Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

HENTI JANTUNG

DISUSUN OLEH:
ACHMAD FADILAH
1031201001 / 3A

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MH THAMRIN
JAKARTA, 2023
A. Definisi
Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak,
bisa terjadi pada seseorang yang memang di diagnosa dengan penyakit jantung ataupun
tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat begitu
gejala dan tanda tampak (American Heart Association,2010).
Henti jantung merupakan hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan gunanya
untuk agar dapat mempertahankan sirkulasi normal darah, dan berfungsi untuk
menyuplai oksigen ke otak dan organ vital yang ditandai dengan tidak ditemukan
denyut nadi akibat ketidakmampuan jantung berkonsentrasi dengan baik

B. Etiologi
Menurut American Heart Association (2010), seseorang dikatakan mempunyai
risiko tinggi untuk terkena cardiac arrest dengan kondisi:
1. Adanya jejas di jantung
Karena serangan jantung terdahulu atau oleh sebab lain, jantung yang terjejas atau
mengalami pembesaran karena sebab tertentu cenderung untuk mengalami aritmia
ventrikel yang mengancam jiwa. Enam bulan pertama setelah seseorang mengalami
serangan jantung adalah periode risiko tinggi untuk terjadinya cardiac arrest pada
pasien dengan penyakit jantung atherosclerosis.
2. Penebalan otot jantung (cardiomyopathy)
Karena berbagai sebab (umumnya karena tekanan darah tinggi, kelainan katub
jantung) membuat seseorang cenderung untuk terkena cardiac arrest.
3. Seseorang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung
Karena beberapa kondisi tertentu, beberapa obat-obatan untuk jantung (anti aritmia)
justru merangsang timbulnya aritmia ventrikel dan berakibat cardiac arrest. Kondisi
seperti proarrythmic effect. Pemakaian obat-obatan yang bisa mempengaruhi
perubahan kadar potasium dan magnesium dalam darah (misalnya penggunaan
diuretik) juga dapat menyebabkan aritmia yang mengancam jiwa dan cardiac arrest.
4. Kelistrikan yang tidak normal
Beberapa kelistrikan jantung yang tidak normal seperti Wolff-Parkinson-White-
Syndrome dan sindroma gelombang QT yang memanjang bisa menyebabkan
cardiac arrest pada anak dan dewasa muda.
5. Pembuluh darah yang tidak normal
Jarang dijumpai (khususnya di arteri koronari dan aorta) sering menyebabkan
kematian mendadak pada dewasa muda. Pelepasan adrenalin ketika berolahraga
atau melakukan aktivitas fisik yang berat, bisa menjadi pemicu terjadinya cardiac
arrest apabila dijumpai kelainan tadi.
6. Penyalahgunaan obat
Merupakan faktor utama terjadinya cardiac arrest pada penderita yang sebenarnya
tidak mempunyai kelainan pada organ jantung.

C. Manifestasi Klinis
1. Organ – organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai
oksigen termasuk otak
2. Hypoxia cerebral atau tidak adanya oksigen ke otak menyebabkan kehilangan
kesadaran (collapse)
3. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani 5 menit dan
selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit
4. Nafas dangkal dan cepat bahkan bisa terjadi apnea (tidak bernafas)
5. Tekanan darah sangat rendah (hipotensi) dengan tidak ada denyut nadi yang terasa
pada arteri
6. Tidak ada denyut jantung
7. Dilatasi pupil jika terjadi kerusakan otak irreversible 50%.

D. Patofisiologi

Seseorang yang mengalami henti jantung maka kebanyakan dapat diakibatkan


timbulnya aritmia gangguan irama jantung yaitu sebagi berikut :

1. Fibrilasi ventrikel (irama jantung cepat)

Dimana suatu keadaan yang akan menimbulkan kematian secara mendadak, pada
keadaan seperti ini maka jantung tidak akan melakukan fungsi kontraksinya dan
jantung hanya bisa bergetar saja. Tindakan yang harus dilakukan pada korban yang
mengalami fibrilasi ventrikel maka segera dilakukan CPR dan DC shock atau
defibrilasi.

2. Takhikardi ventrikel
Takhikardi ventrikel ini karena adanya gangguan akibat terjadi gangguan konduksi.
Nadinya yang teraba cepat maka dapat menyebabkan fese pengisian ventrikel kiri
dan akan memendek akibat pengisian darah ke ventrikel juga berkurang sehingga
curah jantung akan menurun.

3. Pulselles Electrical Activity (PEA)

Dimana aktifitas listrik jantung tidak dapat menghasilkan kontraktilitas yang


adekuat sehingga pada tekanan darah tidak dapat di ukur dan nadi juga tidak teraba.
Tindakan yang segera harus diberikan yaitu CPR.

4. Asistole

Lalu di keadaan asistole ini dapat di tandai dengan tidak ada aktifitas listrik pada
jantung dan pada monitor irama maka bentuknya seperti garis lurus. Pemberian
Tindakanyang segera yaitu seperti CPR (Sheehy, 2018, p. 75).

E. Penatalaksanaan

Terapi non farmakologi :

1. Kompresi dada

Pentingnya kompresi dada yaitu :

a. Tekan kuat lalu tekan cepat.

b. Lalu biarkan dada untuk mengembang kembali seperti semula setiap kompresi.

c. Minimalkan innstruksi melakukan kompresi dada.

2. Pengontrolan jalan napas

a. Pertahankan jalan napas agar tetap paten dengan bisa melakukan seperti : angkat
dagu, dorong rahang tanpa disertai ekstensi kepala jika di curigai cedera kepala
dan juga leher.

b. Tidak menunda kompresi atau ventilasi untuk pemasangan jalan napas invasif.

3. Pernapasan dan Ventilasi

a. Mengkaji pengembangan pada dada untuk menilai keadekuatan ventilasi.


b. Jika ventilasi dengan bag vair mask yang memadai maka penatalaksaan jalan
napas invasif dapat ditundai hingga sirkulasi spontan kembali.

c. Monitor kecepatan dan kedalaman ventilasi untuk mencegah agar tidak terjadi
hiperventilasi.

4. Pemasangan akses sirkulasi

a. Gunakan kateter yang besar untuk akses melalui IV(Sheehy, 2018, pp. 75–76).

Terapi Farmakologi :

Obat yang sangat sering digunakan untuk resusitasi henti jantung dan napas yaitu
seperti :

1. Efinefrin,1 mg diberikan melalui IV diberikan 3-5 menit selama henti jantung dan
napas pada pasien yang dewasa.

2. Vasopresin, 40 unit diberikan melalui IV .

Amiodaron, 300 mg diberikan melalui IV dan dosis selanjutnaya sebanyak 150 mg.
(Sheehy, 2018, p. 77)

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT scan atau MRI : Yaitu dapat digunakan untuk mengidentifikasi efusi
perikardium.

2. Sinar X : Untuk menunjukan mediastinum yang sedikit melebar dan jantung yang
membesar.

3. EKG

G. Asuhan Keperawatan
1. PENGKAJIAN
a. Kaji respon klien
• Periksa ketiadaan respon dengan menepuk atau menggoyangkan pasien
sambil bersuara keras “Apakah anda baik - baik saja?”. Jika tidak berespon
berikan rangsangan nyeri.
• Observasi gerakan respirasi, warna kulit, dan ada tidaknya denyut nadi pada
pembuluh darah karotis atau arteri femoralis dapat menentukan dengan
segera apakah telah terjadi serangan henti jantung yang dapat membawa
kematian.
b. Periksa arteri carotis, jika tidak ada denyutan segera lakukan RJP/CPR. Cek
kembali arteri carotis,jika sudah berdenyut.
c. Periksa pernafasan pasien
Cara pemeriksaan Look-Listen-Feel (LLF) dilakukan secara simultan. Cara ini
dilakukan untuk memeriksa jalan nafas dan pernafasan.
Setelah memastikan jalan nafas bebas, penolong segera melakukan cek
pernafasan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan cek
pernafasan antara lain:
• Cek pernafasan dilakukan dengan cara look (melihat pergerakan
pengembangan dada), listen (mendengarkan nafas), dan feel (merasakan
hembusan nafas) selama 10 detik.
• Apabila dalam 10 detik usaha nafas tidak adekuat (misalnya terjadi respirasi
gasping pada SCA) atau tidak ditemukan tanda-tanda pernafasan, maka
berikan 2 kali nafas buatan (masing-masing 1 detik dengan volume yang
cukup untuk membuat dada mengembang).
d. Jika pasien bernafas, maka lakukan posisikan korban ke posisi recovery (posisi
tengkurap, kepala menoleh ke samping).
2. Diagnosa
a. Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan suplai oksigen ke
otak
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen tidak adekuat
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kemampuan pompa jantung
menurun.
3. Intervensi
a. Dx 1 : Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan suplai
oksigen ke otak
Tujuan : sirkulasi darah kembali normal sehingga transport oksigen kembali
lancar
Kriteria hasil : pasien akan mempertahankan tanda-tanda vital dalam batas
normal, warna, dan suhu kulit normal CRT < 2 detik.
Intervensi :
• Pantau adanya pucat, sianosis, dan kulit dingin atau lembab
• Posisikan kaki lebih tinggi dari jantung
• Berikan vasodilator misal nitrogliserin, nifedipin sesuai indikasi
b. Dx 2 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen tidak
adekuat
Tujuan : sirkulasi darah kembali normal sehingga pertukaran gas dapat
berlangsung
Kriteria hasil : nilai GDA normal dan tidak ada distress pernafasan
Intervensi:
• Pantau pernafasan klien
• Pantau GDA pasien
• Berikan oksigen sesuai indikasi
c. Dx 3 : Penurunan curah jantung berhubungan dengan kemampuan pompa
jantung menurun.
Tujuan : meningkatkan kemampuan pompa jantung
Kriteria hasil : nadi perifer teraba dan tekanan darah dalam batas normal
Intervensi :
• Pantau tekanan darah
• Palpasi nadi perifer
• Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
• Lakukan pijat jantung
• Berikan oksigen tambahan dengan nasal kanula dan obat sesuai indikasi
(kolaborasi).
DAFTAR PUSTAKA

Irianti, D. N. et al. (2018) ‘Henti Jantung Intra Operatif Intra-operative cardiac arrest’, 7, pp.
217–221.

Lumbantoruan, P. (2015) BTCLS & Disaster Management. Tanggerang selatan: YPIKI.

Muthmainah (2019) ‘Hubungan Tingkat Pengetahuan Awam Khusus Tentang Bantuan Hidup
Dasar Berdasarkan Kerakteristik usia di RSUD X Hulu Sungai Selatan’, 2(2), pp. 31–
35.

Rizki, P. and Cahyani, N. (2017) ‘Tatalaksana Henti Jantung di Lapangan Permainan’, 13,
pp. 139–151.

Sheehy (2018) Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana. Singapore: Elsevier.

Tscheschlog Ann Beverly & and Amy, J. (2015) Emergensi Nursing made Incredibly Easy.
singapore: Wolters Kluwer.

Anda mungkin juga menyukai