1.Pengertian Tindakan
Soerasdi (2004) menyebutkan bahwa resusitasi merupakan tindakan untuk menghidupkan kembali
atau memulihkan kembali kesadaran seseorang yang tampaknya mati sebagai akibat berhentinya
fungsi jantung dan paru dan beriorientasi pada otak. Resusitasi juga usaha untuk mengembalikan
keadaan henti napas dan/atau henti jantung (yang dikenal dengan kematian klinis) ke fungsi optimal
guna mencegah kematian biologi. Adapun komponen RJP adalah bantuan hidup dasar (BHD) dan
bantuan hidup lanjut (BHL) kemudian perawatan pasca resusitasi.
Usaha untuk menjaga airway tetap terbuka, menunjang pernapasan dan sirkulasi darah disebut
bantuan hidup dasar (BHD). BHD dimulai dengan mengenali secara tepat keadaan henti jantung atau
napas dan segera memberikan bantuan ventilasi dan sirkulasi. BHD bertujuan untuk memasok
oksigen ke otak, jantung dan alat vital lainnya secara cepat. Kemudian dilanj utkan dengan bantuan
hidup lanjut. Adapun beberapa keadaan yang dapat diberikan tindakan resusitasi adalah keadaan
henti napas pada korban tenggelam, obstruksi benda asing di jalan napas, keracunan obat, tersedak,
koma, dll. Selain itu juga fibrilasi vent rikel, takhikardi ventrikel, asitol dan disosiasi
elektromekanikal. Sirkulasi untuk menjamin oksigenasi yang adekwat sangat diperlukan dengan
segera karena sel-sel otak menjadi lumpuh apabila oksigen ke otak terhenti selama 8 20 detik dan
akan mati apabila oksigen terhenti selama 3 5 menit (Soerasdi, 2004 ).
2.Tujuan Tindakan
-Memulai kembali sirkulasi yang spontan (advance life support) '3f memberikan bantuan eksternal
terhadap sirkulasi (fungsi jantung) dan ventilasi (fungsi pernapasan/paru) pada pasien henti jantung
atau henti napas.
-Melindungi otak secara manual dari kekurangan oksigen (fungsi utama) mengalirkan darah yang
mengandung oksigen ke otak dalam upaya mencegah kerusakan jaringan yang permanen.
Kecepatan
Ketepatan (Cekatan)
Indikasi
Henti Jantung
Henti Napas (Obstruksi jalan napas akibat benda asing, tersedak, tersengat listrik, syok hipovolemik
karena pendarahan, reaksi anafilaktik, tenggelam, overdosis obat, ketidakseimbangan elektrolit)
Kontraindikasi
Trauma thorax
Fraktur Costa
Pneumothorax
Emphysema berat
Cardiac tamponade
Komplikasi
Kantung ambu
6.
Dinding dada
Disusun oleh tulang dan jaringan lunak diantaranya tulang iga, columna vertebralis torakalis,
sternum, tulang clavicula dan scapula. Jaringan lunak yang membentuk dinding dada adalah otot dan
pembuluh darah (interkostaslis dan tarakalis interna).
Thorax
Dasar thoraks
Dibentuk oleh otot diafragma yang dipersyarafi nervus frenikus. Diafragma mempunyai lubang
untuk jalan aorta, vena cava inferior serta esofagusIsi rongga thoraks
Rongga pleura kiri dan kanan berisi paru-paru. Rongga ini dibatasi oleh pleura visceralis dan
parietalis.
Rongga mediastinum dan isinya terletak di tengah dada. Mediastinum dibagi menjadi bagian
anterior, medius, posterior dan superior.
Rongga dada kanan (cavum pleura kanan ), rongga dada kiri (cavum pleura kiri) dan rongga dada
tengah (mediastinum).
Rongga Mediastinum
a)Mediastinum superior, batasnya : Atas : bidang yang dibentuk oleh vertebra torakalis 1, kosta 1,
dan jugular notch.Bawah : bidang yang dibentuk dari angulus sternal ke vertebra torakalis 4Lateral :
pleura mediastinalisAnterior : manubrium sterni.Posterior : Corpus vertebra torakalis 1-4
c)Mediastinum anterior batasnya : Anterior : sternum ( tulang dada ) Posterior : pericardium ( selaput
jantung )Lateral : pleura mediastinalisSuperior : plane of sternal angleInferior : diafragma.
Batas-batas ThoraxThorax adalah daerah antara sekat rongga badan (diafragma) dan leher.
Processus xhiphoideus
Garis penghubung antara puncak-puncak ketiga iga terakhir dan processus spinalis thoracal XII
-Batas atas thorax: incisura jugularis sterni
Clavicula
Garis penghubung antara articulus acromioclavicularis dan processus spinalis cervical VII
Dinding Thorax
Rangka toraks terluas adalah iga-iga (costae) yang merupakan tulang jenis osseokartilaginosa.
Memiliki penampang berbentuk konus, dengan diameter penampang yang lebih kecil pada iga teratas
dan makin melebar di iga sebelah bawah. Di bagian posterior lebih petak dan makin ke anterior
penampang lebih memipih. Terdapat 12 pasang iga yaitu 7 iga pertama merupakan iga sejati (costae
vera) yang melekat pada vertebra yang bersesuaian, dan terletak di sebelah anterior ke sternum. Iga
8-10 merupakan iga palsu (false rib/costae spuria) yang melekat di anterior kerawan kartilago iga
diatasnya, dan 2 iga terakhir merupakan iga yang melayang (costae fluctuantes) karena tidak
berartikulasi di sebelah anterior. Setiap iga terdiri dari caput (head), collum (neck), dan corpus
(shaft).
Minimalisasi kontak langsung dengan pasien (alasan dalam memberikan napas bantuan sebisa
mungkin menggunakan sapu tangan untuk melindungi penolong dari penyakit yang dapat ditularkan
oleh korban)
Selalu perhatikan kesehatan diri penolong karena pertolongan pertama sangat memakan energi.
8.Prosedur Tindakan
Prosedur CPR/RJP didasarkan pada panduan dari AHA 2010 (American Heart Association) yang
setiap 5 tahun sekali mengalami revisi. Untuk prosedur terbaru tahun 2010 maka ada perubahan
dalam melakukan CPR. Fokus utama CPR 2010 adalah kualitas kompresi dada.
CAB (Compression, Airway, Breathing) dilakukan diawal sebelum ventilasi (kecuali pada neonatus).
b.Tidak ada Look, Listen dan Feel
Pada AHA 2010 disebutkan bahwa LLF sudah dihapuskan dari rangkaian pengkajian pernapasan
setelah membuka jalan napas.
1.Penolong mengecek secara singkat untuk pernapasan saat memeriksa respon untuk melihat tanda-
tanda serangan jantung.
4.Memberikan 2 napas.
(**Keputusan ini dilakukan karena kunci menyelamatkan seseorang dengan henti jantung adalah
bertindak bukan menilai). Janga lupa untuk segera menelepon ambulans jika melihat korban tidak
sadar dan tidak bernapas dengan baik. LLF hanya akan menghabiskan waktu.
Tindakan pemberian napas buatan (2x) tidak dilakukan untuk menghindari penundaan pemberian
kompresi dada dan hanya akan menyita waktu.
Berikan hands only CPR karena berbuat sesuatu lebih baik dari pada tidak berbuat sama sekali.
Cek respon sambil melihat pasien untuk menentukan tidak ada napas atau napas tidak normal.
Suspek serangan jantung terjadi jika korban tidak bernapas atau hanya melenguh. Pengkativasian
ERS yaitu berupa perminaan tolong orang sekitar, menelepon ambulans, menyuruh orang untuk
memanggil bantuan tapi sebelumnya sudah dilakukan pemeriksaan kesadaran dan ada tidaknya hent i
napas secara simultan dan cepat.
Pembatasan frekuensi dan durasi kompresi dada dapat meningkatkan hasil klinis yang bermakna
pada pasien serangan jantung. Tiap penghentian kompresi dada berarti menghentikan aliran darah ke
otak yang mengakibatkan kematian jaringan otak jika darah berhenti terlalu lama. AHA 2010
menghendaki untuk melakukan kompresi selama kita bisa atau sampai alat defibrilator otomatis
datang. Jika tiba waktunya untuk pernapasan mulut ke mulut maka lakukan segera dan segera
kembali melakukan kompresi dada. Prinsip: PUSH HARD, PUSH FAST, ALLOW COMPLETE
CHEST RECOIL & MINIMIZE INTERRUPTION, AVOIDING EXCESSIVE VENTILATION.
Cricoid pressure rutin tidak dianjurkan pada sera ngan jantung. Cricoid pressure dapat menghambat
atau mencegah pemasangan jalan napas yang lebih adekuat dan ternyata aspirasi tetap dapat terjadi
walaupun sudah dilakukan cricoid pressure. Cricoid pressure merupakan suatu metode penekanan
tulang rawan kri koid yang dilakukan pada korban dengan tingkat kesadaran sangat rendah.
Precordial thump dapat mengembalikan irama ventricular tachyarrhytmias ke irama sinus. Pemberian
precordial thum boleh dipertimbangkan untuk dilakukan pada pa sien dengan VT yang disaksikan,
termonitor, tidak stabil dan jika defibrilator tidak dapat disediakan dengan segera. Precordial thump
tidak boleh menunda pemberian CPR.
a)Untuk resusitasi mulut ke barier pada orang dewasa, tarik napas dalam dan sekat bibir di sekeliling
mulut korban, menghasilkan sekat kedap udara.
b)Berikan dua klai aliran napas secara perlahan, 1,5 2 detik setiap kali, diikuti dengan 10 20 kali
napas per menit
c)Untuk pernapasan buatan dengan kantung ambu pada orang dewasa, tekan kantung dengan
maksimal setiap dua kali napas
a.Tangan diletakkan pada posisi setengah terbawah tulang dada (Sternum) korban.
b.Dengan menggunakan telunjuk dan jari tengah tentukan batas iga terbawah yang paling dekat
dengan anda. Pertahankan kedua jari bersama-sama dan telusuri ke sebalah atas sampai titik dimana
teraba sendi iga dengan tulang dada.
c.Dengan jari tengah pada titik tersebut, tempatkan lah jari telunjuk pada tulang dada.
d.Telu suri tumit tangan anda yang sebelah lagi pada tulang dada sampai dapat mencapai telunjuk
anda, ini adalah pertengahan tulan dada terbawah korban.
e.Letakan tumit tangan lainnya bertumpu pada tangan yang telah diletakkan terlebih dahulu
f.Kuncilah kedua jari-ja ri tangan dengan jari-jari tangan sbelahnya lagi dan pastikan bahwa tekanan
kedua tangan anda tidak menekan iga korban. Jangan sekali-kali melakukan penekanan pada dinding
perut bagian atas atau bagian bwah tulang dada.
g.Posisi vertikal di atas dada korban dan dengan lengan tegak lurus, lakukanlah penekanan pada tulan
tersebut minimal 5 cm.
h.Lepaskan penekanan ini tanpa melepaskan tangan dari tulang sternum. Lakuan berulang-ulang dan
cepat serta dalam.
Pada saat dilakukan kompresi jantung, jari-jari tangan jangan sampai menyentuh dada korban
RJP dihentikan bila ja ntung sudah berdetak ditandai adanya nadi dan nafas sudah spontan, saat
mengecek nadi dan pernafasan, penolong sudah kelelahan, dan pasien dinyatakan tidak mempunyai
harapan lagi/meninggal
Referensi:
Finucane, B.T et all. (2011). Principles of Airway Management. 4th Edition. Springer: Athens.
Hitt, E. (2010). 2010 AHA Guidelines: The ABCs of CPR Rearranged to "CAB".
http://www.medscape.com/viewarticle/730866 . (Accesed on 22.48 ; 22-02-2012)
American Heart Association. (2010). 2010 AHA Guidlines for CPR and ECC.
Soerasdi, E. (2004). Resusitasi Jantung Paru: Bantuan Hidup Dasar. Bagian Anestesiologi dan
Perawatan Intensif Fakultas Kedokteran Unpad/RSUP Dr. Hasan Sadikin: Bandung. (**digunakan
hanya untuk pengertian tindakan, untuk pelaksanaan tindakan mengacu pada AHA 2010)