Anda di halaman 1dari 15

RJP

A. Pengertian

Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) adalah prosedur
penyelamatan keadaan gawat darurat yang dilakukan pada orang dengan henti jantung atau
henti napas yang terdiri dari kompresi dada dan pemberian napas buatan. American Heart
Association merekomendasikan “RJP segera” dan dilakukan oleh orang awam apabila tidak
ada tenaga medis. Resusitasi jantung paru merupakan intervensi untuk mempertahankan
fungsi vital korban henti jantung (Lestari, 2020).

B. Tujuan

Tujuan RJP ialah oksigenasi darurat yang diberikan secara efektif pada organ vital seperti
otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan sampai paru dan jantung dapat
melakukan fungsinya secara normal. Hal ini dilakukan untuk mencegah berhentinya sirkulasi
darah atau berhentinya pernapasan yang dapat menyebabkan kematian sel dengan cara
memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi melalui kompresi dada dan ventilasi dari
korban yang mengalami henti jantung atau henti nafas (Fadiah, 2018).

C. TEKNIK RESUSITASI JANTUNG PARU

Tindakan resusitasi jantung paru menurut Alkatiri dan Bakri (2007) dan Muhiman (2004)
dibagi dalam tiga fase, pada tiap fase terdapat tindakan pokok yang harus dilakukan yang
tersusun sesuai dengan abjad, yaitu:

a. Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support)

- Airway control : pembebasan jalan nafas agar tetap terbuka


- Breathing support : mempertahankan ventilasi dan oksidasi
paru
- Circulation support : mempertahankan sirkulasi darah dengan
mengadakan bantuan sirkulasi buatan dengan melakukan pijat
jantung

b. Bantuan Hidup Lanjut (Advance Life Support)

- Drug and fluid : dilakukan pemberian obat dan cairan


- Electrocardiography : dilakukan segera setelah pijat jantung
untuk penentuan irama jantung
- Fibrilation treatment : dilakukan untuk mengatasi keadaan
fibrilasi ventrikel
c. Bantuan Hidup Jangka Panjang (Prolonged Life Support)

- Gaunging : pelaksanaan penilaian dan evaluasi RJP dengan melakukan pemeriksaan,


penentuan penyebab dasar, penilaian pada pasien untuk mengetahui apakah
pengobatan dapat diteruskan atau tidak.
- Human mentation : penentuan ada tidaknya kerusakan serebral serta dilakukannya
tindakan resusitasi serebral untuk
memulihkan fungsi dari sistem saraf pusat
- Intensive care : penatalaksanaan selanjutnya untuk perawatan
intensif jangka panjang.

D. Indikasi

a) Henti jantung (cardiac arrest) adalah ketidaksanggupan curah jantung untuk


memenuhi kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya secara mendadak, jika
tidak dilakukan tindakan yang tepat akan menyebabkan kematian atau kerusakan otak
menetap. Sebagian besar henti jantung disebabkan oleh fibrilasi ventrikel atau
takikardia ventrikel. Henti jantung ditandai oleh denyut nadi yang tidak teraba
(karotis, femoralis, radialis), adanya kebiruan (sianosis), napas dangkal dan pendek
(gasping) (Ganthikumar, 2016).
b) Henti napas (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh banyak hal, misalnya serangan
stroke, keracunan obat, tenggelam, inhalasi asap/uap/gas, obstruksi jalan naas oleh
benda asing, dan lain-lainnya. Pada awal henti nafas, jantung masih berdenyut dan
nadinya masih teraba, dimana oksigen masih dapat masuk ke dalam darah untuk
beberapa menit dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ-
organ vital yang lainnya. Dengan memberikan bantuan resusitasi, ia dapat membantu
menjalankan sirkulasi lebih baik dan mencegah kegagalan perfusi organ
(Ganthikumar, 2016).

E. Kontraindikasi

Semua orang yang mengalami henti jantung harus mendapatkan resusitasi, kecuali dalam
keadaan tertentu seperti (Fadiah, 2018) :

a. Pasien yang menyetujui untuk tidak diberikannya resusitasi atau lebih dikenal dengan
DNAR (Do Not Attempt Resuscitation)

b. Pasien dengan tanda-tanda kematian yang irreversible (rigor mortis, pembusukan atau
livor mortis)
F. Komplikasi

Komplikasi pada resusitasi jantung paru (RJP) dapat terjadi akibat kompresi dada atau akibat
ventilasi.
- Komplikasi akibat Kompresi Dada
Komplikasi yang dapat terjadi akibat kompresi dada adalah fraktur iga atau sternum.
Studi post mortem yang dilakukan oleh Kaldrum, et al. menunjukkan banyak
komplikasi lain pada region toraks yang dapat disebabkan oleh resusitasi jantung
paru, yaitu pneumotoraks, hemotoraks, kontusio paru, dan bahkan ruptur ventrikel
kiri. Durasi resusitasi jantung paru lebih dari 30 menit menjadi faktor risiko
terjadinya komplikasi tersebut. Selain komplikasi pada regio toraks, beberapa kasus
menunjukkan bahwa resusitasi jantung paru dapat menyebabkan komplikasi berupa
cedera hati dan limpa.
PROSEDUR RJP

Pengertian Usaha yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi
pada henti nafas (respiratory arrest) dan atau henti jantung (cardiac arrest) pada
orang dimana fungsi tersebut gagal total oleh suatu sebab yang memungkinkan
untuk hidup normal selanjutnya bila kedua fungsi tersebut bekerja kembali.
Tujuan 1. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya pernafasan
2. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari pasien yang
mengalami henti jantung atau henti nafas melalui resusitasi jantung paru (RJP)
Persiapan BVM
Alat/ Bahan
Prosedur Tahap Kerja
tindakan
PROSEDUR RJP 1 PENOLONG
1. Perhatikan lingkungan sekitar, hati-hati terhadap bahaya seperti arus listrik,
kebakaran, kemungkinan, pekerjaan konstruksi atau gas beracun: Pastikan
tempat tersebut aman untuk melakukan pertolongan
2. Tentukan status kesadaran:
 Panggil, tepuk, atau guncang korban perlahan
 Panggil dengan keras: “Hallo Hallo Apakah anda baik-baik saja?”
 Bila tidak ada respon, panggil ambulan 118
3. Buka jalan napas:
Head Tilt-Chin lift
4. Periksa jalan napas dan keluarkan semua benda asing yang terlihat
5. Periksa pernapasan:
Melihat, mendengarkan, merasakan (sekitar 10 detik)
6. Bila tida ada napas
7. Berikan 2 tiupan napas pendek (1 derik/ tiupan: volume udara: 400-600
ml/tiupan)
8. Biarkan terjadi ekspirasi pasif diatara pemberian napas
9. Periksa nadi carotis/*tanda-tanda sirkulasi (10detik)
10. Bila tidak ada nadi dan*tanda-tanda sirkulasi mulailah RJP:
 Tentukan landmark untuk kompresi dada
 Posisi tubuh dan tangan yang tepat
 Tekan kedalaman 4-5 cm dengan relaksasi sempurna dari tekana yang
diberikan setelah tiap kompresi dengan kecepatan 100x/menit
 Gunakanhitungan“1&2&3&4&5&1&2&3&4&10&1&2&3&4&15&1&
2&3&4&20& 1&2&3&4&25&1&2&3&4&30
11. Lakukan 30 kompresi dada diikuti 2 tiupan napas
PROSEDUR RJP 2 PENOLONG
1. Perhatikan lingkungan sekitar, hati-hati terhadap bahaya seperti arus listrik,
kebakaran, kemungkinan, pekerjaan konstruksi atau gas beracun
2. Pastikan tempat tersebut aman untuk melakukan pertolongan
3. Tentukan status kesadaran:
 Panggil, tepuk, atau guncang korban perlahan
 Panggil dengan keras: “Hallo Hallo Apakah anda baik-baik saja?”
 Bila tidak ada respon, panggil ambulan 118
4. Buka jalan napas: Head Tilt-Chin lift
5. Periksa jalan napas dan keluarkan semua benda asing yang terlihat
6. Periksa pernapasan: Melihat, mendengarkan, merasakan (sekitar 10 detik)
7. Bila tida ada napas
8. Berikan 2 tiupan napas pendek (1 derik/ tiupan: volume udara: 400600
ml/tiupan)
9. Biarkan terjadi ekspirasi pasif diatara pemberian napas
10. Periksa nadi carotis/*tanda-tanda sirkulasi (10detik)
11. Bila tidak ada nadi dan*tanda-tanda sirkulasi mulailah RJP:
 Tentukan landmark untuk kompresi dada
 Posisi tubuh dan tangan yang tepat
 Tekan kedalaman 4-5 cm dengan relaksasi sempurna dari tekana
yang diberikan setelah tiap kompresi dengan kecepatan 100x/menit
 Gunakanhitungan“1&2&3&4&5&1&2&3&4&10&1&2&3&4&15
&1&2&3&4&20& 1&2&3&4&25&1&2&3&4&30”
12. Mulai kompresi dada dengan hitungan:
“1&2&3&4&5&1&2&3&4&10&1&2&3&4&15&1&2&3&4&20&1
&2&3&4&25&1&2&3&4&30”
13. Berikan dua tiupan napas setiap kali penolong 2 menyelesaikan 30 kompresi
dada
14. Ulangi siklus: Penolong 1: berikan 2 tiupan napas Penolong 2: lakukan 30
kompresi dada
15. Meminta tukar peran dengan menghitung:
“1&2&3&4&5&1&2&3&4&10&1&2&3&4&15&1&2&3&4&20&1
&2&3&4&25&1&2&3&4&30”
16. Selesaikan pemberian 2 tiupan napas sebelum pindah ke dada korban untuk
mengambil alih kompresi
17. Pindah ke kepala korban dan evaluasi nadi (bila nadi sulit dievaluasi dan
tidak didapatkan *tanda-tanda sirkulasi, perlakukan sebagai henti jantung),
katakan “Nadi tidak teraba, lanjutkan RJP”

PROSEDUR RJP BAYI


1. Perhatikan lingkungan sekitar, hati-hati terhadap bahaya seperti arus listrik,
kebakaran, kemungkinan, pekerjaan konstruksi atau gas beracun: Pastikan
tempat tersebut aman untuk melakukan pertolongan
2. Tentukan status kesadaran:
 Panggil, tepuk, atau guncang korban perlahan
 Panggil dengan keras: “Hallo Hallo Apakah anda baik-baik saja?”
 Bila tidak ada respon, panggil ambulan 118
3. Buka jalan napas: Head Tilt-Chin lift
4. Periksa jalan napas dan keluarkan semua benda asing yang terlihat
5. Periksa pernapasan: Melihat, mendengarkan, merasakan (sekitar 10 detik)
6. Bila tida ada napas
7. Berikan 2 tiupan napas pendek (1 derik/ tiupan: volume udara: 400600
ml/tiupan)
8. Biarkan terjadi ekspirasi pasif diatara pemberian napas
9. Periksa nadi carotis/*tanda-tanda sirkulasi (10detik)
10. Bila tidak ada nadi dan*tanda-tanda sirkulasi mulailah RJP:
 Tarik garis khayal diantara dua puting susu
 Letakkan jari telunjuk pada garis khayal
 Letakkan jari tengan dan jari manis disebelah jari telunjuk
 Geser ketiga jari tersebut ke sternum (tulang dada)
 Posisikan jari-jari tegak lurus tulang dada
 Bungkukkan tubuh anda, dekatkan pipi ke mulut dan hidung bayi
 Gunakan jari tengah dan manis untuk melakuka kompresi sternum
sedalam 2 cm
11. Peragakan teknik yang benar untuk kompresi dada
 Jaga jari tetap menyentuh sternum selama tiap hentakan
 Gumamkan“1&2&3&4&5&1&2&3&4&10&1&2&3&4&15&1&2
&3&4&20& 1&2&3&4&25&1&2&3&4&30
12. Lakukan 30 kompresi dada diikuti 2 tiupan napas

Evaluasi
1. Evaluasi nadi dan tanda-tanda sirkulasi korban tiap 5 siklus RJP 30:2
2. Bila nadi tidak teraba (nadi sulit dievaluasi dan korban tidak menunjukkan
tanda-tanda sirkulasi, dianggap sebagai henti jantung) lanjutkan RJP 30:2
3. Bila tidak teraba, periksa pernapasan korban
4. Bila tidak ada napas lakukan rescue breathing dengan hitungan: tiup, satu
ribu, dua ribu, tiga ribu, empat ribu, tiup
5. Berikan 12 kali tiupan tiap menit
6. Ulangi langkah evaluasi setelah 1 menit 7. Bila napas ada dan adekuat,
letakkan korban pada posisi recovery. Monitor nadi, tanda-tanda sirkulasi
dan pernapsan tiap beberapa menit

TRIAGE
1. Pengertian
Triage adalah suatu proses penggolongan pasien berdasarkan tipe dan tingkat
kegawatankondisinya (Zimmermann dan Herr, 2006). Triage juga diartikan sebagai suatu
tindakan pengelompokkan penderita berdasarkan pada beratnya cidera yang diprioritaskan
ada tidaknya gangguan pada airway (A), breathing (B), dan circulation (C) dengan
mempertimbangkan sarana, SDM, dan probabilitas hidup penderita

2. Tujuan
a. Mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa
b. Memprioritaskan pasien menurut kondisi keakutannya
c. Menempatkan pasien sesuai dengan keakutannya pada pengkajian yang tepat dan akurat
d. Menggali data yang lengkap tentang keadaan pasien

3. Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan pada :
a. pengetahuan
b. data yang tersedia
c. situasi yang berlangsung

Kode Warna International Dalam Triage :


Sistem triage dikenal dengan system kode 4 warna yang diterima secara internasional. Merah
menunjukan perioris tinggi perawatan atau pemindahan, kuning menandakam perioritas
sedang, hijau digunakan untuk pasien rawat jalan, dan hitam untuk kasus kematian atau
pasien menjelang ajal. Perawat harus mampu mampu mengkaji dan menggolongkan pasien
dalam waktu 2 – 3 menit.
1) Prioritas 1 atau Emergensi: warna MERAH (kasus berat)
Pasien dengan kondisi mengancam nyawa, memerlukan evaluasi dan intervensi segera,
perdarahan berat, pasien dibawa ke ruang resusitasi, waktu tunggu 0 (nol)
- Asfiksia, cedera cervical, cedera pada maxilla
- Trauma kepala dengan koma dan proses shock yang cepat
- Fraktur terbuka dan fraktur compound. Luka bakar > 30 % / Extensive Burn
- Shock tipe apapun
2) Prioritas 2 atau Urgent: warna KUNING (kasus sedang)
Pasien dengan penyakit yang akut, mungkin membutuhkan trolley, kursi roda atau jalan
kaki, waktu tunggu 30 menit, area critical care.

- Trauma thorax non asfiksia


- Fraktur tertutup pada tulang panjang
- Luka bakar terbatas ( < 30% dari TBW )
- Cedera pada bagian / jaringan lunak
3) Prioritas 3 atau Non Urgent: warna HIJAU (kasus ringan)

Pasien yang biasanya dapat berjalan dengan masalah medis yang minimal, luka lama,
kondisi yang timbul sudah lama, area ambulatory / ruang P3.
- Minor injuries
- Seluruh kasus kasus ambulant / jalan
4. Prioritas 0: warna HITAM (kasus meninggal)
- Tidak ada respon pada semua rangsangan
- Tidak ada respirasi spontan
- Tidak ada bukti aktivitas jantung
- Tidak ada respon pupil terhadap cahaya

Tipe Triage Di Rumah Sakit

1) Tipe 1 : Traffic Director or Non Nurse


- Hampir sebagian besar berdasarkan system triage
- Dilakukan oleh petugas yang tak berijasah
- Pengkajian minimal terbatas pada keluhan utama dan seberapa sakitnya
- Tidak ada dokumentasi
- Tidak menggunakan protocol
- Perawat hanya mengidentifikasi keluhan utama dan memilih antara status
“mendesak” atau “tidak mendesak”. Tidak ada tes diagnostik permulaan yang
diintruksikan dan tidak ada evaluasi yang dilakukan sampai tiba waktu pemeriksaan.
2) Tipe 2 : Cek Triage Cepat (Spot Check)
- Pengkajian cepat dengan melihat yang dilakukan perawat teregistrasi atau dokter
- Termasuk riwayat kesehatan yang berhubungan dengan keluhan utama
- Evaluasi terbatas
- Tujuan untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius atau cedera mendapat
perawatan pertama.
- Perawat mendapatkan keluhan utama bersama dengan data subjektif dan objektif
yang terbatas, dan pasien dikategorikan ke dalam salah satu dari 3 prioritas
pengobatan yaitu “gawat darurat”, “mendesak”, atau “ditunda”. Dapat dilakukan
beberapa tes diagnostik pendahuluan, dan pasien ditempatkan di area perawatan
tertentu atau di ruang tunggu.Tidak ada evaluasi ulang yang direncanakan sampai
dilakukan pengobatan.
3) Tipe 3 : Comprehensive Triage
- Dilakukan oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai dan berpengalaman
- 4 sampai 5 sistem kategori
- Sesuai protokol
- Sistem ini merupakan sistem yang paling maju dengan melibatkan dokter dan perawat
dalam menjalankan peran triage.Data dasar yang diperoleh meliputi pendidikan dan
kebutuhan pelayanan kesehatan primer, keluhan utama, serta informasi subjektif dan
objektif. Tes diagnostik pendahuluan dilakukan dan pasien ditempatkan di ruang
perawatan akut atau ruang tunggu, pasien harus dikaji ulang setiap 15 sampai 60
menit (Iyer, 2004).

4. Proses pengambilan keputusan dan triage


Pengambilan keputusan adalah bagian yang penting dan integral pada medis dan praktik
keperawatan. Penilaian klinis tentang pasien membutuhkan baik pemikiran dan intuisi, dan
keduanya harus didasarkan pada professional,pengetahuan dan keterampilan. Banyak praktisi
berpendapat bahwa pengambilan keputusan kritis adalah hanya sekitar akal sehat dan
pemecahan masalah, dan sampai batas tertentu mereka sudah benar. Itu, bagaimanapun, lebih
dari ini dan membutuhkan tingkat keterampilan tertentu. Dalam proses pengambilan
keputusan dokter diharapkan untuk:
1. menafsirkan
2. mendiskriminasikan
3. mengevaluasi

5. START (simple triage and rapid treatment)


START adalah suatu system yang dikembangkan untuk memungkinkan paramedic memilah
korban dalam waktu yang singkat kira – kira 30 detik. Yang perlu diobservasi : Respiration,
Perfusion, dan Mental Status ( RPM ). System START di desain untuk membantu penolong
untuk menemukan pasien yang menderita luka berat.
- Tahap pertama dalam START adalah untuk memberitahu orang / korban yang dapat
bangun dan berjalan untuk pindah ke area yang telah ditentukan. Supaya lebih mudah
untuk dikendalikan, bagi korban yang dapat berjalan agar dapat pindah dari area
tempat pertolongan korban prioritas utama (merah / immediate ). Korban ini sekarang
ditandai dengan status Minor / prioritas 3 ( hijau ). Jika korban protes disuruh pindah
dikarenakan nyeri untuk berjalan, jangan paksa mereka untuk pindah.
- Tahap ke dua: Mulai dari tempat berdiri. Mulailah tahap ke 2 dari tempat berdiri,
bergeraklah pindah dengan pola yang teratur dan mengingat korban. Berhenti pada
masing – masing individu dan melakukan assesment dan tagging dengan cepat.
Tujuannya adalah untuk menemukan pasien yang butuh penanganan segera
(immediate, merah).
START didasarkan pada 3 observasi : RPM ( respiration, perfusion, and Mental Status )
Respiration / breathing
Jika pasien bernafas, kemudian tentukan frekuensi pernafasanya, jika lebih dari 30 / menit,
korban ditandai Merah / immediate. Korban ini menujukkan tanda – tanda primer shock dan
butuh perolongan segera.
Jika pasien bernafas dan frekuensinya kurang dari 30 / menit, segera lakukan observasi
selanjutnya ( perfusion and Mental status ).
Jika pasien tidak bernafas, dengan cepat bersihkan mulut korban dari bahan – bahan asing.
Buka jalan nafas, posisikan pasien untuk mempertahankan jalan nafasnya, dan jika pasien
bernafas tandai pasien dengan immediate, jika pasien tidak bernafas setelah dialkukan
maneuver tadi, maka korban tersebut ditandai DEAD.
Perfusion or Circulating
Bertujuan untuk mengecek apakah jantungnya masih memiliki kemampuan untuk
mensirkulasikan darah dengan adekuat, dengan cara mengecek denyut nadi. Jika denyut nadi
lemah dan tidak teratur korban ditandai immediate. jika denyut nadi telah teraba segera
lakukan obserbasi status mentalnya.
Mental status
Untuk mengetesnya dapat dilakukan dengan memnberikan instruksi yang mudah pada korban
tersebut :
“buka matamu” atau “ tutup matamu “.
Korban yang mampu mengikuti instuksi tersebut dan memiliki pernafasan dan sirkulasi yang
baik, ditandai dengan Delayed
Korban yang tidak bisa mengikuti instruksi tersebut ditandai dengan Immediate
• Korban ‘D’ ditinggalkan di tempat mereka jatuh, ditutupi seperlunya.
• Korban ‘I’ merupakan prioritas utama dalam evakuasi karena korban ini memerlukan
Perawatan medis lanjut secepatnya atau paling lambat dalam satu jam (golden hour).
• Korban ‘DEL’ dapat menunggu evakuasi sampai seluruh korban ‘I’ selesai ditranspor.
• Jangan evakuasi korban ‘M’ sampai seluruh korban ‘I’ dan ‘DEL’ selesai dievakuasi.
Korban ini dapat menunda perawatan medis lanjut sampai beberapa jam lamanya. Re-triase
korban tetap dilakukan untuk melihat apakah keadaan korban memburuk.

PROSEDUR TRIAGE

Pengertian Triage adalah suatu proses penggolongan pasien berdasarkan tipe dan tingkat
kegawatan kondisinya (Zimmermann dan Herr, 2006). Triage juga diartikan
sebagai suatu tindakan pengelompokkan penderita berdasarkan pada beratnya
cidera yang diprioritaskan ada tidaknya gangguan pada airway (A), breathing
(B), dan circulation (C) dengan mempertimbangkan sarana, SDM, dan
probabilitas hidup penderita
Tujuan 1. Mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa
2. Memprioritaskan pasien menurut kondisi keakutannya
3. Menempatkan pasien sesuai dengan keakutannya pada pengkajian yang
tepat dan akurat
4. Menggali data yang lengkap tentang keadaan pasien
Persiapan 11. Standar tenaga
Alat/ 1 orang dokter umum atau 1 perawat yang sudah bersertifikat PPGD
Bahan 12. Standar sarana
1) Sarana Non Medis (alat/bahan):
a. Ruang Triase memenuhi ketentuan :
1) Ruangan
2) Ada penyekat/kelambu
3) Wastafel dengan air mengalir
4) Ventilasi udara baik
5) Cahaya / penerangan baik
6) Lantai keramik dan bersih
7) Ada stop kontak listrik
8) Pembersih tangan
b. Brancart
c. Meja kursi
d. Alat tulis (ballpoin, penghapus, penggaris)
e. Rekam Medik minimal
f. Tempat sampah non medis beralas plastik
g. Tempat sampah medik beralas plastik dan tertutup, tutup dapat
dibuka dengan menginjak pembuka tutup di bagian bawah tempat
sampah
h. Label / bendera 4 warna ( merah, kuning, hijau dan hitam ) masing-
masing warna minimal 10 biji ( kasus KLB )
2) Sarana Medis
a. Kit Pemeriksaan Sedarhana minimal berisi :
1) Tensimeter
2) Stetoskop
3) Reflek Hammer
b. Handscoon
Prosedur A. Anamnesa
Tindakan B. Pemeriksaan singkat dan cepat untuk menentukan derajat kegawatannya
C. Pengelompokan pasien berdasar kegawatannya
D. Rujukan ke ruang tindakan
E. Kegiatan setelah triase
F. Pencatatan dan pelaporan

Tahap Kerja
A. Pemeriksaan singkat dan cepat untuk menentukan derajat kegawatan
1. Mencuci tangan.
2. Memakai handscoon pada kedua tangan petugas.
3. Respons
kaji respon / kesadaran dengan metode AVPU, meliputi :
1) Alert (A) : berespon terhadap lingkungan sekitar/sadar terhadap
kejadian yang dialaminya
2) Verbal (V): berespon terhadap pertanyaan perawat
3) Paintfull (P): berespon terhadap rangsangan nyeri
4) Unrespon (U): tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri
Cara pengkajian :
a. Observasi kondisi pasien saat datang
b. Tanyakan nama klien
c. Lakukan penepukan pundak / penekanan daerah sternum
d. Lakukan rangsang nyeri misalnya dengan mencubit
4. Airway (Jalan Napas)
a. Lihat, dengar, raba (Look, Listen, Feel)
b. Buka jalan nafas, yakinkan adekuat
c. Bebaskan jalan nafas dengan proteksi tulang cervical dengan
d. menggunakan teknik Head Tilt/Chin Lift/Jaw Trust, hati-hati pada
e. korban trauma
f. Cross finger untuk mendeteksi sumbatan pada daerah mulut
g. Finger sweep untuk membersihkan sumbatan di daerah mulut
h. Suctioning bila perlu
5. Breathing (Pernapasan)
Lihat, dengar, rasakan udara yang keluar dari hidung/mulut, apakah ada
pertukaran hawa panas yang adekuat, frekuensi nafas, kualitas nafas,
keteraturan nafas atau tidak
6. Circulation (Pendarahan)
a. Lihat adanya perdarahan eksterna/interna
b. Hentikan perdarahan eksterna dengan Rest, Ice,
Compress,Elevation (istirahatkan lokasi luka, kompres es,
tekan/bebat,tinggikan)
c. Perhatikan tanda-tanda syok/ gangguan sirkulasi : capillary refill
time, nadi, sianosis, pulsus arteri distal
Dari hasil pemeriksaan tentukan katagori pasien berdasar
pelayanan:
a. Pelayanan cepat (merah)
b. Pelayanan ditunda (kuning)
c. Pelayanan berjalan (hijau)
d. Meninggal – tak tertolong (hitam)
B. Pengelompokan pasien berdasar kegawatannya
1. Emergency (Label Merah)
Pasien gawat dan darurat, pasien ini harus mendapat pertolongan
dengan prioritas penanganan pertama (P1) : Pasien di bawa keruangan
resusitasi dengan Waktu tunggu 0 menit. Contohnya antara lain sebagai
berikut:
a. Penderita tidak sadar
b. Distress pernafasan (RR > 30x/mnt)
c. Shock tipe apapun
2. Urgent (Label Kuning)
Pasien dengan penyakit yang akut, pasien-pasien yang harus dirawat
dalam jangka wakttu beberapa jam dengan prioritas penanganan kedua
(P2) dengan Waktu tunggu 30 detik. Contohnya Antara lain yaitu:
a. Cedera tulang belakang
b. Trauma capitis tertutup
c. Luka bakar < 25 %
3. Non Urgent (Label Hijau)
Pasien dengan fungsi hemodinamik yang stabil tetapi menderita luka
yang jelas mendapat prioritas penanganan ketiga P3. Contohnya
meliputi hal berikut.
a. Luka memar
b. Fraktur Extremitas atas
4. Expextant (Label Hitam)
Pasien mengalami cedera mematikan dan akan meninggal meski
mendapat prioritas pengangan P0 atau P4. Contohnya yaitu:
a. Luka bakar derajat tiga hampir seluruh tubuh
b. Kerusakan organ vital (tidak ada respirasi spontan, tidak ada aktivitas
jantung, hilangnya respon pupil terhadap cahaya)\

C. Rujukan ke ruang tindakan


1. Memberi label pada pasien sesuai dengan kegawatannya
2. Menyertakan rekam medisnya
3. Membawa / merujuk brancart pasien ke ruang tindakan sesuai
4. Labelnya

D. Kegiatan setelah triage


1. Membersihkan alat / bahan medis setelah dipakai (lihat SOP
2. Membersihkan Alat / Bahan Medis).
Membersihkan ruangan dengan cara:
a. Menyapu seluruh ruangan triase dari muka ke belakang.
b. Membuang sampah (medis dan non medis) ketempat sampah
c. masing- masing.
d. Mengepel seluruh lantai dengan menggunakan disinfektan/lisol.
e. Mengembalikan alat-alat pembersih pada tempatnya.
3. Mencuci tangan (lihat SOP Cuci Tangan)
4. Mengumpulkan / membuang sampah medis dan non medis pada
tempatnya (lihat SOP Membuang Sampah Medis dan Non Medis).
5. Mengembalikan alat/bahan yang telah digunakan pada tempat semula
(lihat SOP Mengembalikan Alat).

Dokumentasi
A. Mengisi register kunjungan.
a. Identitas korban; nama, jenis kelamin, alamat, kewarganegaraan
b. Waktu kejadian, waktu dilakukan triage
c. Status lokalis pasien (area cedera/keluhan)
d. Jumlah korban di setiap area triage
e. Jumlah korban yang di rujuk ke RS lain
B. Membuat laporan yang diperlukan

Anda mungkin juga menyukai