Anda di halaman 1dari 7

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN HENTI JANTUNG

(CARDIAC ARREST)
D
I
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK 5:
1.LASMA PANJAITAN : 18.11.072
2.LILIS ANDAYANI HRP : 18.11.073
3.LUCIA NATALINA : 18.11.074
4.MANROTUA SINABUTAR : 18.11.075
5.MARDIANA SITUMEANG : 18.11.076
6.MAULYDIAH FRISCA S . : 18.11.077
7.MELATI : 18.11.078
8.MHD.RIZKI FADILLAH : 18.11.079
9.MULIATI : 18.11.080

Dosen Pengampu : Ns.Friska Ernita Sitorus,M.Kep

INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA DELI TUA


FAKULTAS KEPERAWATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020/2021
KONSEP TEORI HENTI JANTUNG
A. Pengertian
Henti jantung adalah terhentinya kontraksi jantung yang efektif ditandai dengan
pasien tidak sadar, tidak bernafas, tidak ada denyut nadi. Pada keadaan seperti ini
kesepakatan diagnostis harus ditegakkan dalam 3 – 4 menit. Keterlambatan
diagnosis akan menimbulkan kerusakan otak. Harus dilakukan resusitasi jantung –
paru.
B. Etiologi
1. Terhentinya system pernafasan secara tiba-tiba yang dapat disebabkan karena: -
Penyumbatan jalan nafas : aspirasi cairan lambung atau benda asing. - Sekresi air
yang terdapat dijalan nafas, seperti pada saat tenggelam, edema paru, lender
yang banyak.
- Depresi susunan saraf pusat yang disebabkan karena obat-obatan, racun, arus
listrik tegangan tinggi, hipoksia berat, edema otak.
2. Terhentinya peredaran darah secara tiba-tiba yang disebabkan : - Hipoksia,
asidosis, hiperkapnia karena penyakit paru atau karena henti perrnafasan
secara tiba-tiba.
3. Terganggunya fungsi system saraf, yang terjadi sebagai akibat terganggunya
system
pernafasan dan peredaran darah.
C. Patofisiologi
Henti jantung terjadi bila jantung tiba-tiba berhenti berdenyut, akibat terjadinya
penghentian sirkulasi efektif. Semua kerja jantung berhenti atau terjadi kedutan
otot yang
tidak seirama ( fibrasi ventrikel ).
Terdapat interval waktu sekitar 4 menit antara berhentinya sirkulasi dengan
terjadinya - Denyut nadi dan bunyi jantung menghilang atau sangat lemah,
bradikardia / takikardia
yang sangat menjolok.
Dapat diberikan Bic – Nat 1 mg/kg BB (IV) jika perlu. Jika henti jantung lebih
dari 2 menit, ulangi dosis ini setiap 10 menit sampai timbul denyut nadi. - Pasang
monitor EKG, apakah ada fibrilasi, asistol komplek yang aneh : Defibrilasi : DC
Shock.
- Pada fibrilasi ventrikel diberikan obat lodikain / xilokain 1-2 mg/kg BB. - Jika
Asistol berikan vasopresor kaliumklorida 10% 3-5 cc selama 3 menit. Petugas
IGD mencatat hasil kegiatan dalam buku catatan pasien. Pasien yang tidak dapat
ditangani di IGD akan di rujuk ke Rumah Sakit yang mempunyai
fasilitas lebih lengkap.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HENTI JANTUNG
Konsep asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami henti jantung harus
segera dilakukan tindakan keperawatan seperti memberikan penanganan awal
henti jantung.
Penanganan Awal Henti Jantung (Cardiac Arrest)
Empat jenis ritme jantung yang menyebabkan henti jantung yaitu ventricular
fibrilasi (VF), ventricular takikardia yang sangat cepat (VT), pulseless electrical
activity (PEA), dan asistol. Untuk bertahan dari empat ritme ini memerlukan
bantuan hidup dasar/ Basic Life Support dan bantuan hidup lanjutan/ Advanced
Cardiovascular Life Support (ACLS)
(American Heart Association (AHA), 2005).
Ventrikel fibrilasi merupakan sebab paling sering yang menyebabkan kematian
mendadak akibat SCA. The American Heart Association (AHA) menggunakan 4
mata rantai penting untuk mempertahankan hidup korban untuk mengilustrasikan
4 tindakan penting dalam menolong korban SCA akibat ventrikel fibrilasi. Empat
mata rantai
tersebut adalah:
1. Sesegera mungkin memanggil bantuan Emergency Medical Service (EMS) atau
tenaga
medis terdekat.
2. Sesegera mungkin melakukan RJP
3. Sesegera mungkin dilakukan Advanced Life Support diikuti oleh perawatan
postresusitasi.
Sebagaimana kondisi VF, kondisi aritmia lain yang dapat menyebabkan SCA juga
memerlukan tindakan resusitasi jantung dan paru (RJP) yang sebaiknya segera
dilakukan.
Adapun algoritma dari RJP yaitu:
Prinsip penangan RJP ada 3 langkah yaitu ABC (Airway/pembebasan jalan nafas,
Breathing/ usaha nafas, Circulation/ membantu memperbaiki sirkulasi). Namun
sebelum melakukan 3 prinsip penanganan penting dalam RJP tersebut, penolong
harus melakukan persiapan sebelumnya yaitu memastikan kondisi aman dan
memungkinkan dilakukan RJP. Setelah memastikan kondisi aman, penolong akan
menilai respon korban dengan cara: memanggil korban atau menanyakan kondisi
korban secara langsung, contoh: “kamu tidak apa-apa?”; atau dengan memberikan
stimulus nyeri. Jika pasien merespon tapi lemah atau pasien merespon tetapi
terluka atau tidak merespon sama sekali segera panggil bantuan dengan
menelepon nomor emergency terdekat.
AIRWAY (Pembebasan jalan nafas)
Persiapan kondisi yang memungkinkan untuk dilakukan RJP adalah meletakan
korban pada permukaan yang keras dan memposisikan pasien dalam kondisi
terlentang. Beberapa point penting dalam melakukan pembebasan jalan nafas: 1.
Gunakan triple maneuver (head tilt-chin lift maneuver untuk membuka jalan nafas
bagi korban yang tidak memiliki tanda-tanda trauma leher dan kepala). 2. Apabila
terdapat kecurigaan trauma vertebra cervicalis, pembebasan jalan nafas
menggunakan teknik Jaw-thrust tanpa ekstensi leher. 3. Bebaskan jalan nafas
dengan membersihkan hal-hal yang menyumbat jalan nafas
BREATHING (Cek pernafasan)
Cara pemeriksaan Look-Listen-Feel (LLF) dilakukan secara simultan. Cara ini
dilakukan untuk memeriksa jalan nafas dan pernafasan. Setelah memastikan jalan
nafas bebas, penolong segera melakukan cek pernafasan. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam melakukan cek pernafasan antara lain: • Cek pernafasan
dilakukan dengan cara look (melihat pergerakan pengembangan dada), listen
(mendengarkan nafas), dan feel (merasakan hembusan nafas) selama 10 detik. •
Apabila dalam 10 detik usaha nafas tidak adekuat (misalnya terjadi respirasi
gasping pada SCA) atau tidak ditemukan tanda-tanda pernafasan, maka berikan 2
kali nafas buatan (masing-masing 1 detik dengan volume yang cukup untuk
membuat dada mengembang).
Oleh karena inilah alasan rekomendasi untuk meminimalisir interupsi saat
kompresi dada 2. Ventilasi dan kompresi menjadi sama-sama penting saat
prolonged VF SCA 3. Hindari hiperventilasi (baik pernapasan mulut-mulut/
masker/ ambubag) dengan memberikan volume pernapasan normal (tidak terlalu
kuat dan cepat) 4. Ketika pasien sudah menggunakan alat bantuan nafas (ET.
LMA, dll) frekuensi nafas diberikan 8-10 nafas/menit tanpa usaha mensinkronkan
nafas dan kompresi dada. • Apabila kondisi tidak memungkinkan untuk
memberikan nafas buatan (misalnya korban memiliki riwayat penyakit tertentu
sehingga penolong tidak aman/resiko tertular) maka
lakukan kompresi dada.
• Setelah pemberian pernafasan buatan, segera lakukan pengecekan sirkulasi
dengan mendeteksi pulsasi arteri carotis (terletak dilateral jakun/tulang krikoid). •
Pada pasien dengan sirkulasi spontan (pulsasi teraba) memerlukan ventilasi
dengan rata-rata 10-12 nafas/menit dengan 1 nafas memerlukan 5-6 detik dan
setiap kali nafas harus
dapat mengembangkan dada.
• Kompresi akan maksimal jika pasien diletakan terlentang pada alas yang keras
dan
penolong berada disisi dada korban.
• Kompresi yang efektif dapat dilakukan dengan melakukan kompresi yang kuat
dan cepat (untuk dewasa + 100 kali kompresi/menit dengan kedalam kompresi 2
inchi/4-5 cm; berikan waktu untuk dada mengembang sempurna setelah kompresi;
kompresi yang
dilakukan sebaiknya ritmik dan rileks),ventilasi yaitu 30:2 adalah berdasarkan
konsensus dari para ahli. Adapun prinsip kombinasi antara kompresi dada dengan
ventilasi antara lain; peningkatan frekuensi kompresi dada dapat menurunkan
hiperventilasi dan lakukan ventilasi dengan minimal interupsi terhadap kompresi.
Sebaiknya lakukan masing-masing tindakan (kompresi dada dan ventilasi) secara
independen dengan kompresi dada 100x/menit dan ventilasi 8-10 kali nafas per
menit dan kompresi jangan membuat ventilasi berhenti dan sebaliknya, hal
ini khususnya untuk 2 orang penolong).
• Pada pencarian literature ditemukan lima sitation: satu LOE (Level Of Evidence)
4, dan Empat LOE 6. Frekuensi tinggi (lebih dari 100 kompresi permenit) manual
CPR telah dipelajari sebagai teknik meningkatkan resusitasi dari cardiac arrest.
Pada kebanyakan studi pada binatang, frekuensi CPR yang tinggi meningkatkan
hemodinamik, dan tanpa meningkatkan trauma (LOE6, Swart 1994, Maier 1984,
Kern 1986). Pada satu tambahan studi pada binatang, CPR frekuensi tinggi tidak
meningkatkan hemodinamik melebihi
yang dilakukan CPR standar (cit Tucker, 1994).
• Studi klinis dalam pegguaan CPR frekuensi tinggi masih terbatas. Pada sebuah
uji klinis kecil (dengan jumlah sampel 9), CPR frekuensi tinggi meningkatkan
hemodinamik melebihi CPR standar (cit Swensen 1988). Lalu, CPR frekuensi
tinggi terlihat lebih menjanjikan untuk peningkatan CPR. Hasil dari studi pada
manusia diperlukan untuk menentukan keefektifan dari teknik ini dalam
manajemen pasien dengan cardiac arrest.
Selain bantuan hidup dasar/ Basic Life Support, dalam penanganan cardiac arrest
juga memerlukan bantuan hidup lanjutan/ Advanced Cardiovascular Life Support
(ACLS) untuk meningkatkan harapan hidup korban. Adapun algoritma
penanganan bantuan hidup lanjutan/ Advanced Cardiovascular Life Support
(ACLS) untuk pulseless arrest:
CIRCULATION
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mempertahankan sirkulasi pada saat
melakukan resusitasi jantung dan paru: • Kompresi yang “efektif” diperlukan
untuk mempertahankan aliran darah selama resusitasi dilakukan. • Kompresi akan
maksimal jika pasien diletakan terlentang pada alas yang keras dan penolong
berada disisi dada korban. • Kompresi yang efektif dapat dilakukan dengan
melakukan kompresi yang kuat dan cepat (untuk dewasa + 100 kali
kompresi/menit dengan kedalam kompresi 2 inchi/4-5 cm; berikan waktu untuk
dada mengembang sempurna setelah kompresi; kompresi yang dilakukan
sebaiknya ritmik dan rileks). • Kompresi dada yang harus dilakukan bersama
dengan ventilasi apabila pernafasan dan sirkulasi tidak adekuat. Adapun rasio
yang digunakan dalam kompresi dada dengan ventilasi yaitu 30:2 adalah
berdasarkan konsensus dari para ahli. Adapun prinsip kombinasi antara kompresi
dada dengan ventilasi antara lain; peningkatan frekuensi kompresi dada dapat
menurunkan hiperventilasi dan lakukan ventilasi dengan minimal interupsi
terhadap kompresi. Sebaiknya lakukan masing-masing tindakan (kompresi dada
dan ventilasi) secara independen dengan kompresi dada 100x/menit dan ventilasi
8-10 kali nafas per menit dan kompresi jangan membuat ventilasi berhenti dan
sebaliknya, hal ini khususnya untuk 2 orang penolong). • Pada pencarian literature
ditemukan lima sitation: satu LOE (Level Of Evidence) 4, dan Empat LOE 6.
Frekuensi tinggi (lebih dari 100 kompresi permenit) manual CPR telah dipelajari
sebagai teknik meningkatkan resusitasi dari cardiac arrest. Pada kebanyakan studi
pada binatang, frekuensi CPR yang tinggi meningkatkan hemodinamik, dan tanpa
meningkatkan trauma (LOE6, Swart 1994, Maier 1984, Kern 1986). Pada satu
tambahan studi pada binatang, CPR frekuensi tinggi tidak meningkatkan
hemodinamik melebihi yang dilakukan CPR standar (cit Tucker, 1994). • Studi
klinis dalam pegguaan CPR frekuensi tinggi masih terbatas. Pada sebuah uji klinis
kecil (dengan jumlah sampel 9), CPR frekuensi tinggi meningkatkan
hemodinamik melebihi CPR standar (cit Swensen 1988). Lalu, CPR frekuensi
tinggi terlihat lebih menjanjikan untuk peningkatan CPR. Hasil dari studi pada
manusia diperlukan untuk menentukan keefektifan dari teknik ini dalam
manajemen pasien dengan cardiac arrest.
Selain bantuan hidup dasar/ Basic Life Support, dalam penanganan cardiac arrest
juga memerlukan bantuan hidup lanjutan/ Advanced Cardiovascular Life Support
(ACLS) untuk meningkatkan harapan hidup korban. Adapun algoritma
penanganan bantuan hidup lanjutan/ Advanced Cardiovascular Life Support
(ACLS) untuk pulseless arrest:
DAFTAR PUSTAKA
Mustafa I, dkk. 1996. Bantuan Hidup Dasar. RS Jantung Harapan Kita.
Jakarta.Sunatrio S, dkk. 1989. Resusitasi Jantung Paru. dalam Anesteiologi.
Editor Muhardi Muhiman, dkk, Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.
Sjamsuhidajat R, Jong Wd. 1997. Resusitasi. Hal : 124-129. dalam Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai