Anda di halaman 1dari 9

Syifa’ MEDIKA, Vol.10 (No.

1), September 2019

TINJAUAN PUSTAKA: MIASTENIA GRAVIS


Salma Kamarudin1 , Liza Chairani1
1) Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas M uhammadiyah Palembang

Submitted: September 2019 |Accepted: September 2019 |Published: September 2019

ABSTRAK

Miastenia gravis adalah penyakit autoimun yang timbul akibat produksi autoantibodi patogenik yang
berikatan dengan neuromuscular junction. Prevalensi M G sekitar 5,3 kasus dari 1.000.000 orang per tahun.
Angka kematian M G berkisar antara 0,06-0,89 per 1.000.000 orang per tahun. MG memiliki karakter klin is
yang fluktuatif berupa kelelahan pada otot. Keluhan kelemahan meningkat sepanjang hari, diperburuk
dengan aktivitas dan mengalami perbaikan dengan istirahat. Gejala klin is yang muncul adalah ptosis,
diplopia, disartria, disfagia, serta kelemahan otot pernapasan dan kelemahan otot anggota gerak. Kelemahan
alat anggota gerak dan batang tubuh biasanya lebih banyak terdistribusi di proksimal dibandingkan di
bagian distal. MG diterap i dengan antikolinesterase, terapi imunomodulasi, dan timekto mi. Pasien dapat
men ikmati h idup normal dan produktif ket ika penyakit ini d iobati dengan adekuat.

Kata kunci: miastenia gravis, penyakit autoimun, kelemahan otot

ABSTRACT
Myasthenia gravis (MG) is an autoimmune disorder caused by pathogenic autoantibodies production that
are bind to neuromuscular junctions. The prevalence of MG is about 5.3 case in 1000,000 peoples per year.
Mortality rate of MG is about 0.06-0.89 per 1,000,000 peoples per year. MG is clinically characterized by
fluctuate muscle fatigue. Complaints of weakness increase throughout the day, exacerbated by activities,
and experience improvements with rest. Clinical symptoms that appear are ptosis, diplopia, dysarthria,
dysphagia, and weakness of the respiratory muscles and limbs. Weaknesses of limbs and torso are
distributed on proximal muscles than distal muscles. MG is treated with anticholinesterases,
immunomodulation therapy, and thymectomy. Patients can live their life normally and as productive as
normal people if this disorder is treated adequately.

Keywords: Myasthenia gravis, autoimmune disease, muscle weakness

Korespondensi: lizachairani@y mail.co m

63
Syifa’ MEDIKA, Vol.10 (No. 1), September 2019

Pendahuluan penderita beristirahat, maka tidak lama


Miastenia gravis (MG) adalah kemudian kekuatan otot akan pulih
gangguan transmisi neuromuskular kembali. Penyakit ini timbul karena
dapatan yang paling banyak. Penyakit ini adanya gangguan dari synaptic
terjadi akibat produksi autoantibodi transmission atau pada NMJ.3,4,7,8,9
patogenik yang berikatan dengan
Epidemiologi
neuromuscular junction (NMJ),
MG merupakan penyakit yang
terutama reseptor asetilkolinesterase
jarang ditemui, insidennya 5,3 per
(AChR).1 Kerusakan yang mendasarinya
1.000.000 orang per tahun dan
adalah berkurangnya jumlah reseptor
prevalensinya 77,7 per 1.000.000 orang
asetilkolin (AchRs) yang tersedia pada
per tahun. Angka insidensi berdasarkan
NMJ secara menyeluruh dan merusak
jenis kelamin meningkat sesuai
membran postsinaptik.2,3,4,5
pertambahan usia. Jenis kelamin laki-
Prevalensi MG sekitar 1 kasus
laki mendominasi pada kelompok usia
dalam 10.000-20.000 orang. MG lebih
tua. Angka kematian MG berkisar antara
sering terdapat pada orang dewasa, dapat
0,06- 0,89 per 1.000.000 orang per
juga pada anak dan bisa timbul segera
tahun.10
setelah lahir atau sesudah umur 10 tahun
Wanita lebih sering terkena pada usia
Patofisiologi
dekade kedua dan ketiga, dan laki- laki
Patofisiologi MG terbagi menjadi
lebih sering pada usia dekade kelima dan
4 jalur mekanisme, yaitu:
keenam.2,3
A. Defek transmisi neuromuskular
Kelemahan otot rangka timbul
Tinjauan Pustaka
akibat menurunnya faktor
Definisi
keselamatan pada proses transmisi
MG adalah suatu kelainan
neuromuskular. Faktor
autoimun yang ditandai oleh suatu
keselamatan adalah perbedaan
kelemahan abnormal dan progresif pada
potensial pada motor endplate dan
otot rangka yang dipergunakan secara
potential threshold yang
terus- menerus dan disertai dengan
dibutuhkan untuk menimbulkan
kelelahan saat beraktivitas.6 Bila
potensial aksi dan akhirnya

64
Syifa’ MEDIKA, Vol.10 (No. 1), September 2019

merangsang kontraksi serabut otot. juga hyperplasia timus folikular


Menurunnya potensial pada motor pada pasien MG tipe awitan dini
endplate timbul akibat dan atropi timus pada pasien MG
menurunnya reseptor asetilkolin.11 dengan awitan lambat.11
B. Autoantibodi D. Defek pada sistem imun
Autoantibodi yang paling sering MG adalah gangguan autoimun
ditemukan pada MG adalah terkait sel T dan diperantarai sel B.
antibodi terhadap reseptor Produksi autoantibodi pada AChR
asetilkolin (AChR) nikotinik pada MG membutuhkan bantuan dari
otot rangka. Antibodi AChR akan sel T CD4+ (Sel T helper). Mereka
mengaktifkan rangkaian akan menyekresikan sitokin
komplemen yang menyebabkan inflamasi yang menginduksi reaksi
trauma pada post-sinaps autoimun terhadap self-antigen
permukaan otot. Selanjutnya dan akhirnya mengaktifkan sel
antibody AChR akan bereaksi B.11
silang dengan AChR sehingga
meningkatkan endositosis dan
degradasi. Lalu antibody AChR
akan menghambat aktivasi AChR
dengan cara memblokade binding
site-nya AChR atau menghambat
pembukaan kanal ion.11
C. Patologi timus
Abnormalitas timus sering
Gambar 1. Atas: Paut saraf otot normal,
ditemukan pada pasien MG. menunjukkan ujung saraf presinaptik dan
Sekitar 10% pasien MG terkait postsynaptic muscle endplate. Bawah:(A)
antibodi reseptor asetilko lin memb lokade
dengan timoma. Sebagian besar cholinergic binding site dari reseptor asetilkolin
(ACh R), mencegah asetilkolon berikatan dengan
timoma memiliki kemampuan reseptor. (B) antibodi reseptor asetilkolin
melakukan cross-link dengan AChR terdekat,
untuk memilih sel T yang men ingkatkan laju internalisasi ke dalam otot.
(C) antibodi reseptor asetilkolin yang mengikat
mengenali AChR dan antigen otot ko mplemen menyebabkan destruksi muscle
lainnya. Selain timoma, ditemukan endplate dan menekan ju mlah A ChR.7

65
Syifa’ MEDIKA, Vol.10 (No. 1), September 2019

Gejala Klinis selama trimester pertama. Pada beberapa


MG secara klinis memiliki ciri pasien, gejala dan tanda membaik selama
kelelahan dan kelemahan pada otot. trimester kedua dan ketiga, bersamaan
Keluhan kelemahan meningkat dengan imunosupresif relatif yang
sepanjang hari, diperburuk dengan terjadi selama fase kehamilan ini. Risiko
aktivitas dan mengalami perbaikan tinggi kemudian kembali lagi selama
dengan istirahat. Ciri-cirinya meliputi periode postpartum. Sekitar sepertiga
ptosis, diplopia, disartria, disfagia, serta bayi dengan ibu menderita MG autoimun
kelemahan otot pernapasan dan anggota mengalami miastenia neonatal peralihan,
gerak. Sekitar setengah pasien memiliki yang kelemahannya tampak dalam 4 hari
keluhan okular. Yang lain dapat pertama kehidupan dan biasanya
mengeluhkan gejala pernapasan, berakhir selama 3 minggu. Kelemahan
disarthria, disfagia, atau kelelahan dan merupakan hasil dari transfer antibodi
kelemahan otot anggota gerak. maternal melalui plasenta ke dalam
Kelemahan otot okular biasanya bilateral sirkulasi darah bayi, tetapi tidak ada
dan asimetris serta menimbulkan kaitan yang jelas antara kelemahan
diplopia, ptosis atau keduanya. neonatal dan status klinis maternal atau
Kelemahan alat anggota gerak dan kadar antibodi. Bayi yang menderita juga
batang tubuh biasanya distribusinya malas makan dan tangisannya
lebih banyak di proksimal dibandingkan lemah.2,3,7,8,9
di distal. Otot quadriseps, triseps, dan
ekstensor leher tampak lebih dulu Klasifikasi
terkena. Gejala yang paling serius adalah Menurut Myasthenia Gravis
gangguan pernapasan karena kelemahan Foundation of America (MGFA), MG
otot diafragma dan interkostal. Gejala dapat diklasifikasikan sebagai berikut11 :
pernapasan ini, bersama dengan gejala
bulbar berat, dapat memuncak dan
disebut krisis miastenik dan
membutuhkan ventilasi mekanik.2,3,7,8,9
Kehamilan dapat menyebabkan
eksaserbasi MG, dengan risiko terbesar

66
Syifa’ MEDIKA, Vol.10 (No. 1), September 2019

Tabel 1. Klasifikasi Miastenia Gravis acetylcholine receptor (AChR) yang


Class Ada kelemahan otot-otot okular, positif. Antibodi terhadap muscle
kelemahan mungkin timbu l saat menutup
I specific kinase (MuSK) juga ditemukan
mata. Kekuatan otot-otot lain normal.
Class Kelemahan otot ringan pada otot selain
pada 38-50% pada pasien dengan
II otot okular. Mungkin juga mengalami
kelemahan otot okular dengan berbagai antibodi AChR negatif.11
tingkat keparahan.
Class Terutama menyebabkan kelemahan Sebanyak 75% pasien MG
ringan pada otot pada tungkai bawah, otot
IIa
aksial, ataupun keduanya. Mungkin juga menunjukkan hasil pengurangan respons
mengalami kelemahan pada otot
orofaringeal. potensial aksi otot ketika diperiksa
Class Terutama menyebabkan kelemahan
dengan tes repetitive nerve stimulation
IIb ringan pada otot orofaringeal, otot
pernapasan, atau keduanya. Mungkin (RNS).11
juga mengalami kelemahan pada otot
tungkai, otot aksial, atau keduanya.
Class Kelemahan sedang pada otot selain otot
okular, mungkin juga menyebabkan Diagnosis Banding
III
kelemahan otot okular dengan berbagai
tingkat keparahan.  Lambert-Eaton Myasthenic
Class Terutama menyebabkan kelemahan
Syndrome (LEMS)
sedang pada otot pada tungkai bawah,
IIIa
otot aksial, ataupun keduanya. Mungkin LEMS adalah penyakit autoimun
juga mengalami kelemahan pada otot
orofaringeal. NMJ primer yang memiliki ciri
Class Terutama menyebabkan kelemahan
sedang pada otot orofaringeal, otot kelemahan pada otot bagian
IIIb
pernapasan, atau keduanya. Mungkin
juga mengalami kelemahan pada otot proksimal, disfungsi otonom dan
tungkai, otot aksial, atau keduanya. arefleksia. Penyebaran kelemahan
Class Kelemahan otot berat pada semua otot
IV
selain otot okular. Mungkin juga otot dimulai dari kaudal ke kranial,
mengalami kelemahan otot okular dengan
berbagai tingkat keparahan. sementara pada MG penyebaran
Class Terutama menyebabkan kelemahan berat
pada otot pada tungkai bawah, otot aksial, dimulai dari kranial ke kaudal. Selain
IVa
ataupun keduanya. Mungkin juga
itu terdapat perbedaan gambaran yang
mengalami kelemahan pada otot
orofaringeal. khas pada hasil tes RNS.11
Class Terutama menyebabkan kelemahan berat
pada otot orofaringeal, otot pernapasan,
IVb atau keduanya. Mungkin juga mengalami
kelemahan pada otot tungkai, otot aksial, Penatalaksanaan
atau keduanya. A. Pengobatan gejala
Class Memerlu kan intubasi, dengan atau tanpa
ventilasi mekan is. Pyridostigmine (golongan
V
asetilkolinesterase inhibitor) bekerja
Tes serologis juga penting untuk menghambat hidrolisis asetilkolin di
menegakkan diagnosis MG. Sekitar 74- celah sinaptik. Obat ini akan
88% pasien MG generalisata akan meningkatkan interaksi antara
menunjukkan antibodi terhadap asetilkolin dan reseptornya di NMJ.

67
Syifa’ MEDIKA, Vol.10 (No. 1), September 2019

Dosis awal dimulai dengan 60 mg ditingkatkan 10 mg setiap 5-7


setiap 6 jam di siang hari (while hari hingga dicapai dosis
awake). Dosis dapat ditingkatkan maksimal 1,0-1,5 mg/kg BB/hari.
menjadi 60-120 mg setiap 3 jam. Efek Regimen induksi cepat diberikan
klinis akan muncul sekitar 15-30 Prednison dengan dosis 1,0-1,5
menit sejak dikonsumsi dan bertahan mg/kg BB/hari selama 2-4
hingga 3-4 jam. Efek samping yang minggu. Setelahnya dilakukan
paling sering muncul adalah penggantian cara pemberian
gangguan saluran pencernaan seperti menjadi selang sehari atau tetap
kram perut, BAB cair, dan kembung. meneruskan dosis tinggi setiap
Obat ini merupakan kontraindikasi hari.1
relatif pada krisis miastenia karena  Azathioprine
dapat meningkatkan sekresi cairan di Azathioprine adalah
saluran pernapasan.1 antimetabolit sitotoksik yang
menghambat sintesis purin
B. Imunosupresan sehingga menghambat sintesis
 Kortikosteroid DNA dan RNA, replikasi sel, dan
Mekanisme kerja fungsi limfosit. Respons MG
kortikosteroid terhadap MG terhadap terapi Azathioprine
belum diketahui, namun berkisar antara 70-91%. Obat ini
kortikosteroid dianggap diberikan pada pasien MG yang
imunosupresan paling efektif masih menunjukkan gejala
untuk MG. meskipun telah diterapi dengan
Ada 2 cara pemberian kortikosteroid, pasien dengan
kortikosteroid pada MG yaitu kontraindikasi relatif terhadap
regimen induksi cepat dengan kortikosteroid, serta pasien yang
dosis tinggi dan regimen titrasi mengalami efek samping berat
lambat dengan dosis rendah. dengan terapi kortikosteroid.
Regimen titrasi lambat dengan Dosis awal adalah 50 mg/hari.
dosis rendah digunakan pada Dosis dapat dinaikkan dengan
pasien MG ringan hingga sedang. penambahan 50 mg setiap 2-4
Dosis Prednison yang diberikan minggu hingga tercapai dosis 2-3
adalah 10 mg/hari dan mg/kg BB/hari.1

68
Syifa’ MEDIKA, Vol.10 (No. 1), September 2019

 Cyclosporine sel B CD20+ yang bersirkulasi


Mekanisme kerja cyclosporine sehingga menekan produksi
adalah mempengaruhi antibody dan imunitas humoral.
penghantaran sinyal calcineurin, Dosis optimal untuk MG belum
menekan sekresi sitokin dan ada yang baku.1
mempengaruhi aktivasi sel T
helper. Dosis awal sebesar 3 C. Imunoterapi kerja cepat
mg/kg BB/hari.1  Plasma Exchange (PLEX)
 Methotrexate (MTX) Indikasi PLEX adalah krisis
MTX adalah antimetabolit folat miastenia, ancaman krisis pada
yang menghambat enzim pasien dengan MG berat, serta
dihidrofolat reduktase. Sebagai pasien MG ringan-sedang
obat pilihan di lini ketiga, MTX dengan perburukan gejala klinis
diberikan dengan dosis awal 10 atau tidak berespon terhadapobat
mg/minggu dan dititrasi menjadi imunosupresan. Mekanisme
20 mg/minggu selama 2 bulan.1 kerja PLEX pada MG adalah
 Cyclophosphamide (CP) dengan menghilangkan
CP adalah agen alkilasi yang autoantibodi patogenik dan
memodifikasi basa guanin pada sitokin yang bersifat larut dalam
DNA, menyebabkan efek plasma. Regimen standar adalah
sitotoksik. Efek sitotoksik ini 5 kali prosedur PLEX dimana 1
kemudian menekan replikasi sel volume plasma diganti setiapkali
T dan sel B di sumsum tulang. prosedur dilakukan. PLEX
Pemberian CP intravena sebesar dilakukan selang sehari. Cairan
500 mg/m2 setiap bulan dapat pengganti plasma yang
memperbaiki MG pada bulan ke- digunakan adalah albumin 5%
12.1 yang ditambah dengan kalsium

 Rituximab glukonat untuk mencegak


Rituximab adalah antibodi hipokalsemia akibat efek sitrat.1
monoclonal yang melawan  Imunoglobulin Intravena (IVIG)
CD20, sebuah protein Indikasi IVIG sama dengan
transmembrane di permukaan sel indikasi PLEX untuk pasien MG.
limfosit B. Obat ini mengurangi Dosis induksi sebesar 2 g/kg BB

69
Syifa’ MEDIKA, Vol.10 (No. 1), September 2019

dibagi menjadi 2-5 hari. menikmati hidup normal dan produktif


Komplikasi IVIG adalah sakit ketika penyakit ini diobati dengan
kepala, anafilaksis, stroke, infark adekuat. Oleh karena itu, pemberian tata
miokard, deep venous laksana yang tepat sedari awal serta
thrombosis, dan emboli pulmo.1 kontrol teratur akan dapat membantu
pasien menikmati hidup normal.
D. Timektomi
Pada MG dengan timoma, harus Daftar Pustaka
1. Farmakidis C, Pasnoor M,
dilakukan pembuangan tumor dan
Dimachkie MM, Barohn RJ. 2018.
seluruh jaringan timus. Timektomi Treatment of Myasthenia Gravis.
Neurologic Clinics. 36(2):311-337.
pada MG tanpa timoma telah menjad i
2. Sosinsky MS dan Kaufmann P.
standar terapi, meskipun belum ada 2007. Myasthenia Gravis & Other
Disorders of the Neuromuscular
bukti ilmiah mengenai
Junction. in: Brust JCM (ed.).
efektivitasnya.1 Neurology: Current Diagnosis and
Treatment. USA: Lange Medical
Books/McGraw-Hill. Hal. 350-356.
Prognosis 3. Drachman DB dan Amato AA.
2006. Myastenia Gravis and other
Pada MG okular, dalam beberapa
Disease of the Neuromuscular
tahun >50% kasus berkembang menjadi Junction. In : Hauser SL.ed.
Harrison’s Neurology in Clinical
MG generalisata dan akan sekitar <10%
Medicine. San Fransisco: McGraw-
akan terjadi remisi spontan. Sekitar 15- Hill. Hal. 527-535.
4. Small GA dan Aloi M. 2003.
17% akan tetap mengalami gejala okular
Myastenia Gravis, In: Principles
yang di follow-up dalam periode 17 and Practise of Emergency
Neurology. Cambridge University
tahun. Sebuah studi dari 37 pasien
Press. Hal. 180-184.
dengan MG menunjukkan adanya 5. Roberts JR dan Kaiser LR. 2008.
Anterior mediastinal neoplasms in
timoma memberikan outcome yang lebih
Fishman’s pulmonary diseases and
buruk.8,9 disorders, fourth edition; volume
two. McGraw Hill. Hal 1597-1601.
6. Mary P, Servais L, dan Vialle R.
Simpulan dan Saran 2018. Neuromuscular diseases:
Diagnosis and management.
Miastenia gravis timbul akibat
Orthopaedics & Traumatology:
produksi autoantibodi patogenik yang Surgery & Research. 104: S89-S95.
7. Nicolle MW. 2002. Myasthenia
berikatan dengan neuromuscular
Gravis. The neurologist. 8(1): 2-21.
junction dengan gejala klinis kelelahan 8. Kothari MJ. 2004. Myasthenia
Gravis. JAOA. 104(9): 377-384.
dan kelemahan otot rangka. Pasien dapat

70
Syifa’ MEDIKA, Vol.10 (No. 1), September 2019

9. Pinzon R. 2009. Myasthenia Gravis.


Cermin Dunia Kedokteran. 172(36):
413-416.
10. Carr AS, Cardwell CR, McCarron
PO, McConville. 2010. BMC
Neurology. 10: 46.
11. Wang S, Breskovska I, Gandhy S,
Punga AR, Guptill JT, Kaminski HJ.
2018. Advances in autoimmune
myasthenia gravis management.
Expert Review of
Neurotherapeutics. 18(7): 573-588.
12. Kesner VG, Oh SJ, Dimachkie MM,
Barohn RJ. 2018. Lambert-Eaton
Myasthenic Syndrome. Neurologic
Clinics. 36(2): 379-394.

71

Anda mungkin juga menyukai