feel :

a) Look : nadi karotis ada/tidak,frekuensi pernapasan tidak ada dan


tidakterlihat adanya pergerakan dinding dada, kesadaran menurun,
sianosis, identifikasi pola pernapasan abnormal,periksa penggunaan otot
bantu dll.

b) Listen : mendengar hembusan napas

c) Feel : tidak ada pernapasan melalui hidung/mulut.

11
Tindakan yang harus dilakukan perawat adalah :

a. Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ekspansi dinding dada.

b. Berikan therapy O2 (oksigen).

c. Beri bantuan napas dengan menggunakan masker/bag valve mask


(BMV)/endo tracheal tube (ETT) jika perlu.

d. Tutup luka jika didapatkan luka terbuka pada dada.

e. Kolaborasi therapy untuk mengurangi bronkhospasme/adanya edema


pulmonal,dll.

3. Circulation/Sirkulasi

1. Periksa denyut nadi karotis dan brakhialis

2. Periksa perubahan warna kulit seperti sianosis

3. Disability

Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU meliputi :

a. Alert (A) : pasien tidak berespon terhadap lingkungan sekelilingnya/tidak


sadar terhadap kejadian yang menimpa.

b. Respon verbal (V) : klien tidak berespon terhadap pertanyaan perawat.

c. Respon nyeri (P) : klien tidak berespon terhadap respon nyeri.

d. Tidak berespon (U) : tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri.

Cara pengkajian :

a) Anamnesa (tanya) : nama dan kejadian

b) Cubit daerah pundak/tepuk wajah

c) Dengan GCS (E1 M1 V1 ), pupil, kemampuan motorik

2. Diagnosa Keperawatan

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kemampuan pompa jantung


menurun.

2. Gangguan sirkulasi spontan berhubungan dengan suplai Oksigen tidak


adekuat.
12
3. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan perubahan
preload, afterload, dan kontraktilitas.

Perencanaan

NO. Diagnosa NOC NIC

1. Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan RJP


jantung berhubungan keperawatan selama 3 x 8 menit
dengan kemampuan dihrapkan curah jantung dapat 2. Observasi TTV
pompa jantung kembali normal di buktikan 3. Kaji tingkat kesadaran
menurun dengan keefektifan pompa pasien
jantung, status sirkulasi, perfusi
jaringan (organ abdomen), dan 4. Observasi EKG/ irama
perfusi jaringan (perifer). jantung

dengan kriteria hasil : 5. Observasi CRT

1. Tekanan darah 6. Kolaborasi dengan


sistilik,diastolik dalambatas memberikan oksigen, IV
normal line, defibrilasi / AED, inj.
Epinephrin dan amiodrone
2. Denyut jantung dalam batas
normal

3. Tekanan vena sentral dan .


tekanan dala paru dbn

4. Hipotensi ortostatis tidak ada

5. Gas darah dbn

6. Bunyi napas tambahan tidak


ada

7. Distensi vena leher tidak ada

8. Edema perifer tidak ada

2. Gangguan sirkulasi Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan pasien dalam


spontan berhubungan keperawatan selama 3 x 8 menit posisi sesuai kebutuhan
dengan abnormalitas diharapkan Sirkulasi spontan 2. Pertahankan kepatenan
13
kelistrikan jantung dengan kriteria hasil : jalan napas
3. Monitor TTV
4. Monitor SPO2
1. TTV dalam batas normal 5. Monitor kekuatan nadi
2. SPO2 95-100% perifer
3. Nadi perifer teraba kuat 4. Monitor perubahan
4. Akral hangat warna kulit
5. Tidak mengalami penurunan 5. Monitor EKG
kesadaran 6. Anjurkan pasien dan
6. Gambaran EKG tidak keluarga mengenai tanda-
menunjukkan kelainan tanda gangguan sirkulasi
8. kolaborasi memberikan
terapi oksigen sesuai
kebutuhan, AED /
defibrillator , pemberian
obat – obatan dan infuse.
3. Resiko perfusi serebral Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan Kaki Lebih
tidak efektif keperawatan selama 3 x 8 menit Tinggi Dari Jantung
berhubungan dengan dihrapkan sirkulasi darah
kembali normal sehingga 2. Pantau Adanya Pucat,
perubahan preload, Sianosis Dan Kulit Dingin
transport O2 kembali lancar.
afterload, dan Atau Lembab
kontraktilitas Dengan kriteria hasil :
3. Pantau Pengisian
1. Pasien akan memperlihatkan Kapiler (CRT)
tanda-tanda vital dalam batas
normal 4. Kolaborasi Pemberian
O2, IV Line, Resusitasi
2. Warna dan suhu kulit normal Cairan (Atasi Penyebab)
5. Observasi GCS
3. CRT < 2 detik. 6. Observasi Pupil
7. Observasi Ttv Dan Spo2
4. Tidak ada tanda – tanda
8. Cek Tanda – Tanda
sianosis
Sianosis
5. SPO2 normal
6. Tingkat kesadaran meningkat

14
4.Implementasi

Implementasi (pelaksanaan) keperawatan disesuaikan dengan rencana


keperawatan (intervensi), menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan
dengan pedoman atau prosedur teknis yang telah ditentukan.

5.Evaluasi

Evaluasi yang diharapkan :

a. Sirkulasi darah kembali normal sehingga transport O2 kembali lancar

b. Sirkulasi darah kembali normal sehingga pertukaran gas dapat berlangsung

c. Kemampuan pompa jantung meningkat dan kebutuhan oksigen ke otak


terpenuhi

15
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. Basic Life Support : 2018 American Heart


Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and emergency
cardiovascular care. Circulation 2018

Blogg Boulton, 2019. Anestesiologi. Jakarta : EGC

Guyton AC, Hall JE, 2019. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke 11, Jakarta:
EGC.h. 163.

Muttaqin, Hackley, Baughman, 2020. Keperawatan Medikal- Bedah. Jakarta :


EGC

Muttaqin, A. 2020. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.

Wilkinson, Judith M. 2020. Buku Saku Diagnosa Keperawatan : diagnosa


NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC

Kasron, 2021. Kelainan dan penyakit jantung : pencegahan serta pengobatannya.


Penerbit Nuha Medika. Yogyakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai