Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)

Laporan ini disusun untuk memenuhi


Tugas Praktek Klinik Keperawatan Gawat Darurat
Dosen Pembimbing : Endang Caturini S, Skep.,Ns., MKep

Disusun oleh :
Chintya Dewi Mustikawati (P27220016 061)

PRODI DIII KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)

A. Pengertian
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif yaitu suatu
keadaan dimana terjadi kelainan fungsi jantung yang mengakibatkan jantung
gagal memompa darah guna memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau
peningkatan tekanan pengisian diastolik dari ventrikel kiri atau keduanya,
sehingga tekanan kapiler paru meningkat (Asikin, 2016). Sedangkan menurut
Kasron (2016), gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompakan darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan
oksigenasi dan nutrisi. Adapun pengertian lain dari Congestive Heart Failure
(CHF) adalah suatu kondisi di mana jantung mengalami kegagalan dalam
memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan
oksigen secara adekuat (Udjianti, 2011).

B. Etiologi
Menurut Udjianti (2011) etiologi gagal jantung kongestif (CHF)
dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:
1. Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan
anemia kronis/ berat.
2. Faktor interna (dari dalam jantung)
a) Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum
Defect (ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
b) Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c) Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
d) Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut
C. Klasifikasi
1. Klasifikasi CHF menurut New York Heart Association (NYHA) dalam
Morton (2011) :
a) Kelas I
Tidak ada keterbatasan aktivitas fisik biasanya tidak menyebabkan
keletihan yang tidak semestinya atau dispnea.
b) Kelas II
Terjadi sedikit keterbatasan aktifitas fisik yang biasa menyebabkan
keletihan atau dispnea dan merasa nyaman saat istirahat.
c) Kelas III
Terjadi keterbatasan nyata aktivitas fisik tanpa gejala bahkan pada saat
istirahat. Jika aktivitas fisik dilakukan, gejala akan meningkat.
d) Kelas IV
Terjadi ketidakmampuan melaksanakan aktivitas fisik tanpa gejala
bahkan terjadi pada saat istirahat. Jika aktivitas fisik dilakukan, gejala
akan meningkat.
2. Sedangkan menurut Siswanto (2015), Klasifikasi CHF berdasarkan
stadium keparahan:
a) Stadium A : beresiko tinggi terkena CHF tapi belum ditemukan adanya
kelainan struktural pada jantung.
b) Stadium B : terdapat kelainan struktural pada jantung, tetapi belum
menimbulkan gejala.
c) Stadium C : adanya kelainan struktural pada jantung, dan sudah muncul
manifestasi gejala awal jantung, masih dapat diterapi dengan
pengobatan standard.
d) Stadium D : pasien dengan gejala tahap akhir jantung, dan sulit diterapi
dengan pengobatan standard.
D. Patofisiologi
Menurut Asikin (2011), Gagal jantung kronis disebabkan interaksi
yang kompleks antara faktor yang mempengaruhi kontraktilitas, yaitu:
1. Preload, yaitu derajat regangan miokardium tepat sebelum kontaksi.
2. Afterload, yaitu resistensi ejeksi darah dari ventrikel kiri.
3. Respons kompensasi neurohumoral dan hemodinamika selanjutnya dari
penurunan output jantung.
Penurunan afterload (tekanan aorta yang lebih rendah) mempercepat
kontraktilitas jantung. Tekanan yang tinggi atau peningkatan afterload,
mengurangi kontraktilitas dan menyebabkan beban kerja jantung yang lebih
tinggi.
Output jantung ditentukan oleh volume curah jantung dikali dengan
denyut jantung. Volume curah jantung ditentukan oleh preload, kontraktilitas,
dan afterload. Peningkatan preload dapat meregangkan serat miokardium dan
meningkatkan kekuatan kontraktilitas. Namun, peregangan yang berlebihan
menyebabkan penurunan kontraktilitas. Peningkatan kontraktilitas
meningkatkan volume curah jantung. Namun, jika berlebihan, maka
kebutuhan oksigen menyebabkan penurunan kontraktilitas. Peningkatan
afterload dapat mengurangi volume curah jantung. Denyut jantung yang
dipengaruhi oleh sistem saraf otonom dapat meningkatkan output jantung
hingga denyut jantung berlebihan (>160 denyut/menit), dimana durasi
diastolik memendek, serta mengurangi pengisian ventrikel dan volume curah
jantung.
Sejumlah mekanisme kompensasi untuk mengurangi output jantung
teraktivasi. Pada awalnya, sistem saraf simpatis akan terstimulasi yang
menyebabkan peningkatan denyut jantung, kontraksi jantung, vasokontriksi,
dan sekresi hormon antidiuretik. Kontriksi vena dan hormon antidiuretik
meningkatkan preload. Mekanisme ini membantu mengembalikan output
jantung hingga melebihi batas, kemudian kebutuhan oksigen miokard dan
preload yang berlebihan menyebabkan penurunan kontraktilitas dan
dekompensasi.
Penurunan output jantung dengan penurunan perfusi jantung
berikutnya juga mengaktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, yang
menyebabkan vasokontriksi dan retensi cairan. Kondisi ini meningkatkan
preload dan output jantung hingga preload berlebihan dan terjadi
dekompensasi.
Angiotensin II dan aldosteron terlah terbukti berperan dalam
menyebabkan kerusakan miokardium. Hipertrofi ventrikel sebagai mekanisme
kompensasi, namun miokardium akhirnya berkembang melebihi suplai
oksigen dan meningkatkan kebutuhan oksigen, sehingga menyebabkan
penurunan kontraktilitas.

