Anda di halaman 1dari 4

Thursday, 10 November 2011

ASKEP GADAR HENTI JANTUNG


KONSEP TEORI HENTI JANTUNG

A. Pengertian
Henti jantung adalah terhentinya kontraksi jantung yang efektif ditandai dengan pasien tidak sadar,
tidak bernafas, tidak ada denyut nadi. Pada keadaan seperti ini kesepakatan diagnostis harus
ditegakkan dalam 3 – 4 menit. Keterlambatan diagnosis akan menimbulkan kerusakan otak. Harus
dilakukan resusitasi jantung – paru.
B. Etiologi
1. Terhentinya system pernafasan secara tiba-tiba yang dapat disebabkan karena:
- Penyumbatan jalan nafas : aspirasi cairan lambung atau benda asing.
- Sekresi air yang terdapat dijalan nafas, seperti pada saat tenggelam, edema paru, lender yang
banyak.
- Depresi susunan saraf pusat yang disebabkan karena obat-obatan, racun, arus listrik tegangan tinggi,
hipoksia berat, edema otak.
2. Terhentinya peredaran darah secara tiba-tiba yang disebabkan :
- Hipoksia, asidosis, hiperkapnia karena penyakit paru atau karena henti perrnafasan secara tiba-tiba.
3. Terganggunya fungsi system saraf, yang terjadi sebagai akibat terganggunya system pernafasan dan
peredaran darah.
C. Patofisiologi
Henti jantung terjadi bila jantung tiba-tiba berhenti berdenyut, akibat terjadinya penghentian sirkulasi
efektif. Semua kerja jantung berhenti atau terjadi kedutan otot yang tidak seirama ( fibrasi ventrikel ).
Terjadi kehilangan kesadaran mendadak, tidak ada denyutan dan bunyi jantung tidak terdengar. Pupil
mata mulai berdilatasi dalam 45 detik. Bias atau tidak terjadi kejang.
Terdapat interval waktu sekitar 4 menit antara berhentinya sirkulasi dengan terjadinya kerusakan otak
menetap. Intervalnya dpat bervariasi tergantung usia pasien.
D. Manifestasi Klinis
- Kehilangan kesadaran mendadak.
- Tidak adanya denyut karotis dan femoralis.
- Henti nafas segera timbul setelahnya.
E. Diagnosis
Diagnosis didasarkan atas gejala klinis sebagai berikut:
- Gerakan pernafasan dan angin pernafasan yang menghilang atau sangat lemah.
- Denyut nadi dan bunyi jantung menghilang atau sangat lemah, bradikardia / takikardia yang sangat
menjolok.
- Hilangnya kesadaran : dilatasi pupil.

F. Penatalaksanaan
Penanganan henti jantung dilakukan untuk membantu menyelamatkan pasien / mengembalikan fungsi
cardiovascular. Adapun prinsip-prinsipnya yaitu sebagai berikut:
Tahap I :
- Berikan bantuan hidup dasar
- Bebaskan jalan nafas, seterusnya angkat leher / topang dagu.
- Bantuan nafas, mulut ke mulut, mulut ke hidung, mulut ke alat bantuan nafas.
Jika nadi tidak teraba :
Satu penolong : tiup paru kali diselingi kompres dada 30 kali.
Dua penolong : tiup paru setiap 2 kali kompresi dada 30 kali.
Tahap II :
- Bantuan hidup lanjut.
- Jangan hentikan kompresi jantung dan Venulasi paru.
Langkah berikutnya :
- Berikan adrenalin 0,5 – 1 mg (IV), ulangi dengan dosis yang lebih besar jika diperlukan. Dapat
diberikan Bic – Nat 1 mg/kg BB (IV) jika perlu. Jika henti jantung lebih dari 2 menit, ulangi dosis ini
setiap 10 menit sampai timbul denyut nadi.
- Pasang monitor EKG, apakah ada fibrilasi, asistol komplek yang aneh : Defibrilasi : DC Shock.
- Pada fibrilasi ventrikel diberikan obat lodikain / xilokain 1-2 mg/kg BB.
- Jika Asistol berikan vasopresor kaliumklorida 10% 3-5 cc selama 3 menit.
Petugas IGD mencatat hasil kegiatan dalam buku catatan pasien.
Pasien yang tidak dapat ditangani di IGD akan di rujuk ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas lebih
lengkap.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HENTI JANTUNG

Konsep asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami henti jantung harus segera dilakukan
tindakan keperawatan seperti memberikan penanganan awal henti jantung.
Penanganan Awal Henti Jantung (Cardiac Arrest)
Empat jenis ritme jantung yang menyebabkan henti jantung yaitu ventricular fibrilasi (VF), ventricular
takikardia yang sangat cepat (VT), pulseless electrical activity (PEA), dan asistol. Untuk bertahan dari
empat ritme ini memerlukan bantuan hidup dasar/ Basic Life Support dan bantuan hidup lanjutan/
Advanced Cardiovascular Life Support (ACLS) (American Heart Association (AHA), 2005).
Ventrikel fibrilasi merupakan sebab paling sering yang menyebabkan kematian mendadak akibat SCA.
The American Heart Association (AHA) menggunakan 4 mata rantai penting untuk mempertahankan
hidup korban untuk mengilustrasikan 4 tindakan penting dalam menolong korban SCA akibat ventrikel
fibrilasi. Empat mata rantai tersebut adalah:
1. Sesegera mungkin memanggil bantuan Emergency Medical Service (EMS) atau tenaga medis terdekat.
2. Sesegera mungkin melakukan RJP
3. Sesegera mungkin melakukan defibrilasi
4. Sesegera mungkin dilakukan Advanced Life Support diikuti oleh perawatan postresusitasi.
Sebagaimana kondisi VF, kondisi aritmia lain yang dapat menyebabkan SCA juga memerlukan tindakan
resusitasi jantung dan paru (RJP) yang sebaiknya segera dilakukan. Adapun algoritma dari RJP yaitu:

Gambar . Algoritma BLS untuk dewasa

Prinsip penangan RJP ada 3 langkah yaitu ABC (Airway/pembebasan jalan nafas, Breathing/ usaha
nafas, Circulation/ membantu memperbaiki sirkulasi). Namun sebelum melakukan 3 prinsip penanganan
penting dalam RJP tersebut, penolong harus melakukan persiapan sebelumnya yaitu memastikan
kondisi aman dan memungkinkan dilakukan RJP. Setelah memastikan kondisi aman, penolong akan
menilai respon korban dengan cara: memanggil korban atau menanyakan kondisi korban secara
langsung, contoh: “kamu tidak apa-apa?”; atau dengan memberikan stimulus nyeri. Jika pasien
merespon tapi lemah atau pasien merespon tetapi terluka atau tidak merespon sama sekali segera
panggil bantuan dengan menelepon nomor emergency terdekat.

AIRWAY (Pembebasan jalan nafas)


Persiapan kondisi yang memungkinkan untuk dilakukan RJP adalah meletakan korban pada permukaan
yang keras dan memposisikan pasien dalam kondisi terlentang. Beberapa point penting dalam
melakukan pembebasan jalan nafas:
1. Gunakan triple maneuver (head tilt-chin lift maneuver untuk membuka jalan nafas bagi korban yang
tidak memiliki tanda-tanda trauma leher dan kepala).
2. Apabila terdapat kecurigaan trauma vertebra cervicalis, pembebasan jalan nafas menggunakan
teknik Jaw-thrust tanpa ekstensi leher.
3. Bebaskan jalan nafas dengan membersihkan hal-hal yang menyumbat jalan nafas dengan finger swab
atau suction jika ada.

Gambar 1. tangan kanan melakukan Chin lift ( dagu diangkat). dan tangan kiri melakukan head tilt.
Pangkal lidah tidak lagi menutupi jalan nafas.

Gambar 2. manuver Jaw thrust dikerjakan oleh orang yang terlatih

Gambar 3. Tehnik finger sweep

BREATHING (Cek pernafasan)

Gambar 4. Cara pemeriksaan Look-Listen-Feel (LLF) dilakukan secara simultan. Cara ini dilakukan untuk
memeriksa jalan nafas dan pernafasan.
Setelah memastikan jalan nafas bebas, penolong segera melakukan cek pernafasan. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam melakukan cek pernafasan antara lain:
• Cek pernafasan dilakukan dengan cara look (melihat pergerakan pengembangan dada), listen
(mendengarkan nafas), dan feel (merasakan hembusan nafas) selama 10 detik.
• Apabila dalam 10 detik usaha nafas tidak adekuat (misalnya terjadi respirasi gasping pada SCA) atau
tidak ditemukan tanda-tanda pernafasan, maka berikan 2 kali nafas buatan (masing-masing 1 detik
dengan volume yang cukup untuk membuat dada mengembang).
• Volume tidal paling rendah yang membuat dada terlihat naik harus diberikan, pada sebagian besar
dewasa sekitar 10 ml/kg (700 sampai 1000 ml).
• Rekomendasi dalam melakukan nafas buatan ini antara lain:
1. Pada menit awal saat terjadi henti jantung, nafas buatan tidak lebih penting dibandingkan dengan
kompresi dada karena pada menit pertama kadar oksigen dalam darah masih mencukupi kebutuhan
sistemik. Selain itu pada awal terjadi henti jantung, masalah lebih terletak pada penurunan cardiac
output sehingga kompresi lebih efektif. Oleh karena inilah alasan rekomendasi untuk meminimalisir
interupsi saat kompresi dada
2. Ventilasi dan kompresi menjadi sama-sama penting saat prolonged VF SCA
3. Hindari hiperventilasi (baik pernapasan mulut-mulut/ masker/ ambubag) dengan memberikan
volume pernapasan normal (tidak terlalu kuat dan cepat)
4. Ketika pasien sudah menggunakan alat bantuan nafas (ET. LMA, dll) frekuensi nafas diberikan 8-10
nafas/menit tanpa usaha mensinkronkan nafas dan kompresi dada.
• Apabila kondisi tidak memungkinkan untuk memberikan nafas buatan (misalnya korban memiliki
riwayat penyakit tertentu sehingga penolong tidak aman/resiko tertular) maka lakukan kompresi dada.
• Setelah pemberian pernafasan buatan, segera lakukan pengecekan sirkulasi dengan mendeteksi
pulsasi arteri carotis (terletak dilateral jakun/tulang krikoid).
• Pada pasien dengan sirkulasi spontan (pulsasi teraba) memerlukan ventilasi dengan rata-rata 10-12
nafas/menit dengan 1 nafas memerlukan 5-6 detik dan setiap kali nafas harus dapat mengembangkan
dada.

CIRCULATION
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mempertahankan sirkulasi pada saat melakukan resusitasi
jantung dan paru:

• Kompresi yang “efektif” diperlukan untuk mempertahankan aliran darah selama resusitasi dilakukan.
• Kompresi akan maksimal jika pasien diletakan terlentang pada alas yang keras dan penolong berada
disisi dada korban.
• Kompresi yang efektif dapat dilakukan dengan melakukan kompresi yang kuat dan cepat (untuk
dewasa + 100 kali kompresi/menit dengan kedalam kompresi 2 inchi/4-5 cm; berikan waktu untuk dada
mengembang sempurna setelah kompresi; kompresi yang dilakukan sebaiknya ritmik dan rileks).
• Kompresi dada yang harus dilakukan bersama dengan ventilasi apabila pernafasan dan sirkulasi tidak
adekuat. Adapun rasio yang digunakan dalam kompresi dada dengan ventilasi yaitu 30:2 adalah
berdasarkan konsensus dari para ahli. Adapun prinsip kombinasi antara kompresi dada dengan ventilasi
antara lain; peningkatan frekuensi kompresi dada dapat menurunkan hiperventilasi dan lakukan
ventilasi dengan minimal interupsi terhadap kompresi. Sebaiknya lakukan masing-masing tindakan
(kompresi dada dan ventilasi) secara independen dengan kompresi dada 100x/menit dan ventilasi 8-10
kali nafas per menit dan kompresi jangan membuat ventilasi berhenti dan sebaliknya, hal ini khususnya
untuk 2 orang penolong).
• Pada pencarian literature ditemukan lima sitation: satu LOE (Level Of Evidence) 4, dan Empat LOE 6.
Frekuensi tinggi (lebih dari 100 kompresi permenit) manual CPR telah dipelajari sebagai teknik
meningkatkan resusitasi dari cardiac arrest. Pada kebanyakan studi pada binatang, frekuensi CPR yang
tinggi meningkatkan hemodinamik, dan tanpa meningkatkan trauma (LOE6, Swart 1994, Maier 1984,
Kern 1986). Pada satu tambahan studi pada binatang, CPR frekuensi tinggi tidak meningkatkan
hemodinamik melebihi yang dilakukan CPR standar (cit Tucker, 1994).
• Studi klinis dalam pegguaan CPR frekuensi tinggi masih terbatas. Pada sebuah uji klinis kecil (dengan
jumlah sampel 9), CPR frekuensi tinggi meningkatkan hemodinamik melebihi CPR standar (cit Swensen
1988). Lalu, CPR frekuensi tinggi terlihat lebih menjanjikan untuk peningkatan CPR. Hasil dari studi
pada manusia diperlukan untuk menentukan keefektifan dari teknik ini dalam manajemen pasien
dengan cardiac arrest.

Selain bantuan hidup dasar/ Basic Life Support, dalam penanganan cardiac arrest juga memerlukan
bantuan hidup lanjutan/ Advanced Cardiovascular Life Support (ACLS) untuk meningkatkan harapan
hidup korban. Adapun algoritma penanganan bantuan hidup lanjutan/ Advanced Cardiovascular Life
Support (ACLS) untuk pulseless arrest:

Gambar . Algoritma ACLS

DAFTAR PUSTAKA

Mustafa I, dkk. 1996. Bantuan Hidup Dasar. RS Jantung Harapan Kita. Jakarta.
Sunatrio S, dkk. 1989. Resusitasi Jantung Paru. dalam Anesteiologi. Editor Muhardi
Muhiman, dkk, Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.
Sjamsuhidajat R, Jong Wd. 1997. Resusitasi. Hal : 124-129. dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi Revisi. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai