Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH TEORI PERKEMBANGAN KELUARGA

Disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah


Keperawatan Keluarga
Dosen pengampu : Wiwik Widiyati, M.Ph

Disusun oleh :

Kelompok 6

Eplin Febriana Putri ()


Arifin Ramdhani (19613277)
Rasiska Damayanti (19613325)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2021
BAB I
PEBDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teori structural fungsional adalah sebuah teori yang berisi sudut pandang yang
menafsirkan masyarakat sebagai sebuah struktur dengan bagian-bagian yang saling
berkaitan. Cirinya adalah gagasan tentang kebutuhan masyarakat. Masyarakat sama
dengan organisme biologis, karena mempunyai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi agar
masyarakat dapat melangsungkan hidupnya dan berfungsi dengan baik.
ciri kehidupan struktural sosial muncul untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan
merespon permintaan masyarakat sebagai suatu sistem sosial.

Teori struktural fungsional juga mengutamakan pandangan harmonisasi dan regulasi yang
dapat dikembangkan lebih jauh sebagai berikut:

1. Masyarakat harus dilihat sebagai suatu sistem yang kompleks


2. Setiap bagian dari masyarakat memiliki fungsi penting dalam eksistensinya dan
stabilitas masyakat secara keseluruhan
3. Semua masyarakat mempunyai mekanisme untuk mengintegrasikan diri.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Keluarga?


2. Apa Pengertian Struktural Fungsional?
3. Bagaimana Pendekatan teori struktural fungsional?
4. Siapa Tokoh Struktural Fungsional?
5. Bagaimana Struktual Fungsional menurut Beberapa Tokoh?

6. Bagaimana Asumsi Teori Struktural Fungsional?


7. Bagaimana Aplikasi Teori Struktural Fungsional Dalam Keluarga?

C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Keluarga
2. Mengetahui Pengertian Struktural Fungsional
3. Mengetahui Pendekatan teori struktural fungsional
4. Mengetahui Tokoh Struktural Fungsional
5. Mengetahui Struktual Fungsional menurut Beberapa Tokoh
6. Mengetahui Asumsi Teori Struktural Fungsional
7. Mengetahui Aplikasi Teori Struktural Fungsional Dalam Keluarga
BAB II

TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL

\
1.    Pengertian Keluarga

Tujuan hidup manusia dimuka bumi selain mengabdi kepada Tuhannya ia juga mempunyai
tujuan yang dinamakan institusi keluarga sebagai akhir dari masa hidupnya, karena dengan
berkeluarga ini manusia akan mampu melestarikan generasi hidupnya. Dalam struktur keluarga
mempunyai urutan ataupun struktur yang runtut seperti halnya dalam institusi Negara ada pemimin,
wakil dan ada juga yang dipimpin, begitupun dalam institusi keluarga adanya suami sebagai
pemimpin, istri sebagai wakil, dan anak sebagai  yang dipimpin.
Adapun pengertian keluarga itu sendiri adalah sebuah rumah tangga yang didalamnya
memiliki hubungan darah atau perkawinan ataupun menyediakan terselenggaranya fungsi-fungsi
instrumental mendasar dan fungsi-fungsi ekpresi keluarga bagi para anggotanya yang berada pada
satu struktur, serta mempunyai visi misi yang sama. (Sri Lestar. 2012, hal 6). Keluarga merupakan
kelompok primer yang terpenting dalam sebuah masyarakat. Secara historis keluarga merupakan
organisasi terbatas, yang pada awalnya mengadakan ikatan. Dengan kata lain keluarga disini
merupakan bagian dari masyarakat yang didalamya terdapat berbagai budaya. (Khairuddin. 1985, hal
10).

2.     Pengertian Struktural Fungsional

Sebelum lebih jauh membahas tentang struktural fungsional akan lebih baiknya lagi jika
diawali dengan sebuah pengertian apa itu struktur dan apa itu fungsional, dengan diawali pengertian
ini diharapkan akan leih mudah dalam memahami struktural fungsional.
Struktural jika didefinisikan berdasarkan kehadiran atau ketidak hadiaran anggota keluarga,
seperti kedua orang tua, anak laki-laki maupun perempuan, dan sebagainya. Pada definisi ini
memfokuskan kepada siapa yang akan menjadi bagian dari keluarga, sehingga dapat muncul
keluarga sebagai asal usul (families of origin), keluarga sebagai wahana melahirkan
keturunan (families of procreation), dan keluarga batih (extended family), sedangkan fungsional
didefinisikan pada terpenuhinya tugas-tugas dan fungsi-fungsi psikososial. Seperti sosialisasi pada
anak, dukungan emosi dan materi dan pemenuhan peran-peran tertentu, dalam artian definisi ini
memfokuskan pada tugas-tugas yang dilakukan oleh keluarga (Sri Lestar. 2012, hal 5).
Keluarga mempunyai fungsi yang pokok yang diantaranya yaitu: fungsi biologik, fungsi
afeksi, dan fungsi sosialisasi.
a.       Fungsi biologik
Dalam fungsi ini merupakan dasar kelangsugan hidup masyarakat atau keluarga, akan tetapi
fungsi ini mengalami perubahan seperti membatasi dalam memiliki keturunan. Hal seperti ini
dapat dipengaruhi diantaranya: berubahnya desa menjadi kota sehingga suasana dalam mencari
temapt tinggal, dan salahsatunya yang menjadikan hambatan adanya tuntutan dari Negara
maupun agama untuk membatasi keturunan.
b.      Fungsi afeksi
Hubungan ini bermuara dari cinta dan kasih yang menjadi dasar perkawinan, yang nantinya akan
melahirkan hubungan persaudaraan, persahabatan, kebiasaan, identifikasi, persamaan pandangan
mengenai nilai-nilai. Suasan afeksi seperti ini merupakan yang paling penting dalam sebuah
tatanan kelaurga yang bermasyarakat.
c.       Fungsi sosialisasi
Fungsi ini menunjuk peranan keluarga dalam membentuk keperibadain anak. Dari interaksi
sosial ini anak akan mempelajari tingakh laku, sikap, keyakinan, cinta-cita, dan nilai-nilai dalam
masyarakat dalam rangka perkembangan keperibadiannya. (Khairuddin. 1985, hal 59-60).
(Megawangi, 2001) Mendefinisikan bahwa struktural-fungsional adalah pendekatan teori sosiogi
yang diterapkan dalam institusi keluarga, baik keluarga kecil maupun keluarga besar. Keluarga
sebagai sebuah institusi dalam masyarakat yang mempunyai prinsip-prinsip kehidupan sosial
yang serupa. Masyarakat seperti ini biasanya mempunyai warna yang jelas, yaitu mengakui
adanya segala keragaman dalam kehidupan sosial. Dan keragaman ini merupakan sumber utama
dari adanya struktur masyaraka... (Herien Puspitawati, 2009 hal 1).
Struktural Fungsional adalah sudut pandang dalam sosiologi dan antropologi yang berupaya
menafsirkan sebuah masyarakat sebagai sebuah struktur yang saling berinteraksi, terutama
dalam norma, adat, tradisi dan institusi. Dalam arti paling mendasar, istilah ini menekankan
"upaya untuk menghubungkan, sebisa mungkin, dengan setiap fitur, adat, atau praktik,
dampaknya terhadap berfungsinya suatu sistem yang stabil dan kohesif". Bagi Talcott Parsons,
bahwa "Structural Fungsional" bukanlah sebuah mazhab pemikiran, akan tetapi struktural
fungsional ini adalah suatu tahap tertentu dalam pengembangan metodologis dibidang ilmu
sosial. (http://id.wikipedia.orgwikiFungsionalisme_struktural).
Tentunya struktur keluarga dalam bermasyarakat tidak lepas dengan yang namanya akan
kebutuhan hidup yang bermacam-macam, sehingga dari kebutuhan ini yang nantinya akan
melahirkan saling tolong menolong serta hidup yang rukun dalam bermasyarakat. (J. Goode,
Wiliam. (1995), hal 3). Teori fungsional melihat manusia dalam masyarakat ditandai oleh dua
tipe kebutuhan dan dua jenis kecenderungan bertindak, diantaranya dalam  menjaga kelanjutna
hidpunya manusia haru bertindak terhadap lingkungannya, baik dengan cara menyesuaikan pada
lingkungan sekitar atau menguasai serta mengendalikannya, dan kebudayaan sebagai sarana
survival manusia dan masyarakat… (Thomas F.O'dea. (1985), hal 6).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sturuktural fungsional adalah sebuah institusi keluarga
yang didalamnya terdiri seorang pemimpin yaitu ayah, ibu sebagai wakil ayah, anak sebagai
penerus dari ayah dan ibu, yang didalamnya mereka mengakui adanya sbuah keragaman dalam
hidup, sehingga mereka dalam menjalankan hidupnya tentram dan aman.

3. Pendekatan teori struktural fungsional

1. Pendekatan Fungsional Durkheim


Durkheim mengungkapkan bahwa masyarakat adalah sebuah kesatuan dimana di dalamnya
terdapat bagian – bagian yang dibedakan. Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi
masing – masing yang membuat sistem menjadi seimbang. Bagian tersebut saling interdependensi
satu sama lain dan fungsional, sehingga jika ada yang tidak berfungsi maka akan merusak
keseimbangan sistem. Pemikiran inilah yang menjadi sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons dan
Merton mengenai struktural fungsional. Selain itu, antropologis fungsional-Malinowski dan
Radcliffe Brown juga membantu membentuk berbagai perspektif fungsional modern.
Durkheim berpikir bagaimana masyarakat dapat mempertahankan integritas dan
koherensinya di masa modern, ketika hal-hal seperti latar belakang keagamaan dan etnik bersama
tidak ada lagi. Untuk mempelajari kehidupan sosial di kalangan masyarakat modern, Durkheim
berusaha menciptakan salah satu pendekatan ilmiah pertama terhadap fenomena sosial. Bersama
Herbert Spencer Durkheim adalah salah satu orang pertama yang menjelaskan keberadaan dan sifat
berbagai bagian dari masyarakat dengan mengacu kepada fungsi yang mereka lakukan dalam
mempertahankan kesehatan dan keseimbangan masyarakat, suatu posisi yang kelak dikenal sebagai
fungsionalisme.
Teori fungsionalisme yang menekankan kepada keteraturan bahwa masyarakat merupakan
suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan
saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan membawa
perubahan pula terhadap bagian yang lain, dengan kata lain masyarakat senantiasa berada dalam
keadaan berubah secara berangsur-angsur dengan tetap memelihara keseimbangan. Setiap peristiwa
dan setiap struktur yang ada, fungsional bagi sistem sosial itu. Demikian pula semua institusi yang
ada diperlukan oleh sistem sosial itu, bahkan kemiskinan serta kepincangan sosial sekalipun.
Masyarakat dilihat dari kondisi dinamika dalam keseimbangan. Asumsi dasarnya adalah bahwa
setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya jika tidak fungsional
maka struktur itu tidak akan ada atau akan hilang dengan sendirinya.
Durkheim juga menekankan bahwa masyarakat lebih daripada sekadar jumlah dari seluruh
bagiannya. Dalam bukunya "The Division of Labour in Society", Durkheim meneliti bagaimana
tatanan sosial dipertahankan dalam berbagai bentuk masyarakat ia memusatkan perhatian pada
pembagian kerja dan meneliti bagaimana hal itu berbeda dalam masyarakat tradisional dan
masyarakat modern. Ia berpendapat bahwa masyarakat-masyarakat tradisional bersifat 'mekanis' dan
dipersatukan oleh kenyataan bahwa setiap orang lebih kurang sama, dan karenanya mempunyai
banyak kesamaan di antara sesamanya. Dalam masyarakat tradisional, menurut Durkheim kesadaran
kolektif sepenuhnya mencakup kesadaran individual, norma-norma sosial kuat dan perilaku sosial
diatur dengan rapi. Sedangkan dalam masyarakat modern, pembagian kerja yang sangat kompleks
menghasilkan solidaritas 'organik'. Spesialisasi yang berbeda-beda dalam bidang pekerjaan dan
peranan sosial menciptakan ketergantungan yang mengikat orang kepada sesamanya, karena mereka
tidak lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan mereka sendiri. Dalam masyarakat yang 'mekanis',
misalnya, para petani gurem hidup dalam masyarakat yang swasembada dan terjalin bersama oleh
warisan bersama dan pekerjaan yang sama. Dalam masyarakat modern yang 'organik', para pekerja
memperoleh gaji dan harus mengandalkan orang lain yang mengkhususkan diri dalam produk-
produk tertentu seperti bahan makanan, pakaian, dll untuk memenuhi kebutuhan mereka. Akibat dari
pembagian kerja yang semakin rumit ini. Menurut Durkheim bahwa kesadaran individual
berkembang dalam cara yang berbeda dari kesadaran kolektif. Seringkali malah berbenturan dengan
kesadaran kolektif.
Mengutamakan keseimbangan, dengan kata lain teori ini memandang bahwa semua peristiwa
dan struktur adalah fungsional bagi suatu masyarakat. Dimana jika sekelompok masyarakat ingin
memajukan kelompoknya, mereka akan melihat apa yang akan di kembangkan dan tetap
mempertahankan bahkan melestarikan tradisi-tradisi dan budaya yang sudah berkembang dan
menjadikannya sebagai alat modernisasi.
2. Pendekatan Struktural R-B (Radcliffe-Brown)
Dalam konsep “struktural-fungsionalisme” model yang dapat digunakan adalah model
organisme tubuh manusia. Dalam model ini, R-B mengumpamakan sebuah masyarakat sebagai
sebuah organisme tubuh manusia, dan kehidupan sosial adalah seperti kehidupanorganisme tubuh
tersebut. Satu organisme tubuh terdiri dari sekumpulan sel dan cairan yang tersusun dalam suatu
jaringan hubungan, sedemikian rupa, sehingga membentuk sebuah keseluruhan kehidupan yang
terintegrasi. Susunan hubungan antara unit-unit dalam organisme tersebut, atau sistem hubungan
yang mengikat keseluruhan unit, disebut struktur dari organisme tersebut.
Sepanjang hidupnya organisme tubuh ini menjaga kesinambungan strukturnya. Meskipun
selama perjalanan hidup organisme ini terjadi pergantian sel, bagian, dan cairan tertentu,namun
susunan hubungan antar unit tetap sama. Jadi struktur dari organisme tubuh tersebut relatif tidak
berubah.Proses pembinaan kesinambungan struktur ini disebut proses kehidupan, yaitu kegiatandan
interaksi antara unit -unit dalam organisme, sedemikian rupa, sehingga unit-unit tersebut tetap
bersatu. Adanya proses kehidupan menjadi tanda dari berfungsinya struktur organisme tersebut. Jadi
fungsi dari sebuah unit sel adalah peranan yang dimainkan atau kontribusi yang diberikan, oleh unit
sel tersebut bagi kehidupan organisme secara keseluruhan. Fungsi perut, misalnya, adalah untuk
mengolah makanan menjadi zat-zat kimia tertentu yang kemudian dialirkan oleh darah ke seluruh
tubuh sehingga menjamin kehidupan tubuh tersebut. Sekarang mari kita terapkan model organisme
tubuh ini terhadap masyarakat. Ambil contoh sebuah masyarakat dusun di Jawa. Dalam sebuah
masyarakat dusun kita mengenal adanya struktur sosial. Unitnya adalah individu-individu warga
dusun tersebut. Mereka berhubungan satu sama lain dalam satu pola hubungan yang diatur oleh
norma-norma hubungan sosial, sedemikian rupa, sehingga masyarakat dusun tersebut membentuk
sebuah keseluruhan yang terintegrasi. Susunan hubungan sosial yang sudah mapan antara warga
dusun itu disebut struktur sosial masyarakat dusun tersebut.
Kesinambungan struktur masyarakat dusun tidak rusak oleh adanya warga yang meninggal,
lahir, atau pindah. Karena kesinambungan tersebut dijaga oleh proses kehidupan sosial atau kegiatan
dan interaksi antarwarga dusun. Jadi kehidupan sosial adalah struktur sosial yang berfungsi atau
bekerja. Fungsi dari setiap kegiatan warga desa yang berulang-ulang adalah peranan yang
dimainkannya dalam kehidupan masyarakat dusun secara keseluruhan, atau kontribusi yang
diberikannya untuk pembinaan kesinambungan struktur masyarakat dusun tersebut. Di sinilah kita
melihat bahwa konsep “fungsi” tidak dapat dipisahkan dari konsep “struktur”
Jadi, dapat kita simpulkan bahwa Teori Struktural Fungsional adalah teori yang menjelaskan
bahwa tiap-tiap anggota keluarga harus menjalankan peran dan fungsinya masing-masing terlepas
dari hasrat pribadinya. Karena dengan hilangnya salah satu peran dalam keluarga, maka fungsi-
fungsi asli dari keluarga pun tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan tujuannya pun tidak akan
tercapai. Dalam contoh kongkret, seperti hasil artikel Hubungan Kelekatan Orangtua dengan
Kemandirian Remaja (Maulida, Nurlaila, & Hasanah, 2018),orangtua memegang peranan penting
atas keadaan psikologis anaknya. Orangtua yang menjalankan fungsi dan perannya dengan sesuai
dapat meningkatkan tingkat kemandirian remaja secara baik.
4.    Tokoh Struktural Fungsional

Herien Puspitawati (2009). Membagi para ahli dibidang structural fungsional yang
diantarany:
a.       Aguste Comte (1798-1857)

b.      Herbert Spencer (1820-1930)

c.       Emile Durkheim (1858-1917)

d.      Oswald Spengler (1880-1938)

e.       Bronislaw Malinowski (1884-1945)

f.       Alferd Reginald Radcliffe-Brown (1881-1955)

g.      Talcott Parsons (1902-1979)

h.      Robert Merton (1911-2003)

i.        Anthony Giddens (1938-sekarang)

5. Struktual Fungsional menurut Beberapa Tokoh

 Struktural Fungsional (Talcott Parsons)


Fakta social menggunakan teori structural fungsional yang mempunyai empat imperetatif
fungsional bagi sistem “ tindakan “ yaitu skema AGIL. Fungsi adalah suatu gugusan aktivitas
yang di arahkan untuk memenuhi satu atau beberapasistem. Persons percaya ada empat ciri A
(adaptasi) , G, (goal attainment), pencapain tujuan, I ( integrasi), L(latensi) atau pemeliharaan
pola.

Agar bertahan hidup, sistem harus menjalankan ke empat fungsinya tersebut :

1. Adaptasi : sistem harus mengatasi kebutuhan situasional yang datang dari luar, ia
harus beradaptasi dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan dengan
kebutuhan-kebutuhannya.
2. Pencapaian tujuan : sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan- tujuan
utamanya.
3. Integrasi : sistem harus mengatur hubungan bagian-bagian yang menjadi
komponennya. Itu pun harus mengatur hubungan antar ketiga imperatif fungsional
tersebut (A,G,L)
4. Latensi (pemeliharaan pola). Sistem harus melengkapi, memelihara, dan
memperbaharui motivasi individu dan pola-pola budaya yang menciptakan dan
mempertahankan motivasi tersebut.

Parsons mendesaian skema AGIL agar dapat di gunakan pada semua level sistem
teoritisnya (salah satu contoh dari hal ini dapat di baca dalam paulsen dan Feldman,1995).
Dalam pembahasan di bawah ini tentang ke empat sistem tindakan, kita akan menjabarkan
bagaimana parson menggunakan AGIL.

Konsep AGIL parsons tentang sebuah system antara lain:

1. Fungsi adaptasi berguna untuk penyesuain anggota pencak silat terhadap masyarakat dari segi
seni budaya maupun social kengiatan yang lainnya

2. Fungsi goal dalam perwujudan seni budaya yang di lestarikan maupun di kembangkan

3. Fungsi integrasi saat terjadi interaksi antara pelatih, angggota, dan masyarakat menjadi
hubungan yang baik dan kompak, sehingga tercapailah tujuan yang hendak di capai

4. Fungsi latensi pada saat budaya itu di kembangkan dengan baik sehingga bersama – sama
melestarikan serta mempertahankan agar tetap terus berkembang.

Meringkas struktur sistem tindakan akan skema AGIL.


L I
SISTEM KULTURAL SISTEM SOSIAL

ORGANISME BEHAVIORAL SISTEM KEPRIBADIAN

A G

Struktur Sistem Tindakan Umum


Sistem Tindakan. Gagasan Parsons tentang sistem tindakan secara menyeluruh. .
1. Lingkungan Tindakan : realitas hakiki
2. Sistem kultural
3. Sistem sosial
4. Sistem kepribadian
5. Organisme behavoral
6. Lingkungan tindakan: lingkungan fisik atau organik.

Parsons menemukan jawaban masalah tatanan ini dalam struktural fungsional, yang dalam
pandangannya berkisar dalam serangkaian asumsi berikut

1. Sistem memiliki tatanan dan bagian-bagian yang terngantung satu sama lain

2. Sistem cendarung memiliki tatanan yang memelihara dirinya, atau ekuilibrium

3. Sistem bisa jadi statis atau mengalami proses perubahan secara tertata

4. Sifat baru bagian sistem berdampak pada kemungkinan bentuk bagian lain.

5. Sistem memelihara batas-batas dengan lingkungan mereka

6. Alokasi dan integrasi adalah dua proses fundamental yang diperlukan bagi kondisi ekuilibiun
sistem.

7. Sistem cenderung memelihara dirinya yang meliputi pemeliharaan batas dan hubungan
bagian-bagian dengan keseluruhan, kontrol variasi lingkungan, dan konrol kecenderungan
untuk mengubah sistem dari dalam Keempat sistem tindakan merupakan alat analitis untuk
menganalisis dunia nyata.

Sistem Sosial. Konsepsi parsons tentang sistem sosial di mulai dari level mikro, yaitu
interaksi antara ego dengan alter ego, yang di definisikan sebagai bentuk paling dasar dalam sistem
sosial, ia tidak banyak menganalisis level ini, meski ia memang berpendapat bahwa ciri-ciri sistem
interaksi ini hadir dalam bentuk yang lebih kompleks yang di ciptakan oleh sistem sosial. Parsons
mendefinisikan sistem sosial sebagai berikut :

Sistem sosial terdiri dari beragam aktor individual yang berinteraksi satu sama lain dalam
situasi yang setidaknya memiliki aspek fisik atau lingkungan, aktor yang cenderung termotivasi ke
arah “ optimisasi “kepuasan“ dan yang hubungannya dengan situasi mereka, termasuk hubungsn satu
sama lain, didefinisikan dan diperantarai dalam bentuk sistem simbol yang terstruktur secara kultural
dan dimiliki bersama.

Sistem kultural. Parsons menyebut kebudayaan sebagai kekuatan utama yang mengikat
berbagai elemen dunia sosial, atau, dalam bahasanya, sistem tindakan. Kebudayaan memerantai
interaksi antara aktor dan mengintegrasikan kepribadian dengan sistem sosial, kebudayaan memiliki
kapasitas tertentu, paling tidak, untuk menjadi komponen sistem lain, jadi, dalam sistem sosial,
kebudayaan menumbuh dalam norma dan nilai, sedangkan dalam sistem kepribadian, kebudayaan
diinternalisasikan oleh aktor ke dalam dirinya, namun sistem kultural bukan sekedar bagian dari
sistem lain: ia juga memiliki eksitensi terpisah dalam bentuk stok pengetahuan sosial, simbol, dan
gagasan. Aspek-aspek sistem kultural ini memang terdapat dalam sistem sosial dan kepribadian,
namun tidak menjadi bagian darinya.

Sistem kepribadian. sistem kepribadian tidak hanya di kendalikan oleh sistem kultural,
namun juga oleh sistem sosial. Ini berarti Parsons tidak memberi sistem kepribadian tempat yang
independen :

Pandangan saya adalah bahwa, kendati konteks utama struktur kepribadian berasal dari sistem sosial
dan kebudayaan melalui sosialisasi, kepribadian menjadi sistem independen karena hubungannya
dengan organismenya sendiri dan melalui keunnikan pengalaman hidupnya sendiri : sistem
kepribadian bukanlah sekedar epifenomena.

Organisme Behavioral. Meski memasukkan organisme behavioral sebagai salah satu sistem
tindakan, namun Parsons tidak terlalu panjang lebar membahasnya. Organisme behavioral di
masukkan karena merupakan sumber energi bagi seluruh sistem. Meski di dasarkan pada bangunan
genetis, organisasinya di pengaruhi oleh proses pengondisian dan pembelajaran yang terjadi dalam
kehidupan individu. Organisme behavioral jelas merupakan sistem bekas dalam karya Parsons,
namun paling tidak ada alasan lain selain bahwa ia mengantisipasi adanya minat pada
sosiobiologinya dan sosiologi tubuh (B.Turner, 1985) di kalangan beberapa orang sosiolog.
 Struktural Fungsional (Robert K. Merton)

Robert K.Merton seorang pentolan teori ini berpendapat bahwa objek analisa sosiologi adalah
fakta sosial seperti: peranan sosial, pola-pola instutional, proses sosial, organisasi kelompok,
pengendalian sosial dan sebagainya. Hampir semua penganut ini perkecendrungan untuk memusatkan
perhatiannya kepada fungsi suatu fakta sosial terhadapa fakta sosial yang lain. Hanya saja menurut
Merton pula, sering terjadi pencampuradukan antara motif-motif subjektif dengan pengertian fungsi.
Padahal perhatian struktural fungsional harus lebih banyak di tujukan kepada fungsi-fungsi di
bandingkan motif-motif.

Teori ini menekankan kepada keteraturan (order) dan mengabaikan konflik dan perubahan-
perubahan dalam masyarakat. Konsep – konsep utamanya adalah: fungsi, disfungsi, fungsi laten,
fungsi manifest dan keseimbangan (eguilibrium).3
Menurut teori ini masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian
atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi
dalam satu bagian akan membawa perubahan pula terhadap perubahan yang lain. Asumsi dasarnya
adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional

terhadap yang lain. Sebaliknya kalau ada fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau
akan hilang dengan sendirinya.

Penganut teori ini cendrung untuk melihat hanya kepada sumbangan suatu sistem yang lain
dan karena itu mengabaikan kemungkinan bahwa suatu peristiwa atau sistem dapat beroperasi
menentang fungsi-fungsi lainnya dalam suatu sistem sosial. Secara ekstrim penganut teori ini
beranggapan bahwa semua peristiwa dan semua struktur adalah fungsional bagi seluruh masyarakat.

Dengan demikian pada tingkat tertentu umpamanya peperangan, ketidaksamaan sosial,


perbedaan ras, bahkan kemiskinan “ diperlukan” oleh suatu masyarakat.perubahan dapat terjadi
secara perlahan-lahan dalam masyarakat. Kalau terjadi konflik, penganut teori struktural fungsional
memusatkan perhatiannya kepada masalah bagaimana cara menyelesaikannya sehingga masyarakat
tetap dalam keseimbangaan.

Kendati Merton dan Parsons di kelompokkan ke dalam struktural fungsional, ada sejumlah
perbedaan penting antara keduanya, untuk satu hal, kalau persons mendukung terciptanya teori besar
dan mencakup seluruhnya, Merton lebih memilih teori-teori yang terbatas, dan pada tingkat
menengah.

Model Struktural Fungsional, Merton mengkritik apa yang di lihatnya sebagai tiga postulat dasar
amalisis fungsional sebagaimana di kembangkan oleh antropologi seperti Malinowksi dan Radcliffe-
Brown.

Yang pertama adalah pustulat kesatuan fungsional masyarakat. Postulat ini menyatakan
bahwa seluruh kepercayaan dan praktek social budaya standart bersifat fungsional bagi masyarakat
secara keseluruhan maupun bagi individu dalam masyarakat. Pandangan ini mengandung arti bahwa
berbagai bagian system social pasti menunjukkan tingginya level integrasi. Namun, Merton
berpandangan bahwa meskipun hal ini berlaku bagi masyarakat kecil dan primitif, generalisasi ini
dapat di perluas pada masyarakat yang lebih besar dan lebih kompleks.

Fungsionalisme universal adalah postulat kedua. Jadi, dinyatakan bahwa semua bentuk dan
struktur social cultural memiliki fungsi positif. Merton berpendapat bahwa ini bertentangan dengan
apa yang kita temukan di dunia nyata. Jelas bahwa tidak semua struktur, adat istiadat, gagasan,
keyakinan, dan lain sebagainya, memiliki fungsi positif. Sebagai contoh, nasionalisme buta bisa jadi
sangat disfungsional di dunia yang tengah mengembangkan persenjataan nuklir.

Yang ketiga adalah postulat indispensabilitas. Argumennya adalah bahwa seluruh aspek standar
masyarakat tidak hanya memiliki fungsi yang positif namun juga merepsentasikan bagian-bagian tak
terpisahkan dari keseluruhan. Postulat ini mengarah pada gagasan bahwa seluruh struktur dan fungsi
secara fungsional diperlukan oleh masyarakat. Tidak ada struktur dan fungsi yang dapat bekerja
sebaik yang sekarang ada di dalam masyarakat. Kritik Merton, mengikuti Parsons, adalah bahwa
paling tidak kita harus bersedia mengakui bahwa ada alternatif struktural dan fungsional di dalam
masyarakat.

Pandangan Merton adalah bahwa seluruh postulat fungsional tersebut bersandar pada
pernyatan nonempiris yang di dasarkan pada system teoritik abstrak. Minimal, menjadi tanggung
jawab sosiolog untuk menelaah setiap postulat tersebut secara impiris. Keyakinan Merton adalah
bahwa uji empiris, bukan pernyataan teoritis, adalah sesuatu yang krusial bagi analisis fungsional.
Inilah yang mendorongnya untuk mengembangkan “paradigma’ analisis fungsional sebagai panduan
ke arah pengintegrasian teori dengan riset.

Dari sudut pandang tersebut Merton menjelaskan bahwa analisis structural fungsional
memusatkan perhatian pada kelompok, organisasi, masyarakat, dan kebudayaan. Ia mengatakan
bahwa objek apa pun yang dapat di analisis secara structural – fungsional harus “ merepresentasikan
unsure - unsur standar (yaitu, yang terpola dalam berulang)” . Ia menyebut hal tersebut sebagai “
peran social, pola – pola institusional, proses social, organisasi kelompok, struktur social, alay control
social, dan lain sebaginya.

Merton juga memperkenalkan konsep fungsi manifest dan fungsi laten. Kedua istilah tersebut
juga merupakan tambahan penting bagi analisis fungsional, secara sederhana fungsi manifest adalah
yang di kehendaki, sementara fungsi laten adalah yang tidak dikehendaki. Tindakan mengandung
konsekuensi yang di kehendaki atau maupuan yang tidak di kehendaki.

Konsekuensi yang tidak diantisipasi, dan fungsi-fungsi laten tidaklah sama. Fungsi laten
adalah suatu tipe konsekuensi yang tidak terantisipasi, sesuatu yang fungsional bagi system yang di
rancang. Namun ada dua jenis konsekueansi tak terantisipasi lain: “hal – hal disfungsional bagi
system yang telah ada, dan itu semua mencakup disfungsi laten,” dan “ hal- hal yang tidak relavan
dengan system yang mereka pengaruhi secara fungsional atau disfungsional konsekuensi –
konsekuensi non fungsional”.
Merton menjelaskan bahwa tidak semua struktur social tidak dapat di ubah oleh bekerjanya
system social, Beberapa bagian system social kita dapat dihapuskan. Ini membantu teori fungsional
mengatasi salah satu bisa konservatifnya. Dengan mengakui bahwa beberapa struktur dapat di ubah,
fungsionalisme membuka jalan bagi perubahan social penuh makna. Masyarakat kita, misalnya, dapat
saja terus ada (dan bahkan di perbaiki) ketika diskriminasi terhadap berbagai kelompok minoritas
dihapuskan.

Jika di kaitkan dengan penelitian saya yang mencangkup tentang pencak silat dan harga diri
orang Madura dalam konsep Merton yaitu :

1. Fungsi adalah akibat-akibat yang dapat di amati yang menuju adaptasi atau penyesuaian
dalam suatu sistem. Seperti pencak silat yang berfungsi untuk penjaga diri dari kewaspadaan
segala bahaya keras dunia.

2. Disfungsi terjadi ketika kesabaran itu muncul sehingga seseorang yang mempunyai ilmu bela
diri/pencak silat tidak mengapllikasikannya terhadap keadaan yang menyinggung maupun
pelecehan harga diri maupun semacamnya.

3. Fungsi manifest ketika sesuatu itu di kehendaki penuh dengan segala rancangan yang
memang sudah di rencanakan sehingga hasilnya pun sesuai dengan ke inginan, misalnya ada
pelecehan harga diri dengan menyelesaikan secara baik- baik, maupun secara kekeluargaan
apabila masih ada ikatan kekerabatan tentunya dengan fikiran yang jernih dan saling
menghargai satu sama lain pendapat maupun prilaku seseorang sehingga menghasilkan
keadaan yang damai karena saling mempunyai sifat mengerti dari watak seseorang masing-
masing.

4. Fungsi laten ini terjadi pada saat keadaan yang tidak di kehendaki secara tidak di sengaja hal
yang tak di inginkan itu terjadi menyinngung harga diri dengan cara “ngongein” yakni
mendatangi ke rumah maupun mencari seorang yang menjadi provokator timbulnya
permasalahn dengan adanya emosi yang besar padahal hanya ingin menyampaikan saja maka
terjadilah percekkokan.atau perkelahian.Keseimbangan (eguilibrium) dengan melihat keadaan
yang terjadi dapat menyeimbangkan bagaimana pola- pola ataupun tahapan- tahapan cara
menyelesain suatu permasalahan sehingga dapat menemukan jalan keluar (solusinya).

Teori ini sebagai pisau analisis berkaitan dengan judul pencak silat dan harga diri
orang Madura di Desa Kwanyar Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan di
karenakan adanya fungsi tersendiri dari dalam anggota maupun luar anggota yakni individual.

6.    Asumsi Teori Struktural Fungsional

Pemikiran structural fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu


menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang saling
ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan konsekuensi agar organisme tersebut tetap
mampu bertahan hidup. Kemudian structural fungsional ini juga bertujuan untuk mencapai
keteraturan sosial yang berangkat dari pemikiran Emile Durkheim, kemudian pemikiran Durkheim
ini dipengaruhi oleh Auguste Comte dan Herbert Spencer …
(http://id.wikipedia.orgwikiFungsionalisme_struktural), sehingga dari saling ketrgantungan ini
masyarakat akan saling mempengaruhi dalam kehidupan sosail yang nantinya akan terbawa ke
institusi keluarga.
Teori structural fungsional mengasumsikan bahwa keluarga merupakan sebuah sistem yang
terdiri dari berbagai bagian atau subsistem yang saling berhubungan dengan masyarakat lain, yang
berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup dari sistem sosial yang ada pada suatu tatanan
masyarakat.
Adapun Herien Puspitawati. (2009), hal 20-21 membagikan asumsi structural
fungsional dalam keluarga menjadi beberapa bagian yang diantaranya:
a.     Asumsi-asumsi yang mendasari teori struktural fungsional dari dimensi struktural adalah :

1.      Untuk melakukan fungsinya secara optimal, keluarga harus mempunyai struktur tertentu.

2.      Struktur adalah pengaturan peran da/am sistem sosial.

3.      Keluarga inti adalah struktur yang paling mampu memberikan kepuasan fisik dan psikologi
anggotanya dan juga menjaga masyarakat yang lebih besar.

b.      Asumsi dimana karakteristik diterapkan pada keluarga adalah:


1.      Anggota keluarga membedakan atau mengkhususkan peran yang memungkinkan mereka
meningkatkan kelaurga dan

2.      Sistem diorganisir, demikian pula dengan keluarga. Pola mengatur (struktur


orang tua/anak) diantara anggota menentukan hak dan kewajiban (peran) dan serta nilai dan
norma yang umum dianut (sosialisasi).

c.       Asumsi berdasarkan karakteristik sistem sosial yang diterapkan pada keluarga adalah:
1.      Sistem mempunyai batasan (boundaries). Keluarga mempunyai batasan yang lebih kaku
diantara anggota keluarga dibandingkan sistem lainnya.
2.      Sistem mempunyai kecenderungan mengarah pada homeostasis atau keseimbangan dan
3.      Sistem adalah organik. Sistem terintegrasi sebagai satu kesatuan, diikat  secara bersama-
sama oleh struktur, dengan setiap bagian mempunyai fungsi (tubuh yang berfungsi dengan
baik adalah dalam kondisi seimbang).

7.     Aplikasi Teori Struktural Fungsional Dalam Keluarga

Talkott parsons memberikan gambaran bahwa diantara hubungan struktural-fungsional


cenderung memiliki empat tekanan yang berbeda dan terorganisir secara  simbolis, yaitu
adanya fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi oleh segolongan keluarga agar ada
kelestarian sistem, diantaranya adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi dan
keadaan latent. (http://id.wikipedia.orgwikiTalcott_Parsons). Dari keepmpat persyaratan fungsional
yang mendasar tersebut berlaku untuk semua sistem keluarga atau masyarakat yang ada.
Penerapan teori struktural fungsional dalam institusi keluarga dapat terlihat dari struktur dan
aturan yang ditetapkan dalam institusi keluarga tersebut. Dijelaskan oleh Chapman (2000) dalam
Puspitawati (2006). Keluarga adalah unit universal yang didalamnya memlilki peraturan, seperti
peraturan untuk anak-anak agar dapat belajar untuk mandiri. Hal seperti ini tanpa adanya aturan atau
fungsi yang dijalankan oleh unit keluarga, maka unit keluarga tersebut tidak memlliki
arti (meaning) yang dapat menghasilkan suatu kebahagiaan. (Khairuddin. 1985, hal 23). Jika institusi
keluarga tidak memiliki aturan dan fungsi yang dijalankan maka akan tumbuh benih-benih generasi
penerus yang tidak mempunyai tujuan yang terarah, karena kehidupa kelaurga dalam lingkungan
masyarakat tidak lepas dengan institusi kebudayaan.
Pada dasarnya keluarga yang harmoni itu mempunyai struktur yang jelas, karena pada
dasarnya didalam institusi keluarga itu mempunyai strutktur yang jelas yaitu dengan adanya
pembagian peran antara ayah, ibu, dan anak. Namun dala pembagian perannya berbeda-beda
tergantung kepada kebijakan di masing-masing institusi keluarga itu sendiri. Karena pada dasarnya
keluarga mempunyai tiga bentuk yakni keluarga batih: keluarga bercabang (stem family). Keluarga
bercabang ini terjadai manakala seorang anak yang sudah menikah dan masih tinggal satu atap
dengan orangtuanya. Bentuk kedua dari kelaurga batih adalah keluarga berumpun (lineal family).
Bentuk keluarga seperti ini terjadi bila kedua anak yang sudah menikah kemudian masih satu atap
dengan orang tua. Adapun bentuk ketiga dari keluarga batih adalah keluarga beranting (fully
extended). Bentuk keluarga seperti ini bila manakala didalam satu atap keluarga terdapat  generasi
ketiga (cucu) yang sudah menikah dan tetap tinggal dalam satu atap. (Sri Lestari. 2012, hl 7).
Khairuddin. (1985). Dalam pengalikasian institusi keluarga dibagi menjadi beberapa bagai
diantaranya:
a.       Aspek struktural
Ada tiga elemen utama dalam struktur internal keluarga yang saling kait mengkait yaitu:
       1. Status sosial
Beradasarkan status soslal, diukur dari tiga struktur utama yaitu bapak atau suami, ibu atau
isteri dan anak-anak. Atau bisa diaktakana ayah sebagai pencari nafkah, ibu rumah tangga,
anak balita, anak sekolah, remaja, dan lain-lain.
     2.  Fungsi sosial
Fungsi sosial ini menggambarkan perannya masing-masing individu menurut status sosialnya
masing-masing. Parsons dan Bales (1955) dan Rice dan Tucker (1986) membagi dua peran
orangtua dalam keluarga, yaitu peran instrumental yang diharapkan dilakukan oleh suami
atau bapak yaitu berperan sebgai pencari nafkah untuk kelangsungan hidup seluruh anggota
keluarga, dan peran emosional atau ekspresif yang biasanya dipegang oleh figur istrt atau ibu
sebagai peran pemeberi cinta,kelembutan, dan kasih sayang.
Tujuan dari peran ini agar terciptanya suasana keluarga yang harmonis, serta untuk
mengantisipasi ketika akan terjadinya problem dalam sebuah keluarga atau luar keluarga.
     3.  Norma sosial
Norma ini adalah peraturan yang menggambarkan bagaimana sebaiknya seseorang
bertingkah laku dalam kehidupan sosialnya atau bisa dikatakan standar dalam tingkahalku
dalam menjalankan tugas-tugas, pencapaian tujuan, integrasi dan solidaritas, serta pola
kesinambungan atau pemeliharaan keluarga.
b.      Aspek Fungsional
Arti fungsi di sini menggambarkan bagaimana sebuah sistem atau subsistem dalam institusi
masyarakat dapat saling berhubungan dan dapat menjadi sebuah kesatuan solid. Levy mengatakan
jika dalam institusi keluarga tidak memiliki pembagian tugas yang jelas pada masing-masing
individu maka fungsi keluarga akan terganggu yang akan mempengaruhi sistem yang lebih besar
lagi. Dari situ levi memberikan gambaran struktur yang harus dipenuhi oleh institusi keluarga:
 1.  Diferensiasi peran = Seorng ayah adalah lebih kuat dripada anak lelakinya (karena juga lebih
muda), shingga ayah akan dibrikan peran sebagai pmimpin dalam kegiatan instrumental.
      2.  Alokasi solidaritas = Cinta/kpuasan mnggambarkn hubungan antar anggota
   3. Alokasi ekonomi.
   4.  Alokasi politik.
   5. Alokasi integrasi dan ekspresi = Distribusi teknik atau cara untuk sosialisasi, internalisasi, dan
pelestarian nilai-ililai dan perilaku yang memenuhi tuntutan norma yang berilaku untuk setiap
anggota keluarga.
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam sebuah struktur keluarga perlu
adanya kerjasama antara suami dan istri begitupun dengan anak dalam menjalankan struktur
fungsional dalam institusi keluarga, sehingga yang nantinya akan mudah dalam memecahkan konflik
yang silih berdatangan.
Gronseth membuktikan penelitiannya (dalam Supnyantini, 2002). Meneliti
16  pasang  suami-isteri  yang kedua-duanya bekerja saram dalam  mengambil bagian dalam
mengasuh anak. Disini kaum ayah merasa lebih baik dan terbuka dengan anak-anaknya, sehingga
anak yang diasuhnya tumbuh dengan kemampuan diri yang lebih tinggi serta keyakinan diri
yang  lebih  besar, sehingga anaknya cenderung  lebih  matang dan dapat
bergaul,  serta  mampu  menghadapi  berbagai  masalah.  Hal ini  berkaitan erat dengan rangsangan-
rangsangan yang diberikan ayah dalam membantu perkembangan kognitif anak. (Herien Puspitawati.
2009, hal 27).
Pola pikir Teori Struktural Fungsional

Talcont Parsons
Robert K.merton

A=adapatasi
G=Pencapain tujuan Fungsi Disfungsi Fungsi
I=Integrasi L=Latensi laten
(tidak diharapkan)
Fungsi manifes
(yang diharapkan)
Organisme behavioral- fungsi adaptasi, sistem
kepribadian menjalankan pencapain tujuan, sistem
sosial menangani fungsi integrasi, dan fungsi sistem Model- model
kultural menjalankan fungsi latensi membekali Kesatuan fungsional
aktor dengan norma dan nilai- masyarakat bahwa,
seluruh kepercayan praktik
Sistem tindakan
SistemTindakan sosial budaya bersifat
fungsional bagi
1. Informasi Tertinggi (pengontrolan) masyarakat.
Fungsional universal,
semua bentuk struktur
Hirarki Faktor- 1.Realitas Sosial 2.Kultural sosial kultural memiliki
Faktor Penentu sistem Sosial fungsi positif.
Kepribadian indispensabilitas, yakni
Prilaku Organisme 6.lingkungan seluruh aspek standar
Fisik organik
masyarakat tidak hanya
memiliki fungsi positif
Hierarki Faktor-Fak namun juga
penentu
2. Energi Tertinggi (penentu) memprepresentasi bagian-
bagian tak terpisahkan
Dari keseluruhan.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa struktur fungsional adalah pendekatan teori sosiologi yang
diterapkan dalam institusi keluarga. Keluarga sebagai sebuah institusi dalam masyarakat yang
mempunyai prinsip-prinsip serupa yang terdapat dalam kehidupan sosial masyarakat.
Pendekatan ini mempunyai warna yang jelas, yaitu mengakui adanya segala keragaman
dalam kehidupan sosial. Dan keragaman ini merupakan sumber utama dari adanya struktur
dalam masyarakat.
Struktural fungsional dalam institusi keluarga antara suami dan istri mempunyia
peranan masing-masing, serta mengakui adanya keragaman dalam budaya.
Dalam makalah serta tulisan ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu saya
harapkan bagi pembaca keritik atau sarannya yang membangun dalam penyusunan makalah
serta tulisan ini supaya kedepannya bisa menajadi lebih baik dan bisa dijadikan sebagai awal
dari pembelajaran kesuksesan dimasa yang akan mendatang nanti amin.

SARAN
Demikianlah makalah ini kami buat dengan sebaik-baiknya. Namun sebagai
manusia penulisan selalu tidak lepas dari kesalahan. Oleh karena itu, saran dan kritik
yang membangun kami sangat mengharapkan untuk menyempurnakan makalah ini agar
dapat memperbaiki pembuatan makalah kami diwaktu yang akan dating.
DAFTAR PUSTAKA

http://rhyenaaprii.blogspot.com/2012/11/makalah-sosiologi.html?m=1 Diakses pada 11 Mei 2021.


http://id.wikipedia.orgwikiTalcott_Parsons. Diakses pada 11 Mei 2021.
http://id.wikipedia.orgwikiFungsionalisme_struktural. Diakses pada 11 Mei 2021.

Anda mungkin juga menyukai