E. Pathway

Sumber: Asikin (2016)


F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis CHF menurut Jayanthi (2010), yaitu:
1. Peningkatan volume intravaskular.
2. Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat
turunnya curah jantung.
3. Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang
menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli;
dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek.
4. Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat peningkatan
tekanan vena sistemik.
5. Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi jantung
terhadap latihan dan suhu panas, ekstremitas dingin, dan oliguria akibat
perfusi darah dari jantung ke jaringan dan organ yang rendah.
6. Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume
intravaskuler akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun (pelepasan renin
ginjal).

G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Kasron (2016), pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk
menegakkan diagnosa CHF yaitu:
1. EKG
Mengatahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, infark, penyimpanan aksis,
iskemia, dan kerusakan pola.
2. Tes Laboratorium Darah
Enzym hepar : Meningkat dalam gagal jantung/kongestif.
Elektrolit : Kemungkinan berubah karena perpindahan cairan, penurunan
fungsi ginjal.
Oksimetri nadi : Kemungkinan siruasi oksigen rendah.
AGD : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan
atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2.
Albumin : Mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan protein.
3. Radiologis
Sonogram Ekokardiogram, dapat menunjukkan pembesaran bilik
perubahandalam fungsi struktur katup, penurunan kontraktilitas ventrikel.
Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan
dinding.
Rontgen dada : Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam
pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulmonal.

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis CHF menurut Kasron (2016), meliputi :

1. Non Farmakologis

a) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan

konsumsi oksigen melalui istirahat dan pembatasan aktivitas.

b) Diet pembatasan natrium (< 4 gr/hari) untuk menurunkan edema.

c) Menghentikan obat-obatan yang dapat memperparah kondisi seperti

NSAIDs karena efek prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi

air dan natrium.

d) Pembatasan cairan (kurang lebih 1200 – 1500 cc/hari)

e) Olahraga ringan secara teratur.

2. Farmakologis

a) First line drugs (diuretik)

Tujuan pemberian diuretik ini yaitu untuk mengurangi afterload pada

disfungsi sistolik dan mengurangi kongesti pulmonal pada disfungsi

diastolik. Obatnya adalah : thiazide diuretics untuk CHF sedang, loop


diuretic, metolazon (kombinasi dari loop diuretic untuk neningkatkan

pengeluaran cairan), Kalium-Sparing diuretic.

b) Second Line drugs (ACE inhibitor)

Tujuan pemberian obat ini yaitu meningkatkan COP dan menurunkan

kerja jantung. Obatnya adalah :

1) Digoxin

Untuk meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak digunakan untuk

kegagalan diastolik yang mana dibutuhkan pengembangan ventrikel

untuk relaksasi.

2) Hidralazin

Untuk menurunkan afterload pada disfungsi sistolik.

3) Isobarbide dinitrat

Untuk mengurangi preload dan afterload, disfungsi sistolik, hindari

vasodilator pada disfungsi sistolik.

4) Calsium channel blocker

Untuk kegagalan diastolik, meningkatkan relaksasi dan pengisian

ventrikel tetapi tidak dianjurkan untuk CHF kronik.

5) Beta blocker

Sering dikontraindikasikan karena menekan respon miokard.

Digunakan pada disfungsi diastolik untuk mengurangi HR,

mencegah iskemi miokard, menurunkan TD, hipertrofi ventrikel

kiri.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT CHF

A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan menurut Muhajir (2012), meliputi:
1. Pengkajian Primer
a. Airways
b. Sumbatan atau penumpukan sekret
c. Wheezing atau krekles
2. Breathing
a. Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
b. RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
c. Ronchi, krekles
d. Ekspansi dada tidak penuh
e. Penggunaan otot bantu nafas
3. Circulation
a. Nadi lemah , tidak teratur
b. Takikardi
c. TD meningkat / menurun
d. Edema
e. Gelisah
f. Akral dingin
g. Kulit pucat, sianosis
h. Output urine menurun

2. Pengkajian Sekunder
a. Riwayat Keperawatan
1) Keluhan
a) Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).
b) Palpitasi atau berdebar-debar.
c) Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak
nafas saat beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur harus pakai
bantal lebih dari dua buah.
d) Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
e) Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan
f) Insomnia
g) Kaki bengkak dan berat badan bertambah
h) Jumlah urine menurun
i) Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.
2) Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard kronis,
diabetes melitus, bedah jantung, dan disritmia.
3) Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.
4) Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi
jantung, steroid, jumlah cairan per-IV, alergi terhadap obat
tertentu.
5) Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.
6) Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka waktu
7) Postur, kegelisahan, kecemasan
8) Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD
yang merupakan faktor pencetus peningkatan kerja jantung dan
mempercepat perkembangan CHF.

b. Pemeriksaan Fisik
1) Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan,
toleransi aktivitas, nadi perifer, displace lateral PMI/ iktus kordis,
tekanan darah, mean arterial presure, bunyi jantung, denyut
jantung, pulsus alternans, Gallop’s, murmur.
2) Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan (ronkhi, rales,
wheezing)
3) Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular
refluks
4) Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/
takut yang kronis
5) Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites
6) Konjungtiva pucat, sklera ikterik
7) Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin,
diaforesis, warna kulit pucat, dan pitting edema.

B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan CHF menurut Tim Pokja
SDKI PPNI (2016), yaitu:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
2. Pola napas tidak efektif
3. Perfusi perifer tidak efektif
4. Gangguan pertukaran gas
5. Penurunan curah jantung
C. INTERVENSI
Intervensi yang diakukan untuk diagnosa keperawatan diatas menurut Yasmara (2016), yaitu:
No Diagnosis Keperawatan Hasil yang Dicapai Intervensi
(NANDA) (NOC) (NIC)
1. Bersihan jalan nafas Tidak Status Pernapasan: Patensi Jalan Manajemen Jalan Napas:
efektif Napas Independen
a. Mengidentifikasi dan a. Kaji kecepatan dan kedalaman pernapasan napas, mis.,
Yang berhubungan dengan: mendemonstrasikan sianosis dan takipnea berat.
a. menurunnya energi dan perilaku untuk mencapai b. Auskultasi bidang paru, catat area penurunan atau
kelelahan bersihan jalan napas. ketiadaan aliran udara dan suara napas tambahan, seperti
b. infeksi trakeobronkial b. Menunjukkan kepatenan crackles dan mengi.
c. trauma jalan napas dengan suara c. Tinggikan kepala tempat tidur; ubah posisi dengan sering.
d. bedah toraks napas bersih dan tidak ada d. Bantu pasien untuk sering melakukan latihan napas dalam.
e. penurunan kesadaran dispnea dan sianosis. Demonstrasikan dan bantu pasien, sesuai kebutuhan;
belajar untuk melakukan aktivitas, seperti membebat dada
Definisi: dan batuk efektif saat berada dalam posisi tegak lurus.
Ketidakmampuan e. Lakukan pengisapan, sesuai indikasi, mis., desaturasi
membersihkan sekresi atau oksigen terkait dengan sekresi jalan napas.
obstruksi dari saluran napas f. Dorong cairan minimal 2500 mL per hari, kecuali
untuk mempertahankan dikontraindikasikan, sebagaimana dengan gagl jantung.
bersihan jalan napas. Tawarkan cairan hangat, dan bukan dingin.
Kolaborasi
a. Bantu dan pantau efek terapi nebulizer dan fisioterapi
pernapasan lain, seperti spirometer insentif, pernapasan
tekanan positif intermiten (IPPB), perkusi dan drainase
postural. Lakukan terapi antara waktu makan dan batasi
cairan jika tepat.
b. Beri medikasi, sesuai indikasi, mis., mukolitik,
ekspektoran, bronkodilator, dan analgesik.
c. Beri cairan tambahan seperti cairan IV, oksigen yang
dihumidifikasi, dan humidifikasi ruangan.
d. Pantau foto ronsen dada berkala, GDA, dan oksimetri nadi.

2. Pola Napas Tidak elektif Status pernapasan: Bantuan Ventilasi:


Ventilasi Independen:
Yang berhubungan dengan: a. Menunjukkan pola a. Pantau, kecepatan, irama, kedalaman, dan upaya
a. obstruksi trakeal pernapasan efektif pernapasan.
b. perdarahan aktif b. Menunjukkan tanda vital b. Perhatikan pergerakan dada, amati kesimetrisan,
c. menurunnya ekspansi dalam rentang normal penggunaan otot-otot bantu, serta retraksi otot
paru supraklavikular, dan interkosta.
d. infeksi paru c. Pantau pernapasan yang berbunyi, seperti mendengkur
e. depresi pusat pernapasan d. Pantau pola pernapasan, bradipnea, takipnea,
f. kelemahan otot hiperventilasi, pernapasan kussmaul, pernapasan Cheyne-
pernapasan Stroke dan pernapasan apneastik, pernapasan biot, dan pola
ataksik
Definisi : e. Perhatikan lokasi trakea
Inspirasi dan/atau ekspirasi f. Auskultasi suara napas, perhatikan area penurunan/tidak
yang tidak memberi ventilasi adanya suara napas tambahan
adekuat g. Pantau peningkatan kegelisahan, ansietas, dan lapar udara
h. Catat perubahan dan nilai gas darah arteri (GDA) jika
perlu
Kolaboratif:
a. Konsultasi dengan ahli terapi pernapasan untuk
memastikan keadekuatan fungsi ventilator mekanis.
b. Laporkan perubahan sensori, bunyi napas, pola
pernapasan, nila GDA, sputum.
c. Berikan obat, misalnya bronkodilator sesuai dengan
program atau protocol.
d. Berikan terapi nebulizer ultrasonic dan udara atau oksigen
yang dilembabkan sesuai program atau protocol
e. Berikan obat nyeri untuk mengoptimalkan pola pernapasan

3. Perfusi perifer tidak efektifPerfusi jaringan: Manajemen sensai perifer:


Perifer a. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya perka terhadap
Yang berhubungan dengan: a. Mendemonstrasikan panas/dingin/tajam/ tumpul
a. hipervolemia peningkatan perfusi b. Monitor adanya peretese
b. hipovolemia sebagaimana dibuktikan c. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada
c. trombosis vena dengan keberadaan nadi isi atau laserasi
d. menurunnya aliran darah perifer, kesamaan warna d. Gunakan sarung tangan untuk proteksi
e. perdarahan kulit, dan temperature e. Batasi gerakan pada kepala, leher, dan pungguang
f. imobilisasi warna kulit normal serta f. Monitor kemampuan BAB
tidak ada edema g. Kolaborasi pemberian analgetik
Definisi:penurunan sirkulasi b. Terlibat dalam perilaku atau h. Monitor adanya tromboplebitis
darah ke perifer yang dapat tindakan untuk i. Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi
mengganggu kesehatan. meningkatkan perfusi
jaringan
c. Menunjukkan peningkatan
toleransi terhadap aktivitas

4. Gangguan Pertukaran Gas Status Pernapasan: Pertukaran Manajemen Jalan Napas:


Gas Independen:
Yang berhubungan dengan: a. Menunjukkan ventilasi dan a. Auskultasi bunyi napas, batuk efektif dan napas dalam.
a. obstruksi saluran oksigenasi jaringan yang b. Dorong perubahan posisi dengan sering.
pernapasan adekuat dengan nilai c. Pertahankan istirahat di kursi dan tirah baring dalam posisi
b. bronkospasme analisis gas darah (AGD) semi fowler, dengan kepala tempat tidur ditinggikan
c. atelektasis dan oksimetri berada dalam sebesar 20-30 derajat.
d. edema paru kisaran normal pasien dan Kolaborasi:
e. pembedahan paru bebas dari gejala distress a. Pantau dan buat grafik nilai AGD berkaitan dengan
pernapasan. oksimetri nadi
Definisi: b. Berpartisipasi dalam b. Beri tambahan oksigen, sesuai indikasi
Kelebihan atau defisit regimen terapi dalam c. Beri medikasi, sesuai indikasi, seperti diuretik
oksigenasi dan/atau eliminasi tingkat kemampuan dan
karbondioksida pada situasi.
membran alveolar-kapiler

5. Penurunan Curah Jantung Efektivitas Pompa Jantung: Regulasi Hemodinamik:


a. Menunjukkan tanda vital Independen:
Yang berhubungan dengan: dalam batas yang dapat a. Auskultasi nadi apikal; kaji frekuensi, irama jantung, dan
a. Perubahan afterload diterima, disritmia tidak dokumentasikan disritmia jika tersedia telemetri
(resistensi vaskuler) terjadi atau terkontrol, dan b. Catat bunyi jantung
b. Perubahan frekuensi, tidak ada gejala kegagalan, c. Palpasi nadi perifer
irama jantung misalnya, parameter d. Pantau TD
c. ketidakseimbangan antara hemodinamika berada e. Inspeksi kulit untuk pucat dan sianosis
suplai dan kebutuhan dalam batasan yang dapat f. Pantau haluaran, perhatikan penurunan haluaran dan urine
oksigen diterima dan keluaran urine pekat atau berwarna gelap
adekuat g. Perhatikan perubahan sensori, mis., letargi, konfusi,
Definisi: b. Melapor penurunan episode disorientasi, ansietas, dan depresi
Ketidakadekuatan darah yang dispnea dan angina h. Dorong istirahat, dalam posisi semirecumbent di tempat
dipompa oleh jantung untuk tidur atau kursi. Bantu dalam melakukan perawatan fisik,
memenuhi kebutuhan jika diindikasikan
metabolik tubuh i. Beri lingkungan yang tenang, jelaskan manajemen medis
dan keperawatan, bantu pasien menghindari situasi penuh
stress, dengarkan dan berespon terhadap ekspresi perasaan
atau ketakutan
j. Tinggikan tungkai, hindari tekanan di bawah lutut. Dorong
latihan aktif dan pasif. Tingkatkan ambulasi dan aktivitas
sesuai toleransi
Kolaboratif
a. Beri oksigen tambahan, jika diindikasikan
b. Beri medikasi, sesuai indikasi, mis., Diuretik loop, tiazid ,
inhibitor ACE, vasodilator, arteriodilator, kombinasi obat-
obatan
DAFTAR PUSTAKA

Asikin, M., Nuralamsyah, M., & Susaldi. (2016). Keperawatan Medikal Bedah
Sistem Kardiovaskuler . Jakarta : Erlangga.

Jayanthi, N. (2010). Gagal Jantung Kongestif. Dimuat dalam


http://rentalhikari.wordpress.com/2010/03/22/lp-gagal-jantung-kongestif/
(diakses pada 18 Maret 2019)

Kasron. (2016). Buku Ajar Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta : Trans Info
Media

Morton, P. G., Fontaine, D., Hudak, C. M., & Gallo, B. M. (2011). Keperawatan
Kritis Pendekatan Asuhan Holistik. Jakarta : EGC

Muhajir. (2012). Pengkajian Keperawatan Kritis (ABCDE, AMPLE). Dimuat


dalam http://muhajir77.wordpress.com/2012/08/09/pengkajian-
keperawatan-kritis-abcde-ample/amp/ (diakes pada 18 Maret 2019)

Muttaqin, A. (2009). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.

Siswanto, B. B., Hersunarti, N., Erwinanto., Barack, R., & Pratikto, R. S. (2015).
Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung, 3. Jakarta.

Tim Pokia SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Salemba Medika.

Udjianti, W. J. (2013). Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika

Yasmara, D., Nursiswati., & Arafat, R. (2016). Rencana Asuhan Keperawatan


Medikal-Bedah Diagnosis NANDA 2015-2017 Intervensi NIC Hasil NOC.
Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai