Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

PADA NY. N DENGAN MASALAH CONGESTIF HEART


FAILURE (CHF) DI PSTW BUDI DHARMA
YOGYAKARTA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Gerontik


Dosen Pembimbing: Induniasih, S.Kp, M.Kes.

Disusun Oleh :

Fajar Nur Azizah P07120521059

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Tugas kelompok mengenai “Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Ny. N


Dengan Masalah Congestif Heart Failure (CHF) di PSTW Budi Dharma
Yogyakarta” disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan gerontik
profesi ners semester 2.

Diajukan untuk disetujui pada,


Hari :
Tanggal :
Tempat :

Pembimbing Pendidikan Pembimbing Lapangan

Induniasih, S.Kp, M.Kes. Ervina Septiana, S.Kep. Ns


BAB I
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Congestive Heart Failure (CHF) merupakan suatu keadaan
patologis yaitu kelainan fungsi jantung yang menyebabkan kegagalan
jantung untuk memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan,
atau hanya dapat memenuhi kebutuhan jaringan dengan meningkatkan
tekanan pengisian (Muttaqin,2012).
Congestive Heart Failure (CHF) adalah ketidakmampuan jantung
untuk memompa darah dalam jumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan
oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan oleh jaringan (Smeltzert & Bare,
2013).
Menurut J. Charles Reeves (2001) dalam Wijaya & Yessi (2013),
Congestive Heart Failure (CHF) adalah kondisi dimana fungsi jantung
sebagai pemompa untuk mengantarkan darah yang kaya oksigen ke
tubuh tidak cukup untuk memenuhi keperluan-keperluan tubuh.

2. Etiologi
Menurut Alldredge et al. (2013), penyebab CHF terdiri atas:
1. Output rendah, disfungsi sistolik (dilatasi kardiomipati) dapat
disebabkan iskemik koroner, Infark miokard, regurgitasi, konsumsi
alkohol, kekurangan gizi, kekurangan kalsium dan kalium, induksi
obat, 8 idiopatik. Juga dapat disebabkan hipertensi, stenosis aorta
dan volume overload.
2. Disfungsi diastolik dapat disebabkan iskemik koroner, infark
miokard, hipertensi, stenosis aorta dan regurgitasi, perikarditis,
pembesaran septum ventrikel kiri.
3. High-output failure disebabkan oleh anemia dan hipertiroid.
3. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari Heart Failure (HF) meliputi gangguan
kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung
lebih dari curah jantung normal. Konsep curah jantung yang baik
dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung
(CO : Cardiac Output) dalah fungsi frekuensi jantung (HR : Heart Rate)
X volume sekuncup (SV : Stroke Volume). Frekuensi jantung adalah
fungsi sistem saraf otonom. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf
simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan
curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume
sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk
mempertahankan curah jantung (Smeltzer & Bare, 2013).
Pada Congestive Heart Failure (CHF) dengan masalah utama
kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup
berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi
tergantung pada tiga faktor; preload; kontraktilitas dan afterload.
Preload adalah sinonim dengan hukum Starling pada jantung yang
menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding
langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan
serabut jantung. Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan
kontraktilitas yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan
perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium. Afterload
mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan.
Ketika jantung mulai gagal, tubuh mengaktifkan beberapa
kompleks mekanisme kompensasi dalam upaya untuk mempertahankan
cardiac output dan oksigenasi organ vital. Hal ini termasuk peningkatan
simpatik, aktivasi Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS),
natrium dan retensi air dan neurohormonal adaptasi, yang menyebabkan
jantung remodeling (dilatasi ventrikular, hipertrofi jantung dan
perubahan bentuk lumen ventrikel kiri (Dipiro, 2015).
4. Manifestasi Klinik
Menurut NHFA (2011) gejala Congestive Heart Failure (CHF) sebagai
berikut :
a. Sesak nafas saat beraktifitas muncul pada sebagian besar pasien,
awalnya sesak dengan aktifitas berat, tetapi kemudian berkembang
pada tingkat berjalan dan akhirnya saat istirahat.
b. Ortopnea, pasien menopang diri dengan sejumlah bantal untuk tidur.
Hal ini menunjukkan bahwa gejala lebih cenderung disebabkan oleh
Congestive Heart Failure (CHF), tetapi terjadi pada tahap
berikutnya.
c. Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND) juga menunjukkan bahwa
gejala lebih cenderung disebabkan oleh Congestive Heart Failure
(CHF), tetapi sebagian besar pasien dengan Congestive Heart
Failure (CHF) tidak memiliki PND.
d. Batuk kering dapat terjadi, terutama pada malam hari. Pasien
mendapatkan kesalahan terapi untuk asma, bronkitis atau batuk yang
diinduksi ACEi.
e. Kelelahan dan kelemahan mungkin jelas terlihat, tetapi umum pada
kondisi yang lain.
f. Pusing atau palpitasi dapat menginduksi aritmia.
5. Pemeriksaan penunjang
Pada pasien dengan Congestive Heart Failure (CHF) dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang antara lain:
a. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis,
iskemia dan kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis :
takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6
minggu atau lebih setelah infark miokard menunjukkan adanya
aneurisme ventricular.
b. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik,
perubahan dalam fungsi/struktur katup atau area penurunan
kontraktilitas ventricular.
c. Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan
pergerakan dinding.
d. Kateterisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan
stenosis katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri
koroner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan
ukuran abnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontraktilitas (Udjianti,
2010).
6. Komplikasi
Komplikasi Congestive Heart Failure (CHF) antara lain:
a. Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena
dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan
emboli sistemik tinggi, terutama pada Congestive Heart Failure
(CHF) berat. Bisa diturunkan dengan pemberian warfarin.
b. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada Congestive Heart
Failure (CHF) yang bisa menyebabkan perburukan dramatis. Hal
tersebut indikasi pemantauan denyut jantung (dengan digoxin atau β
blocker dan pemberian warfarin).
c. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik
dengan dosis ditinggikan.
d. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau
sudden cardiac death (25-50% kematian CHF).
7. Penatalaksanaan
Dasar penatalaksanaan pasien dengan Congestive Heart Failure (CHF)
adalah:
a. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
b. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan
bahan farmakologis.
c. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi
diuretik diet dan istirahat (Mansjoer & Triyanti, 2007).
Terapi farmakologi:
a. Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretic
Mengurangi kongestif pulmonal dan edema perifer, mengurangi gejala
volume berlebihan seperti ortopnea dan dispnea noktural peroksimal,
menurunkan volume plasma selanjutnya menurunkan preload untuk
mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen dan juga
menurunkan afterload agar tekanan darah menurun.
b. Antagonis aldosteron
Menurunkan mortalitas pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat.
Obat inotropik Meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah jantung.
c. Glikosida digitalis
Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan
volume distribusi.
d. Vasodilator (Captopril, isosorbit dinitrat)
Mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh darah
vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan
kapasitas vena.
e. Inhibitor ACE
Mengurangi kadar angiostensin II dalam sirkulasi dan mengurangi sekresi
aldosteron sehingga menyebabkan penurunan sekresi natrium dan air.
Inhibitor ini juga menurunkan retensi vaskuler vena dan tekanan darah yg
menyebabkan peningkatan curah jantung.
Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan yaitu penderita dianjurkan
untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan seperti: diet rendah
garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak, mengurangi stress
psikis, menghindari rokok, olahraga teratur.
8. Pathway

Sumber : Udjianti (2010)


B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Primer
a. Airways
Sumbatan atau penumpukan sekret, wheezing atau krekles
b. Breathing
1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
3) Ronchi, krekles
4) Ekspansi dada tidak penuh
5) Penggunaan otot bantu nafas
c. Circulation
1) Nadi lemah, tidak teratur
2) Takikardi
3) TD meningkat / menurun
4) Edema
5) Gelisah
6) Akral dingin
7) Kulit pucat, sianosis
8) Output urine menurun

Pengkajian Sekunder
d. Riwayat Keperawatan:
1) Keluhan
a) Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).
b) Palpitasi atau berdebar-debar.
c) Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea,
sesak nafas saat beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur harus
pakai bantal lebih dari dua buah.
d) Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
e) Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan)
f) Insomnia
g) Kaki bengkak dan berat badan bertambah
h) Jumlah urine menurun
i) Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.
2) Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard
kronis, diabetes melitus, bedah jantung, dan disritmia.
3) Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.
4) Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi
jantung, steroid, jumlah cairan per-IV, alergi terhadap obat
tertentu.
5) Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.
6) Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka waktu
7) Postur, kegelisahan, kecemasan
8) Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD
yang merupakan faktor pencetus peningkatan kerja jantung dan
mempercepat perkembangan CHF.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan,
toleransi aktivitas, nadi perifer, displace lateral PMI/ iktus
kordis, tekanan darah, mean arterial presure, bunyi jantung,
denyut jantung, pulsus alternans, Gallop’s, murmur.
2) Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan (ronkhi,
rales, wheezing)
3) Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular
refluks
4) Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/
takut yang kronis
5) Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites
6) Konjungtiva pucat, sklera ikterik
7) Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin,
diaforesis, warna kulit pucat, dan pitting edema.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan volume paru
b. Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah jantung, retensi
cairan dan natrium oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan
hipertensi pulmonal
c. Penurunan perfusi jaringan jantung
d. Gangguan pertukaran gas
e. Intoleransi aktifitas

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Interven
keperawatan hasil si

1. Pola nafas tidak Tujuan : (Manajemen jalan nafas I.01011)


efektif b.d
Setelah dilakukan - Monitor pola nafas
penurunan
tindakan keperawatan (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
volume paru diharapkan pola nafas
membaik. - Monitor bunyi nafas tambahan (mis:
gagling, mengi, Wheezing, ronkhi)

- Monitor sputum (jumlah, warna,


Kriteria hasil : aroma)
(pola nafas L.01004) - Posisikan semi fowler atau fowler
1. Frekuensi nafas - Ajarkan teknik batuk efektif
dalam rentang normal
- Kolaborasi pemberian
2. Tidak ada
bronkodilato, ekspetoran, mukolitik,
pengguanaan ototbantu
jika perlu.
pernafasan
3. Pasien tidak
menunjukkan tanda
dipsnea
2.Hipervolemia Tujuan : (Manajemen hipervolemia I.03114)
b.d
setelah dilakukan - Periksa tanda dan gejala hipervolemia
berkurangnya tindakan keperawatan (mis:
diharapkan ortopnes,dipsnea,edema, JVP/CVP
curah jantung,
keseimbangan cairan meningkat,suara
retensi cairan meningkat. nafas tambahan)
dan natrium - Monitor intake dan output cairan
oleh ginjal, Kriterian hasil : - Monitor efek samping diuretik (mis :
hipoperfusi ke (keseimbangan ciran L. hipotensi ortortostatik, hipovolemia,
03020) hipokalemia, hiponatremia)
jaringan perifer
1.Tererbebas dariedema - Batasi asupan cairan dan garam
dan hipertensi 2.Haluaran urin
pulmonal meningkat - Anjurkan melapor haluaran urin <0,5
mL/kg/jam dalam 6 jam
3. Mampu mengontrol
asupan cairan - Ajarkan cara membatasi cairan

- Kolaborasi pemberian diuretik


3.Intoleransi Tujuan : (Manajemen energi I.050178)
aktifitas b.d
setelah dilakukan - Monitor kelelahan fisik dan emosional
kelemahan
tindakan keperawatan
diharapkan toleransi - Monitor pola dan jam tidur
aktifitas meningkat.
- Sediakan lingkungan yang nyaman dan
rendah stimulus (mis: cahaya, suara,
kunjungan)
Kriteria hasil : Toleransi
aktivitas(L.05047) - Berikan aktifitas distraksi yang
menenangkan
1. kemampuan
melakukan aktifitas - Anjurkan tirah baring
sehari-hari meningkat
2.Pasien Mampu - Anjurkan melakukan aktifitas secara
berpindah dengan atau bertahap
tanpa bantuan 3.Pasien - Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
mangatakan dipsnea saat cara meningkatkan asupan makanan
dan/atau setelah aktifitas
menurun
4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah tindakan keperawatan yang sesuai dengan yang telah


direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan keperawatan
mandiri merupakan tindakan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat dan
bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lainnya. Sedangkan tindakan kolaborasi
adalah tindakan keperawatan berdasarkan hasil keputusan bersama dengan dokter
atau tenaga kesehatan lainnya (Mitayani,2010). Implementasi keperawatan pada
studi kasus ini disesuaikan dengan intervensi keperawatan yang telah disusun
berdasarkan diagnosa keperawatan prioritas.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah hasil perkembangan berdasarkan tujuan


keperawatan yang hendak dicapai sebelumnya (Mitayani, 2010). Evaluasi yang
digunakan mencakup dua bagian yaitu evalusi formatif yang disebut juga evaluasi
proses dan evaluasi jangka pendek adalah evaluasi yang dilaksanakan terus
menerus terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi
keperawatan pada studi kasus ini disesuaikan dengan tujuan dan kriteria hasil
yang telah disusun berdasarkan diagnosa keperawatan prioritas.
DAFTAR PUSTAKA

Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Ernst, M.E., Guglielmo, B.J., Jacobson, P.A.,
Kradjan, W.A., et al., 2013, Koda-Kimble & Young’s Applied Therapeutics
The Clinical Use of Drugs, 10th ed., Lippincott Williams & Wilkins,
Pennsylvania, United States of America, p 342
Andrianto. 2008. Nesiritide Intravena Suatu Peptida Natriuretik untuk Terapi
Gagal Jantung Akut. Unair, Surabaya.
http://arekkardiounair.blogspot.com/2018_06_27_archive.html
Brunner & Suddarth. 2013.Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12.Jakarta. EGC.
Deswani. (2009). Asuhan keperawatan dan Berfikir Kritis. Jakarta: Salemba
Medika
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan hasil riset kesehatan dasar
(Riskesdas) nasional 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2013.
Dipiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015,
Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edit., McGraw-Hill Education
Companies, Inggris.
Kabo, Peter. 2012. Bagaimana Menggunakan Obat-Obat Kardiovaskular Secara
Rasional. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. sJakarta:
Salemba Medika.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius.
Muttaqin,Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Imunologi. Jakarta: Salemba Medika.
National Heart Foundation of Australia, 2011, Guideline for the Prevention,
Detection and Management of Chronic Heart Failure, NHFA Guideline.
Smeltzer & Bare. 2013. Buku Ajar Medikal Bedah Bruner & Suddarth edisi 8.
Jakarta: EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Udjianti,W.J.2010.Keperawatan Kardiovaskuler.Jakarta:Salemba Medika.
Yancy. CW. 2013. Guideline for The Management of Heart Failure. American
Heart Association.
WHO. 2013. About Cardiovascular diseases. World Health Organization.
Geneva. Cited July 15th 2014. Available from URL :
http://www.who.int/cardiovascular_diseases/about_cvd/en/ accessed on.
Wijaya, Andra S,. & Yessie M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:
Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai