OLEH :
Dwi Winarsih(1910011)
Tindakan RJP dapat dilakukan dengan sesegera mungkin oleh penolong untuk
meminimalisir terjadinya interupsi. Tahapan tindakan RJP dilakukan dengan
urutan “CAB” yaitu memberikan compression (kompresi dada), airway
(membuka jalan nafas) dan breathing (memberikan nafas pada korban) dengan
rasio 30 kompresi : 2 ventilasi selama 5 siklus (Khalid & Juma, 2010). Tahap –
tahap melakukan RJP pada kasus henti jantung menurut Neumar et al., (2015)
adalah sebagai berikut
1. Kaji denger
Kaji danger atau bahaya adalah melakukan investigasi terkait lokasi di sekitar
korban tersebut aman. Kondisi korban yang berada pada lokasi yang tidak aman
(seperti terdapat gas beracun, kebakaran, atau yang lainnya) dianjurkan bagi
penolong agar tidak mendekati korban. Kondisi ini dikhawatirkan akan
membuat penolong dapat ikut menjadi korban. Pindahkan korban terlebih
dahulu pada kondisi yang lebih aman
2. Chest respon
Korban yang ditemukan tiba-tiba tidak sadarkan diri, maka hal pertama yang
perlu penolong lakukan adalah memastikan apakah korban mengalami henti
jantung atau tidak. Cara yang perlu dilakukan adalah memeriksa respon korban
dengan memanggil nama / sebutan yang umum dengan keras disertai menyentuh
atau menggoyangkan bahu dengan pelan. Korban yang berespon akan
menjawab, bergerak atau mengerang. Korban yang tidak berespon, maka
penolong harus segera mengaktifkan sistem tanggap darurat serta mengecek
pernafasan korban hingga tim bantuan medis datang. Cek nadi korban kurang
dari 10 detik dan apabila tidak terdeteksi maka kompresi dada harus dimulai
3. Chest Compressions
Kompresi dada (chest compressions) dapat mengalirkan darah ke organ- organ
vital dan meningkatkan kemungkinan kembalinya sirkulasi. Kompresi yang
kuat, cepat, meminimalisir interupsi, memaksimalkan recoil dan menghindari
pemberian napas yang berlebihan adalah beberapa komponen dari “High
Quality CPR” atau RJP yang berkualitas tinggi. Korban harus dipastikan
terbaring dalam permukaan keras dan rata sebelum diberikan tindakan RJP.
Bila korban tidak berespon dan tidak bernapas maka mulai dilakukan siklus
30 kompresi. Karakteristik RJP yang berkualitas tinggi adalah kompresi dada
dengan kekuatan dan kedalaman yang tepat. Push fast, mendorong pada
kecepatan minimal 100-120 kompresi per menit. Push hard, mendorong dengan
kekuatan yang cukup untuk menekan setidaknya sepertiga anterior-posterior
(AP) diameter dada atau maksimum 2 inchi (5 cm) dan tidak melebihi 2,4 inci
(6 cm) pada anak-anak dan dewasa. Membiarkan dada kembali (rekoil penuh)
setelah masing-masing kompresi untuk memungkinkan jantung terisi dengan
darah
4. Airway
Penolong harus bisa memastikan jalan napas terbuka dan bersih yang
memungkinkan korban bernapas. Membersihkan jalan napas dapat dilakukan
dengan menyisir rongga mulut menggunakan teknik jari silang (cross finger)
untuk membuka mulut. Penolong dapat membuka jalan napas dengan cara
mengangkat dahi dan dagu korban secara perlahan (head tilt and chin lift).
Teknik lain untuk membuka jalan napas adalah dengan menggunakan teknik
jaw trust. Neumar et al., (2015) merekomendasikan untuk menggunakan teknik
head tilt-chin lift jika pada korban tidak ditemukan adanya trauma kepala / leher
dan gunakan teknik jaw thrust apabilla korban memiliki cidera servikal.
5. Breathing
Breathing ditujukan untuk memastikan oksigen pada korban adekuat dan dapat
tetap tersirkulasi dengan baik pada seluruh organ vital. Nafas buatan yang
diberikan pada korban adalah dua kali napas buatan selama 5 siklus dengan
volume 500-600 mL. Cara pertama yang dapat dilakukan adalah melalui mulut
ke mulut. Langkahnya adalah tutup hidung korban, ambil napas panjang dan
segera tiupkan pada mulut korban perlahan
E. Penatalaksanaan
Kejadian gawat darurat biasanya berlangsung cepat dan tiba-tiba sehingga sulit
memprediksi kapan terjadinya.Langkah terbaik untuk situasi ini adalah waspada
dan melakukan upaya kongkrit untuk mengantisipasinya.Harus dipikirkan satu
bentuk mekanisme bantuan kepada korban dari awal tempat kejadian, selama
perjalanan menuju sarana kesehatan, bantuan di fasilitas kesehatan sampai pasca
kejadian cedera.Tercapainya kualitas hidup penderita pada akhir bantuan harus
tetap menjadi tujuan dari seluruh rangkai pertolongan yang diberikan.
Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat medik
yang bertujuan untuk :
a. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.
b. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban
yang mengalami henti jantung atau henti napas melalui Resusitasi Jantung Paru
(RJP).
Resusitasi Jantung Paru terdiri dari 2 tahap, yaitu :
– Survei Primer (Primary Surgery), yang dapat dilakukan oleh setiap orang.
– Survei Sekunder (Secondary Survey), yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga
medis dan paramedis terlatih dan merupakan lanjutan dari survei primer
Yunanto, R. A. (2017). Pengaruh Pelatihan Resusitasi Jantung Paru (Rjp) Dengan Mobile
Application Dan Simulasi Terhadap Pengetahuan, Keterampilan Dan Kesediaan Menjadi
Bystander Rjp Pada Siswa Smk Negeri 2 Singosari (Doctoral dissertation, Universitas
Brawijaya).
Widyarani, L. (2018). Analisis Pengaruh Pelatihan Resusitasi Jantung Paru RJP Dewasa
terhadap Retensi Pengetahuan dan Ketrampilan RJP pada Mahasiswa Keperawatan di
Yogyakarta. Jurnal Keperawatan Soedirman, 12(3), 143-149
http://repository.unissula.ac.id/7342/4/BAB%201.pdf
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pengabdian_dir/09b5c1cf7ba2db097e75d1a8bb79d
4df.pdf